Analisis Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pemanas Agregat Pada Unit Produksi Campuran Beraspal (AMP)

(1)

ANALISIS PENGGUNAAN BATUBARA

SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PEMANAS AGREGAT PADA UNIT PRODUKSI CAMPURAN BERASPAL (AMP)

(Literature Review)

TUGAS AKHIR

ENNY SUSLANY 050404090

BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

ABSTRAK

Indonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara melimpah.Mengingat harga minyak dunia yang fluktuatif, maka diversifikasi bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif dianggap dapat mengatasi kondisi tersebut. Diversifikasi bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif, yaitu batubara ,tentu telah melalui pengkajian dan pengujian terhadap AMP berbahan bakar batubara.

Pemilihan batubara sebagai bahan bakar untuk pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal, tentu disertai dengan pengkajian kelebihan-kelebihan maupun kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan bahan bakar solar. Batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat memiliki kelebihan yaitu dalam hal harga bahan bakar yang murah dan ketersediaan deposit yang terjamin, namun ternyata batubara juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan. Yang mana hal ini menyebabkan dibutuhkannya peralatan yang memadai guna mengatasi permasalahan yang timbul.

Dari hasil pengerjaan tugas akhir ini, diketahui permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: kelebihan kandungan sulfurdioksida yang dapat menyebabkan hujan asam, penyimpanan batubara yang harus diperhatikan karena mengingat batubara merupakan bahan yang sangat mudah terbakar, abu terbang yang apabila melampaui batas yang telah ditetapkan dan apabila sistem pengumpul debu pada AMP tidak handal atau bermasalah maka akan terdapat sejumlah abu terbang yang akan lolos dan bercampur dengan agregat sehingga menyebabkan filler yang berlebihan yang dapat merusak campuran aspal yang telah ditentukan, partikel batubara yang tidak sesuai dengan persyaratan (100% lolos saringan no.100 dan minimal 80% lolos saringan no.200) dapat bercampur dengan campuran aspal kemudian merusak kinerja campuran aspal, hal ini berkaitan dengan peralatan pulverizer batubara yang juga harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain dapat memecah batubara sesuai dengan yang disyaratkan dan harus terintegrasi, terlindung atap dan tidak terendam air.

Dari segi ekonomi, berdasarkan perhitungan biaya produksi, AMP dengan bahan bakar solar dapat memberikan penjualan per tahun yang lebih besar sehingga memberikan pendapatan yang lebih besar (dengan selisih sebesar Rp. 1.602.329.070) dibandingkan dengan AMP batubara namun dengan harga campuran aspal yang lebih mahal pula dibandingkan dengan batubara


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Analisis Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pemanas Agregat Pada Unit Produksi Campuran Beraspal (AMP)”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng, Sc., selaku Dosen Pembimbing

sekaligus orang tua bagi penulis yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., Bapak Ir. Joni Harianto, Bapak Medis Surbakti, ST.MT., selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah


(4)

memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Ayahanda Drs. Sumadiono, Ibunda Suarsini, S. Pd., adik-adikku Andy Andriyanto dan Siti Aisyah yang selalu mendukung, membimbing, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

7. Abang/ Kakak pegawai Jurusan kak Lince, bg Zul, bg Mail, bg Edi, bg Amin, kak Dina.

8. Teman-teman sipil 05 yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terkhusus untuk Widi Kuntara, Ida, Ina, Nisa, Mumu, Bibi, Edo, Ica, Grace Dame, Rio, Uje, Henny, Tanti, Wida, dan teman-teman lain yang telah memberi dukungan, motovasi dan bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan penulis ucapkan terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Medan, Juni 2011 Hormat Saya


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Umum ... 1

I.2. Latar Belakang ... 3

I.3. Perumusan Masalah ... 4

I.4. Tujuan Penulisan ... 4

I.5. Manfaat Penulisan ... 5

I.6. Ruang Lingkup Penulisan ... 5

I.7. Metodologi Penulisan ... 6

BAB II ASPHALT MIXING PLANT ... 7

II.1. Umum ... 7

II.2. AMP Jenis Takaran ... 11

II.2.1. Bin Dingin ... 14

II.2.2. Pengering (Dryer) ... 18

II.2.3. Pengumpul Debu (Dust Collector) ... 21

II.2.4. Unit Ayakan Panas (Hot Screen Unit) ... 22

II.2.5. Bin Panas (Hot bin) ... 25

II.2.6. Sistem Pemasok Bahan Pengisi... 25

II.2.7. Tangki Aspal ... 26

II.2.8. Timbangan Agregat ... 27

II.2.9. Timbangan Aspal ... 28

II.2.10. Pencampur ... 29

II.2.11. Tenaga Penggerak ... 30

II.2.12. Ruang Pengendali Pengontrol ... 30

BAB III PEMANAS AGREGAT (BURNER) PADA ASPHALT MIXING PLANT (AMP) ... 32

III.1. Tipe Pemanas Agregat (Burner) ... 33

III.1.1.Berdasarkan cara penyemprotan bahan bakar ... 33

III.1.1.1. Pressure Jet Burner ... 33

III.1.1.2. Air/Steam Atomised Burner ... 34

III.1.1.3. Rotary Cup Burner ... 35

III.1.1.4. Low Pressure Air Atomising Burner ... 36

III.1.2.Berdasarkan bahan bakar yang digunakan ... 37

III.1.2.1. Burner berbahan bakar solar ... 37

III.1.2.2. Burner berbahan bakar batubara ... 39

III.2. Persyaratan Bahan dan Peralatan dalam Penggunaan Pemanas Agregat (Burner) Berbahan Bakar Batubara... 40

III.2.1. Persyaratan Bahan ... 42


(6)

BAB IV PENGGUNAAN PEMANAS AGREGAT (BURNER) BERBAHAN

BAKAR BATUBARA ... 53

IV.1. Penggunaan Pemanas Agregat Berbahan Bakar Batubara pada Base Camp Stone Crusher & AMP PT. Adhi Karya Pasar V Patumbak ... 54

IV.2. Penggunaan Pemanas Agregat Berbahan Bakar Batubara pada Base Camp Stone Crusher & AMP PT. Karya Murni Perkasa Pasar V Patumbak ... 58

IV.3. Penggunaan Batubara sebagai Bahan Bakar Alternatif Pemanas Agregat Ditinjau dari Segi Teknis ... 61

IV.3.1. Analisis Bahan ... 62

IV.3.2. Analisis Peralatan ... 65

IV.4. Penggunaan Batubara sebagai Bahan Bakar Alternatif Pemanas Agregat Ditinjau dari Segi Ekonomi ... 71

IV.5.Perbandingan AMP Berbahan Bakar Solar Dengan AMP Berbahan Bakar Batubara ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 77

V.1. Kesimpulan ... 77

V.2. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(7)

DAFTAR GAMBAR Gambar II.1. AMP jenis takaran (batch plant)

Gambar II.2. AMP jenis pencampur drum (drum mix)

Gambar II.3. Tipikal tata letak AMP jenis takaran dan pencampur drum Gambar II. 4. Skema pengoperasian AMP jenis takaran

Gambar II.5. Jenis-jenis bin dingin

Gambar II.6. Tipikal pemasok agregat dari bin dingin

Gambar II.7. Pengering pada drum pengering AMP jenis takaran Gambar II.8. Tipikal sudu-sudu pada pengering

Gambar II.9. Tipikal jenis-jenis pengumpul debu lubang Gambar II.10. Tipikal unit ayakan panas

Gambar II.11. Tipikal penimbangan dan aliran aspal Gambar III. 1. Burner berbahan bakar solar

Gambar III.2. Tangki bahan bakar solar Gambar III.3. Burner berbahan bakar batubara

Gambar IV.1. Contoh batubara dengan kandungan biji besi yang dibawanya Gambar IV.2. Warna asap hitam akibat pembakaran tidak sempurna

Gambar IV.3. Agregat tercemar akibat pembakaran tidak sempurna

Gambar IV.4. Tempat penghancuran batubara yang tidak terintegrasi dan berantakan Gambar IV.5. Unit penghancur batubara yang sudah terintegrasi dan diberi atap agar


(8)

DAFTAR TABEL Tabel III.1. Persyaratan batubara yang digunakan

Tabel III.2. Persyaratan abu terbang hasil pembakaran batubara Tabel III.3. Persyaratan polutan dari AMP berbahan bakar batubara Tabel IV.1. Spesifikasi pulverized coal burner MP500

Tabel IV.2. Kandungan batubara pada AMP Adhi Karya

Tabel IV.3. Permasalahan penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternative pemanas agregat

Tabel IV.4. Perbandingan energy solar dan batubara

Tabel IV.5. Perbandingan biaya produksi solar dan batubara Tabel IV.6. Perbandingan AMP solar dan AMP batubara


(9)

ABSTRAK

Indonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara melimpah.Mengingat harga minyak dunia yang fluktuatif, maka diversifikasi bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif dianggap dapat mengatasi kondisi tersebut. Diversifikasi bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif, yaitu batubara ,tentu telah melalui pengkajian dan pengujian terhadap AMP berbahan bakar batubara.

Pemilihan batubara sebagai bahan bakar untuk pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal, tentu disertai dengan pengkajian kelebihan-kelebihan maupun kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan bahan bakar solar. Batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat memiliki kelebihan yaitu dalam hal harga bahan bakar yang murah dan ketersediaan deposit yang terjamin, namun ternyata batubara juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan. Yang mana hal ini menyebabkan dibutuhkannya peralatan yang memadai guna mengatasi permasalahan yang timbul.

Dari hasil pengerjaan tugas akhir ini, diketahui permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: kelebihan kandungan sulfurdioksida yang dapat menyebabkan hujan asam, penyimpanan batubara yang harus diperhatikan karena mengingat batubara merupakan bahan yang sangat mudah terbakar, abu terbang yang apabila melampaui batas yang telah ditetapkan dan apabila sistem pengumpul debu pada AMP tidak handal atau bermasalah maka akan terdapat sejumlah abu terbang yang akan lolos dan bercampur dengan agregat sehingga menyebabkan filler yang berlebihan yang dapat merusak campuran aspal yang telah ditentukan, partikel batubara yang tidak sesuai dengan persyaratan (100% lolos saringan no.100 dan minimal 80% lolos saringan no.200) dapat bercampur dengan campuran aspal kemudian merusak kinerja campuran aspal, hal ini berkaitan dengan peralatan pulverizer batubara yang juga harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain dapat memecah batubara sesuai dengan yang disyaratkan dan harus terintegrasi, terlindung atap dan tidak terendam air.

Dari segi ekonomi, berdasarkan perhitungan biaya produksi, AMP dengan bahan bakar solar dapat memberikan penjualan per tahun yang lebih besar sehingga memberikan pendapatan yang lebih besar (dengan selisih sebesar Rp. 1.602.329.070) dibandingkan dengan AMP batubara namun dengan harga campuran aspal yang lebih mahal pula dibandingkan dengan batubara


(10)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Umum

Unit Produksi Campuran Beraspal yang dikenal dengan nama AMP (Aspal Mixing Plant), merupakan tempat mencampur agregat, aspal, dan tanpa atau dengan bahan tambahan pada temperatur antara 140-1600 C [12]. Sedangkan campuran beraspal panas adalahcampuran yang terdiri dari kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal [8].Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspaldengan seragam .

Apabila ditinjau dari jenis cara memproduksi campuran beraspal dan kelengkapannya, ada beberapa jenis AMP[3][17] yaitu: AMP jenis takaran (batch plant), AMP jenis drum pencampur (drum mix) dan AMP jenis menerus (continuous plant). Namun secara umum kebanyakan AMP dikategorikan atas jenis takaran (timbangan) dan jenis drum pencampur[17].

Sedangkan apabila ditinjau dari bahan bakar yang digunakan untuk pemanas agregat maka dikenal dua jenis AMP, yaitu: AMP yang menggunakan bahan bakar minyak (solar) dan AMP yang menggunakan bahan bakar batubara. Adapun yang dimaksud dengan Unit Produksi Campuran Beraspal Panas menggunakan bahan bakar batubara untuk pemanas agregat adalah AMP yang umumnya menggunakan bahan bakar minyak (solar atau kerosene), diganti dengan bahan bakar batubara, untuk melakukan diversifikasi bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif [9]. Hal ini mengingat harga minyak dunia yang fluktuatif.Maka diversifikasi bahan


(11)

bakar minyak dengan bahan bakar alternatif dianggap dapat mengatasi kondisi tersebut.Diversifikasi bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif, batubara misalnya, tentu telah melalui pengkajian dan pengujian terhadap AMP berbahan bakar batubara.Maka pada prinsipnya penggunaan batubara dapat diijinkan sepanjang memenuhi persyaratan teknis yang mencakup persyaratan bahan dan persyaratan peralatan.

Pemilihan batubara sebagai bahan bakar untuk pemanas agregat, tentu disertai dengan pengkajian kelebihan-kelebihan maupun kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan bahan bakar solar.Yang menjadi salah satu pertimbangan, dan termasuk perimbangan utama, tentu aspek ekonomi.Yang mana diketahui bahwa harga batubara jauh lebih murah dibandingkan dengan harga solar.Namun demikian, aspek teknis juga patut dipertimbangkan.Sebab banyak hal yang harus diperhatikan guna pengefektifan penggunaan bahan bakar batubara tersebut. Jangan sampai penggunaan bahan bakar batubara mengganggu sistem lain pada AMP. Dengan kata lain Quality Control juga harus tetap terjaga.

Di samping aspek ekonomi dan teknis, pengoperasian AMP berbahan bakar batubara juga ditinjau dari aspek legal.Telah dikeluarkan suatu Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Bahan Bakar Batubara untuk Pemanas Agregat. Namun sama seperti peraturan-peraturan lainnya, implementasi peraturan ini juga belum berjalan dengan baik, perlu pengawasan lebih lanjut. Selain itu juga terdapat masalah-masalah penggunaan batubara dalam kontrak kerja. Yang kesemuaanya itu akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini. Dan kemudian sampai pada suatu kesimpulan mengenai perbandingan antara penggunaan bahan


(12)

bakar minyak (solar) dengan penggunaan bahan bakar alternatif batubara untuk pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal (Asphalt Mixing Plant).

I.2. Latar Belakang

Berkembangnya harga minyak dunia yang telah melampaui 130 dollar AS per barrel mengakibatkan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM [11].Harga BBM sangat mungkin dinaikkan lagi jika harga minyak dunia terus melambung.Meningkatnya harga BBM bukan hanya masalah nasional. Negara lain pun mengalaminya. Menghadapi harga BBM yang makin tak terkendali, sementara sumber minyak Indonesia terus berkurang, sudah waktunya pemerintah tegas mengambil langkah strategis.Dengan memiliki kandungan alam cukup besar, Indonesia dapat mengatasi masalah ini.Memberdayakan segala potensi, sumber daya alam sampai sumber daya manusia, Indonesia bisa keluar dari kesulitan. Dengan mengolah batu bara secara benar, paling tidak dalam enam tahun ke depan masalah ini bisa teratasi dengan baik.

Penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif telah merambah banyak industri di Indonesia antara lain industri listrik, industri baja, industri konstruksi jalan melalui AMP, serta yang lainnya.Dan saat ini banyak AMP di dalam negeri yang merubah bahan bakar pemanasnya dari bahan bakar minyak ke bahan bakar batu bara yang dilengkapi teknologi perangkat kerasnya dengan tujuan utama penghematan energi seoptimal mungkin selain menekan harga satuan dari produksi campuran beraspal panas yang dihasilkannya. Namun dengan perubahan teknologi tersebut tidak boleh mengurangi kualitas campuran beraspal yang dihasilkan.


(13)

Dengan kata lain di samping aspek ekonomis, perlu ditinjau dari aspek teknis dan aspek legal dari penggunaan batubara tersebut, akan dibahas segala potensi dan permasalahan yang ada serta pengaruh penggunaan batubara dalam kinerja campuran beraspal. Oleh karena itu sangat penting dilakukan analisis penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal (AMP).

I.3. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini adalah apakah penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat pada Unit Produksi Campuran beraspal Panas (AMP) lebih baik dibandingkan dengan penggunaan solar.

I.4. Tujuan Penulisan

Penulisan tugas akhir ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui potensi serta permasalahan penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif untuk pemanas agregat

2. Untuk mengetahui persyaratan teknis penggunaan bahan bakar batubara untuk pemanas agregat.

3. Untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan bahan bakar batubara untuk pemanas agregat dibandingkan dengan bahan bakar minyak (solar).


(14)

I.5. Manfaat Penulisan

Dalam penelitian tugas akhir ini tentunya sangat diharapkan dapat memberikan manfaat. Antara lain menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya mengenai Unit Produksi Campuran Beraspal Panas (Asphalt Mixing Plant), kemudian penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai suatu bahan pertimbangan dalam pemilihan bahan bakar alternatif untuk pemanas agregat. Penulisan ini juga nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar pemikiran bagi peneliti-peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis.

I.6. Ruang Lingkup Penulisan

Studi ini mempunyai ruang lingkup dan batasan sebagai berikut:

1. Tugas akhir ini hanya membahas kelebihan dan kekurangan penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif dari segi teknis dan segi ekonomis.

2. Persyaratan-persyaratan penggunaan batubara mengacu pada Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Bahan Bakar Batubara untuk Pemanas Agregat yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2009.


(15)

I.7. Metodologi Pembahasan

Penulisan tugas akhir ini menggunakan metode Studi Literatur (literature review) dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan ini, serta masukan dari dosen pembimbing.

Menurut sifatnya, data yang diperoleh adalah data kualitatif yaitu data yang bentuknya bukan bilangan ataupun angka.Dalam proposal Tugas Akhir ini data kualitatif yang digunakan adalah gambaran umum dari berbagai sumber mengenai pembahasan penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat.

Sedangkan menurut sumbernya digunakan data sekunder yaitu data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, sehingga data sekunder telah melewati satu atau lebih pihak yang bukan peneliti.Data sekunder tersebut diperoleh dari studi pustaka terhadap beberapa buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai informasi tentang penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat. Seluruh data tersebut akan digunakan dalam menganalisa penggunaan batubara ditinjau dari aspek teknis maupun ekonomis.


(16)

BAB II

ASPHALT MIXING PLANT

II.1. Umum

Asphalt mixing plant/AMP (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur dengan aspal untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang memenuhi persyaratan tertentu [17].

AMP dapat terletak di lokasi yang permanen atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Apabila ditinjau dari jenis cara memproduksi campuran beraspal dan kelengkapannya, ada beberapai jenis AMP [3][17], yaitu:

a) AMP jenis takaran (batch plant)

b) AMP jenis drum pencampur (drum mix) c) AMP jenis menerus (continuous plant)

Namun secara umum kebanyakan AMP dikategorikan atas jenis takaran (timbangan) atau jenis drum pencampur [17].

Perbedaan utama dari AMP jenis timbangan dan jenis drum adalah dalam hal kelengkapan dan proses bekerjanya. Pada AMP jenis timbangan komposisi bahan dalam campuran beraspal ditentukan berdasarkan berat masing-masing bahan sedangkan pada AMP jenis pencampur drum komposisi bahan dalam campuran ditentukan berdasarkan berat masing-masing bahan yang diubah ke dalam satuan volume atau dalam aliran berat per satuan waktu [3].


(17)

Terlepas dari perbedaan jenis dari AMP, tujuan dasarnya adalah sama. Yaitu untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang mengandung bahan pengikat dan agregat yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi .

Proses pencampuran campuran beraspal pada AMP jenis takaran dimulai dengan penimbangan agregat, bahan pengisi (filler) bila diperlukan dan aspal sesuai komposisi yang telah ditentukan berdasarkan Rencana Campuran Kerja (RCK) dan dicampur pada pencampur(mixer/pugmill) dalam waktu tertentu. Pengaturan besarnya bukaan pintu bin dingin dilakukan untuk menyesuaikan gradasi agregat dengan rencana komposisi campuran, sehingga aliran material ke masingmasing bin pada bin panas menjadi lancar dan berimbang[3].

Pada AMP jenis pencampur drum, agregat panas langsung dicampur dengan aspal panas di dalam drum pemanas atau di dalam silo pencampur di luar drum pemanas. Penggabungan agregat dilakukan dengan cara mengatur bukaan pintu pada bin dingin dan pemberian aspal ditentukan berdasarkan kecepatan pengaliran dari pompa aspal[3].

Perbedaan dalam hal kelengkapan dari kedua jenis AMP tersebut adalah; AMP jenis takaran dilengkapi saringan panas (hot screen), bin panas (hot bin), timbangan (weight hopper) dan pencampur (pugmill/mixer) sedangkan pada AMP jenis pencampur drum kelengkapan tersebut tidak tersedia[3]. Tentunya kedua jenis AMP tersebut juga mempunyai persamaan yaitu sama-sama dilengkapi bin dingin, pengontrol dan pengumpul debu serta pencampur.

Bagian-bagian AMP jenis timbangan adalah[3] : 1. Bin dingin (cold bins)


(18)

3. Sistem pemasok agregat dingin (cold elevator) 4. Pengering (dryer)

5. Pengumpul debu (dust collector) 6. Cerobong pembuangan (exhaust stack) 7. Sistem pemasok agregat panas (hot elevator) 8. Unit ayakan panas (hot screening unit) 9. Bin panas (hot bins)

10. Timbangan Agregat (weigh box) 11. Pencampur (mixer atau pugmill)

12. Penyimpanan bahan pengisi (mineral filler storage) 13. Tangki aspal (hot asphalt storage)

14. Sistem penimbangan aspal (aspal weigh bucket)

Gambar II.1. AMP jenis takaran ( batch plant )

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].


(19)

Gambar II.2. AMP jenis pencampur drum (drum mix)

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].

Gambar II.3. Tipikal tata letak AMP jenis takaran dan pencampur drum

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].

Di Indonesia sebagian besar jenis AMP yang ada adalah dari AMP jenis takaran.Sementara jenis drum relatif sedikit dengan kapasitas yang kecil. AMP jenis menerus seperti yang banyak dimiliki beberapa Kotamadya memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu[3] :


(20)

 Gradasi agregat kurang begitu terjamin kesesuaiannya dengan gradasi pada FCK, disebabkan karena kontrolnya hanyalah dilakukan dari bukaan pintu bin dingin saja, dan tidak terdapatnya kontrol kedua seperti pada jenis AMP takaran.

 Pengaturan jumlah pasokan agregat tidak begitu teliti jika hanya mengandalkan pengaturan bukaan bin dingin tanpa ada alat kontrol lain (misalnya pengontrol kecepatan ban berjalan).

 Jumlah pasokan aspal yang diberikan saat pencampuran dengan agregat panas sangat tergantung dari viskositas aspal, sehingga apabila terjadi penurunan temperatur aspal akan menyebabkan jumlah aspal yang diberikan tidak sesuai dengan kadar aspal optimum pada JMF.

 Temperatur campuran kadang-kadang terjadi penyimpangan

 Kelebihan AMP tipe drum adalah pengoperasiannya lebih sederhana dan mudah, item pengontrolan lebih sedikit.

II.2. AMP jenis takaran

Pada AMP jenis takaran agregat digabungkan, dipanaskan dan dikeringkan serta secara proporsional dicampur dengan aspal untuk memproduksi campuran beraspal panas.AMP dapat berukuran kecil atau besar tergantung dari kuantitas campuran yang dihasilkannya, disamping itu ditinjau dari mobilitasnya, pada umumnya AMP jenis takaran dapat digolongkan atas[3]:


(21)

b) AMP yang mudah di pindah-pindah dan dapat dipasang di dekat lokasi proyek.

Kapasitas AMP bervariasi dan umumnya berkisar dari 500 kg sampai 1200 kg per batch atau lebih besar. Proses pencampuran untuk masing-masing batch sekitar 40 menit. Untuk jalan-jalan dengan lalu-lintas padat dan berat disarankan menggunakan kapasitas AMP yang lebih besar dari 800 kg per batch[3].

Beberapa keunggulan dari penggunaan kapasitas 800 kg per batch atau lebih adalah sebagai berikut[3] :

 Penggunaan kapasitas yang besar akan membantu menghasilkan campuran yang relatif seragam dan mengurangi faktor ketidakpastian.

 Kapasitas yang lebih besar relatif lebih menjamin kelancaran pasokan campuran beraspal ke unit penghampar. Pasokan yang tidak lancar pada unit penghampar dapat mengakibatkan permukaan jalan tidak rata dan kepadatan tidak tercapai, karena campuran di bawah alat penghampar telah dingin sehingga pada bagian tersebut sulit diratakan dan dipadatkan.

 Kapasitas yang besar akan mempercepat penyelesaian pekerjaan, yang berarti mengurangi gangguan terhadap kelancaran lalu-lintas. Pada jalan-jalan utama gangguan akibat adanya pekerjaan pelapisan ulang sangat besar pengaruhnya.

Proses produksi campuran beraspal panas dengan menggunakan AMP jenis takaranseperti diperlihatkan pada Gambar 4 dimulai dari memasok agregat dingin dari bin dingin dengan jumlah terkontrol, kemudian dipanaskan dan dikeringkan melalui pengering (dryer). Selanjutnya agregat disaring dengan unit saringan panas (hot screen) yang akan memisahkan agregat berdasarkan ukuran fraksinya lalu dimasukkan ke dalam bin panas. Masing-masing agregat dari bin panas ditimbang


(22)

sesuai proporsi yang diinginkan. Bila diperlukan, bahan pengisi (filler) ditambahkan melalui pemasok bahan pengisi.Selanjutnya dicampur kering dalam pencampur.Aspal dengan jumlah terkontrol ditambahkan setelah pencampuran kering.Bila pencampuran agregat dengan aspal telah homogen, campuran selanjutnya dituangkan ke dalam truk pengangkut dan dibawa ke tempat penghamparan.

Gambar II.4. Skema pengoperasian AMP jenis takaran

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].


(23)

Bin dingin (cold bin) adalah bak tempat menampung material agregat dari tiap-tiap fraksi mulai dari agregat halus sampai agregat kasar yang diperlukan dalam memproduksi campuran aspal panas (hot mix) [5].Bagian pertama dari AMP adalah bin dingin, yaitu tempat penyimpanan fraksi agregat kasar, agregat sedang, agregat halus dan pasir. Bin dingin harus terdiri dari minimum 3 sampai 5 bak penampung (bin)[3]. Masing-masing bin berisi agregat dengan gradasi tertentu. Agregat-agregat tersebut harus terpisah satu sama lain, untuk menjaga keaslian gradasi dari masing masing bin sesuai dengan rencana gradasi pada formula campuran kerja (FCK/JMF ). Untuk memisahkannya, dapat dipasang pelat baja pemisah antar bin. Dengan demikian maka loader (alat pengangkut) yang digunakan mengisi masing-masing bin harus mempunyai bak (bucket) yang lebih kecil dari mulut pemisah masing-masing bin. Jika pemisah tidak ada maka pengisian masing-masing bin tidak boleh berlebih yang dapat berakibat tercampurnya agregat.

Penyimpangan gradasi agregat di bin dingin baik itu karena tercampurnya agregat pada masing-masing bin atau kalibrasi bukaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan kesulitan pengaturan gradasi di bin panas. Kemungkinan salah satu bin panas pengisian agregat relatif lebih lama dibanding dengan bin lainnya. Akibatnya waktu produksi menjadi lama dan selama menunggu terisinya bin tersebut, terjadi pelimpahan material (overflow) pada bin panas lainnya.

Jenis bin dingin yang umum dikenal [3]adalah : (1) ban berjalan menerus, (2) getar, dan (3) aliran. Tipikal masing-masing jenis bin dingin tersebut diperlihatkan pada Gambar 5. Jenis pertama (continuous) cocok untuk agregat halus, sedangkan yang lainnya cocokuntuk agregat kasar.


(24)

Gambar II.5 Jenis-jenis bin dingin

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].

II.2.1.1 Pintu pengeluar agregat pada bin dingin

Pintu pengeluaran agregat pada bin dingin (cold feed gate) dipasang di bagian bawah dari bin dingin, lubang pintu ini dilengkapi dengan skala yang


(25)

angkanya menunjukkan besarnya lubang bukaan yang dapat diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan. Besarnya bukaan pintu pada setiap bin dingin yang telah berisi agregat dan siap untuk digunakan dalam pencampuran, harus dikalibrasi terlebih dahulu pada setiap kondisi dan jenis agregat yang akan digunakan. Kelancaran pasokan agregat ke bin panas dapat terganggu jika pintu pengeluaran bin dingin tersumbat oleh batu atau lainnya. Untuk menjaga kelancaran pasokan dari bin dingin, biasanya ada personil khusus yang mengawasi kelancaran pasokan tersebut. Pada musim hujan, jika agregat halus tidak dilindungi terhadap hujan, dapat juga menyebabkan penyumbatan pintu pasokan akibat menggumpalnya agregat halus di pintu pengeluaran/pasokan.

II.2.1.2 Sistim pemasok agregat dingin

Sistim pemasok agregat dingin dipasang pada empat atau lebih bin dingin, melalui bukaan atau pintu yang dapat diatur, agregat dingin diangkut melalui reciprocating feeder dan atau ban berjalan (belt conveyor) dan diteruskan menggunakan elevator dingin (cold elevator) menuju ke drum pengering, tipikal sistim pemasok agregat dingin diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar II.6. Tipikal pemasokan agregat dari bin dingin

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].


(26)

Kesinambungan aliran material dari bin dingin ini sangat berpengaruh terhadap produksi campuran beraspal, untuk itu perlu pengendalian mutu yang ketat pada bin dingin salah satu penyimpangan yang sering terjadi pada bin dingin adalah tidak dipasangnya pembatas antara mulut pasokan agregat pada bin dingin sehingga agregat dari bin dingin yang satu bercampur dengan agregat dari bin dingin lainnya[3][5]. Faktor–faktor yang harus mendapat perhatian pada bin dingin (cold bin) adalah:

 Tidak ada perubahan gradasi agregat. Perubahan gradasi dapat disebabkan karena perbedaan quari atau suplier. Jika terjadi perubahan gradasi agregat maka harus dilakukan pembuatan FCK (JMF) kembali.

 Agregat tidak tercampur. Pencampuran agregat antar bin yang berdekatan dapat dicegah dengan membuat pemisah yang cukup dan pengisian tidak berlebih.

 Bukaan bin dingin dikalibrasi secara periodik.

 Tidak ada penghalang pada bukaan bin dingin. Bukaan bin dingin agregat halus kadang-kadang tersumbat jika agregat halus basah, agregat terkontaminasi tanah lempung, atau penghalang lain yang tidak umum seperti batu dan kayu.

 Tidak terjadi perubahan kecepatan conveyor dan ada operator yang mengontrol aliran agregat untuk membuang material yang tidak perlu.

II.2.2 Pengering (Dryer)

Dari bin dingin agregat dibawa melalui elevator dingin dinaikkan ke dalam pengering (dryer) untuk dipanaskan dan dikeringkan pada temperatur yang diminta.


(27)

Pengering ini berbentuk silinder dengan panjang dan diameter tertentu berdasarkan kapasitas maksimum produksi yang direncanakan per jamnya [5].

Pengering mempunyai fungsi[3]: (1) menghilangkan kandungan air pada agregat; dan (2) memanaskan agregat sampai temperatur yang disyaratkan. Komponen yang terdapat pada sistim pengering adalah:

• Silinder berputar (pengering) yang umumnya berdiameter 91 cm sampai 305 cm dan panjang 610 cm sampai 1219 cm.

• Ketel pembakar (burner) yang berisi gas atau minyak bakar untuk menyalakan pemanas.

• Kipas (fan) sebagai bagian dari system pengumpul debu dan mempunyai fungsi utama untuk memberikan udara atau oksigen dalam sistim pemanas.

Gambar II.7. Pengering pada drum pengering AMP jenis takaran

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].

Pada sistim pengering dipasang serangkaian baris sudu-sudu yang terbuat dari pelat logam cekung yang dilas dalam bentuk yang bervariasi dan melekat pada permukaan di bagian dalam silinder tersebut.Sudu-sudu ini (flight cup) digunakan


(28)

untuk mengangkat dan menjatuhkan agregat sehingga pengeringan agregat menjadi merata.Tipikal sudu-sudu (flight up) diperlihatkan pada Gambar 8. Bentuk pengering, kecepatan putaran, diameter , panjang, jumlah dan disain dari sudusudu (flight cup) mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan di dalam sistim pengering agregat. Oleh karena itu jumlah, bentuk dan susunan sudu-sudu harus diperhatikan untuk efisiensi pengeringan.Selanjutnya agregat yang telah dikeringkan dialirkan menuju elevator panas (hotelevator) melalui pintu pengeluar yang terdapat pada ujung alat pengering.

Gambar II.8. Tipikal sudu-sudu pada pengering

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].

Pada unit pengering (dryer) perlu diperhatikan beberapa faktor agar diperoleh campuran beraspal yang memenuhi syarat, yaitu antara lain :

 Kalibrasi alat pengukur temperatur dan pemeriksaan temperatur pemanasan. Perubahan kuantitas agregat yang masuk ke unit pengering akibat dari pengaturan bukaan bin dingin dapat menyebabkan pemanasan berlebih (jumlah agregat yang masuk berkurang sementara panas pembakar tetap).

 Pembakaran harus sempurna, hal ini dapat diindikasikan dari warna asap yang keluar dari cerobong asap adalah putih dan nyala api pembakaran berwarna biru. Warnaasap yang hitam menandakan pembakaran tidak sempurna. Contoh dari


(29)

akibat pembakaran yang tidak sempurna adalah, pada saat pengambilan agregat dari hot bin, agregat terlihat berwarna hitam terselimuti jelaga. Akibat dari hal tersebut aspal tidak dapat masuk ke pori-pori agregat dan juga tidak dapat melekat dengan baik ke agregat.

 Kadar air pada agregat harus seminimum mungkin, oleh karena itu lakukan pemeriksaan kadar air secara cepat; ambil contoh secukupnya, kemudian lewatkan cermin yang kering, atau spatula diatas agregat tersebut. Amati jumlah kadar air yang mengembun pada permukaan cermin atau spatula. Agregat yang masih mengandung kadar air akan menghalangi melekatnya aspal ke agregat, sehingga campuran beraspal berprilaku seolah-olah kelebihan aspal.

II.2.3 Pengumpul debu (dust collector)

Alat pengumpul debu (dust collector) harus berfungsi sebagai alat pengontrol polusi udara di lingkungan lokasi AMP[3]. Gas buang yang keluar dari sistim pengering ditambah dengan dorongan kipas pengeluar (exhaust fan) akan dialirkan ke pengumpul debu. Alat pengumpul debu yang tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan terjadinya polusi udara, dan ini terlihat jelas dari adanya kotoran atau debu di pohon-pohon atau atap rumah di sekitar lokasi AMP. Secara umum terdapat beberapa jenis kombinasi sistim pengumpul debu, antara lain :

 Sistim pengumpul debu jenis kering (dry cyclone dust collector), debu yang terbawa gas buangan diputar, sehingga partikel berat ke bagian bawah dan gas yang telah bersih keluar dari cerobong asap. Partikel berat selanjutnya


(30)

dikembalikan ke bin panas (hot bin) melalui sistim pengatur udara (air lock damper).

 Sistim pengumpul debu jenis basah (wet scrubber dust collector), debu yang terbawa gas buangan disemprot dengan air, sehingga partikel berat akan terjatuh ke bawah dan gas yang telah bersih keluar dari cerobong asap. Partikel berat tersebut kemudian dialirkan ke bak penampung (bak air). Jika pada bak air penampung terlihat jelaga yang mengambang dengan jumlah yang cukup banyak, maka hal ini menunjukkan terjadi pembakaran yang tidak sempurna pada pengering (dryer). Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan maka segera lakukan koreksi atau perbaikan pada pengering (dryer).

Tipikal dari kedua jenis pengumpul debu diperlihatkan pada Gambar 9. Muatan udara yang mengandung partikel debu, asap dan gas harus dikontrol sampai ambang batas yang telah ditentukan sesuai dengan peraturan yang berlaku mengenai dampak lingkungan.

Jenis kering (dry cyclone dust collector) Jenis basah (wet scrubber dust collector)

Gambar II.9. Tipikal jenis-jenis pengumpul debu Lubang

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].


(31)

II.2.4 Unit ayakan panas (hot screening unit)

Kebanyakan AMP menggunakan unit ayakan panas (hot screening unit) jenis mendatar dengan sistim penggetar yang umumnya terdiri dari empat susunan. Agregat yang telah dikeringkan dan dipanaskan diangkut dengan mangkok elevator panas (hot elevatorbucket) untuk disaring dengan susunan unit ayakan panas dan dipisahkan dalam beberapa ukuran yang selanjutnya dikirim ke bin panas (hot bin). Tipikal unit ayakan panas diperlihatkan pada Gambar II.10. Umumnya pada proses penyaringan terjadi pelimpahan agregat, misalnya yang semestinya masuk ke bin panas I tetapi terbawa ke bin panas II. Pelimpahan ini pada kondisi normal terjadi kurang dari 5 % dan cenderung konstan sehingga tidak terlalu mengganggu kualitas produksi. Akan tetapi presentase tersebut dapat bertambah jika : lubang saringan tertutup agregat, kecepatan produksi ditambah sehingga agregat yang disaring bertambah sementara efisiensi operasi penyaringan tetap, agregat halus basah sehingga pada saat pengeringan dan pemanasan agregat halus tersebut akanmenggumpal dan masuk ke hot bin yang tidak semestinya. Kemungkinan lain adalah lubang-lubang pada saringan sudah ada yang rusak, sehingga beberapa agregat masuk ke bin panas yang tidak semestinya.

Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan gradasi dan kadar aspal secara serius. Unit bagian atas dari susunan ayakan merupakan penutup dari dek dan merupakan saringan pertama yang biasa disebut pemisah (scalping). Pada susunan unit ayakan dengan ukuran lubang terbesar berfungsi membuang agregat yang mempunyai diameter yang lebih besar dari ukuran agregat


(32)

maksimum yang diminta (oversize) agar tidak masuk ke bin panas (hot bin) dan membuangnya pada pintu pembuang.

Gambar II.10. Tipikal unit ayakan panas

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].

Pemasangan saringan pada unit ayakan panas harus tidak pada ukuran yang berdekatan[3]. Contoh susunan ayakan untuk campuran beraspal dengan ukuran butir agregat maksimum 19 mm adalah :

 Saringan pertama / teratas berukuran 19 mm, butir agregat yang ukurannya lebih besar (oversize) dibuang ke saluran pembuang

 Saringan ke-dua berukuran 12,5 mm (1/2 inchi). Ukuran butir agregat antara 19 mm sampai 12,5 mm masuk ke bin 1

 Saringan ke-tiga berukuran 4,75 mm (No. 4). Ukuran butir agregat antara 9,5 sampai dengan 4,75 mm masuk ke bin 2.

 Saringan ke-empat berukuran 2,36 mm (No. 8). Ukuran butir agregat antara 4,75 sampai dengan 2,36 mm masuk ke bin 3. Sementara agregat yang lolos saringan 2,36 mm masuk ke bin 4.


(33)

Unit ayakan panas harus dibersihkan dan diperiksa setiap hari untuk menghindarkan dari kemungkinan rusak atau robek.

II.2.5 Bin panas (hot bin)

Bin panas (hot bin) dipasang pada AMP jenis takaran (batch). Pada AMP jenis takaranumumnya akan terdapat 4 bin yang dilengkapi dengan pembatas yang rapat dan kuatdan tidak boleh berlubang serta mempunyai tinggi yang tepat sehingga mampumenampung agregat panas dalam berbagai ukuran fraksi yang telah dipisah-pisahkanmelalui unit ayakan panas.Pada bagian bawah dari tiap bin panas harus dipasang saluran pipa untuk membuangagregat yang berlebih dari tiap bin panas yang dapat dioperasikan secara manual atauotomatis.Jika agregat halus masih menyisakan kadar air (pengering kurang baik) setelahpemanasan, maka agregat yang sangat halus (debu) akan menempel dan menggumpalpada dingding bin panas dan akan jatuh setelah cukup berat. Hal tersebut dapatmenyebabkan perubahan gradasi agregat, yaitu penambahan material yang lolossaringan No. 200[3].

II.2.6 Sistim pemasok bahan pengisi (filler elevator)

Bahan pengisi (filler) sangat sensitif untuk mengeras karena pengaruh kadar air, oleh karena itu diperlukan wadah khusus (silo) agar bahan pengisi bebas dari pengaruh air. Umumnya bahan pengisi dimasukkan ke dalam AMP melalui penimbang yang biasa disediakan untuk menimbang agregat panas, namun terdapat juga AMP yang menyediakan penimbang khusus untuk bahan pengisi.Terdapat dua


(34)

sistim untuk memasok bahan pengisi ke dalam AMP yaitu sistim pneumatik dan mekanik[3]. Untuk sistim pneumatik, bahan pengisi dimasukkan ke dalam pencampur dengan cara pengaliran seperti bahan cair, sedangkan untuk sistim makanik bahan pengisi dari silo dimasukkan ke dalam pencampur dengan menggunakan wadahwadah yang dirangkai dengan ban berjalan sehingga merupakan elevator bahan pengisi. Karena pengaruh bahan pengisi dalam campuran cukup besar, maka diperlukan pemeriksaan secara berkala. Penambahan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi lebih kaku (stiff), akan tetapi penambahan yang terlalu banyak akan berpengaruh negatif, yaitu lapisan beraspal menjadi getas dan mudah retak[3].

II.2.7 Tangki aspal (asphalt storage)

Tangki aspal pada AMP harus cukup besar sehingga dapat menampung aspal yang memenuhi kebutuhan aspal saat AMP dioperasikan, dan aspal yang terdapat di dalamnya dapat dengan mudah terlihat.Pada beberapa AMP terdapat beberapa tangki aspal yang saling berhubungan satu dengan lainnya.Tangki pertama mempunyai fungsi menampung aspal yang baru datang dari pemasok, dan tangki lainnya mempunyai fungsi untuk menampung aspal yang telah dipanaskan dan siap untuk ditimbang dan dimasukkan ke dalam pencampur (mixer/pugmill). Setiap tangki harus dilengkapi dengan sebuah alat sensor thermometric yang telah dikalibrasi sehingga temperatur aspal dari tiap tangki akan terkontrol.

Aspal harus cukup cair untuk dapat dialirkan dengan baik, oleh karena itu diperlukan penangas aspal. Terdapat beberapa jenis penangas aspal di dalam tangki,


(35)

antara lain dengan sistim sirkulasi uap panas atau sirkulasi oli panas di dalam tangki aspal atau dapat juga dengan sistim elektrik.

Pada sirkulasi aspal terdapat dua jenis pipa, yaitu pipa pemasok yang berfungsi mengalirkan aspal panas untuk ditimbang dan pipa pengembali yang berfungsi mengalirkan aspal kembali ke dalam tangki.Tangki aspal, pipa pemasok, pipa pengembali, dan timbangan aspal harus mempunyai pelindung panas sehingga dapat menjamin temperatur aspal sesuai dengan yang ditentukan.Pada sirkulasi aspal pipa pengembali harus terletak di bawah pipa pemasok aspal.Untuk mencegah terjadinya kekosongan dalam pipa pengembali aspal, perlu dipasang dua atau tiga buah lubang pada pipa pengembali di atas ambang atas tertinggi aspal dalam tangki.

II.2.8 Timbangan agregat (aggregate weight hopper)

Pada AMP jenis takaran terdapat dua macam timbangan untuk agregat yaitu timbangan untuk agregat dan timbangan untuk bahan pengisi (filler). Timbangan untuk agregat ditempatkan langsung di bawah bin panas (hot bin). Hasil penimbangan dari agregat langsung ditransmisikan oleh mekanisme timbangan pada skala penunjuk tanpa pegas, sehingga berat agregat tiap bin serta jumlah tiap takaran dapat dibaca.

Pada bagian ini operator AMP sangat berperan. Jika keseimbangan waktu pencapaian berat bin panas sulit tercapai, maka operator harus melakukan pengecekan aliran material mulai dari bin dingin. Akan tetapi jika ketidak seimbangan waktu tersebut dipaksakan terus berjalan, maka dapat dipastikan akan terjadi penyimpangan gradasi sebagai akibat proporsi masing-masing hot bin tidak


(36)

sesuai. Temperatur agregat juga akan berfluktuasi akibat dari kuantitas aliran agregat pada pengering (dryer) yang tidak stabil.

Urutan penimbangan tiap bin panas harus diamati secara teliti dan sebaiknya penimbangan fraksi agregat kasar didahulukan. Sebelum AMP dioperasikan, skala timbangan dibersihkan, tiap bagian diperiksa dan harus dilakukan kalibrasi timbangan secara periodik oleh instansi berwenang.AMP sebaiknya menggunakan sistim kontrol yang otomatis untuk memperoleh komposisi campuran yang sesuai.

Faktor-faktor penting pada unit timbangan agregat yang perlu mendapat perhatian antara lain sebagai berikut :

- Kalibrasi timbangan.

- Weigh box tergantung bebas.

- Kontrol harian terhadap kinerja operator AMP.

II.2.9 Timbangan aspal (asphalt weight hopper)

Setelah aspal dipanaskan dalam tangki aspal pada temperatur yang ditentukan berdasarkan tingkat keencerannya, maka aspal panas dialirkan melalui pipa pemasok untuk ditimbang beratnya sesuai dengan yang dibutuhkan sebelum dimasukkan ke dalam pencampur (mixer/pugmill).Gambar skematik aliran aspal dan pengukuran aspal diilustrasikan pada Gambar II.11.Kuantitas aspal yang dialirkan ke dalam pencampur (mixer) harus selalu diamati dan secara berkala timbangannya dikalibrasi, sehingga diperoleh jumlah aspal yang tepat dengan toleransi sesuai dengan spesifikasi.


(37)

Gambar II.11. Tipikal penimbangan dan aliran aspal

Sumber:Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja[5].

II.2.10 Pencampur (mixer atau pugmill)

Setelah aspal, agregat dan bahan pengisi (bila perlu) ditimbang sesuai dengan komposisi yang direncanakan, bahan tersebut dimasukkan ke dalam pencampur (mixer/pugmill). Waktu pencampuran harus sesingkat mungkin untuk mencegah oksidasi yang berlebih namun harus diperoleh penyelimutan yang seragam pada semua butir agregat. Pencampur terdiri dari ruang (chamber) dan poros kembar (twin shaft) yang dilengkapi dengan dengan kayuh atau pedal (paddle). Untuk menghasilkan pengadukan yang baik, pedal harus dalam kondisi baik (tidak aus) dan posisinya sedemikian rupa sehingga ruang bebas (clearance) antara ujung pedal dan dinding ruang pencampuran kurang dari 1,5 kali ukuran maksimum agregat. Pengisian yang terlalu banyak akan menyebabkan hasil pengadukan menjadi kurang sempurna,sementara pengisian terlalu sedikit tidak efisien. Dalam pugmill terjadi dua jenis pencampuran, yaitu pencampuran kering dan pencampuran basah (setelah ditambah aspal).Lamanya pencampuran kering diusahakan sesingkat mungkin untuk


(38)

meminimalkan degradasi agregat, umumnya 1 atau 2 detik.Pencampuran basah juga diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari degradasi dan oksidasi atau penuaan (aging) dari aspal.Apabila agregat kasar (tertahan saringan No. 8) telah terselimuti aspal maka pencampuran basah dihentikan, karena dapat dipastikan agregat halus juga telah terselimuti aspal.Umumnya waktu pencampuran sekitar 30 detik.

I.2.11. Tenaga penggerak

Untuk menjalankan semua bagian-bagian atau komponen-komponen AMP sumber tenaga utamanya adalah generator set atau gen set. Pada umumnya genset ini diputar oleh mesin diesel.Kekuatan atau kapasitas genset ini harus cukup untuk melayani kebutuhan motor-motor listrik yang dipakai serta peralatan-peralatan lain yang memakai tenaga listrik dan untuk penerangan.Semua sambungan-sambungan aliran listrik harus tertutup untuk mencegah arus pendek serta untuk keamanan lingkungan.

I.2.12. Ruang pengendali pengontrol atau ruang pengontrol (control room)

Seluruh kegiatan operasi unit peralatan pencampur aspal panas (AMP) dikendalikan dari ruang pengontrol atau control room ini. Ada 3 cara pengendalian operasi yang dikenal; yaitu cara manual, cara semi otomatis dan cara otomatis. Pada pengendalian operasi cara manual, pengaturan/pengoperasian komponen atau bagian-bagian peralatan pencampur aspal panas (AMP) dilakukan dengan mengatur


(39)

sakelar atau tombol mengunakan tangan. Yaitu pengaturan pemasokan agregat, aspal, pembakaran pada burner, penimbangan, pencampuran serta pengeluaran campuran dari pencampur atau pugmill.Pengendalian secara semi otomatis, beberapa pengaturan pembukaan dan penimbangan masih dikontrol secara manual, termasuk bukaan pintu pengeluaran pugmill.

Pengendalian operasi secara otomatis, maka semua operasinya sudah diatur secara otomatis dengan sistem komputerisasi, termasuk kontrol apabila ada kesalahankesalahan atau ketidakcocokan dan ketidaklancaran operasi dari satu atau beberapa bagian kegiatan/ operasi, misalnya temperatur agregat panas rendah maka terkontrol pada burnernya, misalnya ditingkatkan pemanasannya. Pada pengendalian operasi secara otomatis harus lebih teliti pengamatan alat-alat ukurnya serta hubungan-hubungan sirkuit dari peralatan pencampur aspal panas (AMP) ke ruang pengendalian, karena besaran-besaran yang sudah diprogram bisa saja bersalahan akibat sirkuit yang terganggu, sehingga kemungkinan produk akhir berada di luar spesifikasi yang sudah dirancang atau diformulasikan sebelumnya.


(40)

BAB III

PEMANAS AGREGAT (BURNER) PADA ASPHALT MIXING PLANT

Pemanas agregat (burner) adalah alat yang digunakan untuk memanaskan dan mengeringkan agregat pada pengering (dryer) [9][ 5]. Pemanas agregat biasa digunakan pada Unit Produksi Campuran Beraspal (AMP) untuk memanaskan dan mengeringkan agregat sebelum dicampurkan dengan aspal guna membentuk campuran perkerasan aspal [8].

Pengering agregat (dryer) tidak dapat melaksanakan fungsinya apabila pengaturan antara bahan bakar dan udara tidak sesuai. Hal tersebut dapat diprediksikan secara kasat mata dengan melihat hitamnya asap yang keluar dari cerobong, sedangkan dimana seharusnya warna asap yang keluar adalah keputih-putihan.

Kesalahan pengaturan bahan bakar dan udara pada pengering (dryer) akan menyebabkan agregat terselimuti minyak atau jelaga, yang akibatnya akan menghambat pelekatan aspal yang akhirnya menyebabkan mutu campuran tidak sesuai dengan persyaratan. Disamping itu air yang berada dalam agregat akan terperangkat akibat kurang panasnya temperatur yang dihasilkan oleh pengering (dryer). Akibatnya adalah bahwa terjadinya karat pada drum akan lebih cepat [16].

Dari semua hal yang harus diperhatikan dalam sistem pengering agregat dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pemanas agregat (burner) merupakan komponen terpenting pada dryer.Untuk itu perlu diketahui tipe burner, faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan burner serta persyaratan penggunaan burner.


(41)

III.1.1. Berdasarkan cara penyemprotan bahan bakar

Secara umum berdasarkan cara penyemprotan bahan bakar, terdapat 4 (empat) tipe burner, yaitu:

III.1.1.1.Pressure Jet Burner

Burner ini merupakan tipe burner yang menyemprotkan bahan bakar dengan memberi tekanan pada bahan bakar untuk menciptakan uap bahan bakar kemudian bahan bakar dipaksa melewati nozzle.Ini menyebabkan minyak pecah menjadi semacam titik-titik kabut sehingga dapat dicampur dengan udara pembakaran dan kemudian dinyalakan. Untuk bahan bakar berat, tekanan penyemprotan bahan bakar berkisar 3000 kpa (30 bar) sedangkan untuk bahan bakar ringan berkisar 600 kpa (6 bar).

Keuntungan menggunakan Pressure Jet Burner

Dalam menggunakan burner tipe ini, terdapat beberapa keuntungan atau kelebihan bila dibandingkan dengan burner tipe lainnya, antara lain:

- Burner ini dapat melakukan penyemprotan bahan bakar dengan baik

- Investasi awal yang dibutuhkan untuk menggunakan Pressure Jet Burner relatif murah

- Package type untuk burner ini adalah tipe plug and play

- Nozzle dan suku cadang relatif murah - Pemeliharaan yang mudah

- Handal


(42)

Di samping keuntungan tersebut, dalam penggunaan Pressure Jet Burner juga terdapat kerugian, sebagai berikut:

- Rasio putaran rendah

- Penurunan yang kecil pada tekanan pembakaran atau pengurangan pada viskositas bahan bakar akan mengurangi ukuran titik-titik uap bahan bakar sehingga mengakibatkan suatu reduksi dari kinerja combustion

- Bahan bakar yang digunakan terbatas

- Secara umum tidak cocok untuk aplikasi yang sangat luas

III.1.1.2. Air/Steam Atomised Burner

Tipe burner berikutnya adalah burner penyemprot uap/udara (Air/Steam Atomised

Burner). Burner ini menyalurkan bahan bakar ke nozzle pada tekanan yang lebih

rendah daripada tekanan Pressure Jet Burner konvensional (kurang dari 600 kpa~6 bar). Uap atau udara yang bertekanan juga disalurkan seluruhnya ke dalam nozzle.Semua dicampur secara seragam di dalam nozzle.Saat campuran tersebut meninggalkan nozzle, ekspansi gas menghasilkan suatu semprotan minyak yang halus.

Keuntungan menggunakan Air/Steam Atomised Burner

Sama halnya dengan tipe burner lainnya, tipe Air/Steam Atomised Burner ini juga memiliki kelebihan atau keuntungan dalam penggunaannya, antara lain:

- Penyemprotan uap ditoleransi untuk perubahan kualitas bahan bakar; dapat dengan sukses membakar bahan bakar dalam cakupan yang luas


(43)

- Tidak membutuhkan tekanan pompa bahan bakar minyak yang tinggi

- Tekanan-tekanan yang lebih rendah mereduksi pemakaian nozzle dan peralatan

- Kuat dan simple

- Jaket uap dapat dingin dalam perapian yang panas

Kerugian menggunakan Air/Steam Atomised Burner Adapun kelemahan penggunaan burner ini antara lain:

- Biaya awal yang tinggi - Penyalaan yang sulit

- Hanya cocok untuk instalasi-instalasi besar

- Menyaratkan sebuah sumber uap atau sejumlah besar udara bertekanan - Nozzle lebih murah

III.1.1.3.Rotary Cup Burner

Burner tipe ini terdiri dari suatu cup (mangkuk). Bahan bakar mengalir pada tekanan rendah (maks. 250 kpa~2,5 bar) ke belakang sebuah cup putar dimana bahan bakar menuruni sisi-sisinya dan terlempar ke tepi cup sebagai minyak yang sangat halus. Cup putar tersebut diputar pada kecepatan tinggi (sekitar 5000 RPM) dengan motor listrik.Sebuah kipas angin primer menghembuskan udara secara konsentris mengelilingi sisi luar cup, mendorong minyak pada kecepatan tinggi dan menyemprotkannya dalam bentuk tetesan-tetesan kecil.

Keuntungan penggunaan Rotary Cup Burner - Rasio putaran baik


(44)

- Kuat

- Relatif tidak terpengaruh oleh perubahan viskositas - Jika membakar, Rotary Cup Burner dapat menghandlenya

Kerugian penggunaan Rotary Cup Burner - Mahal

- Membutuhkan jadwal pemeliharaan harian untuk pengoperasian yang handal

- Service yang relatif kompleks

III.1.1.4. Low Pressure Air Atomising Burner

Burner dengan penyemprotan udara bertekanan rendah ini memiliki prinsip kerja sebagai berikut: minyak dipancing ke pada tekanan rendah (20-50 kpa) ke dalam suatu aliran udara dengan kecepatan tinggi. Kecepatan udara yang tinggi tersebut mengubah minyak menjadi butiran-butiran dan turbulensi udara selanjutnya mencampur dan menyemprotkan minyak.Sumber udara biasanya adalah blower bertekanan tinggi.

Keuntungan penggunaan Low Pressure Air Atomising Burner - Sangat kuat dan dapat menangani berbagai jenis bahan bakar - Biaya awal relatif murah

- Rasio putaran sangat baik

- Biaya-biaya operasional rendah karena tidak membutuhkan uap/udara bertekanan.


(45)

Kerugian penggunaan Low Pressure Air Atomising Burner - Bukan merupakan penyemprotan terbaik yang tersedia

- Secara umum hanya cocok untuk perapian yang sangat panas atau luas.

III.1.2. Berdasarkan bahan bakar yang digunakan

Tipe burner tentunya disesuaikan dengan bahan bakar yang akan digunakan. Berdasarkan bahan bakar yang digunakan maka burner dibagi atas dua tipe [18] yaitu: pemanas agregat (burner) yang menggunakan bahan bakar cair (solar) dan pemanas agregat (burner) yang menggunakan bahan bakar batubara.

III.1.2.1 Burner berbahan bakar solar

Gambar III.1. Burner berbahan bakar solar

Sumber: Potensi dan Permasalahan Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternative AMP di Wilayah BBPJN III [18].

Burner berbahan bakar minyak (solar) merupakan pemanas agregat yang menggunakan minyak yang dalam hal ini adalah solar sebagai bahan bakar yang mempunyai fungsi memanaskan agregat pada temperatur tertentu.


(46)

Dengan tekanan yang cukup tinggi solar disemprotkan melalui nozzle pada burner ke dalam silinder pengering. Untuk kesempurnaan pengapian serta untuk mengatur jauh dekatnya semburan api dari burner tersebut, diperlukan tambahan tekanan udara yang diperoleh dari blower yang dipasang menyatu dengan burner.

Penambahan tekanan solar serta tekanan angin dari blower tersebut akan menambahkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dan jelas akan menambah kalori yang dihasilkan, serta menambah jauh jangkauan semburan apinya, sehingga dapat menambah panas agregat dan mempercepat penurunan kadar air agregat. Penyetelan api dari penyembur api atau burner ini tidak diperbolehkan terlalu tinggi sebab akan mempengaruhi karakteristik dari agregatnya, yaitu agregat menjadi rapuh dan pecah karena terlalu panas. Untuk melindungi panas dari api pada penyembur api (burner) ini, maka disekeliling nozzle dipasang dinding pelindung yang terbuat dari batu tahan api. Bentuk tirai dari agregat yang jatuh tersebut memberikan efisiensi dalam pemanasan dan pengeringan agregat secara merata.

Gambar III.2. Tangki bahanbakar solar


(47)

III.1.2.2. Burner Berbahan Bakar Batubara

Gambar III.3. Burner berbahan bakar batubara

Sumber: Potensi dan Permasalahan Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternative AMP di Wilayah BBPJN [18].

Produksi HMA (Hot-Mix Asphalt, selanjutnya disebut hotmix saja) pertama kali dilakukan secara manual, dengan cara memanaskan batuan atau pasir di atas plat besi dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Lalu aspal dituang, dan pekerja kemudian mengaduk-aduk (membolak-balik) secara manual.Penggunaan alat pengaduk, mixer, secara mekanis pertama kali dilakukan di Paris pada tahun 1854, namun masih sangat sederhana dan terbatas, sehingga untuk memproduksi satu batch saja perlu waktu empat jam.

Diketahui ternyata pada awalnya bahan bakar yang digunakan pada pemanas agregat adalah batubara dengan peralatan yang sangat sederhana.Namun kemudian beralih ke penggunaan minyak solar.Dan saat ini saat gencar-gencarnya program diversifikasi bahan bakar digalakkan, beberapa AMP kembali menggunakan bahan bakar batubara.


(48)

Pada pemanasan atau pengeringan agregat digunakan alat penyembur api (burner) yang ditempatkan di depan ujung pengering putar (rotary dryer) tempat agregat panas keluar (outlet rotary dyer). Dengan tekanan yang cukup tinggi gas batu bara (hasil gasifikasi batubara) pada sistem pembakaran tidak langsung atau serbuk batu bara dari hasil pemecahan pada pulverizer pada sistem pembakaran langsung, disemprotkan melalui combustion chamber pada burner ke dalam pengering putar (rotary dryer). Untuk kesempurnaan pengapian serta untuk mengatur jauh dekatnya semburan api dari burner tersebut, diperlukan tambahan tekanan udara yang diperoleh dari blower yang

dipasang menyatu dengan burner. Pasokan batu bara pada burner harus diperhatikan jumlahnya, karena akan sangat mempengaruhi temperatur yang diperoleh, karena meskipun batu bara yang digunakan mempunyai kalori tinggi, jika berlebihan, terutama untuk sistem tidak langsung, tidak akan diperoleh temperatur tinggi. Pengaturan udara dan api pada penyembur api tidak diperkenankan terlalu tinggi sebab mempengaruhi karakteristik agregat, yaitu agregat menjadi rapuh dan pecah karena terlalu panas. Untuk melindungi logam pada dinding luar dan untuk mengarahkan lidah api pada pengering putar (rotary dryer), dipasang dinding pelindung yang terbuat dari batu tahan api[11].

III.2. Persyaratan Bahan dan Peralatan dalam Penggunaan Pemanas Agregat (Burner) Berbahan Bakar Batubara

Pada saat ini penggunaan burner berbahan bakar batubara pada AMP semakin besar potensinya.Berbagai faktor yang mempengaruhi pemilihan burner berbahan bakar batubara juga semakin menjadi pertimbangan bagi para pelaku dalam


(49)

industri konstruksi jalan.Keuntungan maupun kerugian dari penggunaan burner berbahan bakar batubara saat ini juga sedang dikaji jauh lebih luas, begitu juga berbagai upaya guna mengurangi kerugian-kerugian yang disebabkan penggunaan burner berbahan bakar batubara. Salah satu kerugian yang dianggap perlu untuk dicari solusinya adalah belum adanya suatu norma, standar atau petunjuk teknis sebagai acuan pengoperasian dan batas-batas penggunaan burner berbahan bakar batubara [17].

Namun saat ini hal tersebut sudah dapat teratasi karena telah dikeluarkan sebuah pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga pada tahun 2009 yaitu Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Bahan Bakar Batubara untuk Pemanas Agregat. Setelah dilakukan pengkajian terhadap AMP berbahan bakar batubara maka pada prinsipnya penggunaan burner berbahan bakar batubara dapat diijinkan sepanjang memenuhi [9] :

1. Persyaratan bahan (batubara), antara lain: nilai kalori, kadar air, kandungan abu, kandungan sulphur, kandungan karbon, dan indeks kekerasan (HGI)

2. Persyaratan peralatan, antara lain:

a. Proses langsung (direct process) : mesin pemecah butir batubara, penampung butir batubara, pemasok batubara untuk mesin penghancur, mesin penghancur butir batubara, pipa pemasok ke pembakar batubara, dan pembakar batubara butir halus

b. Proses tidak langsung (indirect process) : alat pemasok butir batubara ke tanur reaksi, tangki air dan uap air, pemasok air dan uap air ke


(50)

dalam reaktor, penampung batubara, tanur reaksi, klep air, mesin peniup utama dan peniup.

Selain persyaratan bahan dan peralatan, guna menjaga kualitas dari material batubara yang digunakan sehingga dapat digunakan dengan baik sebagai bahan bakar pemanas agregat dan dapat menghasilkan campuran aspal yang tepat maka pengaturan teknis ini juga mengatur tentang pengendalian mutu material batubara.

III.2.1. Persyaratan Bahan

A. Ketentuan batubara untuk bahan bakar di AMP

- Batubara yang digunakan dalam pekerjaan untuk bahan bakar pemanas agregat pada unit pencampuran aspal harus memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel 1 agar hasil yang diperoleh adalah campuran beraspal panas yang memenuhi persyaratan

- Batubara yang digunakan untuk bahan bakar pemanas agregat pada unit pencampur aspal harus dari salah satu jenis batubara bituminous, sub bituminuous atau lignite, tidak boleh digunakan sebelum disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.

- Sebelum memulai pekerjaan Penyedia Jasa harus melaksakan pengadaan bahan bakar batu bara paling sedikit untuk kebutuhan satu bulan dan selanjutnya tumpukan persediaan harus dipertahankan paling sedikit untuk kebutuhan pemanasan agregat pada unit pencampur aspal, untuk memproduksi campuran beraspal panas satu bulan berikutnya.


(51)

- Untuk menghindari bahaya kebakaran dan penurunan kualitas, penimbunan batubara di lokasi pekerjaan harus mempertimbangkan iklim, tingkat kelembaban dan sinar matahari.

- Analisis proksimat: lengas, kadar abu, carbon dan zat terbang. Kandungan dari bahan-bahan tersebut akan mempengaruhi besaran temperatur dari batubara yang dipakai

- Batubara yang digunakan sebagai bahan bakar terlebih dahulu perlu diketahui sifat serta jenisnya agar di dalam penggunaannya mempunyai nilai yang menguntungkan, sifat-sifat batubara yang perlu diperiksa antara lain:

a) Analisis ultimat untuk mengetahui unsur: Carbon, Hidrogen, Sulfur, Phospor dan Chlorida

b) Nilai kalori, terdiri atas nilai kalori bersih dan kalori kotor, nilai ini akan memberikan indikasi kemampuan batubara menghasilkan kalori

c) Nilai sulfur, yang pada saat pembakaran berlangsung akan berubah menjadi SO2

d) Analisis abu yang diperoleh saat pembakaran akan membentuk oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, dan K2O, nilai abu berkisar antara 5% - 20%.

e) Indeks gerus, merupakan bilangan yang menunjukkan susah tidaknya batubara untuk dibuat butiran halus, nilai indeks gerus dari batubara berkisar antara 35 sampai 60


(52)

g) Impurities, menyangkut kebersihan dari batubara. Kandungan impurities akan mempengaruhi abu yang dihasilkan saat pembakaran batubara yang digunakan.

B. Ketentuan batubara yang digunakan

Dalam pengaturan teknis juga dijelaskan persyaratan untuk batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal panas. Batubara yang digunakan harus dites dib alai pengujian Independen yang disetujui dan diawasi oleh direksi pekerjaan dimana pengambilan sampel sesuai dengan SNI 03-6889-2002 dan SNI 13-6717-2002, hasil tes tersebut harus memenuhi persyaratan pada tabel IIII.1.

Tabel III.1. Persyaratan Batubara Yang Digunakan

Sumber: Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Batubara untuk Pemanas Agregat [10].


(53)

C. Ketentuan abu terbang (fly ash) yang dihasilkan batubara saat pemanasan agregat.

Saat pemanasan agregat pada dryer di unit pencampur aspal (AMP) akan terdapat abu terbang (fly ash) yang dihasilkan batubara dengan proses langsung akan tercampur dengan agregat yang dipanaskan. Untuk menjamin mutu campuran beraspal panas yang dihasilkan memenuhi persyaratan, abu terbang harus memenuhi persyaratan yang ditampilkan pada Tabel III.2.

Tabel III.2. Persyaratan Abu Terbang Hasil Pembakaran Batubara

Sumber: Pengaturan TeknisUnit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan

Bahan Bakar Batubara untuk Pemanas Agregat[10].

Di samping itu dengan digunakannya batu bara sebagai bahan bakar pada pemanas terdapat kecenderungan tercemamya udara sàat AMP dioperasikan, nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk semua polutan yang terjadi diperlihatkan pada Tabel III.3. Apabila salah satu sistem rusak atau tidak berfungsi serta ambang batas polutan tidak terpenuhi, maka instalasi pencampur aspal tidak boleh dioperasikan.


(54)

Tabel III.3. Persyaratan Polutan dari AMP Berbahan Bakar Batubara

Sumber: Pengaturan TeknisUnit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan

Bahan Bakar Batubara untuk Pemanas Agregat[10].

III.2.2. Persyaratan Peralatan

A. Proses langsung (Direct Process) 1. Mesin pemecah butir batu bara

Untuk mereduksi diameter butir batubara dan ukuran tiga in (75 mm) menjadi ukuran (max. 10 mm) umumnya menggunakan mesin pemecah 1 penggiling (grinding machine) harus mempunyai kemampuan untuk memperkecil diameter batubara dengan waktu yang singkat. Jenis dan mesin pemecah yang digunakan adalab mesin pemecah jenis roll, jenis rod mill atau jenis swing hammer, dengan kapasitas mininium 25 ton per jam pada putaran 300 - 550 rpm sehingga dapat memasok pulverizer tanpa mengalami hambatan. Setiap 400 ton batubara yang


(55)

dipecah atau 300 jam produksi campuran beraspal panas, harus dilakukan pemeriksaan jarak antara hammer dengan liner, apabila sudah mengalami keausan harus dilakukan penggantian.

2. Penampung Butir batubara (Coal Bin)

Bin dingin (coal bin) penampung batubara hasil pecah mesin penggiling/pemecah (grinding machine) mempunyai ukuran 1,5 m3 sampai 5 m3, harus dilengkapi dengan motor penggetar (vibratingmotor) yang harus dapat menjamin butir batubara dapat turun dengan sempurna ke ban berjalan pemasok (Feeder Conveyor) yang dipasang di bawah bin dingin.

3. Pemasok batubara untuk Mesin Penghancur (Feeder For Pulverizer) Pernasok untuk batu bara harus dari jenis ban berjalan pemasok (Feeder Conveyor). Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, jenis lain diperkenankan hanya jika pemasok tersebut dapat menyalurkan batubar apada kecepatan yang tetap tanpa penyumbatan pada corong pulverizer. Pernasok hams dilengkapi dengan tombol untuk menghidupkan/ rnenghentikan dan pengatur kecepatan pasokan batu bara ke pulverizer.

4. Mesin Penghancur Butir Batubara (Pulverizer)

Pulverizer, selain dilengkapi dengan ulir pemasok (screw conveyor) untuk mengatur pasokan butir batu bara dengan diameter lolos saringan max 10 mm untuk dihancurkan, juga harus dilengkapi dengan minimum tiga buah piringan bertingkat yang dilengkapi dengan smashing tip, dengan jarak bersih (clearance) dengan jiner


(56)

yang bisa diatur sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh butir batubara dengan diameter lolos saringan no 100 (100%), no.200 (0,074 mm) (minimum 80%).

Jarak antara smashing tip dengan liner harus dikontrol terus menerus pada interval produksi setiap 400 ton batubara yang dipecah atau setiàp 300 jam produksi campuran beraspal panas, apabila telah mengalami kerusakan /keausan pada

smashing tip harus dapat dilakukan rekondisi atau penggantian.

5. Pipa Pemasok ke Pembakar batubara (Feeder for Combustion)

Untuk mernasok butir batubara halus hasil pulverizer harus dari jenis pipa lentur (flexible pipe), kecuali atas persetujuan Direksi Pekerjaan, jenis lain dapat diperkenankan hanya jika pernasok tersebut dapat menyalurkan butir batubara tanpa hambatan untuk sarnpai pada combustion chamber, sesuai yang direncanakan..

6. Pembakar Batubara Butir Halus (Combustion)

Pembakar batubara butir halus harus lolos saringan no.200 (0,074 mm) (minimum 80%). Harus terdiri atas:

a) Ruang Bakar Batubara (combustion chamber)

Ukuran panjang dan diameter sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan pembakaran sempurna dengan temperatur antara 800 °C sampai 1000 °C, sehingga sisa pembakaran berupa abu terbang (fly ash) rnempunyai berat jenis antara 2,1 sarnpai 3 yang tidak menyebabkan turunnya mutu campuran beraspal panas yang diproduksi.


(57)

b) Mesin peniup turbo (turbo blower) .

Untuk mengatur pola api yang dihasilkan, pada combustion harus dipasang turbo blower, dilengkapi dengan alat pengatur penuangan (dumper) terdiri atas:

(a) Pengatur panjang pendek inti api (Micro adjustable direct flow) (b) Pengatur turbulensi api (Main control spiraiflow)

(c) Pengatur besar kecil semburan api (Main control direct flow)

Pengaturan pola api yang dihasilkan pada ruang pembakaran (combustion chamber), harus dilakukan sedemikian rupa sehingga temperatur yang disyaratkan untuk memanaskan agregat pada dryer tercapai.

c) Perlengkapan Pengukur Panas, termometer (thermometer)

1. Termometer berlapis baja yang dapat dibaca dari 100 °C sampai 1000°C harus dipasang di ruang pembakaran (combustion chamber,)

2. AMP juga harus dilengkapi dengan termormeter, baik jenis arloji (pembacaan jarum), air raksa (mercury-actuated), pyrometer listrik ataupun perlengkapan pengukur panas lainnya yang disetujui Direksi Pekerjaan, yang dipasang pada corong pengeluaran dan alat pengering untuk mencatat secara otomatis atau menunjukkan temperatur agregat yang dipanaskan.

3. Sebuah termo elemen (thermo couple) atau bola sensor (resistance bulb) harus dipasang di dekat dasar penampung (bin) untuk mengukur temperatur agregat halus sebelum memasuki alat pencampur.


(58)

d) Direksi Pekerjaan dapat meminta penggantian setiap thermometer dengan alat pencatat temperatur yang disetujui.Selanjutnya Direksi Pekerjaan dapat meminta grafik temperatur harian untuk disediakan.

B. Proses tidak langsung (Indirect Process, Gasification Process)

1. Alat Pemasok Butir Batu Bara ke Tanur Reaksi (Reaktor)

Alat pemasok batubara dengan diameter butir 20 mm sampai 60 mm harus dari jenis pengangkat yang dilengkapi mangkuk (bucket elevator). Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, jenis lain diperkenankan hanya jika pemasok tersebut dapat menyalurkan batubara pada kecepatan tertentu tanpa menyebabkan terjadinya keterlambatan pasokan batubara pada reaktor, sehingga akan menyebabkan terganggungnya proses pembakaran.

2. Tangki Air dan Uap Air

Tangki terbuat dari logam harus dapat menampung air dan uap air dengan tekanan minimum 0.7 bar dengan kapasitas antara 2 mm3 sampai 3 mm3.Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, jenis dan kapasitas lainnya diperkenankan hnya jika tangki air dan uap air tersebut tidak mengganggu cadangan air dan uap air untuk terjadinya reaksi kimia pada reaktor.

3. Pemasok Air dan Uap Air ke Dalam Reaktor

Pemasok air dan uap air harus dari jenis pipa logam tahan panas dan karat, dengan diameter tertentu, kecuali Direksi Pekerjaan mengganti dengan pipa lainnya tanpa


(59)

menyebabkan terganggunya pasokan air/uap air ke dalam reaktor sehingga reaksi kimia antara batubara dengan air berjalan sesuai rencana.

4. Penampung Batu Bara (Cold Bin)

Di atas reaktor harus terdapat dua penampung batubara (coal bin) yang dipasok dengan bucket elevator. Kedua coal bin harus terbuat dari logam berbentuk kerucut terpancung yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, dilengkapi pintu bukaan untuk pasokan batu bara ke dalam reaktor, dua pintu bukaan hanya boleh dibuka salah satu saja, sehingga dijamin tidak terjado tekanan balik dari reaktor.

5. Tanur Reaksi (Reaktor)

Tanur reaksi harus terpasang dengan kapasitas 5 mm3 sampai 10 mm3 yang harus menjamin terjadinya reaksi kimia antara uap air dan batuabara, sehingga menghasilkan gas methane dengan tekanan dalam reaktor sebesar 0,4 – 0,7 bar. Untuk menghasilkan gas methane dengan tempertaur antara 4000C sampai 6000C disyaratkan temperatur di dalam reaktor adalah pada rentang 10380C sampai 13710C (1900 0F – 2500 0F).

6. Klep Air (Water Valve)

Untuk mengatur keluarnya gas methane yang dihasilkan tanur reaksi, sebelum dialirkan ke dalam dryer menggunakan blower, harus dipasang water valve yang telah memenuhi persyaratan. Direksi Pekerjaan dapat mengganti water valve dengan peralatan lain yang sejenis, dengan jaminan tidak menghambat gas methane untuk mengalir ke dalam dryer.


(60)

Main blower dengan kekuatan minimum 22,5 KW harus terpasang untuk

mengalirkan uap air dan udara ke dalam reaktor, sedangkan blower dengan kekuatan minimum 12,5 KW harus terpasang untuk mengalirkan gas methane dari reaktor ke dalam dryer. Direksi Pekerjaan berhak untuk mengganti kedua jenis blower dengan kekuatan berbeda asalkan dijamin temperatur dan panjang lidah api (flame) dari gas methane yang dialirkan ke dalam dryer masih memenuhi persyaratan yang ditentukan.


(61)

BAB IV

PENGGUNAAN PEMANAS AGREGAT (BURNER) BERBAHAN BAKAR BATUBARA PADA AMP

Setelah mengetahui persyaratan dalam penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat baik persyaratan bahan maupun persyaratan peralatan, selanjutnya dibahas mengenai penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal (AMP) serta analisis teknis dan ekonomis penggunaan burner batubara. Dua unit AMP yang diamati adalah AMP PT. Adhi Karya Pasar V Patumbak dan AMP PT. Karya Murni Perkasa Pasar V Patumbak .

IV.1. Penggunaan Pemanas Agregat Berbahan Bakar Batubara Pada Base Camp Stone Crusher & AMP PT. Adhi Karya Pasar V Patumbak

Tipe AMP yang digunakan adalah tipe takaran (Batching Plant NAP 600), dengan pulverized coal burner model MP500 buatan Hamada tahun 1981 yang mampu memproduksi 25 – 30 Ton / jam. AMP berbahan bakar batubara ini sebelumnya telah dimodifikasi setelah dilakukan percobaan berkali-kali guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul dari penggunaan bahan bakar batubara. Berikut adalah spesifikasi pulverized coal burner yang digunakan pada AMP ini.


(62)

MODEL MP500 Kapasitas Agregat 30 Ton/jam

Sistem Combustion Pulverized Coal Burner Kapasitas Maksimal Pulverizer 500 Kg/jam

Thermal Heat Value 3.25M Kcal/jam Ukuran Input Batubara 0-10 mm

Ukuran Output Batubara 0.08 mm Nilai Kalori Batubara 6.200 Kcal/Kg Temperatur Pembakaran 800-1.100 0C Temperatur Akhir Agregat 150-170 0C

System Kontrol Honeywell UDC 3300

Pulverizer Power 15 KW

Space Requirement 7 x 12 m

Tabel IV.1. Spesifikasi Pulverized Coal Burner MP500

Sumber: brosur Hamada PCB-AMP


(63)

Batubara yang digunakan diperoleh dari Padang dan berdasarkan Sertifikat Analisis No. 05975/AGACAC yang dikeluarkan oleh PT. SUCOFINDO Tanggal 1 September 2009 tentang hasil uji kandungan batubara yang digunakan pada AMP Adhi Karya, maka dapat dilihat bahwa batubara yang digunakan sesuai dengan persyaratan yang ada.

PARAMETER SATUAN HASIL PERSYARATAN

KESIMPULAN SESUAI TIDAK

SESUAI Nilai Kalori Kadar Air Kandungan Abu Sulphur (Total) Karbon Indeks Kekerasan Kcal/kg % % % % - 6048 11,36 9,38 0,76 44,21 48 >5500 <20 ≤15 ≤ 0,80 38 – 46 45 - 60

√ √ √ √ √ √ Tabel IV.2. Kandungan batubara pada AMP Adhi Karya

Sumber: Sertifikat Analisis No. 05975/AGACAC yang dikeluarkan oleh PT. SUCOFINDO Tanggal 1 September 2009

Setelah melakukan pengamatan batubara yang digunakan, peneliti kemudian melakukan pengamatan melalui pemeriksaan teknis komponen peralatan AMP dalam kondisi dihidupkan dan tidak dihidupkan.Dan diperoleh hasil bahwa semua peralatan dalam keadaan baik/lancar.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh peneliti dari pihak AMP Adhi Karya, adapun yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan burner batubara adalah sebagai berikut:


(64)

- Sehubungan dengan semakin besarnya potensi penggunaan batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat sebagaimana yang dianjurkan pemerintah dalam hal diversifikasi bahan bakar dengan ketersediaan deposit yang terjamin.

- Pertimbangan pada segi ekonomi. Batubara lebih hemat dibandingkan dengan solar, walaupun investasi awal (dalam hal ini pihak Adhi Karya menyebutkan investasi awal sebesar 450 juta pada tahun 2006) lebih besar dibandingkan dengan solar namun dengan pengembalian investasi yang cepat serta biaya bahan baku yang lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan bakar solar (harga 1 liter solar = Rp. 8.600, harga 1 kg batubara = Rp. 940) maka bahan bakar batubara dianggap lebih ekonomis dibanding solar.

Di samping dua hal tersebut, pemilihan bahan bakar yang akan digunakan sebagai bahan bakar pemanas agregat tetap berpedoman pada kontrak yang telah ditetapkan. Jika dikaitkan dengan proyek-proyek yang tidak mengijinkan menggunakan batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat, sebagai contoh Jasa Marga dan Angkasa Pura dengan pertimbangan bahwa pengeringan agregat menjadi kurang sempurna jika menggunakan batubara sehingga menurunkan kinerja campuran aspal, maka pihak AMP Adhi Karya menjawab keraguan tersebut dengan memodifikasi yang dilakukan sehingga permasalahan-permasalahan yang timbul dapat diatasi. Modifikasi yang dilakukan antara lain combustion yang awalnya tidak bergerak kini dimodifikasi menjadi berputar. Pengumpul debu (dust collector) yang awalnya hanya ada satu buah kemudian dimodifikasi menjadi dua.

Adapun mengenai pemeliharaan yang dilakukan, AMP Adhi Karya melakukan pemeliharaan sebagai berikut:


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V. 1. KESIMPULAN

Dari pembahasan mengenai analisis penggunaan batubara sebagai bahan alternatif pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal panas (AMP) yang peneliti lakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat ternyata saat ini memiliki potensi yang cukup besar. Mengingat cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas di seluruh dunia, baik di negara maju maupun Negara berkembang, termasuk Indonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara melimpah. Di samping harga batubara (Rp. 940/kg) yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga solar (Rp. 8600/liter).

2. Berdasarkan cara penyemprotan bahan bakar, burner dibagi 4 (empat) tipe yaitu: Pressure Jet Burner, Air/Steam Atomised Burner, Rotary Cup Burner, dan Low Pressure Air Atomising Burner. Sedangkan berdasarkan bahan bakar yang digunakan burner dibagi atas 2 (dua) tipe yaitu: burner berbahan bakar cair (solar) dan burner berbahan bakar batubara.

3. Batubara dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat sepanjang memenuhi segala persyaratan yang telah ditetapkan dalam Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Bahan Bakar Batubara untuk Pemanas Agregat yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan bahan dan persyaratan peralatan.


(2)

4. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat selain memiliki kelebihan yaitu dalam hal harga bahan bakar yang murah dan ketersediaan deposit yang terjamin, ternyata juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan.

5. Dari hasil pengerjaan tugas akhir ini, diketahui permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: sulit memperoleh batubara bermutu baik, partikel batubara yang tidak sesuai dengan persyaratan (100% lolos saringan no.100 dan minimal 80% lolos saringan no.200), pembakaran tidak sempurna, terjadinya fluktuasi temperatur serta temperatur target dari campuran beraspal tidak tercapai, serta polusi udara.

6. Terdapat beberapa upaya dalam menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi antara lain pemilihan yang tepat untuk batubara bermutu baik, penggunaan pulverizer yang harus dapat memecah batubara sesuai persyaratan yang ditetapkan, serta konsistensi peralatan yang harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

7. Dari segi ekonomi, berdasarkan perhitungan biaya produksi, AMP dengan bahan bakar solar dapat memberikan penjualan per tahun yang lebih besar sehingga memberikan pendapatan yang lebih besar (dengan selisih sebesar Rp. 1.602.329.070) dibandingkan dengan AMP batubara namun dengan harga campuran aspal yang lebih mahal pula dibandingkan dengan batubara.

8. Ditinjau dari aspek teknis maupun ekonomi dan mengingat telah dikeluarkannya pengaturan teknis yang mengatur penggunaan batubara maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batubara dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif


(3)

potensi penggunaan batubara dan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan, diperlukan pengawasan yang ketat agar sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

V.2. SARAN

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini.Namun peneliti juga ingin merekomendasikan beberapa hal melalui saran-saran yang berkaitan dengan penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat pada unit produksi campuran aspal (AMP).

1. Dalam penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat dibutuhkan banyak upaya yang harus dilakukan guna mengatasi permasalahan yang terjadi, dalam hal ini diperlukan standarisasi dan sertifikasi untuk setiap AMP berbahan bakar batubara.

2. Telah ditetapkan pengaturan teknis penggunaan batubara sebagai bahan bakar alternatif pemanas agregat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Bina Marga yang mana hal ini telah menjawab kerisauan beberapa pihak akan belum adanya suatu norma yang memayungi penggunaan batubara. Namun pengaturan tersebut akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat.

3. Diperlukan pelatihan khusus bagi pemilik AMP guna memilih batubara yang baik dan mengerti benar bagaimana pengadaan, penyimpanan hingga penggunaan batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat. Begitu juga dengan operator AMP yang juga perlu diberi pelatihan khusus.


(4)

4. Pada penelitian ini, penggunaan batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat lebih ditekankan pada aspek teknis sedangkan aspek ekonomis hanya ditinjau dari segi ekonomi secara kasar. Peneliti mengharapkan ada penelitian-penelitian lanjutan yang membahas penggunaan batubara dengan perincian ekonomi yang lebih rinci lagi


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Brock, J. Donald and James G. May. 1987. Coal-Fired Asphalt Plant. United Stated Patent.

2. Kurniaji. 2008. Pengaruh Penggunaan Batubara Sebagai Pengganti Bahan Bakar Minyak pada Pemanas (Dryer) di AMP terhadap Campuran Beraspal Panas. Konferensi Regional Teknik Jalan Ke-10 Wilayah Barat dan Tengah.

3. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Buku-I : Petunjuk Umum. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah.

4. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Buku-II : Petunjuk Ringkas. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah.

5. Manual Pemeriksaan Peralatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-I : Fungsi dan Cara Kerja. 2007. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga

6. Manual Pemeriksaan Perlatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-II : Pemeriksaan Kelaikan Operasi. 2007. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga

7. Manual Pemeriksaan Perlatan Unit Pencampur Aspal Panas Buku-III : Pengoperasian dan Perawatan. 2007. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga

8. Marino, John A. 1985. Aggregate Dryer Burner. United States Patent.

9. Pd T-03-2005-B. 2005. Pedoman Pemeriksaan Peralatan Unit Produksi Campuran Beraspal

10.Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Batubara untuk Pemanas Agregat. 2009. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga


(6)

11.Penggunaan batu bara untuk pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal (AMP). 2010. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

12.PT. Geoservices, LTD. 2010. Kualitas Batubara. 13.Refiners (PTV LTD). 2009.Fuel Oil Burners.

14.Sastrosoenarto, Hartarto Menteri Perindustrian dan Perdagangan

(1983-1995); Menko Wasbang dan PAN (1998-1999) Batubara dan Solusi Bahan Bakar Minyak.

15.Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Edisi 1. Granit. Jakarta.

16.Suryadiyana. Kelaikan Operasional Asphalt Mixing Plant.

17.Sutoyo. 2008. Sistem Pemanasan AMP dengan Bahan Bakar Batubara Tidak Mempengaruhi Kinerja Campuran Aspal. Konferensi Regional Teknik Jalan Ke-10 Wilayah Barat dan Tengah.

18.Syarkowi dan L. Arsan Tira. 2008. Potensi dan Permasalahan Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternative AMP di Wilayah BBPJN III. Konferensi Regional Teknik Jalan Ke-10 Wilayah Barat dan Tengah.