HUBUNGAN KEBUDAYAAN PURBAKALA DI

C. HUBUNGAN KEBUDAYAAN PURBAKALA DI

Kata Kunci

VIETNAM DAN INDIA DENGAN

Bacson-Hoabinh, Dongson,

PERKEMBANGAN MASYARAKAT PURBAKALA

nekara, sa huyuh, india

INDONESIA

Seperti yang telah dijelaskan bahwa cikal-bakal masyarakat Indonesia adalah daerah Campa di Tonkin, Vietnam serta Kamboja. Dari tempat-tempat inilah nenek-moyang Indonesia mengenal kebudayaan meski masih primitif. Oleh karena itu, kebudayaan masyarakat di sekitar Indocina, terutama Vietnam, Kamboja, Laos, (Indochina) dan Myanmar (Burma), dan tentunya India, sangat berkaitan dengan kebudayaan manusia purba di Indonesia. Kebudayaan-kebudayaan yang cukup memengaruhi kebudayaan nenek moyang bangsa Indonesia adalah kebudayan yang berasal dari Bacson-Hoabinh, Dong Son, Sa Huynh, dan India. Kebudayaan dari Vietnam ini biasanya berbentuk budaya logam, terutama perunggu. Berdasarkan hasil penelitian, benda- benda perunggu yang tersebar ke pelbagai wilayah Indonesia melalui jalur darat dan jalur laut. Jalur darat adalah melalui Muangthai (Thailand) dan Malaysia, kemudian terus ke Kepulauan Indonesia. Jalur laut adalah dengan menyeberangi lautan Cina Selatan, Filipina menuju pulau-pulau di Indonesia.

1. Kebudayaan Bacson-Hoabinh

Istilah Bacson-Hoabinh dipergunakan sejak tahun 1920. Istilah ini ditujukan bagi sebuah tempat penemuan alat-alat batu yang khas, yakni pada satu atau kedua permukaan batu terdapat bekas pangkasan. Tempat temuan kebudayaan Bacson-Hoabinh ini

Gambar 5.8 Peta pusat kebudayaan Bacson-Hoabinh, Dong Son, dan Sa Huynh di Vietnam.

Sumber: Erlangga

Bab 5 Asal-Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia

Ciri khas alat batu hasil budaya Bacson-Hoabinh ini adalah penyerpihan pada satu atau kedua sisi permukaan batu kali yang dapat dikepal oleh tangan. Sering kali seluruh tepian batu tersebut tajam dan hasil penyerpihan inii menunjukkan bermacam-macam bentuk, misalnya lonjong, segi empat, segi tiga, dan lain-lain. Seorang ahli sejarah, C.F. Gorman, menyatakan bahwa alat-alat batu paling banyak ditemukan di pegunungan batu kapur di Vietnam utara, yaitu di daerah Bacson pegunungan Hoabinh. Selain alat-alat dari batu, di Bacson ditemukan pula alat-alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran, alat-alat dari tulang, dan sisa-sisa tulang belulang manusia purba yang dikuburkan dalam posisi terlipat dan ditaburi zat warna merah.

Di Gua Xom Trai, masih di Vietnam Utara, ditemukan alat- alat batu yang telah diasah tajam pada sisi-sisinya. Alat ini diperkirakan berasal dari 18.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangan selanjutnya, alat batu yang diasah ini tersebar hampir di seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh bisa dilihat di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi (Semenanjung Minahasa), Maluku Utara, Flores, hingga Papua. Di Sumatera, alat-alat batu Bacson-Hoabinh ada di Lhokseumawe dan Medan. Alat-alat batu ini ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter sampai 100

Gambar 5.9 Alat-alat dari tulang peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabin.

Sumber: www.Brom.com.

Sejarah SMA/MA Jilid 1 Kelas X Sejarah SMA/MA Jilid 1 Kelas X

Sementara itu, di Jawa, alat-alat batu kebudayaan Bacson- Hoabinh banyak ditemukan di Lembah Sungai Bengawan Solo. Alat-alat batu di lembah ini diperkirakan berusia lebih tua dari yang ada di Sumatera. Perkakas batu yang ada di Bengawan Solo ini belum diserpih atau diasah; batu kali yang dibelah langsung digenggam tanpa diserpih dulu. Menurut Koenigswalg, peralatan batu itu digunakan oleh manusia purba Jawa, yaitu Pithecanthropus erectus.

Di daerah Cabbenge, Sulawesi Selatan, berhasil ditemukan perkakas-perkakas batu dari masa Pleistosen dan Holosen. Penelitian juga dilakukan di pedalaman Maros. Dari beberapa penggalian berhasil ditemukan alat serpih berpunggung dan mkrolit yang disebut Toalian. Perkakas batu Toalian ditafsirkan berasal dari 7.000 tahun yang lalu. Perkembangan batu dari daerah Maros diperkirakan hampir berbarengan dengan munculnya tradisi membuat tembikar di daerah tersebut.

2. Kebudayaan Dong Son

Tradisi perunggu telah dimulai di Vietnam bagian utara sekitar tahun 2.500 SM, jadi 4.000 tahun yang lalu. Kebudayaan perunggu ini berkaitan erat dengan kebudayaan Dong Son dan Go Mun. Jika diperbandingkan dengan daerah Muangthai Tengah dan Timur Laut, Vietnam memiliki bukti-bukti lebih awal mengenai pembuatan benda-benda dari perunggu di Indocina. Benda-benda perunggu yang ada sebelum 500 SM terdiri atas kapak corong, ujung tombak, sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah, pisau, kail pancing, gelang, dan lain-lain. Corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya.

Benda-benda kebudayaan Dong Son merupakan benda logam yang paling banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Jadi, bukan pengaruh budaya logam dari India maupun Cina, melainkan dari wilayah Dong Son di Vietnam Utara. Contoh benda budaya Dong Son yang ditemukan di Indonesia adalah nekara tipe Heger I yang memiliki kesamaan dengan nekara yang tertua dan terbaik di Vietnam. Nekara tersebut memiliki jalur hiasan yang disusun mendatar membentuk gambar manusia, hewan, dan motif geometris.

Bab 5 Asal-Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia

Perkakas perunggu lain yang ditemukan di wilayah Dong Son serta beberapa kuburan seperti di daerah Vie Khe, Lang Ca, Lang Vac adalah alat-alat rumah tangga berupa mangkuk dan ember kecil. Selain itu ditemukan pula miniatur nekara dan genta, kapak corong, cangkul bercorong, mata panah dan mata tombak bertangkai atau bercorong, belati dengan bentuk antropormofis, gelang, timang, ikat pinggang. Sebuah nekara yang sangat besar

Sumber: wikiepedia.com

berhasil digali di daerah Co Loa, berisi 96 mata bajak perunggu

Gambar 5.10 Nekara tipe

bercorang. Di antara penemuan ini, terdapat pula alat-alat dari

Heger I yang ditemukan di

besi dengan jumlah yang sedikit.

Pulau Sangeang, Nusa

Dari penemuan benda-benda budaya Dong Son diketahui

Tenggara Timur

tentang cara pembuatannya, yakni dengan menggunakan teknik cetak lilin hilang, yaitu dengan membuat bentuk benda yang diinginkan dari lilin. Lalu lilin tersebut dibalut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada tanah liat tersebut. Berikutnya, pada cetakan tanah liat itu dituangkan cairan logam dan setelah dingin, tanah liat tersebut dipecahkan. Dengan demikian, terbentuklah benda logam tersebut.

Tidak kurang dari 56 nekara yang ditemukan di sejumlah tempat di Indonesia. Nekara banyak ditemui di Sumatera, Jawa, dan Maluku Selatan. Misalnya, nekara yang ada di Makalaman dari Pulau Sangeang, dekat Pulau Sumbawa. Nekara ini memuat motif hiasan bergambar orang-orang berseragam mirip pakaian seragam yang dikenakan Dinasti Han di Cina, Kushan di India Utara, dan Satavahana di India Tengah. Sedangkan, nekara dari Kepulauan Kei di Maluku memiliki hiasan lajur mendatar, berisi gambar kijang dan adegan perburuan macan. Sementara itu, nekara dari Pulau Selayar, Sulawesi Selatan, memuat hiasan bergambar gajah dan burung merak.

Hiasan-hiasan pada nekara-nekara tersebut ternyata tidak dikenal oleh penduduk dari pulau-pulau lain di Indonesia bagian timur tempat di mana nekara-nekara tersebut ditemukan. Maka dari itu, para ahli berpendapat, tak mungkin nekara-nekara tersebut dibuat di tempat penemuannya, melainkan dibawa dari Cina, tempat asli dibuatnya benda-benda tersebut. Ini dilihat pula dari sudut gaya dan kandungan timahnya yang cukup tinggi, sedangkan budaya Dong Son cenderung memakai perunggu. Namun, Von Heine Geldern, peneliti nekara, berpendapat bahwa nekara yang ditemukan di Sangeang ditafsir dicetak di daerah Funan, Vietnam, yang sebelumnya telah dipengaruhi oleh budaya India pada 250 M.

Seorang ahli lain, Berner Kempers, menemukan bahwa

Sumber Indonesian Heritage:

Sejarah Awal.

semua nekara yang ditemukan di Bali bagian timur memiliki

Gambar 5.11 Bejana gaya

empat patung katak pada bagian membran pukulnya. Di samping

Dong Son di Kerinci, Jambi.

itu, Nekara di Bali memiliki motif hias yang kurang terpadu; ini

Sejarah SMA/MA Jilid 1 Kelas X Sejarah SMA/MA Jilid 1 Kelas X

Persebaran nekara tipe Heger I mencakup daerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, serta Maluku Selatan. Selain nekara, banyak ditemukan pula benda-benda perunggu lainnya, seperti patung, perkakas rumah tangga dan bercocok tanam, serta perhiasan.

3. Kebudayaan Sa Huynh

Selain kebudayaan Bacson-Hoabinh dan Dong Son yang berada di utara Vietnam, ada pula kebudayaan yang berhubungan dengan masyarakat Indonesia purba, yaitu kebudayaan Sa Huynh di selatan Vietnam. Budaya Sa Huynh didukung oleh kelompok sosial yang berbahasa Cham (Austronesia) yang diperkirakan berasal dari Indonesia. Penduduk yang mendiami wilayah Sa Huynh ini diperkirakan berasal dari Semenenjung Melayu atau Kalimantan.

Seorang arkeolog Vietnam mengemukakan bahwa sebelum munculnya budaya Sa Huynh atau budaya turunan langsung dari Sa Huynh, daerah Vietnam Selatan telah didiami oleh bangsa yang berbahasa Austronesia. Orang-orang Cham (Campa) pernah mengembangkan peradaban yang dipengaruhi oleh budaya India. Kemudian mereka dikalahkan oleh ekspansi yang dilakukan oleh penduduk mayoritas Vietnam sekarang. Mereka yang tetap bertahan menjadi kelompok minoritas.

Keberadaan masyarakat Cham di dekat pusat-pusat penemuan benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa prasejarah ini memiliki arti yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa Austronesia dan memiliki kedekatan fisik dengan orang Indonesia.

Kebudayaan Sa Huynh yang diketahui hingga kini kebanyakan berbentuk kuburan tempayan, yakni jenazah dimasukkan ke dalam tempayan besar. Penguburan jenis ini merupakan adat yang mungkin dibawa oleh orang-orang Cham

Bab 5 Asal-Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia

Penemuan-penemuan Sa Huynh terdapat di kawasan pantai, mulai dari Vietnam Tengah selatan hingga ke delta lembah Sungai Mekong. Budaya Sa Huynh banyak memiliki kesamaan dengan peninggalan yang ditemukan di wilayah Laut Sulawesi. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut “Lingling O”) dan jenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan kedua ujungnya berhiaskan kepala hewan (mungkin kijang) yang ditemukan di sejumlah daerah di Muangthai, Vietnam, Palawan, dan Serawak. Kebudayaan Sa Huynh yang berhasil ditemukan mencakup berbagai perkakas yang bertangkai corong, seperti sekop, tembilang, dan kapak. Ada pula yang tidak memiliki corong, seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun, cincin dan gelang berbetuk spiral. Teknologi pembuatan perkakas-perkakas dari besi di wilayah Sa Huynh diperkirakan berasal dari Cina.

Perkakas besi ternyata lebih banyak dipergunakan dalam budaya Sa Huynh dibanding dalam budaya Dong Son. Benda- benda perunggu yang ditemukan di Sa Huynh berupa perhiasan, gelang, lonceng, dan bejana-bejana kecil. Ditemukan pula beberapa manik-manik emas yang langka, manik-manik kaca dari batu agate bergaris, manik-manik Carnelian (bundar, seperti cerutu), dan kawat perak. Kebudayaan Sa Huynh ditafsir berlangsung antara tahun 600 SM hingga awal Masehi.

Gambar 5.12 Sketsa artefak- artefak kebudayaan bercorak Sa Huynh (tampak dari atas dan sisi).

Sumber: Erlangga.

Sejarah SMA/MA Jilid 1 Kelas X

4. Kebudayaan India

Perkembangan masa perunggu awal di Kepulauan Indonesia bertumpang tindih dengan bermunculan negeri-negeri dagang kecil yang ada pada periode paling awal masa sejarah, yakni masa di mana masyarakat mulai mengenal tulisan. Pada masa ini mulai bermunculan kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di bagian barat Indonesia. Berbeda dengan pengaruh budaya Vietnam yang kebanyakan berupa perkakas fisik, pengaruh budaya India cenderung lebih dalam hal nonfisik, di antaranya kesusastraan. Karya sastra berbahasa Sansekerta dan Tamil sudah lama berkembang di wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

Menjelang tahun 70 M, menurut kronik dari Romawi terdapat bukti bahwa cengkeh dari Maluku telah mencapai Roma, Italia, melalui perdagangan laut. Hal ini menimbulkan penafsiran bahwa sekitar abad pertama sampai ke lima Masehi telah ada pusat-pusat perdagangan di kawasan Nusantara yang dilewati rute-rute perlayaran dagang. Pemukiman dagang ini awalnya hanya sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para pelaut dan pedagang sebelum melanjutkan perjalanan. Para pedagang tersebut mengajak pedagang dari Indonesia untuk ikut serta dalam pelayaran dan perdagangan mereka. Akhirnya, kepulauan Nusantara menjadi salah satu pusat kegiatan perniagaan yang dilakukan pedagang asing seperti Cina, India, Indocina, Arab, Persia, bahkan dari Romawi yang datang dari penjuru Eropa bagian barat.

Perkembangan perdagangan di Indonesia yang semakin ramai menyebabkan semakin banyaknya pedagang dari India, terutama orang Gujarat dan Tamil, yang berhubungan dengan pedagang Indonesia. Pengaruh India lambat laun dirasakan oleh masyarakat pribumi, terutama dalam bidang pemerintahan (politik), agama, serta budaya. Dari kaum pedagang dan selanjutnya kaum agamawan, lahirlah kerajaan-kerajaan tradisional yang bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia, seperti Kutai, Tarumanagara, Ho-ling, Mataram, Sriwijaya, dan lain- lainnya. Mengenai kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha ini akan dibahas di Kelas XI Jilid 2.

KEGIATAN 5.3

Untuk lebih mempererat rasa persaudaran, lakukanlah kegiatan berikut berkelompok. Buatlah kelompok, masing-masing terdiri atas 4 orang. Buatlah peta yang memperlihatkan persebaran artefak-artefak kebudayaan yang tersebar di Indocina (terutama di Vietnam dan Kamboja) yang memiliki kesamaan dengan yang ada di Indonesia. Kerjakan pada karton berukuran A3 atau A2, warnailah agar terlihat menarik. Bila selesai, kumpulkan kepada guru!

Bab 5 Asal-Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia