ALAH BISA KARENA BIASA

ALAH BISA KARENA BIASA

Waktu panen tiba, adalah saat yang paling ditunggu-tunggu oleh para petani. Pada saat-saat seperti ini, biasanya kami menghidangkan makanan yang paling istimewa untuk dimakan di tengah ladang bersama anak-anak, dan para pekerja pertanian lainnya. Salah satu menu hidangannya adalah singkong bakar kami yang rasa lezatnya yang khas itu tidak akan mungkin pernah terlupakan.

Benar, singkong bakar kami itu sangat khas, karena ketika kami hendak membakarnya, kami baru saja mencabutnya dari dalam tanah. Sama seperti ketika Anda membakar ikan yang baru Anda tangkap dari laut. Fresh from the oven , begitu. Itulah yang menyebabkan rasa singkong bakar kami sangat lezat dan empuk. Dan saya, tidak pernah membiarkan diri kehilangan kesempatan untuk turut membolak-balikkan singkong itu di dalam bara api yang tengah memerah. Pada suatu ketika, tangan saya secara tidak sengaja menyentuh bara api pembakaran singkong. Karena itu, serta merta saya berteriak. Menarik tangan saya dengan cepat dan menjauhi bara api itu. Ha!! Untung saja segera ditarik. Kalau tidak, tangan saya bisa menjadi singkong bakar!

Pernahkan tangan Anda mengalami hal yang sama? Kalau iya, apakah Anda memerintahkan tangan itu untuk menjauh? Tidak ya? Tidak, karena peristiwa itu terjadi begitu saja. Anda tidak harus memerintahkannya, dan Anda juga tidak perlu meluangkan waktu khusus untuk mempelajari teknik menghindari panas itu. Karena kemampuan untuk menarik tangan dari sumber panas itu, sudah Anda miliki dengan sendirinya. Kemampuan itu, mengalir begitu saja. Dan karena kemampuan itu sudah sama-sama kita miliki sejak lahir, maka kemudian kita menyebutnya sebagai innate reflex.

Saya yakin, Anda pernah mendengar kisah tentang Pavlov. Pada tahun 1903, Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936), seorang ahli fisiologi sistem pencernaan berkebangsaan Russia mempublikasikan temuannya yang menarik. Pavlov mempelajari proses fisiologi pencernaan pada mahluk hidup dengan menggunakan anjing sebagai media percobaan. Nah, melalui percobaannya itu, akhirnya dia menemukan adanya kaitan yang erat antara keluarnya air liur dengan refleks bawah sadar sistem syaraf pada anjing itu.

Tanpa keluarnya air liur, lambung tidak dapat memperoleh sinyal yang memerintahkannya untuk mulai mencerna. Dan ternyata, keluarnya air liur pada anjing itu dapat distimulasi dengan cara memberinya makanan. Selanjutnya, rasa penasaran mendorong Pavlov untuk mencari tahu tentang faktor eksternal apa saja yang dapat merangsang proses ini. Karena itu, dia mulai melakukan percobaan kepada anjingnya dengan cara membunyikan bel tepat ketika dia memberikan makanan percobaan padanya.

Pada saat awal percobaan itu dilakukan, anjingnya hanya mengeluarkan air liur ketika melihat makanan saja. Namun, setelah percobaan itu berlangsung beberapa lama, anjing itu mengeluarkan liurnya juga ketika bel dibunyikan Pada saat awal percobaan itu dilakukan, anjingnya hanya mengeluarkan air liur ketika melihat makanan saja. Namun, setelah percobaan itu berlangsung beberapa lama, anjing itu mengeluarkan liurnya juga ketika bel dibunyikan

Ketika tangan saya menyentuh bara api, secara refleks tangan itu ditarik. Dan ketika anjing percobaan Pavlov mendengar bunyi bel, maka secara refleks air liurnya bercucuran tanpa berhasil dibendung lagi. Pertanyaannya: apa yang membedakan antara refleks menarik tangan dari bara api yang panas tadi, dengan refleks keluarnya air liur pada anjing ketika mendengarkan bunyi bel?

Anda benar. Yang membedakannya adalah: refleks menarik tangan merupakan kemampuan yang sudah dimiliki sejak kita lahir. Sedangkan refleks keluarnya air liur pada anjing percobaan Pavlov terjadi setelah dia „dikondisikan‟ dengan perlakuan tertentu secara berulang-ulang. Anjing yang semula tidak mengeluarkan air liur kalau mendengar bunyi bel, kemudian secara refleks mengeluarkan air liur ketika bel berbunyi.

Itulah kenapa kemudian Pavlov menamakannya sebagai conditioned reflex. Refleks yang terjadi karena suatu proses pengkondisian. Sedangkan refleks menarik tangan dari bara api tadi, adalah refleks yang sudah kita bawa sejak lahir. Innate reflex. Karena itu, kita tidak perlu lagi untuk bersusah payah mempelajarinya.

Tentu saja Anda masih ingat pepatah lama yang satu ini:

Alah bisa karena biasa

Dalam konteks itulah makna conditioned reflex. Mungkin saat ini Anda tidak bisa bangun pagi, misalnya. Tetapi kalau Anda mengkondisikan diri untuk bangun pagi, maka secara refleks Anda akan bangun pagi-pagi sekali. Setiap hari. Kalau sekarang Anda tidak bisa „melakukan sesuatu‟, maka Anda akan menjadi bisa dan dengan mudah melakukannya jika Anda mengkondisikan diri secara terus-menerus untuk melakukannya. Mengkondisikan diri berarti melakukannya dengan berulang-ulang secara sadar. Dan kemudian, pada akhirnya Anda akan mampu melakukannya secara refleks, meskipun Anda tidak memusatkan kontrol kesadaran Anda kepada aktivitas itu. Alah bisa karena biasa .

Sekarang coba Anda pikirkan: Apa yang akan terjadi jika setiap kali Anda mendapatkan kesulitan, Anda mengeluh? Coba saja Anda buktikan sendiri. Setiap kali kesulitan muncul, mengeluhlah! Ada kesulitan, mengeluh! Ada kesulitan, mengeluh! Ada kesulitan, mengeluh! Ada kesulitan, mengeluh!

Dan, setelah hal itu menjadi kebiasaan Anda, maka setiap kali Anda menghadapi sesuatu, sekalipun itu bukan sebuah kesulitan, maka, pasti Anda akan langsung m-e-n-g-e-l-u-h !

Coba Anda perhatikan, kalau-kalau ada orang di kantor Anda yang setiap tanggal tertentu selalu tidak masuk kerja, karena sakit. Kalau Anda mencermatinya dengan baik, Anda akan menemukan bahwa orang itu memiliki pola sakit yang sama. Misalnya, setiap tanggal satu, pasti dia sakit. Pada Coba Anda perhatikan, kalau-kalau ada orang di kantor Anda yang setiap tanggal tertentu selalu tidak masuk kerja, karena sakit. Kalau Anda mencermatinya dengan baik, Anda akan menemukan bahwa orang itu memiliki pola sakit yang sama. Misalnya, setiap tanggal satu, pasti dia sakit. Pada

Tahukah Anda, bahwa hukum Pavlov berlaku disini? Kalau kita mengkondisikan diri kita sendiri untuk sesuatu yang negatif, maka kita akan mewarisi refleks negatif. Artinya, kalau kita ingin memiliki refleks positif, dari cara berpikir kita, atau cara bertindak kita, atau cara kita menghadapi situasi tertentu. Maka kita harus mengkondisikan atau membiasakan diri dengan hal- hal yang positif. Ingatlah, conditioned reflex dibangun oleh kebiasaan. Dan seperti kata pepatah tadi, kebiasaan akan menjadikan kita bisa melakukan apa saja dengan sangat mudah.

Bagaimana cara membangun sebuah kebiasaan yang baik? Kita bisa membangunnya dengan melakukannya secara berulang-ulang. Mengkondisikan agar diri kita menjadi terbiasa dengan hal itu. Dan ini berarti bahwa kita bisa mengadopsi keterampilan atau prilaku apapun dengan melakukan pengkondisian dan pengulangan secara terus-menerus. Sebab kita hanya akan menjadi terampil dalam satu bidang tertentu, jika mengulanginya secara sadar, dan terus-menerus.

Kalau kita ingin bisa datang ke kantor pagi-pagi, maka tiada cara lain selain mulai untuk bangun lebih pagi. Dan berangkat ke kantor lebih pagi. Dan melakukan hal itu secara terus-menerus. Pada awalnya, tentu saja tidak akan mudah bagi kita. Namun, kita harus mulai mengkondisikan diri dengan aktivitas baru itu. Dengan pengulangan dan konsistensi kita, tak lama kemudian, kita akan mampu mengadopsi kebiasaan baru itu. Dan kita akan mampu untuk melakukannya „begitu saja‟.

Sebagai kesimpulannya, kita bisa mengatakan bahwa : KITA MEMILIKI KEMAMPUAN untuk mengadopsi kebiasaan apapun yang kita inginkan, dengan cara mengkondisikan diri untuk melakukannya. Kalau Anda ingin memperkaya citra diri Anda dengan kebiasaan yang buruk, maka tinggal Anda kondisikan saja untuk melakukan hal-hal yang buruk itu. Tetapi, bila kebiasaan yang baik sajalah yang Anda ingin jadikan sebagai perhiasan dari karakter diri Anda, maka…….., Anda sudah mengetahui apa yang seharusnya Anda lakukan bukan ?

Dokumen yang terkait

FOSFAT ALAM SEBAGAI SUMBER PUPUK FOSFAT TANAMAN CABAI MERAH PADA JENIS TANAH PODSOLIK JASINGA As A Source of Natural Phosphate Fertilizer Phosphate Plant Type on Land Chili Podzolic Jasinga

0 0 13

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TERHADAP PRESTASI BELAJAR DI SALAH SATU PROGRAM DIPLOMA KEBIDANAN

0 0 11

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TANYA JAWAB MATA PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS III SDN 03 KOTA BIMA TAHUN 2017/2018

0 1 5

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII K PADA MATA PELAJARAN YANG DIUJIAN NASIONALKAN MELALUAI LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DENGAN TEKNIK CERDAS CERMAT DI SMPN 1 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2016-2017

0 0 10

UPAYA PENINGKATAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PEREKAYASAAN SISTEM AUDIO MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI KELAS X1 TEKNIK AUDIO VIDEO SEMESTER GENAP SMK NEGERI 3 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2016/2017

0 1 13

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKN POKOK BAHASAN RUMAH SEHAT PADA SISWA KELAS V SEMESTER I SDN TIMUK GAWAH DENGAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN TAHUN PELAJARAN 20162017 RAKNAH NIP. 196612311988092008 SD NEGERI TIMUK GAWAH Abstrak; Penelitian ini dilatarbelakang

0 1 12

MENINGKATKAN PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR IPA ENERGI GERAK MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA KELAS V TAHUN PELAJARAN 20162017 SDN BRINGINBENDO 2 KABUPATEN SIDOARJO

0 1 8

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI UNTUK MEMAHAMI PERAN INDONESIA DALAM LINGKUNGAN NEGARA DI ASIA TENGGARA PADA SISWA KELAS VI SDN BANJAREJO K0TA MADIUN

0 0 7

PENGARUH OUTDOOR LEARNING PADA MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

2 1 7

KORELASI KETERAMPILAN ARGUMENTASI DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA KRISTEN SATYA WACANA PADA MATERI GENETIKA DENGAN MODEL ABSI

1 0 12