Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kepala Kelurahan Dalam Melaksanakan Tugas Pemerintahan Di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA KELURAHAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PEMERINTAHAN DI

KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

DENNY DAON P. SIREGAR

097024024/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA KELURAHAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PEMERINTAHAN DI

KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

DENNY DAON P. SIREGAR

097024024/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA KELURAHAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PEMERINTAHAN DI KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Denny Daon P. Siregar

Nomor Pokok : 097024024

Program Studi : Studi Pembangunan Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Kariono, M.Si) (Drs. M. Husni Thamrin, , M.Si Ketua

) Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 15 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Kariono, M.Si

Anggota : 1. Drs. M. Husni Thamrin, M.Si 2. Drs. Agus Suriadi, M.Si 3. Drs. Bengkel Ginting, M.Si 4. Prof. Subhilhar, Ph.D


(5)

PERNYATAAN

PENERAPAN POLA KEMITRAAN DENGAN SISTEM “GADUHAN” TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI/PETERNAK DI KECAMATAN

PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2011

Penulis,


(6)

ABSTRAK

Keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak terlepas dari peran seorang kepala kelurahan, kelurahan sebagai organisasi pemerintahan yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan kota khususnya otonomi daerah, dimana kelurahan akan terlibat langsung dalam perencanaan dan pengendalian pembangunan serta pelayanan. Pembangunan wilayah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sehingga kepala kelurahan sebagai kepala pemerintahan harus dapat menjalankan fungsi sebagai pelaksana kegiatan pemerintahan kelurahan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan masyarakat, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum dan pembinaan lembaga kemasyarakatan. Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala kelurahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serba lamaban, berbelit-belit dan bersifat formalitas.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah studi kasus yang didukung survei. Penelitian ini merupakan penelitian penjelas (explanatory research) karena menjelaskan hubungan kausal antara variable tertentu melalui pengujian hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Kelurahan yang ada di Kota Medan. Kepala Kelurahan yang dimaksud tersebar di 21 kecamatan di seluruh wilayah Kota Medan. Berdasarkan observasi awal bahwa jumlah Kelurahan yang tersebar di 21 kecamatan itu sebanyak 151 kelurahan. Arikunto (1998:120) menyatakan, “Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar diambil 10%-15 % atau 20%-25% atau lebih”. Berdasarkan keterangan diatas, karena jumlah populasi sebesar 151 kepala kelurahan di Kota Medan maka sample yang digunakan bersifat (random sampling) yakni sebanyak 30 kepala Kelurahan atau sebanyak 20% dari populasi penelitian.

Dari hasil pengujian hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa seluruh variabel yakni pendidikan, pelatihan, motivasi, pengalaman kerja, dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan kelurahan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang, dominan mempengaruhi kinerja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan kelurahan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara adalah variabel pengalaman kerja dan pendidikan. Pengalaman kerja dan pendidikan yang dimiliki seorang kepala kelurahan dalam memimpin masyarakat sangat penting, karena pengalaman kerja yang dimilikinya akan dapat membantu melaksanakan tugas-tugas yang telah diamanahkan kepada mereka, mampu menjalankan program-program kerja dengan baik sesuai dengan target yang telah ditetapkan pemerintah, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil risiko yang dihadapinya.


(7)

ABSTRACT

Efficacy of government in giving service to society is not quit of role a sub-district head, sub-district as nearest governance organization and in direct corollation to society represent tip of lance efficacy of development of town specially area autonomy, where sub-district will involve direct in the plan and operation of development and also service. Development of region is not quit of role and also society, so that lead sub-district as governance head have to earn to run function as executor of activity of governance of sub-district, enableness of society, service of society, management of freshment. and orderliness of public, conservancy of facility and prasarana service of public and construction of social institute. But in in reality indicate that assessment of performance lead sub-district in giving service to society completely lamaban, circumlocutary and have the character of formality

Approach which used in this research quantitative descriptive and this research type supported by case study survey. This research represent research of penjelas ( research explanatory) because explaining relation/link of kausal among/between certain variable pass/through examination of hypothesis. Population in this research entire/all Head Sub-District exist in Town Field. such Head Sub-Sub-District spread over in 21 district in all Town Field region. Pursuant to observation early that amount of spread over Sub-District in 21 that district counted 151 sub-district. Arikunto ( 1998:120) expressing, " To simply ancer-ancer hence if its ithim less than 100, better taken by all so that its research represent research of population. Hereinafter if its amount of taken big him 10%-15 % or 20%-25% or more". Pursuant to boldness above, because amount of population equal to 151 sub-district head in Town Field hence used sample have the character of ( sampling random) namely counted 30 Sub-District head or counted 20% from research population.

Approach which used in this research quantitative descriptive and this research type supported by case study survey. This research represent research of penjelas ( research explanatory) because explaining relation/link of kausal among/between certain variable pass/through examination of hypothesis. Population in this research entire/all Head Sub-District exist in Town Field. such Head Sub-Sub-District spread over in 21 district in all Town Field region. Pursuant to observation early that amount of spread over Sub-District in 21 that district counted 151 sub-district. Arikunto ( 1998:120) expressing, " To simply ancer-ancer hence if its ithim less than 100, better taken by all so that its research represent research of population. Hereinafter if its amount of taken big him 10%-15 % or 20%-25% or more". Pursuant to boldness above, because amount of population equal to 151 sub-district head in Town Field hence used sample have the character of ( sampling random) namely counted 30 Sub-District head or counted 20% from research population.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang selalu memberikan rahmat dan berkat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tesis ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Adapun tesis ini oleh penulis diberi judul, “FAKTOR_FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA KELURAHAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PEMERINTAHAN DI KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA”.

Dalam hal ini penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dilihat dari gaya bahasa maupun kedalaman materinya, hal ini dikarenakan kemampuan dan pengetahuan penulis masih sangat terbatas. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan menerima kritikan dan saran dari berbagai pihak guna kesempurnaan Tesis ini.

Dalam hal ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan Tesis ini. Pantas kiranya penulis dengan hati yang tulus mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ka. Prodi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Kepala BKD Kota Medan, atas segala dukungan dan perhatiannya.

4. Bapak Lurah dan Ibu Lurah yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini. 5. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Sekretaris Prodi Magister Studi


(9)

6. Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan Tesis ini

7. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan Tesis ini.

8. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, M.A. selaku Dosen Penguji/Pembanding atas segala masukan guna penyempurnaan Tesis ini.

9. Bapak Drs. Agus Suriadi, M. Si selaku Dosen Penguji/Pembanding atas segala masukan guna penyempurnaan Tesis ini.

10.Kepada Kedua Orangtuaku yang sangat Kusayangi yang telah turut mendokanku dan memberikan banyak bantuan moril dan materil, serta keluarga besarku yang turut mendoakanku dan juga mendukungku dalam penyelesaian Tesis ini.

11.Seluruh Staf pengajar di Magister Studi Pembangunan FISIP USU yang telah memberikan bekal ilmu serta kelancaran dalam proses penyusunan dan penyelesaian Tesis ini.

12.Seluruh teman-teman di MSP FISIP USU yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan dalam penyelesaian Tesis ini.

Semoga atas segala bantuan dan dukungan mereka dapat menjadi amal dan dilimpahin berkat oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Terimakasih

Medan, JULI 2011 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Denny Daon P. Siregar

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Tarutung, 19 Juni 2011 3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Kristen Protestan

5. Status : Belum Kawin

6. Nama Ayah : P. Siregar

7. Nama Ibu : R. Sirait

8. Alamat : Komp. Aspoldasu blok: R No: 5

Medan

9. No. Telepon : 082166414719

10.Pendidikan Terakhir : STPDN Jatinangor, Jawa Barat.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

RIWAYAT HIDUP ………... v

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ………... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ... ……… 1 ...

1.2.Perumusan Masalah ... ……… 9 ...

1.3.Tujuan Penelitian ... ……… 9 ...

1.4.Manfaat Penelitian ... ……… 9 ...

1.5.Hipotesis

... ……… 10 ...


(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Organisasi

... ……… 11 ...

2.2. Kinerja Organisasi

... ……… 14

vi

2.3. Mengukur Kinerja Organisasi ... ……….. ... 17

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ... ……….. 19 ...

2.5. Teori Tentang Pendidikan ... ……….. 21 ...

2.6.Teori Tentang Pelatihan ... ……….. 23 ...

2.6.1. Pengertian dan Manfaat Pelatihan ... ……….. 23 ...

2.6.2. Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan ... ……….. 25 ...

2.6.3. Metode –metode Pelatihan ... ……….. 27 ...


(13)

2.7. Teori Tentang Motivasi ...………. 31

2.7.1. Pengetian dan Faktor-faktor Motivasi ...………. 31

2.7.2. Teori-teori Motivasi ...………. 40 ...

2.7.2.1. Teori Dua Faktor Herzberg ...………. 40 ...

2.7.2.2. Teori Evaluasi Kognitif Menurut P. C. Jordan ……… 44 ...

2.8. Pengalaman Kerja

...………..4 4 ...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

...………..4 6 ...

3.2. Metode Penelitian

...………..4 6 ...

3.3. Populasi dan Sampel

...………..4 6 ...

3.4. Identifikasi Variabel Penelitian

...………..4 7 ...


(14)

3.5. Defenisi Operasional Variabel

...………..4

7 ... 3.5.1.Variabel Terikat (Y) Yaitu Prestasi Kerja (Kinerja) Kepala Kelurahan ...……….47

3.5.2. Variabel Bebas atau Independent Variabel (Xi) ...……….49

3.6. Sumber data ...……….51

3.6.1. Data Primer ...……….51

3.6.2. Data Sekunder ...……….51

3.7. Instrumen Penelitia ...……….51

3.8. Prosedur Pengumpulan data ...……….52

3.8.1. Pengumpulan Data Primer ...……….52

3.8.2. Pengumpulan Data Sekunder ...……….52

3.9. Cara Pengolahan dan Analisis Data ...……….52

3.9.1. Cara Pengolahan Data ...……….52


(15)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ...……….56

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Medan ...……….56

4.1.2. Demografi Kota Medan ...……….60

4.1.3. Motto kota Medan ...……….62

4.2. Karaktreristik Responden ...……….63

4.2.1. Karakteristik Responden berdasarkan Usian ...………….…..63

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...……….64

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan …………..64

4.2.4. Karakteristik Responden Bedasarkan Tingkat Pendidikan………….65

4.2.5. Karakterisitik Responden Berdasarkan Masa Kerja ...……….66

4.3. Penjelasan Responden atas vaiabel Peneiltian ...……….66

4.3.1. Penjelasan Responden atas Variabel Pendidikan ...……….66

4.3.2. Penjelasan Responden atas Variabel Pelatihan ...……….67


(16)

4.3.4. Penjelasan Responden atas Variabel Pengalaman Kerja ……….70

4.3.5. Penjelasan Responden atas Variabel Kinerja ...……….71

4.4. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ...……….72

4.4.1. Hasil Uji Normalitas ...……….72

4.4.2. Uji Multikolonieritas ...……….73

4.4.3. Uji Heteroskedastisitas ...……….74

4.5. Pembahasan ...……….76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...……….80

5.2. Saran ...……….80

DAFTAR PUSTAKA ………82


(17)

ABSTRAK

Keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak terlepas dari peran seorang kepala kelurahan, kelurahan sebagai organisasi pemerintahan yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan kota khususnya otonomi daerah, dimana kelurahan akan terlibat langsung dalam perencanaan dan pengendalian pembangunan serta pelayanan. Pembangunan wilayah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sehingga kepala kelurahan sebagai kepala pemerintahan harus dapat menjalankan fungsi sebagai pelaksana kegiatan pemerintahan kelurahan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan masyarakat, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum dan pembinaan lembaga kemasyarakatan. Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala kelurahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serba lamaban, berbelit-belit dan bersifat formalitas.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah studi kasus yang didukung survei. Penelitian ini merupakan penelitian penjelas (explanatory research) karena menjelaskan hubungan kausal antara variable tertentu melalui pengujian hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Kelurahan yang ada di Kota Medan. Kepala Kelurahan yang dimaksud tersebar di 21 kecamatan di seluruh wilayah Kota Medan. Berdasarkan observasi awal bahwa jumlah Kelurahan yang tersebar di 21 kecamatan itu sebanyak 151 kelurahan. Arikunto (1998:120) menyatakan, “Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar diambil 10%-15 % atau 20%-25% atau lebih”. Berdasarkan keterangan diatas, karena jumlah populasi sebesar 151 kepala kelurahan di Kota Medan maka sample yang digunakan bersifat (random sampling) yakni sebanyak 30 kepala Kelurahan atau sebanyak 20% dari populasi penelitian.

Dari hasil pengujian hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa seluruh variabel yakni pendidikan, pelatihan, motivasi, pengalaman kerja, dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan kelurahan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang, dominan mempengaruhi kinerja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan kelurahan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara adalah variabel pengalaman kerja dan pendidikan. Pengalaman kerja dan pendidikan yang dimiliki seorang kepala kelurahan dalam memimpin masyarakat sangat penting, karena pengalaman kerja yang dimilikinya akan dapat membantu melaksanakan tugas-tugas yang telah diamanahkan kepada mereka, mampu menjalankan program-program kerja dengan baik sesuai dengan target yang telah ditetapkan pemerintah, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil risiko yang dihadapinya.


(18)

ABSTRACT

Efficacy of government in giving service to society is not quit of role a sub-district head, sub-district as nearest governance organization and in direct corollation to society represent tip of lance efficacy of development of town specially area autonomy, where sub-district will involve direct in the plan and operation of development and also service. Development of region is not quit of role and also society, so that lead sub-district as governance head have to earn to run function as executor of activity of governance of sub-district, enableness of society, service of society, management of freshment. and orderliness of public, conservancy of facility and prasarana service of public and construction of social institute. But in in reality indicate that assessment of performance lead sub-district in giving service to society completely lamaban, circumlocutary and have the character of formality

Approach which used in this research quantitative descriptive and this research type supported by case study survey. This research represent research of penjelas ( research explanatory) because explaining relation/link of kausal among/between certain variable pass/through examination of hypothesis. Population in this research entire/all Head Sub-District exist in Town Field. such Head Sub-Sub-District spread over in 21 district in all Town Field region. Pursuant to observation early that amount of spread over Sub-District in 21 that district counted 151 sub-district. Arikunto ( 1998:120) expressing, " To simply ancer-ancer hence if its ithim less than 100, better taken by all so that its research represent research of population. Hereinafter if its amount of taken big him 10%-15 % or 20%-25% or more". Pursuant to boldness above, because amount of population equal to 151 sub-district head in Town Field hence used sample have the character of ( sampling random) namely counted 30 Sub-District head or counted 20% from research population.

Approach which used in this research quantitative descriptive and this research type supported by case study survey. This research represent research of penjelas ( research explanatory) because explaining relation/link of kausal among/between certain variable pass/through examination of hypothesis. Population in this research entire/all Head Sub-District exist in Town Field. such Head Sub-Sub-District spread over in 21 district in all Town Field region. Pursuant to observation early that amount of spread over Sub-District in 21 that district counted 151 sub-district. Arikunto ( 1998:120) expressing, " To simply ancer-ancer hence if its ithim less than 100, better taken by all so that its research represent research of population. Hereinafter if its amount of taken big him 10%-15 % or 20%-25% or more". Pursuant to boldness above, because amount of population equal to 151 sub-district head in Town Field hence used sample have the character of ( sampling random) namely counted 30 Sub-District head or counted 20% from research population.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pembangunan yang dilaksanakan dengan menggunakan paradigma pemberdayaan sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan di desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten/kota.

Untuk mewujudkan pemberdayaan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab dan demokrasi, sedangkan pada tatanan masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.

Keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak terlepas dari peran seorang kepala kelurahan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan Kepala Kelurahan yang memiliki kinerja yang handal agar mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada mereka. Kelurahan sebagai organisasi pemerintahan yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan


(20)

kota khususnya otonomi daerah, dimana kelurahan akan terlibat langsung dalam perencanaan dan pengendalian pembangunan serta pelayanan. Dikatakan sebagai ujung tombak karena kelurahan berhadapan langsung dengan masyarakat, oleh karena itu kelurahan harus mampu menjadi tempat bagi masyarakat atau meneruskan aspirasi dari keinginan tersebut kepada pihak yang berkompeten untuk ditindaklanjuti. Disamping itu peran kelurahan diatas menjembatani program-program pemerintah untuk disosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat dipahami dan didukung oleh masyarakat.

Rivai (2005) menyatakan bahwa "Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika."

Selanjutnya mangkunegara (2007) menyatakan bahwa "Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya".

Kinerja sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah pendidikan, pelatihan, motivasi dan pengalaman kerja yang selama ini dimilikinya. Oleh karena itu, evaluasi kinerja sangat perlu dilakukan terhadap hasil kerja individu karena dapat dipergunakan untuk menilai kemampuan pegawai, peringkat kerja, penggajian, kompensasi, promosi dan penentuan dalam jabatan


(21)

(Wibowo, 2007).

Dalam melaksanakan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan atau kinerja seorang pegawai harus memiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Aspek-aspek yang perlu dinilai untuk level pimpinan/manajerial dalam suatu organisasi adalah :

1. Tanggung jawab; 2. Kejujuran; 3. Ketaatan; 4. Kerjasama; 5. Prakarsa/inisiatif;

6. Kepemimpinan (Soeprihanto, 2001).

Menurut Ivancevich dalam Ruky (2003) bahwa "Pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Sebaliknya pendidikan lebih menekankan pada pemberian pengetahuan (knowledges).

Perbedaan antara pelatihan dan pendidikan diwujudkan dalam metode dan teknik instruksional/pengajaran yang digunakan oleh masing-masing program. Sebuah program pelatihan lebih menekankan kepada latihan (train), praktek

(practice) dan melakukan (do), dan bukan untuk mendengarkan kuliah atau ceramah. Sedangkan program pendidikan biasanya melakukan hal yang sebaliknya dari pelatihan.


(22)

Menurut Mangkunegara (2007) bahwa "Motivasi merupakan suatu sikap

(attitude) pimpinan atau pegawai terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Pegawai yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika pegawai tersebut bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja".

Pengalaman kerja juga menjadi salah satu faktor dalam mendukung kinerja seorang pegawai. Menurut Wibowo (2007), seorang pemimpin harus memiliki

pengalaman bagaimana cara mempengaruhi orang, berkomunikasi di hadapan kelompok, bagaimana cara menyelesaikan suatu permasalahan dan sebagainya. Pengalaman yang dimiliki seseorang sangat dipengaruhi lingkungan kerjanya seiring dengan berjalannya waktu.


(23)

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa serta beberapa ketentuan pelaksanaannya, maupun dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah disebutkan bahwa Kelurahan dipimpin oleh Lurah, yang diangkat oleh Walikota/Bupati atas nama Gubernur dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat (syarat religius, edukatif, administratif dan politis). Di samping itu ketentuan tentang waktu/masa seseorang diangkat dalam jabatan Lurah

PENDIDIKAN

PELATIHAN

KINERJA KEPALA KELURAHAN

MOTIVASI

PENGALAMAN KERJA X1

X2

X3


(24)

tidak disebutkan secara transparan seperti halnya jabatan Kepala Desa. Akibatnya apabila seseorang diangkat dalam jabatan sebagai Lurah, masyarakat tidak bisa menolak kehadirannya karena tidak didasarkan kepada pemilihan. Atau dengan perkataan lain, walaupun Lurah yang bersangkutan hanya mempunyai pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang rendah, tidak memiliki perhatian terhadap lingkungan kerjanya, tidak peka/tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan dari masyarakat dan organisasinya, bahkan tidak bisa memberikan peningkatan terhadap dinamika masyarakat dan kinerja dari organisasi Pemerintah Kelurahan, masyarakat tidak mempunyai legitimasi untuk bisa menolaknya, terutama pada masa orde baru.

Pembangunan wilayah tentunya tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sehingga kepala kelurahan sebagai kepala pemerintahan harus dapat menjalankan fungsi sebagai pelaksana kegiatan pemerintahan kelurahan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan masyarakat, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum dan pembinaan lembaga kemasyarakatan.

Masyarakat yang dinamis dan telah berkembang, semakin membutuhkan aparatur pemerintahan yang professional, seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangannya. Aparatur pemerintah yang berada ditengah-tengah masyarakat dinamis tersebut tidak dapat tinggal diam, tetapi harus mampu memberikan pelayanan prima sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia, khususnya di beberapa kabupaten/kota, menyebabkan terjadinya perubahan sistem dan struktur


(25)

kepemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Dan untuk menghadapi perubahan tersebut Pemerintah Daerah Kota Medan berkewajiban meningkatkan kemampuan aparatur pemerintahannya di berbagai bidang, antara lain peningkatan kemampuan SDM seperti keahlian, pengetahuan dan keterampilan dengan melalui pendidikan, pelatihan, kursus, magang, seminar/diskusi dan lain-lain.

Pemerintah kota Medan dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas SDM aparaturnya, melaksanakan pelatihan penjenjangan dan pelatihan teknis sebagai aplikasi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 67 Tahun 2007 pasal 9 tentang peningkatan aparatur pemerintah dan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2005 tentang kelurahan, yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan. Pelatihan tersebut dilakukan secara bertahap baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat kecamatan. Harapan dari terlaksananya program pendidikan dan pelatihan tersebut adalah dapat meningkatkan kinerja kepala kelurahan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur pemerintah.

Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Medan pada tahun 2010 yang lalu adalah menyerahkan kendaraan dinas berupa mobil kepada dua puluh satu (21) kecamatan dan seratus lima puluh satu (151) sepeda motor dinas kepada kepala kelurahan. Tujuan diberikannya kendaraan dinas berupa mobil dan sepeda motor ini sebagai upaya meningkatkan motivasi pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan dapat mendukung dan membantu Pemerintah Kota Medan dalam mempercepat proses pembangunan di kota Medan.


(26)

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para pimpinan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering para pimpinan atau manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga organisasi/instansi menghadapi krisis yang serius.

Pada dasarnya kinerja kepala kelurahan tidak cukup hanya dengan peningkatan pendidikan dan pelatihan saja, yang mana faktor motivasi juga berperan dalam peningkatan kinerja. Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentunya didorong oleh kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang termotivasi untuk giat bekerja sehingga kinerja dapat meningkat.

Kinerja kepala kelurahan sebagai aparatur pemerintah di ruang lingkup Pemerintah Kota Medan khususnya tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud diatas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi, juga faktor pengalaman kerja sebagai kepala kelurahan akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas kepemerintahannya. Seorang kepala kelurahan yang sudah lama bekerja sebagai kepala kelurahan akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja sebagai kepala kelurahan dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah melaksanakan tugas kesehariannya sebagai aparatur pemerintah. Berdasarkan fokus penelitian diatas, penulis mengambil judul penelitian yaitu : ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kepala Kelurahan dalam Melaksanakan Tugas


(27)

Pemerintahan Di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana kinerja kepala kelurahan di kota Medan Provinsi Sumatera Utara? b. Sejauh mana faktor pendidikan, pelatihan, motivasi dan pengalaman kerja

berpengaruh terhadap kinerja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di kota Medan Provinsi Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui kinerja kepala kelurahan di kota Medan provinsi Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui pengaruh faktor pendidikan, pelatihan, motivasi dan pengalaman kerja terhadap kinerja kepala kelurahan dalam pelaaksanaan tugas pemerintahan di kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah kota Medan dalam upaya peningkatan kinerja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di masa mendatang.


(28)

b. Menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Studi Magister Studi Pembangunan.

c. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya mengenai kinerja kepala kelurahan sebagai aparatur pemerintah.

d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara tentang permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan pendapat diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini yakni Faktor Pendidikan, pelatihan, motivasi dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja Kepala Kelurahan dalam pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Organisasi

Organisasi yang didirikan pada dasarnya ingin mencapai tujuan dan sasaran yang telah disepakati bersama dengan lebih efisien dan efektif dengan tindakan yang dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan apabila para manajer dan anggotanya mengerti dan memahami dengan benar tentang organisasi. Karena organisasi tersebut dapat dipandang sebagai wadah, sebagai proses, sebagai perilaku dan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Namun pendefenisian organisasi yang banyak dilakukan oleh para ahli sekurang – kurangnya mempunyai unsur-unsur adanya manusia atau orang-orang yang bekerjasama, adanya kerjasama itu sendiri dan adanya tujuan organiasi yang telah disepakati.

Defenisi organisasi dari beberapa pandangan ahli organisasi tersebut diatas maka selanjutnya dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mendefenisikan organisasi secara sederhana, sebagaai berikut :

“Organisasi adalah suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama – sama secara efesien dan efektif melalui kegiatan yang telah ditentukan secara sistematis dan didalamnya ada pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.”

Organisasi itu sangatlah penting dalam kehidupan kita dan meresap dalam kehidupan bermasyarakat. Karena dalam kenyataan sebahagian besar orang hidup dalam organisasi dan menghabiskan waktu hidup mereka sebagai anggota organisasi


(30)

(social, pekerjaan, sekolah dan sebagainya). Memang kadangkala kita melihat organisasi itu dapat dijalankan dengan lancar, efisien dan cepat serta tanggap terhadap kebutuhan manusia dan kadangkala juga dapat menjengkelkan atau membingungkan kita. Namun organisasi itu setidak – tidaknya dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif jika kemampuan technical skill dan manajerial skill dapat diterapkan dengan baik menjadi satu kesatuan yang solid yakni kerjasama yang baik untuk mencapai tujuan organisasi.

Organisasi dapat dilihat atau ditinjau dari beberapa sudut pandang, antara lain: 1. Organisasi Sebagai Wadah

Organisasi merupakan suatu wahana kegiatan yang mencerminkan bahwa organisasi merupakan tempat beraktivitas saja yakni kegiatan administrasi dan manajemen. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggung jawabnya serta hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang dimaksud merupakan organisasi yang bersifat “statis” karena hanya melihat strukturnya saja. Dikatakan oleh Soewarno Handayaningrat (1980:42) memberikan penjelasan organisasi sebagai wadah yang sifatnya statis, karena setiap orang dalam wadah itu harus jelas tugas, wewenang dan tangggung jawabnya serta hubungan dan tata kerjanya.

Oleh karena itu dalam organisasi yang dipandang sebagai wadah aktivitas maka pola struktur harus atas dasar landasan yang kuat serta pemikiran yang benar-benar berorientasi pada masa depan. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadi adanya perubahan dimasa datang misalnya perubahan tujuan,


(31)

perubahan aktivitas yang menuntut adanya perubahan yang mendasar dan strukturnya tidak harus berubah.

2. Organisasi sebagai suatu Proses Pembagian Kerja

Organisasi sebagai suatu proses pembagian kerja melihat bahwa adanya unsur-unsur yang saling berhubungan, yakni sekelompok orang atau individu, adanya kerjasama dan adanya tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Interaksi dalam organisasi akan terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Hubungan-hubungan ini terjadi karena adanya pembagian kerja yang telah jelas dalam suatu sistem. Kerjasama dalam suatu sistem yang teratur ini dimaksud untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati bersama.

Louis Allen (1958:57) mengemukakan tentang perlunya pembagian kerja sebagai berikut :

“We can define Organization as the process of denifying and grouping the work to be performed, defining and delegating responsibility and authority, and establishing relationships for the purposes of enabling people to work most effectively together in accomplisihing objectives” (kami dapat merumuskan organisasi sebagai proses menetapkan dan mengkelompok-kelompokkan pekerjaan yang akan dilakukan merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan wewenang serta menyusun hubungan-hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang-orang bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi”.

Pengelompokan orang-orang dalam suatu pekerjaan yang dilakukan akan memungkinkan terjadinya hubungan kerjasama yang formal sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, disamping itu dapat pula terjadi hubungan yang sifatnya informal antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok kerja yang lain,


(32)

hal ini dapat terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi masing-masing individu dalam suatu organisasi.

3. Organisasi sebagai Suatu Alat dalam Mencapai Tujuan

Manusia mendirikan suatu organisasi karena adanya beberapa tujuan dari individu dan hanya akan tercapai lewat tindakan yang harus dilakukan dengan adanya kesepakatan – kesepakatan atau adanya persetujuan bersama. Untuk melaksanakan kesepakatan tersebut maka dengan cara kerja sama akan dapat meringankan, mengefektifkan, mengefisiensikan dan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang hendak dicapai bersama.

Gibson et al (1993:3) dalam kaitannya dengan tujuan maka organisasi itu mengejar tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dapat dicapai secara lebih efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara bersama-sama. Organisasi merupakan suatu alat dalam mencapai tujuan dan sangat diperlukan oleh masyarakat baik dalam bidang profit maupun jasa (pelayanan). Tujuan organisasi akan tercapai bilamana tiap-tiap individu yang ada dalam organisasi sadar akan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sehingga pada akhirnya tujuan organisasi akan tercapai.

2.2. Kinerja Organisasi

Menurut Peter Jennergren dalam Nystrom dan Starbuck (1981:43), makna dari Performance (kinerja) adalah : “Pelaksanaan tugas-tugas secara aktual”. Sedangkan Osborn dalam John Willey dan Sons (1980:7) menyebutnya sebagai “Tingkat pencapaian misi Organisasi”. Dengan demikian dapatlah disimpulkan yang


(33)

mana performance (kinerja) itu merupakan “Suatu keadaan yang bisa dilihat sebagai gambaran dari hasil sejauh mana pelaksana tugas dapat dilakukan berikut misi organisasi”.

Sebelum membahas masalah kinerja organisasi, terlebih dahulu perlu dibahas tentang masalah organisasi. Organisasi merupakan suatu bentuk kerja sama sekelompok manusia atau orang di bidang tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Etzioni.1969). Lebih lanjut Etzioni, menjelaskan bahwa organisasi memiliki ciri-ciri: a) adanya pembagian kerja, kekuasaan dan tanggung jawab berkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus, b) adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan pengawasan. Usaha tersebut untuk mencapai tujuan organisasi, pusat kekuasaan ini juga harus menunjuk secara terus menerus pelaksanaan organisasi dan menata kembali stukturnya untuk meningkatkan efisiensi, c) pengaturan personil misalnya orang-orang yang bekerja secara tidak memuaskan dapat dipindahkan dan kemudian mengangkat pegawai lain untuk melaksanakan tugasnya.

Sedangkan Henry (1988) mengatakan bahwa organisasi merupakan suatu koneksitas manusia yang kompleks dan dibentuk untuk tujuan tertentu, dimana hubungan antara anggotannya bersifat resmi (impersional), ditandai oleh aktivitas kerjasama, teritegrasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan pelayanan dan produk tertentu dan tangung jawab kepada hubungan dengan lingkungannya.


(34)

Ada beberapa pendapat yang mendefenisikan tentang kinerja organisasi, Jackson dan Morgan (1978) mengemukakan bahwa kinerja pada umunya menunjukan tingkat tujuan yang telah ditentukan sebelumnya ataupun yang hendak dicapai.

(Rue and Byar 1981 (dalam Keban 1995)) menyebutkan bahwa kinerja (performance) didefenisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “The degree of accomplislnnent” atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan.

Sementara itu, Atmosudirdjo (1997) mengatakan bahwa kinerja juga dapat berati prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu (performance. how well you do a piece of work or activity). Faustino (1995) memberi batasan mengenai performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi – kontribusi dari individu – individu anggota organisasi kepada organisasinya.

Selain itu Bernadin dan Russel sebagaimana dikutip Jones (1991) lebih rinci memberikan batasan mengenai kinerja yakni dampak yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu. Menurut Peter Jennergen (dalam Steers.1985), pengertian kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara actual sehingga misi organisasi dapat tercapai. Selanjutnya Pemungkas (2000) menjelaskan bahwa kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan sesuatu hasil yang diperoleh dengan aktivitas yang dicapai dengan suatu unjuk kerja.

Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menujukkan seberapa jauh


(35)

tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan.

Untuk mengetahui bagaimana kinerja sebuah organisasi banyak pendapat para pakar menggunakan indikator dan konsep, seperti efektifitas, efisiensi dan juga produktivitas untuk menentukan sejauh mana kemampuan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan. Namun konsep dan indikator yang dikemukakan selalu saja hanya tepat digunakan bagi organisasi swasta yang berorientasi keuntungan belaka, hal ini tentunya berbeda dengan organisasi publik yang berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat banyak tanpa mengejar keuntungan materi. Namun orientasi untuk pelayanan public intinya bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat untuk menuju suatu pemerintahan yang Good Governance.

2.3. Mengukur Kinerja Organisasi

Cakupan dan cara mengukur indikator kinerja sangat menentukan apakah suatu organisasi publik dapat dikatakan berhasil atau tidak (Keban, 1995). Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja.

Whittaker (1993) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas (dalam LAN.2000). Pengukuran kinerja mempunyai makna ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja, di mana untuk melaksanakan kedua


(36)

hal tersebut terlebih dahulu harus ditentukan tujuan dari suatu program secara jelas. Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas, sehingga suatu pemerintah daerah dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau indikator – indikator atau ukuran-ukuran capaian yang mengarah pada pencapaian misi. Teknik dan metode yang digunakan dalam menganalisis kinerja kegiatan, yang pertama-tama dilakukan adalah dengan melihat sejauh mana adanya kesesuaian antara program dan kegiatannya. Program dan kegiatan merupakan program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam perencanaan strategis Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Donald dan Lawton (dalam Keban. 1995) mengatakan bahwa penilaian kinerja organisasi dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu dan penilaian tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi.

Levine dkk (1990) mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu: responsiveness, responsibility dan

accountability (Dwiyanto. 1995) Georgepoulus dan Tannenbaum dalam Emitai Etzioni (82) Mengunakan ukuran keberhasilan sebuah Organisasi dengan :

1. Produktivitas Organisasi

2. Bentuk organisasi yang luwes sehingga berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di dalam organisasi yang bersangkutan

3. Tidak adanya ketegangan, tekanan maupun konflik di antara bagian-bagian dalam organisasi tersebut.


(37)

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Banyak faktor yang dapat berperan menciptakan kinerja organisasi, diantaranya visi-misi, struktur organisasi, prosedur kerja, sistem intensif, disiplin, kerja sama, kepemimpinan dan lain-lain. Hal tersebut telah dibuktikan dengan berbagai penelitian. Menurut penelitian Daha (2002), faktor yang dapat berperan dalam mempengaruhi keberhasilan kinerja pelayanan publik yang sangat dominan adalah faktor kepemimpinan, sistem intensif dan kerjasama (Studi Kasus pada Kantor Pendaftaran Penduduk Kota Samarinda), keadaan tersebut lebih banyak terdapat pada organisasi yang bertujuan profit dan organisasi pelayanan publik secara langsung.

Menurut Zahar (1996:9), menyebutkan:

“…Peningkatan kinerja individu dapat dilihat dari keterampilannya, kecakapan praktisnya, kompetensinya, pengetahuan dan informasinya, keleluasaan pengalamannya, sikap dan perilakunya, kebajikannya, kreatifitasnya, moralitasnya dan lain-lain. Kinerja kelompok dapat dilihat dari aspek kerjasamanya. Keutuhannya, disiplinnya, loyalitasnya dan lain-lain”

Berdasarkan pendapat di atas, kinerja individu sangat dipengaruhi banyak hal, yang mana sangat menonjol adalah kecakapan serta pengetahuan seseorang, sedangkan kinerja kelompok juga sangat kompleksnya, yang mana diantaranya adalah aspek kerjasama dan disiplin dalam melaksanakan tugasnya adalah aspek kerjasama dan disiplin dalam melaksanakan tugasnya Hal tersebut tentunya dibutuhkan sikap profesionalisme dalam bekerja.


(38)

Menurut Robins (2001:273), bahwa:

“Sejumlah faktor struktural menunjukkan suatu hubungan kinerja. Dantara faktor yang lebih menonjol adalah presepsi peran, norma, inekuitas status, ukuran kelompok susunan demografisnya, tugas kelompok dan kekohesifan”

Selanjutnya menurut Katz (1969) pelaksanaan tugas atau tujuan organisasi memerlukan dukungan struktur organisasi seperti dasar hukum, tata kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemampuan struktur organisasi merupakan kemampuan adminstrasi, yakni kemampuan organisasi untuk mencapai atau menyelesaikan tugas-tugas yang didukung oleh struktur organisasi di samping lingkungannya. Seberapa jauh kemampuan organisasi melaksanakan fungsi sangat tergantung pada tersedianya tenaga terlatih, resources dan tingkatan kewenangan (Katz, 1969:100)

Selanjtnya Wright dkk ( 1996:188), berpandangan bahwa:

“Struktur Organisasi adalah sebagai bentuk cara dimana tugas dan tangung jawab dialokasikan kepada individu, dimana individu tersebut dikelompokkan ke dalam kantor, departemen dan divisi. Struktur organisasi hendaknya selalu menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan publik dan lingkungan hal tersebut bertujuan untuk terciptanya kinerja organisasi yang efektif dan proses yang cepat”.

Menanggapi pendapat di atas, maka dapat di simak bahwa untuk terciptanya kinerja organisasi yang efektif agar tercipta suatu keadaan untuk mempercepat proses kerja yang cepat dibutuhkan struktur organisasi yang bisa memenuhi kebutuhan pubik dalam era otonomi saat ini.


(39)

Melihat dari pendapat para pakar tersebut di atas jelaslah, bahwa profesionalisme pegawai dan struktur merupakan faktor yang mempengaruhi dalam kinerja suatu organisasi khususnya.

2.5. Teori tentang Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pembelajaran melalui proses dan prosedur yang sistematis yang terorganisir baik teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama.

Menurut Zainun (2005) pendidikan pada dasamya dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM sebelum memasuki pasar kerja. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan dalam proporsi tertentu diharapakan sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan.

Selanjutnya Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa, "Pendidikan mempunyai fungsi sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan SDM dalam meningkatkan prestasi kerjanya, dan nilai kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan".

Menurut Simamora (2004), pertanyaan yang harus dihadapi oleh organisasi bukan lagi apakah akan melakukan investasi bagi pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki, melainkan berapa besar investasi yang harus dibuat. Dari pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia mutlak diperlukan bagi organisasi yang terus berkembang sejalan dengan


(40)

perkembangan dalam masyarakat.

Para pegawai yang sudah berpengalamanpun selalu memerlukan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Peningkatan, pengembangan dan pembentukan tenaga kerja dapat dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik, 2006).

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian (Notoatmojo, 2003). Pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi sehingga cara penekanannya pada kemampuan kognitif, afektif dan psychomotor. Pendidikan merupakan proses pembelajaran melalui proses dan prosedur yang sistematis dan terorganisir baik teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama.

Menurut Soeprihanto (2001) dalam pengembangan sumber daya (human resource development) bahwa nilai-nilai kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan atau pelatihan yang berorientasi pada tuntutan kerja aktual dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge dan

ability yang secara signifikan akan dapat memberi standar perilaku dalam sistem dan proses kerja yang diterapkan.

Pendidikan dengan berbagai programya mempunyai peranan penting dalam proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan, seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu,


(41)

mengenal dan mengembangkan metode berfikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari (Sedarmayanti, 2005).

Berdasarkan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974, menyatakan bahwa "Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohaniah, yang berlangsung seumur hidup, baik didalam maupun diluar sekolah, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila".

Sedangkan pengertian pendidikan sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional disebut bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang".

2.6. Teori tentang Pelatihan

2.6.1. Pengertian dan Manfaat Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu usaha mengurangi atau menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan yang dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan kemampuan kerja yang dimiliki pegawai dengan cara menambah pengetahuan dan ketrampilan serta merubah sikap. Pegawai merupakan kekayaan organisasi yang paling berharga, karena dengan segala potensi yang dimilikinya, pegawai dapat terus dilatih dan dikembangkan. sehingga dapat


(42)

lebih berkarya guna, prestasinya menjadi semakin optimal untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Bernardin dan Russell dalam Gomes (2000) menyatakan bahwa "Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pegawai pada pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual, dengan penekanan pada pengembangan skill,knowledge dan ability".

Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa, "Pelatihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan pegawai dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu Pekerjaan ".

Menurut Rivai (2006) manfaat dilakukannya pelatihan bagi pegawai antara lain adalah:

1. Membantu pegawai dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif;

2. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri; 3. Membantu pegawai mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan konflik;

4. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap;

5. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengetahuan;

6. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan;

7. Menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru;


(43)

9. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan.

2.6.2. Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan

Yoder dalam Mangkunegara (2006) membedakan antara istilah pelatihan

(training) dan pengembangan (development), dimana pelatihan ditujukan untuk pegawai pelaksana dan pengawas. Sedangkan pengembangan ditujukan untuk pegawai tingkat manajemen. Sementara itu, Umar (2007) melihatnya dari segi waktu, dimana pelatihan (training) ditujukan pada kebutuhan saat ini untuk dapat menguasai berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan pegawainya agar siap memangku jabatan di masa yang akan datang.

Nadler sebagai orang yang pertama kali mencetuskan istilah Human Resource Development tahun 1969, membedakan antara pengertian Training, Education, dan Development sebagai berikut (Atmosoeprapto, 2004):

Training : learning to present job (belajar yang ada kaitannya dengan pekerjaan yang ditangani saat ini).

Education : Learning to prepare the individual for different but identified job (belajar untuk persiapan melakukan pekerjan yang berbeda tetap teridentifikasi).

Development : Learning for growth of the individual but not related to a specific present or future job (belajar untuk perkembangan


(44)

individu, tetapi tidak berhubungnn dengan pekerjaan tertentu saat ini atau yang akan datang).

Selanjutnya Notoatmodjo (2003) membedakan pendidikan dengan pelatihan seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. berikut ini.

Tabel 1. Perbedaan Antar Pendidikan Dengan Pelatihan

1. 2. 3. 4. 5. 6. Faktor Pembeda Pengembangan kemampuan Area kemampuan (penekanan) Jangka waktu pelaksanaan Materi yang diberikan Metode belajar

Penghargaan akhir proses

Pendidikan Pelatihan

Menyeluruh (overall) Khusus / Specific Kognitif, afektif, psikomotor Psikomotor

Panjang Pendek

Lebih umum Lebih khusus

Konvensional Inkonvensional

Gelar (degree) Sertifikat

Sumber : Notoatmodjo (2003)

Dengan demikian pendidikan, pelatihan dan pengembangan merupakan istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha terencana yang diselenggarakan untuk mencapai pemuasan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku peserta yang berbentuk peningkatan kemampuan kognitif, afektif ataupun psikomotor. Dampak lain yang akan ditimbulkan adalah peningkatan produktivitas kerja baik secara kualitas maupun kuantitas, meningkatnya semangat kerja (Nawawi, 2006).

Menurut Soeprihanto (2001) bahwa "Pelatihan akan bermanfaat bagi sebuah organisasi apabila kebutuhan pelatihan itu dianalisis pada saat dan waktu yang tepat"

Gomes (2000) menyatakan bahwa "Pelatihan hanya bermanfaat dalam situasi pada saat para pegawai kekurangan kecakapan dan pengetahuan".


(45)

"Analisis kebutuhan pelatihan merupakan upaya pemahaman analitis tentang situasi tempat kerja untuk secara spesifik menentukan kebutuhan pelatihan apa yang harus dipenuhi sehingga dana, waktu dan segala usaha tidak terbuang percuma".

2.6.3. Metode-metode Pelatihan

Metode-metode pelatihan yang akan digunakan dalam memberikan pelatihan kepada pegawai antara lain adalah (Rivai, 2006):

1. On the Job Training

On the job training atau disebut juga dengan pelatihan dengan instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalan kondisi pekerjaan yang riil, di bawah bimbingan dan supervisi dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor. Walaupun metode ini tampaknya sederhana, apabila tidak ditangani dengan tepat beberapa permasalahan mungkin timbul seperti kerusakan mesin produksi, ketidakpuasan konsumen, kesalahan dalam melakukan filing dokumen dan lain-lain. Untuk mencegah masalah ini, instruktur harus dipilih secara selektif

2. Rotasi

Untuk pelatihan silang (cross-train) bagi karyawan agar mendapatkan variasi kerja, para pengajar memindahkan para peserta pelatihan dari tempat kerja yang sah ke tempat kerja yang lainnya. Setiap perpindahan umumnya didahului dengan pelatihan pemberian instruksi kerja. Disamping memberikan variasi kerja bagi karyawan, pelatihan silang (crossing training) turut membantu perusahaan ketika ada karyawan yang cuti, tidak hadir, perampingan atau terjadi pengunduran diri.


(46)

3. Magang

Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman, dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak pekerja keterampilan tangan, seperti tukang pipa dan kayu dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dari kerja sambilan disamakan dengan magang karena menggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta dan memiliki tingkat transfer tinggi kepada pekerjaan.

4. Ceramah Kelas dan Presentasi Video

Ceramah dan teknik lain dalam off the job training tampaknya mengandalkan komunikasi daripada memberi model. Ceramah adalah pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah. Umpan balik dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama ceramah.

5. Pelatihan Vestibule

Agar pembelajaran tidak mengganggu operasional rutin, beberapa perusahaan menggunakan pelatihan vestibule. Wilayah atau vestibule terpisah dibuat dengan peralatan yang sama dengan yang digunakan dalam pekerjaan. Cara ini memungkinkan adanya transfer, repetisi dan partisipasi serta material perusahaan bermakna dan umpan balik.

6. Permainan Peran dan Model Perilaku

Permainan peran adalah alat yang mendorong peserta untuk membayangkan identitas lain. Misalnya, pekerja pria dapat membayangkan peran supervisor


(47)

wanita dan sebaliknya. Kemudian keduanya ditempatkan dalam situasi kerja tertentu dan diminta memberikan respon sebagaimana harapan mereka terhadap lainnya.

7. Case Study

Metode kasus adalah metode pelatihan yang menggunakan deskripsi tertulis dan suatu permasalahan riil yang dihadapi oleh suatu.

8. Simulasi.

Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, simulasi yang melibatkan simulator, yang bersifat mekanik (mesin) yang mengandalkan aspek - aspek utama dalam suatu situasi kerja dan kedua adalah simulasi komputer. Untuk tujuan pelatihan dah pengembangan, metode ini sering berupa games atau permainan. Teknik ini umumnya digunakan untuk melatih para manajer, yang mungkin tidak boleh menggunakan metode trial and error untuk mempelajari pembuatan keputusan.

9. Belajar Mandiri dan Proses Belajar Terprogram

Materi instruksional yang direncanakan secara tepat dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan para karyawan. Materi-materi ini sangat membantu apabila para karyawan itu tersebar secara geografis (berjauhan jaraknya) atau ketika proses belajar hanya memerlukan interaksi secara singkat saja.

10.Praktik Laboratorium

Pelatihan di laboratorium dirancang untuk meningkatkan keterampilan interpersonal. Juga dapat digunakan untuk membangun perilaku yang diinginkan


(48)

untuk tanggung jawab pekerjaan di masa depan. Peserta mencoba untuk meningkatkan keterampilan hubungan manusia dengan lebih memahami diri sendiri dan orang lain.

11. Pelatihan Tindakan (Action Leaming)

Pelatihan ini terjadi dalam kelompok kecil yang berusaha mencari solusi masalah nyata yang dihadapi oleh perusahaan, dibantu oleh fasilitator (dari luar atau dalam perusahaan)

12. Role Playing

Role playing adalah metode pelatihan yang merupakan perpaduan antara metode kasus dan program pengembangan sikap. Masing-masing peserta dihadapkan pada suatu situasi dan diminta untuk memainkan peranan, dan bereaksi terhadap taktik yang dijalankan oleh peserta yang lain. Kesuksesan metode ini tergantung dari kemampuan peserta untuk memainkan peranannya sebaik mungkin.

13. In-Basket Technique

Melalui metode in-basket technique, para peserta diberikan materi yang berisikan berbagai informasi, seperti email khusus dari manajer, dan daftar telepon. Hal-hal penting dan mendesak, seperti posisi persediaan yang menipis, komplain dari pelanggan, permintaan laporan dari atasan, digabungkan dengan kegiatan bisnis rutin. Peserta pelatihan kemudian mengambil keputusan dan tindakan.

14. Management Games

Management games menekankan pada pengembangan kemampuan problem solving. Keuntungan dan simulasi ini adalah timbulnya integrasi atas berbagai


(49)

interaksi keputusan, kemampuan bereksperimen melalui keputusan yang diambil, umpan balik dari keputusan, dan persyaratan-persyaratan bahwa keputusan dibuat dengan data yang tidak cukup.

15. Behavior Modeling

Behavior Modeling adalah suatu metode pelatihan dalam rangka meningkatkan keahlian interpersonal. Kunci dari behavior modeling adalah belajar melalui observasi atau imajinasi

16. Outdoor Oriented Programs

Program ini biasanya dilakukan di suatu wilayah yang terpencil dengan melakukan kombinasi antara kemampuan di luar kantor dengan kemampuan di ruang kelas. Program ini dikenal dengan istilah outing, seperti arung jeram, mendaki gunung, kompetisi tim, panjat tebing dan lain-lain.

2.7. Teori tentang Motivasi

2.7.1. Pengertian dan Faktor-faktor Motivasi

Motivasi berasal dari kata Latin "movere" yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan untuk sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerjasama secara produktif dan mampu mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2000).


(50)

Sperling dalam Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa "Motivasi merupakan suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri".

Sedangkan Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa "Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation)

kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja)".

Selanjutnya Sedarmayanti (2005) menyatakan bahwa "Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Yang menjadi pendorong dalam hal tersebut bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang diantara rekan kerja atau lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.

Berdasarkan pendapat dari para ahli manajemen sumber daya manusia di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan. Rangsangan terhadap hal termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi dan motivasi yang telah tumbuh merupakan suatu dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan. Motivasi merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dan motifnya.

Faktor-faktor motivasi yang digunakan dalam penelitian ini dikutip dari teori dua faktor Herzberg. Faktor-faktor motivasi tersebut akan diuraikan berikut ini:

1. Gaji (Salary)

Gaji atau upah merupakan bentuk kompensasi. yakni imbalan jasa yang diberikan secara teratur kepada seorang atas prestasi kerja yang di berikannnya


(51)

(Wursanto, 1989).

Bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi pegawai agar dapat bekerja dengan penuh semangat. Menurut Braid dalam Timpe (2005) tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Menurut Braid dalam Timpe (2005), program kompensasi yang baik mempunyai 3 (tiga) ciri penting, yaitu bersaing, rasional dan berdasarkan performa.

Stephen et al. dalam Timpe, (2005) menyatakan bahwa uang/gaji tidak dapat memotivasi pegawai terkecuali pegawai menyadari keterkaitannya dengan performs. Meier dalam As'ad (2002), bahwa pendistribusian gaji didasarkan pada produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan besarnya kebutuhan hidup. Sedangkan Menurut Nitisenmito dalam (Saydam, 2004) agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum;

b. Dapat mengikat karyawan agat tidak keluar dari perusahaan; c. Dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja;

d. Selalu ditinjau kembali;


(52)

f. Mengangkat harkat kemanusiaan; g. Berpijak pada peraturan yang berlaku.

2. Supervisi

Supervisi yang efektif akan membantu peningkatan produktivitas pekerja melalui penyelenggaraan kerja yang baik, pemberian petunjuk-petunjuk yang nyata sesuai standar kerja dan perlengkapan pembekalan yang memadai serta dukungan-dukungan lainnya (Glueck, 1989). Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif (Dharma, 2007).

Supervisor mengkoordinasikan sistem kerjanya itu dalam 3 (tiga) hal penting, yaitu : melakukan dengan memberi petunjuk/pengarahan, memantau proses pelaksanaan pekerjaan dan menilai hasil dari sistem kerja yang diikuti dengan melakukan umpan balik (feed back).

Menurut Harper dalam Timpe (2001) bahwa supervisor dalam melaksanakan penilaian kinerja, menurut pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja

(performance review and development) lebih efektif dari sistem penilaian kinerja karena seorang pimpinan tidak hanya memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan, potensi karier dan keberhasilan profesional setiap karyawannya saja.

Pendekatan performance review and development mencakup penciptaan sasaran dan standar kinerja, mengkaji kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan sasaran yang telah ditentukan, mengkaitkan imbalan dengan kinerja, membuat rencana pengembangan dan menyepakati sasaran serta standar kinerja masa depan.


(53)

3. Kebijakan dan Administrasi

Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu kebutuhan atau totalitas sistem merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui pendekatan manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang sebagai objek, melainkan sebagai subjek (Soedjadi, 2005)

Dengan komunikasi dua arah akan terjadi komunikasi antar pribadi sehingga berbagai kebijakan yang diambil dalam organisasi bukan hanya merupakan keinginan dari pimpinan saja tetapi merupakan kesepakatan dari semua anggota organisasi. Para pendukung manajemen partisipatif selalu menegaskan bahwa manajemen partisipatif mempunyai pengaruh positif terhadap karyawan melalui partisipasi, para karyawan akan mampu mengumpulkan informasi, pengetahuan, kekuatan dan kreaktivitas untuk memecahkan persoalan (Zaimm, 2003).

4. Hubungan Kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis dengan terciptanya hubungan yang akrab, penuh kekeluargaaan dan saling mendukung baik itu hubungan antar sesama pegawai atau antar pegawai dengan atasan.

Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan hubungan dengan orang lain, baik itu ditempat kerja maupun diluar lingkungan kerja. Menurut Ranupandojo dan Husnan (2003), bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan dan mereka tidak akan bahagia bila ditinggalkan


(54)

sendirian, untuk itu maka mereka akan melakukan hubungan dengan teman - temannya.

Menurut Mengginson dalam Handoko (2005) bahwa "Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima oleh kelompok, keluarga dan organisasi".

Selanjutnya Indrawijaya (2003), menyatakan bahwa "Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kelompok kerja juga dapat memenuhi sistem sebagai "sounding board" terhadap permasalahan/ problem

mereka atau sebagai sumber kesenangan atau hiburan".

5. Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja. Menurut Sumarni dkk (2003), bahwa dengan kondisi kerja yang nyaman, pegawai akan merasa aman dan produktif dalam bekerja sehari-hari. Sementara itu menurut Cumming (1987), bahwa lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri, 30% dari kasus absensi para pekerja ternyata disebabkan oleh sakit yang muncul dan kecemasan neurosis yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi kerja.

6. Pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan itu sendiri menurut Herzberg merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi (Timpe. 2005).


(55)

Suatu pekerjaan akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk melakukannya. Pekerjaan yang tidak disenangi dan kurang menantang biasanya tidak mampu menjadi daya dorong, bahkan pekerjaan tersebut cenderung menjadi rutinitas yang membosankan dan tidak menjadi suatu kebanggaan (Saydam, 2004).

Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi pegawai dengan membuat pekerjaan mereka lebih menarik membuat tempat kerja lebih menantang dan memuaskan untuk bekerja (Timpe, 2005).

7. Peluang Untuk Maju (advance)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan (Saydam, 2004). Setiap pegawai tentunya mengkehendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap pegawai menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Menurut Pigors dan Myers (1993) promosi merupakan kemajuan karyawan ke pekerjaan yang lebih, dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang lebih besar dan khususnya naiknya tingkat upah atau gaji.


(56)

Nasution (2000) menyatakan bahwa ada beberapa alasan perlunya promosi diprogramkan dengan baik oleh organisasi, yaitu:

1. Promosi adalah jenjang kenaikan pegawai yang dapat menimbulkan kepuasan pribadi dan kebanggaan;

2. Promosi menimbulkan pengalaman dan pengetahuan baru bagi pegawai dan hal tersebut akan merupakan daya dorong bagi pegawai yang lain;

3. Promosi dapat mengurangi angka permintaan berhenti pegawai (labour turnover);

4. Promosi dapat membangkitkan semangat kerja pegawai dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

5. Adanya peluang promosi membangkitkan kemauan untuk maju pada pegawai itu sendiri sehingga menimbulkan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh organisasi;

6. Promosi dapat menimbulkan keunggulan berantai dalam organisasi karena timbulnya lowongan berantai.

8. Pengakuan/Penghargaan (Recognition)

Seperti dikemukakan oleh Maslow, bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan sense of belonging (rasa ingin dihargai). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian kompensasi (Saydam; 2004).

Menurut Simamora (2004), pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri yang termaksud dalam kompensasi non finansial.


(57)

Seseorang yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat meningkatkan semangat kerjanya. Menurut Soeprihanto (2001) bahwa "Kebutuhan akan harga diri/penghormatan lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi, ingin dirinya dihargai atau dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dianggap dirinya lebih rendah dan yang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria dan wanita ) tidak ingin direndahkan”.

Oleh sebab itu pimpinan yang bijak akan selalu memberikan pengakuan/ penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan prestasi membanggakan sebagai faktor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi kerja pegawainya.

9. Keberhasilan (Achievement)

Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan/tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya (Saydarn, 2004). Dengan demikian prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, yang selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan.

Seseorang.yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya untuk mencapai sasaran. Menurut MeCleland bahwa tingkat "needs of Achievement” (n-Ach) yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan seseorang (Siswanto 1999). Kebutuhan berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk


(58)

mencapai sasaran yang telah ditentukan.

10.Tanggung Jawab

Menurut Filippo (1996), bahwa tanggung jawab adalah merupakan kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima.

Setiap orang yang bekerja pada suatu perusahaan/organisasi ingin dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar apa yang telah diperolehnya. Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar (Saydarn, 2004).

2.7.2. Teori-teori Motivasi

Dalam mengkaji teori dari motivasi cukup menarik yang mana teorinya dapat dikelompokkan / diklasifikasikan atas:

1. Teori Kepuasan (Content Theory) yang memusatkan pada apa-nya motivasi. 2. Teori Motivasi Proses (Process Theory) yang memusatkan pada bagaimananya

motivasi.

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitik beratkan pada dimana perilaku dipelajari.


(59)

pakar teori motivasi seperti Frederick Winslow Taylor, A.H. Maslow, Frederick Herzberg, Douglas McGregor, McClelland dan Claude S. George. Teori kepuasan yang diikuti oleh Frederick Herzberg sebagai berikut:

2.7.2.1. Teori Dua Faktor Herzberg

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (2004) sebagai berikut:

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri besar kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin harus mampu bekerja sama dengan bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.

b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan.

Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda antara satu dengan yang lain. Untuk memahami motivasi pegawai dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti adalah : Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro, yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya. Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekejaan.


(60)

Teori ini dikemukakan oleh Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli tekhnik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway dan Lodge, 2001). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masingmasing orang dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan basil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan sebagai berikut :

1. Secara serempak dan parsial pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan kelurahan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini berarti bahwa faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja sangat menentukan dan berpengaruh terhadap kineja kepala kelurahan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan kelurahan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

2. Koefisien determinan (R2) adalah 0,795. Nilai tersebut berarti bahwa sekitar 79,5% kinerja kepala kelurahan Kota Medan dapat dijelaskan melalui variabel pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja. Serta sisanya 20,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini..

5.2. Saran

Dari kesimpulan di atas, maka disarankan sebagai berikut :

1. Faktor motivasi, pelatihan, pengalaman kerja dan pendidikan sangat berperan sekali dalam meningkatkan kinerja seorang kepala kelurahan. Oleh sebab itu, pemerintah daerah Kota Medan sangat perlu memberikan perhatian dan dorongan


(2)

secara intensif kepada kepala kelurahan yang diberi kepercayaan untuk memimpin agar terus menunjukkan sikap yang positif dan lebih proaktif kepada masyarakat agar program kerja yang telah ditetapkan pemerintah daerah dapat terlaksana dengan baik.

2. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya hendaknya Lurah sebagai kepala pemerintahan di kelurahan secara khusus lebih menanamkan nilai-nilai profesional, akuntabilitas, responsivitas dan responsibilitas pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA Buku: -

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta.

As'ad, M. 2001. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia : Psikologi Industri, Edisi Keempat, Cetakan Keenam, Penerbit Liberty, Yogyakarta.\

Atmosoeprapto, Krisdarto. 2004. Kiat : Drives Your Vision to Tactical Action (Mewujudkan Visi & Misi Dalam Tindak Nyata), Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta.

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Penerbit Kencana, Jakarta.

Cushway, Barry dan Lodge. 2001. Human Resources Management, (Tract MBA Series/Terjemahan), Penerbat PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Dharma, Surya 2007. Manajemen Kinerja: Falsafah Teori dan Penerapannya, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Flippo, Edwin B. 1996. Personnel Management, Sixth Edition, McGraw-Hill Inc, Singapore.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang \

_________2002. Statastik Non-Parametrik : Teori dan Aplikasi Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang\

Gibson, dkk. 1992. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta : Erlangga. Gomes, Faustino Cardoso. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua,

Cetakan Ketiga, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Hamalik, Oemar. 2006. Psikologi Manajemen : Penuntun Bagi Pemimpin, Cetakan Ketiga, Penerbit Trigenda Karya, Bandung.

Handoko, T. Hani. 2005. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta.


(4)

Hasibuan, Malayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Indrawijaya, Adam, 2003. Perilaku Organisasi, Penerbit Sinar Baru, Bandung. Keban, Jeremias. T. 1995. ”Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan

Manajemen dan Kebijakan”. Makalah, Seminar Sehari, Fisipol, UGM, Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Luthans, Freud. 2001. Organization Behavioral, Seventh Edition, McGrawHill Inc, New York.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2007. Evaluasi Kinerja SDM, Cetakan Ketiga, Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung.

__________________________2006. Perencanaan dan Pengembangan Sum ber Daya Manusia. Cetak Kedua, Penerbit PT . Refika Aditarna, Bandung. Nawawi, Hadari. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang

Kompetitif, BPFE, Yogyakarta.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian, Cetak Kelima, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Notoatmojo. Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Nystorm and Sturbuck, ed. 1981. Hand Book of Organization Design. Oxford : University Press.

Rivai, Veithzal. 2005. Performance Appraisal, Edisi Pertama, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

________________2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Penerbit PT. RajaGrafindoPersada. Jakarta.

Ruky, Achmad S. 2003. Sumber Daya Manusia Berkwalias Mengubah Visi Menjadi Realitas, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakrta.


(5)

Media Komputido, Jakarta.

Sedarmayanti, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung.

Siagan, Sonandang P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Ketiga, Cetak Pertama, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta

Sitorus, Risma. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Tugas Pemerintahan Desa Di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Soeprihanto, Jhon. 2001. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan, Edisi Perma, Cetak Kelima, BPFE, Yogyakrta.

Sulaiman, Wahid. 2003. Statistik Non-Parametrik : Contoh Kasus dan Pemecahannya dengan SPS, Edisi Pertama, Penerbit Andy, Yogyakarta Timpe, Werther. 2005. Human Resources and Personnel Management,

McGraw-Hill Book Company, New York.

Umar, Husein. 2007. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Cetakan Ketujuh, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

_______ 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi Baru, Cetakan Keempat, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Wahjosumidjo. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Wibowo, 2007. Manajemen Kinerja, Edisi Pertama, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Wursanto. 1989. Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Amara Books, Yogyakarta.

Zainun, Ahmad. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.


(6)

Jaya, Dahlan. 2001. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan, dan Motivasi Terhadap Kiner a Penyuluh Keluarga Berencana Di BKKBN Kota Jambi, Tesis, Sekolah Pascasarjana USU, Tidak Dipublikasikan.