tuberkulum artikularis pada bagian atas. Di bagian bawah melekat ke kolum mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan kelenjar parotis dan kulit di sebelah
lateral.
8,11
Ligamen sphenomandibula bentuknya tipis dan pipih, melekat ke spina angularis os sphenoidalis pada bagian atas, melekat di bagian bawah sebelah lingual
dari foramen mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan muskulus pterigoideus eksternus di bagian atas, di bagian bawah dengan arteri dan vena alveolaris inferior,
lobus kelenjar parotis dan ramus mandibula.
8,11
Ligamen stilomandibula bentuknya bulat dan panjang. Ligamen ini melekat ke prosesus stiloideus os temporalis di bagian atas. Di bagian bawah melekat ke
angulus mandibula dan margo posterior dari ramus mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan muskulus masseter dan kelenjar parotis pada bagian lateral.
8,11
Gambar 2. Ligamen sendi temporomandibula Ballaji SM. Textbook oral maxillofacial surgery. New Delhi : Elsevier, 2007 : 428
2.1.4 Selaput Sinovial
Universitas Sumatera Utara
Di bagian dalam dari kapsula artikularis melekat suatu selaput yang tipis yang disebut selaput sinovial. Selaput ini mengeluarkan cairan sendi yang disebut dengan
sinovia. Selaput ini tidak membungkus meniskus. Cairan sendi ini bekerja sebagai minyak sendi yang memungkinkan meniskus dan prosesus kondiloideus bergerak
dengan halus.
9
2.1.5 Diskus Artikularis Meniskus
Rongga sendi terbagi menjadi 2 bagian yaitu rongga sendi bagian atas dan rongga sendi bagian bawah oleh tulang yang berbentuk gepeng yang disebut dengan
diskus artikularis atau meniskus. Meniskus ini mempunyai permukaan yang cekung di bagian bawah dan pada bagian atas berbentuk sebagian cekung dan sebagian lagi
cembung konveks-konkaf. Bentuk meniskus yang demikian ini sesuai dengan keperluannya yaitu mengisi ruangan sendi yang terdapat antara permukaan prosesus
kondiloideus dan fosa glenoidalis. Permukaan bawah yang cekung sesuai dengan permukaan prosesus kondiloideus sedang permukaan atas yang cembung-cekung tadi
sesuai dengan permukaan dari fosa glenoidalis.
9
Diskus tersusun atas 3 bagian, yaitu pita posterior dengan ketebalan sekitar 3 mm, zona intermedial yang tipis dan pita anterior dengan ketebalan sekitar 2 mm.
Bagian paling tipis terdapat pada tengah dan menebal pada bagian tepi, sementara tonjolan besar terdapat pada perlekatan posterior, yaitu zona bilaminar. Zona
bilaminar ini sangat menonjol karena terdiri dari 2 lapisan serabut yang dipisahkan oleh jaringan ikat renggang alveolar, yaitu bagian superior terbentuk terutama dari
serabut elastik dan bagian inferior terutama terbentuk oleh jaringan fibrous. Jaringan
Universitas Sumatera Utara
pelekat bagian posterior mendapat banyak persyarafan dari nervus aurikulotemporalis. Pada bagian anterior diskus bersambung dengan fasial pterigoid
eksternus dan kapsul sendi. Di sebelah posterior-anterior terhadap prosesus kondiloideus dan anterior dari zona bilaminar. Diskus banyak mengandung pembuluh
darah sehingga disebut tonjolan pembuluh darah vascular knee.
1,2,8
Diskus artikularis terdiri dari sel-sel fibroblast, sel tulang rawan dan kondrosit. Diskus ini dapat menahan tekanan yang mengenai sendi, tanpa mengurangi
kelenturannya.
9
2.2 Pergerakan normal sendi temporomandibula
Sendi temporomandibula merupakan sendi yang kompleks. Pergerakan normal dari sendi ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu gerak rotasi dan gerak translasi
atau meluncur.
11
1. Gerak rotasi
Yaitu gerakan mengelilingi rongga inferior ruang di antara kondilus dan diskus artikularis yang terjadi antara diskus artikularis terhadap permukaan artikulasi
prosesus kondiloideus sehingga diskus bergerak sedikit ke posterior, kondilus ke anterior, m. pterigoideus lateral inferior dan m. pterigoideus lateral superior
berkontraksi. 2.
Gerak Translasi meluncur Yaitu gerakan yang kompleks dari prosesus kondiloideus dan diskus
artikularis terhadap permukaan fosa glenoidalis. Gerak translasi terjadi di dalam rongga superior sendi antara permukaan atas diskus artikularis dan permukaan fosa
Universitas Sumatera Utara
glenoidalis sehingga diskus beserta kondilus bergerak ke anterior mengikuti guiding line sampai ke eminensia artikularis. Semua otot dalam keadaan kontraksi. Diskus
artikularis berperan sebagai tulang yang tidak terkalsifikasi pada kedua gerakan ini. Gerak sendi pada individu dewasa yang normal mempunyai kisaran 20 – 25 mm
antara gigi geligi anterior atas dan bawah. Bila dikombinasikan dengan gerak meluncur kisaran gerak membuka mulut yang normal akan meningkat menjadi 35 –
55 mm.
1,11
Gambar 2
BAB 3
Gambar 3. Pergerakan normal sendi temporomandibula pada saat membuka dan menutup mulut .http:iris.nyit.edu~hmakofskhep.pdf 13 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
GANGGUAN PERGERAKAN SENDI TEMPOROMANDIBULA
Gangguan sendi temporomandibula dikenal sebagai penyebab utama nyeri nondental pada daerah orofasial dan dianggap sebagai subklasifikasi dari kelainan
muskoskeletal. Gejala yang paling sering dijumpai berupa rasa nyeri di daerah depan telinga atau pada sendi temporomandibula. Rasa nyeri biasanya bertambah hebat pada
saat mengunyah atau gerakan rahang lainnya. Penyakit ini sering dijumpai pada sebagian besar orang dewasa, mereka melaporkan adanya satu atau lebih tanda-tanda
gangguan pada daerah sendi temporomandibula, keluhan pasien berupa sakit pada rahang, telinga, kepala dan nyeri wajah.
12
Gangguan sendi temporomandibula merupakan gangguan fungsi dari sendi rahang yang timbul akibat adanya kelainan struktural dalam sistem persendian yaitu
berupa gangguan pertumbuhan atau perkembangan dan trauma. Gangguan pergerakan sendi temporomandibula dibagi menjadi 2 yaitu, hipomobiliti dan hipermobiliti,
dimana pada hipomobiliti seseorang memiliki keterbatasan dalam membuka mulutnya sedangkan hipermobiliti seseorang memiliki kemampuan membuka mulut
secara berlebihan sehingga dapat terjadi dislokasi sendi temporomandibula yang menyebabkan tidak dapat menutup mulutnya.
5
3.1 Hipomobiliti 3.1.1 Definisi
Universitas Sumatera Utara
Hipomobiliti adalah suatu kondisi dimana pasien tidak memiliki rentang gerak
normal pada sendi temporomandibula. Pasien yang menderita kondisi ini akan merasa nyeri ketika melakukan gerakan-gerakan fungsional dari mandibula. Gerakan
fungsional yang dipengaruhi oleh hipomobiliti antara lain, mengunyah makanan, membuka mulut untuk memasukkan makanan, berbicara dan menguap.
4
3.1.2 Klasifikasi, etiologi dan gejala klinis
Klasifikasi yang digunakan untuk menjelaskan hipomobiliti sendi temporomandibula seperti tercantum dalam guidelines of the American Academy of
Orofacial Pain, Hipomobiliti dibagi menjadi 3 yaitu, Trismus, Postradiation therapy fibrosis, dan ankilosis.
10
a. Trismus Didefinisikan sebagai suatu kontraksi tonik dari otot mastikasi. Dahulu istilah
trismus digunakan untuk menggambarkan gejala klinis dari tetanus, yaitu lock jaw atau rahang yang terkunci, yang merupakan suatu gejala klinis yang disebabkan oleh
toksin tetanus terhadap kontraksi otot mastikasi atau pengunyah. Saat ini istilah trismus digunakan untuk menggambarkan setiap bentuk keterbatasan dalam
membuka mulut secara normal dan disertai rasa sakit dan kliking sebagai salah satu gejala pada sendi temporomandibula , termasuk di dalamnya akibat dari trauma,
pembedahan dan radiasi. Keterbatasan dalam membuka mulut ini atau trismus dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan, termasuk di dalamnya kekurangan zat-zat
nutrisi akibat gangguan mengunyah makanan, gangguan dalam berbicara, dan
Universitas Sumatera Utara
pengaruhnya terhadap kesehatan mulut dan gigi. Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup si penderita dalam berbagai cara. Komunikasi akan sulit dilakukan jika
seseorang mengalami trismus. Tidak hanya gangguan dalam berbicara akibat mulut tidak bisa terbuka dengan sempurna, tetapi juga terdapat gangguan dalam artikulasi
dan resonansi suara sehingga kualitas suara yang dikeluarkan akan menurun.
5,30
Hambatan dari pegerakan rahang tersebut secara garis besar disebabkan oleh trauma, terapi radiasi, pembedahan dan berbagai gangguan pada sambungan rahang
lainnya. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada otot rahang, kerusakan pada sambungan rahang, pertumbuhan jaringan ikat yang terlalu cepat pembentukan jaringan parut
atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Berdasarkan proses diatas maka etiologi dari trismus dapat dibagi 3 yaitu:
13
1. Faktor eksternal : neoplasma pada rahang, infeksi akut, miositis, penyakit sistemik misalnya skleroderma, pseudoankilosis, luka bakar atau berbagai trauma lainnya yang
mengenai otot-otot rahang. 2. Faktor internal: Ankilosis tulang pada sambungan rahang, ankilosis jaringan ikat
pada sambungan rahang, artristis, infeksi, trauma, mikro trauma termasuk di dalamnya bruksism, gangguan susunan saraf pusat tetanus, lesi pada nervus
trigeminal dan obat-obatan.
3. Faktor iatrogenik, antara lain :
13
a. Pasca odontektomi molar tiga.
Universitas Sumatera Utara
Molar tiga terpendam merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi diantara gigi geligi yang lain. Pengambilan gigi molar tiga bawah impaksi biasanya
dilakukan secara pembedahan odontektomi, yang biasanya dilakukan dengan anestesi lokal. Pasca pengambilan gigi molar tiga terpendam secara odontektomi
antara lain dapat menimbulkan pembengkakan dan trismus. Trismus yang timbul dapat bersifat sementara atau permanen. Trismus bersifat sementara hanya
disebabkan oleh peradangan dan gangguan refleks saraf motorik otot-otot pengunyah, sedangkan trismus yang permanen biasanya karena gangguan pada sendi
temporomandibula.
13
b. Injeksi yang dilakukan saat anestesi. Trismus terjadi sebagai akibat komplikasi anestesi mandibula, pada infiltrasi
dan blok anestesi pada regio posterior rahang atas. Dimana ketiga teknik ini melibatkan penetrasi jarum ke otot-otot mastikasi dan deposisi larutan anestesi ke
jaringan yang banyak vaskularisasinya. Pada ketiga teknik tersebut, dapat terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan hematom yang luas pada fosa infra temporal,
hal ini terjadi bila jarum melewati pleksus vena pterigoideus. Infeksi hematom pada tempat tersebut akan menyebabkan bertambahnya rasa sakit dan terjadinya kerusakan
jaringan yang luas, konsekuensinya adalah hipomobiliti dari sendi temporomandibula.
13
Gambaran klinis dari trismus adalah gangguan dalam membuka mulut. Pada pasien yang menderita kanker hal ini biasanya terjadi akibat radiasi atau pembedahan,
kerusakan pada saraf, atau gabungan dari berbagai faktor. Pada penderita stroke, hal ini terjadi akibat gangguan pada sistem saraf pusat. Gangguan dalam membuka mulut
Universitas Sumatera Utara
sering diiringi dengan gangguan bicara dan menelan dan kombinasi dari gejala tersebut akan menyulitkan penanganan pada penderita. Pada penderita yang
mengalami trismus akibat terapi radiasi, juga sering mengalami xerostomia, mukusitis dan nyeri yang timbul dari luka bakar radiasi. Semua hal tersebut sering
dihubungkan dengan gejala klinis lain yang ditemukan, seperti sakit kepala, nyeri pada rahang, nyeri telinga, ketulian, atau nyeri pada pergerakan rahang. Pada kasus
temporomandibula yang mengalami kekakuan, biasanya sendi tersebut mengalami proses pembentukan jaringan ikat atau ankilosis.
13
b. Postradiation therapy fibrosis Merupakan efek dari terapi radiasi pada pasien untuk pengobatan kanker
leher dan struktur orofaringeal. Pasien dapat mengalami keterbatasan pergerakan mandibula. Terapi yang memiliki jangkauan yang luas, misalnya mobilisasi, dalam
upaya untuk meningkatkan fungsi pengunyahan yang belum berhasil dilakukan. Terapi radiasi pada pasien dengan pengobatan kanker leher dan struktur orofaringeal
dapat menyebabkan fibrosis yang parah dari otot pengunyahan dan leher pada pasien yang tidak dapat menerima perawatan terapi. Akibat dari pembedahan dapat
menyebabkan kejang otot pasca operasi yang membuat mobilisasi menjadi sulit. Jika terapi fisik tidak dilakukan setelah pasien pulang dari rumah sakit, seringkali sudah
terlambat untuk memperoleh efek perbaikan apapun.
14
c. Ankilosis
Universitas Sumatera Utara
Ankilosis sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan jaringan yang terlibat dan perluasannya, menyeluruh atau sebagian. Ankilosis sejati atau pseudoankilosis
ankilosis semu atau ankilosis tulang, ankilosus fibrous atau ankilosis fibroseus.
2,15,16
Berdasarkan jaringan yang terlibat dan perluasannya, ankilosis terbagi atas ankilosis tulang dan ankilosis fibrous.
2,15,16
1. Ankilosis tulang
Adalah penyatuan fusi kepala kondilus dan artikulasi bagian tulang temporal dengan jembatan oseus. Pertumbuhan tulang yang mempengaruhi ankilosis dapat
berbeda-beda konturnya antara pasien yang satu dengan yang lain. Kadang-kadang manifestasi ankilosis dapat hanya berupa pertumbuhan berlebih yang ringan pada
kepala kondilus karena bersatu dengan fosa glenoidalis. Pada beberapa kasus, kepala kondilus dapat mengalami pembesaran dengan tidak terdapatnya kontur normal.
15,16
Gambar 4.amassa ankilosis tulang dengan deformasi kepala kondilus b gambaran CT-scan ankilosis tulang Malik NA. Textbook of oral and
maxillofacial surgery. 2
nd
Ed. 2008:227
Kondisi ini disebabkan oleh proliferasi sel-sel tulang yang mengakibatkan
penyatuan struktur keras sendi temporomandibula, sehingga terjadi immobilisasi sendi temporomandibula secara menyeluruh. Kondisi ini dapat berkembang karena
a b
Universitas Sumatera Utara
infeksi, fraktur atau penyakit inflamasi kronis. Terjadinya insidens ankilosis tulang yang sangat besar disebabkan adanya riwayat penggunaan antibiotik.
15,16
2. Ankilosis Fibrous
Adalah ankilosis yang disebabkan oleh restriksi pergerakan mandibula karena perlekatan fibrous antara kepala kondilus, fosa glenoidalis dan kemungkinan
eminensia artikularis. Kontinuitas meniskus tidak muncul. Ankilosis fibrous dapat mendahului ankilosis tulang dan kombinasi perlekatan fibrous dan tulang antara
kondilus dan fosa glenoidalis dapat terjadi.
15,16
Jaringan fibrous dapat melekatkan kondilus, diskus atau jaringan retrodiskal pada dinding posterior kapsul, fosa atau eminensia artikularis. Beberapa kondisi dapat
menyebabkan ankilosis fibrous. Penyebab yang paling umum adalah hematoma sekunder pada trauma sendi, yang juga bisa terjadi setelah pembedahan atau akibat
dari perluasan sinovitis. Perlekatan dalam sendi dapat juga mengarah pada ankilosis fibrous.
16
Perlekatan dapat disebabkan oleh aktivitas sejumlah sendi sewaktu clenching yang berkepanjangan dan mengakibatkan kelelahan pada sistem lubrikasi atau
pelumas pada permukaan artikular dan menyebabkan kekakuan diskus pada eminensia dalam waktu yang cepat. Pada tahap ini perlekatan dapat dengan mudah
dihilangkan dengan gerakan kondilus. Jika perlekatan dibiarkan matur, maka perlekatan tersebut dapat membentuk pita fibrous yang dapat menyebabkan
permukaan artikular menjadi kaku secara permanen. Meskipun sebagian besar perlekatan berkembang pada kavitas sendi bagian superior antara diskus dan
eminensia, juga terlihat pada kavitas sendi inferior antara diskus dan kondilus.
16
Universitas Sumatera Utara
Etiologi atau penyebab ankilosis adalah multifaktor. Trauma waktu lahir, hematrosis,atrosis supuratif dan fraktur kondilus merupakan beberapa hal yang dapat
menyebabkan ankilosis, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
11,17,18
1. Trauma waktu lahir
2,15,16
Trauma ini dapat menyebabkan terjadinya ankilosis infatil atau disebut juga ankilosis kongenital. Umumnya terjadi pada kasus proses kelahiran yang sulit,
khususnya bila menggunakan alat bantu lahir atau delivery forcep tang lahir. Cedera pada rahang yang disebabkan alat ini seringkali tidak disadari sampai kemudian jika
diperhatikan anak tersebut hanya dapat membuka rahangnya sedikit saja ketika sudah memiliki gigi desidui dan mulai mencoba mengunyah makanan. Ankilosis kongenital
ini mengakibatkan tidak berkembangnya rahang karena pertumbuhan mandibula tergantung pada pusat pertumbuhan kondilus, dimana pada keadaan ini
pertumbuhannya terganggu, sehingga menyebabkan bird face wajah seperti burung, pertumbuhan gigi yang tidak beraturan dan impaksi gigi.
2. Hematrosis
2,15,16
Hematrosis juga merupakan salah satu penyebab ankilosis. Hematrosis biasanya disebabkan oleh fraktur basis kranium yang meluas sampai fosa mandibula
dan bisa juga terjadi karena fraktur intrakapsular.
3. Atrosis supuratif
2,15,16
Universitas Sumatera Utara
Atrosis supuratif dapat berakhir pada ankilosis. Jika atrosis supuratif tersebut disebabkan oleh penyebab lokal, biasanya hanya satu sendi yang terlibat. Hal itu bisa
saja karena infeksi telinga atau mastoiditis ataupun bisa terjadi hematogen. 4.
Fraktur kondilus
2,15
Trauma terlihat sebagai penyebab ankilosis sendi temporomandibula. Ankilosis dapat terjadi terutama karena adanya fraktur multipel pada kepala kondilus
dimana proses penyembuhan bagian tulang yang fraktur mengalami kehancuran. Penyebabnya dapat berupa perdarahan intraartikuler ataupun periartikuler. Ankilosis
berbeda dengan sinatrosis yang terjadi karena obstruksi pada fragmen fraktur. Gejala klinis yang diakibatkan oleh ankilosis sendi temporomandibula dapat
dilihat dari aspek fungsional, estetis dan psikologis yaitu :
23
a Keterbatasan pada pergerakan rahang dan membuka mulut
b Berkurangnya fungsi pengunyahan
c Terhambatnya pertumbuhan wajah
d Gangguan bicara
e Terjadi hipoplasia mandibula sehingga menyebabkan bird face
f Jika ankilosis hanya terjadi pada satu sisi menyebabkan asimetri wajah
g Kesulitan bernafas dan menelan
h Kesulitan untuk menjaga oral higiene sehingga gigi mudah karies
i Gigi berjejal akibat kekurangan ruang erupsi
Universitas Sumatera Utara
a b c
Gambar 5a Gejala yang diakibatkan ankilosis tampak depan 5b tampak samping 5c Terbatasnya pembukaan mulut pada ankilosis sendi temporomandibula Rishiraj B, McFadden LR. Treatment of
temporomandibular joint ankylosis a case report. J can dent Assoc 2001;6711:659-63
3.2 Hipermobiliti 3.2.1 Definisi
Hipermobiliti sendi temporomandibula adalah teregangnya ligamen yang menahan sendi sehingga rahang bergeser seluruhnya ke depan, keluar dari
tempatnya.
26
3.2.2 Klasifikasi, etiologi dan gejala klinis
Klasifikasi yang digunakan untuk menjelaskan hipermobiliti sendi temporomandibula seperti tercantum dalam guidelines of the American Academy of
Orofacial Pain, Hipermobiliti dibagi menjadi 2 yaitu, subluksasi dan dislokasi.
10
Subluksasi dikenal sebagai dislokasi kronis berulang atau dislokasi habitual. Dikatakan sebagai dislokasi kronis berulang karena kondilus dapat bergerak ke
anterior daripada eminensia artikularis sewaktu gerakan membuka dan meluncur, tapi pasien mampu memanipulasi kembali ke posisi normal. Subluksasi dapat terjadi
karena pembukaan mulut yang terlalu ekstrim seperti tertawa dan menguap yang
Universitas Sumatera Utara
terlalu besar, pengunyahan dengan objek yang besar menggigit apel penuh, apabila rahang dibuka secara paksa selama anestesi umum, selama bronkoskopi atau saat
menggunakan mouth gag dengan cara yang salah dan karena pukulan di dagu ketika mulut terbuka lebar.
19
Dislokasi merupakan suatu keadaaan dimana terjadi keluarnya kaput sendi dari ruang sendi. Hal ini dapat terjadi bila kapsul dan ligamentum sendi
temporomandibula cukup longgar sehingga kondilus dapat bergerak ke anterior daripada eminensia artikularis sewaktu gerakan membuka dan meluncur. Kemudian
oleh kontraksi dan spasme otot-otot pembuka dan penutup mulut kondilus terkunci dalam keadaan demikian, pasien tidak dapat menutup mulutnya. Dislokasi dapat
terjadi unilateral dan bilateral dan dapat timbul dengan spontan pada waktu membuka mulut terlalu lebar, misalnya pada saat makan atau menguap.
2,19
Gambar 6. Dislokasi unilateral a gambaran ekstraoral menunjukkan ketidakmampuan menutup mulut disertai deviasi mandibula ke sisi yang terkena dislokasi b gambaran
intraoral menunjukkan deviasi mandibula Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2
nd
Ed. 2008 : 213
a b
Universitas Sumatera Utara
Beberapa etiologi dislokasi :
20
1. Pasien yang mempunyai fosa mandibula yang dangkal serta kondilus yang
tidak berkembang dengan baik. 2.
Anatomi yang abnormal serta kerusakan dari stabilisasi ligamen yang akan mempunyai kecenderungan untuk terjadi kembali rekuren.
3. Reaksi atau faktor psikogenik pasien, misalnya karena membuka mulut
dan tertawa yang terlalu lebar atau terlalu lama serta faktor stres pasien. 4.
Adanya riwayat trauma mandibula, biasanya disertai dengan multiple trauma.
5. Kelemahan kapsuler yang dihubungkan dengan subluksasi kronis.
6. Diskoordinasi otot-otot karena pemakaian obat-obatan atau gangguan
neurologis. Dislokasi kronis rekuren berhubungan dengan kelemahan kapsula dan ligamen
yang diakibatkan oleh penyembuhan yang tidak adekuat dari penyakit degeneratif serta adanya trauma dan disharmoni oklusal, yang akan menyebabkan spasme dari
otot-otot masseter dan pterigoid lateralis. Masalah emosional dan gangguan neurofisiologis adalah faktor lain yang berhubungan.
20
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 PERAWATAN HIPOMOBILITI SENDI TEMPOROMANDIBULA
Diagnosa hipomobiliti sendi temporomandibula tergantung pada etiologi dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis serta ketepatan interpretasi dari
gambaran radiografi.
21
Keluhan utama yang sering dirasakan pasien dengan hipomobiliti sendi temporomandibula berupa rasa nyeri dan keterbatasan dalam
membuka mulut. Pemeriksaan klinis pada pasien hipomobiliti sendi temporomandibula penting dilakukan untuk membantu dalam menentukan teknik
interpretasi pemeriksaan radiografi dan perawatan yang nantinya akan di lakukan. Perawatan hipomobiliti dapat meliputi perawatan secara non-bedah maupun
bedah. Yang termasuk ke dalam perawatan secara non-bedah meliputi terapi fisik, obat-obatan, mekanis dan brisement force, sedangkan perawatan bedah yang dapat
dilakukan antara lain, kondilektomi dan gap arthroplasty.
32,33
Perawatan hipomobiliti sendi temporomandibula ini bertujuan untuk mengembalikan mobilitas sendi dengan
melakukan tindakan pemisahan sendi, sehingga terjadi pembukaan mulut.
15,21-23
4.1 Diagnosa Hipomobiliti
Keluhan yang sering dirasakan oleh penderita hipomobiliti sendi temporomandibula hampir sama dengan keluhan pada gangguan sendi
temporomandibula lainnya, berupa rasa nyeri maupun tidak disertai rasa nyeri, kliking atau bunyi pada sendi kekakuan otot serta keterbatasan dalam membuka
mulut akibat trauma atau fraktur yang menyebabkan penyatuan prosesus
Universitas Sumatera Utara