Pertumbuhan tanaman bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove di hutan lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta

PERTUMBUHAN TANAMAN BAKAU (Rhizophora mucronata)
PADA LAHAN RESTORASI MANGROVE
DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK PROVINSI DKI
JAKARTA

CANDRA SYAH

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pertumbuhan Tanaman Bakau
(Rhizophora mucronata) Pada Lahan Restorasi Mangrove di Hutan Lindung
Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan
Prof.Dr.Ir. Andry Indrawan,MS. dan Ir.Agus Priyono,MS. belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
tesis ini.


Bogor, Juli 2011

Candra Syah
E051060451

ABSTRACT
The topic research the growth of Rhizophora mucronata in land restoration of
mangrove in Angke Kapuk Forest, Jakarta Province. Research objectives include:
(1) determine the level of plant growth mangrove species (Rhizophora
mucronata), (2) knowing the data and information characteristics of the site and
its environment. The average plant height 60.388 to 147.496 and the average
diameter of 2.435 cm to 6.196 cm. The average height increment of the largest
found in the sub-station 1 (2.2307) significantly different from the other seven
sub-stations. Average high accretion smallest sub-stations located on seven
(0.1853 cm) and sub-station (0.1373cm). The average increment of the largest
diameter found in the sub-station 1 (0.0591 cm) and 2 (0.0599) significantly
different from the other seven sub-stations. Average height increments are the
smallest sub-station at 5 (0334 cm) and sub-stations 7 (0.0334 cm), and sub
research 8 (0.0334 cm). Caution exchange capacity (CEC), the highest CEC is in

the sub-station 2 (31.55 me/100 g) and lowest in the sub-station CEC 4 (22.94
me/100g). CEC on the sub-station 4 is low because the dry soil conditions and
tidal irregular.
(Keywords: Mangrove, Rhizophora mucronata, restoration, Growth)

iii

RINGKASAN
Hutan lindung di Angke Kapuk adalah satu kawasan konservasi formal
yang dimiliki oleh DKI Jakarta di wilayah. Berdasarkan keputusan Direktorat
Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan No. 08/KPPS/VII-4/94 bahwa luas
hutan lindung di kawasan Muara Angke adalah 44,76 ha. Kawasan hutan lindung
tersebut terbentang mulai dari hutan wisata Kamal sampai dengan batas cagar
alam Muara Angke, yang secara geografis terletak antara 6º05’-6º10’ LS dan
106º43’-106º48’ BT.
Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi
penyambung darat dan laut. Ekosistem mangrove berperan sebagai filter untuk
mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama, dan sebagai
sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Menipisnya ekosistem
mangrove merupakan masalah yang serius. Oleh karena kegiatan restorasi

diperlukan untuk memperbaiki ekosistem mangrove di Hutan Lindung Angke
Kapuk. Kegiatan restorasi mengrove ini dilakukan sejak tahun 2007 sampai 2009.
Namun belum ada kegiatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan teknik
rehabilitasi pada kawasan restorasi. Dengan dasar tersebut penelitian ini dilakukan
yaitu untuk mengetahui pertumbuhan tanaman jenis bakau (Rhizophora
mucronata) yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan keberhasilan
kegiatan penyelamatan hutan mangrove,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi terbesar
terdapat pada sub stasiun 1 (2.2307) berbeda nyata dengan tujuh sub stasiun
lainnya. rata-rata pertambahan tinggi terkecil terdapat pada sub stasiun 7 (0.1853
cm) dan sub stasiun 8 (0.1373 cm ). Rata-rata pertambahan diameter terbesar
terdapat pada sub stasiun 1 (0.0591 cm) dan 2 (0.0599) berbeda nyata dengan
tujuh sub stasiun lainnya. rata-rata pertambahan tinggi terkecil terdapat pada sub
stasiun 5 (0334 cm) dan sub stasiun 7 (0.0334 cm), dan sub penelitian 8 (0.0334
cm) .
Hasil pertumbuhan Sub stasiun 1 memiliki nilai berdekatan dengan stasiun
2 hal ini menandakan bahwa sifat fisik dan kimia tanah pada kedua sub stasiun
tersebut mempunyai kemiripan dan merupakan di tanam pada tahun yang sama
(umur tanaman 16 tahun). Namun pada Sub stasiun 2 dan sub stasiun 3 memiliki
perbedaan, sub stasiun 2 lebih dipengaruhi lebih nyata oleh debu dan KTK,

sedangkan sub stasiun 3 kondisi tempat tumbuh dipengaruhi lebih nyata oleh pH,
K, P dan salinitas.
(Kata Kunci : Mangrove, Rhizophora mucronata, Restorasi, pertumbuhan)

iv

© Hak cipta milik Candra Syah, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya

v

PERTUMBUHAN TANAMAN BAKAU (Rhizophora mucronata)
PADA LAHAN RESTORASI MANGROVE
DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK PROVINSI DKI
JAKARTA

CANDRA SYAH


Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magistar Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

vi

Penguji Luar Komisi: Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.

vii

Judul Penelitian

:

Pertumbuhan Tanaman Bakau (Rhizophora
mucronata) Pada Lahan Restorasi Mangrove di

Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI
Jakarta.

Nama

: Candra Syah

NRP

: E051060451

Disetujui
Komisi Pembimbing

Ir.Agus Priyono, MS.
Anggota

Prof.Dr.Ir. Andry Indrawan, MS.
Ketua


Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Fauzi Febrianto,MS.

Dr.Ir.Dahrul Syah,M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 1 Agustus 2011

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Bismillahrirrahmannirrahim
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
Berkat, Kasih dan Perlindungan-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan Tesis
dengan Judul : Pertumbuhan Tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) Pada

Lahan Restorasi Mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI
Jakarta. Sesuai harapan penulis sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.
Pertama-tama penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1) Bapak Prof. Dr.Ir. Andry Indrawan, MS. selaku pembimbing utama, dan
2) Bapak Ir. Agus Priyono, MS. selaku pembimbing kedua,
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan juga
kepada :
1. Bapak Dosen Penguji Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. dan Bapak Dr. Ir.
Agus Hikmat,MS. yang telah bersedia menjadi tim penguji.
2. Orang tua (H. Kasmina dan Hj. Saemi) serta family yang telah turut
mendoakan.
3. Keluarga tercinta Aji Prihastuti,S.Pi. (Istri) dan Agha Banin Candra (Putra)
untuk doa dan dorongan semangat.
4. Teman-teman yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian
di lapangan dan diskusi secara aktif dalam menyempurnakan karya ilmiah ini
tak lupa juga diucapkan terima kasih.
Atas partisipasi, bantuan dan dukungan dari semua pihak dalam
penyelesaian karya ini, tak lupa diucapkan terima kasih.


Bogor, Juli 2011
Candra Syah

ix

RIWAYAT HIDUP
Candra Syah dilahirkan di Cirebon (Jawa Barat) pada tanggal 17 Januari
1979 sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara. Penulis mengawali pendidikan
dasar di SD Negeri Setia Bakti (1985-1991). Penulis melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 1 Cirebon pada tahun 1991-1994, dan pada tahun 1994-1997
dilanjutkan di SMU Negeri 1 Cirebon. Selanjutnya penulis diterima di Program
Studi Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 1998,
dan lulus pada tahun 2003.
Selama di IPB, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Burung (KPB-IPB).
Sejak Tahun 2003-2010 Penulis bekerja di Lembaga Pengkajian dan
Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove) di Bogor. Pada tahun 2006, penulis
melanjutkan pendidikan pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan

Kehutanan (IPK-IPB). Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar
Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan judul” Pertumbuhan
Tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) Pada Lahan Restorasi mangrove di
Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta.

ix

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
PRAKATA ............................................................................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Permasalahan ................................................................................. 2
Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 2
Pendekatan Teori .............................................................................................. 2
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5

Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7
Ekosistem Hutan Mangrove ............................................................................. 7
Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove ....................................................... 7
Zonasi Hutan Mangrove ........................................................................... 7
Habitat ....................................................................................................... 8
Klasifikasi Tempat Tumbuh ..................................................................... 8
Adaptasi Flora Mangrove ....................................................................... 10
Faktor-faktor Lingkungan Mangrove ..................................................... 13
Pertumbuhan Mangrove Jenis Bakau (Rhizophora mucronata) ............. 17
Budidaya Tumbuhan Bakau (Rhizophora mucronata) .......................... 19
Kondisi Lingkungan Mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk ......... 24

x

METODOLOGI PENELITIAN......................................................................... 27
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 27
Bahan dan Alat ............................................................................................... 27
Tahapan Penelitian ......................................................................................... 27
Studi Kepustakaan .......................................................................................... 28
Orientasi lapang .............................................................................................. 29
Pembuatan Plot Penelitian ....................................................................... 29
Pengambilan Data.................................................................................... 29
Pengukuran di Lapangan ......................................................................... 30
Metode Analisis Data ..................................................................................... 31
Analisis variabel pertumbuhan dan parameter ........................................ 32
Analisis Komponen Utama (PCA) .......................................................... 34
KONDISI UMUM LOKASI ............................................................................... 35
Kondisi Umum Wilayah ................................................................................. 35
Kondisi Fisik................................................................................................... 35
Tipologi Lahan dan Sifat-sifat Tanah ...................................................... 36
Kualitas Air ............................................................................................. 37
Satwa Liar ....................................................................................................... 37
Tata Guna Lahan ............................................................................................ 38
Kondisi Ekosistem Mangrove ........................................................................ 39
Potensi Hutan Lindung Angke kapuk ............................................................. 40
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................ 47
Pertumbuhan Tanaman Bakau (R. mucronata). ............................................. 50
Rata-rata Tinggi .............................................................................................. 50
Rata-rata Diameter .......................................................................................... 52

xi

Pertambahan Tinggi dan Diameter Tanaman ................................................. 53
Rata-rata pertambahan tinggi (cm)................................................................ 55
Rata-rata pertambahan diameter .................................................................... 56
Identifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Mangrove ......................................... 59
Korelasi Antar Variabel Kondisi Tempat Tumbuh ........................................ 62
Hubungan Variabel Kondisi Tempat Tumbuh dan Pertumbuhan .................. 64
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 67
Kesimpulan .................................................................................................... 67
Saran ............................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69

LAMPIRAN

xii

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel. 1. Keterkaitan

antara

faktor-faktor

Lingkungan

dengan

Penyebaran Beberapa Jenis Pohon Mangrove Secara Alami ........... 20
Tabel. 2. Musim Buah Beberapa Jenis Mangrove ............................................. 22
Tabel. 3. Karakteristik Benih Matang ................................................................ 22
Tabel. 4. Parameter dan metode analisis laboratorium ...................................... 31
Tabel. 5. Kecepatan arus gelombang air laut ..................................................... 42
Tabel. 6. Curah Hujan Bulanan Stasiun Cengkareng......................................... 45
Tabel. 7. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Diameter Tanaman Pada SubStasiun ................................................................................................ 50
Tabel. 8. Hasil Uji Duncan pertambahan tinggi tanaman (Pengukuran 8
minggu) .............................................................................................. 53
Tabel. 9. Hasil Uji Duncan pertambahan diameter tanaman (Pengukuran
8 minggu) ........................................................................................... 54
Tabel.10. Rata-rata pertambahan

tinggi dan pertambahan diameter

(pengukuran 8 minggu) ...................................................................... 54
Tabel.11. Riap Tinggi dan diameter tanaman Rhizophora mucronata ............... 58
Tabel.12. Kondisi tempat tumbuh R. mucronata ................................................ 59
Tabel.13. Penggambaran korelasi antar variabel tempat tumbuh dan
variabel pertumbuhan ......................................................................... 63

xiv

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar. 1.

Alur Kerangka Pemikiran Pola dan Teknis Rehabilitasi.................. 4

Gambar. 2.

Penyebaran mangrove jenis Rhizophora mucronata di dunia........ 19

Gambar. 3.

Alasan dilakukannya restorasi ........................................................ 25

Gambar. 4.

Diagram alur tahapan penelitian .................................................... 28

Gambar. 5.

Desain Plot Pengambilan Data Penelitian ...................................... 30

Gambar. 6.

Lokasi Kawasan Hutan Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta ........ 35

Gambar. 7.

Desain Kontruksi Rehabilitasi Mangrove ...................................... 48

Gambar. 8.

Desain Ketinggian penanaman relatif mangrove ........................... 48

Gambar. 9.

Rata-rata tinggi tanaman masing-masing sub-stasiun .................... 51

Gambar. 10. Rata-rata Diameter Tanaman Masing-masing Sub-Stasiun ........... 52
Gambar. 11. Hubungan korelasi diameter dan tinggi ......................................... 53
Gambar. 12. Rata-rata Pertambahan Diameter Tanaman Tiap Sub-Stasiun ....... 55
Gambar.13. Hubungan korelasi pertambahan tinggi dan pertambahan
diameter ......................................................................................... 57
Gambar. 14. Hubungan pertambahan tinggi dan pertambahan diameter ............. 58
Gambar. 15. Hubungan faktor tempat tumbuh pada berbagai sub-stasiun .......... 61

xvi

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Dokumentasi Persiapan dan Teknis lahan Restorasi

Lampiran 2.

Dokumentasi tanaman Stasiun 1,2,3 dan 4

Lampiran 3.

Analisis Regresi Pertambahan Diameter dan Faktor Lingkungan
(C, K, KTK,Pasir, Debu, Liat)

Lampiran 4.

Analisis Regresi Pertambahan Tinggi dan Faktor Lingkungan
(C, K, KTK,Pasir, Debu, Liat)

Lampiran 5.

Data Pengamatan Pertumbuhan Rhizophora mucronata Di
Kawasan Restorasi mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk
Provinsi DKI Jakarta

Lampiran 6.

Rekapitulasi Hasil Uji Laboratorium Sampel tana di Lahan
Restorasi Hutan Lindung Angke Kapuk

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove
Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan
Seribu. Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 16/UM/6/1977 tanggal 10 Juni
1977, peruntukan kawasan Angke Kapuk ditetapkan sebagai hutan lindung, cagar
alam, hutan wisata dan lapangan dengan tujuan istimewa. Pada tahun 1994
berdasarkan hasil tata batas di lapangan dan Berita Acara Tata Batas yang
ditandatangani pada Tanggal 25 Juli 1994 yang diangkat dengan Keputusan
Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta diketahui bahwa hutan yang dipertahankan
adalah seluas 327,70 ha. Selain di Pantai Utara DKI Jakarta, hutan mangrove juga
terdapat di sekitar Kepulauan Seribu.
Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi
penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi
tumbuhan ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove. Ekosistem
mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan
perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut
(pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada, maka produksi laut dan pantai
akan berkurang secara nyata.
Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah,
karena hambatan bio-kimiawi yang ada di wilayah yang sempit diantara darat dan
laut. Namun hubungan kedua wilayah tersebut mempunyai arti bahwa
keanekaragaman

hayati

yang

ada

di

sekitar

mangrove

juga

harus

dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati ekosistem tersebut
menjadi lebih tinggi. Pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari
pengelolaan habitat-habitat di sekitarnya agar mangrove tumbuh.
Menipisnya ekosistem mangrove menjadi perhatian serius Pemerintah
Daerah DKI Jakarta dan Stakeholder di sekitar kawasan. Perhatian ini berawal
dari kenyataan bahwa pada daerah antara laut dan darat ini, mangrove memainkan
peranan penting dalam menjinakkan banjir pasang musiman (saat air laut pasang,
pada musim hujan) dan sebagai pelindung wilayah pesisir. Selain itu, produksi

2

primer mangrove berperan mendukung sejumlah kehidupan seperti satwa yang
terancam punah, satwa langka, bangsa burung (Avifauna) dan juga perikanan laut
dangkal. Dengan demikian, kerusakan dari pengurangan sumberdaya vital tersebut
yang terus berlangsung akan mengurangi bukan hanya produksi dari darat dan
perairan, serta habitat satwa liar sekaligus mengurangi keanekaragaman hayati,
juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai.
Perumusan Permasalahan
Karena tekanan pertambahan penduduk terutama di daerah pantai,
konversi lahan menjadi kawasan perumahan, budidaya perairan, infrastruktur
pelabuhan, industri,

mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan

pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, ekosistem mangrove dengan
cepat menjadi semakin menipis dan rusak. Kerusakan ini juga disebabkan oleh
abrasi dan gelombang pasang.
Untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah terdegradasi
dilakukan berbagai kegiatan pemulihan ekosistem melalui berbagai kegiatan.
Salah satu kegiatan pemulihan tersebut dengan restorasi mangrove yang dilakukan
oleh berbagai pihak yang peduli terhadap kelestarian mangrove baik itu
pemerintah, perguruan tinggi, swasta, LSM, dan masyarakat sekitar.
Namun demikian dalam perkembangannya, belum ada suatu kegiatan yang
nyata untuk mengetahui tingkat keberhasilan teknik rehabilitasi pada kawasan
restorasi. Dengan dasar tersebut penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui
pertumbuhan tanaman jenis bakau (Rhizophora mucronata) yang mampu
meningkatkan kualitas lingkungan dan keberhasilan kegiatan penyelamatan hutan
mangrove, mengembalikan manfaat dan fungsi kawasan melalui kegiatan
rehabilitasi sesuai dengan karakteristik lingkungan dilihat dari perbedaan
pertumbuhannya.

3

Kerangka Pemikiran
Pendekatan Teori
Mangrove merupakan individu jenis tumbuhan atau komunitas tumbuhan
yang tumbuh di daerah pasang surut, terendam pada saat pasang dan bebas dari
genangan pada saat surut (Kathiresan and Bingham, 2001). Komunitas tumbuhan
ini umumnya tumbuh optimal pada tanah lumpur yang bersifat salin dengan
tingkat salinitas antara 10 sampai 30 ppt di daerah pantai yang terlindung, laguna,
dan muara sungai (Hogarth, 1999).
Secara ekofisiologis, mangrove merupakan jenis tumbuhan pioner yang
bersifat salt-tolerant yang terutama tumbuh dan berkembang pada sedimen tanah
yang umumnya didominasi partikel liat (Tormlinson, 1996). Setiap jenis
mangrove menuntut kondisi habitat tertentu untuk tumbuh secara optimal yang
merupakan pengaruh simultan dari faktor-faktor penggenangan pasang surut, tipe
tanah, salinitas, dan cahaya matahari (Chapmann, 1975). Sekali anakan mangrove
tumbuh pada endapan lumpur, maka anakan tersebut dalam waktu yang segera
akan membentuk sistem perakaran yang khas sesuai jenisnya (stilt root pada
Rhizophora spp., knee root pada Bruguiera spp., pneumatophore pada Avicennia
spp. dan Sonneratia spp., dan plunk root pada Heritiera spp.) yang berperan untuk
memperkokoh berdirinya batang, menyerap unsur hara, bernafas (pertukaran gas
O 2 dan CO 2 ), menyaring garam yang terkandung dalam air, dan menangkap
partikel tanah yang tersuspensi dalam air serta meretensi unsur hara dalam
sedimen yang terakumulasi (Saenger, 2002).
Jenis Avicennia spp. dan Sonneratia spp. merupakan nursing tree pioneer
species bagi perkembangan jenis mangrove lainnya yang tumbuh pada tanah
lumpur dengan salinitas yang tinggi (di atas 30 ppt). Pada beberapa lokasi, jenisjenis mangrove tersebut sering tumbuh bersama dengan Rhizophora mucronata
karena tuntutan terhadap kondisi habitat yang relatif sama (Hutchings and
Saenger, 1987).
Kondisi hutan mangrove Angke Kapuk saat ini telah mengalami kerusakan
cukup parah, yang disebabkan oleh perubahan lingkungan di sekitarnya dan
tekanan langsung dan tidak langsung terhadap keberadaan hutan mangrove itu

4

sendiri. Faktor-faktor yang mendorong kerusakan hutan mangrove berasal dari
aktivitas manusia/pembangunan di darat serta aktivitas manusia di perairan laut
(perhubungan, perikanan/nelayan) yang memberikan dampak negatif (pencemaran
minyak, abrasi) pantai. Disamping itu juga tekanan yang berasal dari aktivitas
manusia pada hutan mangrove itu sendiri, berupa: budidaya tambak dan
penebangan kayu bakau. Aktivitas semua pihak pada ketiga tempat tersebut
(daratan/hulu, hutan mangrove, perairan laut) telah menimbulkan dampak negatif
terhadap keberadaan dan keberlanjutan fungsi hutan mangrove Muara Angke.
Berdasarkan kondisi dan permasalahan serta pengembangan pengelolaan
kawasan hutan mangrove Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta, upaya
penyelamatan ekosistem hutan mangrove perlu dilakukan dengan menelaah
komponen dan prasyarat penyelamatan hutan mangrove yang meliputi: pemilihan
jenis tanaman dan teknik rehabilitasi yang akan menjamin sistem pelaksanaan.
Kerangaka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
KONDISI & POTENSI
HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK
PERMASALAHAN

EKSTERNAL: SEDIMENTASI,
EROSI / ABRASI, dll.

INTERNAL: KONVERSI LAHAN,
PENEBANGAN HUTAN, dll.

FUNGSI & MANFAAT EKOLOGI

POLA DAN TEKNIK REHABILITASI
# PENDEKATAN FISIK
# PENDEKATAN BIOLOGIS

PELAKSANAAN REHABILITASI MANGROVE
POLA DAN TEKNIK REHABILITASI MANGROVE YANG MENJAMIN
KEBERHASILAN PENYELAMATAN HUTAN MANGROVE
DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK PROVINSI DKI JAKARTA

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Pola dan Teknis Rehabilitasi

5

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian meliputi:
1) Mengetahui kualitas lahan restorasi mangrove
2) Mengetahui

laju

tingkat

pertumbuhan

tanaman

Bakau

(Rhizophora

mucronata) pada lahan restorasi mangrove.
3) Mengetahui Hubungan Kualitas habitat restorasi dengan laju pertumbuhan
tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove.
4) Mengetahui faktor tempat tumbuh yang berpengaruh nyata terhadap laju
pertumbuhan.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian meliputi:
1) Data Kualitas lahan restorasi mangrove sebagai tempat tumbuh tanaman
Bakau (Rhizophora mucronata) akan dapat di adopsi sebagai literatur
kegiatan restorasi di Kawasan lain.
2) Dengan di ketahuinya laju tingkat pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora
mucronata) pada lahan restorasi mangrove dapat di jadikan rujukan tanaman
bakau menjadi pilihan tanaman restorasi.
3) Hasil analisis hubungan Kualitas habitat restorasi dengan laju pertumbuhan
tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) akan dapat dijadikan rujukan
kebijakan restorasi pada kawasan lainnya.
4) Dengan di ketahuinya faktor tempat tumbuh yang berpengaruh nyata terhadap
laju pertumbuhan dapat membantu dalam proses pemeliharaan untuk
keberhasilan restorasi mangrove.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu
atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut
tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang
terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut
dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%
(Departemen Kehutanan, 1994).
Menurut Nybakken (1982), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove
dicirikan oleh: tumbuhan dari 9 genus (Avicennia, Snaeda, Laguncularia,
Lumnitzera, Conocarpus, Aegiceras, Aegialitis, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,
Sonneratia),

memiliki

akar

napas

(pneumatofor),

adanya

zonasi

(Avicennia/Sonnetaria, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Nypa), tumbuh pada
substrat tanah berlumpur/nerpasir dan variasinya, salinitas bervariasi.
Menurut Haan (1935) dan Watson (1935) dalam Departemen Kehutanan
(1994) menyebutkan bahwa tempat tumbuh hutan mangrove adalah: tempat yang
memiliki salinitas (0% dengan sedikit dipengaruhi pasang surut sampai salinitas
10-30% dengan digenangi 1-2 kali/hari), dan tempat yang digenangi (kadang-

8

kadang digenangi oleh air pasang tertinggi sampai tempat digenangi air pasang
dengan genangan 56-62 kali/bulan).
Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove
Zonasi Hutan Mangrove
Jenis-jenis pohon mangrove cenderung tumbuh dalam zona-zona atau
jalur-jalur. Berdasarkan hal tersebut, hutan mangrove dapat dibagi ke dalam
beberapa mintakat (zona), yaitu Sonneratia, Avicennia (yang menjorok kelaut),
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops dan asosiasi Nypa. Pembagian zona tersebut
mulai dari bagian yang paling kuat mengalami pengaruh angin dan ombak, yakni
zona terdepan yang digenangi air berkadar garam tinggi dan ditumbuhi pohon
pioner (misalnya Sonneratia Sp.) dan di tanah lebih padat tumbuh Avicennia sp.
Makin dekat ke darat makin tinggi letak tanah dan dengan melalui beberapa zone
peralihan akhirnya sampailah pada bentuk klimaks.
Pada endapan lumpur yang kokoh lebih umum terdapat Avicennia marina,
sedang pada lumpur yang lebih lunak diduduki Avicennia alba (Van Steenis,
1958). Di belakang zone-zone ini Bruguiera cylindrica tercampur dengan
Rhizophora apiculata, R. mucronata, B. parviflora, dan Xylocarpus granatum
(yang puncak tajuknya dapat mencapai 35-40 meter).
Habitat
Meskipun habitat hutan mangrove bersifat khusus, setiap jenis biota laut di
dalamnya mempunyai kisaran ekologi tersendiri dan masing-masing mempunyai
relung khusus (Steenis 1958); Hal ini menyebabkan terbentuknya berbagai macam
komunitas dan bahkan zonasi, sehingga komposisi jenis berbeda dari satu tempat
ke tempat lain. Steenis (1958) mengemukakan bahwa faktor utama yang
mengakibatkan adanya ''Ecological Preference" berbagai jenis adalah kombinasi
faktor-faktor tersebut berikut ini:
1) Tipe tanah: keras atau lembek, kandungan pasir dan liat dalam berbagai
perbandingan.

9

2) Salinitas: variasi harian dan nilai rata-rata pertahun secara kasar sebanding
dengan frekuensi, kedalaman dan jangka waktu genangan .
3) Ketahanan jenis terhadap arus dan ombak.
4) Kombinasi perkecambahan dan pertumbuhan semai dalam hubungannya
dengan amplitudo ekologi jenis-jenis terhadap tiga faktor di atas.
Klasifikasi Tempat Tumbuh
Pengaruh pasang surut terhadap penyebaran jenis-jenis mangrove
Indonesia belum diteliti dengan terperinci. Di Semenanjung Malaya hal ini telah
dikerjakan oleh Watson (1928) dalam Steenis (1958) yang menghasilkan suatu
klasifikasi genangan air pasang berdasarkan sifat-sifat pasang di suatu tempat.
Diperkirakan klasifikasi ini berlaku juga untuk kawasan Indonesia. Watson (1928)
mengemukakan adanya korelasi antara jenis-jenis dengan tinggi pasang dan
lamanya tempat digenangi air. Dikenal lima kelas genangan, yaitu:
1) Kelas 1: Tempat digenangi oleh air pasang (All high tides), genangan per
bulan 56 kali sampai 62 kali. Di tempat seperti ini jarang suatu jenis dapat
hidup, kecuali Rhizophora mucronata yang tumbuh di tepi sungai.
2) Kelas 2: Tempat digenangi oleh air pasang agak besar (Medium high tides). Di
tempat ini tumbuh jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia. Berbatasan dengan
sungai R. mucronata merajai.
3) Kelas 3: Tempat digenangi oleh pasang rata-rata (Normal high tides). Tempat
ini mencakup sebagian besar hutan mangrove yang ditumbuhi oleh R.
mucronata, R. apiculata, Ceriop tagal dan Bruguiera parviflora.
4) Kelas 4: Tempat digenangi oleh pasang perbani (Spring tides). Di sini
Rhizophora diganti oleh Bruguiera. Pada lumpur yang keras Bruguiera
cylindrica membentuk tegakan murni dan di tempat dengan drainase lebih
tumbuh B. parviflora kadang-kadang dengan B. sexangula.
5) Kelas 5: Tempat kadang-kadang digenangi oleh pasang tertinggi (Exeptional
or equinoctical tides). Disini B. gymnorrhiza berkembang dengan baik, sering
bersama-sama dengan pakis dan bersama-sama R.apiculata. Ke arah darat
sering ditumbuhi tegakan nibung (Oncosperma filamentosa).

10

Klasifikasi tempat tumbuh hutan bakau berdasarkan salinitas dan
genangan air pasang surut (Haan, 1935) dalam Steniis (1958):
1) Kelas 1: Salinitas 10-30%, tanah digenangi 1-2 kali sehari atau sekurangkurangnya 20 hari per bulan, jenis Avicennia atau Sonneratia pada tanah baru
yang lunak atau Rhizophora pada tanah yang lebih keras, membentuk zona
luar.
2) Kelas 2: Salinitas 10-30%, tanah digenangi 10-19 hari per bulan, Bruguiera
gymnorrhiza tumbuh baik dengan tegakan membentuk zona tengah.
3) Kelas 3: Salinitas 10-30 %, tanah digenangi 9 hari atau kurang sebulan, jenisjenis Xylocarpus dan Heritiera berkembang disini dan membentuk zona ke 3.
4) Kelas 4: Salinitas 10-30%, tanah digenangi hanya beberapa hari saja dalam
setahun, Rhizophora dan Lumnitzera berkembang baik.
5) Kelas 5: Salinitas 0%, tanah sedikit dipengaruhi pasang surut.
6) Kelas 6: Salinitas 0%, tanah dipengaruhi oleh perubahan permukaan air hanya
pada musim basah.
Adaptasi Flora Mangrove
a. Adaptasi terhadap konsentrasi garam tinggi
Dalam kaitannya dengan adaptasi terhadap kandungan garam, mangrove
dikelompokkan menjadi: (1) salt-excreting mangrove, seperti jenis Avicennia,
Aegiceras, dan Aegialitis, dan (2) non-salt excreting mangrove, seperti jenis
Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, dan lain-lain. Sehubungan dengan ini
Hutching dan Saenger (1987) mengemukakan tiga cara mangrove beradaptasi
terhadap garam sebagai berikut:
1) Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion)
Flora mangrove menyerap air dengan salinitas tinggi kemudian
mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.
Mekanisme ini dilakukan oleh

Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis,

Acanthus, Laguncularia dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun).

11

2) Mencegah masuknya garam (salt exclusion)
Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam, melalui
saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh
Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria,
Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.
3) Akumulasi garam (salt accumulation)
Flora mangrove seringkali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu,
akar dan daun yang lebih tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan
pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme mengeluarkan
kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah.
Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera,
Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.
b. Adaptasi terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang
Untuk menghadapi habitatnya berupa substrat lumpur dan selalu tergenang
(reaksi anaerob), flora mangrove beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus
untuk dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan oksigen. Bentuk
perakaran mangrove tersebut adalah sebagai berikut:
1) Akar pasak (pneumatophore)
Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan
memanjang keluar ke arah udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada
Avicennia, Xylocarpus dan Sonneratia.
2) Akar lutut (knee root)
Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya
tumbuh ke arah permukaan substrat kemudian melengkung menuju ke substrat
lagi. Akar lutut seperti ini terdapat pada Bruguiera spp.

12

3) Akar tunjang (stilt root)
Akar tunjang merupakan akar (cabang-cabang akar) yang keluar dari
batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp.
4) Akar papan (buttress root)
Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini melebar
menjadi bentuk lempeng, mirip struktur silet. Akar ini terdapat pada Heritiera.
5) Akar gantung (aerial root)
Akar gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang
atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung
terdapat pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus.
c. Adaptasi Reproduktif
1) Pembungaan dan polinasi
Kebanyakan spesies mangrove di daerah subtropis, seperti halnya
Australia mulai berbunga pada musim semi dan berlanjut pada musim panas (saat
kondisi lingkungan menguntungkan). Polen yang berukuran kecil dan tidak
bertangkai, memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga dan burung.
2) Produksi propagul
Kebanyakan mangrove di daerah subtropis menghasilkan propagul masak
pada musim panas, pada daerah tropik mangrove berbunga dan berbuah umumnya
pada awal musim kemarau.
3) Vivipari dan Kriptovivipari
Untuk mengantisipasi habitatnya yang tergenang atau substratnya yang
berlumpur, biji flora mangrove telah berkecambah selama masih melekat pada
pohon induknya. Fenomena ini disebut vivipari dan kriptovivipari. Vivipari adalah

13

perkecambahan dimana embrio keluar dari pericarp selagi masih menempel pada
ranting pohon, kadang-kadang berlangsung lama pada pohon induknya.
4) Penyebaran propagul dan pembentukannya
Biji-biji tumbuhan mangrove yang disebarkan oleh burung misletoe
(Dicaeum hirundinacum) mampu mempertahankan viabilitasnya selama berada
dalam saluran pencernaan burung. Kebanyakan spesies mangrove bijinya
mengapung pada air laut (walaupun tenggelam pada air tawar). Propagul dari
pohon-pohon mangrove mempunyai daya apung sehingga dapat beradaptasi
terhadap penyebaran oleh air.
Faktor-faktor Lingkungan Mangrove
Struktur, fungsi ekosistem mangrove, komposisi dan distribusi spesies, dan
pola pertumbuhan organisme mangrove sangat tergantung pada faktor-faktor
lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mangrove adalah:
a. Cahaya
Intensitas cahaya, kualitas, dan lama penyinaran merupakan faktor penting
bagi tumbuhan. Umumnya tanaman mangrove membutuhkan intensitas cahaya
matahari tinggi dan penuh, sehingga zona pantai tropis merupakan habitat ideal
bagi mangrove. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove
adalah 3000-3800 kkal/m2/hari. Pada saat masih kecil (semai) tanaman mangrove
memerlukan naungan. Hasil penelitian Komar et al. (1992) menunjukkan bahwa:
-

Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit Rhizophora
mucronata dan Rhizophora apiculata.

-

Intensitas

cahaya

75%

mempercepat

pertumbuhan

bibit

Bruguiera

gymnorrhiza.
-

Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit Rhizophora
mucronata, Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza.

14

b. Curah hujan
Jumlah, lama, dan distribusi curah hujan merupakan faktor penting yang
mengatur perkembangan dan distribusi tumbuhan. Selain itu, curah hujan
mempengaruhi faktor lingkungan lain, seperti suhu air dan udara, salinitas air
permukaan tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies
mangrove. Kartawinata (1977) menyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi Iklim
Schmidt dan Ferguson-1951, hutan mangrove di Indonesia berkembang pada
daerah dengan tipe curah hujan A, B, C, dan D dengan nilai Q yang bervariasi
mulai 0 sampai 73,7%. Sementara itu, Aksornkoae (1993) menginformasikan
bahwa tumbuhan mangrove umumnya tumbuh baik di daerah dengan curah hujan
rata-rata 1500-3000 mm/tahun.

Namun juga ditemukan pada daerah yang

bercurah hujan tinggi, yaitu 4000 mm/th yang tersebar lebih dari saru periode 8-10
bulan per tahun.
c. Suhu Udara
Suhu penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi.
Aksornkoae (1993) dalam Kusmana (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan
mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20oC dan
perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5oC, kecuali di Afrika Timur dimana
perbedaan suhu musiman mencapai 10oC.
Berdasarkan hasil penelitian Kusmana (1993) diketahui bahwa hutan
mangrove yang terdapat di bagian timur pulau Sumatera tumbuh pada suhu ratarata bulanan dengan kisaran dari 26,3oC sampai dengan 28,7oC. Hutching dan
Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan beberapa
jenis tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada suhu 1820oC, R. stylosa, Ceriops spp., Excoecaria agallocha dan Lumnitzera racemosa
pertumbuhan daun segar tertinggi dicapai pada suhu 26-28oC, suhu optimum
Bruguiera spp. 27oC, Xylocarpus spp. berkisar antara 21-26oC dan X. granatum
28oC.

15

d. Angin
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang
dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur
mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi
pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun
demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Pada daerah pantai yang mudah terkena angin badai, tajuk pohon
mangrove di sepanjang pantai tersebut biasanya patah dan struktur pepohonan
umumnya lebih pendek. Namun demikian, mangrove memainkan peranan penting
dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada di antara
daratan dan lautan.
e. Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.
Dinamika pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal
mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun
selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan
salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi
horisontal. Pada areal yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh
baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah
yang sering tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan
massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi
distribusi vertikal organisme mangrove.
Durasi pasang juga memiliki efek yang mirip pada distribusi spesies,
struktur vegetatif, dan fungsi ekosistem mangrove. Hutan mangrove yang tumbuh
di daerah pasang diurnal memiliki struktur dan kesuburan yang berbeda dari hutan
mangrove yang tumbuh di daerah semi-diurnal, dan berbeda juga dengan hutan
mangrove yang tumbuh di daerah pasang campuran.

16

f. Salinitas
Lingkungan asin (bergaram) diperlukan untuk kestabilan ekosistem
mangrove, seperti halnya banyak jenis yang kurang bersaing di bawah kondisi air
tawar (Lugo 1980). Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor
penting dalam pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan
mangrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Salinitas
yang sangat tinggi (hypersalinity) misalnya ketika salinitas air permukaan
melebihi salinitas yang umum di laut (±35 ppt) dapat berpengaruh buruk pada
vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif.
Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum
menjadi kerdil dan berkurang komposisi jenisnya. Meskipun demikian, beberapa
spesies dapat tumbuh di daerah dengan salinitas sangat tinggi, seperti yang
dilaporkan oleh. Wells (1982) dalam Aksornkoae (1993), bahwa di Australia
Avicennia marina dan Excoecaria agallocha dapat tumbuh di daerah dengan
salinitas maksimum 63 ppt, Ceriops spp. 72 ppt., Sonneratia spp. 44 ppt.,
Rhizophora apiculata 65 ppt dan Rhizophora stylosa 74 ppt.
g. Tanah
Mangrove terutama tumbuh pada tanah lumpur, namun berbagai jenis
mangrove dapat tumbuh di tanah berpasir, koral, tanah berkerikil bahkan tanah
gambut. Lear dan Turner (1977) dalam Soeroyo (1993) menyatakan bahwa tanah
di hutan mangrove mempunyai ciri-ciri selalu basah, mengandung garam, oksigen
sedikit dan kaya akan bahan organik.
Susunan jenis dan kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh
susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang bersangkutan. Pada lahan
mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas liat (clay) dan demu (silt),
terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang tanahnya mengandung liat dan
debu pada konsentrasi yang lebih rendah. Tanah dengan konsentrasi kation Na >
Mg > Ca atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Avicennia spp., atau Sonneratia spp.,
atau Rhizophora spp., atau Bruguiera spp. Adapun pada tanah dengan susunan
konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa

17

fruticans). Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg > Na atau K
tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp. (Wiroatmodjo 1994). Tanah-tanah
mangrove umumnya mengandung zat besi dan bahan-bahan organik yang tinggi,
ditambah dengan keberadaan sulfat dari pasang air laut membuat tanah menjadi
rentan khsusnya terhadap asam sulfat karena oksidasi, seperti yang sering terjadi
pada saat pembuatan tambak. Pada kondisi anaerob yang berlaku secara umum,
sulfat dari air laut direduksi menjadi sulfida (FeS) atau pirit (FeS 2 ) oleh bakteribakteri perombak sulfat yang termasuk, paling tidak 2 marga bakteri, yaitu
Desulfovibrio dan Desulfomaculum. Drainase alami atau buatan dan aerasi
sedimen yang mengandung pirit mendorong terjadinya oksidasi dan formasi asam
sulfat (H 2 SO 4 ) yang dilepaskan dalam jumlah besar dalam keadaan tidak ada
kalsium karbonat (CaCO 3 ), melalui reaksi kimia sebagai berikut:
2FeS 2 + 2H 2 O + 7O 2  2FeSO 4 + H 2 SO 4
Ketika reaksi tersebut terjadi-seringkali sebagai akibat dari pembuatan
tambak atau dikonversi menjadi lahan pertanian-pH tanah turun menjadi 3 atau
kurang. Kondisi ini merupakan masalah yang sangat serius untuk budidaya
perairan dan pertanian serta regenerasi hutan mangrove. Ancaman asam sulfat
harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam konversi mangrove untuk
penggunaan lain, begitu juga dengan ancaman kontaminasi asam terhadap
lingkungan. Dilaporkan bahwa kematian massal ikan terjadi saat hujan lebat
diakibatkan oleh pencucian asam tanah ke sungai (Dunn 1975).
Pertumbuhan Mangrove Jenis Bakau (Rhizophora mucronata)
Pertumbuhan hutan mangrove sangat erat kaitannya dengan pendangkalan
pantai dan penyempitan laut. Menurut Hutabarat dan Evans (1985), daerah hutan
bakau merupakan suatu tempat yang bergerak, dimana tanah lumpur dan daratan
secara terus menerus dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang kemudian secara
perlahan-lahan berubah menjadi daerah semi terrestrial (semi daratan).
Sampai saat ini tidak banyak tulisan yang memuat penelitian mengenai
hutan mangrove, khususnya di bidang sivikulturnya. Kebanyakan tulisan-tulisan
yang ada hanya mengenai ekosistem dan ekologi hutan mangrove. Hal tersebut

18

diakui oleh Kartawinata (1978) yang dikutip oleh Anwar et al. (1984), hampir
semua jenis yang membentuk hutan mangrove di Indonesia sudah diketahui,
misalnya mengenai variasi komposisi jenis, silvikultur hutan, cara pemencaran
bibit, pembungaan dan pembuahan, komposisi fauna, perputaran hara,
produktivitas dan dinamika ekosistem. Menurut La Rue dan Mosich (1954)
dikutip oleh Chapman (1976), jika biji jatuh dari pohon induk saat air surut, hal
ini kemungkinan akan menghasilkan semai mangrove, karena ketika biji jatuh
langsung ditancapkan ke lumpur, pada saat itu akar yang baru, membentuk
hipokotil. Jika biji jatuh pada waktu air pasang, maka biji akan terbawa oleh air
dan

mengapung

tanpa

terjadi

perkembangan

akar,

walaupun

terjadi,

perkembangan akar tersebut akan sangat lambat sekali. Setelah air surut, biji akan
terdampar dan saat itu akar akan tumbuh keluar.
a. Taksonomi dan Penyebaran
Sifat umum dari perkembangan biji mangrove secara vivipar, yaitu biji
telah berkecambah sewaktu masuk di dalam buah yang masih melekat pada
tumbuhan induk. Cara yang khas ini diperlihatkan oleh Rhizophora spp. Lembaga
semai dapat menembus buah yang masih bergantungan, yang panjangnya seperti
anak panah tetai berat di bagian bawahnya. Kemudian semai jatuh dengan akar ke
bawah, sehingga ujung akar itu dapat menancap ke dalam lumpur bila air sedang
surut dan membentuk akar-akar cabang dalam waktu beberapa jam saja serta
tumbuh di tempat itu. Bila air sedang pasang dan semai akarnya belum kuat
melekat di lumpur, maka semai tersebut akan hanyut terbawa air ke tempat lain
dan bila air surut akan tumbuh dengan normal kembali bila keadaan
menguntungkan (Polunin 1960).
Jenis Rhizophora mucronata bisa mencapai ketinggian 27 m dengan
diameter 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah
horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian
bawah.
Berikut merupakan sistematika tumbuhan bakau (Polunin 1960).:
Phyllum

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

19

Ordo

: Malpighiales

Famili

: Rhizophoraceae

Genus

: Rhizophora

Spesies

: Rhizophora mucronata

Nama daerah: Bangka itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap, bakau
merah, jankar, lenggayong,belukap, lolaro.
Penyebaran mangrove jenis Rhizophora mucronata di dunia disajikan pada
Gambar 2.

Source : UNEP-WCMC, 2001.

Gambar 2. Penyebaran mangrove jenis Rhizophora mucronata di dunia
b. Pertumbuhan tinggi
Pertumbuhan tinggi tanaman dapat didefinisikan sebagai bertambah
besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan bobot kering. Menurut Baker
(1950), yang dimaksud dengan pertumbuhan pada suatu pohon adalah
pertambahan tumbuh dalam besar dan pembentukan jaringan baru, pertumbuhan
tersebut dapat pula diukur dari berat seluruh tanaman (biomassa). Dijelaskan pula
bahwa pertumbuhan suatu pohon meliputi pertumbuhan bagian atas dan bagian
bawah. Adapun faktor-faktor yang menentukan kecepatan pertumbuhan tinggi
antara lain unsur-unsur hara yang ada dalam tanah, kandungan air dan cahaya.
c. Pertumbuhan Diameter
Menurut Baker (1950), pertumbuhan diameter pohon sangat penting dalam
bidang kehutanan terutama untuk menghasilkan kayu gergajian, dijelaskan bahwa
pertumbuhan lingkaran tahun pada pohon adalah hasil dari perkembangan
cambium dam lapisan dari jaringan meristematik sel-sel.

20

Budidaya Tumbuhan Bakau (Rhizophora mucronata)
a. Penyiapan lokasi penanaman
Ada beberapa aspek Karakteristik lahan yang perlu diperhatikan adalah:
kondisi tanah, salinitas, frekuensi pasang surut, kedalaman dan lama
penggenangan pasang surut yang berkaitan dengan topografi dan ketinggian
tempat dari permukaan laut, keterbukaan lahan terhadap angin dan kekuatan arus,
keberadaan hama pengganggu dan ketersediaan benih (propagul).
Faktor-faktor lingkungan yang paling berperan dalam pertumbuhan
mangrove adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus yang semuanya
diakibatkan oleh kombinasi pengaruh dari fenomena pasang surut dan ketinggian
dari rata-rata muka laut. Sebagai contoh, keterkaitan antara faktor l