Pengaruh Hutan Kota Dalam Mengurangi Hujan Asam di Kawasan Industri (Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar, Kecamatabn Medan Deli, Medan)

(1)

PENGARUH HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI HUJAN

ASAM DI KAWASAN INDUSTRI

(Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan)

YENI AGUSTIARNI

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI HUJAN

ASAM DI KAWASAN INDUSTRI

(Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan)

SKRIPSI

Disusun oleh:

YENI AGUSTIARNI 041202015/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN


(3)

PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)

DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

KEBERADAANNYA DI LADANG MASYARAKAT

(Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)

SKRIPSI

Oleh :

YENI AGUSTIARNI 041202015/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Hutan Kota Dalam Mengurangi Hujan Asam di Kawasan Industri (Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar, Kecamatabn Medan Deli, Medan)

Nama : Yeni Agustiarni NIM : 041202015 Jurusan : Kehutanan Program Studi : Budidaya hutan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Bejo Slamet, S. Hut, M.Si Ir. Hidayati, M. Si Ketua Anggota

Mengetahui :

Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar,MS Ketua Departemen Kehutanan


(5)

ABSTRACT

This research conducted on April until June 2008. The aim of this research is to prove the role of urban forest existences to reducing acid rain and its influence to water quality which fall on the land surface in Kawasan Industri Medan (KIM). Areal Research determined with the purposive sampling method. Troughfall and stemflow measured by utilize to get the interception of area with vegetation, and rainwater in rain gauge measured as control area ( without vegetasi). Rainwater accomodated to be analysed with pH, Conductivity, SO42-, NO3-, NH4+, Ca2+,

Mg2+, and Na+. Attempt Design utilized in this research is Complete Random Design ( RAL) with the continuation test was use the Dunnett test. Result of continuation test by using Dunnett test show the difference which not significant among treatment factors, but tend to proven by very assistive in neutralization of rainwater acidity. This matter is shown with the analysis of parameter of pH and Conductivity was low ( pH = 5,42.,DHL = 528,67 µ mhos / cm), high anion obstetrical ( SO42-= 528,67 mg / l., NO3-= 27 mg / l), and low cation content (

NH4+= < 0,03 mg / l, Ca2+= 15,3 mg / l , Mg2+= 7,82 mg / l and Na+ = 0,1056

mg/l) in rainwater that accomodate at research area in Kawasan Industri Medan. Key words: Acid rain, industrial area, urban forest, troughfall, stemflow


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2008 dengan tujuan untuk membuktikan adanya peranan hutan kota dalam mengurangi hujan asam dan pengaruhnya terhadap kualitas air yang jatuh di permukaan tanah pada Kawasan Industri Medan (KIM). Areal penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling. Air hujan yang mengalir sebagai Troughfall dan stemflow diukur guna mendapatkan intersepsi areal bervegetasi, dan air hujan dalam penakar hujan diukur sebagai areal kontrol (tanpa vegetasi) Air hujan yang tertampung dianalisis dengan parameter pH, Daya Hantar Listrik(DHL), SO42-, NO3-, NH4+, Ca2+, Mg2+,

dan Na+. Rancangan percobaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji lanjutan menggunakan uji Dunnett. Hasil uji lanjutan dengan menggunakan uji Dunnett menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara faktor-faktor perlakuan, namun cenderung terbukti sangat membantu dalam menetralisir kemasaman air hujan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis parameter pH dan Daya Hantar Listrik yang rendah (pH = 5,42.,DHL = 528,67 µmhos/cm), kandungan anion yang tinggi (SO42-= 528,67 m,g/l., NO3-= 27

mg/l), dan kandungan kation yang rendah (NH4+= <0,03 mg/l, Ca2+= 15,3 mg/l ,

Mg2+= 7,82 mg/l dan Na+= 0,1056 mg/l) pada air hujan yang tertampung pada areal kontrol di lokasi penelitian di Kawasan Industri Medan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Peranan Hutan Kota dalam Mengurangi Hujan Asam di Kawasan Industri Medan (Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar,Kecamatan Medan Deli, Medan” ini dapat selesai sebagaimana mestinya.

Penulis sangat berterima kasih atas bantuan berupa support dan bimbingan yang diberikan sehingga membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Amiruddin, SP dan Ibunda Surami yang penulis hormati yang telah memberikan dukungan dan bantuan berupa material dan moril. 2. Kedua adik yang sangat Penulis sayangi Yudi Oktora dan Yopi Mardian

canda dan senyum mereka adalah semangat bagi penulis.

3. Bejo Slamet S. Hut, M.Si dan Ir. Hidayati, M.Si selaku komisi

pembimbing.

4. Dr.Ir. Edi Batara Mulya Siregar, MS selaku Ketua Departemen

Kehutanan Universitas Sumatera Utara beserta staf dab pegawai

5. Pimpinan dan Staf PT. KIM yang telah membantu penulis di lokasi

penelitian

6. Teman-teman kampus seperjuangan yaitu Ajoe, Yopi, Grace, Aulia,

Ombun, Rosmawati, Mira, Sonita, Mukden, Deni, dan semua mahasiswa kehutanan USU.

7. Rekan-Rekan yang turut memberikan motivasi yakni Hatta, Dedek, Melur, Dona, Yulina, Dian, Niken, Ratih, Lisa dan Akram Hussain.


(8)

8. Orang-orang yang membantu dalam setiap masalah, Dhani, dan Fahmi dari Bapedalda-SU

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan usulan penelitian ini. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, November 2008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRACT ...iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hujan Asam ... 4

Penyebab Hujan Asam ... 5

Hutan Kota ... 7

Bentuk dan Struktur Hutan Kota... 10

Hutan Kota Tipe Industri ... . 11

Kemasaman (pH) dan Konduktivitas……… ... 12

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Alat dan Bahan Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 14

Penentuan Areal ... 14

Pemasangan Alat ... 14

Analisis Air ... 16

Pengukuran pH sampel ... 16

Pengukuran DHL dan Kandungan Kation ... 16

Analisis NH4+ ... 17

Analisis NO3- ... 17

Analisis SO42- ... 18

Analisis Ca2+ dan Mg2+ ... 19

Analisis Na+ ... 20

Analisis Data ... 21

KONDISI UMUM Uraian Singkat Lokasi Penelitian ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Intersepsi ... 26


(10)

Nilai pH dan Daya hantar Listrik (DHL) ... 28 Kandungan Anion (SO42- dan NO3-)... 32

Kandungan Kation (Ca2+, Mg2+, Na+) ... 35 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 43 Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

1. Tally Sheet Pengukuran Setiap Unit Percobaan ... 22

2. Data Titik Pengambilan Sampel air hujan di KIM ... 25

3. Intersepsi Hutan Kota Tipe Industri di KIM ... 26

4. Nilai pH Air Hujan di KIM ... 28

5. Karakteristik Air Hujan di Jakarta, Medan, dn Manado ... 30

6. Hasil Analisis DHL di KIM ... 31

7. Hasil Analisis Kandungan Sulfat Air Hujan di KIM ... 32

8. Hasil Analisis Kandungan Nitrat Air Hujan di KIM ... 34

9. Hasil Analisis NH4+ dalam Air Hujan di KIM ... 36

10.Hasil Analisis Kandungan Ca2+ dalam Air Hujan di KIM ... 38

11.Hasil Analisis Kandungan Mg2+ dalam Air Hujan di KIM ... 40


(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Ilustrasi Pemasangan Alat Troughfall dan Stemflow ... 15

2. Gerbang PT. KIM ... 23

3. Lokasi Penelitian di Areal Olah Limbah ... 24

4. Peta Lokasi Penelitian ... 25

5. Kerapatan Tegakan pada Areal Penelitian ... 27

6. Nilai pH Air Hujan di KIM ... 29

7. Daya Hantar Listrik (DHL) Air Hujan di KIM... 31

8. Kandungan SO42- dalam Air Hujan di KIM ... 33

9. Kandungan NO3- dalam Air Hujan di KIM ... 34

10.Kandungan NH4+ dalam Air Hujan di KIM ... 37

11.Kandugan Ca2+ dalam Air Hujan di KIM ... 38

12.Kandungan Mg2+ dalam Air Hujan di KIM ... 40


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Pengukuran Stemflow dan Troughfall ... 47

2. Analisis data Pengukuran pH ... 48

3. Analisis Data Pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL) ... 49

4. Analisis Data Kandungan NH4+ ... 50

5. Analisis Data Kandungan NO3- ... 51

6. Analisis Data Kandungan SO42- ... 52

7. Analilsis Data Kandungan Ca2+ ... 53

8. Analisis Data Kandungan Mg2+ ... 54


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRACT ...iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hujan Asam ... 4

Penyebab Hujan Asam ... 5

Hutan Kota ... 7

Bentuk dan Struktur Hutan Kota... 10

Hutan Kota Tipe Industri ... . 11

Kemasaman (pH) dan Konduktivitas……… ... 12

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Alat dan Bahan Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 14

Penentuan Areal ... 14

Pemasangan Alat ... 14

Analisis Air ... 16

Pengukuran pH Sampel ... 16

Pengukuran DHL dan Kandungan Kation ... 16

Analisis NH4+ ... 17

Analisis NO3- ... 17

Analisis SO42- ... 18

Analisis Ca2+ dan Mg2+ ... 19

Analisis Na+ ... 20

Analisis Data ... 21 KONDISI UMUM


(15)

Nilai pH dan Daya Hantar Listrik (DHL) ... 28 Kandungan Anion (SO42- dan NO3-)... 32

Kandungan Kation (Ca2+, Mg2+, Na+) ... 35 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 43 Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

1. Tally Sheet Pengukuran Setiap Unit Percobaan ... 22

2. Data Titik Pengambilan Sampel air hujan di KIM ... 25

3. Intersepsi Hutan Kota Tipe Industri di KIM ... 26

4. Nilai pH Air Hujan di KIM ... 28

5. Karakteristik Air Hujan di Jakarta, Medan, dn Manado ... 30

6. Hasil Analisis DHL di KIM ... 31

7. Hasil Analisis Kandungan Sulfat Air Hujan di KIM ... 32

8. Hasil Analisis Kandungan Nitrat Air Hujan di KIM ... 34

9. Hasil Analisis NH4+ dalam Air Hujan di KIM ... 36

10. Hasil Analisis Kandungan Ca2+ dalam Air Hujan di KIM ... 38

11. Hasil Analisis Kandungan Mg2+ dalam Air Hujan di KIM ... 40


(17)

DAFTAR GAMBAR

1. Ilustrasi Pemasangan Alat Troughfall dan Stemflow ... 15

2. Gerbang PT. KIM ... 23

3. Lokasi Penelitian di Areal Olah Limbah ... 24

4. Peta Lokasi Penelitian ... 25

5. Kerapatan Tegakan pada Areal Penelitian ... 27

6. Hubungan Curah hujan dan Intersepsi ... 28

7. Nilai pH Air Hujan di KIM ... 29

8. Daya Hantar Listrik (DHL) Air Hujan di KIM... 31

9. Kandungan SO42- dalam Air Hujan di KIM ... 33

10. Kandungan NO3- dalam Air Hujan di KIM ... 34

11. Kandungan NH4+ dalam Air Hujan di KIM ... 37

12. Kandugan Ca2+ dalam Air Hujan di KIM ... 38

13. Kandungan Mg2+ dalam Air Hujan di KIM ... 40


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Pengukuran Stemflow dan Troughfall ... 47

2. Analisis data Pengukuran pH ... 48

3. Analisis Data Pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL) ... 49

4. Analisis Data Kandungan NH4+ ... 50

5. Analisis Data Kandungan NO3- ... 51

6. Analisis Data Kandungan SO42- ... 52

7. Analilsis Data Kandungan Ca2+ ... 53

8. Analisis Data Kandungan Mg2+ ... 54


(19)

ABSTRACT

This research conducted on April until June 2008. The aim of this research is to prove the role of urban forest existences to reducing acid rain and its influence to water quality which fall on the land surface in Kawasan Industri Medan (KIM). Areal Research determined with the purposive sampling method. Troughfall and stemflow measured by utilize to get the interception of area with vegetation, and rainwater in rain gauge measured as control area ( without vegetasi). Rainwater accomodated to be analysed with pH, Conductivity, SO42-, NO3-, NH4+, Ca2+,

Mg2+, and Na+. Attempt Design utilized in this research is Complete Random Design ( RAL) with the continuation test was use the Dunnett test. Result of continuation test by using Dunnett test show the difference which not significant among treatment factors, but tend to proven by very assistive in neutralization of rainwater acidity. This matter is shown with the analysis of parameter of pH and Conductivity was low ( pH = 5,42.,DHL = 528,67 µ mhos / cm), high anion obstetrical ( SO42-= 528,67 mg / l., NO3-= 27 mg / l), and low cation content (

NH4+= < 0,03 mg / l, Ca2+= 15,3 mg / l , Mg2+= 7,82 mg / l and Na+ = 0,1056

mg/l) in rainwater that accomodate at research area in Kawasan Industri Medan. Key words: Acid rain, industrial area, urban forest, troughfall, stemflow


(20)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2008 dengan tujuan untuk membuktikan adanya peranan hutan kota dalam mengurangi hujan asam dan pengaruhnya terhadap kualitas air yang jatuh di permukaan tanah pada Kawasan Industri Medan (KIM). Areal penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling. Air hujan yang mengalir sebagai Troughfall dan stemflow diukur guna mendapatkan intersepsi areal bervegetasi, dan air hujan dalam penakar hujan diukur sebagai areal kontrol (tanpa vegetasi) Air hujan yang tertampung dianalisis dengan parameter pH, Daya Hantar Listrik(DHL), SO42-, NO3-, NH4+, Ca2+, Mg2+,

dan Na+. Rancangan percobaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji lanjutan menggunakan uji Dunnett. Hasil uji lanjutan dengan menggunakan uji Dunnett menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara faktor-faktor perlakuan, namun cenderung terbukti sangat membantu dalam menetralisir kemasaman air hujan. Hal ini ditunjukkan dengan analisis parameter pH dan Daya Hantar Listrik yang rendah (pH = 5,42.,DHL = 528,67 µmhos/cm), kandungan anion yang tinggi (SO42-= 528,67 m,g/l., NO3-= 27

mg/l), dan kandungan kation yang rendah (NH4+= <0,03 mg/l, Ca2+= 15,3 mg/l ,

Mg2+= 7,82 mg/l dan Na+= 0,1056 mg/l) pada air hujan yang tertampung pada areal kontrol di lokasi penelitian di Kawasan Industri Medan.


(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerusakan alam mulai secara aktif bersamaan dengan revolusi industri yang terjadi sekitar 2 abad yang lalu. Berbagai macam barang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan ditemukannya mesin uap dan mesin motor bakar yang lebih mempercepat pertumbuhan aneka industri untuk perbaikan kesejahteraan hidup umat manusia (Sunu, 2001).

Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan yang masih terpusat pada daerah perkotaan (70 % industri diperkirakan berlokasi di kawasan perkotaan dan sekitarnya). Hal ini memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penduduk (BPLH DKI, 2004).

Masalah lain yang timbul akibat bertambahnya penduduk diantaranya adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sektor industri merupakan penyumbang pencemaran udara melalui penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga. Adapun Salah satu penyebab meningkatnya pencemaran udara di Indonesia adalah urbanisasi dan industrialisasi yang tumbuh dengan cepat tetapi tidak dibarengi dengan pengendalian pencemaran yang memadai dan efisien dalam penggunaan bahan bakar fosil (BPLH DKI, 2004).

Dampak negatif akibat menurunnya kualitas udara cukup berat terhadap lingkungan terutama kesehatan manusia yaitu : menurunnya fungsi paru,


(22)

peningkatan penyakit pernapasan, dampak karsinogen dan beberapa penyakit lainya. Selain itu pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan (Abubakar, 2001).

Hujan asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran udara dan air. Hujan asam terjadi karena banyaknya polutan diudara yang larut dan terbawa oleh air hujan sehingga pH air hujan akan berada dibawah rata-rata.

Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5,6. merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami seperti yang telah disepakati secara internasional oleh badan dunia WMO. Apabila pH air hujan lebih rendah dari 5,6 maka hujan bersifat asam, atau sering disebut dengan hujan asamdan apabila pH air hujan lebih besar 5,6 maka hujan bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danau-danau, dan aliran sungai (BMG, 2004).

Pepohonan diketahui dapat menetralisir hujan asam. Dimana saat angin berhembus kencang dan matahari hampir tidak ada, maka pohon akan melakukan proses fisiologis yang disebut gutasi. Peristiwa gutasi akan mengeluarkan kation-kation yang dapat menaikkan pH air hujan. Saat hujan turun melewati tajuk pohon akan berakumulasi bersama kation dari proses gutasi yang akan saling


(23)

beberapa jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Dengan demikian informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan hutan kota di kawasan industri.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya peranan hutan kota dalam mengurangi hujan asam dan pengaruhnya terhadap kualitas air yang jatuh di permukaan tanah pada Kawasan Industri Medan (KIM).

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah Keberadaan vegetasi dapat mengurangi hujan asam dan mempengaruhi kualitas air yang jatuh di permukaan tanah pada Kawasan Industri Medan (KIM)

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang peranan hutan kota dalam mengurangi

hujan asam, yang terjadi pada suatu kawasan industri.

2. Memberikan masukan bagi berbagai pihak dalam pengaturan ruang


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Hujan Asam

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat. Hujan adalah salah satu bentuk dari presipitasi, menurut Lakitan (2002) presipitasi adalah proses jatuhnya butiran air atau kristal es ke permukaan bumi. Sedangkan menurut Tjasyono (2004) mendefinisikan presipitasi sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Kabut, embun dan embun beku bukan merupakan bagian dari presipitasi (frost) walaupun berperan dalam alih kebasahan (moisture). Curah hujan terukur dalam inci atau millimeter. Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer.

Meningkatnya kegiatan industri biasanya akan diikuti dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan akan transportasi khususnya kendaraan bermotor akan meningkat terus. Hal tersebut dapat menyebabkan konsentrasi pencemaran udara semakin tinggi. Gas Sulfur Dioksida (S02) adalah salah satu gas buang kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan, mengurangi visibilitas, mempercepat pengkaratan, menyebabkan pencemaran bau, dan juga menyebabkan terjadinya hujan asam (Hanik, 2006).


(25)

(pH sedikit di bawah 6) karen2) d

air hujan memiliki bentuk sebagai dari 5,6 terutama pH dibawah 5,1 akan berdampak negatif dan menyebabkan berbagai kerusakan diantaranya dapat merusak properti, monumen, patung, bahan logam, dapat mematikan berbagai jenis binatang dan tumbuhan, menghambat pertumbuhan tanaman pangan dan sayur, menyebabkan penyakit pernapasan dan yang paling parah, pada ibu hamil akan menyebabkan bayi yang lahir prematur dan meninggal.

Penyebab Hujan Asam

Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbaw kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah (Wikipedia, 2007).

Hujan asam disebabkan oleh dalam membent dan bereaksi dengan air untuk membent mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Nitrogen oksida, diemisikan dari pembakaran pada temperatur tinggi yang bereaksi dengan bensin yang tidak


(26)

terbakar dengan sempurna dan zat hidrokarbon lain akan membentuk ozon rendah atau smog kabut berawan cokelat kemerahan (Susanta dan Hari, 2008)

Bahan bakar fosil merupakan sumber utama terjadinya pencemaran udara. Pencemaran udara yang terjadi berbanding lurus dengan perkembangan industri modern, pembangkit tenaga listrik, penggunaan batu bara dan kemajuan sektor transportasi. Pembakaran sempurna bahan bakar fosil meghasilkan CO2 dan H2O

bersama beberapa Nitrogen Oksida yang muncul dari fiksasi nitrogen dan atmosfir pada suhu tinggi. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan asap hitam yang terdiri dari partikel-partikel karbon atau hidrokarbon kompleks atau CO dan senyawa organik yang teroksidasi sebagian (Kristanto, 2002)

Secara sedehana, reaksi pembentukan hujan asam dapat diilustrasikan sebagai berikut:

S(s)+ O2(g) SO2 (g)

2SO2(g) + O2 (g) 2SO3 (g) SO3 (g) + H2O(l) H2SO4 (Aq).

Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutam ini. Pembacaan pH di area industri terkadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman penyumbang-penyumbang utama hujan asam. Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan


(27)

mengurangi emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas (Wikipedia, 2007).

Kekeringan yang cukup intensif menyebabkan meluasnya kebakaran hutan di beberapa wilayah, khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Kondisi iklim yang kering ditambah dengan kebakaran hutan yang hebat menyebabkan meningkatnya kadar polutan baik gas maupun debu di atmosfer. Sebagai akibatnya, kualitas air hujan menurun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya polutan gas maupun debu yang terlarut dalam air hujan tersebut (BMG, 2007).

Sering sekali, hujan asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, bahkan daerah pegunungan lebih sering terkena dampak dari hujan asam tersebut akibat dari tingginya curah hujan pada daerah pegunungan itu sendiri. Bahkan dampak yang paling membahayakan adalah adanya ion-ion beracun yang terlepas akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi manusia. Tembaga di air berdampak pada timbulnya wabah diare pada anak dan

air tercemar alumunium dapat menyebabkan penyakit

(Wikipedia, 2007).

Hutan Kota

Hutan kota menurut Fakuara (1987) adalah Tumbuhan vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberi manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan proteksi, rekreasi dan estetika lingkungan. Hal senada juga di ungkapkan Ismayadi (2007) mengenai pengertian hutan kota yakni merupakan pepohonan yang berdiri sendiri atau berkelompok atau vegetasi berkayu di


(28)

kawasan perkotaan yang pada dasarnya memberikan dua manfaat pokok bagi masyarakat dan lingkungannya, yaitu manfaat konservasi dan manfaat estetika. Sedangkan menurut Dahlan (1992), hutan kota merupakan suatu lahan yang bertumbuhan pohon di wilayah perkotaan di tanah negara atau hak milik yang berfungsi menyangga lingkungan dalam rangka pengaturan tata air, udara, habitat fauna yang memiliki nilai estetika dan homogen yang utuh dan merupakan areal hijau terbuka yang dinyatakan dan ditetapkan pejabat yang berwenang sebagai hutan kota.

Irwan (1994) mengemukakan bahwa hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota. Selain itu, berbentuk jalur menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis.

Kesempurnaan pengaturan jalannya air oleh hutan dipengaruhi oleh luas hutan, letak hutan dan keadaan hutan (Thohir, 1985). Selanjutnya dikatakan bahwa air hujan yang jatuh di tajuk pohon akan melalui perjalanan sebagai berikut, ada yang menguap kembali ke angkasa, sebagian lolos dari tajuk dan sebagian lagi mengalir kebawah dahan dan batang.

Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik


(29)

dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada

saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi

dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat

netral. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et

al.(1980) dalam Utomo(2006) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah

melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon (Dahlan, 1992).

Gutasi adalah proses keluarnya air dari Pori-Pori daun. Biasanya kumpulan air akan keluar pada saat petang hingga pagi hari. Karena pada waktu itu angin tidak berhembus kencang dan sinar matahari hampir tidak ada. Proses terjadinya gutasi pada tanaman sangat mungkin terjadi hanya menjelang pagi hari.

Hal ini sangat berkaitan dengan proses fotosintesis yang membuahkan O2

(oksigen) dan energi dari pembongkaran glukosa dan carbondioksida. (CO2+H2O C6H12O6 + O2 + energi) (Agromedia, 2007)

Gutasi yang terjadi merupakan hasil dari serapan akar yang di bawa oleh jaringan xilem maupun floem dalam mobilitas metabolisme tanaman, terutama pada proses respirasi (pernapasan) kebalikan dari proses fotosintat. Dari jaringan angkut yang di wakili oleh akar batang dan daun ini membawa partikel air dan hara dari dalam media yang tersedia, berupa kation-kation dari unsur gizi tanaman


(30)

C,H,N,S,P,O,K dan lainya berupa mineral, termasuk sebagian besar berupa mineral air (Agromedia, 2007).

Tumbuhan dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan. Menurut penelitian Wargasasmita et al., (1991) tumbuhan dapat mengkumulasi Pb pada daun dan kulit batangnya. Terbukti dari hasil penelitian itu bahwa kandungan Pb lebih banyak pada tanaman di tepi jalan dibandingkan pada tumbuhan sejenis, di lokasi yang jauh dari pinggir jalan. Dalam penelitian Fakuara et al.,(1987), dinyatakan bahwasanya tanaman Cassia siamea (johar), Phitecellobium dulce (Asam landi), dan Swietenia macrophylla (mahoni) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap Pb.

Beberapa tumbuhan dapat menyerap polutan tertentu. Seperti sebagian spesies kayu manis (Cinamomum Sp) dan yellow birch dapat menyerap sulfur dioxide (Grey dan Deneke, 1978). Menurut Robinette (1972), lingkungan pabrik dengan luas 500 m2 lahan hijau dapat menurunkan sekitar 70% sulfur dioxide dan 67% nitrit oxide. Demikian pula Stevenson, (1970 dalam Grey dan Deneke, 1978) mengemukakan bahwa hutan dapat menyerap ozon sekitar 80% dan pohon yang tinggi akan menyerap lebih banyak dari pohon yang rendah. Jalur hijau dengan

lebar 183 m dapat mengurangi pencemaran udara sampai 75 (Booth, 1979 dalam Irwan, 2005)

Bentuk dan Struktur Hutan Kota


(31)

lebarnya. Hutan kota meliputi taman, tepi jalan, jalan tol, jalan kereta api, bangunan, lahan terbuka, kawasan padang rumput, kawasan luar kota, kawasan permukiman, kawasan perdagangan, dan kawasan industri.

Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Struktur hutan kota, yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan yang menyusun hutan kota. Dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Berstrata dua yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya.

b. Berstrata banyak yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan, dengan strata dan komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam. (Irwan, 1994).

Hutan Kota Tipe Industri

Hutan kota Industri letaknya di sekitar kawasan industri suatu kota. Hutan kota dapat juga berupa taman kawasan industri yang dapat digunakan sebagai tempat istirahat bagi para pekerja, dan taman penyangga yang merupakan penyekat kawasan industri dengan pemukiman penduduk sekitarnya. Fungsi lain dari hutan kota industri ini adalah untuk meningkatkan kualitas udara disekitar kawasan industri yang tercemar akibat buangan industri yang berupa cairan, padat (debu) atau gas (Koto, 1991).


(32)

Suatu wilayah perkotaan pada umumnya mempunyai satu atau beberapa kawasan industri. Limbah dari industri dapat berupa partikel, aerosol, gas dan cairan dapat mengganggu kesehatan manusia. Di samping itu juga dapat menimbulkan masalah kebisingan dan bau yang dapat mengganggu kenyamanan. Beberapa jenis tanaman telah diketahui kemampuannya dalam menyerap dan menjerap polutan (Irwan, 1994).

Kemasaman (pH) dan Konduktivitas

Kemasaman (pH) menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi ion hidrogen H+ (Alaerts dan Sri, 1987). Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen dalam air, pH normal berkisar antara 6,5-7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa (Sunu, 2001).

Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/ DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan arus listrik. Semakin banyak garam-garam

terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL (Alaerts dan Sri, 1987).


(33)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Industri Medan dan sekitarnya. Kawasan Industri Medan (KIM) adalah sebuah Kelurahan Mabar, dilakukan di Laboratorium Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Daerah Sumatera Utara yang terletak di Jl. HM. Said No. 26 Medan. Penelitian ini dilakukan selama 3 hari hujan berkisar antara bulan Mei-Juni 2008.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah: grab sample merupakan sampel air yang diambil dari wadah air yang sedang diteliti, teer (aspal), larutan penyangga pH 4,01., larutan penyangga pH 7, larutan penyangga pH 10, , air suling atau air demineralisasi dengan DHL 0,5-2µ mhos/cm. KNO3, NaAsO2 0,5%, asam sulfanilat, larutan campuran brusin dan

asam sulfanilat, H2SO4, reagen untuk uji amoniak (ammoniak salisilat dan

ammoniak cianurat), reagen sulfat (sulve ver 4 sulfat), saringan membran berpori 0,45µm, NaCl 30%, larutan indikator kalsium dan indikator magnesium, 1 M EDTA, 1 M EGTA, KCl 0,1., KCl 0,01., dan KCl 0,5.

Dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 buah pipa paralon dengan panjang 3 m dan luas penampang 6000 cm2, 3 buah ember, 3 buah jerigen, selang plastik, paku, penakar hujan tipe observatorium dengan diameter 78,5 cm2, labu ukur 1000 ml, tabung reaksi 100 ml Erlenmeyer 250 ml dan 50 ml, botol


(34)

sampel 10 ml, 25 ml, dan 50 ml. bermacam ukuran pipet tetes, pengaduk magnetis, timbangan, oven, penangas air dengan pengatur suhu, saringan membran berpori 0,45 µm, Spektrofotometer, pH meter (mV meter), dan DHL meter, Termometer, gelas piala 100 ml dan 1000 ml. Dengan parameter yang akan diamati meliputi; pH, Konduktivitas (Daya Hantar Listrik), kandungan Anion (SO42-, NO3-,), Ammoniak(NH4+), dan Kandungan Kation (Ca, Mg, dan Na).

Metode Penelitian

1. Penentuan Areal

Penentuan areal penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu memasang alat pada areal bervegetasi yang representatif sebagai hutan dan pada areal terbuka sebagai kontrol. Dipilih 3 areal bervegetasi yang ada di Kawasan Industri Medan. Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 hari hujan.

2. Pemasangan Alat

Pemasangan Alat dilapangan dilakukan sebagai berikut:

1. Penakar Hujan dipasang di Areal terbuka dengan menggunakan penakar hujan tipe observatorium dengan luas penampang 78,5 cm2. alat dipasang setinggi 120 cm dari permukaan tanah yang terletak disekitar lokasi penelitian. Pengambilan sampel hari hujan diambil selama 3 hari hujan setiap pukul 07.30 WIB dan dihitung sebagai hari hujan kemarin.

2. Penakar air lolos (troughfall) 3 buah pipa paralon dengan masing-masing panjang 3 m dan dihubungkan ke penampung yang dipasang dibawah


(35)

tajuk dengan tinggi permukaan alat adalah 120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang dan bejana.

3. Pengukuran aliran batang (stemflow) dipasang pada batang tanaman dimana ujung selang bagian atas terletak 120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman selang dililitkan dengan paku dan teer (aspal) pada batang yang dihubungkan dengan jerigen yang diatur sedemikian rupa sehingga aliran batang dapat tertampung. Ilustrasi pemasangan alat stemflow dan troughfall dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Ilustrasi Pemasangan alat troughfall dan stemflow 4. Dihitung besaran intersepsi dengan menggunakan rumus:

I = CH – (SF + TF)

Keterangan: I : Intersepsi CH : Curah Hujan SF : Stemflow TF : Troughfall


(36)

5. Air yang tertampung kemudian di analisa di Laboratorium dengan parameter yang akan diamati meliputi; pH, Konduktivitas (Daya Hantar Listrik), kandungan Anion (SO42-, NO3-,), dan Kandungan Kation (Ca2+,

Mg2+,NH4+ dan Na+).

3. Analisis air

Analisa air dilakukan di laboratorium, meliputi kegiatan; (Bapedal, 1991): a. Pengukuran pH sampel

Dilakukan pengukuran sampel air hujan hasil troughfall dan stemflow dengan menggunakan pH meter.

b. Pengukuran DHL (Daya Hantar Listrik) dan Kandungan Kation

Pengukuran dilakukan dengan DHL meter, elektroda konduktometer dikalibrasikan terlebih dahulu dengan cara membilas elektroda dengan larutan KCl 0,01 M sebanyak 3 kali, kemudian diukur DHL larutan baku KCl 0,01 M dan atur sampai menunjukan angka 1,413 µ mhos/cm. Penetapan DHL contoh dilakukan dengan cara membilas elektroda dengan contoh sebanyak 3 kali kemudian diukur DHL contoh dengan membaca skala atau digit alat. Apabila m DHL contoh lebih besar dari 1,413 µ mhos/cm maka dilakukan pengukuran dengan menggunakan larutan baku KCl 0,1 M (DHL = 12,900 µmhos/cm) atau larutan 0,5 M (DHL 58,640 µ mhos/cm). Pengukuran kation dan anion menggunakan alat spektrofotometer. Adapun prosedur pengukuran kation dan anion menggunakan alat spektrofotometer


(37)

- Analisis NH4+

Adapun analisisnya adalah dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan metode salisilat. dipilih program untuk uji ammoniak nitrogen (NH3–N) dengan metode salisilat dengan panjang gelombang 655 nm.

Dimasukkan pipa isap 10 ml kedalam bagian alat, kemudian disiapkan 10 ml sampel dan 10 ml air suling yang masing-masing ditambahkan reagen ammoniak salisilat. Ditutup dan dikocok. Setelah 5 menit, ditambahkan Ammoniak cianurat (biru) pada keduanya. Ditutup dan dikocok. Setelah 15 menit, masing-masing sampel dimasukkan kedalam alat, lalu dilakukan pembacaan.

- Analisis NO3-

Disiapkan sampel uji, diukur 50 ml sampel uji secara duplo dan dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml. Bila mengandung sisa klor sampai 2,0 mg/l CL2, ditambahkan 0,05 ml larutan NaAsO2 kedalam

50 ml sampel, namun jika mengandung nitrit sampai 0,50 mg/l NO2-N,

ditambahkan 1 ml asam sulfanilat kedalam 50 ml contoh uji.

Persiapan pengujian:

Pembuatan Larutan Induk Nitrat, NO3-N:

yakni dengan melarutkan 721,8 mg KNO3 dengan 100 ml air suling

didalam labu ukur 1000 ml. Ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera.


(38)

Pembuatan Larutan Baku Nitrat, NO3-N

yakni dimasukkan 0,00; 0,25; 0,50; 1,00; dan 2;00 ml larutan induk nitrat dengan pipet ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera hingga diperoleh kadar nitrat –N 0,00; 0,25; 0,50; 1,00; dan 2,00 mg/l.

Pengujian:

Alat spektrofotometer diatur untuk pengujian nitrat, kemudian 10 ml larutan baku dimasukkan dengan menggunakan pipet tetes kedalam labu Erlenmeyer 50 ml. Ditambahkan 2 ml larutan NaCl dan 10 ml larutan H2SO4, aduk perlahan dan biarkan sampai dingin. Lalu

ditambahkan 0,50 ml larutan campuran brusin-asam sulfanilat, dan diaduk perlahan-lahan. Kemudian dipanaskan diatas penangas air

pada suhu tidak melebihi 95o C selama 20 menit kemudian

didinginkan. Lalu dimasukkan kedalam kuvet pada alat spektrofotometer, dibaca dan dicatat serapan masuknya. Jika perbedaan hasil secara duplo lebih besar dari 2% diulangi tahapan 2 sampai 5, jika perbedaan lebih kecil atau sama dengan 2%, hasilnya dirata-ratakan. Kemudian dibuat kurva kalibrasinya.

- Analisis SO4

2-Sebelumnya alat harus dikalibrasikan terlebih dahulu, diatur program untuk pengukuran kadar sulfat, diatur panjang gelombang terendah 450 nm. Setelah ditentukan dengan tepat maka layar akan


(39)

kedalam botol sampel. Kemudian dimasukkan reagen sulfat (Sulve ver 4 sulfat). Dibiarkan sampel jangan sampai terguncang hingga 5 menit. Lalu dimasukkan kedalam alat. Dan dilakukan pembacaan.

- Analisis Ca2+ dan Mg2+

Dengan menggunakan Calmagite Colorimetric Method pada alat

dipilih program untuk uji magnesium yakni 2 2 5, pada layar akan muncul acuan panjang gelombang 522 nm. Maka akan terlihat sampel kosong. Kemudian dimasukkan 100 ml sampel kedalam tabung reaksi 100 ml dan ditambahkan 1 ml larutan indikator kalsium dan magnesium dengan menggunakan pipet tetes 1,0 ml. Biarkan beberapa saat hingga larut. Kemudian tambahkan 1 ml larutan alkali untuk uji kalsium dan magnesium dengan menggunakan pipet tetes 1, 0 ml. Diamkan dan tunggu beberapa saat. Kemudian dimasukkan kedalam 3 botol uji masing-masing 25 ml. Tambahkan 1 tetes larutan 1 M EDTA kedalam salah satu botol sampel baku. Diaduk hingga tercampur. Lalu ditambahkan 1 tetes larutan EGTA ke dalam sampel uji dan diaduk hingga bercampur. Kemudian dimasukkan kedalam alat dan ditutup. Dikalibrasikan. Kemudian dimasukkan sampel uji kedalam alat dan ditutup. Kemudian dilakukan pembacaan kadar magnesium sebagai

CaCO3. lalu dipilih lagi untuk program kalsium 2 2 0. dan

dikalibrasikan dengan menekan zero. Dan masukkan sampel ketiga, lalu dilakukan pembacaan. Kemudian dikonversikan hingga didapatkan hanya kadar Mg2+ dan Ca2+.


(40)

- Analisis Na+

100 mL sampel disaring secara duplo dengan saringan membran berpori 0,45 µm ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL dan air saringan tersebut lah yang akan diuji. Dipindahkan sampel uji ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 20 mL. Lalu dibuat larutan induk Natrium (Na) yakni dengan melarutkan 2,542 g NaCl yang sudah dikeringkan dalam oven pada suhu 140° C, dengan 100 mL air suling di dalam labu ukur 1000 mL. Kemudian dilakukan pembuatan larutan baku Natrium. Pipet sebanyak 0, 100, 250 dan 500 mL, serta 1,0 dan 2,0 mL larutan induk Na dan masukkan masing-masing ke dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga diperoleh kadar natrium 0 ; 0,10 ; 0,25 ; 0,50 ; 1,0 dan 2,0 mg/L,Ukur 20 mL larutan baku secara duplo dimasukan ke dalam tabung reaksi. Lalu di isapkan satu persatu bahan uji tersebut kedalam alat spektrofotometer dan dilakukan pembacaan maing-masing serapan masuknya. Dibuat kurva kalibrasi dan ditentukan persamaan garis lurusnya.

4. Analisis Data

Lokasi Pengambilan data Primer dilakukan pada 4 tipe tempat berdasarkan dugaan besarnya pengaruh, yaitu:

1. Areal Tipe I : Pepohonan kota yang ditanam jarang 2. Areal Tipe II : Pepohonan kota yang ditanam agak rapat


(41)

4. Areal Tipe IV: Merupakan areal terbuka tempat penakar hujan dipasang yakni areal tanpa vegetasi atau pepohonannya, areal ini dimaksud sebagai kontrol atau pembanding antar tipe areal.

Rancangan percobaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rnacangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 (empat) perlakuan dan 3(tiga) ulangan. Adapun model aditif dari rancangan tersebut adalah :

Y = µ + τ + ε

Keterangan:

Y = Pengaruh parameter (pH, Konduktivitas (Daya Hantar Listrik), kandungan Anion (SO42-, NO3-,), Ammoniak(NH4+), dan Kandungan Kation (Ca, Mg,

dan Na).

µ = nilai rerata (nilai harapan)

τ = pengaruh faktor perlakuan

ε = pengaruh galat (eksperimental error)

Tabulasi data hasil pengukuran untuk setiap unit percobaan dilakukan seperti pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1.Tally Sheet Pengukuran Setiap Unit Percobaan

Ulangan

Parameter Uji

Areal I Areal II Areal III Areal IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 2 3 Rataan

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall


(42)

Hipotesis yang berlaku adalah:

1. F hitung > F tabel (terima H0, tolak H1), minimal ada satu pasang faktor

perlakuan yang memberikan pengaruh nyata dalam mengurangi hujan asam di KIM dengan indikator (kemasaman (pH), Daya Hantar Listrik (DHL), Kandungan anion (SO42- dan NO3-), dan kandungan kation (Ca2+,

Mg2+, dan NH4+)

2. F hitung < F tabel (tolak H0, terima H1), setiap faktor perlakuan

memberikan pengaruh yang tidak nyata dalam mengurangi hujan asam di KIM dengan indikator (kemasaman (pH), Daya Hantar Listrik (DHL), Kandungan anion (SO42- dan NO3-), dan kandungan kation (Ca2+, Mg2+,

dan NH4+)

Jika hasil sidik ragam ternyata F hitung > F tabel maka dilaksanakan uji

lanjutan. Uji lanjutan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah uji Dunnett. Penelitian uji Dunnett ini digunakan kontrol yang ikut di uji dengan sekelompok perlakuan sekaligus sehingga didapat perlakuan yang paling menonjol (nyata) terhadap kontrol dan didapat hasil yang paling terbaik (Hanafiah, 1991).


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intersepsi

Pengukuran intersepsi dilakukan dengan metode kesetimbangan air yaitu mengukur curah hujan harian, besaran aliran batang (stemflow) dan mengukur besaran air lolos (troughfall) harian. Hasil dari pengukuran stemflow dan troughfall disajikan dalam Lampiran 1. Sedangkan hasil perhitungan intersepsi pada hutan kota tipe industri di Kawasan Industri Medan (KIM) disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Intersepsi Hutan Kota Tipe Industri di KIM

ULANGAN

INTERSEPSI (mm)

AREAL I AREAL II AREAL III

1 0,0421 6,5368 0,0066

2 2,9380 0,4895 0,0362

3 0,9244 0,6111 1,5272

Rata-rata 1,3015 2,5458 0,5233

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

Tabel 3 menunjukkan bahwa, besaran intersepsi terendah yaitu pada areal III dengan kriteria pohon jarang. Jarak tanam pohon pada areal ini adalah 7,5 m, dengan luas jari-jari tajuk 4 m. Luas tajuk mempengaruhi intersepsi. Intersepsi dipengaruhi oleh kemampuan tajuk menahan air hujan sesaat untuk akhirnya diuapkan kembali ke atmosfir. Besaran intersepsi yang bervariasi ini menurut Lee (1990) disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jumlah dan frekuensi presipitasi, kapasitas cadangan tajuk dan intensitas cahaya matahari.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intersepsi yang rendah pada areal ini disebabkan oleh besaran troughfall dan stemflow yang lebih besar pada areal I


(44)

maupun areal II. Menurut Lee (1990), besaran troughfall akan menurun jika intersepsi tajuk naik. Maka ia berbanding terbalik dengan kerapatan tajuk. Besaran troughfall akan semakin kecil apabila jarak tanaman semakin rapat. Sehingga, semakin rapat tajuk maka intersepsi semakin tinggi.

Besaran stemflow dipengaruhi oleh karakteristik batang. Menurut Sutisna et al. (1998), tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) memiliki batang utama yang lurus, silindris, bebas cabang sampai 18-25 m. Dengan tinggi dapat mencapai 40-60 m dengan banir lebar dan pepagan luar pohon tua bersisik kusut.

Kondisi tegakan untuk masing-masing areal disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Kondisi Tegakan pada Areal Penelitian

Hubungan Curah hujan harian dan Rata-rata nilai intersepsi ditunjukkan pada Gambar 6.


(45)

Garfik Curah Hujan dan Intersepsi 0 5 10 15 20 25 30 35 40

1 2 3

hari ke-C H d an r at a-ra ta In te rs ep si (m m

) Curah Hujan

Intersepsi I

Gambar 6. Hubungan Curah Hujan dan Intersepsi

Penelitian dilakukan selama 3 hari hujan. Curah hujan dengan intensitas terbesar adalah pada hari ke-2, yaitu sebesar 36,9427 mm/hari. Hasil curah hujan ini didapat berdasarkan air yang tertampung pada penakar hujan tipe observatorium.

Nilai pH dan Daya hantar Listrik (Conductivity)

Air hujan mempunyai tingkat keasaman yang bervariasi. Menurut Susanta dan Hari (2008), secara alami pH air hujan normal adalah 5,6. Apabila hujan dengan pH kurang dari 5,6 terutama pH dibawah 5,1 akan berdampak negatif bagi kehidupan. Pengukuran nilai pH, dilakukan dengan metode potensiometer menggunakan pH meter. Hasil pengukuran pH di air hujan di di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai pH Air Hujan di KIM

Ulangan

NILAI pH

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 7,34 6,85 7,70 6,60 7,05 5,75 5,42

2 7,01 5,85 7,06 5,67 6,40 6,08 5,58

3 7,04 6,60 7,22 6,74 6,52 5,94 5,27

Rataan 7,13 6,43 7,32 6,33 6,65 5,92 5,42

Keterangan: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall


(46)

Areal IV sebagai areal kontrol menunjukkan nilai pH yang paling rendah, yakni nilai pH berada dibawah pH normal. Hal ini menunjukkan bahwa di Kawasan Industri Medan, curah hujan yang sampai ke permukaan tanah tanpa melalui vegetasi, nilai kemasamannya paling tinggi yaitu dengan rata-rata 5,42. Nilai pH pada areal bervegetasi ternyata dipengaruhi oleh stemflow dan troughfall. Terlihat dari nilai pH yang ditunjukkan air lolos (troughfall) adalah yang paling tinggi. pH tertinggi terjadi pada areal tipe II dengan nilai pH rata-rata 7,32. Areal tipe II adalah areal dengan jarak tanam 6 m. Jika dibandingkan dengan tipe areal vegetasi yang lain, tajuk areal II lebih lebar dibandingkan dengan tajuk pohon pada areal yang lain termasuk areal I yang memiliki jarak tanam lebih rapat. Nilai pH dari semua faktor perlakuan disajikan dalam Gambar 7. Perlakuan N il a i p H KONTROL SF3 TF3 SF2 TF2 SF1 TF1 8.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0

Hasil Pengukuran pH

Gambar 7. Nilai pH Air Hujan di KIM

Hasil sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan adanya pengaruh keberadaan vegetasi terhadap kemasaman air hujan di Kawasan Industri Medan.


(47)

meningkatkan pH air hujan yang sampai ke permukaan tanah. Rataan pH air hujan pada areal bervegetasi hanya sebesar 5,42. Nilai pH tersebut merupakan nilai yang paling rendah diantara perlakuan yang lain. Hasil pengujian lanjutan dengan menggunakan uji Dunett diketahui semua faktor perlakuan memiliki pengaruh yang kurang signifikan dalam meningkatkan pH air hujan, dimana semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil sidik ragam dan hasil uji Dunnett ditunjukkan dalam lampiran 2.

Sebagai pembanding, Achmad (2004) mengemukakan hasil Pemantauan hujan asam yang dilakukan Badan Meteorologi dan geofisika (BMG) di 3 (tiga) kota di Indonesia yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Air Hujan di Jakarta, Medan dan Manado

Parameter Jakarta Medan Manado

pH 5,56 5,75 5,78

SO4 2-

0,04 0,12 0,04

NO3 -

1,66 1,86 0,61

NH3 -

1,42 1,20 0,26

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, 1990

Tabel 5 menunjukkan nilai pH air hujan di kota Medan pada tahun 1990 masih menunjukkan kondisi normal. Akan tetapi, hasil penelitian yang telah dilakukan penulis menunjukkan nilai pH yang rendah di Kawasan Industri Medan. Keberadaan hutan kota tipe Industri sangat dibutuhkan untuk dapat meningkatkan pH air hujan (mengurangi kemasaman air hujan) di kawasan tersebut.

Parameter lain yang juga diuji pada penelitian ini adalah Daya Hantar Listrik (DHL). Hasil Pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL) air hujan yang tertampung di KIM pada areal bervegetasi dan areal tanpa vegetasi sebagai kontrol disajikan dalam Tabel 6.


(48)

Tabel 6. Hasil Analisis DHL di KIM (µmhos/cm)

Ulangan

DHL

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 574,00 1396,00 1208,00 1439,00 479,00 1833,00 145,80

2 100,90 319,00 103,50 403,00 104,00 238,00 66,58

3 1522,00 1098,00 1395,00 982,00 451,00 1105,00 628,00

Rataan 732,30 937,67 902,17 941,33 344,67 1058,67 208,12

Keterangan: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall

SF: Stemflow

Tabel 6 menunjukkan bahwa konsentrasi ion terlarut dalam air hujan yang tertampung di areal tanpa vegetasi adalah yang paling sedikit. Kandungan garam yang diketahui bernilai netral juga tidak banyak, ini terjadi karena proses ionisasi dari garam-garam tersebut sangat kecil terjadi. Menurut Wardhana (2004), suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik karena terjadi proses ionisasi. Dengan demikian, semakin tinggi ion yang terkandung dalam suatu larutan, maka semakin tinggi pula DHL.

Perlakuan D H L KONTROL SF3 TF3 SF2 TF2 SF1 TF1 2000 1500 1000 500 0

Hasil Pengukuran DHL


(49)

Hasil sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan keberadaan vegetasi berpengaruh tidak nyata terhadap DHL air hujan di Kawasan Industri Medan. Akan tetapi, ion yang terkandung dalam air hujan yang melewati tajuk vegetasi lebih besar dibanding pada areal kontrol. Hal ini menunjukkan adanya proses penambahan ion saat air hujan melalui tajuk pohon maupun batang. Penambahan ion ini dapat menaikkan nilai pH yang juga berperan dalam menetralisir hujan asam sebagaimana disajikan dalam Gambar 8.

Kandungan Anion (SO42- dan NO3-)

Gas-gas yang dikeluarkan oleh pabrik dan kendaraan bermotor di perkotaan akan bereaksi dengan Oksigen sehingga berbahaya bagi kehidupan. Diantaranya adalah sulfur dan nitrogen, yang merupakan gas-gas polutan yang dapat bereaksi dengan hujan dan menyebabkan hujan asam. Hasil analisis kandungan sulfat dan nitrat air hujan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Hasil Analisis Kandungan Sulfat Air Hujan di KIM

Ulangan

KANDUNGAN SULFAT (mg/l)

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 195 450 7 20 13 620 725

2 10 20 10 30 29 80 132

3 90 600 120 220 90 400 729

Rataan 118,33 356,67 79 90 44 366,67 528,67

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall


(50)

Perlakuan S O 4 2 -KONTROL SF3 TF3 SF2 TF2 SF1 TF1 800 700 600 500 400 300 200 100 0

Hasil Analilsis SO4

2-Gambar 9. Kandungan SO42- dalam Air Hujan di KIM

Menurut Susanta dan Hari (2008), emisi sulfur oksida terbentuk dari kandungan sulfur dalam bahan bakar. Gas ini akan bereaksi dengan atmosfer dan membentuk hujan asam. Keberadaan hutan kota cenderung menurunkan kandungan sulfat dalam air hujan. Sebagaimana ditunjukkan Tabel 8, Kandungan sulfat pada air hujan yang melewati tajuk vegetasi lebih rendah dibandingkan air hujan tanpa melewati vegetasi. Namun Hasil sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa keberadaan vegetasi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan sulfat air hujan di Kawasan Industri Medan.

Nitrat juga merupakan emisi dari pabrik. Biasanya nitrat akan diemisikan pada temperatur yang tinggi. Nitrat membentuk kabut kehitaman yag dapat menempel pada tanaman ataupun dinding bangunan. Di KIM, bangunan dan pohon disekitarnya berwarna kehitam-hitaman. Hal ini diasumsikan banyaknya kandungan nitrat yang menempel pada batang pohon mahoni pada areal penelitian. Menurut Susanta dan Hari (2008), bahwa nitrat diemisikan dari


(51)

oksigen. Nitrogen oksida yang bereaksi dengan bahan bakar yang tidak sempurna membentuk smog yaitu kabut berwarna cokelat kemerahan dan agak kehitaman yang sering ditimbulkan oleh asap pabrik. Hasil analisis kandungan nitrat dalam air hujan yang jatuh di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisis Kandungan Nitrat Air Hujan di KIM

Ulangan

KANDUNGAN NITRAT (mg/l)

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 0,02 2,82 0,34 10,7 0,19 2,12 32

2 0,05 6,11 0,15 9,61 0,95 1,19 28

3 0,03 7,26 0,28 6,14 0,96 1,29 21

Rataan 0,03 5,39 0,26 8,82 0,7 1,53 27

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall

SF: Stemflow

Perlakuan k a n d u n g a n N o 3 -7 6 5 4 3 2 1 35 30 25 20 15 10 5 0

Hasil Analisis kandungan nitrat

Gambar 10. Kandungan NO3- dalam Air Hujan di KIM

Tabel 8 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan nitrat dalam air hujan yang tertampung di areal kontrol sangat tinggi. Keberadaan vegetasi mempunyai kecenderungan untuk mereduksi polutan penyebab hujan asam. Hasil sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa keberadaan vegetasi


(52)

berpengaruh nyata terhadap konsentrasi NO3- dalam air hujan di Kawasan Industri

Medan.

Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Dunnett, menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda nyata dengan kontrol adalah air hujan yang tertampung pada areal yang bervegetasi rapat, kurang rapat, dan jarang. Troughfall yang tertampung pada areal bervegetasi jarang berbeda nyata dengan stemflow yang tertampung pada areal kurang rapat. Ini membuktikan bahwa keberadaan vegetasi dapat mengurangi kandungan nitrat yang dianggap sebagai polutan penyebab hujan asam. Kandungan nitrat dapat berkurang apabila bereaksi dengan kation membentuk garam sehinggga dapat meningkatkan nilai pH menjadi netral. Kation-kation tersebut dikeluarkan pohon melalui proses gutasi.

Konsentrasi Kation (NH4+, Ca2+, Mg2+, Na+)

Air hujan yang jatuh melalui tajuk pohon (troughfall) dan mengalir melalui batang (stemfow) akan menyebabkan kandungan kation-kation pada tubuh tanaman tercuci dan bereaksi dengan air hujan. Kondisi ini mengakibatkan konsentrasi dari kation tersebut dapat meningkat atau berkurang. Fluktuasi konsentrasi ion dipengaruhi oleh deposisi asam yang jatuh dari atmosfir dalam bentuk hujan. Ammonium sebenarnya bersifat basa dan keberadaannya pada pohon dapat menetralisir hujan asam melalui pembentukan garam NH4NO3. Pada

suhu tinggi garam NH4NO3 dapat terionisasi lagi dan bercampur dengan air hujan


(53)

Hasil pengukuran konsentrasi ammonium menggunakan alat spektrofotometerpada air hujan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis NH4+ dalam Air Hujan di KIM Ulangan

KANDUNGAN NH4

+

(mg/l)

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 0,55 22 2 20 2,2 37 <0,03

2 6,5 24 12 24 3,75 39 <0,03

3 9,5 42 11 34 5 41 <0,03

Rataan 5,52 29,33 8,33 26 3,65 39 <0,03

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall

SF: Stemflow

Tabel 9 menunjukkan bahwa kandungan ammonium banyak terkandung dalam air stemflow. Kandungan ammonium yang paling sedikit terdapat pada air hujan yang tertampung di areal terbuka. Menurut Alaerts dan Sri (1987), Ammoniak (NH3+), merupakan senyawa nitrogen yang menjadi ammonium pada

pH rendah. Ammoniak dipermukaan bisa berasal dari air seni dan tinja juga dari oksidasi zat organis (H, O, C, N) secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau air buangan industri dan penduduk. Dengan demikian, kemungkinan ammonium yang tinggi pada stemflow dapat disebabkan oleh kadar ammonium yang dikeluarkan industri maupun hasil ekskresi burung yang menempel pada

batang pohon tersebut. Kandungan ammonium yang terkandung dalam air

stemflow lebih besar daripada kandungan ammonium dalam air troughfall. Tingginya kandungan ammonium pada areal bervegetasi memungkinkan nilai pH yang tinggi pada areal tersebut. Sehingga ammonium sebagai salah satu kation terlarut dapat menetralisir hujan asam.


(54)

Perlakuan n il a i N H 4 + KONTROL SF3 TF3 SF2 TF2 SF1 TF1 40 30 20 10 0

Hasil Analisis NH4+

Gambar 11. Kandungan NH4+ dalam Air Hujan di KIM

Hasil sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan keberadaan vegetasi berpengaruh nyata terhadap kandungan ammonium air hujan di Kawasan Industri Medan. Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Dunett menunjukkan adanya perbedaan kandungan ammonium dalam air yang tertampung pada areal kontrol dengan semua perlakuan.

Kandungan ion Ca2+, Mg2+, dan ion Na+ dalam air hujan merupakan kation yang dikeluarkan tumbuhan dalam proses gutasi dan dipercaya dapat menetralisir hujan asam. Pada proses gutasi, tanaman akan mengeluarkan ion Ca2+, Na+, Mg2+, K+ dan bahan organik seperti glumatin dan gula. Bahan anorganik inilah yang dapat meningkatkan pH air hujan. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3

yang bersifat asam kuat, apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan


(55)

Tabel 10. Hasil Analisis Kandungan Ca2+ dalam Air Hujan di KIM

Ulangan

KANDUNGAN KALSIUM (mg/l)

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 29,3 36,2 27,5 31,3 28,1 37,2 24,1

2 28,2 26,0 26,2 27,8 20,3 35,2 10,7

3 38,9 80,4 38,3 62,5 35,7 48,4 11,1

Rataan 32,13 47,53 30,67 40,53 28,03 40,4 15,3

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall

SF: Stemflow

Tabel 10 menunjukkan bahwa pada areal kontrol kandungan kation Ca2+ paling sedikit. Hasil penelitian juga menunjukkan kecenderungan peningkatan kation Ca2+ yang mengindikasikan adanya proses netralisasi kemasaman air hujan oleh vegetasi. Perlakuan k a n d u n g a n C a 2 + KONTROL SF3 TF3 SF2 TF2 SF1 TF1 80 70 60 50 40 30 20 10

Hasil Analisis Ca2+

Gambar 12. Kandungan Ca2+ dalam Air Hujan di KIM

Gambar 12 menunjukkan bahwa kandungan kalsiumdalam air hujan yang tertampung melalui stemflow paling tinggi diantara perlakuan-perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan kalsium lebih banyak dikeluarkan dari batang sehingga air hujan yang mengalir melalui batang mahoni dapat bereaksi dengan asam-asam dan akhirnya dapat menetralisir hujan asam. Hasil sidik ragam pada taraf nyata


(56)

5% menunjukkan keberadaan vegetasi berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan Ca2+ di Kawasan Industri Medan.

Industri Baja yang terletak di sekitar areal penelitian diasumsikan merupakan penyumbang emisi logam berat terbesar pada areal tersebut. Misalnya senyawa karbondioksida (CO2) Dengan demikian karbon yang terlepas ke udara

akan terakumulasi dengan air hujan membentuk asam karbonat (HCO3). Dengan

keberadaan vegetasi pada areal tersebut, kemasaman air hujan yang disebabkan

oleh senyawa HCO3 dapat direduksi oleh kalsium yang dikeluarkan oleh

tumbuhan. Menurut Achmad (2004), ion kalsium, Ca2+ mempunyai

kecenderungan relatif kecil untuk membentuk ion kompleks. Oleh karena itu, pada konsentrasi HCO3 yang sangat tinggi, pasangan ion Ca2+ dan HCO3 dapat

terbentuk dalam jumlah yang cukup banyak. Kemungkinan ini juga dapat terjadi pada pasangan ion Ca2+ dan SO42-. Ikatan senyawa yang membentuk garam

tersebut bersifat asam dan dapat menaikkan pH.

Magnesium merupakan kation yang bersifat kapur (Alaerts dan Sri, 1987). Dengan demikian adanya kandungan Mg2+ maka, air hujan yang bersifat asam akan naik pH-nya mendekati bahkan sampai netral. Hasil Analisis kandungan Mg2+ dalam air hujan di KIM dengan menggunakan alat spektrofotometer disajikan dalam Tabel 11.


(57)

Tabel 11. Hasil Analisis Kandungan Mg2+ dalam Air Hujan di KIM

Ulangan

KANDUNGAN MAGNESIUM (mg/l)

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 31,2 22,5 11,1 26,0 18,1 19,5 11,8

2 11,9 12,5 11,7 13,4 0,98 17,5 0,66

3 20,8 44,8 21,4 42,2 19,1 29,4 11

Rataan 21,3 26,6 14,73 27,2 12,73 22,13 7,82

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal denga Kriteria Tajuk Jarang

IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi) TF: Troughfall

SF: Stemflow

Areal kontrol menunjukkan nilai kandungan Mg2+ yang sangat rendah. Tabel 11 menunjukkan kandungan Mg2+ pada stemflow lebih besar dibanding troughfall. Dengan kata lain, adanya kecenderungan anion penyebab hujan asam yang merupakan polutan di udara dapat dinetralisir oleh keberadaan vegetasi pada areal tersebut. Perlakuan M g 2 + KONTROL SF3 TF3 SF2 TF2 SF1 TF1 50 40 30 20 10 0

Hasil Analisis Mg 2 +

Gambar 13. Kandungan Magnesium dalam Air Hujan di KIM

Hasil analisis sidik ragam pada taraf nyata 5%, menunjukkan bahwa keberadaan vegetasi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsentrasi Mg2+


(58)

dalam air hujan di KIM. Walaupun areal kontrol mengandung sedikit kation Mg2+, namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar tiap faktor perlakuan.

Natrium merupakan salah satu logam yang bersifat basa karena mengikat ion OH-. Dengan dilakukannya analisis terhadap ion Na+ yang diturunkan ke lantai hutan dalam jumlah kecil, maka dapat diketahui kadar kation-kation basa lain yang lebih besar dikeluarkan dalam proses gutasi tumbuhan yang dapat menetralisir hujan dengan pH asam. Menurut Forti et al,. (2005), Air hujan yang mengandung substansi asam akan dinetralisir dengan kation-kation yang dikeluarkan oleh tanaman dalam proses gutasi sehingga terjadi pertukaran antar ion-ion tersebut. Umumnya kation yang dikeluarkan oleh tanaman merupakan garam mineral yang terdapat dalam jaringan tanaman yang keluar akibat adanya tekanan akar yang kemudian berosmosis keluar tubuh tanaman karena perbedaan tekanan di dalam dan lingkungan. Hasil analisis kandungan Na+ dalam air hujan di KIM disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Analisis Kandungan Na+ dalam Air Hujan di KIM

Ulangan

KANDUNGAN NATRIUM (mg/l)

AREAL I AREAL II AREAL III AREAL IV

TF SF TF SF TF SF KONTROL

1 0,1630 0,2047 0,1411 0,2150 0,1425 0,2184 0,1055

2 0,1432 0,1310 0,1427 0,1778 0,1505 0,1563 0,1057

3 0,2332 0,2066 0,2331 0,2170 0,1608 0,1944 0,1058

Rataan 0,1798 0,1807 0,1723 0,2032 0,1512 0,1897 0,1056

Ket: I : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Rapat

II : Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Kurang Rapat III: Tipe Areal dengan Kriteria Tajuk Jarang IV: Areal Kontrol (Tanpa Vegetasi)

TF: Troughfall


(59)

Tabel 12 menunjukkan kandungan ion Na+ dalam air hujan pada areal kontrol adalah paling sedikit jika dibandingkan dengan air hujan yang melewati vegetasi. Perlakuan N a + KONTROL SF3 TF3 SF2 TF2 SF1 TF1 0.24 0.22 0.20 0.18 0.16 0.14 0.12 0.10

Hasil Analisis Kandungan Na+

Gambar 14. Kandungan Natrium dalam Air Hujan di KIM

Hal ini menunjukkan kecenderungan adanya peranan pohon dalam hutan kota di kawasan industri yang berfungsi menetralisir polutan asam penyebab hujan asam. Hasil analisis sidik ragam pada taraf 5% menunjukkan keberadaan vegetasi tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi kandungan Na+ dalam air hujan yang tertampung pada areal penelitian. Menurut Fundazioa (2005), tajuk pohon dapat menetralisir deposisi asam di atmosfir dengan efektif, walaupun kadar asam potensial lebih besar pada daerah itu karena dekat dengan emisi pabrik. Ion-ion asam lemah dapat di ikat oleh ion-ion yang dikeluarkan dari hasil ekskresi tumbuhan yakni gutasi. Namun, hasil sidik ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan kandungan Na+ dalam air hujan pada areal bervegetasi maupun yang tidak bervegetasi.


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hutan kota terbukti dapat mempengaruhi hujan asam di Kawasan Industri Medan, sehingga dapat mempengaruhi kualitas air tanah. Hal ini dibuktikan melalui analisis parameter meliputi:

a. Keberadaan vegetasi cenderung meningkatkan nilai Kemasaman (pH) dan Daya Hantar Listrik (DHL), meskipun hasil sidik ragam pada taraf nyata 5% tidak memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan pH dan DHL air hujan yang tertampung di Kawasan Industri Medan (KIM).

b. Hasil uji lanjutan dengan uji Dunnett menunjukkan Keberadaan

vegetasi memberikan pengaruh yang signifikan dalam mengurangi NO3- yang merupakan salah satu polutan penyebab hujan asam.

c. Keberadaan vegetasi memiliki kecenderungan mengurangi hujan

asam dengan ditemukannya jumlah anion SO42- dalam jumlah yang

lebih besar pada air hujan yang tidak melewati vegetasi dibandingkan dengan kandungan SO42- dalam air hujan yang melewati vegetasi.

d. Hasil uji Dunnett menunjukkan keberadaan vegetasi memberikan


(61)

e. Keberadaan vegetasi memiliki kecenderungan mengurangi hujan asam dengan ditemukannya jumlah kation Ca+, Mg2+, Na+ yang lebih tinggi pada air hujan yang melewati vegetasi, meskipun hasil sidik ragam pada taraf nyata 5% tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah kation Ca+, Mg2+, Na+ dalam air hujan yang tertampung di KIM.

f. Penanaman pohon pada hutan kota paling baik menggunakan jarak

tanam 4 meter dengan asumsi semakin rapat jarak tanam, maka kerapatan tajuk semakin rapat sehingga dapat menetralisir hujan asam.

Saran

Penelitian lanjutan yang disarankan adalah memberikan perlakuan yang sama terhadap berbagai jenis pohon yang berbeda pada hutan kota tipe industri, sehingga dapat diketahui pohon yang paling efektif dalam mereduksi hujan asam. Rekomendasi yang dapat diberikan dari hasi penelitian ini adalah agar jumlah tanaman hutan kota dapat ditingkatkan di Kawasan Industri Medan (KIM), mengingat kawasan industri merupakan penyumbang polutan terbesar bagi lingkungan.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Agromedia. 2007. Diskusi Gutasi. Dari

[3 januari 2008]

Alaerts, G dan S. S Santika. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

[BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Kimia Air Hujan. Dari http://www.bmg.go.id/KAH.asp [3 januari 2008]

---. 2007. Hujan Asam Bisa Mengikis Bangunan. Dari

[BPLH DKI] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. 2007. Udara Bersih Untuk Semua dari [Bapedal] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1991. Metode Pengujian

sample Standar Nasional Indonesia (SNI). Jakarta: Bapedal

Dahlan, E. 1992. Hutan Kota untuk Pegelolaan Ruang Penataan Kota. Bogor. IPB. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius

Fakuara, Y. 1987. Hutan Kota Ditinjau dari Aspek Nasional. Kanwil Dephut DKI Jakarta. Seminar Kehutanan DKI Jakarta 15 Desember 1987. Jakarta.

Fakuara, Y., et. al. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB

Forti, M. C., et. al,. 2005. Rainfall and troughfall chemistry in the atlantic forest: a comparison between urban and natural areas (Sao Paulo state, Brazil). Hydrology and earth science: 570-585 [30 Oktober 2008]

Fundazioa, E. 2005. Acid Rain And Forest Mass: Another Perspective. Science daily. http//:www.sciencedaily.com. [30 Oktober 2008]

Grey, G. W. And F. J. Deneke. 1978. Urban Forestry. New York: John Willey and Sons


(63)

Irwan, Z.D. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota. Disertasi, Pasca Sarjana. Bogor: IPB

---. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara

Koto, E. 1991. Studi Iklim Mikro di Hutan Kota Manggala Wanabakti Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Departemen Kehutanan IPB

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-dua. Jakarta:Raja Grafindo Persada

Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Robinette, G. O. 1983. Landscape Planning for Energy Conservation . New York,

Toronto, London, Melbourne: Van Nostrand Reinhold Cy

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta: Grasindo

Susanta, G. dan H. Sutjahjo. 2008. Akankah Indonesia Tenggelam akibat Pemanasan Global?. Jakarta: Penebar Plus

Thohir, K. A. 1985. Butir-Butir Tata Lingkungan. Jakarta: Bina Aksara

Sutisna, U.,T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan Prosea.

Tjasyono, B.2004.Klimatologi. Cetakan Ke-2. Bandung: IPB Press

Utomo, B. 2006. Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya dengan Lingkungan. Medan: Departemen Kehutanan USU

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi revisi. Yogyakarta: Andi

Wargasasmita, S. et. al. 1991. Tumbuhan sebagai Bioindikator Pencemaran Udara oleh Timbal. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Jakarta: Depdikbud.

Wikipedia. 2007. Hujan Asam. Dari [23 oktober 2007]


(64)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yeni Agustiarni lahir di Kisaran, Sumatera Utara pada tanggal 18 Agustus 1986 dari ayah bernama Amiruddin, SP dan Ibu bernama Surami. Penulis merupakan putri pertama dari 3 bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis, lulus Sekolah Dasar di SD Negeri Pulo Ara Bireuen tahun 1998, selanjutnya penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Bireuen pada tahun 2001, jenjang SMA penulis selesaikan pada tahun 2004 di SMA Negeri 1 Bireuen, kemudian lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) pada Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Pertanian melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP) pada tahun yang sama. Selama dibangku perkuliahan penulis menjadi asisten mata kuliah Hidrologi, Mikroklimatologi, Ekologi Hutan dan P3H (Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan), mengikuti kegiatan kemahasiswaan di Departemen Kehutanan yaitu Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), dan Badan Kemakmuran Mushalla (BKM) Baytul Asjaar. Praktek Kerja Lapang dilaksanakan di Hutan Tanaman Industri (HTI) pada PT. ITCI Hutani Manunggal yang terletak di Kalimantan Timur.


(65)

KONDISI UMUM

Uraian Singkat Lokasi Penelitian

Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli, Medan. Perusahaan berbentuk perseroan sejak tanggal 7 oktober 1988. Areal kawasan industri ini dibelah oleh dua jalur tol dari kota medan menuju pelabuhan belawan dengan jarak 8 kilometer ke pelabuhan belawan, 15 kilometer ke bandara udara polonia serta 10 kilometer ke pusat kota medan. Berbagai fasilitas penunjang yang dimiliki kawasan industri medan antara lain pengolahan air limbah, air bersih, air hydran, telepon, gas, keamanan, pemadam kebakaran, poliklinik dan listrik yang saat ini telah disediakan sebesar 120 MW. Jalur masuk PT. KIM disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Gerbang PT. KIM

Lokasi penelitian merupakan areal pengolahan limbah yang luasnya 2 Ha dengan luasan hutan kota ± sebesar 0,5 Ha. Tanaman yang mendominasi adalah


(66)

tanaman mahoni. Daerah pengolahan limbah diasumsikan sebagai areal yang memiliki tingkat pencemaran terbesar baik dari kandungan udara, air serta pencemaran tanah. Semua limbah pabrik disalurkan ke penampungan akhir di areal olah limbah. Lokasi penelitian di kawasan olah limbah disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi penelitian di Areal Olah Limbah

Areal-areal penelitian dibagi menjadi 4 (empat) areal yakni areal bervegetasi yang mencakup 3 (tiga) areal yaitu Areal I (satu) kategori rapat dengan jarak antar pohon 4m. Areal II (dua) adalah kategori kurang rapat dengan jarak antar pohon 6m, dan yang Areal III (tiga) kategori jarang dengan jarak antar pohon 7,5m. Areal IV (empat) adalah areal kontrol tanpa vegetasi.


(67)

Tabel 2. Data Titik Pengambilan Sampel Air Hujan di KIM

ID North East Kerapatan Tajuk Jarak antar Pohon

1 03040’17,80” 098040’26,50” Rapat 6 m

2 03040’16,90” 098040’27,31” Kurang Rapat 4 m

3 03040’16,0” 098040’26,1” Jarang 7,5 m

4 03040'16,38" 98040'26,65" Kontrol Lahan Terbuka

Sebaran spasial lokasi pengambilan sampel air ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Penelitian Tampak dari Atas

Gambar 4 menunjukkan kelompok areal penelitian yang dipasangi alat. Pada areal bervegetasi dipasangi alat penampung stemflow dan throughfall. Sedangkan pada areal kontrol dipasangi penakar hujan tipe observatorium untuk mengetahui air hujan yang langsung jatuh dari atmosfir ke permukaan tanah.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Agromedia. 2007. Diskusi Gutasi. Dari

[3 januari 2008]

Alaerts, G dan S. S Santika. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

[BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Kimia Air Hujan. Dari http://www.bmg.go.id/KAH.asp [3 januari 2008]

---. 2007. Hujan Asam Bisa Mengikis Bangunan. Dari

[BPLH DKI] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. 2007. Udara Bersih Untuk Semua dari [Bapedal] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1991. Metode Pengujian

sample Standar Nasional Indonesia (SNI). Jakarta: Bapedal

Dahlan, E. 1992. Hutan Kota untuk Pegelolaan Ruang Penataan Kota. Bogor. IPB. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius

Fakuara, Y. 1987. Hutan Kota Ditinjau dari Aspek Nasional. Kanwil Dephut DKI Jakarta. Seminar Kehutanan DKI Jakarta 15 Desember 1987. Jakarta.

Fakuara, Y., et. al. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB

Forti, M. C., et. al,. 2005. Rainfall and troughfall chemistry in the atlantic forest: a comparison between urban and natural areas (Sao Paulo state, Brazil). Hydrology and earth science: 570-585 [30 Oktober 2008]

Fundazioa, E. 2005. Acid Rain And Forest Mass: Another Perspective. Science daily. http//:www.sciencedaily.com. [30 Oktober 2008]

Grey, G. W. And F. J. Deneke. 1978. Urban Forestry. New York: John Willey and Sons

Hanik, Z. 1999. Model Difusi Penyebaran Gas SO2 Untuk Daerah Urban Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Delphi (Studi Kasus Kotamadya Bandung). Disertasi.Pasca Sarjana Departemen Geofisika dan Meteorologi. Bandung: ITB dari


(2)

Irwan, Z.D. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota. Disertasi, Pasca Sarjana. Bogor: IPB

---. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara

Koto, E. 1991. Studi Iklim Mikro di Hutan Kota Manggala Wanabakti Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Departemen Kehutanan IPB

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-dua. Jakarta:Raja Grafindo Persada

Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Robinette, G. O. 1983. Landscape Planning for Energy Conservation . New York,

Toronto, London, Melbourne: Van Nostrand Reinhold Cy

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta: Grasindo

Susanta, G. dan H. Sutjahjo. 2008. Akankah Indonesia Tenggelam akibat Pemanasan Global?. Jakarta: Penebar Plus

Thohir, K. A. 1985. Butir-Butir Tata Lingkungan. Jakarta: Bina Aksara

Sutisna, U.,T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan Prosea.

Tjasyono, B.2004.Klimatologi. Cetakan Ke-2. Bandung: IPB Press

Utomo, B. 2006. Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya dengan Lingkungan. Medan: Departemen Kehutanan USU

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi revisi. Yogyakarta: Andi

Wargasasmita, S. et. al. 1991. Tumbuhan sebagai Bioindikator Pencemaran Udara oleh Timbal. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Jakarta: Depdikbud.

Wikipedia. 2007. Hujan Asam. Dari [23 oktober 2007]


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yeni Agustiarni lahir di Kisaran, Sumatera Utara pada tanggal 18 Agustus 1986 dari ayah bernama Amiruddin, SP dan Ibu bernama Surami. Penulis merupakan putri pertama dari 3 bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis, lulus Sekolah Dasar di SD Negeri Pulo Ara Bireuen tahun 1998, selanjutnya penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Bireuen pada tahun 2001, jenjang SMA penulis selesaikan pada tahun 2004 di SMA Negeri 1 Bireuen, kemudian lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) pada Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Pertanian melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP) pada tahun yang sama. Selama dibangku perkuliahan penulis menjadi asisten mata kuliah Hidrologi, Mikroklimatologi, Ekologi Hutan dan P3H (Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan), mengikuti kegiatan kemahasiswaan di Departemen Kehutanan yaitu Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), dan Badan Kemakmuran Mushalla (BKM) Baytul Asjaar. Praktek Kerja Lapang dilaksanakan di Hutan Tanaman Industri (HTI) pada PT. ITCI Hutani Manunggal yang terletak di Kalimantan Timur.


(4)

KONDISI UMUM

Uraian Singkat Lokasi Penelitian

Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli, Medan. Perusahaan berbentuk perseroan sejak tanggal 7 oktober 1988. Areal kawasan industri ini dibelah oleh dua jalur tol dari kota medan menuju pelabuhan belawan dengan jarak 8 kilometer ke pelabuhan belawan, 15 kilometer ke bandara udara polonia serta 10 kilometer ke pusat kota medan. Berbagai fasilitas penunjang yang dimiliki kawasan industri medan antara lain pengolahan air limbah, air bersih, air hydran, telepon, gas, keamanan, pemadam kebakaran, poliklinik dan listrik yang saat ini telah disediakan sebesar 120 MW. Jalur masuk PT. KIM disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Gerbang PT. KIM

Lokasi penelitian merupakan areal pengolahan limbah yang luasnya 2 Ha dengan luasan hutan kota ± sebesar 0,5 Ha. Tanaman yang mendominasi adalah


(5)

tanaman mahoni. Daerah pengolahan limbah diasumsikan sebagai areal yang memiliki tingkat pencemaran terbesar baik dari kandungan udara, air serta pencemaran tanah. Semua limbah pabrik disalurkan ke penampungan akhir di areal olah limbah. Lokasi penelitian di kawasan olah limbah disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi penelitian di Areal Olah Limbah

Areal-areal penelitian dibagi menjadi 4 (empat) areal yakni areal bervegetasi yang mencakup 3 (tiga) areal yaitu Areal I (satu) kategori rapat dengan jarak antar pohon 4m. Areal II (dua) adalah kategori kurang rapat dengan jarak antar pohon 6m, dan yang Areal III (tiga) kategori jarang dengan jarak antar pohon 7,5m. Areal IV (empat) adalah areal kontrol tanpa vegetasi.


(6)

Tabel 2. Data Titik Pengambilan Sampel Air Hujan di KIM

ID North East Kerapatan Tajuk Jarak antar Pohon

1 03040’17,80” 098040’26,50” Rapat 6 m

2 03040’16,90” 098040’27,31” Kurang Rapat 4 m

3 03040’16,0” 098040’26,1” Jarang 7,5 m

4 03040'16,38" 98040'26,65" Kontrol Lahan Terbuka

Sebaran spasial lokasi pengambilan sampel air ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Penelitian Tampak dari Atas

Gambar 4 menunjukkan kelompok areal penelitian yang dipasangi alat. Pada areal bervegetasi dipasangi alat penampung stemflow dan throughfall. Sedangkan pada areal kontrol dipasangi penakar hujan tipe observatorium untuk mengetahui air hujan yang langsung jatuh dari atmosfir ke permukaan tanah.