ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) PADA LAHAN KERING DAN LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

(1)

KABUPATEN TANGGAMUS (Skripsi)

Oleh

HUDA NUR AINI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) PADA LAHAN KERING DAN LAHAN

SAWAH TADAH HUJAN DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

HUDA NUR AINI

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: (1) perbandingan produktivitas dan pendapatan usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan, (2) risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan, (3) perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan, dan (4) pengaruh risiko dan pendapatan usahatani serta faktor lainnya terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan.

Penelitian ini dilakukan pada dua desa, yaitu Desa Gisting Atas dan Desa Campang Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Lokasi penelitian

ditentukan secara sengaja. Responden terdiri dari petani kubis yang dipilih secara acak dengan responden sebanyak 44 petani lahan kering dan 31 petani lahan sawah tadah hujan dengan total responden sebanyak 75 petani. Tujuan pertama dianalisis menggunakan uji beda produktivitas dan pendapatan. Tujuan kedua dianalisis menggunakan uji beda koefisien variasi. Tujuan ketiga menggunakan Teknik Bernoulli dan Neuman Morgenstern, dan tujuan keempat dianalisis dengan regresi binary logit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) produktivitas dan pendapatan usahatani kubis pada lahan sawah tadah hujan lebih besar dibandingkan pada lahan kering, (2) risiko usahatani kubis pada lahan kering lebih besar dibandingkan pada lahan sawah tadah hujan, (3) 93,18 persen petani pada lahan kering berperilaku netral dan 6,82 persen berperilaku enggan, sedangkan pada lahan sawah tadah hujan sebesar 41,94 persen petani berperilaku netral dan 58,06 persen petani berperilaku enggan terhadap risiko. Selain itu, tidak ditemukan petani yang berani terhadap risiko baik pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan, dan (4) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan adalah pendapatan usahatani, luas lahan, umur petani, pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan jenis lahan. Kata kunci : pendapatan, perilaku petani, produktivitas, risiko


(3)

ABSTRACT

THE INCOME AND RISK ANALYSIS OF CABBAGE FARMING ON DRIED LAND AND RAINFED FIELD IN GISTING

SUBDISTRICT OF TANGGAMUS REGENCY By

HUDA NUR AINI

The research aims to assess: (1) the comparative productivity and income of cabbage on dried land and rainfed field, (2) the level of risk of cabbage farming on dried land and rainfed field, (3) the behavior of farmers against the risk of cabbage farming on dried land and rainfed field, and (4) the impact of incomes, risks and the other factors on the behavior of farmers against the risk of cabbage farming on dried land and rainfed field.

The research was conducted in two villages. There are Campang Village and Gisting Atas Village, Gisting Subdistrict of Tanggamus Regency. This location is chosen purposively. Respondents are cabbage farmers were taken by simple random sampling with 44 dried land farmers and 31 rainfed field farmers with total respondent were 75 farmers. The first goal was analyzed using different test of productivity and income. The second goal was analyzed using different test of coefficient variation. The third goal using Bernoulli and Neumann Morgenstern Techniques, and the fourth goal was analyzed by binary logit regression.

The finding showed that: (1) productivity and income of cabbage farm in rainfed field is greater than dried land, (2) risk of cabbage on dried land farming is greater than rainfed field, ( 3) 93,18 percent of farmers in dried land are neutral in their behavior and 6,82 percent of farmers are not brave enough to take risks, whereas the farmers in the rainfed field of 41,94 percent are neutral and 58,06 percent of farmers are reluctant to take risks. Moreover, there is no farmers behave dare to risk on dried land and in the rainfed field, (4) the factors that influence farmers' behavior towards risk of cabbage farming on dried land and rainfed field are farm income, land area, age of the farmer, the experience of farm, the number of

dependents, and the type of land.


(4)

KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

HUDA NUR AINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Gisting Atas, pada tanggal 15 Desember 1992 dari pasangan Sukarman Dianto (Alm) dan Mulyati (Alm). Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD N 3 Gisting Atas Kecamatan Gisting pada tahun 2004, tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP

Muhammadiyah 1 Gisting pada tahun 2007, tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Gisting pada tahun 2010, dan memasuki kuliah di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis pada tahun 2010 dengan jalur SNMPTN.

Dalam kegiatan kemahasiswaan, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) Universitas Lampung periode 2012/2013. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi (PIE), Manajemen Strategi, dan Usahatani.

Pada Februari 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Way Tuba Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan selama 40 hari. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar Lampung Tengah. Penulis juga pernah menjadi surveyor dalam kegiatan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Bank Indonesia periode Desember 2013-Maret 2014.


(8)

SANWACANA

Bismillahirohmanirrahim,

Alhamdullilahirobbil‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, atas segala curahan rahmat dan karunia NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW teladan bagi seluruh umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya.

Banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini, yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Risiko Usahatani Kubis pada Lahan Kering dan Lahan Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus”. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. sebagai Pembimbing Pertama sekaligus Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Agribisnis) Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas ketulusan hati, bimbingan, dukungan, dan nasihat yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi. 2. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., selaku Pembimbing Kedua yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran serta dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.


(9)

4. Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing Akademik, atas dukungan dan sarannya selama ini.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Teruntuk Alm. Ayah dan Ibu tercinta, yang selalu mengiringi langkah dan mendoakan ku dari surga. Terima kasih atas segala limpahan cinta dan kasih sayang, tulus ikhlas membesarkan dan mendidikku dengan penuh kesabaran. Adikku tersayang Ulvi Azizah, motivator terbesarku saat ini. Kesuksesanku kelak kupersembahkan untuk kalian.

7. Keluarga besar Tarmidzi dan keluarga besar Setro Kono, nenek, pak poh, bude, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per-satu, terimakasih telah menggantikan peran kedua orangtua ku dan senantiasa memberi dukungan. 8. Bapak Camat wilayah Gisting beserta staf, Bapak Kepala Desa beserta

perangkat Desa Campang dan Gisting Atas, Bapak Supartiman, yang telah membantu penulis selama proses penelitian di lapangan.

9. Terimakasih M. Ogi Arief Affandi yang selalu memberikan dukungan, semangat dan motivasi di setiap langkah penulis, serta sahabat-sahabat terbaikku Jenny Permasih, Nita Oktami, Vanessa, Meita Sari dan Tyas Sekartiara, terimakasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya selama ini.

10. Rekan-rekan seperjuangan Agribisnis 2010 Novita, Vina, Wida, Neno, Septa, Vega, Hani, Dwi Rizky, Tania, Ita, Sinta, Fitri, Asih, Yoan, Kasogi, Ludi,


(10)

dan kebersamaannya selama ini. Semoga kelak kesuksesan menyertai kita semua, Amiiiin.

11. Atu dan kiyai Agribisnis 2007, 2008 dan 2009, adinda Agribisnis 2011, 2012 dan 2013 atas dukungan dan bantuan kepada penulis.

12. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis (Mb Ai, Mb iin, Mas Kardi, Mas Boim, Mas Bukhari) atas semua bantuan yang telah diberikan. 13. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf atas segala kesalahan selama proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Amin.

Bandar Lampung, 12 Agustus 2014 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 13

C. Kegunaan Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 15

A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Budidaya Tanaman Kubis ... 15

2. Usahatani Kubis Lahan Kering dan Lahan Sawah Tadah Hujan ... 18

3. Konsep Usahatani ... 22

4. Pendapatan Usahatani ... 24

5. Risiko Usahatani ... 26

6. Perilaku Petani terhadap Risiko ... 29

7. Faktor-faktor yang Menpengaruhi Perilaku Petani terhadap Risiko ... 33

8. Kajian Penelitian terdahulu ... 35

B. Kerangka Pemikiran ... 39

C. Hipotesis ... 43

III. METODE PENELITIAN ... 45

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 45

B. Metode, Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian ... 50

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 52


(12)

1. Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kubis ... 53

2. Risiko Usahatani Kubis ... 57

3. Perilaku Petani terhadap Risiko ... 61

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani terhadap Risiko ... 65

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 70

A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus ... 70

B. Keadaan Umum Kecamatan Gisting ... 72

C. Keadaan Umum Desa Gisting Atas dan Desa Campang ... 75

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80

A. Keadaan Umum Responden ... 80

1. Umur Responden ... 80

2. Tingkat Pendidikan ... 81

3. Pengalaman Berusahatani ... 82

4. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 83

5. Pekerjaan Sampingan ... 84

6. Luas Lahan Garapan dan Status Kepemilikan Lahan ... 86

7. Pola Tanam ... 88

B. Analisis Usahatani Kubis ... 89

1. Penggunaan Sarana Produksi ... 89

a) Penggunaan Benih ... 89

b) Penggunaan Pupuk ... 91

c) Penggunaan Pestisida ... 93

d) Penggunaan Tenaga Kerja ... 94

e) Penggunaan Peralatan ... 97

2. Produksi dan Penerimaan ... 98

3. Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kubis ... 100

C. Analisis Risiko Usahatani Kubis ... 107

1. Risiko Produksi ... 113

2. Risiko Harga ... 115

3. Risiko Pendapatan ... 117

D. Perilaku Petani terhadap Risiko Usahatani Kubis ... 121

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani terhadap Risiko ... 125


(13)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 133

A. Kesimpulan ... 133

B. Saran ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 135


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, M dan B. Unteawati. 2010. Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko Usahatani Jagung di Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Agribisnis

2010.

Aritonang, I. 2013. Jenis- Jenis Lahan Pertanian berdasarkan Bentuk Fisik dan Ekosistemnya. http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad. blogspot.com /2013/10/jenis-jenis-lahan-pertanian-berdasarkan.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2013 pukul 09.20 WIB.

Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Dalam Angka. http://tanggamuskab.bps.

go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=124:flip-kda&catid=82. Diakses pada tanggal 28 Januari 2014 pukul 03.40.

Badan Pusat Statistik. 2013a. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2013.

http://www.bps.go.id/brs_file/naker_06mei13.pdf. Diakses pada tanggal 8 Desember 2013 pukul 11.00 WIB.

---. 2013b. Luas Panen Sayuran di Indonesia 2008 – 2012.

http://www.deptan.go.id/

infoeksekutif/horti/horti-asem2012/LP-Sayuran.pdf. Diakses pada tanggal 8 Desember 2013 pukul 11.30 WIB. . 2013c. Lampung Dalam Angka. BPS Propisi Lampung.

Bandar Lampung.

BP3K Kecamatan Gisting 2012. Data Potensi Wilayah dan Monografi Kecamatan Gisting. Kecamatan Gisting. Tanggamus.

Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Kubis. Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Darmawi, H. 2004. Manajemen Risiko. Bumi Aksara. Jakarta.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2014. Daftar Harga Pasar Kabupaten Tanggamus Tahun 2013. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura


(15)

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2012.

http://www.pertanian.go.id/sakip/admin/data2/LAKIP%20DITJEN%20H ORTIKULTURA%202012%20FINAL.pdf . Diakses pada tanggal 8 Desember 2013 pukul 11.58 WIB.

Fariyanti, A., Kuntjara, S. Hartoyo., dan A. Daryanto. 2007. Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 Nomor 2, Oktober 2007.

Firdaus, M. 2009. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.

Hamid, Abdul. 2009. Pengaruh Varietas dan Pemulsaan terhadap Produksi dan Pendapatan Cabai Merah pada Lahan Kering dan Lahan Basah di

Kecamatan Bontoala. Jurnal Agritama, Volume 8 Nomor 3, Agustus 2009.

Hasan, N. 2010. Analisis Usahatani Sayuran di Nagari Air Dingin Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional Hortikultura, Tahun 2010:Sumatra Barat.

Heriani, N. 2013. Analisis Keuntungan dan Risiko Usahatani Tomat di Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus(Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hernanto, F. 1994. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ibramsyah, Cn. 2006. Analisis Pendapatan Pola Usahatani Padi di Kecamatan Musi Rawas. Jurnal Kajian Ekonomi, Volume 5 Nomor 1. 2006.

Indriani, Y. 2007. Gizi dan Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Istiyani, E., D. Hadidarwanto, dan S. Alisadono. 1999. Perilaku Petani terhadap Risiko dalam Pengembangan Usahatani Bawang Merah. Jurnal Agrosain, Volume 12 Nomor 3. September 1999.

Kadarsan, H. W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan perusahaan Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kuncoro, M. 2004. Metode Kuantitatif Edisi ke-2. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Yogyakarta.


(16)

Kurniati, D. 2012. Analisis Risiko Produksi dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya pada Usahatani Jagung di Kecamatan Mempawah Hulu Kabupaten Landak. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 1 Nomor 3. Desember 2012.

Lamusa. A. 2010. Risiko Usahatani Padi Sawah Rumah Tangga di Daerah Impenso Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Agroland, Volume 17 Nomor 3. Desember 2010.

Lawalata, M. 2013. Analisis Efisiensi Relatif dan Perilaku Petani terhadap Risiko Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul (Tesis). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Lenggogeni, P. 2013. Analisa Budidaya Kubis/Kol.

http://menanam-tanaman.blogspot.com/2013/05/analisa-usaha-kubis-kol.html. Diakses pada tanggal 28 Januari pukul 04.15.

Mantra, I. B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mardliyah, A. 2013. Analisis Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani terhadap Risiko Usahatani Cabai Merah di Kabupaten Tanggamus (Tesis).

Pascasarjana Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Maryam, S. 2008. Studi Banding Risiko Ekonomi Usahatani Pepaya Varietas Thailand dan Hawaii. Jurnal Studi Ekonomi Pertanian, Volume 5 Nomor 1, Agustus 2008.

Minardi. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering untuk Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Mujiburrahmad. 2011. Analisis Produktivitas Usahatani Tomat Berbasis

Agroklimat. Jurnal Sains Riset, Volume 1 Nomor 2, 2011.

Musriati, A. 2013. Budidaya Tanaman Kubis. http://musriatiatik.blogspot.com /2013/04/budidaya-tanaman-kubis.html. Diakses pada tanggal 28 Januari pukul 04.05.

Muzdalifah. 2012. Pendapatan dan Risiko Pendapatan Usahatani Padi Daerah Irigasi dan Non Irigasi di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 1 Nomor 1, April 2012.

Ningsih, K. 2010. Risiko Produksi dan Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Gogo pada Agroekosistem Lahan Kering. Jurnal FP Universitas Islam Madura. Pamekasan.


(17)

Rochdiani, D. 2008. Pola Pendapatan Petani Akar Wangi di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jurnal agrikultura. Volume 19 Nomor 3, 2008.

Rodjak, A. 2002. Manajemen Usahatani. Penerbit Pustaka Giratuna. Bandung. Sabrani, M. 1988. Perilaku Petani Peternak Domba Dalam Alokasi Sumberdaya

(Disertasi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sari, R.M. 2013. Analisis Efisiensi Usahatani Kubis (Brassica Oleracea) di Desa Sukomakmur Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. Jurnal Surya Agritama, Volume 2 Nomor 1, Maret 2013.

Sari, V. N., E. Sumarminingsih, dan M. Bernadetha. 2013. Pemilihan Model Regresi Logistik Multiomial dan Ordinal. Jurnal FMIPA, Universitas Brawijaya. Malang.

Siswanto, A.B., K. Sudarman, dan S. Kusumo. 1995. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Cabai dalam Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soekartawi, Rusmiadi, dan E. Damaijati. 1993. Risiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis (Teori dan Aplikasi). Raja Grafindo Persada . Jakarta.

Soekartawi, Soeharji, A. Dillon J.L., dan J.B. Haedaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo Persada .

Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI Press . Jakarta.

Suratiyah, K. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Umar, H. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wibisono, H. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Kubis. (Skripsi) Fakultas Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.

Widarjono A. 2010. Analisis Statistik Multivariat Terapan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Winarno WW. 2007. Analisis Ekomometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Fluktuasi produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung

tahun 2008-2012 ... 7

2. Fluktuasi harga kubis di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 ... 8

3. Bentuk fungsi utilitas ... 31

4. Alur kerangka pikir analisis pendapatan dan risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus ... 44

5. Skema penentuan Certainly Equivalent (CE) ... 63

6. Pola tanam usahatani kubis pada lahan kering ... 88

7. Pola tanam usahatani kubis pada lahan sawah tadah hujan ... 89

8. Fluktuasi produksi tanaman kubis per hektar selama 5 musim tanam terakhir pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan ... 110

9. Fluktuasi harga yang diterima petani kubis selama 5 musim tanam terakhir pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan ... 111

10. Fluktuasi pendapatan yang diterima petani kubis selama 5 musim tanam terakhir pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan ... 112


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penduduk dan tenaga kerja di Indonesia yang hidup dan bekerja di sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (2013a)

mencatat sebanyak 35,04 persen penduduk bekerja di sektor pertanian, 21,76 persen di sektor perdagangan,12,96 persen di sektor industri dan sebesar 30,23 persen bekerja di sektor lain seperti sektor jasa, keuangan, transportasi, dan lain sebagainya.

Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan curah hujan dan cahaya matahari yang sangat menunjang bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini membuat negara Indonesia mempunyai karakteristik sebagai negara agraris, sehingga mempunyai potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki dapat dilihat dari

kekayaan melimpah yang dimiliki Indonesia terutama dalam sektor pertanian.

Salah satu subsektor yang memiliki kontribusi cukup tinggi bagi pertanian di Indonesia adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura berperan


(20)

sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat. Berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2013a, jumlah rumah tangga yang bekerja pada subsektor hortikultura mencapai 10,6 juta rumah tangga atau sebesar 16,87 persen. Besarnya jumlah rumah tangga pada subsektor hortikultura menunjukkan bahwa subsektor ini berperan strategis dalam mensejahterakan masyarakat.

Komoditas hortikultura antara lain terdiri atas tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat-obatan. Buah-buahan memiliki rataan

pertumbuhan sebesar 0,14 persen setiap tahun, sebesar 5,54 persen adalah rataan pertumbuhan tanaman sayuran, 5,78 persen adalah tanaman hias dan tanaman obat-obatan memiliki rataan pertumbuhan sebesar 7,69 persen (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012). Salah satu komoditas hortikultura yang saat ini banyak dibudidayakan yaitu tanaman sayuran. Pertumbuhan rataan tanaman sayuran menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi tanaman sayuran di Indonesia setiap tahunnya.

Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman sayuran unggulan yang diproduksi di berbagai wilayah. Produksi tanaman sayuran di Indonesia sangat

berfluktuasi, terdapat beberapa jenis sayuran mengalami peningkatan

produksi, tetapi ada pula sayuran yang mengalami penurunan produksi setiap tahunnya. Perkembangan produksi sayuran di Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir yakni 2008-2013 terdapat pada Tabel 1.


(21)

Tabel 1. Perkembangan produksi sayuran di Indonesia tahun 2008-2012 N o. Komoditas Tahun 2008 (ton) 2009 (ton) 2010 (ton) 2011 (ton) 2012 (ton) ∆ (%) 1 Bawang Merah 853.615 965.164 1.048.934 893.124 964.195 2,37 2 Bawang Putih 12.339 15.419 12.295 14.749 17.630 6,89 3 Bawang Daun 547.743 15.419 541.374 526.774 596.805 -86,57 4 Kentang 1.071.543 1.176.304 1.060.805 955.488 1.094.232 -0,08

5 Kubis 1.323.702 1.358.113 1.385.044 1.363.741 1.450.037 2,22

6 Kembang Kol 109.497 96.038 101.205 113.491 135.824 4,59 7 Petsai/Sawi 565.636 562.838 583.770 580.969 594.911 1,24 8 Wortel 367.111 358.014 403.827 526.917 465.527 4,74

9 Lobak 48.376 29.759 32.381 27.279 39.048 -10,76

10 Kacang Merah 115.817 110.051 116.397 92.508 93.409 -6,16 11 Kacang Panjang 455.524 483.793 489.449 458.307 455.562 -0,10 12 Cabe Besar 695.707 787.433 807.160 888.852 954.310 7,54 13 Cabe Rawit 457.353 591.294 521.704 594.227 702.214 9,22

14 Paprika 2.114 4.462 5.533 13.068 8.610 19,47

15 Jamur 43.047 38.465 61.376 45.854 40.886 -5,15

16 Tomat 725.973 853.061 891.616 954.046 893.463 4,75 17 Terung 427.166 451.564 482.305 519.481 518.787 4,70 18 Buncis 266.551 290.993 336.494 334.659 322.097 4,37 19 Mentimun 540.122 583.139 547.141 521.535 511.485 -1,52 20 Labu Siam 394.386 321.023 369.846 428.197 428.061 0,99 21 Kangkung 323.757 360.992 350.879 355.466 320.093 -0,58 22 Bayam 163.817 173.750 152.334 160.513 155.070 -1,69 23 Melinjo 213.536 221.097 214.355 217.524 224.333 1,19 24 Petai 230.654 183.679 139.927 218.625 216.194 -5,49 25 Jengkol 80.008 62.475 50.235 65.830 62.189 -8,65 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013b.

Salah satu jenis tanaman sayuran yang banyak dibudidayakan adalah tanaman kubis. Tabel 1 menunjukkan bahwa tanaman kubis di Indonesia mempunyai jumlah produksi yang paling tinggi di antara tanaman sayuran yang lain. Produksi tanaman kubis hampir setiap tahun mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2010 dimana produksi kubis mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,005 persen. Pertumbuhan tanaman kubis dari tahun 2008 sampai 2012 bernilai positif yaitu sebesar 2,22 persen.


(22)

Tanaman kubis atau kol (Brassica oleracea) adalah sayuran yang termasuk jenis Brassica atau cruciferous family. Sayuran ini dapat tumbuh di beberapa jenis tanah, tetapi tumbuh baik terutama di tanah yang subur, semakin subur tanah, semakin cepat tumbuhnya.

Kubis merupakan sayuran ekonomis dan serbaguna yang mudah ditemukan dan memberikan nilai gizi yang sangat besar. Sayuran ini bisa dimakan mentah atau dimasak, tetapi sering ditambahkan ke sup atau rebusan. Selain digunakan dalam berbagai hidangan, kubis juga memberikan banyak manfaat kesehatan. Kubis kaya akan fitonutrien dan berbagai vitamin seperti vitamin A, B, dan C. Ini semua adalah antioksidan alami, yang membantu mencegah kanker dan penyakit jantung, mencegah radikal bebas dan lain sebagainya (Cahyono, 1995). Kandungan nilai gizi pada kubis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nilai gizi dalam 100 gram kubis.

Zat Gizi Jumlah

Energi (kkal) 24,00

Protein (g) 1,40

Lemak (g) 0,20

Karbohidrat (g) 5,30

Kalsium (mg) 46,00

Phospor (mg) 31,00

Zat Besi (mg) 0,50

Vitamin A (μg) 10,00

Vitamin B (mg) 0,10

Vitamin C (mg) 50,00

Selenium (μg) 1,43


(23)

Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang menghasilkan tanaman kubis. Ditinjau dari segi wilayahnya, Provinsi Lampung merupakan wilayah yang memungkinkan untuk mengembangkan tanaman kubis. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung tahun 2008-2012

Tahun Luas panen (ha)

(%)

Produksi (ton)

(%)

Produktivitas (ton/ha)

(%) 2008 1.026 - 22.840 - 22,26 - 2009 1.096 6,39 17.023 - 34,17 15,53 - 43,34 2010 1.036 -5,79 16.265 -4,66 15,70 1,08 2011 726 - 42,70 14.656 - 10,98 20,19 22,24 2012 696 - 4,31 13.803 - 6,18 19,83 - 1,82 Rata – rata - 11,60 - 14,00 - 5,46

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013c.

Dilihat dari Tabel 3 tampak bahwa luas panen tanaman kubis cenderung mengalami penurunan dari tahun 2009-2012. Peningkatan luas panen hanya terjadi pada tahun 2008 ke 2009. Menurunnya luas areal tanaman kubis mengakibatkan produksi tanaman kubis juga menurun. Penurunan luas areal dan produksi tanaman kubis menyebabkan produktivitas tanaman kubis cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dimana dari tahun 2008 sampai 2012 perkembangan produktivitas adalah -5,46 persen.

Kapubaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang masyarakatnya membudidayakan tanaman kubis. Produksi tanaman kubis di Provinsi Lampung dihasilkan oleh dua kabupaten yang ada di Provinsi Lampung, yaitu Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten


(24)

Tanggamus. Saat ini Kabupaten Lampung Barat masih mempunyai luas panen, produksi, dan produktivitas lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Tanggamus. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis menurut kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012.

No Kabupaten Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1 Lampung Barat 469 10.158 21,66

2 Tanggamus 227 3.635 16,01

Lampung 696 13.803 19,83

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013c.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa Kabupaten Tanggamus mempunyai produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat. Produksi tanaman kubis berbanding lurus dengan luas panen pada masing-masing kabupaten. Kabupaten Tanggamus mempunyai luas panen lebih kecil dibandingkan dengan luas panen di Kabupaten Lampung Barat, sehingga produksinya juga lebih sedikit.

Produktivitas tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus sangat rendah jika dibandingkan dengan produktivitas tanaman kubis di Kabupaten Lampung Barat. Hal ini mengindikasikan adanya masalah dalam kegiatan budidaya tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus. Menurut Kurniati (2012), masalah produksi berkenaan dengan sifat usahatani yang selalu tergantung pada alam didukung faktor risiko yang menyebabkan tingginya peluang-peluang untuk terjadinya kegagalan produksi , sehingga berakumulasi pada risiko rendahnya pendapatan yang diterima petani.


(25)

Risiko yang dihadapi petani kubis dapat berupa risiko hasil atau risiko produksi dan risiko harga jual produksi. Risiko hasil/produksi ditimbulkan antara lain karena adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca/alam, pasokan air yang bermasalah, dan variasi input yang digunakan. Kondisi alam sangat berpengaruh terhadap variasi hasil, misalnya dengan kondisi curah hujan yang sangat besar ataupun curah hujan yang sangat kecil, bisa menimbulkan gagal panen. Keadaan cuaca yang tidak dapat diprediksi ini seringkali menjadi penyebab turunnya produksi dan produktivitas tanaman kubis yang dihasilkan oleh petani. Di Provinsi Lampung, produktivitas tanaman kubis mengalami fluktuasi dari tahun 2008 sampai 2012. Fluktuasi produktivitas tanaman kubis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Fluktuasi produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung tahun 2008-2012

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013c. 22,26

15,53

15,7

20,19 19,83

0 5 10 15 20 25

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

P

ro

d

u

k

tiv

itas


(26)

Dilihat dari Gambar 1, produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 2009, yakni sebesar 30,23 persen. Pada tahun berikutnya, produktivitas tanaman kubis mulai mengalami peningkatan, tetapi kembali mengalami penurunan sebesar 1,78 persen pada tahun 2012.

Selain risiko hasil/produksi, risiko harga jual juga merupakan risiko yang harus dihadapi oleh petani kubis. Fluktuasi produktivitas tanaman kubis akan mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga baik di tingkat produsen maupun konsumen. Hal ini merupakan risiko yang harus dihadapi petani sebagai produsen dari tanaman kubis. Fluktuasi harga kubis di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Fluktuasi harga kubis di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2014

3000 2250 2075 2300 2750 3500 2700 1750 2450 1800 3250 3000 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Har g a d i tin g k at p etan i Bulan


(27)

Gambar 2 merupakan rata-rata harga tanaman kubis selama tahun 2013 pada tingkat produsen atau harga yang langsung diterima oleh petani. Dari gambar, dapat diketahui bahwa harga kubis sangat berfluktuasi setiap bulannya. Harga terendah pada Tahun 2013 adalah pada bulan Agustus dimana harga sebesar Rp 1.750,00, namun pada bulan berikutnya harga berangsur-angsur naik. Peningkatan harga yang cukup siginfikan adalah pada bulan november, dimana terjadi peningkatan harga dari Rp 1.800,00 menjadi Rp 3.250,00. Peningkatan harga ini diakibatkan oleh penurunan produksi tanaman kubis.

Penurunan produksi tanaman kubis berkaitan dengan adanya risiko dalam budidaya tanaman kubis yakni berupa risiko produksi. Masalah risiko diakibatkan oleh ketidakmampuan petani untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Iklim dan kondisi alam yang tidak dapat diprediksi, mudah berubah, dan tidak dapat dikendalikan

merupakan masalah yang harus dihadapi petani. Risiko tersebut akan mempengaruhi produksi tanaman yang dihasilkan, sehingga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diterima oleh petani.

Kecamatan Gisting merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tanggamus yang masyarakatnya membudidayakan tanaman kubis pada kegiatan usahataninya. Produksi tanaman kubis di Kecamatan Gisting

merupakan produksi yang paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Terdapat 4 kecamatan di Kabupaten Tanggamus yang memproduksi


(28)

tanaman kubis. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus tahun 2011

No Kecamatan Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1 Ulu Belu 9 113 12,56

2 Gisting 122 2.804 22,98

3 Gunung Alip 2 25 12,50

4 Sumberejo 94 1.409 14,98

Jumlah 227 4.351 19,17

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Tabel 5 menunjukkan luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus. Kecamatan Gisting merupakan kecamatan yang mempunyai produksi tanaman kubis tertinggi di Kabupaten Tanggamus, dimana hampir 50 persen produksi tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus berasal dari Kecamatan Gisting.

Produktivitas tanaman kubis di Kecamatan Gisting adalah sebesar 22,98 ton per hektar. Menurut Cahyono (1995), jika pemeliharaan kubis dilakukan secara intensif, maka produktivitas potensial tanaman kubis dapat mencapai 40-60 ton per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa produksi tanaman kubis yang dihasilkan oleh petani kubis di Kecamatan Gisting masih tergolong rendah.

Produktivitas hasil pertanian sangat ditentukan oleh jumlah kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan, salah satunya yaitu lahan. Lahan atau tanah merupakan faktor produksi yang penting karena lahan merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani keseluruhannya (Suratiyah, 2008).


(29)

Di Kecamatan Gisting, kegiatan usahatani kubis dilakukan pada tipe lahan sawah dan lahan kering. Penggunaan lahan yang berbeda akan mendapatkan risiko yang juga berbeda. Hal ini dikarenakan kedua jenis lahan ini memiliki kesuburan tanah yang berbeda, sehingga produktivitas yang dihasilkan dari kegiatan usahatani kubis yang dilakukan juga berbeda. Hasil usahatani kubis pada kedua jenis lahan ini juga dipengaruhi berbagai kombinasi input yang digunakan selama proses produksi, seperti penggunaan benih, jumlah pupuk dan pestisida yang diaplikasikan serta tenaga kerja selama proses produksi berlangsung. Dengan kombinasi input yang serasi dan disesuaikan dengan keadaan lahan dalam proses produksinya, diharapkan petani akan

memperoleh produksi yang maksimal, sehingga pendapatan yang diterima petani juga maksimal.

Besarnya risiko yang diterima petani dengan penggunaan lahan yang berbeda perlu diketahui, karena risiko akan mempengaruhi hasil yang akan diterima oleh petani. Apabila biaya usahatani yang dikeluarkan, penerimaan dan pendapatan petani dapat diketahui, maka besarnya peluang risiko yang akan dihadapi petani untuk usahatani kubis pada kedua lahan juga akan dapat diperkirakan. Selanjutnya, risiko dan ketidakpastian yang akan dihadapi petani harus dapat diatasi agar kerugian dapat diminimalisasikan. Oleh karena itu, petani harus mengetahui seberapa besar risiko usahatani yang dihadapi dalam melakukan budidaya tanaman kubis baik pada lahan kering maupun pada lahan sawah tadah hujan.


(30)

Perbedaan lahan dalam budidaya tanaman kubis di Kecamatan Gisting akan memperoleh produksi dan hasil yang berbeda, sehingga perlu diketahui perbandingan pendapatan usahatani kubis pada kedua jenis lahan ini. Selain perbedaan pendapatan, perbedaan risiko pada kedua jenis lahan ini juga perlu diketahui, karena risiko yang dihadapi petani akan berbeda mengingat kedua lahan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dalam kegiatan budidaya kubis yang dilakukan juga akan berbeda. Dalam mengahadapi risiko, petani kubis dapat berperilaku berani, netral dan enggan terhadap risiko. Pada dasarnya tidak ada satu pun petani yang berani mengambil risiko tanpa mengharapkaan hasil yang lebih besar. Hal tersebut bergantung pada sikap dan perilaku individu yang juga dipengaruhi oleh keadaan

lingkungannya. Faktor-faktor sosial ekonomi seperti umur, pendidikan dan pengalaman usahatani serta faktor sosial lainnya dapat mempengaruhi perilaku petani dalam menghadapi risiko.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana perbandingan produktivitas dan pendapatan usahatani kubis pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus?

2) Bagaimana tingkat risiko usahatani kubis pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus? 3) Bagaimana perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe

lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus?


(31)

4) Bagaimana pengaruh risiko dan pendapatan usahatani serta faktor lainnya terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengkaji perbandingan produktivitas dan pendapatan usahatani kubis

pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

2) Mengkaji tingkat risiko usahatani kubis pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

3) Mengetahui perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

4) Mengkaji pengaruh risiko dan pendapatan usahatani serta faktor lainnya terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.


(32)

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1) Petani, sebagai bahan masukan dalam pengelolaan usahatani kubis dan perencanaan usahatani pada musim tanam selanjutnya.

2) Pemerintah dan instansi terkait sebagai bahan informasi dalam merumuskan kebijakan sebagai usaha peningkatan produksi dan pengembangan usahatani kubis.

3) Peneliti lainnya sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk peneliti sejenis.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Budidaya Tanaman Kubis

Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein dan karbohidrat. Salah satu komoditas hortikultura adalah kubis. Kubis segar mengandung banyak vitamin yaitu vitamin C, vitamin A, vitamin B1 serta mineral, kalsium, kalium, klor, fosfor, sodium, dan sulfur. Jenis sayuran ini tidak saja akrab menjadi hidangan sayuran orang Indonesia, tetapi juga oleh warga Cina Singapura, bahkan rata-rata konsumsinya mencapai 40 gram per hari atau tiga kali lebih tinggi daripada orang Amerika (Wibisono, 2011).

Kubis yang dibudidayakan di Indonesia ada dua jenis, yaitu Jenis semusim (annual type) dan jenis dwi musim (biennial type). Tanaman kubis

mampu tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah, namun demikian kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya bahan organik. Kubis menghendaki persyaratan tumbuh yang sesuai, terutama kesesuaian tanah tempat tumbuh dan iklim yang menunjang keasaman dan salinitas tanah. Kubis dapat tumbuh dengan baik di tanah dengan ph yang asam yakni antara 5,5-6,5 (Pracaya, 2005).


(34)

Kubis dapat ditanam dari benih atau stek. Benih atau stek dapat langsung ditanam di lapangan atau disemai terlebih dahulu. Umumnya petani melakukan penyemaian terlebih dahulu, untuk mempermudah perawatan. Menurut Pracaya (2005), penyemaian benih tanaman kubis juga dapat memperkecil risiko kematian bila dibandingkan dengan menanam benih langsung ke lahan.

Dalam penanaman tanaman kubis di lapang, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu jarak tanam, cara tanam dan saat tanam. Sebelum penanaman dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengolahan tanah yang merupakan tindakan pembalikan, pemotongan, penghancuran, dan perataan tanah. Menurut Siswanto, Sudarman, dan Kusumo (1995) pengolahan tanah bertujuan mengubah struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga sesuai untuk perkembangan akar tanaman, menstabilkan peredaran air, peredaran udara, dan suhu di dalam tanah.

Penyulaman, penyiraman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit merupakan kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kubis. Pupuk yang digunakan dalam budidaya tanaman kubis berupa pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk buatan berupa urea 100 kg, ZA 250 kg, SP-36 250 kg dan KCl 200 kg per hektar. Untuk tiap tanaman diperlukan urea sebanyak 4 gram, ZA 9 gram, SP-36 9 gram dan KCl 7 gram. Pengaplikasian pertama dilakukan sebelum

tanaman sebagai pupuk dasar yaitu pupuk organik 10 gram, setengah dosis pupuk N (Urea 2 gram, ZA 4,5 gram), pupuk SP-36 9 gram, dan KCl 7


(35)

gram). Sisa pupuk N (Urea 2 gram dan ZA 4,5 gram) diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu (Musriati, 2013). Pengendalian hama dan penyakit juga dapat dilakukan dengan pengaplikasian pestisida. Untuk pencegahan, penyemprotan dilakukan sebelum hama menyerang tanaman atau secara rutin 1-2 minggu sekali dengan dosis ringan. Untuk

penanggulangan, penyemprotan dilakukan sedini mungkin dengan dosis tepat, agar hama dapat segera ditanggulangi (Cahyono, 1995).

Risiko kegagalan panen tanaman kubis dapat terjadi akibat keadaan cuaca yang tidak menentu dan serangan hama penyakit tanaman (HPT).

Kerugian yang ditimbulkan oleh gangguan hama dan penyakit sangat besar nilainya sehingga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan panen. Hama yang sering menyerang tanaman kubis antara lain ; ulat tritip, ulat tanah, ulat grayak, ulat jengkal, kutu (aphids), jangkrik, dan siput. Penyakit pada tanaman kubis diantaranya : penyakit cendawan ( rebah batang, bercak hitam, akar bengkak), penyakit bakteri (busuk hitam, busuk lunak),

penyakit virus (cincin hitam), penyakit nematoda dan penyakit non-parasit. Untuk organisme pengganggu tanaman (OPT), pengendalian dapat secara mekanis, kimia, biologis dan pergiliran tanaman ( Pracaya, 2005).

Kegiatan terakhir dari budidaya tanaman kubis adalah pemanenan. Biasanya tanaman kubis dapat dipanen pada umur 3-4 bulan tetapi umur masak petik atau panen tanaman kubis ini tergantung pada varietasnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, kubis harus sudah dipaen apabila kropnya telah keras, daun berwarna hijau mengkilap, daun paling


(36)

luar sudah layu, dan besar krop kubis telah terlihat maksimal. Kubis merupakan tanaman sekali panen, sehingga periode panen sama dengan periode tanam (Cahyono, 1995).

Harga tanaman kubis sering mengalami fluktuasi yang tidak dapat diduga-duga. Harga kubis bisa mencapai Rp 3.000,00 per kg. Jika harga kubis sudah di bawah Rp 800,00 per kg maka bisa dipastikan petani kubis akan mengalami kerugian. Kerugian ini timbul karena mahalnya biaya produksi terutama menyangkut harga pupuk dan obat-obatan (Lenggogeni, 2013).

2. Usahatani Kubis Lahan Kering dan Lahan Sawah Tadah Hujan

Lahan atau tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani

keseluruhannya. Faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam

sekitarnya, yaitu sinar matahari, curah hujan, angin dan sebagainya. Tanah mempunyai sifat istimewa antara lain bukan merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak dan tidak dapat berpindah-pindah (Suratiyah, 2008).

Lahan pertanian menurut bentuk fisik dan ekosistemnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu lahan kering dan lahan basah. Istilah lahan kering yang digunakan masyarakat umum banyak mengarah kepada lahan kering dengan kebutuhan air tanaman yang tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap


(37)

Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi kedalam tiga jenis penggunaan lahan, yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan kering berbasis sayuran (dataran tinggi), dan pekarangan. Menurut penggunaannya, lahan kering dikelompokkan ke dalam sembilan jenis penggunaan, meliputi usaha tani lahan kering tegalan, kebun, padang rumput, tanah tidak diusahakan, tanah hutan rakyat dan perkebunan, dan usaha tani lainnya (pekarangan/bangunan, tanah rawa, tambak dan kolam/empang). Dari sembilan jenis penggunaan, ternyata rawa (yang tidak ditanami padi), tambak dan kolam juga digolongkan sebagai lahan kering (Minardi, 2009).

Lahan sawah tadah hujan merupakan salah satu jenis lahan basah dimana lahan ini memiliki sumber pengairan yang bergantung pada ada atau tidaknya curah hujan. Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah yang topografinya tinggi dan berada di lereng-lereng gunung atau bukit yang tidak memungkinkan dibuat saluran irigasi.

Sawah tadah hujan merupakan sumber daya fisik yang potensial untuk pengembangan pertanian. Tanah sawah tadah hujan memiliki kemampuan potensial menahan air hujan dan aliran permukaan yang hampir sama dengan tanah irigasi. Kendala utama pada lahan sawah tadah hujan adalah ketersediaan air yang sangat tergantung kepada curah hujan, sehingga lahan mengalami kekeringan pada musim kemarau (Aritonang, 2013).


(38)

Usahatani kubis dapat dilakukan pada kedua jenis lahan ini. Tetapi, penggunaan faktor produksi terutama penggunaan pupuk serta hasil yang diperoleh kedua lahan ini berbeda.

Pada lahan kering maupun lahan sawah tadah hujan budidaya tanaman kubis dilakukan dengan terlebih dahulu membuat persemaian benih tanaman kubis yakni dengan menggunakan bumbung atau koker. Saat ini, hampir semua petani kubis melakukan pesemaian terlebih dahulu sebelum benih kubis ditanam. Untuk kegiatan pengolahan lahan pada lahan kering dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan cangkul, sedangkan untuk lahan sawah tadah hujan pengolahan tanah dilakukan dengan bajak atau dicangkul.

Tanaman kubis memerlukan berbagai jenis pupuk kimia dalam

budidayanya. Pupuk kimia yang digunakan untuk budidaya tanaman kubis pada lahan kering yakni pupuk Urea, NPK, ZA dan SP-36. Pemberian pupuk ini dilakukan secara berkala yakni pada saat tanam dan sesudah tanam. Pada lahan kering, pupuk yang diaplikasikan dalam kegiatan budidaya kubis lebih sedikit dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk pada lahan sawah tadah hujan.

Pada lahan sawah tadah hujan, masalah ketersediaan fosfor (P) menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan hasil. Tanaman kubis memerlukan P lebih besar dibandingkan dengan komoditas lainnya. Minimnya

ketersediaan fosfor biasanya akan berdampak pada fase awal pertumbuhan tanaman yaitu akar-akar tanaman kurang berkembang. Ketersediaan fosfor


(39)

dan unsur hara lainnya yang kurang dikarenakan lahan sawah yang terus menerus digunakan untuk kegiatan budidaya tanaman. Oleh karena itu, budidaya tanaman kubis pada lahan sawah tadah hujan biasanya

menggunakan jenis pupuk NPK/Phonska, ZA dan pupuk kandang dalam jumlah yang lebih besar.

Hasil panen tanaman kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan juga berbeda. Tanaman kubis pada lahan sawah tadah hujan lebih

berbobot dibandingkan dengan tanaman kubis pada lahan kering. Pada lahan kering, tanaman kubis mempunyai daun yang besar, tetapi

pembentukan krop kurang sempurna. Selain itu, besar tanaman yang satu dengan tanaman yang lain biasanya tidak seragam, hal ini dikarenakan kurangnya sinar matahari yang sampai ke tanaman kubis akibat terhalang oleh pepohonan yang tumbuh disekitar lahan.

Pada lahan sawah tadah hujan, hasil panen tanaman kubis biasanya

memiliki pembentukan krop yang sempurna, sehingga tanaman kubis yang dihasilkan lebih berbobot. Pertumbuhan tanaman kubis yang satu dengan yang lain juga seragam, karena lahan sawah tadah hujan biasanya

merupakan hamparan sawah tanpa ada pepohonan yang menaungi, sehingga sinar matahari bisa langsung sampai ke tanaman.


(40)

3. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga meberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2008).

Lebih lanjut Firdaus (2009) menyatakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi tersebut

ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolaanya.

Usahatani dapat dikelompokkan berdasarkan corak dan sifat, organisasi, pola serta tipe usahatani. Berdasarkan corak dan sifatnya, usahatani dapat dilihat sebagai usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani komersial merupakan usahatani yang menggunakan keseluruhan hasil panennya secara komersial dan telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk, sedangkan usahatani subsisten hanya memanfaatkan hasil panen dari kegiatan usahataninya untuk memenuhi kebutuhan petani atau keluarganya sendiri.


(41)

Usahatani berdasarkan organisasinya, dibagi menjadi tiga yaitu usaha individual, usaha kolektif dan usaha kooperatif.

a) Usaha individual

Usaha individual merupakan kegiatan usahatani yang seluruh proses usahataninya dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah hingga pemasaran, sehingga faktor produksi (lahan, jenis benih, pupuk, pestisida, dan sebagainya) yang digunakan dalam kegiatan usahatani dapat ditentukan sendiri dan dimiliki secara perorangan (individu).

b) Usaha kolektif

Usaha kolektif merupakan kegiatan usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. c) Usaha koorperatif

Usahatani kooperatif ialah usahatani yang tiap proses produksinya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil dan pembuatan saluran.

Berdasarkan polanya, usahatani terdiri dari tiga macam pola, yaitu pola khusus, tidak khusus, dan campuran. Pola usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani; pola usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama tetapi tetapi dengan batas yang tegas; sedangkan pola


(42)

usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas.

Tipe usahatani atau usaha pertanian merupakan pengelompokkan usahatani berdasarkan jenis komoditas pertanian yang diusahakan,

misalnya usahatani tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, perikanan, peternakan, dan kehutanan (Suratiyah, 2008).

4. Pendapatan Usahatani

Tujuan seorang petani melakukan kegiatan usahatani adalah untuk memperoleh pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Berhasilnya kegiatan usahatani dapat diketahui dari besarnya pendapatan yang diperoleh. Usaha untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan meningkatkan produksi. Memperoleh produksi yang maksimum dari usahatani, diperlukan usaha dalam memadu faktor-fakor produksi dengan keterampilan manajemen tertentu. Besar kecilnya pendapatan yang diterima petani dipengaruhi oleh tingkat kecakapan petani mengelola usahataninya dari sumber produksi yang tersedia (Ibramsyah, 2006).

Soekartawi, dkk (1986) menjelaskan bahwa pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam produksi. Pendapatan bersih


(43)

usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.

Menurut Hernanto (1994), pendapatan adalah penerimaan dari suatu hasil usaha yang telah dikurangi dengan biaya-biaya selama proses produksi. Pendapatan merupakan suatu bentuk imbalan untuk jasa pengelolaan (petani) yang menggunakan input dalam kegiatan usahatani yang meliputi lahan, tenaga kerja, dan modal yang dimiliki.

Menurut Suratiyah (2008), biaya dan pendapatan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal eksternal dan faktor manajemen. Faktor internal maupun eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan. Faktor internal meliputi umur petani, tingkat pendidikan dan pengetahuan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Faktor eksternal terdiri dari input yang meliputi ketersediaan dan harga, serta

output yang meliputi permintaan dan harga. Faktor manajemen berkaitan dengan bagaimana seorang petani sebagai manajer dalam kegiatan

usahataninya, mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang maksimal.

Biaya adalah semua nilai dari korbanan ekonomis yang digunakan untuk kegiatan usahatani. Nilainya dinyatakan dengan uang, semua yang telah dikeluarkan dalam pengelolaan usahatani misalnya bibit, pestisida, dan pengeluaran lainnya yang merupakan biaya usahatani. Biaya tetap adalah


(44)

biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dan besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang besarnya sangat dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan (Soekartawi, 1993). Secara matematis rumus pendapatan yaitu :

π = Y. Py –ΣXi.Pxi – BTT Keterangan :

π = pendapatan (Rp) Y = hasil produksi (Kg) Py = harga hasil produksi (Rp) Xi = faktor produksi

Pxi = harga faktor produksi (Rp) BTT = biaya tetap total (Rp)

Pendapatan juga dapat dihitung menggunakan rumus (Soekartawi, 1995) :

= TR-TC Keterangan :

π = keuntungan/pendapatan

TR = total revenue (total penerimaan) TC = total cost (total biaya)

5. Risiko Usahatani

Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani selalu dihadapkan dengan situasi risiko dan ketidakpastian dimana besar kecilnya risiko yang dialami seorang petani tergantung pada keberanian untuk mengambil suatu

keputusan. Dalam usahatani risiko sulit untuk diduga karena faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usahatani sebagian besar belum dikuasai


(45)

secara sempurna oleh manusia, misalnya faktor iklim dan perubahannya (Rodjak, 2002).

Kegiatan pada sektor pertanian yang menyangkut proses produksi selalu dihadapkan dengan situasi risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Pada risiko peluang terjadinya kemungkinan merugi dapat diketahui terlebih dahulu, sedangkan ketidakpastian merupakan sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya karena peluang terjadinya merugi belum diketahui. Sumber ketidakpastian yang penting di sektor pertanian adalah fluktuasi hasil pertanian dan fluktuasi harga. Ketidakpastian hasil

pertanian disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, hama dan penyakit serta kekeringan. Jadi produksi menjadi gagal dan berpengaruh terhadap keputusan petani untuk berusahatani berikutnya (Soekartawi, Rusmadi, dan Damaijati, 1993).

Darmawi (2004) mendefinisikan risiko menjadi beberapa arti, yaitu risiko sebagai kemungkinan merugi, risiko yang merupakan ketidakpastian, risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan dan risiko sebagai probabilitas sesuatu hasil berbeda dari hasil yang

diharapkan. Ketidakpastian merupakan suatu kejadian dimana hasil dan peluangnya tidak bisa ditentukan. Ketidakpastian merupakan diskripsi karakter dan lingkungan ekonomi yang dihadapi oleh petani, dimana lingkungan tersebut mengandung beragam ketidakpastian yang direspon oleh petani berdasarkan kepercayaan subyektif petani (Ellis dalam Ningsih 2010).


(46)

Berdasarkan definisi di atas, risiko dapat diartikan sebagai penyimpangan dari hasil yang diperoleh dengan hasil yang diharapkan. Pada risiko probabilitas dan hasil akhir dapat diketahui, sedangkan ketidakpastian probabilitas dan hasil akhirnya tidak bisa ditentukan.

Secara statistik, pengukuran risiko dilakukan dengan menggunakan ukuran ragam (variance) atau simpangan baku (standard deviation). Pengukuran dengan ragam dan simpangan baku menjelaskan risiko dalam arti kemungkinan penyimpangan pengamatan sebenarnya di sekitar nilai rata-rata yang diharapkan. Besarnya keuntungan yang diharapkan (E) menggambarkan jumlah rata-rata keuntungan yang diperoleh petani, sedangkan simpangan baku (V) merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau merupakan risiko yang ditanggung petani. Selain itu penentuan batas bawah sangat penting dalam pengambilan keputusan petani untuk mengetahui jumlah hasil terbawah di bawah tingkat hasil yang diharapkan. Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh petani (Kadarsan, 1995).

Kegiatan budidaya tanaman sayuran biasanya dilakukan secara terus menerus. Tanaman sayuran dapat ditanam sebanyak 3 kali dalam setahun, artinya dalam setahun musim tanam tanaman sayuran adalah sebanyak 3 kali musim tanam. Tetapi ada pula beberapa jenis tanaman sayuran yang dalam satu tahun mempunyai 2 kali musim tanam. Kegiatan usahatani yang dilakukan pada musim-musim tertentu memiliki risiko yang berbeda.


(47)

Indikasi adanya risiko ditunjukkan oleh fluktuasi produksi maupun harga yang akhirnya menyebabkan fluktuasi pendapatan usahatani. Fariyanti dkk (2007) menyatakan bahwa risiko produksi pada periode atau musim tertentu dipengaruhi oleh risiko produksi musim sebelumnya. Semakin tinggi risiko produksi musim sebelumnya maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya.

6. Perilaku Petani terhadap Risiko

Menurut Debertin (1986) dalam Soekartawi dkk (1993), salah satu permasalahan dalam mengahadapi risiko dan ketidakpastian adalah

beragamnya sikap dan perilaku individu untuk mengambil keputusan yang berisiko tersebut. Pada umumnya tidak ada satu pun individu yang berani mengambil risiko tanpa adanya harapan untuk memperoleh hasil yang besar. Setiap individu memiliki keputusan yang berbeda dalam mengahadapi risiko dan ketidakpastian.

Keputusan untuk mengalokasikan input dalam kegiatan usahatani sangat dipengaruhi oleh perilaku petani terhadap risiko yang harus dihadapi. Hal tersebut bergantung pada sikap dan perilaku individu serta keadaan

lingkungannya. Menurut Kadarsan (1995) sikap petani terhadap risiko terdiri atas tiga jenis yaitu : (1) petani yang menghindari risiko (risk averse), (2) petani yang netral terhadap risiko (risk neutral), dan (3) petani yang menyukai risiko (risk prefer).


(48)

Menurut Neumann dan Morgenstern dalam Soekartawi dkk (1993), utilitas merupakan deskripsi perilaku seseorang yang berhubungan dengan pilihan kegiatan dari beberapa alternatif kesempatan. Perilaku ini dapat digambarkan dengan fungsi utilitas berdasarkan skala yang bersifat arbitraris dari beberapa observasi. Kurva fungsi utilitas akan memperlihatkan nilai relatif yang diberikan oleh seseorang menurut tingkat pendapatan. Karena itu tindakan pilihan ini dapat digambarkan dalam fungsi utilitas. Bentuk fungsi utilitas ada tiga macam, secara grafis digambarkan seperti Gambar 3 dimana:

a) Fungsi utilitas untuk risk averter atau enggan terhadap risiko, dengan pertambahan yang semakin menurun dengan semakin besarnya pendapatan.

b) Fungsi utilitas untuk risk neural atau netral terhadap risiko mempunyai kemiringan yang konstan.

c) Fungsi utilitas untuk risk prefer atau berani terhadap risiko, akan

bertambah dengan pertambahan yang semakin meningkat dengan makin bertambahnya pendapatan.


(49)

Gambar 3. Bentuk fungsi utilitas

Menurut Ellis (1988) dalam Ningsih (2010), beberapa persoalan utama yang banyak menjadi topik perhatian penelitian dimana di dalamnya mencakup aspek perilaku petani terhadap risiko dan menyangkut mata pencaharian atau sumber pendapatan yang diperoleh petani kecil dan keluarganya antara lain :

a) Petani kecil pada umumnya bersifat risk averse. Sifat ini diindikasikan mengakibatkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pada tingkat petani.

Utility

Income

Utility

Income

Utility

Income

(a) Risk averter (b) Risk neutral


(50)

b) Petani kecil dengan sifat risk averse akan menyebabkan pola tanam atau pola pengelolaan usahatani akan lebih ditujukan pada kecukupan

kebutuhan pangan keluarga, dibandingkan dengan usaha memaksimalkan hasil ataupun memaksimalkan keuntungan.

c) Petani kecil yang bersifat risk averse akan lebih terhambat dalam proses adopsi terhadap inovasi yang mampu meningkatkan hasil dan juga pendapatan petani. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep risiko terhadap ketidakmampuan atau keterbatasan informasi. Petani merasa tidak percaya dan ragu-ragu terhadap suatu inovasi, karena adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan inovasi tersebut.

d) Sifat risk averse petani akan menurun atau berkurang sejalan dengan peningkatan atau kesejahteraan. Kesejahteraan yang lebih tinggi yang dicapai petani akan berpengaruh pada kemampuan petani dalam menutup kerugian yang mungkin disebabkan karena pengambilan keputusan yang berisiko, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pedapatan petani, diharapkan akan lebih efisien dalam

pengelolaan usahataninya, sehingga lebih mempunyai keinginan untuk melakukan suatu inovasi baru.


(51)

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani terhadap Risiko

Perilaku petani terhadap risiko akan mempengaruhi usahatani yang akan dilakukan petani tersebut untuk musim tanam selanjutnya. Faktor-faktor sosial ekonomi seperti umur petani, pendidikan petani, pengalaman berusahatani, dan faktor sosial lainnya dapat mempengaruhi perilaku petani dalam menghadapi risiko.

Pada kasus agribisnis kedelai di Jombang, untuk menguji variabel apa saja yang mempengaruhi keengganan petani terhadap risiko, dipilih beberapa variabel sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko. Variabel ini adalah luas lahan, umur petani, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan petani, pengalaman berusahatani, dan status lahan garapan petani (milik sendiri dan sewa sebagai variabel dummy) (Soekartawi dkk, 1993).

Ketujuh variabel tersebut juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mardliyah (2013). Penelitian yang dilakukan mengenai analisis efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko usahatani cabai merah di Kabupaten Tanggamus. Mayoritas petani cabai berperilaku netral terhadap risiko yaitu 65,85 persen untuk petani cabai yang menggunakan plastik mulsa dan 72,98 persen untuk petani yang tidak menggunakan plastik mulsa. Dari tujuh variabel yang diduga

mempengaruhi perilaku petani yang netral terhadap risiko diperoleh tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku petani, yaitu tingkat


(52)

pendidikan formal, pengalaman usahatani, dan luas lahan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko.

Penelitian yang dilakukan Heriani (2013) mengenai analisis keuntungan dan risiko usahatani tomat di Kecamatan Sumberejo Kabupaten

Tanggamus mempunyai beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko yaitu luas lahan, umur petani, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan petani, pengalaman berusahatani, pendapatan usahatani dan status lahan garapan petani (milik sendiri dan sewa sebagai variabel dummy). Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa petani cenderung berperilaku berani terhadap risiko dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko adalah jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendidikan.

Dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan peneliti sebelumnya, dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang diduga mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko antara lain risiko usahatani itu sendiri, pendapatan usahatani, luas lahan, umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, dan jenis lahan yang diusahakan petani. Pada penelitian ini, terdapat dua jenis lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani kubis yaitu lahan kering dan lahan sawah tadah hujan. Jenis lahan merupakan dummy variabel, dimana D1 untuk jenis lahan


(53)

8. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Kajian penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan referensi bagi penelitian untuk menjadi pembanding dengan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya, untuk mempermudah dalam pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan dalam pengolahan data.

Penelitian ini mengkaji tentang perbandingan pendapatan usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan dan juga risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan. Selain itu,

penelitian ini mengkaji tentang perilaku petani terhadap risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pemilihan penelitian terdahulu untuk dikaji sebagai bahan referensi didasarkan dari tujuan dan metode analisis yang serupa. Kajian penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6.


(54)

Tabel 6. Penelitian terdahulu

No Peneliti (Tahun) Judul Metode Analisis Hasil penelitian

1 Apriyani dan Unteawati (2010)

Perilaku Petani Dalam Menghadapi Risiko Usahatani Jagung di Kabupaten Lampung Selatan

1) Analisis teori persepsi (penentuan selang interval pada setiap kelas) 2) Fungsi produksi frontier

Sebagian besar petani di Kabupaten Lampung Selatan berperilaku netral terhadap risiko dengan persentase sebesar 88 persen, sedangkan sebesar 12 persen petani berperilaku berani terhadap

risiko.

2 Fariyanti dkk (2007)

Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga di Kecamatan Pangalengan

Kabupaten Bandung

Model GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedascity)

Risiko produksi tanaman kentang dan kubis pada periode atau musim tertentu dipengaruhi oleh risiko produksi musim sebelumnya. Semakin tinggi risiko produksi musim sebelumnya maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya.

3 Hasan (2010) Analisis Usahatani Sayuran di Nagari Air Dingin Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok

Analisis pendapatan dan R/C Usahatani kubis pada lahan sawah dengan skala usaha 1 hektar menguntungkan bagi petani, dimana keuntungan usahatani kubis sebesar Rp 2.635.500 dengan nilai R/C 1,39.


(55)

4 Heriani (2013) Analisis

Keuntungan5dan Risiko Usahatani Tomat di Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus

1) Analisis Pendapatan dan R/C 2) Teori Bernoulli atau Teori Utilitas

Harapan

3) Analisis regresi binary logit (model logit)

1) Usahatani tomat memberikan keuntungan Rp. 8.091.727,20 ha per musim tanam dengan nilai R/C 3,03.

2) Peluang risiko keuntungan yang ditunjukkan oleh nilai koefisien variasi sebesar 0,86 dan petani cenderung berperilaku berani terhadap risiko dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko adalah jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendidikan.

5 Lamusa (2010) Risiko Usahatani Padi Sawah Rumah Tangga di Daerah Impenso

Provinsi Sulawesi Tengah

Analisis koefisien variasi (CV) Usahatani padi sawah di daerah impenso lebih besar dibandingkan pada daerah bukan

impenso dengan nilai koefisien variasi sebesar 33 untuk daerah impenso dan 19 untuk daerah bukan impenso.

6 Mardliyah (2013) Analisis Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani terhadap Risiko Usahatani Cabai Merah di Kabupaten

Tanggamus

1) Fungsi produksi frontier 2) Analisis pendapatan dan R/C 3) Analisis koefisien variasi (CV) 4) Model fungsi utilitas kuadratik 5) Analisis regresi ordinal logit (model

logit)

1) Usahatani dengan menggunaan plastik mulsa lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani cabai tanpa menggunakan plastik mulsa. 2) Sebagian besar petani berperilaku netral

terhadap risiko yaitu 65,85% untuk petani cabai yang menggunakan plastik mulsa dan 72,98% untuk petani yang tidak menggunakan plastik mulsa, dimana tingkat pendidikan formal,


(56)

pengalaman usahatani dan luas lahan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko.

7 Maryam (2008) Studi Banding Risiko Ekonomi Usahatani Pepaya Varietas Thailand dan Hawaii

Analisis E-V (harapan-varians) yang dihitung dengan membandingkan:

1) Q, P, dan TR

2) Qi (Q, P, dan TR yang diharapkan) 3) Simpangan baku (V), koefisien

variasi (CV) dan batas bawah (L) 4) Koefisien korelasi (r)

Risiko produksi usahatani pepaya varietas Thailand lebih tinggi daripada varietas Hawai yang ditunjukkan oleh nilai varians dan simpangan baku sebesar 4.914.862,74 dan 6.650,85 untuk varietas Thailand, sedangkan untuk varietas Hawai sebesar 28.162,13 dan 167,82.

8 Muzdalifah (2012) Pendapatan dan Risiko Pendapatan Usahatani Padi Daerah Irigasi dan Non Irigasi di

Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

1) Analisis regresi linear berganda dengan OLS

2) Analisis koefisien variasi (CV)

Risiko pendapatan lahan sawah non irigasi lebih besar dari pada lahan sawah irigasi, yang ditunjukkan oleh koefisien variasi yang tinggi. Nilai koefisien variasi yang tinggi menunjukkan risiko usahatani padi lahan non irigasi yang lebih besar dari sawah irigasi.

9 Sari (2013) Analisis Efisiensi Usahatani Kubis

(Brassica oleracea) di

Desa Sukomakmur Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang

1) Analisis pendapatan dan R/C 2) Analisis fungsi produksi

(Cobb-Douglas)

3) Analisis efisiensi

Usahatani kubis memberikan keuntungan sebesar Rp 6.270.895,25 per musim tanam. R/C ratio sebesar 2,16 sehingga usahatani kubis layak diusahakan


(57)

B. Kerangka Pemikiran

Usahatani kubis merupakan kegiatan dimana petani kubis melakukan alokasi sumberdaya pada lahan budidayanya secara efektif dan efisien untuk

medapatkan hasil yang maksimal sehingga menghasilkan output (keluaran) yang melebihi input (masukan).

Petani kubis sebagai produsen merupakan bagian terpenting dalam proses produksi karena dalam kegiatan usahatani kubis, petani bertindak sebagai manajer yang berwewenang mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang maksimal.

Keuntungan dari usahatani kubis ditentukan oleh besarnya input-input atau biaya produksi yang dikeluarkan dan besarnya penerimaan yang akan diterima oleh petani. Dalam budidayanya, kegiatan usahatani kubis dapat dilakukan pada jenis lahan yang berbeda yaitu pada tipe lahan tadah hujan dan lahan kering. Lahan tadah hujan berupa sawah tanpa irigasi (lahan sawah), sedangkan lahan kering yaitu berupa ladang (bukan sawah). Penggunaan lahan yang berbeda tentu akan mempengaruhi kebutuhan akan faktor produksi yang lain dan kegiatan budidaya yang dilakukan dalam usahatani kubis. Hal ini tentu akan mempengaruhi biaya dan penerimaan yang diperoleh petani, sehingga pendapatan yang diperoleh juga akan berbeda.


(58)

Faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi tanaman kubis adalah luas lahan, benih, pupuk-pupuk ( NPK, TSP, KCl), pupuk kandang, pestisida, dan tenaga kerja. Luas lahan usahatani sebagai faktor produksi utama

menentukan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga petani. Luas lahan diduga berpengaruh positif terhadap produksi tanaman kubis.

Faktor produksi benih merupakan faktor produksi yang dirasa penting dalam budidaya kubis, karena semakin tinggi kualitas benih yang dibudidayakan dalam usahatani kubis, akan memungkinkan untuk diperoleh produksi kubis dengan kualitas yang baik. Dalam pembudidayaannya, usahatani kubis tidak terlepas dari penggunaan berbagai jenis pupuk dan pestisida. Pemupukan tanaman bertujuan untuk menyediakan unsur hara yang kurang atau sebagai pengganti unsur hara yang diserap oleh akar tanaman, sedangkan penggunaan pestisida dapat menurunkan organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman kubis. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kubis dapat berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Curahan tenaga kerja diduga akan berpengaruh terhadap produksi tanaman kubis.

Dengan berbagai input yang diberikan dalam kegiatan usahatani, diharapkan akan memperoleh output yang maksimal. Output yaitu berupa produksi tanaman kubis. Selain berbagai macam jenis input, kemampuan lahan untuk menghasilkan produksi tanaman juga berbeda-beda, sehingga perlu diketahui kemampuan kedua jenis lahan dalam menghasilkan produksi tanaman kubis per hektar.


(59)

Produksi tanaman kubis dikalikan dengan harga tanaman kubis akan memperoleh penerimaan. Penerimaan petani bergantung pada besarnya produksi dan harga jual tanaman kubis. Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan petani selama kegiatan usahatani dalam satu kali musim tanam. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi.

Produktivitas dan pendapatan petani pada kedua jenis lahan untuk kegiatan budidaya tanaman kubis akan berbeda, mengingat kedua jenis lahan ini mempunyai karakteristik yang juga berbeda. Penelitian yang dilakukan Hamid (2009) mengenai pengaruh varietas dan pemulsaan terhadap produksi dan pendapatan cabai merah pada lahan kering dan lahan basah di Kecamatan Bontoala menunjukkan bahwa produksi dan pendapatan cabai merah pada lahan basah lebih besar dibandingkan pada lahan kering. Lebih lanjut Mujiburrahmad (2011) menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang

diperoleh oleh petani akan berbanding lurus dengan produktivitasnya, dimana semakin tinggi produktivitas suatu lahan maka semakin besar pendapatan yang mungkin diperoleh petani.

Petani sering dihadapkan pada masalah ketidakpastian terhadap besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh karena terbatasnya penguasaan petani terhadap iklim dan pasar. Ketidakpastian ini menimbulkan adanya risiko yang berupa risiko produksi dan harga sehingga akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani. Seperti halnya pendapatan, risiko yang petani hadapi pada kegiatan budidaya tanaman kubis pada lahan kering dan


(60)

lahan sawah tadah hujan akan berbeda. Kadarsan (1995) menyatakan bahwa semakin tinggi peluang pendapatan yang diterima maka semakin besar risiko yang akan dihadapi petani.

Dalam menghadapi risiko yang ada, petani akan berperilaku berani terhadap risiko (risk prefer), netral terhadap risiko (risk neutral) dan enggan terhadap risiko (risk averse). Perilaku petani terhadap risiko diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas lahan, umur petani, tingkat pendidikan,

pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan petani, risiko usahatani, dan jenis lahan (dummy).

Penelitian yang dilakukan Mardliyah (2013) mengenai analisis efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko usahatani cabai merah di Kabupaten Tanggamus memperoleh kesimpulkan bahwa beberapa variabel yang berpengaruh nyata dan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko yaitu tingkat pendidikan formal, pengalaman usahatani, dan luas lahan.

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan petani akan mempengaruhi pola pikir dan pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh petani mengenai kegiatan usahatani yang dilakukan. Tingkat pendidikan berpengaruh positif artinya bahwa semakin tinggi atau lama petani dalam mengenyam

pendidikan, maka petani akan lebih berani terhadap risiko yang ada, begitu juga dengan pengalaman usahatani. Lamanya petani dalam kegiatan usahatani akan membuat petani lebih mengerti tentang kegiatan usahatani yang dilakukannya.


(61)

Selain itu, luas lahan garapan yang dimiliki petani juga diduga berpengaruh positif yang berati bahwa semakin luas lahan yang dimiliki petani maka petani akan lebih berani dalam menghadapi risiko. Lahan yang lebih luas akan membutuhkan biaya produksi yang lebih besar, tetapi hasil yang diperoleh juga semakin besar.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini variabel-variabel tersebut juga diduga akan mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko. Selain ketiga variabel tersebut, besarnya nilai risiko yang dihadapi petani juga diduga akan mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko. Alur kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 4.

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan yang ada, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

1) Diduga produktivitas dan pendapatan usahatani kubis pada lahan sawah tadah hujan lebih besar daripada produktivitas dan pendapatan usahatani pada lahan kering.

2) Diduga tingkat risiko usahatani kubis pada lahan sawah tadah hujan lebih besar daripada risiko usahatani kubis pada lahan kering.

3) Diduga tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, luas lahan, dan risiko berpengaruh positif terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis sedangkan umur, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, dan jenis lahan berpengaruh negatif terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis.


(62)

Gambar 4. Alur kerangka pikir analisis pendapatan dan risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

Pengembangan Usahatani Kubis Produksi Penerimaan Usahatani Pendapatan Biaya Produksi Harga Faktor Produksi Harga Kubis Risiko Perilaku petani terhadap risiko (berani, netral, enggan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko: - Umur petani

- Luas lahan - Pendidikan - Pengalaman

- Tanggungan keluarga - Jenis lahan (dummy)

Faktor Produksi - Luas lahan - Benih

- Pupuk kimia (Urea, NPK, KCl, SP)

- Pupuk organik (Pupuk kandang)

- Pestisida - Tenaga kerja

Lahan Kering Lahan Sawah Tadah Hujan


(63)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian, mencakup :

Usahatani kubis merupakan kegiatan menanam dan mengelola tanaman kubis untuk menghasilkan produksi, sebagai sumber utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

Lahan kering merupakan lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan

usahatani kubis dimana penggunaan air terbatas karena ketersediaan air hanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan kering dalam penelitian ini

merupakan lahan kering berbasis sayuran (dataran tinggi) yaitu berupa ladang.

Lahan sawah tadah hujan adalah salah satu jenis lahan basah tanpa saluran irigasi dan penggunaan air hanya bergantung pada ada atau tidaknya curah hujan.


(64)

Pendapatan adalah penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Luas lahan adalah tempat yang digunakan petani untuk melakukan usahatani kubis pada satu kali musim tanam diukur dalam satuan hektar (ha).

Jumlah benih merupakan banyaknya benih yang digunakan dalam kegiatan budidaya kubis pada satu kali musim tanam diukur dalam satuan gram.

Jumlah pupuk organik yaitu banyaknya pupuk kandang berupa kotoran ternak, yang digunakan oleh petani pada proses produksi dalam satu kali musim tanam. Jumlah pupuk kandang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah pupuk kimia yaitu banyaknya unsur hara buatan yang digunakan dalam proses produksi yakni satu kali musim tanam, terdiri dari pupuk urea, NPK, dan KCl. Satuan yang digunakan adalah kilogram (kg).

Jumlah pestisida yaitu banyaknya masukan obat-obatan untuk memberantas hama dan penyakit yang digunakan dalam proses produksi per musim. Pada penelitian ini banyaknya pestisida yang digunakan diukur dari biaya yang dikeluarkan yang dihitung dalam satuan rupiah (Rp).

Jumlah tenaga kerja merupakan banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi sampai tenaga kerja panen untuk usahatani kubis dalam satu kali musim tanam. Tenaga kerja yang dicurahkan diukur dalam satuan HKP dengan pertimbangan bahwa upah tenaga kerja pria dan wanita


(1)

b) Simpangan baku (V)

Group Statistics

Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Vpendapatan lahan kering 44 1.89883E7 2.488980E7 3.752279E6

lahan sawah 31 2.74210E7 1.183976E7 2.126484E6

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Vpendapatan Equal variances assumed .342 .560 -1.750 73 .084 -8.432760E6 4.820003E6 -1.803901E7 1.173492E6

Equal variances not

assumed -1.955 65.388 .055

-8.432760E6

4.312949E6 -1.704534E7 1.798238E5

c) Koefisien Variasi (CV)

Group Statistics

Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

CVpendapatan lahan kering 44 1.11311 .406045 .061214


(2)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

CVpendapatan Equal variances assumed 4.227 .043 2.181 73 .032 .175630 .080520 .015154 .336106

Equal variances not assumed 2.395 69.673 .190 .175630 .073345 .029336 .321924

d) Batas bawah (L)

Group Statistics

Lahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Lpendapatan lahan kering 44 -2.09145E7 3.899050E7 5.878039E6

lahan sawah 31 -2.39627E7 1.263373E7 2.269084E6

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Lpendapatan Equal variances assumed .521 .473 .419 73 .676 3.048207E6 7.269510E6 -1.143991E7 1.753632E7


(3)

Lampiran 35. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani

terhadap risiko.

Dependent Variable: PERILAKU

Method: ML - Binary Logit (Quadratic hill climbing) Date: 05/12/14 Time: 03:24

Sample: 1 75

Included observations: 75

Convergence achieved after 13 iterations

Covariance matrix computed using second derivatives

Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

C 2.061644 3.683941 0.559630 0.5757

RISIKO 0.074680 0.333792 0.223733 0.8230

PENDAPATAN -4.370700 1.520700 -2.869899 0.0041

LUASLAHAN 1.084473 5.977105 1.814379 0.0696

UMUR -0.147271 0.089494 -1.645597 0.0998

PENDIDIKAN 0.071106 0.152138 0.467377 0.6402

PENGALAMAN 0.131310 0.086174 1.523780 0.1276

TANGGUNGAN 0.847839 0.495517 1.711018 0.0871

JENISLAHAN 2.014673 1.123560 1.793115 0.0730

Mean dependent var 0.706667 S.D. dependent var 0.458356

S.E. of regression 0.320008 Akaike info criterion 0.901977

Sum squared resid 6.758718 Schwarz criterion 1.180076

Log likelihood -24.82415 Hannan-Quinn criter. 1.013019

Restr. log likelihood -45.38320 Avg. log likelihood -0.330989

LR statistic (8 df) 41.11811 McFadden R-squared 0.453010

Probability(LR stat) 0.000198

Obs with Dep=0 22 Total obs 75


(4)

Lampiran 36. Nilai odds rasio

Variabel

Koefisien (

β)

Odds Rasio (e

β

)

C

2.061644

7.85888

Risiko

0.074680

1.07754

Pendapatan

-4.370700

0.01264

Luaslahan

1.084473

2.95788

Umur

-0.147271

0.86306

Pendidikan

0.071106

1.07370

Pengalaman

0.131310

1.14032

Tanggungan

0.847839

2.33460

Jenislahan

2.014673

7.49828

Keterangan :


(5)

Lampiran 37. Gambar Usahatani Kubis pada Lahan Kering dan Lahan Sawah

tadah Hujan

(a) Usahatani kubis pada lahan kering


(6)

208

Lampiran 37. Lanjutan

(d) Usahatani kubis pada lahan sawah tadah hujan