Perbaikan Pertumbuhan Rhizophora mucronata Lamk. melalui Pemupukan dengan Teknik Semprot di Kawasan Jalur Hijau Tol Sedyatmo Angke Kapuk, DKI Jakarta

PERBAIKAN PERTUMBUHAN Rhizophora mucronata Lamk.
MELALUI PEMUPUKAN DENGAN TEKNIK SEMPROT DI
KAWASAN JALUR HIJAU TOL SEDYATMO ANGKE
KAPUK, DKI JAKARTA

TRI SUSANTI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan
Pertumbuhan Rhizophora mucronata Lamk. melalui Pemupukan dengan Teknik
Semprot di Kawasan Jalur Hijau Tol Sedyatmo Angke Kapuk, DKI Jakarta adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Tri Susanti
NIM E44100024

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
TRI SUSANTI. Perbaikan Pertumbuhan Rhizophora mucronata Lamk. melalui
Pemupukan dengan Teknik Semprot di Kawasan Jalur Hijau Tol Sedyatmo Angke
Kapuk, DKI Jakarta. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan SRI WILARSO
BUDI R.
Pemupukan merupakan salah satu perlakuan silvikultur untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
pengaruh pemberian pupuk daun dengan teknik semprot terhadap pertumbuhan
tanaman bakau (R. mucronata Lamk.). Pemberian pupuk dan pengukuran

parameter dilakukan satu kali dalam satu minggu dengan lama pengamatan 12
minggu. Parameter yang digunakan yaitu pertambahan dimensi diameter batang
dan tinggi tanaman, serta kandungan unsur hara sebelum dan sesudah pemupukan.
Perlakuan yang diberikan digolongkan berdasarkan perbedaan konsentrasi pupuk
dan kontrol. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan diameter batang dan tinggi tanaman
bakau. Secara umum kandungan unsur hara daun tidak jauh berbeda baik sebelum
maupun sesudah pemupukan. Hal tersebut menggambarkan bahwa pemberian
pupuk daun selama 12 minggu pada berbagai konsentrasi yang dicobakan tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tanaman bakau.
Kata Kunci: pupuk daun, rehabilitasi, Rhizophora mucornata, teknik semprot

ABSTRACT
TRI SUSANTI. Improving growth of Rhizophora mucronata Lamk. by Leaves
Fertilizer with Spray Technique at Green Belt Area of Sedyatmo Highway Angke
Kapuk, Province of DKI Jakarta. Supervised by CECEP KUSMANA and SRI
WILARSO BUDI R.
Fertilization is one of silvicultural treatments to improve plant growth. The
purpose of this research is to study the effect of leaves fertilizer with spray
technique on the growth of mangrove plant (R. mucronata Lamk.). Fertilization

and parameter measurement were done weekly for 12 weeks. Observed
parameters were stem diameter and plant height, as well as leaf nutrient content
before and after treatments. Treatments were classified based on differences in the
concentration of fertilizer. The result of analysis of variance showed that the
leaves fertilizer application did not significantly affect to the growth of stem
diameter and plant height. Moreover the nutrient content before and after
treatments were not different among concentration of fertilizers. This results
showed that the application of fertilizers for 12 weeks at any concentration did not
significantly affect the growth of mangrove plants.
Keywords: leaves fertilizers, rehabilitation, Rhizophora mucronata, spray
technique

PERBAIKAN PERTUMBUHAN Rhizophora mucronata Lamk.
MELALUI PEMUPUKAN DENGAN TEKNIK SEMPROT DI
KAWASAN JALUR HIJAU TOL SEDYATMO ANGKE
KAPUK, DKI JAKARTA

TRI SUSANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Perbaikan Pertumbuhan Rhizophora mucronata Lamk. melalui
Pemupukan dengan Teknik Semprot di Kawasan Jalur Hijau Tol
Sedyatmo Angke Kapuk, DKI Jakarta
Nama
: Tri Susanti
NIM
: E44100024

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Pembimbing I

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R., MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penelitian dengan judul “Perbaikan Pertumbuhan Rhizophora mucronata Lamk.
melalui Pemupukan dengan Metode Semprot di Kawasan Jalur Hijau Tol
Sedyatmo Angke Kapuk, Jakarta” dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai

Juli 2014. Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji pengaruh perlakuan
pemupukan dengan konsentrasi yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan R.
mucronata Lamk. dengan Teknik semprot.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana,
MS dan Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R., MS selaku pembimbing. Selain itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Dinas Kelautan dan Pertanian,
Provinsi DKI Jakarta, Bapak Karsa beserta staf atas perizinan dan fasilitas yang
telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian, serta Faridah Lestari yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, kakak, dan adik-adik (Sri Wulandari dan Amelia Azzahrah),
atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih
kepada keluarga besar Departemen Silvikultur, BKIM (Badan Kerohanian Islam
Mahasiswa), dan teman-teman Silvikultur 47.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2015
Tri Susanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Hipotesis

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

METODE

7

Waktu dan Tempat

7

Bahan dan Alat

7

Prosedur Kerja

8

Analisis Data


9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Hasil

10

Pembahasan

13

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan


16

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Deskripsi umum kenampakan gejala-gejala kekahatan sejumlah hara

Hasil analisis kandungan hara tanah di lokasi penelitian
Besar riap diameter batang tanaman bakau berikut hasil ANOVA-nya
Besar pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman bakau berikut hasil ANOVAnya
5 Hasil analisis kandungan hara pada daun tanaman bakau

5
10
11
12
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Denah lokasi penelitian di Kawasan Hutan Angke Kapuk, DKI Jakarta

7

Objek penelitian
Laju pertambahan diameter batang rata-rata tanaman bakau
Laju pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman bakau

8
11
12

Perubahan fisiologis tanaman P4

15

Gangguan hama pada tanaman bakau

16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil uji normalitas data diameter batang tanaman bakau
Hasil uji normalitas data tinggi tanaman bakau
Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan diameter
Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi
Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah

18
19
20
20
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan dengan karakteristik
khas berupa keberadaannya yang langsung dipengaruhi oleh pasang surut air laut
dan hampir selalu digenangi air laut. Kondisi tersebut menjadikan mangrove
sebagai ekosistem yang memiliki beragam peranan penting, salah satunya yaitu
menjaga kestabilan ekosistem laut dan daratan.
Peranan penting tersebut baru disadari setelah berbagai dampak merugikan
dirasakan di berbagai tempat akibat hilangnya mangrove. Menurut Aksornkoae
(1993) dalam Noor et al. (2006), pemanfaatan tidak berkelanjutan serta
pengalihan peruntukan menjadi penyebab terjadinya peningkatan hilangnya
sumberdaya mangrove hampir di seluruh dunia. Menurut laporan Kementrian
Kelautan dan Perikanan (2012), sekitar 60% dari total hutan mangrove di wilayah
pesisir di Indonesia yang luasnya sekitar 4.3 juta hektare mengalami kerusakan.
Peranan mangrove yang sangat penting dan mulai disadari pada akhir-akhir
ini mendorong berbagai pihak untuk melakukan rehabilitasi mangrove. Upaya
rehabilitasi mangrove telah dilakukan oleh banyak pihak dan salah satunya yaitu
kerjasama antara PT United Tractors Tbk (AHEME Groups), Dinas Kelautan dan
Pertanian Provinsi DKI Jakarta, dan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
Mangrove yang berlokasi di Kawasan Jalur Hijau Tol Sedyatmo Angke Kapuk,
DKI Jakarta.
Jenis mangrove yang ditanam dalam upaya rehabilitasi kali ini berupa bakau
(Rhizophora mucronata), api-api (Avicennia marina), dan pedada (Sonneratia
caseolaris) yang ditanam dalam guludan. Setiap guludan menunjukkan adanya
pertumbuhan yang tidak normal termasuk di antaranya bakau, bahkan untuk jenis
pedada sudah mengalami kematian total dan hanya menyisakan guludan kosong.
Gejala-gejala kekahatan yang muncul pada jenis bakau di Kawasan Jalur Hijau
Tol Sedyatmo Angke Kapuk, Jakarta yaitu daun menguning, mengkerut, klorosis,
dan beberapa tanaman mengalami kematian.
Tanaman mangrove yang mengalami gangguan pertumbuhan memerlukan
perlakuan yang intensif agar tidak sampai mengalami kematian. Kondisi
pertumbuhan tersebut mengindikasikan diperlukannya upaya pengendalian guna
mencegah dan mengurangi kerusakan ekosistem mangrove yang lebih parah.
Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan dalam rangka memperbaiki kondisi
serupa yaitu melalui teknik Lateral Root Manipulation (LRM). Teknik ini
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar baru yang dapat menyerap air dan
unsur hara dengan baik (Setiadi 2011 dalam Nurtya 2012). Teknik rehabilitasi ini
diterapkan untuk tanah yang tidak tergenang air. Hal tersebut sangat bertolak
belakang dengan kondisi habitat asli mangrove yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Oleh karena itu diperlukan teknik lain dengan aplikasi yang
memungkinkan untuk diterapkan pada tanaman yang memiliki ciri habitat yang
khas ini. Salah satu teknik pemupukan lain yaitu pemupukan daun melalui eknik
semprot.

2
Penelitian ini mengamati respon pertumbuhan tanaman mangrove R.
mucronata Lamk. di Kawasan Jalur Hijau Tol Sedyatmo Angke Kapuk, Jakarta
dengan pemberian pupuk melalui teknik semprot.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pemberian pupuk daun organik dan anorganik memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan anakan bakau?
2. Berapakah jumlah konsentrasi pupuk terbaik yang dapat memberikan
hasil optimal dalam pertumbuhan anakan bakau?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian pupuk daun
organik dan anorganik dengan konsentrasi berbeda melalui teknik semprot
terhadap pertumbuhan R. mucronata Lamk.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mengetahui jenis pupuk
dan konsentrasinya yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan semai
bakau.
Hipotesis
Adanya signifikansi pertumbuhan anakan R. mucronata Lamk. akibat
pemberian pupuk.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengukuran diameter batang dan
tinggi anakan bakau serta analisis unsur hara daun anakan bakau tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem hutan mangrove. Ekosistem mangrove adalah kesatuan antara
komunitas vegetasi mangrove yang berasosiasi dengan fauna dan mikro
organisme sehingga dapat tumbuh dan berkembang pada daerah sepanjang pantai
terutama di daerah pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindung dengan
substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan
lingkungan hidup yang berkelanjutan (Peraturan Presiden RI 2012). Ekosistem
mangrove merupakan ekosistem peralihan antara ekosistem daratan dengan
ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang
keberlangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan
dan lautan (Kusmana 2009).
Menurut Chapman (1975) dalam Kustanti (2011), hutan mangrove yang
terbentuk tergantung pada kondisi yang mendukung, yaitu faktor biotik dan

3
abiotik. Faktor biotik meliputi flora dan fauna serta hubungan yang terjadi di
dalamnya. Faktor abiotik merupakan syarat utama terbentuknya hutan mangrove
yaitu suhu udara, substrat lumpur, daerah payau, arus air laut, perlindungan, air
garam, dan tepi laut yang dangkal.
Karakteristik ekosistem mangrove yang khas menjadikan jenis-jenis yang
tumbuh di dalamnya melakukan adaptasi yang juga khas. Secara umum, adaptasi
vegetasi mangrove adalah sebagai berikut (Kustanti 2011):
1. Terhadap kadar oksigen rendah, yaitu dengan perakaran yang khas. Akar
mangrove berbentuk cakar ayam yang mempunyai pneumatofora untuk
mengambil oksigen dari udara, serta akar bertipe penyangga/tongkat
yang mempunyai lentisel.
2. Terhadap kadar garam tinggi, yaitu dengan memiliki sel-sel khusus
dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam, berdaun tebal dan
kuat untuk mengatur keseimbangan garam, serta daun yang memiliki
stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut, yaitu
dengan mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan
membentuk jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon
dan mengambil unsur hara serta sedimen.
Mangrove sendiri merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan
(renewable resources) yang menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung
dan produk tidak langsung) dan pelayanan lindungan lingkungan seperti proteksi
terhadap abrasi, pengendali intrusi air laut, mengurangi tiupan angin kencang,
mengurangi tinggi dan kecepatan arus gelombang, rekreasi, dan pembersih air dari
polutan (Kusmana 2009).
Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.). Tanaman jenis ini merupakan
salah satu jenis mangrove yang tergolong ke dalam kelompok mayor (vegetasi
dominan). Kelompok mayor merupakan komponen yang memperlihatkan karakter
morfologi, seperti mangrove yang memiliki sistem perakaran udara dan
mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan (Kustanti 2011).
Berikut taksonomi dari tanaman bakau ini secara lengkap:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Sub kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Myrtaceae
Famili
: Rhizophoraceae
Genus
: Rhizophora
Spesies
: Rhizophora mucronata
Tanaman ini memiliki ciri yaitu helai daun berbentuk elips melebar hingga
bulat memanjang. Gagang kepala bunga seperti cagak dan bersifat biseksual.
Buah lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm berwarna hijau
kecoklatan. Bentuk akar yaitu tunjang yang merupakan bentuk adaptasi dengan
lingkungan. Tinggi pohon dapat mencapai 27 m dan batang mencapai hingga 70
cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal
(Noor et al.1999).

4
Tanaman jenis ini juga dikenal dengan nama lain yaitu bangka itam, dongoh
korap, bakau hitam, bakau merah, jankar, lenggayong, belukap, dan lolaro.
Adapun penyebarannya di dunia yaitu Afrika timur, Madagaskar, Mauritania,
Asia Tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia.
Manfaat yang dapat diperoleh dari R. mucronata Lamk. berupa kayu yang
digunakan untuk bahan bakar dan arang, tannin dari kulit kayu yang biasa
digunakan untuk pewarnaan dan terkadang digunakan juga untuk obat hematuria
(Noor et al. 1999).
Kesuburan tanah dan nutrisi tanaman. Tanah didefinisikan sebagai tubuh
alam yang memiliki sisitem tiga fase yang mengandung air, udara, bahan-bahan
mineral dan bahan organik serta jasad-jasad hidup, yang diakibatkan oleh
pengaruh berbagai faktor lingkungan terhadap permukaan bumi dan kurun waktu
yang lama membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri khas
sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman. Tanah
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui beberapa faktor yaitu suhu,
air, udara, dan unsur-unsur hara. Keempat faktor tersebut tidak berdiri sendiri,
tetapi saling berkaitan sesamanya (Hakim et al. 1986).
Kapasitas tanah menyediakan unsur hara bagi tanaman relatif terbatas dan
sangat tergantung dari sifat dan ciri tanah tersebut. Hal ini menunjukkan eratnya
kaitan antara pertumbuhan tanaman dengan kondisi kesuburan tanah sebagai
media tumbuh (Munawar 2011).
Menurut Foth dan Ellis (1997) dalam Munawar (2011) kesuburan tanah
didefinisikan sebagai status suatu tanah yang menunjukkan kapasitas untuk
memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk pertumbuhan
tanaman tanpa adanya konsentrasi racun dari unsur manapun. Tanaman akan
mengabsorpsi unsur hara dalam bentuk ion yang terdapat di sekitar daerah
perakaran. Unsur-unsur ini harus berada dalam bentuk tersedia dan dalam
konsentrasi optimum bagi pertumbuhan.
Berdasarkan kebutuhannya bagi tanaman, unsur hara dapat digolongkan
menjadi unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsurunsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar (0.1%-5%) yang meliputi C,
H, O, N, P, S, K, Ca, dan Mg. Unsur hara mikro adalah unsur-unsur yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah lebih kecil yakni kurang dari 0.025% meliputi
Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, dan Cl. Pengecualian terhadap Cl yang tergolong dalam
unsur mikro namun konsentrasinya dalam jaringan tanaman sebesar unsur hara
makro (Munawar 2011).
Selain faktor tempat tumbuh, pertumbuhan sebuah tanaman juga
dipengaruhi oleh kemampuan tanaman itu sendiri untuk menyerap hara. Hal
tersebut juga biasa disebut nutrisi tanaman. Menurut Munawar (2011) nutrisi
tanaman mengacu kepada bagaimana tanaman mendapatkan, menyebarkan, dan
menggunakan unsur-unsur hara dalam berbagai proses dan reaksi yang
berlangsung di dalam tanaman bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kekahatan hara. Pertumbuhan tanaman yang baik dapat tercapai bila
faktor keliling yang mempengaruhi pertumbuhan berimbang dan menguntungkan.
Bila salah satu faktor tidak seimbang dengan faktor lain maka faktor tersebut
dapat menekan atau terkadang menghentikan pertumbuhan tanaman (Hakim
1986). Hal tersebut juga biasa disebut dengan Hukum Minimum. Penafsiran
hukum tersebut adalah: “Hasil suatu tanaman dibatasi oleh kekahatan dari satu

5
unsur hara esensial yang jumlahnya paling sedikit, meskipun unsur-unsur lainnya
berada dalam jumlah yang cukup. Jika unsur hara yang kahat tersebut
ditambahkan, pertumbuhan tanaman dapat meningkat sampai dengan pasokan
unsur tersebut tidak menjadi faktor pembatas. Penambahan unsur di atas titik
batas tersebut tidak dapat membantu, karena unsur yang lain menjadi minimum
dan menjadi faktor pembatas” (Munawar 2011).
Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Munawar (2011) gejala kekahatan hara
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) gagal pada tahap pembibitan, (b)
pertumbuhan kerdil, (c) gejala daun spesifik yang tampak berkali-kali sepanjang
musim, (d) abnormalitas internal, (e) kemasakan tertunda, (f) perbedaan hasil
yang sangat nyata dengan atau tanpa gejala daun, (g) kualitas tanaman jelek, dan
(h) perbedaan hasil yang terdeteksi dengan percobaan hati-hati.
Beberapa ciri kekahatan sejumlah unsur hara menurut Jones (1998) dalam
Munawar (2011) disajikan pada Tabel 1.
Tabe1 1 Deskripsi umum kenampakan gejala-gejala kekahatan sejumlah hara
Hara
Nitrogen (N)

Fosforus (P)

Kalium (K)

Sulfur (S)

Kalsium (Ca)

Magnesium (Mg)

Tembaga (Cu)

Besi (Fe)

Mangan (Mn)

Kenampakan gejala-gejala kekahatan
Klorosis seluruh tanaman; dimulai dari daun-daun tua yang
akhirnya berubah menjadi warna coklat dan mati. Pertumbuhan
tanaman lambat, tanaman akan kerdil, dan akan masak lebih
awal.
Daun berwarna hijau tua, daun atau tangkai berwarna kemerahan
atau keunguan yang dimulai dari daun-daun tua, terutama sisi
bawah daun.
Daun-daun tua klorotik dan nekrotik di dekat pinggiran daun atau
terbakar atau menunjukkan klorosis di antara tulang-tulang daun.
Tanaman akan mudah rebah dan peka terhadap serangan
penyakit. Produksi buah dan biji akan cacat dan berkualitas
buruk.
Seluruh tanaman dapat klorotik, mulai dari daun-daun lebih
muda; dapat dibedakan dengan gejala kekahatan N, yang mulai
dari daun-daun tua.
Titik-titik tumbuh tanaman gagal tumbuh, daun berubah menjadi
coklat dan mati. Pada buah-buahan ditandai dengan buah yang
tidak normal.
Adanya klorosis di pinggiran atau antar tulang daun tua, daerah
hijau pada tanaman berkayu berkembang seperti kenampakan
anak panah; biasanya dimulai dari daun tua.
Pertumbuhan akan lambat dan tanaman kerdil dengan kerusakan
pada daun-daun muda dan kematian titik-titik tumbuh; daun-daun
sempit dan tergulung.
Klorosis antar tulang daun akan terjadi pada daun-daun yang
sedang mekar dan daun-daun muda dengan akhir berwarna daun
keputihan pada pertumbuhan baru.
Klorosis antar tulang daun-daun muda, sementara daun dan
tanaman secara umum masih tampak hijau. Jika parah, tanaman
akan tumbuh kerdil.

6
Molibdenum (Mo)

Seng (Zn)
Klorin (Cl)

Gejalanya sering kali mirip dengan kekahatan N. Daun-daun tua
dan setengah tua menjadi klorosis terlebih dahulu, dan dalam
kondisi tertentu pinggiran daun menggulung dan pertumbuhan
serta pembentukan bunga terhambat.
Daun-daun bagian atas menunjukkan klorosis dan akhirnya
memutih. Daun-daunnya kecil dan bergerombol tidak normal.
Daun-daun mengalami klorosis dan bahkan nekrosis.

Perbaikan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan adalah suatu
perkembangan yang progresif dari suatu organisme. Adapun pengukuran terhadap
pertumbuhan dapat dinyatakan dalam berat kering, panjang, tinggi ataupun
diameter batang. Ketika terdapat kekahatan hara pada sebuah tanaman maka
pertumbuhan dari tanaman tersebut tidak akan normal, sehingga dibutuhkan
perlakuan lebih untuk mendukung pertumbuhan dari tanaman tersebut. Salah satu
upaya perbaikan pertumbuhan tanaman dapat ditempuh melalui penambahan hara
yang menjadi faktor pembatas dari tanaman tersebut yaitu melalui pemupukan.
Pada umumnya terdapat tiga cara penggunaan pupuk baik pupuk padat
maupun pupuk cair, yaitu (1) ditaburkan secara merata di atas permukaan tanah,
(2) ditempatkan di dalam lubang atau secara larikan, (3) diberikan melalui daun,
dalam hal ini pemupukan dilakukan dengan cara penyemprotan larutan hara
melalui daun (Hakim et al. 1986).
Mekanisme serapan unsur hara melalui daun dan pupuk daun. Sel-sel
yang berperan di dalam mekanisme serapan unsur hara melalui daun adalah
epidermis, sel penjaga, stomata, mesofil, dan seludang pembuluh. Apabila pupuk
disemprotkan ke daun maka timbul lapisan kutikula yang melapisi epidermis dan
bulu daun. Kutikula adalah lapisan kutin dan berlemak. Lapisan ini membuat
epidermis menjadi tebal dan sangat tidak permiabel terhadap air. Pupuk yang
disemprotkan masuk ke dalam stomata melakukan proses difusi dan selanjutnya
masuk ke dalam sel-sel penjaga, mesofil maupun seludang pembuluh dan
selanjutnya berperan dalam fotosintesis. Mekanisme serapan terjadi secara aktif.
Di samping itu, pupuk yang disemprotkan ke daun diduga dapat pula langsung
masuk ke dalam sel epidermis melalui ektodesmata (Agustina 2004).
Kandungan unsur hara pada pupuk daun identik dengan kandungan unsur
hara pada pupuk majemuk. Keuntungan menggunakan pupuk daun antara lain
respon terhadap tanaman sangat cepat karena langsung dimanfaatkan oleh
tanaman. Selain itu, tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman, dengan catatan
aplikasinya dilakukan secara benar. Besarnya konsentrasi pupuk daun dinyatakan
dalam bobot pupuk daun yang harus dilarutkan ke dalam volume air (Novizan
2007).
Guludan. Guludan adalah salah satu inovasi teknologi tepat guna untuk
menanam mangrove pada lahan tergenang air yang dalam. Guludan tersebut berisi
tumpukan karung berisi tanah di bagian bawahnya, yang kemudian diurug dengan
tanah curah di bagian atasnya sedalam lebih kurang 50 cm, yang berperan sebagai
media tanam. Inovasi guludan dijadikan sebagai solusi dalam menanam kembali
mangrove di kawasan yang telah tergenang air dan tidak pernah surut.

7

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Jalur Hijau Tol Sedyatmo Angke
Kapuk, DKI Jakarta selama empat bulan (April sampai Juli 2014). Kegiatan
survey informasi awal dilakukan pada bulan Oktober 2013, untuk mengetahui
kondisi tanaman yang akan digunakan dalam penelitian dan pengambilan sampel
tanah dalam rangka analisis ketersediaan unsur hara. Denah lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.
U

Arboretum Mangrove

Kawasan Jalur Hijau Tol Sedyatmo
(Lokasi Penelitian)

Gambar 1 Denah lokasi penelitian di Kawasan Hutan Angke Kapuk, DKI Jakarta
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk daun
anorganik dengan merek dagang Bayfolan, pupuk daun organik dengan merek
dagang Nutrizim, dan tanaman bakau (R. mucronata Lamk.) berumur 2 tahun
dengan kondisi tanaman yang menunjukkan adanya kekurangan unsur hara seperti
daun menguning, dan klorosis (Gambar 2). Adapun alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah gelas ukur 1 L, meteran 100 m, pipet ukur, sprayer,
benang, label, tally sheet, alat tulis, caliper, kamera, software Ms. Excel 2013 dan
Minitab 16.

8
a

b

Gambar 2 Tanaman bakau, (a) Papan info terkait penanaman
bakau dan (b) Tanaman bakau dengan daun yang
menguning
Prosedur Kerja
Pemilihan dan pengambilan sampel tanah pada lokasi penelitian.
Lokasi penelitian dipilih berdasarkan ketersediaan tanaman yang menunjukkan
adanya kekurangan unsur hara seperti daun menguning dan klorosis. Setelah
ditetapkan lokasi dan tanaman yang akan dijadikan objek penelitian, selanjutnya
dilakukan pengambilan sampel tanah secara komposit dengan kedalaman tanah
15-20 cm.
Analisis ketersediaan unsur hara dalam daun. Pada penelitian ini
dilakukan analisis kandungan hara daun sebelum dan setelah diberikan
pemupukan.
Pemberian perlakuan. Pemberian pupuk sesuai label perlakuan dengan
cara menyemprotkan pupuk langsung ke permukaan daun bagian bawah yang
memiliki jumlah stomata lebih banyak dibandingkan permukaan atas daun, secara
keseluruhan dengan frekuensi satu minggu satu kali. Pemberian pupuk dilakukan
secara berulang dengan konsentrasi yang berbeda sesuai konsentrasi yang telah
ditentukan.
Parameter yang diamati. Paramater yang diamati dalam penelitian ini
berupa diameter batang, tinggi tanaman, dan kandungan hara dalam daun.
Pengukuran diameter batang dan tinggi tanaman diamati satu minggu sekali
setelah pemberian perlakuan. Adapun analisis kandungan hara dalam daun
dilakukan di akhir pengamatan.
Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan kaliper di
atas batas antara propagul dengan batang semai R. mucronata Lamk.
Kekonsistenan pengukuran diameter batang ditandai dengan goresan permanent
marker pada batas pengukuran diameter batang yang telah ditentukan. Adapun
untuk pengukuran tinggi tanaman, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
meteran mulai dari batas antara propagul hingga titik tumbuh pucuk tanaman
(dominansi apikal).
Rancangan Percobaan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap dengan faktor perlakuan adalah konsentrasi pupuk. Intensitas Sampling
(IS) yang dipakai pada penelitian ini adalah sebesar 10% dari total populasi
sebanyak 600 tanaman. Dengan demikian contoh anakan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 60 tanaman dan ditambah dengan kontrol sebanyak
10 tanaman. Perlakuan dilakukan pada 10 tanaman masing-masing dengan
konsentrasi yang berbeda. Desain plot didasarkan pada jumlah perlakuan dan

9
pemberian label perlakuan dilakukan secara acak dengan jumlah pengulangan
sepuluh kali.
Jenis pupuk yang diujikan dalam penelitian ini berupa pupuk jenis organik
dan anorganik. Adapun konsentrasi pupuk yang digunakan berbeda antar pupuk
organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik menggunakan konsentrasi 2 ml L-1,
4 ml L-1, dan 6 ml L-1. Sedangkan untuk pupuk anorganik digunakan konsentrasi
sebesar 3 ml L-1, 6 ml L-1, dan 9 ml L-1. Masing-masing tanaman menerima pupuk
daun sebanyak 10 kali semprot dengan pengaturan nozle yang kencang sehingga
butiran cairan pupuk yang keluar cukup halus.
Analisis Data
Uji Normalitas Data. Uji normalitas data merupakan langkah pertama yang
dilakukan sebelum dilanjutkan dengan sidik ragam terhadap data yang didapat.
Uji normalitas dilakukan untuk mengtahui sebaran normal data penelitian.
Menurut Nugiantoro et al. (2009), keadaan data berdistribusi normal merupakan
sebuah persyaratan yang harus terpenuhi. Apabila data tidak berdistribusi normal,
sebagai konsekuensinya, tidak dapat digarap dengan rumus statistik. Kepastian
terpenuhinya syarat normalitas akan menjamin dapat dipertanggungkannya
langkah-langkah analisis statistik selanjutnya sehingga kesimpulan yang diambil
juga dapat dipertanggungjawabkan. Uji normalitas data dilakukan dengan
menggunakan Software Minitab 16 pada taraf kepercayaan 95%. Apabila data
yang didapat tidak berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan transformasi
data terlebih dahulu untuk menormalkan data. Metode yang digunakan untuk
penormalan data yaitu SQRT (x) atau akar kuadrat.
Sidik Ragam. Analisis data untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk
daun terhadap pertumbuhan diameter batang dan tinggi tanaman bakau dilakukan
dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95% dengan
menggunakan Software Microsoft Excel 2013 dan Software Minitab 16. Apabila
terdapat perbedaan nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Model Percobaan Satu Faktor dalam
Rancangan Acak Lengkap yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:
Yij = μ + τi +  ij dengan:
Yij
= pengamatan pada perlakuan konsentrasi pupuk ke-i, dan ulangan
ke-j;
μ
= nilai rata-rata umum;
τi
= pengaruh perlakuan ke-i;
εij
= pengaruh galat yang timbul dari taraf perlakuan ke-I pada ulangan
ke-k (galat b).
Perlakuan:
P0
= Kontrol
P1
= Pupuk daun anorganik 3 ml L-1
P2
= Pupuk daun anorganik 6 ml L-1
P3
= Pupuk daun anorganik 9 ml L-1
P4
= Pupuk daun organik 2 ml L-1
P5
= Pupuk daun organik 4 ml L-1
P6
= Pupuk daun organik 6 ml L-1

10
Hipotesis:
H0 : Pemberian pupuk daun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman bakau.
H1 : Pemberian pupuk daun berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
bakau.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kandungan Unsur Hara Tanah di Guludan
Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui kondisi ketersediaan unsur hara
dalam tanah pada guludan yang merupakan tempat tumbuh tanaman bakau. Hasil
analisis tanah pada guludan ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis kandungan unsur hara dalam tanah guludan
tempat tanaman bakau tumbuh
Jenis Unsur Hara
H2O
pH 1:1
KCl
Walkey & Black
C-org (%)
Kjeldhal
N-Total (%)
Bray I
P (ppm)
HCl 25%
Ca
Mg
N NH4OAc pH 7.0
K
(me/100g)
Na
KTK
Kejenuhan Basa
Al
N KCl (me/100g)
H
Fe
Cu
0.05 N HCl (ppm)
Zn
Mn
Pasir
Tekstur (%)
Debu
Liat

Jumlah
7.00
6.40
0.38
0.04
5.30
46.30
10.85
2.62
0.96
1.13
14.20
100.00
tr
0.04
0.16
0.27
3.96
37.13
38.16
17.94
43.90

Penilaian*
Netral
Agak Alkalis
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
Rendah
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
-

Keterangan: Berdasarkan Hasil Uji Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
*Sumber: Hardjowigeno (1995).

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa ketersediaan hara pada guludan
rata-rata memiliki kandungan hara yang tergolong ke dalam kategori sangat
rendah jika dibandingkan pada kriteria umum ketersediaan hara pada tanah yang

11
dapat dilihat pada Lampiran 5. Kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab
harus dilakukannya penambahan unsur hara guna mendukung pertumbuhan
anakan bakau.
Pertumbuhan Diameter Batang
Uji normalitas data yang dilakukan menunjukkan bahwa data diameter
batang yang didapatkan dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal, sehingga
perlu dilakukan transformasi data untuk mendapatkan data normal. Hasil
penormalan data dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil sidik ragam dari
pertumbuhan diameter batang tanaman bakau dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Besar riap diameter batang tanaman bakau
berikut hasil ANOVA-nya
No Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7

P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6

Rata-rata Pertumbuhan
Riap Diameter Batang
(mm/ 12 minggu)

1.18
1.58
1.12
0.86
0.91
0.81
1.39

P-value dengan
ANOVA

0.160tn

tn = Tidak berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pemupukan melalui daun yang dilakukan
dalam beberapa macam konsentrasi
tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan diameter batang tanaman bakau. Data sidik ragam secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 3. Adapun laju pertumbuhan diameter batang
tanaman bakau dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Laju pertambahan diameter rata-rata batang bakau pada berbagai
perlakuan konsentrasi pupuk

12
Gambar 3 menunjukkan laju pertambahan diameter dari minggu ke minggu
mengalami peningkatan. Peningkatan dialami oleh semua perlakuan termasuk
kontrol dan tidak menunjukkan sebuah perbedaan yang nyata.
Pertumbuhan Tinggi Tanaman
Sama seperti data diameter batang, data tinggi tanaman bakau yang
didapatkan pada penelitian ini juga tidak berdistribusi normal, sehingga dilakukan
transformasi data untuk mendapatkan data normal. Hasil penormalan data tinggi
tanaman dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil sidik ragam dari pertumbuhan
tinggi tanaman bakau dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Besar pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman
bakau berikut hasil ANOVA-nya
No Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7

P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6

Rata-rata Pertumbuhan
Tinggi Tanaman
(cm/ 12 minggu)
5.59
5.78
5.21
6.62
3.78
5.41
5.83

PV dengan
ANOVA

0.652tn

tn = tidak berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%.

Sama seperti pertumbuhan diameter batang, Tabel 4 di atas menunjukkan
bahwa pemupukan melalui daun yang dilakukan dalam beberapa macam
konsentrasi tidak juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman
bakau. Data sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun
laju pertumbuhan tinggi tanaman bakau dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Laju pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman bakau pada berbagai
perlakuan konsentrasi pupuk

13
Gambar 4 menunjukkan laju pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman bakau
dari minggu ke minggu selama 12 minggu dan menunjukkan adanya pertumbuhan
tinggi pada semua perlakuan konsentrasi pupuk termasuk pada perlakuan kontrol.
Gambar 4 juga menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan antara satu
perlakuan dengan perlakuan lainnya tidak jauh berbeda kecuali pada perlakuan
pupuk daun anorganik dengan konsentrasi 9 ml L-1, dimana peningkatan yang
terjadi cukup jauh dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kondisi terbalik
terdapat pada perlakuan pupuk daun organik dengan konsentrasi 2 ml L-1. Pada
Gambar 4 juga dapat terlihat peningkatan secara teratur dimulai pada minggu ke 9
untuk P3.
Kandungan Hara Daun Sebelum dan Sesudah Pemupukan
Selain diameter batang dan tinggi tanaman bakau, dilakukan analisis
kandungan beberapa jenis unsur hara sebelum dan sesudah pemupukan dengan
tujuan melihat perubahan unsur hara yang terkandung dalam daun tanaman bakau.
Pemilihan jenis unsur hara didasarkan pada jenis-jenis hara yang terkandung
dalam pupuk yang diberikan ke tanaman. Hasil analisis kandungan beberapa jenis
unsur hara tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Kandungan unsur hara pada daun sebelum dan sesudah pemupukan
Jenis
Unsur
N (%)
P (%)
K(%)
Fe (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Mn (ppm)

Kriteria
Normal*

Sebelum
Perlakuan**

0.83
0.025
0.75
-

1.95
0.22
2.12
449.05
0.55
27.51
261.29

Setelah Perlakuan**
P0
1.34
0.32
1.56
112.60
1.64
12.10
702.78

P1
1.11
0.34
1.72
158.30
11.56
20.52
733.94

P2
1.50
0.34
1.66
254.16
4.36
21.98
832.22

P3
1.39
0.37
1.98
88.22
2.60
14.90
1014.88

P4
1.28
0.34
1.66
208.32
3.56
13.24
762.76

P5
1.28
0.34
1.74
71.38
2.44
13.02
575.16

P6
1.23
0.37
1.78
83.06
1.48
13.98
908.48

Keterangan: P0 (Kontrol); P1 (anorganik 3 ml L-1); P2 (anorganik 6 ml L-1); P3 (anorganik 9 ml L-1);
P4 (organik 2 ml L-1); P5 (organik 4 ml L-1); dan P6 (organik 6 ml L-1).
*
Sumber: Arief (2003).
**
Berdasarkan Hasil Uji Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian IPB.

Tabel 5 menunjukkan hasil analisis kandungan beberapa hara yang
terkandung dalam pupuk daun yang diberikan dalam daun pada masing-masing
sampel daun per pelakuan. Dalam Tabel 5 tersebut terlihat kandungan beberapa
unsur hara yang menurun setelah diberikan perlakuan seperti N, K, Fe, dan Zn.
Namun untuk beberapa lainnya seperti Mn kandungannya dalam daun meningkat
berkali-kali lipat dari sebelum perlakuan. Baik hasil sebelum maupun sesudah
perlakuan tetaplah tinggi jika dibandingkan dengan kriteria pada penelitian yang
pernah juga dilakukan sebelumnya untuk jenis N, P, dan K.
Pembahasan
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting
dalam perkembangan dan perkembangbiakan suatu jenis tanaman. Pertumbuhan
dapat didefinisikan sebagai pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran
sel (peningkatan ukuran) suatu tanaman. Pertumbuhan merupakan akibat adanya
interaksi antara berbagai faktor internal perangsang pertumbuhan (genetik) dan
unsur-unsur iklim, tanah, dan biologis dari lingkungan.

14
Ketersediaan unsur hara dalam tanah sebagai bahan makanan bagi tanaman
merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Ketika
ketersediaan unsur hara itu sedikit maka akan menghambat perkembangan
tanaman. Kurangnya pasokan bahan makanan tersebut dapat di atasi dengan
menambahkan pupuk sebagai pengganti bahan makanan yang kurang tersebut.
Pemberian pupuk dapat dilakukan melalui tanah untuk kemudian diserap oleh
akar atau bisa juga melalui cairan yang langsung diberikan melalui daun.
Daun sebagai salah satu organ penting dalam tanaman, di dalamnya terjadi
proses pengolahan bahan makanan mentah yang kemudian diubah menjadi
makanan bagi tanaman tersebut guna mendukung proses pertumbuhan tanaman.
Penambahan unsur hara melalui daun dapat dilakukan dengan hara dalam bentuk
cairan yang disemprotkan ke permukaan daun. Unsur hara yang masuk melalui
stomata pada permukaan daun akan langsung digunakan oleh tanaman dalam
proses fotosintesis.
Pada penelitian ini, pupuk yang digunakan yaitu pupuk cair organik dan
anorganik. Pada prinsipnya perbedaan terdapat pada proses pembuatannya, pupuk
cair organik dibuat dari bahan-bahan alami sedangkan pupuk cair anorganik
dibuat dari sintesa senyawa kimia. Pupuk cair organik yang digunakan
mengandung Karbon Organik 8.28%, Nitrogen (N) 3.02%, P2O5 (P) 3.48%, K2O
(K) 3.17%, dan beberapa unsur mikro. Pupuk cair anorganik yang digunakan
mengandung Nitrogen (N) 11%, P2O5 (P) 8%, K2O (K) 6% dan beberapa
kandungan unsur mikro. Terlihat dari komposisi pada masing-masing pupuk,
pupuk cair anorganik memiliki unsur makro berupa N, P, dan K yang cukup tinggi
namun tidak mengandung Karbon Organik, berbeda dengan pupuk cair organik
yang justru memiliki kandungan unsur makro yang relatif rendah tetapi memiliki
kandungan karbon organik. Selain perbedaan dasar pada saat pembuatannya,
pemilihan jenis pupuk juga didasarkan pada prinsip ramah lingkungan. Hal ini
seiring dengan gencarnya isu pertanian organik yang sedang diangkat, masyarakat
didorong untuk ikut berkontribusi dalam perbaikan lingkungan khususnya pada
kualitas tanah dan salah satunya yaitu dengan mengunakan pupuk organik baik
padat maupun cair.
Khusus daun bakau terdapat perbedaan jika dibandingkan dengan daun pada
umumnya. Bakau memiliki daun dengan kandungan air yang tinggi dan stomata
yang khusus pada beberapa jenisnya. Hal tersebut merupakan bentuk adaptasi
terhadap air yang mengandung kadar garam yang tinggi (Onrizal 2005).
Pemupukan melalui daun ini dirasa tepat untuk diaplikasikan pada ekosistem
mangrove yang memiliki permukaan tanah yang selalu tergenang dan dalam kasus
ini sangat mudah ditemui pada tanaman-tanaman bakau yang ditanam dengan
menggunakan metode penanaman dalam guludan.
Pola pertumbuhan diameter batang dapat dilihat pada Gambar 3. Pada
gambar tersebut dapat terlihat pola pertumbuhan diameter yang tidak jauh berbeda
antara kontrol dengan perlakuan lainnya. Begitu pula dengan pertumbungan tinggi
anakan bakau yang dapat dilihat pada Gambar 4, tidak ditemukan perbedaan
signifikan dalam pola pertumbuhannya kecuali pada P4. Gambar 4 menunjukkan
bahwa pertumbuhan tinggi cenderung jauh lebih lambat dibandingkan dengan
perlakuan lain termasuk kontrol, namun jika dilihat dari pola yang terbentuk,
pertambahan dimensi tinggi pada minggu-minggu selanjutnya sama dengan
perlakuan lainnya.

15
Perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman yang jauh hanya terjadi pada
minggu pertama, sehingga menghasilkan garis yang lebih rendah namun dengan
pola sama dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi
kekahatan hara yang cukup parah pada contoh tanaman P4. Kekahatan hara yang
cukup parah tersebut nampak pada daun-daun muda. Menurut Marschner (1995)
dalam Liferdi dan Poerwanto (2011), daun muda berfungsi sebagai source untuk
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhannya, sehingga hara yang diterima oleh
tanaman diduga akan terlebih dulu digunakan oleh daun muda tersebut untuk
melakukan perbaikan. Contoh tanaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 yang
menunjukkan perubahan secara fisiologis tanaman bakau yang terjadi setelah
tanaman diberikan perlakuan. Perubahan fisiologis terjadi pada daun muda dan hal
tersebut sesuai dengan teori yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini diduga
menjadi faktor pengalihan hara yang seharusnya didapatkan untuk pertambahan
diameter batang dan tinggi tanaman.
a

b

Gambar 5 Perubahan fisiologis tanaman P4: (a) Kondisi daun
sebelum diberi pemupukan dan (b) setelah diberi
pemupukan
Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan konsentrasi pupuk tidak
berpengaruh nyata baik pada parameter diameter batang maupun tinggi tanaman
bakau. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberikan pupuk daun sampai
konsentrasi tertinggi dalam penelitian ini yaitu 9 ml L-1 pada pupuk daun
anorganik dan 6 ml L-1 pada pupuk daun organik belum menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan dengan kontrol. Perbedaan yang juga tidak signifikan
antara kontrol dan perlakuan dapat dilihat dari kandungan unsur hara pada daun
(Tabel 5) baik sebelum maupun sesudah pemupukan.
Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut yaitu sifat
pupuk, lingkungan sekitar tempat tumbuh, internal tanaman dan gangguan hama,
faktor-faktor tersebut akan saling mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman
bakau. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini diduga masih relatif kecil
dan ditambah dengan interval waktu pemberian pupuk yang terlalu lama sehingga
respon tanaman yang didapat tidak berbeda nyata satu sama lain. Menurut Tisdale
dan Nelson (1965) dalam Paishal (2005), pemupukan lewat daun harus diulang
beberapa kali dengan interval waktu yang pendek untuk mendapatkan hasil yang
efektif.
Hasil yang tidak beda nyata dalam penelitian ini juga diduga karena kondisi
lingkungan tempat tumbuh tanaman bakau dan gangguan hama. Lingkungan
tempat tumbuh tanaman bakau dalam penelitian ini sangat terbuka atau tanpa
naungan dengan sisi kanan dan kiri merupakan jalan aspal. Dengan demikian suhu
lingkungan akan lebih cepat meningkat sekalipun pemupukan dilakukan pada pagi
hari.

16
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses buka tutup stomata pada
tanaman. Proses penyerapan pupuk daun sangat dipengaruhi oleh terbuka dan
tertutupnya stomata. Menurut Onrizal (2005), jenis tanaman pada ekosistem
mangrove pada umumnya menyerupai tipe tanaman Crassulacean Acid
Metabolism (CAM) yang melakukan proses fotosintesis pada malam hari,
sehingga stomata akan terbuka pada malam hari. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa pemupukan akan lebih efektif jika dilakukan pada malam hari karena
didukung oleh kondisi stomata yang sedang terbuka.
Hal terakhir yang diduga mempengaruhi perlakuan terhadap hasil respon
tanaman adalah gangguan hama. Gangguan hama dapat dilihat pada Gambar 6.
Bagian tanaman yang diserang hama pada tanaman bakau ini adalah bagian
batang. Ketika sebuah tanaman terserang oleh hama tertentu yang mengakibatkan
sebuah kerusakan maka makanan yang mampu dihasilkan oleh tanaman tersebut
akan diprioritaskan pada perbaikan organ yang rusak sehingga menghambat
perkembangan tanaman.
a

c

b

Gambar 6 Gangguan hama penggerek batang: (a) tanda yang
ditinggalkan; (b) gejala berupa pembengkakan pada
bagian batang; dan (c) dampaknya sampai mematikan
tanaman bakau
Adapun jenis hama yang menyerang tanaman bakau ini merupakan jenis
hama penggerek batang, namun jenisnya belum dapat dideteksi karena tanda
berupa hama itu sendiri tidak terlihat. Pencegahan terhadap kematian tanaman
yang dilakukan pada penelitian ini adalah penyemprotan pupuk pada bagian
batang yang diserang dengan gejala berupa pembengkakan. Penyemprotan
dilakukan bertujuan untuk menghentikan aktivitas hama tersebut. Selain
menghambat perkembangan tanaman, serangan hama ini juga menimbulkan
pembengkakan pada batang anakan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada periode pemupukan selama 12 minggu (Mei sampai Juli 2014),
pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan diameter batang dan tinggi tanaman bakau (R.
mucronata) serta kandungan hara pada daun anakan tersebut.

17
Saran
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan jangka waktu pengamatan lebih
lama untuk memperoleh hasil percobaan yang lebih valid.

DAFTAR PUSTAKA
Arief A. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Agustina L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Diha A, Hong GB, Bailey. 1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas Lampung.
Hanafiah KA. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
[Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri. 2012. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. Jakarta (ID): Kemendagri.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Kerusakan hutan mangrove
kian parah. [internet]. [diunduh 2013 Juli 23]. Tersedia pada:
http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/7273/Kerusakan-HutanMangrove-Kian-Parah/?category_id=.
Kusmana C. 2009. Pengelolaan sistem mangrove secara terpadu. [internet].
[diunduh
2013
Oktober
4].
Tersedia
pada:
http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/files/2011/01/2009-PENGELOLAANSISTEM-MANGROVE-SECARA-TERPADU.pdf.
Kustanti A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor (ID): IPB Press.
Liferdi L, Poerwanto R. 2011. Korelasi konsentrasi hara nitrogen daun dengan
sifat kimia tanah dan produksi manggis. J. Hort. 21(1):14-23.
Munawar A. 2011. Kesuburan tanah dan nutrisi tanaman. Bogor (ID): IPB Press.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan pengenalan mangrove di
Indonesia. Bogor (ID): Wetlands Indonesia-Indonesia Programme.
Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Tanggerang (ID): AgroMedia
Pustaka.
Nurgiyantoro B, Gunawan, Marzuki. 2009. Statistik Terapan. Yogyakarta(ID):
Gadjah Mada University Press.
Nurtya A. 2012. Perbaikan pertumbuhan Rhizophora mucronata Lamk. dengan
Teknik Lateral Root Manipulation (LRM) di Muara Angke, Jakarta Utara
[skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Onrizal. 2005. Adaptasi tumbuhan mangrove pada lingkungan salin dan jenuh air.
[internet].
[diunduh
2014
September
23].
Tersedia
pada:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1039/1/hutan-onrizal9.pdf.
Paishal R. 2005. Pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman Seledri (Apium graveolens L) dengan teknologi hidroponik
sistem terapung [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Holtikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji normalitas data diameter batang tanaman bakau: (a) Data asli
dan (b) Data transformasi
a

b

19
Lampiran 2 Hasil uji normalitas data tinggi tanaman bakau: (a) Data asli dan (b)
Data transformasi
a

b

20
Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan diameter
batang tanaman bakau
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Db

Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung
6
0.0964
0.0161
1.61
63
0.6303
0.0100
69
0.7267

P-value
0.160

Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi
tanaman bakau
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung P-value
6
1.664
0.277
0.700
0.652
63
25.006
0.397
69
26.670

Lampiran 5 Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah
Sifat Tanah
Karbon (%)
Nitrogen(%)
C/N
P1O5 eks- HCl (%)
P-avl Bray-II (ppm)
P-avl Olsen (ppm)
K2O eks-HCl
(mg/100 )
KTK/CEC (me/100 )
K-tukar ( me/ 100 )
Na-tukar (me/ 100)
Mg-tukar (me/ 100)
Ca-tukar (me/ 100)
Kejenuhan Basa (%)
Kejenuhan Al (%)
Masam
pH (H2O) 60
Alkalis
>8.5
>6.5

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Agustus 1992 sebagai anak
ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Bahrudin dan Ibu Aminah. Tahun
2010 penulis lulus dari SMA PGRI 4 Bogor dan melanjutkan studi di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan
yakni sebagai anggota (2012–2013) dan Ketua (2013-2014) Departemen
Keputrian, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa. Penulis juga pernah menjadi
asisten praktikum Mata Kuliah Pengaruh Hutan (2013) dan Mata Kul