Bentuk-Bentuk Tindak Pidana forms of criminal

b. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana forms of criminal

offence Sebagaimana dimaklumi, aturan pemidanaan dalam KUHP WvS tidak hanya ditujukan pada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi juga terhadap mereka yang melakukan perbuatan dalam bentuk “percobaan”, “permufakatan jahat”, “penyertaan”, “perbarengan” con-cursus, dan “pengulangan” recidive. Hanya saja di dalam KUHP, “permufakatan jahat” dan “recidive” tidak diatur dalam Aturan Umum Buku I, tetapi di dalam Aturan Khusus Buku II atau Buku III. Dalam Konsep, semua bentuk-bentuk tindak pidana atau tahapan terjadinyadilakukannya tindak pidana itu, dimasukkan dalam Ketentuan Umum Buku I. Bahkan dalam perkembangan terakhir Konsep 2008 ditambah dengan ketentuan tentang “persiapan” preparation yang selama ini tidak diatur dalam KUHP. Hal ini tentunya merupakan perkembangan baru dari Konsep. Aturan umum “permufakatan jahat” dan “persiapan” dalam Buku I Konsep, agak berbeda dengan “percobaan”. Perbedaannya adalah : 163 a. Penentuan dapat dipidananya “percobaan” dan lamanya pidana ditetapkan secara umum dalam 163 Barda Nawawi Arief, “Sistem Pemidanaan Dalam Ketentuan Umum Konsep RUU KUHP 2004”, Bahan Sosialisasi RUU KUHP 2004, Op.Cit., hlm. 10-11. Buku I, kecuali ditentukan lain oleh UU; pidana pokoknya maksimumminimum dikurangi sepertiga. b. Penentuan dapat dipidananya “permufakatan jahat” dan “persiapan” ditentukan secara khusustegas dalam UU dalam perumusan tindak pidana ybs.. Aturan umum hanya menentukan pengertianbatasan kapan dikatakan ada “permufakatan jahat” atau “persiapan”, dan lamanya pidana pokok yaitu dikurangi dua pertiga. Lihat Konsep Pasal 15 “persiapan” dan 13 “permufakatan jahat”. Khususnya mengenai bentuktahapan tindak pidana yang berupa “percobaan”, ketentuan yang diatur tidak hanya mengenai unsur-unsur kapan dapat dipidananya “percobaan”, tetapi diatur juga tentang batasan “perbuatan pelaksanaan”, masalah “percobaan tidak mampu”, masalah “pengunduran diri secara sukarela Rücktritt” dan “tindakan penyesalan Tätiger Reue”. Adapun ketentuan umumnya sbb. : 164 a. Untuk percobaan tidak mampu alatobjeknya tetap dipidana, tetapi maksimum pidananya dikurangi setengah Pasal 19; b. Untuk percobaan tidak selesai karena Rücktritt pengunduran diri secara sukarela, tidak dipidana Psl. 17 ayat 1; c. Untuk percobaan tidak selesai karena Tätiger Reue : c.1. tidak dipidana, apabila pembuat dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau akibat perbuatannya Pasal 17 ayat 2; c.2. tetap dipidana, apabila telah menimbulkan kerugian atau me-nurut peraturan 164 ibid, hlm. 12. perundang-undangan telah merupakan tin-dak pidana tersendiri Pasal 17 ayat 3. Pengulangan recidive juga diatur secara umum dalam Buku I sebagai alasan pemberatan pidana yang umum. Jadi berbeda dengan KUHP saat ini, yang mengaturnya sebagai alasan pemberatan pidana yang khusus untuk delik-delik tertentu diatur dalam Buku II dan III. Dikatakan ada “pengulangan” menurut Konsep Psl. 24, apabila orang melakukan pengulangan tindak pidana dalam waktu 5 lima tahun sejak : 165 a. menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan; b. pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau c. kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan belum kedaluwarsa. Pemberatan pidananya diatur dalam Pasal 135, yaitu maksimumnya diperberat sepertiga. Namun ketentuan Pasal 135 ini tidak berlaku untuk anak Pasal 113 Konsep. 166

2.2. Pertanggungjawaban Pidana Kesalahan