“pidana dan pemidanaan”, masing-masing merupakan “sub- sistem” dan sekaligus “pilar-pilar” dari keseluruhan bangunan
sistem pemidanaan. Berikut diuraikan secara singkat mengenai ketiga sub-sistem tersebut dalam Konsep KUHP 2008.
2.1. Tindak Pidana a.
Dasar Patut Dipidananya Perbuatan
Dasar patut dipidananya perbuatan, berkaitan erat dengan masalah sumber hukum atau landasan legalitas untuk
menyatakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana atau bukan. Seperti halnya dengan KUHP WvS, Konsep tetap
bertolak dari asas legalitas formal bersumber pada UU. Namun Konsep juga memberi tempat kepada “hukum yang
hiduphukum tidak tertulis” sebagai sumber hukum asas legalitas materiel.
Pernyataan diatas diasarkan pendapat Barda Nawawi Arief dalam bukunya berjudul “Bunga Rampai Kebijakan
Hukum Pidana”. Beliau menyatakan, dalam menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya suatu perbuatan,
Konsep KUHP Baru bertolak dari pendirian bahwa sumber hukum yang utama adalah undang-undang hukum tertulis.
Jadi, bertolak dari asas legalitas dalam pengertian yang formal. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 1 Konsep. Namun,
berbeda dengan asas legalitas yang dirumuskan di dalam KUHP
WvS selama ini, Konsep memperluas rumusannya secara “materiel” dengan menegaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 1
ayat 1 tidak mengurangi berlakunya “hukum yang hidup” di dalam masyarakat. Dengan demikian, disamping sumber
hukum tertulis undang-undang sebagai kriteriapatokan formal yang utama, Konsep juga masih memberi tempat kepada
sumber hukum tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat sebagai dasar menetapkan patut dipidananya suatu
perbuatan.
160
Dengan diakuinya “hukum yang hidup dalam masyarakat” sebagai sumber hukum sumber legalitas materiel, Konsep
memandang perlu memberikan pedoman, kriteria atau rambu- rambu mengenai sumber hukum materiel yang dapat
dijadiakan sebagai sumber hukum sumber legalitas. Menurut
Barda Nawawi Arief kriteriarambu-rambunya, antara lain diusulkan rambu-rambu sebagai berikut : Pertama, Sesuai
dengan nilai-nilai nasional Pancasila, yaitu sesuai dengan nilai moral religius, nilai kemanusiaanhumanis, nilai kebangsaan,
nilai demokrasi kerakyatanhikmah kebijaksanaan, dan nilai
keadilan sosial. Kedua, Sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
160
Patut dicatat, bahwa berlakunya hukum yang hidup di dalam masyarakat hanya untuk delik-delik yang tidak ada bandingannya
persamaannya atau tidak telah diatur di dalam undang-undang. Selengkapnya Lihat Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan
Hukum Pidana, Cetakan ke-3, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti : Bandung, 2005, hlm. 78.
umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa “the general principle of law recognized by the community of
nations”.
161
Sejalan dengan keseimbangan asas legalitas formal dan materiel itu, Konsep juga menegaskan keseimbangan unsur
melawan hukum formal dan materiel dalam menentukan ada tidaknya tindak pidana. Penegasan ini diformulasikan dalam
Pasal 11 Konsep 2008 yang lengkapnya berbunyi : 1
Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana.
2 Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain
perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan,
harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum
masyarakat.
3 Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat
melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar. Adanya formulasi ketentuan umum tentang pengertian
tindak pidana dan penegasan unsur sifat melawan hukum
materiel di atas, patut dicatat sebagai suatu perkembangan baru karena ketentuan umum seperti itu tidak ada dalam
KUHP WvS.
162
161
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Persfektif Kajian Perbandingan, PT. Citra Aditya Bakti : Bandung, 2005,
hlm. 14.
162
Selengkapnya dapat dilihat dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai..., Op.Cit., hlm. 96-116.
b. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana forms of criminal