Analisa Pengaruh Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan (Studi Kasus Di Kawasan Industri Medan)

(1)

MEDAN

ANALISA PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

KOTA MEDAN

(Studi Kasus di Kawasan Industri Medan)

DRAFT SKRIPSI

Diajukan Oleh:

NAMA : NOVALLIANSYAH

NIM : 020501059

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Hipotesis ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II URAIAN TEORITIS A. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi ... 7

A.1. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 7

A. 2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ... 9

B. Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 12

B. 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 12

B. 2. Teori Pusat Pengembangan ( Growth Poles Theory) ... 13

C. Aglomerasi ... 15

D. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Aglomerasi ... 16

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 18

B. Jenis dan Sumber Data ... 18

C. Metode Analisis ... 18

D. Model Analisis ... 19

E. Definisi Variabel Operasional ... 20

F. Test of Goodness of Fit ... 20


(3)

v

1. Kota Medan Secara Geografis ... 24

2. Kota Medan Secara Demografis ... 25

3. Kota Medan dalam Dimensi Sejarah ... 26

4. Kota Medan Secara Kultural ... 26

5. Kota Medan Secara Ekonomi ... 27

6. Kota Medan Secara Sosial ... 28

7. Kota Medan Sebagai Daerah Otonom ... 30

8. Kewenangan Pemerintah Kota ... 33

9. Kemampuan Keuangan Daerah... 34

10. Paradigma Baru Fungsi dan Peran Pemerintah Kota ... 36

B. Gambaran Umum PT Kawasan Industri Medan (persero) ... 38

C. Analisis Regresi Linear Berganda ... 42

D. Test of Goodness of Fit 1. Koefisien Determinasi ... 44

2. Uji Signifikansi secara bersama-sama (F-Test) ... 44

3. Uji Signifikansi Parsial (t-Test) ... 45

E. Uji Pelanggaran Asumsi klasik 1. Multikolinearitas ... 46

2. Pengujian Korelasi Serial diantara Disturbance Error Term ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(4)

vi

No Uraian Halaman

Tabel 4.1 Indikator Utama Ekonomi Kota Medan ... 29

Tabel 4.2 Indikator Sosial Kota Medan ... 31

Tabel 4.3. Realisasi APBD Pemerintah Kota Medan ... 36

Tabel 4.4 Perubahan Paradigma ... 38


(5)

vii Lampiran 1 : Output Eviews 4.1

Lampiran 2 : Pertumbuhan Pendapatan PT Kawasan Industri Medan (persero) Lampiran 3 : Jumlah Tenaga Kerja pada PT Kawasan Industri Medan (persero) Lampiran 4 : Produk Domestik Bruto (PDB) Kota Medan


(6)

i

Novalliansyah, (2008). Analisa Pengaruh Aglomerasi Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan (Studi Kasus di Kawasan Industri Medan), di bawah bimbingan Kasyful Mahali, SE, MSi, MS, Lic. Tez. Reg Shirozuzilam, (Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan), Drs. Irsyad (penguji I), dan Jonathan Sinuhaji (penguji II).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Variabel Pertumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) dan Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Kota Medan (Y)

Dari hasil penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa Pertumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Kota Medan.(Y). Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Kota Medan (Y). Saran yang dapat diberikan adalah agar Pemerihtah sebagai pengelola PT Kawasan Industri Medan (persero) lebih mendukung dan memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan PT Kawasan Industri Medan (persero) sebagai salah satu daerah aglomerasi mengingat sumbangan yang cukup baik pada pertumbuhan perekonomian kota Medan, Diharapkan pengelola operasional PT Kawasan Industri Medan (persero) agar mengembangkan kawasan ini lebih baik lagi, karena sumbangannya yang cukup besar pada pertumbuhan perekonomian kota Medan, sehingga akan mampu mendorong peningkatan kesejahtraan masyarakat secara umum.

Kata kunci: Aglomerasi Kawasan Industri Medan, Tenaga Kerja dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika perekonomian Indonesia telah melewati berbagai proses yang begitu kompleks. Semenjak Indonesia mengecap kemerdekaan melalui perjuangan yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya sendiri dengan semangat nasionalisme sampai pada penerapan berbagai kebijakan dan strategi yang mulai mengkompromikan liberalisasi guna menghadapi arus globalisasi yang makin deras mendera setiap system yang mencoba menutup diri.

Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi perekonomian global sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Melihat pembangunan ekonomi Indonesia sejak Pelita I dimulai pada akhir tahun 1970-an hingga krisis ekonomi yang terjadi pada akhir tahun 1997 / awal tahun 1998, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indikator ekonomi makro. Dua diantaranya yang umumnya digunakan adalah tingkat Pendapatan Nasional per Kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun. Pada tahun 1968 Pendapatan Nasional per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$ 60. Tingkat ini jauh lebih rendah dibanding Pendapatan Nasional perkapita dari Negara-negara berkembang lainnyaada saat itu, seperti misalnya India, Srilangka, dan Pakistan. Tetapi, sejak Pelita I dimulai Pendapatan Nasional Indonesia perkapita mengalami peningkatan yang relatif tinggi setiap tahun, dan pada akhir tahun 1980-an telah


(8)

mendekati US$ 500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi, yaitu 7 (hingga) hingga 8 (delapan) persen selama tahun 1970-an dan turun menjadi 3 (tiga) hingga 4 (empat)pertahun selama periode 1980-an.

Selama dekade 1970-an dan 1980-an, proses pembangunan ekonomi di Indonesia tidak tanpa mengalami banyak shock yang cukup serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan tahun 1980-an, dan resesi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Perekonomian Indonesia saat itu sangat tergantung pada pemasukan dolar amerika serikat dari hasil ekspor komoditi-komoditi primer, khususnya minyak dan hasil pertanian.

Tingkat ketergantungan yang sangat tinggi ini membuat perekonomian Indonesia tidak bisa menghindar dari pengaruh negatif dari ketidakstabilan harga dari komoditas-komoditas tersebut di pasar internasional. Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang industri, juga sangat tergantung pada pertumbuhan

ekonomi dunia, terutama di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa Barat, yang merupakan pasar penting bagi ekspor Indonesia.

Selama periode 1993 – 1995, rata-rata pertumbuhan per tahun antara 7.3 hingga 8.2 persen, yang membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi ini, rata-rata Pendapatan Nasional per kapita naik pesat setiap tahun, yang pada tahun 1993 sudah melewati angka US$ 800. Tetapi, akibat krisis, Pendapatan Nasional per kapita menurun drastis menjadi US$ 640 pada tahun 1998 dan US$ 580 pada


(9)

tahun 1999. Sebagai perbandingan, China yang Pendapatan perkapitanya tahun 1995 hanya US$ 520, pada tahun 1998 dan 1999 lebih tinggi dari Indonesia. Pendapatan perkapita Korea Selatan juga mengalami penurunan akibat krisis, namun demikian masih lebih tinggi daripada Indonesia. Industri manufaktur termasuk sektor yang paling parah, setelah sektor keuangan, yang mengalami kontraksi hamper 13 persen dan sedikit membaik menjadi positif 2,19 persen pada tahun 1999.

Yang membuat hancurnya sektor ini adalah akibat turunnya kemampuan belanja (purchasing power) masyarakat dan lesunya kegiatan-kegiatan ekonomi domestik yang membuat menurunnya jumlah Agregat Demand, yang terdiri dari final demand dari masyarakat dan Intermediate demand dari sektor-sektor

ekonomi (termasuk industri itu sendiri) terhadap produk-produk manufaktur. Sedangkan, dampaknya melalui sisi Agregat Supply terutama karena tingginya suku bunga pinjaman, terbatasnya kredit dari bank, mahalnya bahan-bahan baku impor, dan akibat ditolaknya Letter of Credit (L/C) yang dikeluarkan oleh bank-bank nasional oleh bank-bank-bank-bank di luar negeri. Semua ini membuat banyak perusahaan-perusahaan di sektor industri terpaksa menghentikan seluruh atau sebagian dari kegiatan produksi mereka.

Untuk membangkitkan kembali sektor ini diperlukan penanganan yang cukup serius. Penerapan system aglomerasi merupakan salah satu alternatif yang sangat baik dan dinilai cukup sukses.

Aglomerasi merupakan pengelompokan industri di satu lokasi. Di Indonesia, aglomerasi diadopsi dalam bentuk Zona Industri, yakni suatu wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai lokasi kegiatan industri. Di zona ini


(10)

berdiri industri individual (yang berdiri sendiri) dan industri yang mengelompok dalam kawasan industri (industrial estate). Dalam teori pusat pertumbuhan (growth centre) sebagai mana dikemukakan oleh Frncois Perroux (1950) dan Boudeville (1972), aglomerasi merupakan salah satu instrument untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan memberikan tetesan (trickle down effect) ke bawah ke daerah belakang.

Dari aspek lingkungan, apabila industri-industri tersebut berada di satu kawasan (industrial estate), maka pengelolaan limbah secara terintegrasi (intergrated waste management) dengan mudah dapat dilakukan. Karena itu, industri yang berada dalam satu kawasan tidak perlu menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sendiri. AMDAL-nya adalah AMDAL kawasan, sedangkan kewajiban masing-masing industri adalah melalukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan spesifikasi kegitannya.

Keunggulan aglomerasi ini juga dapat diperoleh dengan memanfaatkan efek keterkaitan (linkage) dan networking secara interaktif. keunggulan itu antara lain adalah mendorong spesialisasi produksi pada suatu daerah/wilayah dan mendorong keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Keunggulan aglomerasi ini juga akan meningkatkan efesiensi, mengurangi biaya transportasi dan transaksi, mengurangi biaya social, menciptakan asset secara kolektif, dan meningkatkan terciptanya inovasi. Dari berbagai keuntungan diatas dapat dilihat bahwa aglomerasi akan mendorong peningkatan pendapatan dari sektor industri dan juga meningkatkan penyediaan lapangan kerja di sektor industri.


(11)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisa Pengaruh Aglomerasi Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan (Studi Kasus di Kawasan Industri Medan)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pertumbuhan pendapatan pada wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Medan

2. Apakah penyerapan tenaga kerja pada wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kota Medan.

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian dan masih perlu dikaji kebenarannya dengan menggunakan data yang mempunyai hubungan.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan pendapatan pada wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Medan 2. Penyerapan tenaga kerja pada wilayah aglomerasi Kawasan Industri

Medan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi kota Medan.


(12)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penyerapan tenaga kerja pada wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Medan

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan pendapatan dari wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan terhadap pertumbuhan ekonomi di Medan.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah, melengkapi sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada yang menyangkut topik yang sama.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa Ekonomi khususnya mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.

4. Dapat digunakan sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambilan keputusan di masa yang akan datang.


(13)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI A.1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Pembangunan khususnya di bidang ekonomi ditempatkan pada urutan yang pertama dari seluruh aktifitas pembangunan. Dalam rangka pembangunan ekonomi sekaligus terkait usaha-usaha pemerataan kembali hasil-hasil pembangunan keseluruh daerah, maupun peningkatan pendapatan masyarakat. Secara bertahap diusahakan mengurangi kemiskinan dan keterbelakangan.

Secara umum, pembangunan ekonomi didefenisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) perkapita dalam periode yang panjang. Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi memiliki tiga sifat yang penting, yaitu:

◊ Suatu prose yang berarti terjadi perubahan yang terus-menerus

◊ Adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat

◊ kenaikan pendapatan perkapita masyarakat yang terjadi bersifat jangka panjang

Pembangunan menurut Todaro (1998) adalah sebagai berikut “pembangunan ekonomi telah digaariskan kembali dengan dasar mengurangi dan menghapuskan kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi sedang berkembang.”

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan pendapatan perkapita dan lajunya pembangunan ekonomi ditujukan dengan menggunakan tingkat


(14)

pertambahan PDB ( Produk Domestik Bruto) untuk tingkat nasional dan PDRB untuk tingkat wilayah atau regional. Tingkat PDRB (produk Domestik Regional Bruto) ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk, dimana laju pertumbuhan penduduk yang lebih dari besar dari PDRB akan mempengaruhi perubahan pendapatan perkapita.

Rodinelli (1961) menyatakan pembangunan adalah kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mengubah cara berpikir, yaitu selalu memikirkan perlunya investasi pembangunan. Dengan adanya pembangunan akan terjadilan peningkatan nilai-nilai buday bangsa, yaitu terciptanyataraf hidup yang lebih baik, saling menghargai antar sesama, serta terhindar dari tindakan sewenang-wenang.

Adapun tujuan pembangunan menurut Gant (1971) ada dua tahap. Tahap pertama , pada hakekatnya pembanguanan bertujuan untuk menghapusakan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup dengan bahagia dan terpeniuhi segala kebutuhannya.

Dalam rangka mencapai tujuan pembanguanan, maka perlu sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan teknologi.

Pembangunan menyangkut perubahan mendasar dari seluruh struktur ekonomi dan ini menyangkut perubahan-perubahan dalam produksi dan permintaan maupun peningkatan dalam distribusi pendapatan dan pekerjaan. Konsekuensinya adalah perlu diciptakannya suatu perekonomian yang lebih beragam dengan beberapa sektor utama yang saling berkait untuk pengadaan input dan memperluas pasaran hasil.


(15)

Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai kebijaksanaan, secara umum disimpulkan sebagai berikut :

◊ mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pertumbuhan produsi nasional yang cepat.

◊ mencapai tingkat kestabila harga, dengan kata lain mengendalikan tingkat inflasi yang terjadi.

◊ mengatasi masalah pengangguran dan perluasan lapangan pekerjaan bagi seluruh angkatan kerja

◊ distribusi pendapatan yang lebih merata

A. 2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Konsep pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.

Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati mayarakat sampai lapisan paling bawah, bauk dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.

Pertumbuhan harus berjalan beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal dan


(16)

tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah ”Redistribution with Growth”.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi itu secara riil dari tahun ketahun tergambar melalui penyajian PDRB atas harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif menunjukkaan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan adanya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.

Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktifitasnya ke kegiatan dengan tingkat produktifitas yang tinggi. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktifitas pekerja, dan meningkatnya skala unit usaha.

Kuznets (1966) mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.

Pertumbuhan ekonomi (economic growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke peeriode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun.

Oleh karena itu ada beberapa komponen penting yang perlu dianalisa pada pertumbuhan ekonomi, yaitu;


(17)

a. Akumulasi modal

Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan masyarakat diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output. Investasi produktif ini harus dilengkapi dengan infrastrujtur yang mendukung guna menunjang aktivitas perekonomian yang terpadu.

b. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja

Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, secara tradisonal dianggap sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan luasnya pasar domestik.

c. Kemajuan Teknologi

Dalam pengertian yang lebih sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian tugas tradisional. Kemajuan teknologi yang netral terjadi apabila penggunaan teknologi berhasil mencapai tingkat produktif yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama.

Kemajuan teknologi hemat pekerja terjadi apabila dengan menggunakan jumlah input pekerja yang lebih tinggi. sedang kemajuan teknologi hemat modal akan menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih efesien.

B. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (faktor returns) dalam daerah dibatasi secara jelas. Laju petumbuhan di


(18)

daerah-daerah yang biasanya diukur menurut output atau tingkat pendapatan, adalah sangat berbeda-beda dan beberapadaerah mengalami kemunduran jangka panjang.

Pertumbuhan regiomal adalah produ dari banyak faktor, sebagian bersifat ekstern dan sosio politik. faktor-faktor yang berasal dari daerah itu sendiri meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal. sedangkan salah satu faktor ekstern yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah-daerah tersebut.

B. 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional

Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. hal ini pada dasarnyadisebabkan pada analisispertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan padapengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, kedua kelompok ilmu ini juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberikan tekanan pula pada unsur waktu yang merupakan faktor penting alam analisa pertumbuhan ekonomi.

Dalam teori ekonomi regional memberikan juga pada unsur space, maka faktor-faktor yang menjadi perhatian juga berbeda dengan apa yang lazim dibahas pada teori pertumbuhan ekonomi nasional (Growth Theory) pada teori pertumbuhan ekonomi nasional faktor-faktor yang sangat diperhatikan adalah modal, lapangan pekerjaan, dan kemajuan teknologi yang bisa muncul dalam berbagai bentuk. Sedangkan pada teori pertumbuhan ekonomi regional, faktor-faktor yang mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi, migrasi, dan arus lalu lintas modal antar wilayah.


(19)

Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal, yaitu:

a. Export Base – Models

Model ini dipelopori oleh Douglas C. North ( 1955) dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956). Model ini mendasaekan pandangannya dari sudut lokasi, yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi dan dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor.

b. Neo-Classic Models

Model ini dipelopori oleh Borts Stein (1964) kemudian dikmbangkan oleh Roman (1965) dan Siebert (1969). Kelompok ini mendasarkan analisanya pada peralatan fungsi produksi. Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja. Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kesimpulan yang menarik dari model Neo-Klasik ini adalah bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatui negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara yang bersangkutan.

c. Model Cummulative Causation

Model ini dipelopori oleh Myrdal (1975) dan kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh Kaldor. Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembengunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar (market mechanism), tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk


(20)

program-program pembangunan regional, terutama untuk daerah-daerah yang relatif masih terbelakang.

d. Model Core-Periphery

Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Fridman. Teori ini menekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (perphery) . Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesa-desaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antar derah ( spacial interaction) sangat menonjol.

B. 2. Teori Pusat Pengembangan ( Growth Poles Theory)

Teori Growth Poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Allonso, 19986). Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan pembangunan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.

Konsep growth Poles ini berasal dari satu ahli perencanaan yang bernama Francois Perroux (1955). Menurutnya, suatu pusat pengembangan didefenisikan sebagai suatu konsentrasi industri pada suatu tempat tertentu yang kesemuanya saling berkaitan melalui hubungan antara input dan output dengan industri utama


(21)

(propulsive industry). Konsentrasi dan saling berkaitan merupakan dua faktor penting dalam setiap pusat pengembangan karena melalui faktor ini akan diciptakan berbagai bentuk agglomeration economics yang dapat menunjang pertumbuhan industri-industri yang bersangkutan melaluui penurunan ongkos produksi.

C. Aglomerasi

Aglomerasi adalah pengelompokan beberapa perusahaan dalam suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk daerah khusus industri. Aglomerasi juga adalah terkonsentrasinya kegiatan ekonomi kelokasi perkotaan (Rusli Ghalib, 2005)

Aglomerasi juga bisa dibagi menjadi dua macam:

1. Aglomerasi Primer, dimana perusahaan yang baru muncul tidak ada hubungannya dengan perusahaan lama.

2. Aglomerasi sekunder, yaitu jika perusahaan yang baru beroperasi adalah perusahaan yang memiliki tujuan untuk memberi pelayanan pada perusahaan yang lama.

Beberapa sebab yang memicu terjadinya aglomerasi adalah :

1. Tenaga kerja yang tersedia banyak dan mayoritas memiliki kemempuan dan keahlian yang lebih baik dibanding dengan dilura daerah tersebut. 2. Suatu perusahaan menjadi daya tarik bagi perusahaan lain

3. Berkembangnya suatu perusahaan dari kecil menjadi besar, sehingga menimbulkan perusahaan lain untuk menunjang perusahaan yang membesar tersebut


(22)

4. Perpindahan atau kegiatan produksi suatu tempat kebeberapa tempat lainnya

5. Perusahaan lain mendekati sumber bahan baku aktifitas produksi yang dihasilkan oleh perusahaan yang sudah ada untuk saling menunjang satu sama lain.

Keuntungan aglomerasi yang merupakan kekuatan utama dalam bagi setiap pusat pengembangan selanjutnya dibagi atas tiga jenis, anatara lain:

1. ScaleEconomic

Yaitu semacam keuntungan yang dapat timbul karena pusat pengembangan memungkinkan perusahaan industri yang bergabung didalamnya beroperasi dengan skala besar karena adanya jaminan sumber bahan baku dan pasar.

2. Localization Ekonomics

Yaitu keuntungan yang dapat timbul karena adanya saling keterkaitan antara industri sehingga kebutuhan bahan baku dan pemasaran dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yang minim.

3. Urbanization Economics

Yaitu keuntungan yang diperoleh karena fasilitas pelayanan social dan ekonomi yang dapat digunakan secara bersama sehingga pembebanan ongkos untuk masing-masing perusahaan industri dapat dilakukan serendah mungkin.

D. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Aglomerasi

Menurut Linde (2004) ada beberapa faktor yang sangat menetukan terhadap keberhasilan satu cluster atau aglomerasi. Faktor-faktor tersebut adalah


(23)

venture capital; tersedianya technical infrastructure, adanya higher education

dan lembaga-lembaga penelitian, wiraswasta, networking and quality of linkages, social capital dan diversity. Bebeapa studi tentang aglomerasi juga menemukan

bahwa aglomerasi yang mempunyai lingkungan yang kompetitif dan adanya rivalry akan lebih berkembang dibanding dengan aglomerasi yang sangat

tergantung pada sumber daya alam, cuaca dan letk geografi. Sementara itu Chen (2005) mengemukakan faktor penting yang menyebabkan Taiwanberhasil dalam mengembangkan aglomerasi industri sejak tahun 1980-an. Pertama, peranan pemerintah yang sangat penting dalam tahap awal pendirian aglomerasi dengan mendorong inovasi-inovasi melalui lembaga-lembaga penelitian seperti ITRI dan Institute for Information Industry (III). Dengan adanya inovasi, aglomerasi

tumbuh dengan cepat. Pemerintah pada tahap awal juga memberikan insentif fiscal berupa bebas pajak pendapatan selama lima tahun bagi perusahaan yang melakukan investasi di kawasan aglomerasi industri, termasuk pembebasan tariff untuk impor mesin.

Kedua, scale economics yang menyebabkan terjadinya backward dan forward linkages dari industrisecara vertical, juga secara horizontal

differentiation. Horizontal differentiation menimbulkan persaingan yang sehat dan

mendorong inovasi. Scale economics dari industri elektronik di Taiwan mendapat penyluran yang positif di pasar Amerika Serikat. ketersediaannya tenaga kerja yang handal juga menjadi faktor keberhasilan aglomerasi industri di Taiwan.


(24)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah Kota Medan, yaitu dengan mengamati pengaruh aglomerasi industri di kota Medan (Studi Kasus di Kawasan Industri Medan) terhadap pertumbuhan ekonomi di Medan.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber/instansi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Departemen Perindustrian Perdagangan dan Koperasi dan dari berbagai sumber bacaan yang mendukung lainnya. Berdasarkan kurun waktunya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan kurun waktu 17 tahun dari tahun 1990 sampai 2006.

C. Metode Analisis

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, penelitian ini menggunakan alat analisa ekonometrika, yaitu meregresikan variabel-variabel yang ada dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Sedangkan perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data dalam


(25)

D. Model Analisis

Secara matematis dapat dituliskan melalui model sebagai berikut :

Y= f (Penyerapan tenaga kerja, Pertumbuhan pendapatan dari sektor industri)...(1)

Dari fungsi tersebut dibuat model dalam bentuk linear yang dituliskan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + µ... (2) Keterangan:

Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan

(Rp)

α = Intercept / Konstanta

X1 = Pertumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi

Kawasan Industri Medan (%)

X2 = Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan

β1,β2 = Koefisien Regresi

µ = Term of error

Berdasarkan model estimasi diatas, maka secara matematis hipotesa dapat dituliskan sebagai berikut :

1

X Y

∂∂ > 0 ; Semakin tinggi Penyerapan tenaga kerja pada wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan maka pertumbuhan ekonomi di Medan semakin bertambah, ceteris paribus


(26)

2

X Y

∂∂ >0; Semakin tinggi pertumbuhan pendapatan dari wilayah aglomerasi

Kawasan Industri Medan maka pertumbuhan ekonomi di Medan semakin bertambah, ceteris paribus

E. Definisi Variabel Operasional

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan adalah total pendapatan dari kegitatan perekonomian yang menyebabkan barang/jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. (Rp).

2. Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja, baik buruh kasar maupun tenaga kerja professional, yang dapat diserap dalam sebuah lokasi industri. 3. Pertumbuhan pendapatan dari sektor industri adalah persentase pertambahan

pendapatan yang diperoleh dari sektor industri (dihitung dalam satuan %)

4. Aglomerasi adalah pengelompokkan (pengkonsentrasian) beberapa perusahaan dalam suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk daerah (kawasan) khusus industri

F. Test of Goodness of Fit a. Koefisien Determinasi

Digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen). Nilainya antara 0% dan 100% atau 0%<R<100%, yang menjelaskan variabel yang satu dengan variabel yang lain atau variabel bebas dengan variabel terikat, sedangkan


(27)

sisanya dipengaruhi oleh variasi dari variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

b. Uji Signifikansi secara bersama-sama (F-Test).

Digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas signifikan atau tidak terhadap variabel terikat.

Jika F-Hitung > F-Tabel, berarti Ho ditolak = Signifikan.

Jika F-Hitung < F-Tabel, berarti Ho diterima = Tidak Signifikan.

c. Uji Signifikansi Parsial (t-Test).

Digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas signifikan atau tidak terhadap variabel tidak bebas.

Jika t-Hitung > t-Tabel, berarti Ho ditolak = Signifikan

Jika t-Hitung < t-Tabel, berarti Ho diterima = Tidak Signifikan

Kesalahan suatu variabel adalah 5 %, sedangkan confidence level 95 % artinya tingkat keyakinan sebesar 95 %.

G. Uji Pelanggaran Asumsi klasik

a. Multikolinearitas.

Multikolinearitas adalah kondisi terdapatnya hubungan antara sesama variabel independen. Jika terdapat korelasi yang sempurna antara sesama variabel independen sehingga nilai variabel tersebut sama dengan satu. Konsekuensi keberadaan multikolinearitas :


(28)

 Standar tiap koefisien menjadi tidak terhingga.  Koefisien variabel tidak signifikan

 R-Square terlalu tinggi

b. Pengujian Korelasi Serial diantara Disturbance Error Term (D-W

Test).

Otokorelasi adalah analisis yang digunakan untuk menguji apakah hasil-hasil estimasi suatu model regresi linear mengandung korelasi serial antara disturbance error term.


(29)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Gambaran Umum Kota Medan

Perkembangan Kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi dan karakteristik Kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang mengemban fungsi yang luas dan besar (METRO), serta sebagai salah satu dari 3 (tiga) kota metropolitan terbesar di Indonesia. Realitasnya, Kota Medan kini berfungsi:

1. Sebagai pusat Pemerintahan daerah, baik pemerintah Propinsi Sumatera Utara, maupun Kota Medan, sebagai tempat kedudukan perwakilan/konsulat Negara-negara sahabat, serta wilayah kedudukan berbagai perwakilan Perusahaan, Bisnis, Keuangan di Sumatera Utara 2. Sebagai Pusat pelayanan kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat Sumatera

Utara sePertumbuhani: Rumah sakit, Perguruan Tinggi, Stasiun TVRI, RRI, dll, termasuk berbagai fasilitas yang dikembangkan Swasta, khususnya pusat-pusat Perdagangan

3. Sebagai pusat Pertumbuhanumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan jasa secara regional maupun internasional.

4. Sebagai pintu gerbang regional/Internasional/Kepariwisataan untuk kawasan indonesia bagian barat

1. Kota Medan Secara Geografis

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan


(30)

kota/kabupaten lainya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut.

Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam sePertumbuhani Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub Pertumbuhanumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


(31)

2. Kota Medan Secara Demografis

Berdasarkan data kependudukan tahun 2004, penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.006.142 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap , sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian Kota Medan Merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Dilihat dari struktur umur penduduk, Kota Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian Kota Medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju Pertumbuhan penduduk Kota Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat Pertumbuhanumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per Km 2 pada tahun 2004. jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit , terdapat di kecamatan Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur.


(32)

3.Kota Medan dalam Dimensi Sejarah

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat Pertumbuhanemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu.

Sedang dijadikanya Medan sebagai ibukota Deli juga telah medorong kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah Kota, juga sekaligus ibukota Propinsi Sumatera Utara.

4. Kota Medan Secara Kultural

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak


(33)

satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.

Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

5. Kota Medan Secara Ekonomi

Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas, baik sebagai pusat pemerintahan maupun kegiatan ekonomi dan sosial yang mencakup bukan hanya Propinsi Sumatera Utara tetapi juga wilayah propinsi (Sumbagut). Adanya fungsi regional yang luas tersebut, ternyata telah menjadikan Kota Medan dapat menyelenggarakan aktifitas ekonomi dalam volume yang besar. Kapasitas ekonomi yang besar tersebut ditunjukan oleh laju Pertumbuhanumbuhan ekonomi yang dicapai Kota Medan, yang selalu berada diatas Pertumbuhanumbuhan ekonomi daerah – daerah sekitarnya, termasuk dibandingkan dengan dicapai oleh Provinsi Sumatera Utara maupun Nasional.

Walaupun Kota Medan sempat mengalami Pertumbuhanumbuhan ekonomi negatif tahun 1998 (- 20%), namun selama tahun 2000 – 2004, ekonomi Kota Medan dapat tumbuh kembali rata – rata sebesar 5,19%. Ini merupakan


(34)

indikasi bahwa betapapun beratnya (dalamnya), krisis ekonomi yang melanda ekonomi Indonesia dan Kota Medan khususnya, namun secara bertahap pada dasarnya Indonesia dan Kota Medan memiliki kemampuan untuk sembuh dan keluar dari krisis yang sangat berat tersebut

Kapasitas ekonomi yang relatif besar tersebut juga ditunjukkan oleh nilai (uang) PDRB Kota Medan yang saat ini telah mencapai Rp. 24,5 triliun, dengan pendapatan perkapita Rp. 12,5 juta, sektor tertier merupakan sektor sekunder (29,06%), dan sektor primer (4,18%). Jumlah volume kegiatan ekonomi ini, sekaligus memberikan kontribusi lebih kurangnya sebesar 21% bagi pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara. Dilihat dari capaian Pertumbuhanumbuhan ekonominya, Pertumbuhanumbuhan ekonomi Kota Medan juga memperlihatkan elastisitas yang tinggi terhadap Pertumbuhanumbuhan ekonomi Sumatera Utara artinya, Pertumbuhanumbuhan ekonomi Kota Medan selalu menunjukan angka positif yang lebih besar dari Pertumbuhanumbuhan ekonomi Propinsinya. Ini menunjukan bahwa Kota Medan masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah – daerah lainnya di Sumatera Utara.

6. Kota Medan Secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi Pertumbuhanumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya .


(35)

Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang

Tabel 4.1 Indikator Utama Ekonomi Kota Medan (2004)

KETERANGAN Nilai

• Penduduk • PDRB

• Pertumbuhanumbuhan ekonomi • Income perkapita

• Tingkat inflasi

• Jumlah tenaga kerja produktif • Tingkat Pengangguran

• Total of export (FOB,000 US$) • Total of import (CIF,000 US$)

2.006.142 jiwa 24,5 trilyun 5,49 % Rp.12,500,000 6,64 % 682.826 jiwa 13,01 % 2.229.125 679.000,00 Major export :

Lemak dan minyak nabati /hewani, udang, kerang, kayu lapis, aluminium, barang kesenian, coklat, kopi, mineral mentah, dll.

Major import :

Impor barang modal (suku cadang / asesoris kendaraan bermotor, mesin / peralatan industri khusus, alat elektronik, dll) impor barang konsumsi, (makanan ternak, beras, aluminium, sayur segar, tembakau, dll)


(36)

Partners :

Malaysia, Jerman, Inggris, Singapura, RRC, Belanda, Taiwan, Hongkong, dll)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara

penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan.

Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat .

Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin.

7. Kota Medan Sebagai Daerah Otonom

Secara konstitusional Negara Indonesia di bagi dalam daerah propinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan atministratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, Pertumbuhanimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia.


(37)

(38)

Suasana kejiwaan dan kebatinan inilah yang pada dasarnya menjadi semangat penyusunan dan diperlakukannya UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:

Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu : ( 1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota. Dalamkaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu :

1. Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan

2. Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari:

• Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.


(39)

• Kewenagan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.

Bersasarkan fungsi dan kewenagan tersebut, Walikota Medan membawahi (pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.

8. Kewenangan Pemerintah Kota

Harus diakui UU : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menjembatani aspirasi dan semangat reformasi masyararakat lokal, yang menginginkan adanya keleluasaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Secara filosofis, implimentasi otonomi daerah ternyata dapat mendorong daerah berkembang dengan prakarsa kreditivitas dan inisiatifnya sendiri, termasuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, akuntabilitas, transparansi dan komitmen yang kuat untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

Adanya keleluasan melaksanakan otonomi daerah, tercermin dari pola pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Semangat Undang-Undang Nomor : 32 Thn. 2004, telah menempatkan kewenangan pusat hanya pada aspek- aspek yang sangat terbatas sePertumbuhani politik luar negeri, Pertumbuhanahanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain yang tidak atau belum dapat diselenggarakan oleh daerah. Untuk itu, Kota Medan dituntut untuk mampu menyelenggarakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, meliputi administrasi pemerintahan umum, Pertumbuhananian, perikanan dan kelautan, perindustrian dan perdagangan, koperasi, penanaman modal, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dan


(40)

kebudayaan, sosial, penataan ruang, pemukiman, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan dan olahraga.

Bagi Pemerintah Kota Medan, implementasi otonomi daerah diwujudkan dalam kewajiban Pemerintah Kota untuk menjamin pelayanan umum yang sangat mendasar kepada masyarakat dan dunia usaha, berdasarkan kewenangan dan bidang –bidang wajib yang dilaksanakan Pemerintah Kota. Secara terus menerus, Pemerintah Kota Medan memperbaiki mutu pelayanan umum yang ada, mulai dari identifikasi dan standarisasi pelayanan, peningkatan kerja pelayanan Pemerintah Kota, dan monitoring pelayanan. Usaha ini diharapkan mampu menciptakan pemberian pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh pihak, baik masyarakat maupun dunia usaha yang bersifat lokal, nasional dan asing.

9. Kemampuan Keuangan Daerah

Diberlakukannya Undang-Undang No : 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya perimbangan tugas, fungsi dan peran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tersebut berkonsekuensi, masing- masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif. Untuk mendukung penyelenggaraan kewenangan, peran, fungsi, dan tanggung jawabnya.


(41)

Pemerintah Kota Medan memiliki beberapa sumber pendapatan pokok, yaitu : (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, (4) Lain- lain penerimaan yang sah. Sebagai daerah yang perkembangan ekonominya sangat didominasi sektor sekunder dan tertier, sumber pendapatan asli daerah sebagian besar diperoleh dari hasil pajak dan retribusi daerah. Bagi Pemerintah Kota Medan, pungutan pajak lebih didefinisikan sebagai cara memberikan kesejahteraan umum (redistribusi pendapatan) dari pada sekedar budgeter.

Walaupun ada kecenderungan peningkatan volume dalam PAD, namun diakui 70% sumber penerimaan Kota Medan di sektor publik masih berasal dari alokasi pusat (dana perimbangan / dana alokasi umum). Hal yang menggembirakan dalam hal pembiayaan pembangunan kota adalah, jika sebelumnya sebagian besar program pembangunan yang disediakan oleh pemerintah pusat dialokasikan dalam bentuk dana Inpres (regional) maupun dana DIP (sektoral), maka saat ini sebagian besar sudah dalam bentuk bantuan spesifik (specific blok grant), dan blok grant yang lansung diterima dan dikelola oleh daerah.

Pemanfaatan sebagian besar dana perimbangan tersebut oleh Pemerintah Kota Medan digunakan untuk pengembangan jaringan infrastruktur kota terpadu, termasuk pemeliharaannya. Dengan keterpaduan tersebut infrastruktur yang dibangun benar –benar memperlancar arus barang dan jasa antar daerah sehingga dapat menggerakkan kegiatan sosial ekonomi warga Kota Medan. Kegiatan ekonomi yang berkembang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Kota dalam pembiayaan pembangunan kota, sekaligus memperkecil ketergantungan Pemerintah Kota kepada Pemerintah Pusat.


(42)

Tabel 4.3 Realisasi APBD Pemerintah Kota Medan Lima Tahun Terakhir

TAHUN REALISASI

2000 204.336.107.826,67

2001 568.639.837.266,58

2002 722.197.831.000,00

2003 1.079.834.024.000,00

2004 1.123.865.492.000,00

2005 1.228.649.091.079,96 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara

10. Paradigma Baru Fungsi dan Peran Pemerintah Kota, (dari Sentralisasi ke Desentralisasi)

Diberlakukannya UU Nomor : 32 Tahun 2004 ternyata telah membawa perubahan, baik secara filosofis maupun administratif penyelenggaraan Pemerintahan Kota. Secara filosofis, diberlakukannya Undang –Undang tersebut membawa implikasi bahwa :

• Semua persoalan diselesaikan di tingkat lokal.

• Semua daerah harus berkembang dengan prakarsa, kreativitas dan inovasi daerah masing- masing.

• Merubah pandangan kesatuan, dari yang semula harus sama menjadi pengakuan adanya keanekaragaman, sebagai potensi bangsa/daerah.


(43)

• Adanya pergeseran dari yang semula dominasi Eksekutif menjadi keseimbangan dengan Legislatif.

• Perlunya partisipasi masyarakat yang dinamis dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan kota.

Secara administratif, otonomi daerah juga dimaknai adanya pergeseran kewenangan dari yang semula dominasi pusat kepada daerah, dan dari yang semula dominasi daerah kepada masyarakat. Adanya perubahan fundamental tersebut, menjadikan adanya perubahan dalam strategi pembangunan kota yang dijalankan termasuk oleh pemerintah Kota Medan. Perubahan tersebut juga harus dimaksimalkan adanya pergeseran dalam paradigma pembangunan kota. Secara skematis perubahan paradigma pembangunan tersebut adalah:

Bagi Pemerintah Kota Medan, adanya perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dan pembanguanan kota tersebut diantisipasi dengan merumuskan apa yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Medan lima tahun kedepan, dengan menetapkan Pemerintah Kota, DPRD, swasta dan masyarakat sebagai pilar utama pembangunan kota.


(44)

Tabel 4.4 Perubahan Paradigma

SEBELUM MENJADI

PEMBANGUNAN KOTA KOTA PEMBANGUNAN Sentralisasi Desentralisasi

Dari atas ke bawah Simultan

Keseragaman Keberagaman

Petunjuk Kreativitas/ Inovasi

Instruksi Pilihan

Ketergantungan Kemandirian

Hirarki Keterkaitan

Kesenjangan Keserasian

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara B. Gambaran Umum PT Kawasan Industri Medan (persero)

PT Kawasan Industri Medan (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang jasa penjualan Kavling industri, lengkap dengan sarana dan prasarananya, lahan tersebut dipersiapkan bagi kebutuhan investor yang berniat menjalankan usahan sebagai pelaku industri.

PT Kawasan Industri Medan didirikan pada tanggal 7 Oktober 1988 dengan komposisi kepemilikan yang terdiri dari :

a. Pemerintah Pusat / Departemen Keuangan RI 60% b. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 30% c. Pemerintah Kota Madya Medan 10%


(45)

Didirikannya Kawasan Industri Medan (Persero) adalah untuk menunjang percepatan Pertumbuhanumbuhan Industri di Sumatera Utara, mendorong tumbuhnya ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Sumatera Utara.

Dalam kegiatan usaha pengelolaan kawasan, harus tersedia lahan yang dapat dibebaskan, kemudian lahan tersebut dimatangkan untuk dilengkapi sarana dan fasilitas lainnya hingga lahan tersebut dapat dinyatakan sebagai kavling layak jual.

Agar dapat merencanakan tata ruang kawasan yang terencana dengan baik, dibutuhkan lahan yang cukup besar. Lahan tersebut akan dibagi menjadi lahan yang akan dipersiapkan sebagai sarana dan prasarana sePertumbuhani jalan, parit, penghijauan, jaringan fasilitas umum, dan fasilitas sosial (fasum dan fasos). Standart teknis kawasan industri dalam peraturan pemerintah, menetapkan luas lahan industri yang dapat dijual maksimum 70 % dari luas lahan yang dibebaskan. Selebihnya merupakan sarana yang dipersiapkan untuk sarana fasilitas pendukung. Yang dimaksut fasilitas umum pendukung antara lain kavling komersial, kavling perumahan, jalan dan sarana penunjang lainnya dan ruang yang terbuka hijau.

Kavling komersial adalah kavling yang di sediakan perusahan kawasan industri untuk sarana penunjang sePertumbuhani’ perkantoran, bank, Pertumbuhanokoan, tempat berbelanja, tempat tinggal sementara, kantin dan sebagainya.


(46)

Kavling perumahan adalah kavling yang disediakan oleh perusahaan kawasan industri untuk perumahan pekerja termasuk fasilitas penunjangnya sePertumbuhani tempat ibadah dan sarana olahraga.

Fasilitas yang termasuk prasarana penunjang lainnya adalah pusat kesegaran jasmani (fitness center ) pos pelayanan, telekomunikasi, instalasi npewnyediaan tenaga listrik, instalasi telekomunikasi, instalasi pengelolaan air limbah industri , untuk pemadaman kebakaran.

Mengacu kepada standart teknis penggunaan tanah di dalam kawasan industi, pola pembebasan lahan secara bertahap sangat tidak efektif dan tidak efisien. Untuk dapat menghadirkan suatu kawasan yang tata ruangnya terencana dengan bbaik, harus diadakan pola pembebasan lahan seluas mungkin. Akan tetapi hal itu akan menyangkut pada anggaran yang tewrsedia (kemampuan finansial perusahaan).

Pada tahap awal, lahan yang berhasil dibebaskan adalah seluas 785.144.80 M2 (78.5 Ha) demikian selanjutnya hingga tahun 1996 lahan yang dibebaskan secara bertahap hingga mencapai total luas 200 Ha (lihat pada lampiran).

Pola pembebasan dengan cara bertahap sePertumbuhani yang terjadi di kawasan industri tahap I membuat lay out kawasan menjadi kurang teratur, dan tata ruang yang baik sesuai dengan master plan yang direncanakan sulit untuk direalisasikan.

Berbeda dengan penampilan kawasan industri tahap II, dengan mempergunakan dana berasal dari pinjaman Bank pada tahun 1997 PT. KIM berhasil membebaskan lahan seluas 314 Ha sekaligus, tata ruang kawasan lebih terencana, rapi, lay out site plant-nya sangat teratur.


(47)

Pola pembebasan lahan secara besar-besaran sekaligus dalam ukuran yang luas, membutuhkan anggaran yang cukup besar baik untuk biaya pembebasab maupun pembanguanan infrastruktur.

Karena keterbatasan dana, pembebasan lahan secara besar-besarn tidak dapat dilakukank untuk mengembangkan kawasan industri tahap I. Lahan dibebaskan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan perusahaan yang hanya didapat dari kegiatan jual beli lahan.

Pembebasan lahan baru dan pembangunan infrastruktur dapat direncanakan dengan baik, bila program penjualan kepada investor masih dapat berlangsung.

Melihat pengalaman yang ada dalam pengembangan kawasan industri tahap I dan tahap II, PT. Kawasan Industri Medan berhadapan masalah ketersediaan lahan yang akan dibebaskan untuk menampung kawasan industri.

Masalah tersebut akan berdampak pada kelanjutan bisnis kawasan industri di masa yang akan datang. Bisnis kawasan akan mengalami goncangan, Pertumbuhanumbuhan industri menjadi lamban.

Berdirinya usaha kawasan industri telah memberikakn kontribusi yang sangat besar di dalam pembangunan ekonomi Nasional melalui penyerapan investasi dan tenaga kerja.

Secara Nasional telah berdiri sebanyak 61 perusahaan kawasan industri di Indonesia dan telah mempergunakan areal/lahan 16.225 Ha. Dari luas 16.225 Ha, telah berdiri sebanyak 6000 perusahaan dan telah mempekerjakan sebanyak 800.000 orang.


(48)

Untuk skala Regional, kawasan industri Medan merupakan mesin pengerek Ekonomi Propinsi Sumatera Utara. Kawasan ini memiliki luas areal 514 Ha, telah berdiri sebanyak 228 Industri didalamnya, dan mempekerjakan 23.000 orang tenaga kerja.

Bagaimanakah bisnis ini dapat bertahan dan bertumbuhd bila permintaan akan lahan dalam bentuk kavling industri tidak tersedia lagi, oleh karena keterbatasan lahan yang ada untuk dibebaskan, atau dari segi finansial PT. KIM tidak punya kemampuan untuk menganggarkan dan pembebasan lahan disebabkan tingginya harga jual lahan yang akan dibebaskan dari masyarakat.

C. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis Regresi Berganda digunakan untuk mengadakan prediksi nilai dari variabel terikat dengan ikut memperhitungkan nilai variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat. Dengan demikian, dapat diketahui pengaruh positif atau negatif dari Pertumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) dan Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan (Y).


(49)

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Dependent Variable: Y

Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 02:05 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Pendapatan 216792.0 11591.64 18.70244 0.0000

Tenaga Kerja 332.0478 56.62730 5.863740 0.0000

a -4526784. 483195.6 -9.368429 0.0000

R-squared 0.992198 Mean dependent var 12756870

Adjusted R-squared 0.991083 S.D. dependent var 9592191.

S.E. of regression 905787.3 Akaike info criterion 30.42978

Sum squared resid 1.15E+13 Schwarz criterion 30.57682

Log likelihood -255.6531 F-statistic 890.1668

Durbin-Watson stat 1.889389 Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan print out Eviews 4.1 maka diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut:

Y = -4526784 + 216792X1 + 332.0478X2 Dari persamaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Konstanta (a) = -4526784, menunjukkan harga konstan, di mana jika nilai variabel Independen = 0, maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan (Y) = -4526784.

b. Koefisien X1 (

β1

) = 216792, menunjukkan bahwa Pertumbuhan

pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y). Dengan kata lain, jika Pertumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan ditingkatkan sebesar satu satuan maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan akan bertambah sebesar 216792 satuan.


(50)

c. Koefisien X2 (β2) = 332.0478, menunjukkan bahwa variabel Jumlah

Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2) berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y). Dengan kata lain, jika Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan ditingkatkan sebesar satu satuan maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan akan bertambah sebesar 332.0478 satuan

D. Test of Goodness of Fit a. Koefisien Determinasi

Digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen). Nilainya antara 0% dan 100% atau 0%<R<100%, yang menjelaskan variabel yang satu dengan variabel yang lain atau variabel bebas dengan variabel terikat, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi dari variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Berdasarkan hasil analisis regresi diatas, diketahui nilai koefisien determinasi sebesar 0.992198. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.992198 menunjukan bahwa Nilai-nilai Pertumbuhanumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) dan Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2) mampu menjelaskan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y) sebagai variabel dependent sebesar 99,2198%. Dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhanumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) dan Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2)


(51)

mampu menjelaskan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y) sebesar 99,2198% sedangkan sisanya sebesar 0,7802% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian.

b. Uji Signifikansi secara bersama-sama (F-Test)

Digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas signifikan atau tidak terhadap variabel terikat.

Jika F-Hitung > F-Tabel, berarti Ho ditolak = Signifikan.

Jika F-Hitung < F-Tabel, berarti Ho diterima = Tidak Signifikan Dari tabel diatas diketahui F hitung = 890.1668 > F tabel 3,59.

Artinya variabel Pertumbuhanumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) dan Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2) secara bersama-sama atau serentak berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y). c. Uji Signifikansi Parsial (t-Test).

Digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas signifikan atau tidak terhadap variabel tidak bebas.

Jika t-Hitung > t-Tabel, berarti Ho ditolak = Signifikan

Jika t-Hitung < t-Tabel, berarti Ho diterima = Tidak Signifikan

Kesalahan suatu variabel adalah 5 %, sedangkan confidence level 95 % artinya tingkat keyakinan sebesar 95 %.

Dari tabel diketahui t-hitung X1 = 18.70244 > t-tabel = 2,132. Artinya Pertumbuhanumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap


(52)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y). Kemudian t-hitung X2 = 5.863740 > t-tabel = 2,132. Artinya Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X2) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y)

E. Uji Pelanggaran Asumsi klasik 1. Multikolinearitas

Dalam penelitian ini tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel-variabel independent. Hal ini terlihat dari setiap koefisien masing-masing variabel-variabel sesuai dengan hipotesa yang telah ditentukan.

Dari model analisis:

Y = α + X1β1 +X2β2 + μ………...……(1)

Maka dilakukan pengujian diantara masing-masing variabel independent, hal ini untuk melihat apakah ada hubungan antara masing-masing variabel independent:

Penyerapan tenaga kerja = f (Pertumbuhan pendapatan)


(53)

Maka didapatkan R-square = 0.68, dengan demikian persentase pengaruh variabel Penyerapan tenaga kerja terhadap Pertumbuhan pendapatan adalah 68% (lampiran)

Dari hasil R-square diatas (persamaan 2) ini maka, dapat disimpulkan tidak ada multikolinearitas diantara variabel-variabel independent, karena R-square (persamaan 2) lebih kecil dari pada R-R-square dari model analisis (persamaan 1)

2. Pengujian Korelasi Serial diantara Disturbance Error Term (D-W Test)/ Otokorelasi.

Otokorelasi adalah analisis yang digunakan untuk menguji apakah hasil-hasil estimasi suatu model regresi linear mengandung korelasi serial antara disturbance error term.

Deteksi terhadap gangguan Otokorelasi (Pratisto, 2004) : Pada tabel Output Eviews, nilai Durbin Watson = 1.889389

DW tabel pada α 0,05 n (time series) = 17

k (jumlah variabel bebas) = 2 dL = 1,02

dU = 1,54

Oleh karena DW hitung > dL dan dU (1.889389 > 1,02, 1.889389 > 1,54) maka tidak terjadi gangguan otokorelasi.


(54)

48 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan keterangan dan penjelasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan (X1

2. Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan (X

) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan.(Y), dimana besarnya koefisien yang pengaruhinya adalah 216.792. Artinya apabila Pertumbuhan pendapatan di wilayah aglomerasi Kawasan Industri Medan ditingkatkan sebesar satu satuan maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan akan bertambah sebesar 216792 satuan.

2) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan (Y), dengan koefisien pengaruhnya sebesar 332,0478. Artinya adalah apabila jika Jumlah Tenaga di Kawasan Industri Medan ditingkatkan sebesar satu satuan maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan akan bertambah sebesar 332.0478 satuan.


(55)

49 B. SARAN

Setelah menganalisis dan mengevaluasi hasil dari penelitian yang telah dirumuskan maka dirasa perlu untuk mengajukan beberapa saran yang relevan untuk memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait, diantaranya yaitu :

1. Pemerihtah sebagai pengelola PT Kawasan Industri Medan (persero) agar lebih mendukung dan memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan PT Kawasan Industri Medan (persero) sebagai salah satu daerah aglomerasi mengingat sumbangan yang cukup baik pada pertumbuhan perekonomian kota Medan.

2. Diharapkan pengelola operasional PT Kawasan Industri Medan (persero) agar mengembangkan kawasan ini lebih baik lagi, mengingat sumbangannya yang cukup besar pada pertumbuhan perekonomian kota Medan, sehingga akan mampu mendorong peningkatan kesejahtraan masyarakat secara umum.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Djojodipuro, Marsudi, 1992, Teori Lokasi, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta. Irawan dan M. Suparmoko, 1997, Ekonomika Pembangunan, BPFE-Yogyakarta,

Yogyakarta.

Jhingan, M.L, 1996, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Rosyidi, Suherman, 1998, Pengantar Teori Ekonomi : Pendekatan Kepada Teori Mikro dan Makro, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Richardson, Harry W, 2001, Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional : Edisi 2001, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.

Sirojuzilam, 2006, Teori Lokasi, USU Press, Medan

Tambunan, Tulus T.H., 2001, Transformasi Ekonomi di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.

.Tarigan, Robinson, 2004, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta.

Tambunan, Tulus T.H, 2001, Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang : Kasus Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Todaro, Michael P., 1998, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga: Edisi VI, Erlangga, Jakarta.

Tarigan, Drs. Robinson, 2006, Ekonomi Regional : Teori Dan Aplikasi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Sukanto Reksohadi, Prodjo, Karseno, A.R, 2001, Ekonomi Perkotaan : Edisi IV, BPFE Jogjakarta, Jogjakarta.


(57)

Michael P.


(58)

2006 128,41

2005 115,64

2004 109,51

2003 98,16

2002 94,71

2001 89,67

2000 68,69

1999 57,88

1998 53,83

1997 49,64

1996 46,23

1995 45,93

1994 42,61

1993 35,82

1992 29,03

1991 22,24

1990 15,45


(59)

Tahun

Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

2006 23000

2005 21500

2004 19250

2003 17480

2002 13589

2001 10976

2000 8369

1999 6982

1998 5716

1997 4256

1996 2796

1995 1336

1994 1267

1993 1076

1992 9857

1991 8950

1990 8043


(60)

Tahun

Produk Domestik Bruto (PDB) Kota Medan

(Rp)

2006 30.657.328

2005 28.654.231

2004 26.379.403

2003 22.542.021

2002 19.660.542

2001 16.938.404

2000 13.801.406

1999 10.922.094

1998 9.737.545

1997 7.031.630

1996 6.400.860

1995 5.806.572

1994 5.094.032

1993 4.382.251

1992 3.325.860

1991 2.944.341

1990 2.588.269


(61)

Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 02:05 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Pendapatan 216792.0 11591.64 18.70244 0.0000 Tenaga Kerja 332.0478 56.62730 5.863740 0.0000 a -4526784. 483195.6 -9.368429 0.0000 R-squared 0.992198 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.991083 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 905787.3 Akaike info criterion 30.42978 Sum squared resid 1.15E+13 Schwarz criterion 30.57682 Log likelihood -255.6531 F-statistic 890.1668 Durbin-Watson stat 1.889389 Prob(F-statistic) 0.000000

ependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:21 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 0.004036 0.000711 5.677654 0.0000

C 25.87144 8.439168 3.065638 0.0078 R-squared 0.682444 Mean dependent var 64.90882 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 34.66658 S.E. of regression 20.17602 Akaike info criterion 8.956998 Sum squared resid 6106.079 Schwarz criterion 9.055023 Log likelihood -74.13448 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.373097 Prob(F-statistic) 0.000044

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:23 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X2 169.1035 29.78405 5.677654 0.0000

C -1303.194 2177.341 -0.598525 0.5584 R-squared 0.682444 Mean dependent var 9673.118 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 7096.271 S.E. of regression 4130.045 Akaike info criterion 19.60010 Sum squared resid 2.56E+08 Schwarz criterion 19.69812 Log likelihood -164.6008 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.471285 Prob(F-statistic) 0.000044


(62)

Sample: 1990 2006 Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X2 272942.5 11731.62 23.26554 0.0000

C -4959506. 857631.6 -5.782793 0.0000 R-squared 0.973035 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.971238 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 1626781. Akaike info criterion 31.55224 Sum squared resid 3.97E+13 Schwarz criterion 31.65026 Log likelihood -266.1940 F-statistic 541.2853 Durbin-Watson stat 0.619072 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:20 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 1206.946 157.1486 7.680284 0.0000

C 1081938. 1865799. 0.579879 0.5706 R-squared 0.797261 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.783745 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 4460677. Akaike info criterion 33.56963 Sum squared resid 2.98E+14 Schwarz criterion 33.66766 Log likelihood -283.3419 F-statistic 58.98676 Durbin-Watson stat 0.499963 Prob(F-statistic) 0.000001

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:21 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 0.004036 0.000711 5.677654 0.0000

C 25.87144 8.439168 3.065638 0.0078 R-squared 0.682444 Mean dependent var 64.90882 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 34.66658 S.E. of regression 20.17602 Akaike info criterion 8.956998 Sum squared resid 6106.079 Schwarz criterion 9.055023 Log likelihood -74.13448 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.373097 Prob(F-statistic) 0.000044


(63)

Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 02:05 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Pendapatan 216792.0 11591.64 18.70244 0.0000 Tenaga Kerja 332.0478 56.62730 5.863740 0.0000 a -4526784. 483195.6 -9.368429 0.0000 R-squared 0.992198 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.991083 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 905787.3 Akaike info criterion 30.42978 Sum squared resid 1.15E+13 Schwarz criterion 30.57682 Log likelihood -255.6531 F-statistic 890.1668 Durbin-Watson stat 1.889389 Prob(F-statistic) 0.000000

ependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:21 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 0.004036 0.000711 5.677654 0.0000

C 25.87144 8.439168 3.065638 0.0078 R-squared 0.682444 Mean dependent var 64.90882 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 34.66658 S.E. of regression 20.17602 Akaike info criterion 8.956998 Sum squared resid 6106.079 Schwarz criterion 9.055023 Log likelihood -74.13448 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.373097 Prob(F-statistic) 0.000044

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:23 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X2 169.1035 29.78405 5.677654 0.0000

C -1303.194 2177.341 -0.598525 0.5584 R-squared 0.682444 Mean dependent var 9673.118 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 7096.271 S.E. of regression 4130.045 Akaike info criterion 19.60010 Sum squared resid 2.56E+08 Schwarz criterion 19.69812 Log likelihood -164.6008 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.471285 Prob(F-statistic) 0.000044


(1)

Pertumbuhan Pendapatan PT Kawasan Industri Medan (persero)

Tahun

Pertumbuhan Pendapatan (%)

2006 128,41

2005 115,64

2004 109,51

2003 98,16

2002 94,71

2001 89,67

2000 68,69

1999 57,88

1998 53,83

1997 49,64

1996 46,23

1995 45,93

1994 42,61

1993 35,82

1992 29,03

1991 22,24

1990 15,45


(2)

Jumlah Tenaga Kerja pada PT Kawasan Industri Medan (persero)

Tahun

Jumlah Tenaga Kerja

(Orang)

2006 23000

2005 21500

2004 19250

2003 17480

2002 13589

2001 10976

2000 8369

1999 6982

1998 5716

1997 4256

1996 2796

1995 1336

1994 1267

1993 1076

1992 9857

1991 8950

1990 8043


(3)

Produk Domestik Bruto (PDB) Kota Medan

Tahun

Produk Domestik Bruto (PDB) Kota

Medan

(Rp)

2006

30.657.328

2005

28.654.231

2004

26.379.403

2003

22.542.021

2002

19.660.542

2001

16.938.404

2000

13.801.406

1999

10.922.094

1998

9.737.545

1997

7.031.630

1996

6.400.860

1995

5.806.572

1994

5.094.032

1993

4.382.251

1992

3.325.860

1991

2.944.341

1990

2.588.269


(4)

Regression

Dependent Variable: Y

Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 02:05 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Pendapatan 216792.0 11591.64 18.70244 0.0000 Tenaga Kerja 332.0478 56.62730 5.863740 0.0000 a -4526784. 483195.6 -9.368429 0.0000 R-squared 0.992198 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.991083 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 905787.3 Akaike info criterion 30.42978 Sum squared resid 1.15E+13 Schwarz criterion 30.57682 Log likelihood -255.6531 F-statistic 890.1668 Durbin-Watson stat 1.889389 Prob(F-statistic) 0.000000

ependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:21 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 0.004036 0.000711 5.677654 0.0000

C 25.87144 8.439168 3.065638 0.0078 R-squared 0.682444 Mean dependent var 64.90882 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 34.66658 S.E. of regression 20.17602 Akaike info criterion 8.956998 Sum squared resid 6106.079 Schwarz criterion 9.055023 Log likelihood -74.13448 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.373097 Prob(F-statistic) 0.000044

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:23 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X2 169.1035 29.78405 5.677654 0.0000

C -1303.194 2177.341 -0.598525 0.5584 R-squared 0.682444 Mean dependent var 9673.118 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 7096.271 S.E. of regression 4130.045 Akaike info criterion 19.60010 Sum squared resid 2.56E+08 Schwarz criterion 19.69812 Log likelihood -164.6008 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.471285 Prob(F-statistic) 0.000044


(5)

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:20 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X2 272942.5 11731.62 23.26554 0.0000

C -4959506. 857631.6 -5.782793 0.0000 R-squared 0.973035 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.971238 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 1626781. Akaike info criterion 31.55224 Sum squared resid 3.97E+13 Schwarz criterion 31.65026 Log likelihood -266.1940 F-statistic 541.2853 Durbin-Watson stat 0.619072 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:20 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 1206.946 157.1486 7.680284 0.0000

C 1081938. 1865799. 0.579879 0.5706 R-squared 0.797261 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.783745 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 4460677. Akaike info criterion 33.56963 Sum squared resid 2.98E+14 Schwarz criterion 33.66766 Log likelihood -283.3419 F-statistic 58.98676 Durbin-Watson stat 0.499963 Prob(F-statistic) 0.000001

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:21 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 0.004036 0.000711 5.677654 0.0000

C 25.87144 8.439168 3.065638 0.0078 R-squared 0.682444 Mean dependent var 64.90882 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 34.66658 S.E. of regression 20.17602 Akaike info criterion 8.956998 Sum squared resid 6106.079 Schwarz criterion 9.055023 Log likelihood -74.13448 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.373097 Prob(F-statistic) 0.000044


(6)

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 02:05 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Pendapatan 216792.0 11591.64 18.70244 0.0000 Tenaga Kerja 332.0478 56.62730 5.863740 0.0000 a -4526784. 483195.6 -9.368429 0.0000 R-squared 0.992198 Mean dependent var 12756870 Adjusted R-squared 0.991083 S.D. dependent var 9592191. S.E. of regression 905787.3 Akaike info criterion 30.42978 Sum squared resid 1.15E+13 Schwarz criterion 30.57682 Log likelihood -255.6531 F-statistic 890.1668 Durbin-Watson stat 1.889389 Prob(F-statistic) 0.000000

ependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:21 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 0.004036 0.000711 5.677654 0.0000

C 25.87144 8.439168 3.065638 0.0078 R-squared 0.682444 Mean dependent var 64.90882 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 34.66658 S.E. of regression 20.17602 Akaike info criterion 8.956998 Sum squared resid 6106.079 Schwarz criterion 9.055023 Log likelihood -74.13448 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.373097 Prob(F-statistic) 0.000044

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/16/07 Time: 15:23 Sample: 1990 2006

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X2 169.1035 29.78405 5.677654 0.0000

C -1303.194 2177.341 -0.598525 0.5584 R-squared 0.682444 Mean dependent var 9673.118 Adjusted R-squared 0.661274 S.D. dependent var 7096.271 S.E. of regression 4130.045 Akaike info criterion 19.60010 Sum squared resid 2.56E+08 Schwarz criterion 19.69812 Log likelihood -164.6008 F-statistic 32.23575 Durbin-Watson stat 0.471285 Prob(F-statistic) 0.000044