Teknik Permainan Hasapi S arikawan S itohang
4.3 Teknik Permainan Hasapi S arikawan S itohang
4.3.1 Teknik Memegang Hasapi
Tangan kiri memegang leher hasapi
de ngan
Foto 4.4
posisi Sarikawan Sitohang memegang hasapi tampak dari depan
menggenggam Sumber : dokumentasi penulis
Tangan kanan berfungsi memegang claver
dan menopang
bagian ujung
Foto 4.5
Sarikawan memegang hasapi tampak dari samping Sumber : dokumentasi penulis
Foto 4.6
Sarikawan memainkan hasapi dalam posisi berdiri Sumber : dokumentasi penulis
Foto 4.7
Sarikawan saat menyetem hasapi Sumber : dokumentasi penulis
Untuk posisi menyetem hasapi, badan hasapi diletakan di bawah dagu sehingga mengapit badan hasapi. Selain mengurangi resiko hasapi yang bergerak , posisi tersebut sangat baik dalam mendengarkan keakuratan nada pada senar hasapi Untuk posisi menyetem hasapi, badan hasapi diletakan di bawah dagu sehingga mengapit badan hasapi. Selain mengurangi resiko hasapi yang bergerak , posisi tersebut sangat baik dalam mendengarkan keakuratan nada pada senar hasapi
4.3.2 Teknik Penjarian (fingering)
Berdasarkan sistem Penyeteman hasapi dan nada dasar lagu, penjarian Sarikawan Sitohang dibagi menjadi tiga bentuk posisi, yaitu:
4.3.2.1 Setem Tradisi Dengan Nada Dasar C
Jari telunjuk
menekan senar
bawah dengan Jari
manis nada F (fa) menekan senar
bawah
dengan nada G (sol)
Foto 4.8
Posisi jari dalam stem tradisi dengan nada dasar C
mayor Sumber : dokumentasi penulis
M enurut Sarikawan Sitohang, panjang kuku yang baik untuk bermain hasapi kira kira ¼ cm dari kulit jari, sehingga senar yang ditekan berada di antara kulit dan kuku. Hal ini mendukung dalam menghasilkan suara yang lebih nyaring dan jari yang menekan senar akan lebih kokoh atau kuat. Tampak pada gambar posisi jari pada saat memainkan hasapi dengan setem-an tradisi. Bentuk formasi ketiga jari tersebut sangat dominan dan konsisten dalam memainkan sebuah komposisi M enurut Sarikawan Sitohang, panjang kuku yang baik untuk bermain hasapi kira kira ¼ cm dari kulit jari, sehingga senar yang ditekan berada di antara kulit dan kuku. Hal ini mendukung dalam menghasilkan suara yang lebih nyaring dan jari yang menekan senar akan lebih kokoh atau kuat. Tampak pada gambar posisi jari pada saat memainkan hasapi dengan setem-an tradisi. Bentuk formasi ketiga jari tersebut sangat dominan dan konsisten dalam memainkan sebuah komposisi
fa, sol). Untuk memudahkan dalam menjelaskan teknik penjarian Sarikawan Sitohang di dalam sebuah permainan lagu, penulis menggunakan lambang angka untuk setiap jari, yaitu: jari telunjuk dengan lambang (1), jari tengah dengan lambang (2), jari manis dengan lambang (3), jari kelingking dengan lambang (4) dan untuk senar lepas (open string ) diberi lambang (0). Contoh 4.1 Intro / pembukaan Gondang
Tabel 4.2 Sistem Penjarian Dalam Stem Tradisi
Nada Senar Lepas Telunjuk
Tengah
Manis
Kelingking
E 13 -
Dari pemaparan tabel 4.2 di atas, maka dapat kita lihat bahwa jari manis lebih dominan digunakan Sarikawan Sitohang pada saat memainkan melodi pembukaan gondang hasapi, sedangkan senar lepas lebih jarang muncul. Hal tersebut disebabkan karena nada E dan G lebih sering digunakan pada komposisi melodi pembukaan gondang di atas, sebaliknya nada C dan F sedikit digunakan.
Di dalam steman tradisi, jari yang sangat dominan digunakan adalah jari telunjuk, manis dan tengah, baik untuk lagu yang bertangga nada pentatonik, seperti contoh di atas, maupun lagu yang bertangga nada diatonik yang menuntut penjarian yang lebih rumit karena wilayah nada yang dimainkan lebih luas. Perhatikan contoh melodi berikut: Contoh Notasi 4.2: cuplikan lagu “Jamilla”
Tabel 4.3 Sitem Penjarian Pada Lagu Jamilla
Nada Senar Lepas Telunjuk Tengah
Manis
Kelingking
E 16 -
Nada Senar Lepas Telunjuk Tengah
4.3.2.2 Setem Mol Dengan Nada Dasar C
Berbeda dengan steman tradisi, pada saat menggunakan stem mol Sarikawan Sitohang mengunakan jari manis untuk menekan nada D (senar satu), sedangkan untuk menekan nada E (senar dua) menggunakan jari telunjuk, dan kemudian jari tengah digunakan untuk menekan nada F (senar dua). Berikut gambar posisi jari untuk setem mol:
ekan senar atas
dengan Jari telunjuk
nada D (re)
menekan senar
bawah
dengan nada G (sol)
Foto 4.9
Posisi jari dalam stem Mol dengan nada dasar C mayor Sumber : dokumentasi penulis
Untuk menjelaskan analisis penjarian Sarikawan Sitohang di dalam stem mol bernada dasar C perhatikan contoh notasi berikut: Contoh Notasi 4.3: cuplikan gondang “M arnini M arnono”
Tabel 4.4 Sistem Penjarian Pada Lagu Marnini-Marnono
Nada Senar Lepas
Telunjuk
Tengah
manis Kelingking
17 - -
D 28 -
E 51 -
28 - -
Dari tabel di atas, maka dapat kita lihat jari tengah yang menekan nada F (senar bawah) dan nada D (senar lepas) paling banyak dimainkan Sarikawan Sitohang saat memainkan melodi gondang “M arnini M arnono” , sedangkan untuk jari kelingking yang menekan nada G (senar dua) paling jarang digunakan.
4.3.2.3. S tem Mol Dengan Nada Dasar As (Gb)
Jari telunjuk menekan sen ar
bawah dengan
nada do (bes)
Foto 4.10
Posisi jari dalam stem Mol dengan nada dasar As Sumber : dokumentasi penulis
Pada stem-an mol bernada dasar As, formasi jari yang menekan hanya menggunakan jari telunjuk untuk nada do (as), sedangkan untuk nada yang lain dilakukan sama dengan system penjarian yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dari penjelasan di atas kita dapat melihat periodesiasi penggunaan jari oleh Sarikawan Sitohang dalam memainkan sebuah komposisi musik sangat teratur, yaitu adanya pembagian fungsi yang tepat, konsisten dan rumit dengan penjangkauan interval nada yang luas.
4.3.3 Teknik Mamiltik (picking)
Teknik mamiltik yang dimaksud di sini adalah cara memegang piltik (claver) dan arah gerak claver. Piltik yang sering digunakan Sarikawan Sitohang terbuat dari bahan plastik dengan ukuran 1, 20 ml. Berikut gambar untuk jenis claver yang sering digunakan oleh Sarikawan Sitohang:
Foto 4.11 Claver/pick
Sumber : dokumentasi penulis
Foto 4.12
Posisi mam iltik Sumber: dokumentasi penulis
Cara memegang claver adalah dengan menjepit bagian tengahnya menggunakan bagian permukaan kulit ibu jari dan bagian samping jari telunjuk. Pada saat memetik senar posisi piltik tegak lurus dengan senar hasapi.
Untuk menjelaskan teknik piltikan Sarikawan Sitohang, penulis menggunakan lambang untuk arah petikan ke atas, sedangkan lambang untuk arah petikan ke bawah. Untuk lebih jelas perhatikan contoh pola melodi berikut: Contoh Notasi 4.4 : melodi dasar mamiltik
Tabel 4.5 Piltik Pada Melodi Dasar Mamiltik
Nada
Atas (up)
Bawah (down)
Tabel di atas menunjukan banyaknya teknik piltik yang ke bawah (down), khususnya untuk nada D dan nada C. Dapat dilihat Jumlah total piltikan ke bawah pada melodi lagu di atas adalah 57 kali petikan, sedangkan jumlah total piltikan ke Tabel di atas menunjukan banyaknya teknik piltik yang ke bawah (down), khususnya untuk nada D dan nada C. Dapat dilihat Jumlah total piltikan ke bawah pada melodi lagu di atas adalah 57 kali petikan, sedangkan jumlah total piltikan ke
Tabel 4.6 Piltik Pada Penutupan Gondang
Nada
Atas (up)
Bawah (down)
G 8 11
Tabel di atas menunjukan jumlah total piltikan keatas (up) dalam pembukaan gondang adalah sebanyak 18 kali, sedangkan untuk piltikan kebawah (down) adalah sebanyak 20 kali. Jadi, jelas bahwa Sarikawan Sitohang lebih banyak menggunankan piltikan ke bawah. Sarikawan Sitohang mengatakan bahwa: “tidak ada aturan untuk setiap pergerakan piltik, namun diusahakan pergerakan piltik senyaman mungkin bagi jari untuk dapat bergerak cepat dan tepat pada saat memainkan sebuah lagu”.
4.3.4 Lundu Pahu
Lundu Pahu adalah salah satu teknik yang sangat penting dalam permainan hasapi, yang di dalamnya terdapat beberapa ornamentasi. M enurut Sarikawan Sitohang lundu pahu adalah teknik permainan hasapi yang paling dasar dan harus dimiliki oleh setiap pemain hasapi, karena merupakan dasar keindahan warna suara dari hasapi Batak Toba.
. Lundu pahu dihasilkan dari variasi-varisasi ornamentasi penjarian (fingering). Pada saat memainkan melodi pokok lagu maka jari memainkan atau menyisipkan berbagai nada ornamentasi. Perhatiakan contoh pola melodi berikut: Contoh Notasi 4.6: M elodi dasar lundu pahu
Bila dilihat dari teori notasi musik barat maka lundu pahu terbentuk dari beberapa unsur yang berupa jenis ornamentasi musikal. Antara lain:
a. Not mati (dead note) Not mati adalah not yang suaranya dihilangkan sebelum habis nilai ketukannya. Di dalam teknik bermain gitar maupun hasapi, untuk
mendapatkan not mati maka sebelum habis nilai ketukan not yang telah dibunyikan secepat mungkin senar ditekan dengan tangan k anan maupun dengan jari tangan kiri, atau senar yang dipetik ditekan tidak pehuh/ setengah tenaga sehingga menghasilkan suara yang teredam atau mati. Seperti Pada contoh melodi diatas untuk not mati( dead note) diberi tanda (X). Ada beberapa jenis not mati yang sering dimainkan Sarikawan Sitohang pada mendapatkan not mati maka sebelum habis nilai ketukan not yang telah dibunyikan secepat mungkin senar ditekan dengan tangan k anan maupun dengan jari tangan kiri, atau senar yang dipetik ditekan tidak pehuh/ setengah tenaga sehingga menghasilkan suara yang teredam atau mati. Seperti Pada contoh melodi diatas untuk not mati( dead note) diberi tanda (X). Ada beberapa jenis not mati yang sering dimainkan Sarikawan Sitohang pada
satu) .
b. Not hias (grace note)
Not hias adalah not-not yang dibunyikan di awal atau di akhir sebuah not. Dalam notasi barat, penulisannya dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dari not lainnya. Not hias (grace note) tidak mempunyai nilai ketukan sendiri, karena dibunyikan dengan sangat cepat di sela-sela waktu masuknya atau selesainya not inti.
Grace not
Not inti
Not di atas bernilai 1/2 ketuk. Tampak di sebelah kiri not tersebut dua buah not yang bernilai ¼ ketuk, not tersebut dibunyikan sebelum jatuhnya ketukan pertama not setengah yang ada di depannya, atau dengan kata lain ada tiga jenis suara yang dibunyikan dalam satu not ½ ketuk.
c. Slur Teknik slur didalam gitar klasik juga dikenal dengan istilah legato vibrato.
Cara kerja teknik slur adalah: dalam satu kali petikan menghasilkan dua atau lebih nada yang berbeda. Terdapat dua macam slur, yaitu slur naik dan s dan dan slur turun . Slur naik untuk nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi dan begitu juga sebaliknya slur turun untuk nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah. Untuk lebih jelas, perhatikan dua pola melodi dibawah ini, dimana melodi
pertama dalam keadaan murni (belum diberi lundu pahu) dan kemudian pola melodi kedua setelah pola melodi pertama diberi lundu pahu, Contoh Notasi 4.7: penutupan gondang sebelum dimasukan lundu pahu
Contoh Notasi 4.8: Penutupan gondang setelah dimasukan lundu pahu
A’
4.3.5 Dobel Piltik
Dobel piltik yang adalah dua nada yang berbeda, dibunyikan secara bersamaan. Teknik dobel piltik dapat muncul di awal, di tengah dan di akhir sebuah melodi lagu. Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut: Contoh Notasi 4.9: Cuplikan gondang “Sibuka Pikiran”
M elodi yang dilingkari dengan garis merah adalah teknik dobel piltik yang dimaksud. Ada tiga jenis dobel piltik berdasarkan nada yang ada di dalamnya: yang pertama dobel piltik dengan nada C (open string) dan nada G (senar dua), yang ke dua dobel piltik dengan nada D ( M elodi yang dilingkari dengan garis merah adalah teknik dobel piltik yang dimaksud. Ada tiga jenis dobel piltik berdasarkan nada yang ada di dalamnya: yang pertama dobel piltik dengan nada C (open string) dan nada G (senar dua), yang ke dua dobel piltik dengan nada D (
D (senar satu) dan nada G (senar dua). Di dalam permainan teknik dobel piltik, sering memasukan teknik slur dan not hias (grace note).
4.3.6 Rambas piltik
Ada dua konteks pemahaman teknik rambas piltik yang dimaksud oleh Srikawan Sitohang yaitu: Contoh Notasi 4.10: cuplikan gondang “M arsitoru Toru”
Contoh Notasi No 4.11: Pembukaan gondang
Rambas piltik yang pertama terdapat didalam gondang “sitoru toru” dan
melodi pembukaan gondang. Gondang sitoru toru merupakan melodi yang sering dimainkan di tengah perpindahan lagu. Dalam musik barat dikenal dengan melodi lead in. M enurut Genichi Kawakami dalam bukunya yang berjudul Arranging
Poplar Music yang dimaksudkan lead in adalah kesatuan rangkaian nada-nada yang menghubungkan antara bagian satu dengan bagian lainnya. Tanpa adanya lead in , perpidahan dari satu lagu ke lagu berikutnya terasa kurang baik.
Dari pemaparan di atas rambas piltik dapat disimpulkan sebagai petikan yang cepat dengan melodi yang rapat, yaitu dalam satu ketukan terdapat empat buah not 1/8 yang sama dan dimainkan dengan cepat dan “monoton”.
Teknik rambas piltik yang berikutnya adalah nada-nada yang dimainkan secara arpegio. Di dalam teori gitar, apergio adalah teknik memetik senar, dimana tiga nada atau chord dimainkan satu persatu secara bergantian dan berulang-ulang dengan tempo yang relative cepat. Perhatikan contoh berikut ini: Contoh Notasi 4.12: Cuplikan lagu “jamilla”
Untuk dapat melihat secara lengkap teknik permainan hasapi Sarikawan Sitohang yang sudah dijelaskan di atas, maka akan sangat membantu bila kita melihat secara utuh dari repertoar gondang yang dimainkan dengan cara dan teknik yang dimiliki Sarikawan Sitohang . Di sini penulis mengambil contoh dari gondang
Sibuka Pikiran ,yang kemudian ditranskripsi dengan notasi balok . Sibuka pikiran merupakan repertoar gondang yang cukup tua di kalangan masyarakat Batak Toba. Gondang ini dimainkan baik di dalam ensambel gondang hasapi ataupun gondang sabangunan, dan sampai saat ini masih sangat sering dimainkan oleh para pemusik Batak Toba pada saat mengiringi upacara adat seperti: saurmatua (upacara kematian), pernikahan, mangokolholi (upacara pemindahan tulang). Gambar notasi Sibukka Pikiran dapat di lihat pada lampiran 5.2.
Terdapat beberapa perbedaan teknik dan gaya permainan hasapi Sarikawan Sitohang ketika ia bermaina secara solo, ensambel gondang hasapi, dan duet dengan sulim. Hal ini terjadi karena proses pengadaptasian Sarikawan Sitohang dengan pemain musik lainnya. Perhatikan contoh ketika Sarikawan memainkan gondang Sibukka Pikiran berduet dengan sulim pada lampiran 5.3.