FUNGSI DAN STRUKTUR TARI ANAK YANG DIIRINGI MUSIK SIKAMBANG DALAM UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA TAPANULI TENGAH DI KECAMATAN SIBOLGA KOTA

SKRIPSI SARJANA OL H NAM A: EVI NENTA SIPAHUTAR NIM : 060707009 UNIVERSITAS SUM ATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEM EN ETNOMUSIKOLOGI M EDAN 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkawinan pada masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah memiliki tata cara dan aturan pelaksanaannya. Dimulai dari merisik, meminang, bertunangan, dan akad nikah (pernikahan). Selain itu, ada upacara adat yang dilakasanakan pada malam hari sebelum perkawinan, yang disebut malam bainai atau berinai. Adat ini dilakukan di rumah pengantin perempuan. M aksud dari upacara tersebut adalah malam ketika kedua pengantin memakai inai di tangan dan kaki mereka. Pelaksanaan upacara adat perkawinan ini, tidak pernah lepas dari iringan musik dan tari yang disebut Kesenian M usik Sikambang.

Sikambang berasal dari dua kata yaitu si dan kambang. Secara umum masyarakat pesisir Sibolga mengartikan sikambang sebagai salah satu jenis musik pada masyarakat Pesisir. M usik Sikambang, bercorak petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Berikut merupakan jenis alat musik dan klasifikasinya yang dipakai dalam mengiringi lagu dan tarian adalah gandang sikambang (membranophone), gandang batapik (membranophone), singkadu (aerophone), canang (aerophone) yang dulunya dilakukan dengan bersiul (baisiu), terbuat dari tembaga (carano) dipadukan dengan biola serta harmonika (sekarang diganti akordion). Berbagai macam tarian yang diiringi oleh M usik Sikambang yaitu tari adok, tari sapu tangan diiringi lagu kapri, tari payung, tari perak-perak, tari sampaya, tari anak dan lain-lain sebagainya.

Hadirnya tari di lingkungan kehidupan manusia bersamaan dengan tumbuhnya peradaban manusia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Edi Sedyawati, bahwa tari tumbuh dalam rangkuman yang erat dalam ketiga unsur budaya, yaitu bahasa, adat istiadat, dan norma-norma kehidupan (Edi Sedyawati, 1991:110). Kemudian yang menjadi fokus dalam Hadirnya tari di lingkungan kehidupan manusia bersamaan dengan tumbuhnya peradaban manusia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Edi Sedyawati, bahwa tari tumbuh dalam rangkuman yang erat dalam ketiga unsur budaya, yaitu bahasa, adat istiadat, dan norma-norma kehidupan (Edi Sedyawati, 1991:110). Kemudian yang menjadi fokus dalam

Awalnya Tari Anak ini selalu dipertunjukkan dalam setiap upacara perkawinan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah. Namun seiring dengan berkembangnya zaman kedudukan tarian ini pun perlahan bergeser. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, karena dalam penggunaannya sekarang ini Kesenian Sikambang dalam upacara adat perkawinan memakan biaya yang cukup mahal. Namun demikian, ada sebagian masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah yang masih menggunakan tarian ini dalam upacara adat perkawinan.

Tari Anak ini dibawakan oleh sepasang penari, laki-laki dan perempuan dewasa, yang memakai pakaian pesisir dan menggunakan properti (perlengkapan) seperti kampi sirih (tepak), galeta (tempat air), boneka anak bayi, selendang dua helai, ayunan tajak (ayunan untuk bayi). Durasi tarian anak ini tidak begitu lama, dan posisi Tari Anak tersebut dimainkan tepat didepan pelaminan. Upacara adat M alam Sikambang ini dilakukan pada malam setelah akad nikah dilaksanakan dan biasanya dimulai pukul 21.00 sampai dengan 24.00 WIB.

Tari Anak ini sesungguhnya bukan hanya dipertunjukkan dalam upacara adat perkawinan saja tetapi tari anak ini dapat digunakan dalam acara-acara lain seperti sunat rasul, turun ka rai, masuk rumah, dan ulang tahun. Karena Tari Anak bermaksud untuk mendoakan agar hubungan antara orangtua dan anak dapat perlangsung dengan baik dan semakin diberkati kedepannya..

Dalam konteks perkawainan Tari Anak ini diiringi dengan iringan musik dan Lagu Sikambang . Dalam sebuah tarian peranan musik sangat penting, karena bisa dirasakan kehadiran tari tanpa musik terasa hambar dan tidak menarik untuk ditonton. Berikut beberapa syair pantun yang dinyanyikan dalam mengiringi tarian anak ini.

 Kayu gadang di lereng gunung, (kayu besar dipinggir bukit) Di tabang dibala duo, (ditebang dibelah dua) Ala sanang hati bundo kandung, (sangat senang hati ibu kandung) Anak sorang manjadi duo. (satu anak menjadi dua)

M akna dari syair tersebut adalah akan bertambah nya satu lagi anggota keluar dari masing- masing keluarga kedua mempelai. Tadinya anak tersebut sendiri tetapi karena telah menikah si anak membawa anggota keluarga baru yaitu menantu. Begitu juga sebaliknya.

 Pancarinek ditapi ai (pancarinek ditepi air) Sudah mati mukan babuah (sudah mati baru berbuah) Jimek-jimek tuan balai (hati-hati tuan melaut) Lawik sati ranto batuah (laut lepas banyak tantangan)

M akna dari syair tersebut adalah hati-hatilah untuk menjalankan bahtera rumah tangga karena dalam berumah tangga akan menghadapi banyak tantangan. Baik rumah tangga yang mapan (sudah lama menjalani rumah tangga) ataupun yang baru menjalani bahtera rumah tangga pasti akan menghadapin tantangan seperti gelombang laut yang ada di laut lepas.

 Labek ujan di mursala, (lebat hujan di mursala)

Kambang lah bungo parautan, (berkembang lah bunga parautan) Bintang dilangit punyo sala, (bintang dilangit punya salah) Ombang di lawik mananggungkan. (ombak dilaut yang menaggungkan)

M akna dari syair tersebut adalah seorang anak adalah fitrah (bersih) tergantung kepada orang tuanya. Kalaupun ingin menjadi baik maka tetaplah baik, tidak memandang miskin ataupun kaya. Karena apapun yang dilakukan orang tua akan berdampak pada anaknya kelak. Ketika orang tua berbuat salah maka anak akan menerima akibatnya, begitu juga sebaliknya.

M enurut Soedarsono (1986:109) dikatakan bahwa musik dalam tari bukan hanya sekedar iringan, tetapi musik adalah partner tari yang secara langsung dapat mendukung dan memperkuat sajian tari.

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah ;

1. Apa fungsi Tari Anak dalam kebudayaan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, terutama pada upacara adat perkawinan pesisir Sibolga Tapanuli tengah ?

2. Bagaimana bentuk struktur dari Tari Anak tersebut dalam upacara perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah ;

1. Untuk mengetahui apa sebenarnya fungsi Tari Anak yang diiringi Musik Sikambang bagi masyarakat pesisir terutama dalam upacara adat perkawinan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk struktur dari Tari Anak tersebut dalam upacara perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.

1.3.2 Manfaat Penelitian

M anfaat penelitian ini adalah ;

1. Untuk menambah wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi serta mengetahui tentang tari nusantara seperti Sibolga

2. Untuk menambah referensi penulisan tentang tari-tarian yang ada di nusantara.

3. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti lainnya.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Koentjaraningrat (1992:21), mengemukakan konsep sebenarnya adalah secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris.

Fungi dapat dikatakan sebagai manfaat atau kegunaan dari suatu hal. Dalam penulisan ini penulis akan melihat apa fungi dan kegunaan Tari Anak dalam kehidupan masyarakat Pesisir Sibolga.

M enurut BPH Suryodiningrat, Tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunya maksud tertentu. Tari Anak merupakan salah satu tarian yang dimiliki masyarakat Pesisir Sibolga yang dalam pertunjukannya diiringi oleh musik Sikambang dalam upacara adat perkawinan masyarakat pesisir. Tarian ini disertai dengan nyanyian, pantun dan syair.

M asyarakat menurut para ahli Antropologi adalah sekelompok orang yang tinggal disuatu wilayah dan yang memakai suatu bahasa umum yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya (Carol R. Ember dan M elvin Ember dalam T.O. Ihromi 1987:22).

M asyarakat pesisir yang dimaksud dalam tulisan ini adalah masyarakat yang tinggal di Kecamatan Sibolga Kota. Daerah ini sesuai dengan daerah yang menjadi tempat penelitian penulis dimana daerah ini masih terdapat pelaksanaan upacara perkawinan yang mempertunjukkan Tari anak.

1.4.2 Teori

Teori adalah salah satu acuan yang digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini. Dengan pengetahuan y ang diperoleh dari buku-buku, dokumen- dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dan pemikiran untuk memperoleh suatu teori-teori yang bersangkutan (koentjaraningrat, 1983:30).

Koentjaraningrat (1985:243) juga mengatakan bahwa komponen upacara ada empat yaitu tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan alat upacara, serta orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. M elihat teori diatas bahwa Tari Anak merupakan tarian yang terdapat dalam upacara adat perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah. Tarian ini mempunyai waktu dan tempat yang disediakan dalam upacara adat perkawinan, beberapa orang penari dan pemusik yang mengiringi tarian. Upacara adat perkawinan ini dipimpim oleh seorang “Alek”. Alek adalah sebutan untuk para pemain M usik Sikambang.

Fungsi adalah sesuatu yang tidak dapat didengar atau dilihat dari penyajian musik saja; tetapi dapat dipelajari dengan cara melihat, mendengar, dan memahami secara keseluruhan penyajian musik pada saat musik dimainkan. Seperti yang dikatakan oleh M erriam dalam bukunya: The Anthropology of Music (1964:210) :

The function, however. M ay be something quite different assessed through analytical evaluation stemming from thr folk evaluation. The student can, for example, learn something of the values of a culture by analyzing song texts for what they express;… function, im particular, may not be expressed or even understood from the standpoint of folk evaluation-such evaluations we would group under the heading of “concepts.” The sense in which we use these terms, then, refers to the understanding of what music does for The function, however. M ay be something quite different assessed through analytical evaluation stemming from thr folk evaluation. The student can, for example, learn something of the values of a culture by analyzing song texts for what they express;… function, im particular, may not be expressed or even understood from the standpoint of folk evaluation-such evaluations we would group under the heading of “concepts.” The sense in which we use these terms, then, refers to the understanding of what music does for

Bahwa musik adalah sesuatu yang berbeda dari hasil analisa yang dilakukan oleh masyarakat lokal. Fungsi tidak dapat dipahami dari pandangan orang lokal saja namun pandangan lokal bisa kita anggap sebagai konsep. Jika kita dapat memahami pemahaman sebagai peneliti luar inilah yang disebut dengan fungsi. Dengan kata lain fungsi berbicara tentang alasan-alasan pemakainya.

Dalam buku M erriam menegaskan bahwa ada sepuluh fungsi utama musik, yaitu: fungsi (1) pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetis, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.

Dari sepuluh fungsi utama musik yang diungkapkan oleh M erriam penulis membahas beberapa fungsi yang berhubungan dengan upacara perkawinan yang mempertunjukkan Tari Anak, Yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi hiburan, (3) fungsi komunikasi, (4) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, dan (5) fungsi pengintegrasian masyarakat. Dikatakan sebagai hiburan karena musik sebagai pengiring tari bisa menjadi reaksi yang menimbulkan kesenangan bagi yang melihat, dan sebagai komunikasi karena dilihat dari setiap gerakan tari yang mempunyai arti.

Untuk mengkaji struktur Tari Anak penulis menggunakan teori-teori tari yang ditawarkan oleh Sal M urgiyanto, Snyder, dan Ellfeld. M enurut Sal M urgiyanto (2011:3) Tari adalah salah satu saka guru seni pertunjukan tradisi Indonesia. Tari yang merupakan cabang seni pertunjukan tertua lahir bersamaan dengan lahirnya kebudayaan manusia. Ironisnya, sebagai disiplin studi, tari justru merupakan disiplin yang paling muda. M enurutnya jenis- jenis tari yang diamatinya tidak terbatas pada tari-tari M elayu Riau dan Sumatera Utara yang Untuk mengkaji struktur Tari Anak penulis menggunakan teori-teori tari yang ditawarkan oleh Sal M urgiyanto, Snyder, dan Ellfeld. M enurut Sal M urgiyanto (2011:3) Tari adalah salah satu saka guru seni pertunjukan tradisi Indonesia. Tari yang merupakan cabang seni pertunjukan tertua lahir bersamaan dengan lahirnya kebudayaan manusia. Ironisnya, sebagai disiplin studi, tari justru merupakan disiplin yang paling muda. M enurutnya jenis- jenis tari yang diamatinya tidak terbatas pada tari-tari M elayu Riau dan Sumatera Utara yang

Tari adalah salah satu ekspresi budaya yang sangat kaya, tetapi paling sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan. M engamati gerak laku sangat mudah, tetapi tidak mengetahui maknanya. Tari dapat diinterpretasikan dalam berbagai tingkat persepsi. untuk memahami maksud yang hendak dikomunikasikan dari sebuah tarian, orang perlu tahu tentang kapan, kenapa, dan oleh siapa tari dilakukan. Dalam mengukur kedalaman sebuah tarian atau menjelaskan sebuah pertunjukan dari kebudayaan lain dituntut pemahaman cara dan pandangan hidup masyarakat yang menciptakan dan menerima tarian tersebut (Kuper via Snyder, 1984: 5). Dalam hal ini struktur Tari Anak dalam kebudayaan Pesisir adalah mencerminkan cara dan pandangan hidup masyarakatnya.

Keterampilan gerak biasanya dikuasai secara instingtif dan intuitif. Tari sebagai ungkapan seni mulai hadir ketika orang mulai sadar akan pentingnya teknik atau keterampilan gerak, dan ketika itu orang mulai mengatur gerak, artinya mulai ada tuntutan keteraturan atau bentuk. Sejalan dengan pertumbuhan itu mulai tumbuh kepekaan nilai pengalaman dan perasaan yang dihayati secara lebih mendalam. M asalah dasar dalam kesenian adalah pengaturan yang terkendali dari suatu medium dalam rangka mengkomunikasikan imaji-imaji dari pengalaman manusia (Ellfeldt, 1976: 160). Teori ini akan dipergunakan untuk menkaji sejauh apa imaji-imaji masyarakat Pesisir yang terkandung dalam struktur Tari Anak.

Dalam meneliti gerak Tari Anak tersebut terdapat Notasi Laban (Edy Sedyawati, 2006:298) yang membahas secara detail bentuk dan polanya, mengingat penulis tidak memfokuskan secara detail pada gerak tari pada teori Notasi Laban, maka penulis akan menggunakan lambang-lambang umum dan sederhana yang dapat mewakilkan pola gerak Tari Anak.

Hubungan musik dan tari adalah suatu fenomena yang berbeda tetapi dapat juga digabungkan dengan aspek yang mendukung. M usik merupakan rangkaian ritme dan nada sedangkan tarian adalah rangkaian gerak, ritme, dan ruang dimana fenomena keduanya merupakan suatu yang berlawanan, yang mana musik merupakan fenomena yang terdengar tapi tidak terlihat dan tarian merupakan fenomena yang terlihat tapi tidak terdengar (Wimbrayardi 1999:9-10).

1.5 Metode Penelitian

M etode adalah cara atau jalan menyangkut masalah kerja yang dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat:1985). Secara umum metode penelitian dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam M oleong 1989 : 3).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1985:581), metode penelitian diartikan sebagai cara mencari kebenaran azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan. M enurut Curt Sachs (1962:16) penelitian dalam etnomusikologi dapat dibagi manjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1985:581), metode penelitian diartikan sebagai cara mencari kebenaran azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan. M enurut Curt Sachs (1962:16) penelitian dalam etnomusikologi dapat dibagi manjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan paham relativisme, dimana peneliti harus membuang ukuran-ukuran yang ada dalam dirinya sendiri dan mencoba mengerti masyarakat itu sesuai dengan pandangan kebudayaannya atau masyarakatnya (Nakagawa 2000:11). Secara sederhana dapat dikatakan dalam penelitian lapangan sedapat mungkin peneliti atau outsider itu menjadi insider terlebih dahulu, baru kemudian menulis. Dalam hal ini yang dikatakan outsider adalah peneliti dan insider adalah pemilik kebudayaan. Cara ini kelihatannya mudah dan sangat sederhana sekali, namun dalam kenyataannya tidak, dimana penulis memandang kebudayaan pesisir dengan paham relativisme, serta paham ini dilakukan untuk mendapatkan data yang objektif.

1.5.1 S tudi Kepustakaan

Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, penulis melakukan adanya studi kepustakaan dan kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan guna melengkapi data-data yang diperlukan dalam tulisan ini. Sumber bacaan yang digunakan dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Dimana sumber bacaan diperoleh dari buku, majalah, buletin, jurnal, artikel, dan situs internet. Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan dasar tentang apa yang akan diteliti.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilakukan agar penulis dapat mengetahui secara keseluruhan mengenai objek yang diteliti. Dalam kerja lapangan pengamatan dan pengambilan data melalui perekaman terhadap upacara yang berlangsung, dan perekaman ini dilakukan untuk mendapatkan data yang objektif berupa gambar maupun video yang diperlukan penulis.

Adapun dalam penelitian lapangan disertai wawancara yang dilakukan penulis, wawancara yang dilakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu membuat pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain itu wawancara bebas (free interview ) yaitu pertanyaan tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh berbagai ragam data, namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139). Hal ini penulis lakukan untuk mendukung data yang telah diperoleh dari kerja lapangan maupun dari studi kepustakaan.

Sebagai alat yang membantu merekam hasil wawancara penulis menggunakan handphone Blackberry Gemini 8520, untul mengabadikan petunjukan acara adat M alam Sikambang khususnya Tari Anak ini penulis menggunakan Handycam Canon Legria FS306. Dan untuk mendokumentasikan gambar Tari Anak dalam acara tersebut penulis juga menggunakan kamera Canon EO S Kiss X4 EF – S 18 – 135 IS Kit.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Untuk menyeleksi data-data yang ada dari penelitian lapangan dan studi kepustakaan akan dianalisis untuk selanjutnya diseleksi sehingga menghasilkan suatu tulisan tulisan yang baik. Pada saat kerja laboratorium, hasil rekaman juga penulis lihat secara berulang-ulang untuk mendapatkan data yang maksimal.

1.5.4 Lokasi Penelitian

Untuk lokasi penelitian penulis memilih daerah Kecamatan Sibolga Kota, karena dikota ini masih ditemukan upacara yang menyajikan Tari Anak, yang merupakan objek penelitian penulis.

BAB II ETNOGRAFI UMUM MAS YARAKAT PES IS IR S IBOLGA TAPANULI TENGAH

2.1. Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi

Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai lokasi dimana penulis melakukan penelitian melalui deskripsi etnografi. Dimana etnografi merupakan suatu deskripsi mengenai lokasi suatu bangsa disuatu lokasi tertentu, suatu wilayah geografis dan administratif suatu bangsa, limgkungan alam dan demografi serta sejarah asal mula suatu suku bangsa. M enyangkut hal ini Fetterman mengungkapkan “ethnography is the science of describing a group of culture” yang mana artinya adalah “etnografi bukan hanya sekedar ilmu melainkan juga seni tentang pendeskripsian suatu bangsa” (Fetterman 1989:11). Untuk menjelaskan mengenai budaya dan adat istiadat yang terdapat di masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Koentjaraningrat mengungkapkan dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi bahwa ada 7 unsur yang membentuk suatu kebudayaan dalam masyarakat yaitu Bahasa, Teknologi, M ata Pencaharian (ekonomi), Organisasi Sosial, Sistem pengetahuan, Kesenian dan Sistem Religi (Koentjaraningrat, pengantar ilmu antropologi 1979:333). Tetapi dalam pembahsan ini penulis akan membahas 4 dari 7 unsur tersebut yaitu (1) M ata Pencaharian, (2) Sistem Bahasa, (3) Sistem Religi dan Kepercayaan, dan (4) Kesenian.

Hal yang akan dibahas dalam Bab II ini adalah mengenai sejarah daerah penelitian, lokasi lingkungan alam dan demografis, begitu pula dengan keadaan masyarakat pesisir kota Sibolga Tapanuli Tengah dan hubungannya dengan budaya adat istiadat yang dituliskan secara ringkas.

2.1.1 Sejarah Kota Sibolga Tapanuli Tengah

Sebelum Sibolga terbentuk teluk Tapian Nauli merupakan salah satu tempat yang ramai dengan aktivitas perdagangan, hal tersebut diketahui pada cacatan pelawat Islam pada abad ke-7 dan Portugis di abad ke-16, dimana teluk Tapian Nauli ,merupakan salah satu pintu masuk perdagangan yang pertama di Pantai Barat Sumatera Utara yang berpelabuhan di

Barus 1 . Tengku Luckman Sinar dalam tulisannya yang berjudul “lintasan sejarah Sibolga dan

pantai barat Sumatera Utara 1981”. Beliau menyampaikan tentang kondisi teluk Tapian Nauli pada saat itu telah mengalami interaksi antara masyarakat di pesisir pantai teluk Tapian Nauli dengan orang-orang yang tinggal di pedalaman yang sangat membutuhkan bahan-bahan yang hanya dapat diperoleh dari pesisir pantai, sistem perdagangan yang digunakan dengan melakukan barter dengan hasil hutan yang mereka dapatkan. Hal tersebut sering dilakukan

oleh “Parlanja” 2 atau disebut juga pedagang, dan makin lama semakin banyak orang hilir mudik, dan menetap dipesisir pantai.

Awal berdirinya kota Sibolga dimulai dari dibukanya kampung oleh Ompu Datu Horinjom yang berasal dari daerah Silindung (Tapanuli Utara) di Simaninggir yang saat ini termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tengah. Letak Simaninggir tersebut berada di gunung dekat teluk tapian nauli. Oleh para “parlanja” atau pedagang tempat ini dijadikan sebagai tempat istirahatnya ketika hendak menuju daerah pesisir pantai ataupun sesudah sekembali dari daerah pesisi pantai sebelum kembali kedaerahnya.

1 Tengku Luckman Sinar, SH. Lintas Sejarah Sibolga dan Pantai Barat Sumatera Utara, Harian Waspad a 23 juni 1981 2

Pengertian parlanja adal ah orang yang m embawa barang d engan pikulan d an melakuk an kegi atan barter dalam melakukan transaksi

Kawasan Teluk Tapian Nauli diwarnai dengan perdagangan secara paksa antara penduduk dengan pihak Inggris yang berkembang menjadi perang. Sehingga Ompu Datu Horinjom memindahkan permukiman mendekati teluk, yaitu di Simare-mare (salah satu daerah di Kecamatan Sibolga Kota) dan terus melakukan perlawanan terhadap pihak Inggris yang memonopoli perdagangan di teluk Tapian Nauli.

Pada tanggal 13 M aret 1815 p ihak Inggris mengadakan suatu ikatan perjanjian persahabatan dengan Datuk-Datuk di Teluk Tapian Nauli dengan istilah “Batigo BadusanakI ”. Dengan Raja Sibolga serta Datuk-Datuk yang berada di pulau-pulau kecil disekitar teluk Tapian Nauli yaitu pulau Poncan Ketek (kecil) dan Poncan Gadang (besar) yang saat itu tunduk di bawah kekuasaan Inggris dan disanalah Inggris mendirikan benteng dan pada tahun 1801 ditetapkan Jhon Prince sebagai residennya.

M enurut Tengku Luckman Sinar bahwa dari hasil catatan riset seorang pembesar Belanda EB. Kielstra : dalam periode 1833 – 1838 di Sibolga di huni penduduk segala etnis terutama orang Batak yang berasal dari wilayah Angkola yang mengungsi, dan setelah pusat pemerintahan asisten Resideni Tapanuli bertempat di sekitar Aek Doras. Sibolga menjadi ramai, meskipun di kelilingi oleh sawah dan rawa-rawa, penduduk suku Batak yang sudah beragama Islam ssudah menjadi “pesisir” dengan adat sendiri yang spesifik.

Periode selanjutnya antara tahun 1838 – 1842 setelah Belanda membuka jalan dari Sibolga hingga Portibi (Tapanuli Selatan) dan pada saat itu Sumatera Barat sudah meningkat menjadi “Gouvernent” (propinsi) dan Tapanuli menjadi salah satu Residennya. Pada tanggal

7 Desember 1842 ditetapkan Sibolga menjadi Ibukota Residen Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Afdelinghoof (kepala daerah). Wilayah yang termasuk afdeling. Sibolga ialah : Sibolga, Tapian Nauli, Badiri, Sarudik, Tukka, Sai Ni Huta, dan pulau-pulau kecil didepan teluk Tapian Nauli, yang mana disetiap daerah dikepalai oleh seorang Districhoof (Demang). Pada tahun 1947, A. M .

Djalaluddin diangkat menjadi kepala daerah Sibolga di waktu jabatan Beliau ini lah Sibolga dibentuk menjadi daerah otonom tingkat B sesuai dengan surat keputusan Residen Tapanuli N. R. I (Negara Republik Indonesia) tanggal 29 November 1946 Nomor 999, san selaku realisasi dari surat keputusan Gubernur Sumatera Utara N. R. I tanggal 17 M ei 1946 no. 103, dan kota otonom Sibolga itu dipimpin seorang Walikota yang dirangkakan kepada Bupati

Tapanuli Tengah 3 . Terhitung pada tanggal 24 November 1956 sejak berlakunya undang-undang darurat

nomor 8 tahun 1956, yang mengatur pembentukan daerah otonom kota-kota besar dalam lingkungan daerah Propinsi Sumatera Utara, dimana dalam pasal 1 dalam undang-undang darurat no. 8 tahun 1946 itu ditetapkan pembentukan 4 kota besar yaitu: M edan, Pematang Siantar, Sibolga, dan Kutaraja. M enurut undang-undang darurat ini Sibolga menjadi kota besar dengan batas wilayah sesuai dengan keputusan Residen Tapanuli tanggl 29 November 1946 no. 999.

Setelah keluarnya surat keputusan menteri dalam negeri tanggal Desember 1957 no.u.p15/2/1 diangkatlah D. E Sutan Radja Bungaran menjadi Walikota Sibolga, dan sejak 1 Januari 1958 berakhir pula perangkapan jabatan Walikota Sibolga oleh Bup ati Kabupaten Tapanuli Tengah dan secara administratif menjadi Kotamadya di luar Kabupaten Tapanuli Tengah.

Dalam tulisan Pro f. M. Solly Lubis, SH. “Sibolga dan Sekeping Sejarahnya” d alam buku h ari j adi sibolga,Pemko Sibolga, 1998. 16:111.

Berikut merupakan nama-nama Kepala Daerah di Kota Sibolga sejak Era Proklamasi hingga Sekarang.

1 A.M Djalaluddin 06-11-1947 s/d 10-12-1947

2 M . Sorimuda 11-12 1947 s/d 11-08-1952

3 Ibnu Saadan 12-08-1952 s/d 10-02-1954

4 R. Djungdjungan Lubis 11-02-1954 s/d 31-12-1957

5 D.E.Sutan Radja Bungaran 01-01-1958 s/d 31-08-1959

6 H.A. M urad Tandjung

01-09-1959 s/d 04-03-1965

7 Syariful Alamsyah 05-03-1965 s/d 24-11-1965

8 Firman Simanjuntak 24-11-1965 s/d 18-06-1974

9 Pandapotan Nasution, SH 19-06-1974 s/d 19-0601979

10 Khairuddin Siregar, SH 19-06-1979 s/d 19-06-1984

11 Baharuddin Lubis, SH 19-06-1984 s/d 19-06-1989

12 Drs. Ali Amran Lubis, SH 19-06-1989 s/d 18-06-1994

13 Drs. Zainuddin Siregar 18-06-1994 s/d 19-06-1999

14 Drs. Sahat P. Panggabean 19-06-1999 s/d 28-08-2010

15 Drs. H.M . Syarfi Hutauruk 28-08-2010 s/d Sekarang Sumber : bpssibolga:http//sum ut.bps.go.id/sibolga

0 0 Secara Goegrafisnya Sibolga terletak antara 1 44’LU (Lintang Utara) dan 98 47’ BT (Bujur Timur). Wilayah administratif Kota Sibolga terdiri dari 4 Kecamatan dan 17

Kelurahan. Berikut merupakan batas-batas wilayah Kecamatan Kota Sibolga dan Kelurahan di Kota Sibolga.

Table 2

No Kecamatan

Kelurahan

Banyak lingkungan

1 Sibolga Utara

Sibolga ilir

Angin Nauli

Huta Tonga-tonga

Huta Barangan

Simare-mare

2 Sibolga Kota

Kota Baringin

Pasar Baru

Pasar Belakang

Pancuran Gerobak

3 Sibolga Selatan

Aek Habil

Aek M anis

Aek Parombunan

Aek M uara Pinang

4 Sibolga Sambas

Pancuran Dewa

Pancuran Bambu

Pancuran Pinang

Pancuran Kerambi

4 Sum ber : bpssibolga:http//sum ut.bps.go.id/sibolga

2.1.2. Demografi Kota Sibolga

Jumlah penduduk Kota Sibolga menurut catatan biro pusat statistic kota Sibolga yang dikeluarkan oleh Kantor BPS Sibolga untuk laporan tahun 2010 dengan data laporan tahun 2009, terlihat bahwa jumlah penduduk Sibolga adalah 96.341 jiwa dengan luas wilayah

daerah 10,77 Km 2 dengan rata-rata pertumbuhan prnduduk 1,99 pertahun

Tabel 4 Jumlah penduduk Kota Sibolga Sensus Penduduk (population cencus)

Tahun Tahun

93.207 94.614 96.341 Sumber : bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga

Pada umumnya Kota Sibolga sendiri terdiri dari berbagai etnik yaitu Toba, M andailing, Angkola, Nias, M inang, Aceh, Bugis, M elayu, serta etnis Cina dan Jawa, pemerintah kota Sibolga sendiri pada saat ini memiliki motto/semboyongan : Negeri Berbilang Kaum .

2.1.3. Identitas Kultural Etnik Pesisir

Etnik pesisir Sibolga Tapanuli tengah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang awal keberadaannya sebagai suatu etnik yang berada si Pesisir Pantai Barat Pulau Sumatera tepatnya di Proponsi Sumatera Utara, dimana kelompok masyarakatnya memiliki sejarah yang panjang sebagai suatu etnik tersendiri yaitu “etnik Pesisir”.

Sejarah yang panjang sebagai suatu etnik adalah dimana awal keberadaan dan terbentuknya etnik ini tidaklah terjadi begitu saja, melainkan telah melalui beberapa situasi an kejadian tertentu seperti : kelahiran, kematian, penjajahan (colonisasi), perang, kejadian bencana alam dan perpindahan penduduk, salah satunya adalah terjadinya peperangan antara Aceh dengan kelompok masyarakat Batak 1523 sehingga banyak penduduk yang membuka

permukiman baru di wilayah Barat 4 . Dan adanya perang M onjo (Bonjol) tahun 1700 orang Batak dari Silindung berangsur-angsur menyebar kearah Pantai Barat Sumatera Utara salah

satu keturunan yang melakukan perpindahan kewilayah pesisir Pantai Barat adalah keturunan dari marga Hutagalung yang kemudian membuka perkampungan di sekitar aliran Aek Doras, yang mana kemudian masyarakat Silindung tersebut berkembang dan membentuk kelompok masyarakat yang terstruktur dan dipimpin oleh sorang Kepala Kuria/ Raja. Lambat laun keadaan daerah terus-menerus mulai berkembang, terdapat juga beberapa kelompok masyarakat dari luar daerah yang berbaur didaerah tersebut, seperti kelompok masyarakat dari etnik M andailing, etnik Angkola, dan M inang.

Dalam perkembangannya beberapa kelompok masyarakat tersebut kemudian meyesuaikan kebudayaannya masing-masing yang memiliki persamaan maupun perbedaan yang telah dibandingkan untuk membentuk suatu etnik dan pemeliharaan batas-batas kesamaan yang ada pada dua atau lebih kelompok masyarakat tersebut, kemudian atas kesepakatan bersama disatukan yang kemudian menjadi etnik.

4 Batak dulu dan Sekarang W. Simanjuntak. 1961:14, dikutip dari skripsi Chandra C. Prawira, 2011. Kajian Organologi Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan Bapak Kadirun, Medan.

Terjadinya proses tersebut dapat dilihat dari ciri yang dimiliki individu (manusia) Etnik Pesisir dimana sebagian masyarakatnya masih menggunakan marga baik itu marga Toba ataupun M andailing, dalam kenyataannya memang marga tersebut bukanlah suatu hal

yang mutlak sebagai ketentuan didalam Adat Sumando 5 pesisir. Setiap anggota kelompok tertentu yang melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercabut dari akar

budaya etniknya karena mangdopsi nilai-nilai baru. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya (keturunan dan pertalian darah) dan juga tetap diakui sebagai kelompok etniknya.

Dalam etnik Pesisir sendiri terdapat beberapa kelompok masyarakat etnik M inang maupun etnik Batak yang telah tergabung didalam satu ikatan etnik Sumando pesisir yang berdasarkan Islam, tidaklah mutlak secara keseluruhan status yang dimilikinya akan dihilangkan baik itu M arga maupun hubungannya terhadap kelompok masyarakat awalnya. Sebagai suatu hal yang tidak bisa dipungkiri dan menjadi fakta bahwa individu tersebut sebelum menjalin ikatan dengan Adat Sumando Pesisir merupakan individu yang memiliki identitas kultur sendiri dan menjalin suatu ikatan hubungan dengan etnik Pesisir yang disahkan melalui Adat Sumando. Begitupun ada kelompok masyarakat awalnya juga tidak dapat memungkiri bahwasanya berdasarkan identitas maupun status individunya tersebut merupakan satu kesatuan dengannya, tetapi dalam ruang lingkup adat dan budaya telah berbeda.

5. Adat Sumando adalah pertambahan atau percampu ran satu kelu arga d engan kelu arga lain y ang seag ama, yang diikat dengan tali pernikahan menurut hukum Islam dan disyahkan dengan suatu acara adat pesisir.

Etnik Pesisir yang terdapat di Pesisir Barat Sumatera Utara ini dalam proses terbentuknya sebagai suatu etnik tidak terlepas dari proses Asimilasi 6 dengan beberapa

kelompok masyarakat diluar letak geografisnya 7 , seperti etnis Batak Toba, etnik M inang, dan etnik M andailing yang dalam perkembangannya menjadi suatu etnik yang berbeda secara

budaya dan adat dengan beberapa kelompok etnik masyarakat disekitarnya. M engenai hal tersebut Koentjaraningrat menyampaikan “Kesatuan Kebuadayaan” bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya, melainkan oleh warga kebuadayaan bersangkutan itu sendiri. Seperti contoh kebudayaan Sunda yang memiliki kebudayaan tersendiri yang berbeda dengan kebudayaan Jawa, atau Banten, ataupun dengan Bali, bukan karena ada peneliti- peneliti luar yang telah menentukan kebudayaan Sunda itu sendiri, tetapi karena orang-orang Sunda sendiri sadar bahwa diantara mereka ada keberagaman mengenai kebudayaan mereka, sehingga membuat kebudayaan Sunda memiliki kepribadian dan identitas khusus yang

berbeda dengan kebudayaan tetangga-tetangganya 8 .

6 Asimilasi adalah proses sosial yang timbul dari beberapa golongan -golongan manusi dengan latar

belakang k ebuday aan y ang b erbed a-bed a s aling berg aul langsung secara intensi f unutk waktu y ang lama sehingga kebud ayaan golongan-golongan tadi masing-masing b erubah si fat khasny a sehingh a lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru (bud aya campuran)

7 Letak Geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataanya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan deng an posisi daerah lain. Let ak geog rafis ditentuk an pula oleh segi astronomi,

geologis, fisiografis, dan sosial budaya. 8 Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antripologi 1979:264

2.2 Masyarakat Pesisir di Kecamatan Sibolga Kota

Kota Siboga merupakan daerah Otonomi Tingkat II yang dipimpin oleh seorang Walikota. Pada Tahun 2002 berdasarkan SK Walikota Sibolga, Kota Sibolga dibagi menjadi

4 kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Sibolga Utara

2. Kecamatan Sibolga Kota

3. Kecamatan Sibolga Selatan, dan

4. Kecamatan Sibolga Sambas Sesuai dengan lokasi penelitian yang dietapkan oleh penuli, maka Kecamatan Sibolga

Kota adalah lokasi yang tepat, karena hamper semua masyarakat yang tinggal di Kecamatan Sibolga Kota ini adalah orang-orang Pesisir dan masih memakai Kesenian Sikambang dalam acara-acara mereka terutama acara adat perkawinan, walaupun tidak semua dikarena biaya nya yang cukup mahal.

2.2.1 Mata Pencaharian.

M asyarakat Suku Pesisir sebagai penduduk asli dikawasan Pesisir Pantai Barat Sumatera Utara mempunyai mata pencaharian sebagai Nelayan, Petani, Pedagang, Pegawai Negeri, ABRI, Buruh, Pengerajin, Penarik becak, dan lain-lain.

Sesuai dengan alam pantai, tentunya sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan. Namun perlu kita ketahui bahwa dulunya masyarakat sibolga juga memiliki karya seni kerajinan tenun Kain Pelekat dan Selendang M aduara serta Kendang- Kendang Suji M alako yang sampai sekarang masih dikenal walaupun tidak seperti dahulu kala, karena Selendang M aduara merupakan suatu kebanggaan dan tradisi yang telah diadatkan apabila pengantin baru wanita (Anak Daro) berkunjung kerumah mertuanya maka pengantin wanita tesebut akan memakai Selendang M aduara. Kendang-kendang Suji M alako Sesuai dengan alam pantai, tentunya sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan. Namun perlu kita ketahui bahwa dulunya masyarakat sibolga juga memiliki karya seni kerajinan tenun Kain Pelekat dan Selendang M aduara serta Kendang- Kendang Suji M alako yang sampai sekarang masih dikenal walaupun tidak seperti dahulu kala, karena Selendang M aduara merupakan suatu kebanggaan dan tradisi yang telah diadatkan apabila pengantin baru wanita (Anak Daro) berkunjung kerumah mertuanya maka pengantin wanita tesebut akan memakai Selendang M aduara. Kendang-kendang Suji M alako

Brerikut merupakan beberapa jenis nelayan serta cara menangkap ikan :

a. Nelayan Pamukek Nelayan Pamukek adalah nelayan yang menggunakan pukat atau jaring untuk menangkap ikan dilaut, yang digerakkan oleh mesin maupun tenaga manusia untuk menarik jaring dan mengangkat ikan tangkapannya.

b. Nelayan Penjaring Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dilaut dengan mempergunakan jaring yang digerakkan oleh mesin dan tenaga manusia bersama-sama baik ditengah laut maupun ditepi pantai.

c. Pukek Tapi Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dengan pukat ditepi pantai dengan mempergunakan tenaga manusia yang ditarik dari kejauhan 1 km dari pantai bersama- sama dan biasanya para Nelayan Pamuge akan membeli ikan yang telah siap dipasarkan kepada masyarakat ditempat penangkapan ikan.

d. Nelayan Pamuge Nelayan pamuge adalah nelayan yang pekerjaannya membeli ikan dari nelayan ditengan laut, dari para nelayan penjaring atau nelayan yang menangkap ikan ditengah laut.

e. Nelayan Paralong-alaong/Parlanja Nelayan Paralong-along dan Parlanja adalah nelayan yang pekerjaannya membeli ikan dari para Nelayan Pamuge ditepi pantai dan para nelayan paralong-along/parlanja menjajakan ikan kepada masyarakat dalam kampong.

f. Nelayan Panjamu Nelayan Panjamu adalah nelayan yang pekerjaannya hanya menjemur ikan yang telah dibelinya dari nelayan penjaring dan kemudian setelah ikan kering maka akan dijual kepada nelayan pagudang (orang yang membeli ikan yang sudah kering untuk dipasarkan kedaerah lain).

g. Nelayan Pagudang Nelayan Pagudang adalah nelayan yang pekerjaannya sebagai pembeli ikan yang sudah dijemur oleh nelayan panjamu untuk dikumpulkan ditempat pergudangannya dan dijual kepada para pedagang ikan dari luar kota sibolga.

2.2.2 Sistem Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan keinginan dan maksud seseorang kepada orang lain dengan berbagai cara dan lambang, antara lain dengan tulisan, lisan, isyarat dan gerakan yang seusaha mungkin dimengerti orang lain.

Bahasa pesisir merupakan bahasa yang dipakai masyarakat pesisir Sibolga dalam berinteraksi antara sesamanya, bahasa pesisir merupakan percampuran bahasa dari daerah lain diluar daerah pesisir Sibolga, seperti bahasa M inang dan Batak walaupun bahasa Pesisir mempunyai persamaan kalimat dengan daerah lain, namun fungsi dan penempatannya sangat berbeda menurut artinya misalnya perkataan :

 Kau kata ini hanya digunakan sebagai kata panggilan bagi orang yang berkelamin perempuan dan tidak berlaku untuk laki-laki.

 Ang khusus dipakai untuk panggilan kepada laki-laki.  Ta’uti khusus kepada kakak ipar.  Ta’ajo khusus kepada abang ipar.  Uci sebutan untuk Nenek.

 Angku sebutan untuk kakek.  Aya merupakan panggilan kepada Ayah kandung.  Umak merupakan panggilan kepada Ibu kandung.  Ambo dalam bahasa pesisir Sibolga dipakai kata yang menyatakan Saya atau Aku.  Munak untuk menyatakan orang kedua dan orang ketiga tunggal.

Bahasa pesisir Sibolga sendiri terdapat beberapa kosa kata yang digunakan untuk menyatakan waktu seperti kata Nanti atau Besok didalam bahasa pesisir Sibolga kata tersebut dinyatakan melalui kata be’ko sebagai kata menyatakan Nanti dan kata Barisuk untuk menyatakan Besok, kata Kapatang dalam bahasa pesisir kata ini digunakan untuk menyatakan Kemarin dan kata Sabanta yang memiliki arti Sebentar.

Sedangkan untuk menyatakan suatu bentuk dalam bahasa p esisir Sibolga menggunakan kata-kata seperti kata Kepeng untuk menyatakan uang, kata ini meliliki persamaan dengan kata hepeng dalam bahasa Batak. Kata lain yang sering digunakan adalah kata Gadang untuk menyatakan Besar dan kata Ketek untuk menyatakan Kecil, dimana dalam hal ini kata Gadang dan Ketek ini juga digunakan oleh masyarakat M inang untuk menyatakan Ruang dan Bentuk.

Selanjutnya dalam bahasa pesisir Sibolga terdapat beberapa kata yang dipakai untuk menyatakan Parange 9 , seperti kata Jahek dan Songe untuk menyatakan sifat jahat dan Songe

= rupa yang buruk, kata Rancak untuk menyatakan rupa yang Cantik. Dalam keberadaannya bahasa pesisir ini lebih dominan dipakai oleh masyarakat Sibolga yang berdomisili didaerah Sibolga bagian selatan, bagian utara, dan sibolga sambas dimana didaerah tersebut masyarakatnya mayoritas adalah masyarakat dengan mata pencaharian nelayan, yang mana dalam besosialisasinya sehari-hari selalu menggunakan bahasa pesisir ini.

9 Dalam bahasa Sibolga kata Parange meiliki arti kata sebagai Sifat

Beberapa kalimat dalam bahasa Pesisir :

1. Kamarin ambo ala pai karuma Ta’uti nandak manyalasekan utang piutang kitotu, tapi katonyo diamisuk sajola karano inyo nandak pai pulo ka siboga.

2. Ala dikecekkan Uci kadimunak, jangan bamain juo disanjo barebuktu baiko tasapo, tapi munak indak picayo, kiniko rasaila.

Artinya :

1. Kemarin saya sudah pergi kerumah kakak ipar untuk menyelesaikan hutang piutang kita, tapi katanya dua hari lagilah karena dia mau pergi ke Sibolga.

2. Sudah dikatakan Nenek kepada kalian, jangan bermain juga diwaktu senja menjelang M agrib, nanti kalian keteguran, tapi kalian tidak percaya, sekarang rasakanlah.

2.2.3 Sisten Religi

Selain dari keberagaman etnis, kota Sibolga juga meiliki keberagaman agama yang dianut masyarakatnya, berdasarkan sensus yang diadakan oleh biro pusat statistik kota Sibolga untuk laporan tahun 2008, mayoritas penduduk Sibolga beragama Islam yang mencapai 47.763 jiwa atau sekitar 58,46 % dari total penduduk Sibolga, dan agama Kristen Protestan sekitar 26.436 jiwa atau sekitar 32,36%, Budha 3000 jiwa, Hindu 115 jiwa dan

penganut agama kepercayaan sekitar 0,1% 10 .

10 Sumber bps sibolga http//sumutbps.go.id.sibolga

Sekitar tahun 1858 masyarakat Kuria Sibolga masih menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang, sedangkan orang-orang yang tinggal dipulau-pulau sekitar Teluk Tapian Nauli sudah beragama Islam, yang masuk melalui pantai Barus orang-orang yang tinggal dikepulauan sekitar Teluk Tapian Nauli menyebut orang-orang yang tinggal di Kuria Sibolga dengan sebutan “orang Topi” (orang-orang daratan yang masih parbegu). Setelah tahun 1860 orang-orang yang ada di Kuria Sibolga mulai memeluk A gama Islam dan mengikat perkawinan dengan keluarga Datuk Pasar (Datuk yang mengepalai pulau-pulau kecil disekitar teluk Tapian Nauli) dan mulai mempergunakan adat Sumando.

2.2.4 Kesenian

Seni budaya zaman dahulu seperti Tari, Nyanyi, Pantun Rande dan Talibun maupun Teater, Puisi, Seni Bela diri, Pencak Silat dan lain-lain di Sibolga Tapanuli Tengah Pesisir Pantai Barat Sumatera Utara merupakan gayung bersambut dengan menunjukkan kepribadian dari masyarakat Etnis Pesisir yang mempunyai perasaan halus. Kesenian pesisir Sibolga Tapanuli Tengah dikenal dengan nama SIKAM BANG yang mempunyai ciri khas tersendiri naik dalam bentuk alat music, irama, maupun lirik lagunya.

Gbr. Kesenian Sikambang

Kesenian Sikambang pada umumnya ditampilkan dalam upacara-upacara adat di masyarakat pesisir Sibolga yang dimainkan oleh anak Alek 11 . Salah satu upacara adat yang

sering di jadikan sarana pertunjukan kesenian Sikambang adalah upacara pernikahan. Dimana dalam Sikambang itu sendiri dalam setiap penyajiannya selalu diiringi Nyanyian.

Beberapa Tarian Tradisional masyarakat Pesisir dalam hal ini Tarian dan Nyanyian yang diiringi dengan beberapa instrument alat musik itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dari penggabungan tersebut menjadikan kesenian Sikambang ini menjadi kesenian utama masyarakat Pesisir Sibolga. Disamping kesenian lainnya yang meiliki bentuk dan ciri tersendiri yang juga menjadi warna kesenian masyarakat Pesisir Sibolga seperti kesenian Talibun dan Pantun.

Dalam masyarakat Pesisir Sibolga terdapat ragam bentuk dan jenis tari yang biasa dipertunjukkan dalam acara-acara adat di masyarakat Pesisir Sibolga seperti acara adat pernikahan dan acara adat lainnya. Berikut ini merupakan jenis tari-tarian yang ada pada masyarakat Pesisir Sibolga :

1. Tari Saputangan yang diiringi dengan lagu Kapri

2. Tari Payung atau Tari Lagu Pulo Pinang, dimana dalam tari ini para penari menggunakan payung.

3. Tari Selendang diiringi dengan Lagu Duo, tari ini dimainkan oleh sepasang pria dan wanita.

4. Tari Pedang yang diiringi Lagu Sikambang Botan.

5. Tari Kipas, tari ini diiringi dengan Lagu Perak-perak.

6. Tari Pahlawan tari yang diiringi dengan Lagu Simati dibunuh.

7. Tari Adok atau Tari Kain yang diiringi dengan Lagu Adok.

8. Tari Anak yang diiringi Lagu Sikambang.

Alek merupak an sebutan unutk pem ain musik dan penari sikambang didal am acara adat pernikahan 11 (wawancara deng an bapak Fahruddin Sinaga)

M usik pada masyarakat Pesisir Sibolga secara umum adalah Sikambang, dimana Sikambang tersebut merupakan kesenian yang bagian pokoknya terdiri dari tari dan musik yang dalam perkembangannya tidak terlepas dari kelompok masyarakat laut/nelayan. Dimana dari beberapa informasi melalui buku maupun wawancara mengenai keberadaan musik Sikambang dalam hal ini awal munculnya Sikambang secara vocal berawal dari berlayarnya seorang pelaut yang melantunkan syair-syair pantun dengan memukul-mukul papan perahunya sebagai alat musiknya dan disini mulai dikenal dengan Sikambang secara vocal dan selanjutnya dikembangkan oleh masyarkat nelayan yang sudah mengenal nyanyian Sikambang tersebut sehingga dalam perkembangan selanjutnya Sikambang menjadi salah satu kesenian di masyarakat Pesisir Sibolga.

Dalam sejarahnya awal Sikambang T.Luckman Sinar dan kawan-kawan menggambarkan Sikambang berawal dari nama seorang pemuda yang merupakan nahkoda dari puteri Runduk yang berlayar daro Lobu Tua ke Pulau M ursala (Tapanuli tengah). Dalam pelayarannya pemuda tersebut selalu melantunkan syair-syair sambil memukul-mukul papan didinding perahunya, berikut merupakan syair yang dilantunkan pemuda tersebut “pulo

banamo haram dewa tampek malape laying-layang, biar diancam samo sewa jangan

diputus kasih sayang”,yang selanjutnya dikenal sebagai Sikambang yang dinyanyikan secara vokal.

Dalam Sikambang sendiri lagu yang menjadi lagu pokok adalah lagu sebagai berikut, Lagu Duo, Lagu Pulo Pinang, Lagu Perak-perak, Lagu Adok, Lagu Simati Dibunuh, Lagu Sikambang Botan, dan Lagu Kapri atau yang dikenal dengan (Sikambang Lawik). Sikambang Lawik ini merupakan repertoar yang paling tua dimana keberadaaanyapada awalnya merupakan salah satu syair yang biasa dinyanyikan oleh seorang dukun untuk mengendalikan angin agar tidak terjadi badai saaat berada di tengah lautan.

Alat M usik Pesisir terdiri dari :