Pemetaan Hujan Asam oleh Kegiatan Industri di Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Kawasan Industri Medan (KIM)

(1)

PEMETAAN HUJAN ASAM OLEH KEGIATAN INDUSTRI DI KECAMATAN MEDAN DELI, KOTA MADYA MEDAN, KAWASAN

INDUSTRI MEDAN (KIM)

SKRIPSI

DAVID LEO TARIGAN 071201027

MANAJEMEN HUTAN

         

       

   

             

       

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011- Februari 2012 sebanyak 10 hari hujan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan air hujan yang jatuh di Kawasan Industri Medan (KIM), membuktikan pengaruh keadaan kegiatan industri di Kawasan Industri Medan terhadap kemasaman air hujan yang jatuh di areal sekitar Kawasan Industri Medan tersebut. Pengaruh kegiatan industri mengakibatkan perubahan pH air hujan yang turun, berdasarkan alasan tersebut dibuat zonasi-zonasi untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang paling besar akibat kegiatan industri tersebut terhadap tingkat pH air hujan yang turun di daerah sekitar Kawasan Industri Medan. Alat penampungan air hujan dipasang di areal terbuka dengan menggunakan penakar hujan tipe observatorium. Alat dipasang setinggi 120 cm daripermukaan tanah pada areal terbuka yang terletak di lokasi penelitian. Parameter yang dianalisis adalah pH, NOX dan SOX. Hasil dari pengamatan air hujan menunjukkan bahwa air hujan yang tertampung di daerah Kawasan Industri Medan cenderung bersifat asam.

Kata kunci: kawasan industri, hujan asam,

     


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pemetaan Hujan Asam oleh Kegiatan Industri di Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Kawasan Industri Medan (KIM)”. Skripsi ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak dalam pengaturan ruang terbuka hijau.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Yunus Afiffudin, S.Hut, M.Si yang telah membimbing dan memberi masukan serta saran dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis memohon maaf atas kekurangan yang ada. Penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa kehutanan secara khusus dan masyarakat secara umum. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih.

Medan, November 2013 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam ... 5

B. Penyebab Hujan Asam ... 6

C. Dampak Kegiatan Industri dan Hujan Asam ... 8

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 13

C. Bahan dan Alat Penelitian ... 14

D. Prosedur Penelitian ... 15

1. Pemasangan alat ... 15

2. Pengukuran curah hujan ... 16

3. Pengukuran kandungan NOx dan SOx ... 16

4. Pengukuran pH sampel ... 18

5. Pembuatan peta buffer lokasi penelitian ... 20

IV. HASIL PENELITIAN A. Keasaman (pH) ... 22

B. Analisis Kandungan SOx dan NOx ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 27

B. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(5)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1.data primer dan skunder yang digunakan dalam penelitian ... 14

2. Hasil pengukuran pH di KIM ... 20

3. data kandungan Sox pada air hujan yang tertampung ... 25


(6)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1.Peta Lokasi Kawasan Industri Medan ... 12 2. Skema Pemetaan Penyebaran Hujan Asam ... 19 3. Peta Zonasi penyebaran hujan asam ... 23


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1.hasil pengukuran air hujan ... 31

2. daerah curah hujan daerah Mabar ... 32

3. data dan titik koordinat penelitian ... 33

4. standart nasional indonesia ... 34

                                                     


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011- Februari 2012 sebanyak 10 hari hujan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan air hujan yang jatuh di Kawasan Industri Medan (KIM), membuktikan pengaruh keadaan kegiatan industri di Kawasan Industri Medan terhadap kemasaman air hujan yang jatuh di areal sekitar Kawasan Industri Medan tersebut. Pengaruh kegiatan industri mengakibatkan perubahan pH air hujan yang turun, berdasarkan alasan tersebut dibuat zonasi-zonasi untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang paling besar akibat kegiatan industri tersebut terhadap tingkat pH air hujan yang turun di daerah sekitar Kawasan Industri Medan. Alat penampungan air hujan dipasang di areal terbuka dengan menggunakan penakar hujan tipe observatorium. Alat dipasang setinggi 120 cm daripermukaan tanah pada areal terbuka yang terletak di lokasi penelitian. Parameter yang dianalisis adalah pH, NOX dan SOX. Hasil dari pengamatan air hujan menunjukkan bahwa air hujan yang tertampung di daerah Kawasan Industri Medan cenderung bersifat asam.

Kata kunci: kawasan industri, hujan asam,

     


(9)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan industri yang sangat pesat merupakan penerapan kemajuan teknologi oleh usaha manusia untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam dan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidupnya agar menjadi lebih baik. Kota Medan dalam beberapa tahun terakhir telah berubah menjadi daerah yang sangat berpotensi untuk mengembangkan kegiatan industri yang sangat di dukung oleh kelengkapan fasilitas investasi yang relatif lengkap. Hal ini ditandai dengan terdapatnya suatu pusat kegiatan industri yang dinamakan Kawasan Industri Medan (KIM) yang terletak di Kelurahan Mabar dengan luas 514 Ha. Keberadaan KIM dapat mendukung Kota Medan sebagai Kota Industri dan Jasa. Disamping sebagai daerah pusat industri, kawasan industri yang terletak di kecamatan Medan Deli ini juga terdapat beberapa Industri Kecil/Rumah Tangga yang menjadi unggulan. Namun, dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri migas, pertanian maupun industri non migas lainnya terkhusus di kawasan Medan sekitarnya, maka semakin meningkat pula pencemaran pada perairan, udara dan tanah yang disebabkan oleh hasil buangan industri terhadap kualitas lingkungan kawasan kota Medan itu sendiri.

Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan masih terpusat pada daerah perkotaan (70% industri diperkirakan berlokasi di kawasan perkotaan dan sekitarnya). Hal ini memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penduduk. Masalah yang lain yang timbul akibat bertambahnya penduduk diantaranya adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga, seiring dengan meningkatnya


(10)

pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sektor industri merupakan penyumbang pencemaran udara melalui penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga. Adapun salah satu penyebab meningkatnya pencemaran udara di Indonesia adalah urbanisasi dan industrialisasi yang tumbuh dengan cepat tetapi tidak dibarengi dengan pengendalian pencemaran yang memadai dan efesien dalam penggunaan bahan bakar fosil (BPLH DKI, 2004).

Pembakaran batu bara dan minyak akan mengeluarkan emisi SO, partikel dan nitrogen oksida. Jika gas-gas itu bereaksi di udara, akan membentuk polutan sekunder seperti NO2, asam nitrat, butiran asam sulfat, garam nitrat, dan garam sulfat. Polutan yang jatuh ke bumi akan menjadi hujan asam, embun asam dan partikel asam (Susanta dan Sutjahjo, 2008).

Hujan asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran udara dan air. Hujan asam terjadi karena banyaknya polutan di udara yang larut dan terbawa oleh air hujan sehingga pH air hujan akan berada di bawah rata-rata. Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5,6 ( menggunakan pH meter). Ini merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami seperti yang telah disepakati secara internasional oleh badan kesehatan dunia (WHO). Apabila air hujan lebih rendah dari 5,6 maka hujan bersifat asam, atau sering disebut dengan hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar dari 5,6 maka hujan bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danau-danau, dan aliran sungai (BMG, 2004).

Pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) telah banyak diterapkan dalam ilmu kehutanan. Menurut Nuarsa (2005) SIG merupakan alat


(11)

yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial atau data bereferensi geografis. Prahasta (2005) menjelaskan lebih lanjut bahwa SIG banyak digunakan untuk mengambil keputusan terhadap masalah-masalah pengelolaan sumber daya alam. Dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) ini, kita dapat memetakan tingkat polutan yang akan menjadi suatu faktor yang penting dalam menentukan luasan daerah yang terkena pengaruh hujan asam akibat kegiatan suatu pabrik atau industri, terutama dalam mengetahui informasi polutan yang dihasilkan suatu pabrik atau industri. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian terhadap luasan daerah yang terkena pengaruh hujan asam oleh karna kegiatan industri di sekitar Kawasan Industri Medan (KIM) sehingga dapat menjadi informasi dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan hutan kota di kawasan industri.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk:

1. Mengetahui pH air hujan di Kawasan Industri Medan (KIM) Mabar dan sekitarnya akibat pencemaran udara.

2. Memetakan luas penyebaran kemasaman air hujan akibat kegiatan industri di Kawasan Industri Medan (KIM) Mabar dan sekitarnya.


(12)

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang pengaruh hujan asam terhadap kualitas air yang jatuh dipermukaan tanah akibat kegiatan industri di Kawasan Industri Medan (KIM).

2. Memberikan masukan bagi berbagai pihak dalam pengeturan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kota terutama dalam pemilihan kegiatan pembangunan sehingga nantinya dapat meningkatkan kenyamanan kota.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Hujan Asam

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk dari presipitasi. Menurut Lakitan (2002), presipitasi adalah proses jatuhnya butiran air atau kristal es ke permukaan bumi. Sedangkan Tjasyono (2004) mendefenisikan presipitasi sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Kabut, embun dan embun beku bukan merupakan bagian dari presipitasi (frost) walaupun berperan dalam alih kebasahan (moisture). Curah hujan terukur dalam inci atau millimeter. Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer.

Nilai pH air hujan pada saat terjadi hujan asam dapat lebih kecil dari pada pH air hujan normal (5,6), yakni mencapai nilai 2 atau 3. Hujan asam terjadi karena tingginya gas sulfur oksida (SOX) dan nitrogen oksida (NOX). Gas sulfur

oksida dapat berupa sulfur dioksida (SO2), sulfit (SO32-), dan sulfat (SO42-);

sedangkan nitrogen oksida dapat berupa nitrat (NO3) dan nitrogen dioksida (N2O).

gas-gas tersebut terdapat di atmosfer sebagai hasil emisi (buangan) dari kegiatan industri kendaraan bermotor. SOX terutama dihasilkan dari hasil pembakaran batu

bara (mengandung banyak sulfur); sedangkan NOX terutama dihasilkan dari

pembakaran bahan bakar minyak. Selain mengeluarkan gas NOX, kendaraan

bermotor juga melepaskan emisi gas hidrokarbon, CO dan partikel timbal. Diperkirakan, sekitar 50% dari keberadaan gas NOX dan 90% gas SOX akan


(14)

menghasilkan H2S, HSO3- dan H2SO4 yang bersifat asam kuat, sedangkan oksidasi

gas NOX akan menghasilkan asam nitrat (HNO3) sehingga menurunkan nilai pH

air hujan (Effendi, 2003).

Nordstrom et.al (2000) mendefenisikan pH sebagai derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Kemasaman (pH) menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi ion hydrogen H+ (Alaerts dan Santika, 1987). Air dapat bersifat asam atau basa, terkandung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hydrogen dalam air, pH normal berkisar antara 6,5-7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH yang lebih besar dari pH normal akan bersifat basa (Sunu, 2001).

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Karena pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan akuatik, maka pH suatu perairan sering kali dipakai sebagai petunjuk baik atau buruknya perairan sebagai lingkungan hidup. Terdapat suatu hubungan antara pH dengan sebaran hewan akuatik di perairan alamiah yang ternyata sangat menarik, berkaitan dengan masalah pencemaran yang dihubungkan dengan hujan asam dan proses pengasaman perairan secara alami (Nugroho, 2006).

B. Penyebab Hujan Asam

Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung merapi dan dari proses biologis tanah, rawa dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian. Gas-gas yang dihasilkan


(15)

oleh proses ini dapat terbawa angin hingga beberapa kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah (Agustiarni, 2008).

Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Nitrogen oksida, diemisikan dari pembakaran pada temperatur tinggi yang bereaksi dengan bensin yang tidak terbakar dengan sempurna dan zat hidrokarbon lain akan membentuk ozon rendah atau smog kabut berawan coklat kemerahan (Susanta dan Sutjahjo, 2008).

Bahan bakar fosil merupakan sumber utama terjadinya pencemaran udara. Pencemaran udara yang terjadi berbanding lurus dengan pengembangan industri modern, pembangkit tenaga listrik, penggunaan batubara dan kemajuan sektor transportasi. Pembakaran sempurna bahan bakar fosil menghasilkan CO2 dan H2O

bersama beberapa nitrogen oksida yang muncul dari fiksasi nitrogen dan atmosfer pada suhu tinggi. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan asap hitam yang terdiri dari partikel-partikel karbon atau hidrokarbon kompleks atau CO dan senyawa organik yang teroksidasi sebagian (Kristanto, 2002).

Secara sederhana, reaksi pembentukan hujan asam dapat diilustrasikan sebagai berikut:

S (g) + O2 (g) SO2 (g)

2SO2(g) + O2 (g) 2SO3 (g)


(16)

Sejak dimulainya revolusi industri, jumlah sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutama batubara, merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di area industri terkadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka). Sumber ini ditambah oleh transportasi yang merupakan penyumbang utama hujan asam. Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan indutri tetapi lebih berkembang menjadi lebih luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi populasi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas (Agustiarni,2008).

C. Dampak kegiatan industri dan hujan asam

Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan yang masih berpusat pada daerah perkotaan (70 % industri diperkirakan berlokasi di kawasan perkotaan dan sekitarnya), memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan luasan lahan yang terbatas akan berakibat terhadap menurunnya kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Masalah lain yang timbul akibat bertambahnya penduduk diantaranya adalah penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sektor industri merupakan penyumbang pencemaran udara melalui penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga. Adapun salah satu penyebab meningkatnya pencemaran udara di Indonesia adalah urbanisasi dan industrialisasi yang tumbuh dengan cepat tetapi


(17)

tidak dibarengi dengan pengendalian pencemaran yang memadai dan efesien dalam penggunaan bahan bakar fosil (BPLH DKI, 2004).

Gangguan pada harta benda dan ekosistem terutama terjadi sebagai akibat adanya hujan asam. Hujan asam terjadi bila di udara terdapat bahan pencemar terutama gas SO2 (Sulfur Dioksida) dan gas NOx (Nitrogen Oksida) di udara. Gas

SO2 di udara umumnya berasal dari bahan bakar yang mengandung sulfur

(misalnya batu-bara dan minyak bumi). Gas SO2 di udara bereaksi dengan uap air

atau larut pada tetesan air membentuk H2SO4 yang merupakan komponen utama

dari hujan asam. Dengan cara yang sama, gas NOx di udara bereaksi dengan uap

air atau larut pada tetesan air membentuk HNO3 yang juga merupakan komponen

utama dari hujan asam. Hujan asam bersifat korosif sehingga dapat mengoksidasi benda-benda yang kontak dengannya. Proses turunnya hujan asam ke permukaan bumi dapat terjadi pada jarak (0-10) km untuk jarak dekat dan (100-1.000) km untuk jarak jauh. Selain itu juga hujan asam mengakibatkan terjadinya perubahan pH pada badan air dan tanah yang dilaluinya, sehingga terjadi perubahan kesetimbangan dalam ekosistem (Wardhana, 1995).

Meningkatnya kegiatan industri biasanya akan diikuti dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan akan transportasi khususnya kendaraan bermotor akan meningkat terus. Hal tersebut akan menyebabkan konsentrasi pencemaran udara semakin tinggi. Gas sulfur dioksida (SO2) adalah salah satu gas buang kendaraan bermotor yang

menyebabkan gangguan pernafasan, mengurangi visibilitas, mempercepat pengkaratan, menyebabkan pencemaran udara juga menyebabkan terjadinya hujan asam (Hanik, 1999).


(18)

Dampak negatif akibat menurunnya kualitas udara cukup berat terhadap lingkungan terutama kesehatan manusia yaitu: menurunnya fungsi paru, peningkatan penyakit pernafasan dan beberapa penyakit lainnya. Selain itu pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Hujan asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran udara dan air. Hujan asam terjadi karena banyaknya polutan di udara yang larut dan terbawa oleh air hujan sehingga pH air akan berada di bawah rata. Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5.6, merupakan nilai yang di anggap normal atau hujan alami seperti yang telah disepakati secara internasional oleh badan kesehatan dunia WHO. Apabila pH air hujan lebih rendah dari 5.6, maka hujan bersifat asam atau sering disebut hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar 5.6 maka hujan bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danau-danau dan aliran sungai (BMG, 2004).

Susanta dan Sutjahjo (2008), menyatakan hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan

air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Apabila hujan dengan pH kurang dari 5,6 terutama pH di bawah 5,1 akan berdampak negatif dan menyebabkan berbagai kerusakan diantaranya dapat merusak properti, monumen, patung, bahan logam, dapat mematikan berbagai jenis binatang dan tumbuhan, menghambat pertumbuhan tanaman pangan dan sayur, menyebabkan penyakit pernafasan dan yang paling parah, pada ibu hamil akan menyebabkan bayi yang lahir prematur dan meninggal.


(19)

Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6-8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6,2 – 7,6, air buangan pabrik susu dan produk-produk susu biasanya mempunyai pH 7,6 – 9,5. Pada industri makanan, peningkatan keasaman air buangan umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam organik. Air buangan industri-industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH-nya rendah. Adanya komponen besi sulfur (FeS2) dalam jumlah tinggi di dalam air

juga akan meningkatkan keasaman karena FeS2 dengan udara dan air akan

membentuk H2SO4 dan besi (Fe) yang larut. Perubahan keasaman pada air

buangan, baik kearah alkali (pH menaik) maupun kearah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Agusnar, 2008).

               


(20)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Industri Medan dan sekitarnya. Kawasan Industri Medan (KIM) adalah suatu kawasan industri yang terletak di kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Kota Madya Medan. Sedangkan kegiatan analisis air hujan dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011/Februari 2012.

Gambar 1. Peta Lokasi Kawasan Industri Medan (KIM)

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Medan secara geografis terletak di antara 20 27'-2 47' Lintang Utara dan 980 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2. Kecamatan Medan Deli memiliki luas wilayahnya 20,84 km².


(21)

Kecamatan Medan Deli adalah daerah kawasan industri dan pergudangan di Kota Medan dengan penduduknya berjumlah 141.787 jiwa (2004). Di Kecamatan Medan Deli ini terdapat Potensi Wilayah berupa Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di Kelurahan Mabar dengan luas 514 Ha, adalah salah satu kawasan industri yang menyiapkan fasilitas investasi yang relatif lengkap. Kawasan Industri Medan, keberadaannya dapat mendukung Kota Medan sebagai Kota Industri dan Jasa. Disamping sebagai daerah pusat industri di Kecamatan Medan Deli ini juga terdapat beberapa Industri Kecil / Rumah Tangga yang menjadi unggulan seperti Produksi Prabot Rumah Tangga dari Kayu. Disamping itu di daerah ini juga ada terdapat Pertanian Agrobisnis seluas 949 Ha.

Kawasan industri di Medan yaitu Kawasan Industri Medan (KIM) berdekatan dengan Pelabuhan Belawan. KIM memiliki luas lahan 514 Ha dan disediakan fasilitas listrik 120 MW. Saat ini terdapat 86 perusahaan swasta nasional yang menempati lokasi tersebut berdampingan dengan 17 perusahaan asing. Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di kecamatan Medan Deli di wilayah Tenggara Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Timur

berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Medan Barat dan Kecamatan Medan Timur, sebelah Utara

berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan Dan Kecamatan Medan Labuhan

C. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Sampel air hujan, larutan penyangga pH 4 untuk membantu dalam pengukuran pH basa, larutan


(22)

penyangga pH 7 untuk membantu dalam pengukuran pH netral, larutan penyangga pH 10 untuk membantu dalam pengukuran pH asam, peta administrasi kota Medan dengan skala 1:250.000 untuk membantu dalam memetakan luasan daerah terkena hujan asam.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Penakar air hujan tipe observatorium, pH meter (mV meter), spektrofotometer, Global Positioning System (GPS), perangkat keras (Hardware) yang digunakan yaitu berupa Personal Computer (PC) dan perangkat lunak (Software) ArcView 3.3 dan kamera digital. Tabel 1. Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian

No. Nama Data Jenis Sumber Tahun

1 1 Titik Pusat Primer GPS 2011

2 16 Titik sampel uji lapangan Primer GPS 2011 3

4

Peta administrasi kota Medan Data curah hujan

Sekunder Sekunder

BPKH BMG

2009 2011 5 Data pH air hujan Primer Hasil analisis 2011

6 Data penelitian Sekunder Jurnal 2011

D. Prosedur Penelitian

Parameter yang diamati meliputi : Curah hujan , kandungan sulfur oksida (SOX), kandungan nitrogen oksida (NOX) dan pH. Pelaksanaan penelitian ini

meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut;

1. Pemasangan alat


(23)

1. Menentukan Kawasan Industri Medan (KIM) sebagai titik pusat penyebab terjadinya hujan asam.

2. Mengambil 4 titik sampel uji lapangan dengan menggunakan GPS dengan jarak 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km untuk setiap 4 penjuru mata angin bagian utara, selatan, timur dan barat. Pada setiap titik sampel uji lapangan tersebut diletakkan alat penangkar hujan.

3. Penakar hujan dipasang di areal terbuka dengan menggunakan penakar hujan tipe observatorium dengan luas penampang 81,67 cm2. Alat dipasang setinggi 120 cm dari permukaan tanah pada areal terbuka yang terletak di sekitar lokasi penelitian. Pengambilan sampel air hujan diambil selama 10 hari hujan dengan interval 3 hari selama 1 bulan setiap pukul 07.30 WIB dan dihitung sebagai hari hujan kemarin (Agustiarni, 2004).

2. Pengukuran Curah Hujan

Air hujan yang tertampung oleh alat penangkar hujan dihitung volume airnya. Hal ini dilakukan untuk menghitung curah hujan (CH) secara manual. Pengukuran CH manual dilakukan dengan menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang ditampung dibagi luas penampang/mulut penangkar hujan. Pengukuran CH harian (mm) diukur 1 kali pada pagi hari.

CH (mm) = Volume / Luas mulut penangkar

3. Pengukuran kandungan nitrogen oksida (NOX) dan kandungan sulfur oksida (SOx)

Pengukuran kandungan nitrogen oksida (NOX) dan kandungan sulfur


(24)

kandungan nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida (SOx) menggunakan alat spektrofotometer (Gambar 1) adalah sebagai berikut:

a. Analisis kandungan nitrogen oksida (NOX)

Pengukuran kandungan nitrogen oksida (NOx) sampel air hujan dilakukan untuk mengetahui kadar nitrogen oksida tersebut dalam air hujan. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kandungan nitrogen oksida (NOx) air hujan adalah spektrofotometer. Tahapan yang dilakukan untuk mengukur kandungan nitrogen oksida (NOx) adalah:

Nitrogen oksida secara kualitatif diubah menjadi nitrogen dioksida dengan pengoksida asam kromat. Hasil nitrogen dioksida yang terbentuk ditambah nitrogen dioksida yang sudah ada diserap dalam larutan pembentuk. Warna merah-ungu terbentuk dalam 15 menit, dan serapannya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm.

b. Analisis kandungan sulfur oksida (SOX)

Pengukuran kandungan sulfur oksida (SOx) sampel air hujan dilakukan untuk mengetahui kadar sulfur oksida tersebut dalam air hujan. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kandungan sulfur oksida (SOx) air hujan adalah spektrofotometer. Tahapan yang dilakukan untuk mengukur kandungan sulfur oksida (SOx) adalah:

Sulfur oksida (SOX) diserap dalam larutan penjerap tetrakloromerkurat

membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat. Dengan menambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida, kedalam senyawa diklorosulfonatomerkurat maka terbentuk senyawa pararosanilin metal sulfonat


(25)

yang berwarna ungu. Konsentrasi larutan di ukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

4. Pengukuran pH Sampel

Pengukuran pH sampel air hujan dilakukan untuk mengetahui kadar kemasaman air hujan. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pH air hujan adalah pH meter. Pengukuran pH air hujan yang akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera Utara Medan.

Cara Pengukuran pH Larutan dengan Menggunakan pH Meter: 1. Siapkan sampel larutan air hujan yang akan di check pH-nya.

2. Buka penutup plastik elektroda, bilas dengan air dan keringkan dengan menggunakan tisu.

3. Nyalakan pH meter dengan menekan tombol ON/OFF.

4. Masukkan elektroda ke dalam sampel, kemudian putar agar larutan homogen. 5. Tekan tombol MEAS untuk memulai pengukuran, pada layar akan muncul

tulisan HOLD yang kelap-kelip.

6. Biarkan sampai tulisan HOLD pada layar berhenti kelap-kelip.

7. Nilai pH yang ditunjukkan pada layar adalah nilai pH larutan yang di check. 8. Matikan pH meter dengan menekan kembali tombol ON/OFF.

5. Pembuatan Peta Buffer Lokasi Penelitian

Proses pembuatan peta zona buffer lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tampilkan peta pada view.


(26)

b. Pilih peta yang akan ditampilkan. Dalam contoh ini adalah kim.shp dan

admin.medan.shp.

c. tampilkan gambar peta dengan klik pada chechbox-nya.

d. Ubah legend dari theme admin.medan.shp dengan nilai unique value

berdasarkan field remark.

Selanjutnya pastikan satuan pemetaan dan satuan pengukuran jarak dokumen view tersebut telah ditetapkan sesuai dengan sistem proyeksi yang digunakan oleh peta. Pada contoh ini sistem proyeksi peta yang digunakan adalah UTM.

Proses buffer dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Aktifkan theme kim.shp pada dokumen view.

2. Pilih theme dari menu utama dan kemudian pilih create buffer sehingga muncul jendela create buffer.

3. Pastikan theme yang dipilih adalah kim.shp pada baris the features of a theme. 4. Klik use only the selected features.

5. Pilih next.

6. Isilah luas buffer yang diinginkan dengan mengisi angka pada baris at a specified distance.

a. Tentukan satuan pengukuran panjang yang diingiankan dengan dropdown

pada baris distance units are.

7. Klik next sehingga muncul jendela create buffer. 8. Pilih opsi yes untuk menghasilkan buffer.

9. Pilih opsi in a new theme dan pilih folder tempat kerja serta beri nama file


(27)

10.Klik tombol finish.

11.Data baru hasil proses buffer akan masuk pada dokumen view.

Skema proses pemetaan penyebaran hujan asam di Kawasan Indutri Medan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema pemetaan penyebaran hujan asam di Kawasan Industri Medan.

                       

Tumpang tindih (overlay)

Data Lapangan dan data analisis Peta Administrasi Kecamatan

Medan Deli

Peta hujan asam  


(28)

       

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keasaman (pH)

Hasil pengukuran pH air hujan yang jatuh dan tertampung di Kawasan Industri Medan berdasarkan zonasi yang dilakukan di areal pengamatan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengukuran pH air hujan di KIM pada setiap zonasi.

Zonasi (km) pH

1 5.41 2 5.38 3 5.43 4 5.45

Air hujan mempunyai tingkat kemasaman yang bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan atau tingkat bahan pencemaran pada suatu tempat. Menurut Agusnar (2008), hal ini dapat terjadi dikarenakan ada gas yang larut dalam air hujan seperti CO2, O2, H2S, nitrogen dan metan yang berasal dari pembuangan

sisa-sisa aktivitas manusia sehingga menyebabkan air bersifat asam, berbau dan korosif. Susanta dan Sutjahjo (2008) menyebutkan bahwa secara alami pH air hujan normal adalah 5,6. Pada lokasi penelitian diperoleh bahwa air hujan yang tertampung di areal tersebut nilai pH-nya lebih rendah yaitu berada di bawah nilai pH normal air hujan. Hal ini menunjukkan bahwa di Kawasan Industri Medan, air hujan yang langsung sampai ke permukaan tanah bersifat asam.


(29)

Rendahnya pH air hujan pada lokasi penelitian menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Hujan dengan pH kurang dari 5,6 terutama pH di bawah 5,1 akan berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Wardhana, (1995) menyatakan bahwa pH kurang dari 5,6 dapat memberikan gangguan pada harta benda dan ekosistem. Dimana hujan asam tersebut terjadi bila di udara terdapat bahan pencemar terutama gas-gas yang terdapat di udara seperti SO2 (Sulfur Dioksida) dan gas NOx (Nitrogen Oksida) yang bereaksi

dengan uap air atau larut pada tetesan air dan membentuk H2SO4 dan HNO3 yang

merupakan komponen utama dari hujan asam. Kandungan tetesan air hujan tersebut memiliki sifat korosif dan dapat mengoksidasi benda-benda yang kontak dengannya, merubah pH pada badan air dan tanah, sehingga terjadi perubahan kesetimbangan dalam ekosistem.

Pengukuran nilai pH, dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pada zonasi 2 km menunjukkan nilai pH masam yang paling tinggi, yakni dengan nilai pH rata-rata 5.38. Nilai pH air hujan yang tertampung di areal penelitian berdasarkan zonasi yang diamati secara keseluruhan berdasarkan zonasi memiliki pH di bawah 5,6. Hal ini menandakan bahwa kegiatan industri yang terjadi di KIM berdampak langsung terhadap rendahnya pH air hujan di wilayah ini. Hal ini juga menunjukkan bahwa di Kawasan Industri Medan, curah hujan yang langsung sampai ke permukaan tanah tanpa melalui vegetasi, nilai kemasamannya sangat tinggi yaitu dengan rata-rata 5.42. Agustiarni (2008) menyatakan bahwa secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung merapi dan dari proses biologis tanah, rawa dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik,


(30)

kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian. Berdasarkan data yang diperoleh di lokasi penelitian terdapat perbedaan nilai pH air hujan pada setiap zonasi. Data tersebut sudah menggambarkan bahwa pusat dari kegiatan industri memberikan dampak yang berbeda terhadap lingkungan sekitar, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Dimana semakin jauh dari pusat kegiatan industri maka efek yang ditimbulkan oleh kegiatan industri melalui pengaruh hujan asam semakin kecil.

Nilai pH air hujan yang tertampung pada areal penelitian dipengaruhi oleh aktivitas dari kegiatan industri di KIM dan jarak pengambilan titik sampel air hujan. Nilai pH air hujan yang tertampung di areal zonasi 1 km memiliki nilai rata-rata 5,41; 5,38 untuk zonasi 2 km; 5,43 untuk zonasi 3 km dan 5,45 untuk zonasi 4 km, seperti yang disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut diperoleh bahwa pada zonasi 2 km diketahui memiliki pH masam yang lebih tinggi. Dimana peta zonasi yang telah dibuat dapat dilihat di Gambar 2.


(31)

# # # # # # # # # # # # ## # # # Newshape.shp BATANG KUIS BINJAI SELATAN BINJAI TIMUR BINJAI UTARA LABUHAN DELI MEDAN AMPLAS MEDAN AREA MEDAN BARAT MEDAN BARU MEDAN DELI MEDAN DENAI MEDAN HELVETIA MEDAN JOHOR MEDAN KOTA MEDAN KOTA BELAWAN MEDAN LABUHAN MEDAN MAIMUN MEDAN MARELAN MEDAN PERJUANGAN MEDAN PETISAH MEDAN POLONIA MEDAN SELAYANG MEDAN SUNGGAL MEDAN TEMBUNG MEDAN TIMUR MEDAN TUNTUNGAN PERCUT SEI TUAN SUNGGAL # 2km.txt # 3km.txt # 4km.txt # Pst.txt # 11km.txt

8

0

8

16 Miles

N

E

W

S


(32)

B. Analisis kandungan sulfur oksida (SOX) dan nitrogen oksida (NOX)

Pencemaran lingkungan merupakan peristiwa penyebaran bahan kimia dengan kadar tertentu yang dapat merubah keadaan keseimbangan pada daur materi, baik keadaan struktur maupun fungsinya, sehingga mengganggu kesejehteraan manusia dan menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya udara. Pencemaran udara terjadi jika komposisi zat-zat yg ada di udara melampaui ambang batas yana ditentukan . Adanya bahan-bahan kimia yang melampaui batas dapat membahayakan kesehatan manusia , mengganggu kehidupan hewan dan tumbuhan dan terganggunya iklim (cuaca) dengan aktivitas manusia dan kemajuan teknologi terutama akibat proses pembakaran bahan bakar di industri atau kendaraan bermotor, maka banyak gas-gas yang dihasilkan dan bercampur dengan udara sebagai zat pencemar.

Gas-gas yang dikeluarkan oleh pabrik dan kendaraan bermotor di perkotaan akan bereaksi dengan oksigen sehingga berbahaya bagi kehidupan. Diantaranya adalah sulfur dan nitrogen, yang merupakan gas-gas polutan yang dapat bereaksi dengan hujan dan menyebabkan hujan asam. Hasil pengukuran kandungan sulfat dan nitrat air hujan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 3 dan Tabel 4.


(33)

Tabel 2. Data kandungan SO42- (mg/liter) pada air hujan yang tertampung.

ZONASI (km) Arah mata angin Kandungan (mg/liter)

1 Timur 627

Selatan 583 Barat 642 Utara 634

2 Timur 658

Selatan 677 Barat 613 Utara 567

3 Timur 723

Selatan 662 Barat 638 Utara 656

4 Timur 598

Selatan 629 Barat 630 Utara 671

Tingginya kandungan sulfat (SO42-) air hujan yang tertampung di areal

penelitian di KIM merupakan salah satu penyebab terjadinya hujan asam. Dimana ion sulfat (SO42-) dapat terjadi secara alamiah melalui proses pembakaran dan jika

dalam jumlah sangat besar akan menaikkan keasaman air. Novotny dan Olem (1994) Effendi (2003) menyatakan bahwa gas SOx bereaksi dengan uap air yang terdapat di atmosfer dan mengalami oksidasi sehingga menghasilkan H2S, HSO3 dan H2SO4 yang bersifat asam kuat. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa kandungan sulfat (SO42-) air hujan di KIM yang tertampung di areal penelitian memiliki nilai


(34)

Hasil pengukuran kandungan NO3- (mg/liter) pada air hujan yang

tertampung oleh alat di Kawasan Industri Medan adalah sebagai berikut: Tabel 2. Data kandungan NO3- (mg/liter) pada air hujan yang tertampung.

ZONASI (km) Arah mata angin Kandungan (mg/liter)

1 Timur 24

Selatan 21 Barat 18 Utara 26

2 Timur 26

Selatan 25 Barat 23 Utara 24

3 Timur 22

Selatan 20 Barat 22 Utara 21

4 Timur 19

Selatan 25 Barat 19 Utara 21

Effendi (2003) menyatakan bahwa ion sulfat (SO42-) bersifat larut dalam

air dan berikatan dengan hidrogen. Sulfur Oksida (SOX) dan Nitrogen Oksida

(NOX) merupakan gas yang terdapat di atmosfer sebagai hasil emisi (buangan)

dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor. SOX umumnya dihasilkan dari

pembakaran batu bara (yang mengandung banyak sulfur), sedangkan NOX


(35)

(SOX) dapat berupa sulfur dioksida (SO2), Sulfit (SO3), dan Sulfat (SO42-);

sedangkan Nitrogen Oksida (NOx) dapat berupa nitrat (NO3) dan Nitrogen

Dioksida (N2O). Tingginya kadar gas sulfur oksida (SOx) dan nitrogen oksida

(NOx) menyebabkan terjadinya hujan asam.

Nitrat (NO3-) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antopogenik yang berasal dari kativitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak lebih dari 10 mg/liter. Konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinngi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen, terutama bagi bayi yang berumur kurang dari lima bulan. (Davis dan Cornwell, 1991 Effendi, 2003).

Susanta dan Hari (2008) menyatakan bahwa nitrat diemisikan dari pembakaran pada temperatur tinggi, sebagai hasil dari reaksi nitrogen dan oksigen. Menurut Novortny dan Olem (1994) Effendi (2003) bahwa gas NOx bereakasi dengan uap air yang terdapat di atmosfer dan mengalami oksidasi menghasilkan asam nitrat (HNO3) sehingga menurunkan nilai pH air hujan. Pada

Tabel 3 ditunjukkan bahwa kandungan nitrat air hujan di KIM yang tertampung di areal penelitian memiliki nilai yang sangat tinggi yaitu dengan kandungan nitrat rata-rata 22 mg/liter.


(36)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Air hujan yang jatuh di Kawasan industri Medan bersifat asam yaitu dengan nilai pH rata-rata air hujan yang tertampung di areal tersebut di bawah normal.

2. Daerah dengan radius 2 km dari titik pusat pengamatan memiliki tingkat kemasaman air hujan yang tertampung lebih besar.

B. Saran

Adapun saran dalam penelirian ini adalah:

1. Dengan adanya perbedaan nilai pH air hujan di setiap zonasi, maka diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan zonasi yang lebih luas serta mengamati perbedaan kemampuan dari setiap jenis pohon dalam meningkatkan pH air hujan agar diketahui jenis pohon terbaik untuk mengurangi hujan asam.

2. Diharapkan kepada PT. Kawasan Industri Medan untuk melakukan penanaman berbagai jenis pohon guna membantu dalam menetralisir hujan asam.

3. Diharapkan kepada pemerintah untuk segera menetapkan dan membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH) guna mencegah dan mengurangi hujan asam.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. USU Prees. Medan.

Agustiarni, Y. 2008. Pengaruh Hutan Kota dalam Mengurangi Hujan Asam di Kawasan Industri: Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan. Skripsi Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Alaerts, G dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1991. Metode Pengujian Sampel Standart Nasional Indonesia (SNI). Bapedal. Jakarta.

Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Kimia Air Hujan. http: //www.bmg.go.id/KAH.asp. (5 Mei 2011 [pukul 11.45 WIB]).

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Khusus Indonesia Jakarta. 2004. Udara Bersih untuk Semua. http: //bplhd.Jakarta.go..id/Wilayah.php (5 Mei 2011 [pukul 11.25 WIB]).

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Hanik, Z. 1999. Model Difusi Penyebaran Gas SO2 untuk Daerah Urban dengan

Menggunakan Perangkat Lunak Delphi (Studi Kasus Kotamadya Bandung). Disertasi Pasca Sarjana Departemen Geofisika dan Meteorologi ITB. Bandung. http: //gdl.geoph.itb.ac.id/gdl.php (5 Mei 2011 [pukul 11.01 WIB]).

Kristanto, P.2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nuarsa, I. W. 2005. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3 untuk Pemula. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Nordstrom, D. K, et. al. 2000. Negative pH and Extremely Acidic Mine Waters from Iron Mountain, California. Environmental Science and Technology. Dibuka pada: Wikipedia.htm.pH Air. Maret 2010 [Pukul 21.00 WIB]. Nugroho, A. 2006. Bioindikator kualitas air. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta. Prahasta, E. 2005. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika.


(38)

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT Gramedian Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Susanta, G. dan H. Sutjahjo.2008. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global?. Penebar Plus. Jakarta.

Susilo, Y.E.B. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan: Memahami Sikap Teologis Manusia Terhadap Pencemaran Lingkungan. Averroes Press. Malang.

Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Prees. Bogor.

Wardhana, W. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset. Jogjakarta.


(39)

Lampiran 1. Hasil pengukuran pH air hujan di KIM pada setiap zonasi.

Zonasi (km)

Arah mata angin

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata

1 Timur 5.36 5.41 5.45 5.40 5.42 5.42 5.40 5.41 5.44 5.36 5.41

Slatan 5.40 5.37 5.37 5.42 5.45 5.39 5.36 5.37 5.46 5.41 5.40

Barat 5.38 5.41 5.37 5.40 5.44 5.38 5.41 5.45 5.38 5.43 5.41

Utara 5.43 5.40 5.42 5.46 5.38 5.43 5.44 5.39 5.46 5.36 5.42

5.41

2 Timur 5.32 5.43 5.41 5.40 5.33 5.32 5.39 5.35 5.40 5.36 5.38

Slatan 5.36 5.31 5.37 5.31 5.34 5.40 5.42 5.39 5.37 5.35 5.36

Barat 5.35 5.39 5.33 5.41 5.44 5.33 5.42 5.37 5.36 5.42 5.39

Utara 5.32 5.43 5.34 5.34 5.38 5.44 5.38 5.31 5.41 5.38 5.38

5.38

3 Timur 5.39 5.45 5.41 5.47 5.50 5.37 5.46 5.36 5.39 5.42 5.42

Slatan 5.48 5.40 5.43 5.41 5.38 5.40 5.45 5.49 5.41 5.37 5.42

Barat 5.51 5.45 5.43 5.41 5.46 5.39 5.42 5.42 5.36 5.41 5.43

Utara 5.38 5.41 5.46 5.48 5.40 5.41 5.43 5.47 5.51 5.46 5.44

5.43

4 Timur 5.46 5.52 5.49 5.48 5.40 5.42 5.41 5.45 5.43 5.44 5.45

Slatan 5.43 5.40 5.42 5.45 5.46 5.46 5.47 5.49 5.47 5.48 5.45

Barat 5.40 5.41 5.42 5.43 5.45 5.46 5.44 5.45 5.51 5.50 5.45

Utara 5.45 5.41 5.50 5.42 5.41 5.43 5.45 5.44 5.41 5.49 5.44


(40)

Lampiran 2. Data curah hujan daerah Mabar Belawan dan sekitarnya pada tahun 2011 (primer)

Tanggal Bulan Agustus September Oktober November

1 2 3 4 5

1 Ttu Ttu 9.0 15.9

2 0 0 9.2 1.6

3 0 0 7.6 Ttu

4 14.0 0 50.7 11.4

5 Ttu 21.5 0 0.9

6 48.8 1.1 4.8 37.0

7 33.5 0 57.8 0

8 0 0.4 17.1 63.5

9 0 39.9 16.6 1.0

10 1.3 0.3 1.0 0.7

11 Ttu 45.5 0 48.5

12 Ttu 0.1 0 0

13 0 Ttu 0 5.5

14 0.2 19.6 0 0.3

15 0 0.5 47.0 10.0

16 0 0 0.3 0

17 0.1 0.3 2.8 0

18 2.0 Ttu 8.5 0

19 10.0 1.0 14.5 Ttu

20 9.8 0.7 1.6 1.0

21 26.0 Ttu 0 12.5

22 2.5 0.9 0 0

23 5.5 0 38.5 5.3

24 Ttu 0 25.0 3.5

25 Ttu 0 3.0 13.0

26 0 0 23.8 Ttu

27 7.5 32.7 0 4.2

28 0 0 2.0 0.1

29 3.9 11.9 0 1.7

30 1.0 10.2 13.5 0

31 0 0 6.7 0

Keterangan:

Satuan Gurah Hujan = mm (milimeter) Ttu = curah hujan tidak terukur 0 = tidak ada hujan


(41)

Lampiran 3. Data titik koordinat penelitian.

No. Nama N E

1 Titik Pusat 463698 405316

2 Selatan 1km (AS1) 462973 405475

3 Selatan 2km (AS2) 463409 403869

4 Selatan 3km (AS3) 463385 402929

5 Selatan 4km (AS4) 463396 402063

6 Timur 1km (BT1) 463598 404616

7 Timur 2km (BT2) 465081 405241

8 Timur 3km (BT3) 466045 404986

9 Timur 4km (BT4) 466876 405007

10 Utara 1km (CU1) 464378 405475

11 Utara 2km (CU2) 463910 406724

12 Utara 3km (CU3) 463988 407661

13 Utara 4km (CU4) 463832 408537

14 Barat 1km (DB1) 463754 405943

15 Barat 2km (DB2) 462244 405373

16 Barat 3km (DB3) 461212 405231

17 Barat 4km (DB4) 460370 405252


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Air hujan yang jatuh di Kawasan industri Medan bersifat asam yaitu dengan nilai pH rata-rata air hujan yang tertampung di areal tersebut di bawah normal.

2. Daerah dengan radius 2 km dari titik pusat pengamatan memiliki tingkat kemasaman air hujan yang tertampung lebih besar.

B. Saran

Adapun saran dalam penelirian ini adalah:

1. Dengan adanya perbedaan nilai pH air hujan di setiap zonasi, maka diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan zonasi yang lebih luas serta mengamati perbedaan kemampuan dari setiap jenis pohon dalam meningkatkan pH air hujan agar diketahui jenis pohon terbaik untuk mengurangi hujan asam.

2. Diharapkan kepada PT. Kawasan Industri Medan untuk melakukan penanaman berbagai jenis pohon guna membantu dalam menetralisir hujan asam.

3. Diharapkan kepada pemerintah untuk segera menetapkan dan membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH) guna mencegah dan mengurangi hujan asam.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. USU Prees. Medan.

Agustiarni, Y. 2008. Pengaruh Hutan Kota dalam Mengurangi Hujan Asam di Kawasan Industri: Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan. Skripsi Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Alaerts, G dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1991. Metode Pengujian Sampel Standart Nasional Indonesia (SNI). Bapedal. Jakarta.

Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Kimia Air Hujan. http: //www.bmg.go.id/KAH.asp. (5 Mei 2011 [pukul 11.45 WIB]).

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Khusus Indonesia Jakarta. 2004. Udara Bersih untuk Semua. http: //bplhd.Jakarta.go..id/Wilayah.php (5 Mei 2011 [pukul 11.25 WIB]).

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Hanik, Z. 1999. Model Difusi Penyebaran Gas SO2 untuk Daerah Urban dengan Menggunakan Perangkat Lunak Delphi (Studi Kasus Kotamadya Bandung). Disertasi Pasca Sarjana Departemen Geofisika dan Meteorologi ITB. Bandung. http: //gdl.geoph.itb.ac.id/gdl.php (5 Mei 2011 [pukul 11.01 WIB]).

Kristanto, P.2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nuarsa, I. W. 2005. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3 untuk Pemula. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Nordstrom, D. K, et. al. 2000. Negative pH and Extremely Acidic Mine Waters from Iron Mountain, California. Environmental Science and Technology. Dibuka pada: Wikipedia.htm.pH Air. Maret 2010 [Pukul 21.00 WIB]. Nugroho, A. 2006. Bioindikator kualitas air. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta. Prahasta, E. 2005. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika. Bandung.


(3)

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT Gramedian Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Susanta, G. dan H. Sutjahjo.2008. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global?. Penebar Plus. Jakarta.

Susilo, Y.E.B. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan: Memahami Sikap Teologis Manusia Terhadap Pencemaran Lingkungan. Averroes Press. Malang.

Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Prees. Bogor.

Wardhana, W. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset. Jogjakarta.


(4)

Lampiran 1. Hasil pengukuran pH air hujan di KIM pada setiap zonasi. Zonasi

(km)

Arah mata angin

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata

1 Timur 5.36 5.41 5.45 5.40 5.42 5.42 5.40 5.41 5.44 5.36 5.41

Slatan 5.40 5.37 5.37 5.42 5.45 5.39 5.36 5.37 5.46 5.41 5.40

Barat 5.38 5.41 5.37 5.40 5.44 5.38 5.41 5.45 5.38 5.43 5.41

Utara 5.43 5.40 5.42 5.46 5.38 5.43 5.44 5.39 5.46 5.36 5.42

5.41

2 Timur 5.32 5.43 5.41 5.40 5.33 5.32 5.39 5.35 5.40 5.36 5.38

Slatan 5.36 5.31 5.37 5.31 5.34 5.40 5.42 5.39 5.37 5.35 5.36

Barat 5.35 5.39 5.33 5.41 5.44 5.33 5.42 5.37 5.36 5.42 5.39

Utara 5.32 5.43 5.34 5.34 5.38 5.44 5.38 5.31 5.41 5.38 5.38

5.38

3 Timur 5.39 5.45 5.41 5.47 5.50 5.37 5.46 5.36 5.39 5.42 5.42

Slatan 5.48 5.40 5.43 5.41 5.38 5.40 5.45 5.49 5.41 5.37 5.42

Barat 5.51 5.45 5.43 5.41 5.46 5.39 5.42 5.42 5.36 5.41 5.43

Utara 5.38 5.41 5.46 5.48 5.40 5.41 5.43 5.47 5.51 5.46 5.44

5.43

4 Timur 5.46 5.52 5.49 5.48 5.40 5.42 5.41 5.45 5.43 5.44 5.45

Slatan 5.43 5.40 5.42 5.45 5.46 5.46 5.47 5.49 5.47 5.48 5.45

Barat 5.40 5.41 5.42 5.43 5.45 5.46 5.44 5.45 5.51 5.50 5.45

Utara 5.45 5.41 5.50 5.42 5.41 5.43 5.45 5.44 5.41 5.49 5.44


(5)

Lampiran 2. Data curah hujan daerah Mabar Belawan dan sekitarnya pada tahun 2011 (primer)

Tanggal Bulan Agustus September Oktober November

1 2 3 4 5

1 Ttu Ttu 9.0 15.9

2 0 0 9.2 1.6

3 0 0 7.6 Ttu

4 14.0 0 50.7 11.4

5 Ttu 21.5 0 0.9

6 48.8 1.1 4.8 37.0

7 33.5 0 57.8 0

8 0 0.4 17.1 63.5

9 0 39.9 16.6 1.0

10 1.3 0.3 1.0 0.7

11 Ttu 45.5 0 48.5

12 Ttu 0.1 0 0

13 0 Ttu 0 5.5

14 0.2 19.6 0 0.3

15 0 0.5 47.0 10.0

16 0 0 0.3 0

17 0.1 0.3 2.8 0

18 2.0 Ttu 8.5 0

19 10.0 1.0 14.5 Ttu

20 9.8 0.7 1.6 1.0

21 26.0 Ttu 0 12.5

22 2.5 0.9 0 0

23 5.5 0 38.5 5.3

24 Ttu 0 25.0 3.5

25 Ttu 0 3.0 13.0

26 0 0 23.8 Ttu

27 7.5 32.7 0 4.2

28 0 0 2.0 0.1

29 3.9 11.9 0 1.7

30 1.0 10.2 13.5 0

31 0 0 6.7 0

Keterangan:

Satuan Gurah Hujan = mm (milimeter) Ttu = curah hujan tidak terukur 0 = tidak ada hujan


(6)

Lampiran 3. Data titik koordinat penelitian.

No. Nama N E

1 Titik Pusat 463698 405316

2 Selatan 1km (AS1) 462973 405475

3 Selatan 2km (AS2) 463409 403869

4 Selatan 3km (AS3) 463385 402929

5 Selatan 4km (AS4) 463396 402063

6 Timur 1km (BT1) 463598 404616

7 Timur 2km (BT2) 465081 405241

8 Timur 3km (BT3) 466045 404986

9 Timur 4km (BT4) 466876 405007

10 Utara 1km (CU1) 464378 405475

11 Utara 2km (CU2) 463910 406724

12 Utara 3km (CU3) 463988 407661

13 Utara 4km (CU4) 463832 408537

14 Barat 1km (DB1) 463754 405943

15 Barat 2km (DB2) 462244 405373

16 Barat 3km (DB3) 461212 405231

17 Barat 4km (DB4) 460370 405252