Model Simulasi Pengusahaan Hutan Pinus Di Kph Bondowoso Perum Perhutani Divisi Regional Jawatimur

MODEL SIMULASI PENGUSAHAAN HUTAN PINUS DI KPH
BONDOWOSO PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL
JAWA TIMUR

MIFTAHOL WAHYUNI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Simulasi
Pengusahaan Hutan Pinus di KPH Bondowoso Perum Perhutani Divisi Regional
Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Miftahol Wahyuni
NIM E14110007

ABSTRAK
MIFTAHOL WAHYUNI. Model Simulasi Pengusahaan Hutan Pinus di KPH
Bondowoso Perum Perhutani Divisi Regional JawaTimur. Dibimbing oleh HERRY
PURNOMO.
Pinus merupakan salah satu tanaman kehutanan yang dapat dimanfaatkan
tidak hanya hasil hutan kayu, tetapi juga hasil hutan bukan kayu. KPH Bondowoso
merupakan perusahaan negara yang memanfaatkan hutan pinus sebagai salah satu
sumber pendapatan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model
dinamika pengusahaan hutan pinus di KPH Bondowoso ditinjau dari aspek
ekonomi. Metode pengembangan model yang digunakan adalah pendekatan sistem
menggunakan Stella 9.02. Model pendekatan system ini dapat menjelaskan
dinamika keuntungan pengusahaan yaitu pada daur 30 tahun dengan penebangan
pada KU IV, V dan VI, daur 50 tahun tanpa penebangan pada KU IV, V dan VI dan
daur 70 tahun tanpa penebangan pada KU IV, V dan VI. Skenario terbaik yaitu pada

daur 30 tahun dengan penebangan pada KU IV, V dan VI. Skenario ini memiliki
NPV sebesar Rp1 430 231 459/ha. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membatu
perusahaan untuk meningkatkan pendapatan. Penelitian ini dapat dijadikan dasar
dalam pengelolaan hutan pinus secara lestari.
Kata kunci: analisis keuntungan, dinamika sistem, hasil hutan kayu, hasil hutan
bukan kayu, hutan pinus

ABSTRACT
MIFTAHOL WAHYUNI. Model Simulation of Pine Forest Cultivation at KPH
BondowosoPerumPerhutani East Java Regional Divisions. Supervised by HERRY
PURNOMO.
Pine is a kind of forest tree that could be utilized not only for timber forest
products but also for its non-timber forest products. KPH Bondowoso is a state
company which used pine forest as one of their revenue sources. This research
aimed to create a model dynamics of pine forest cultivation at KPH Bondowoso,
reviewed from economic aspect. Model development method that used was system
dynamic approach using stella 9.02. This method could explain profit of cultivation
in 30 years rotation with logging at KU IV, V and VI, 50 years rotation without
logging at KU IV, V and VI and 70 years rotation without logging at KU IV, V and
VI. The best scenario was 30 years rotation with logging at KU IV, V and VI. This

scenario had Rp Rp1 430 231 459/ha of NPV. The result of this research is expected
to help the company to increase revenue. This research could be used for sustainable
pine forest management, efforts.
Keywords: profit analysis, system dynamics, timber products, non timber products,
pine forest

MODEL SIMULASI PENGUSAHAAN HUTAN PINUS DI KPH
BONDOWOSO PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL
JAWA TIMUR

MIFTAHOL WAHYUNI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2015 ini ialah
pengusahaan hutan pinus, dengan judul Model Simulasi Pengusahaan Hutan Pinus
di KPH Bondowoso Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Herry Purnomo
MComp selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada segenap pihak KPH Bondowoso Perum
Perhutani Divisi Regional Jawa Timur, yang telah membantu selama pengumpulan
data dan masukan terkait penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah (Masyudi), ibu (Kustiyah), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada sahabat Wisma Botani
99, Fahutan 48 dan teman-teman MNH48 terutama kepada Ririn Dwitasari, Siska
Wulandari, Meirliena Rose Andriani, Irwan Budiarto, Farrah Putri Aprilia,
Shopwan Nudin dan Rizqi Rohima Ramadlani Putri atas dukungan, semangat, doa

dan masukkan dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak dan bagi kemajuan
bangsa Indonesia.

Bogor, Maret 2016
Miftahol Wahyuni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Pengumpulan Data

Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan
Konseptualisasi Model
Spesifikasi Model
Evaluasi Model
Penggunaan Model
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
viii
1

1
1
1
2
2
2
3
3
5
5
7
7
8
15
16
17
17
18
18
20

30

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Ukuran plot ukur pada masing-masing KU
Luas wilayah kelas perusahaan pinus KPH Bondowoso, Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Timur
Hasil Hutan KPH Bondowoso Selama 5 Tahun Terkahir
Luas masing-masing KU
Etat volume pada masing-masing KU
Jumlah pohon pada masing-masing KU
Perbandingan hasil simulasi pendapatan getah dan kayu

Perbandingan NPV masing-masing skenario

3
6
6
8
9
10
15
17

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian kelas perusahaan pinus KPH Bondowoso
2 Plot ukur yang digunakan dalam pengambilan data diameter dengan jarijari r (7.49 – 17.8m)
3 Model konseptual dinamika sistem yang dikembangkan
4 Sub-model pengaturan hasil
5 Sub-model penyadapan getah
6 Hasil simulasi produksi getah pinus pada ketiga daur
7 Sub-model serapan karbon
8 Grafik selisih serapan karbon yang dapat dijual pada daur 30 tahun dan

50 tahun
9 Grafik selisih serapan karbon yang dapat dijual pada daur 30 tahun dan
70 tahun
10 Sub-model keuntungan perusahaan
11 Perbandingan produksi kayu per tahun hasil simulasi dengan kondisi
aktual di lapangan

2
3
7
9
11
11
12
13
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulasi model kuantitatif berbagai sub-model pengusahaan hutan
kelas perusahaan pinus
2 Potensi Tegakan Pinus pada Perhitungan Etat Volume
3 Sub-model Luas Tegakan
4 Sub-model Struktur Tegakan

21
27
28
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU 41 tahun
1999). Berdasarkan fungsinya hutan dibedakan menjadi hutan lindung, hutan
produksi dan hutan konservasi. Pemanfaatan hutan khususnya hutan produksi dapat
berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
Pinus merupakan salah satu tanaman kehutanan yang dapat dimanfaatkan
hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayunya. Hasil hutan kayu pohon pinus
dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, sedangkan hasil hutan bukan
kayunya berupa getah pinus yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin.
Gondorukem dan terpentin dimanfaatkan sebagai bahan baku lem, kosmetik, pernis,
cat, campuran bahan baku batik dan insektisida. Selain itu, ada pula manfaat hutan
non hayati secara ekologi yaitu kemampuan hutan (tegakan pinus) dalam menyerap
karbon terutama CO2.
KPH Bondowoso merupakan perusahaan negara yang memanfaatkan
tegakan pinus sebagai salah satu sumber pendapatan perusahaan. Sumber
pendapatan tersebut berasal dari kayu dan getah pinus. Namun, berdasarkan Surat
Keputusan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Nomor 1579/053.4/SPKD&PU
tanggal 19 Desember 2007, kelas perusahaan pinus diarahkan sebagai kelas
perusahaan getah dengan daur 30 tahun menjadi 50 tahun, sehingga tebangan pada
KU IV, V dan VI dihapuskan. Hal itu menyebabkan keuntungan utama yang
diperoleh hanya berasal dari getah. Oleh karena itu, perlu adanya analisis pengaruh
penerapan surat keputusan tersebut dan pemanfaatan hutan secara ekologi dengan
pendekatan dinamika sistem terhadap penerimaan perusahaan.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk menyusun model dinamika sistem pengusahaan
hutan pinus dengan mempertimbangkan aspek ekonomi berupa pendapatan hasil
hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu di KPH Bondowoso.

Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi keuntungan perusahaan
dari hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu sehingga dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan dalam pengelolaan hutan lestari.

2

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di area kelas perusahaan pinus yang berada pada
bagian hutan Lereng Timur Laut dan bagian hutan Wonosari. Pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2015. Pengolahan data dan pembuatan
model dilaksanakan pada bulan Desember 2015-Januari 2016 serta penulisan
skripsi pada bulan Februari 2016.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian kelas perusahaan pinus KPH Bondowoso
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator, kamera,
kompas, meteran, perangkat keras berupa seperangkat computer, pita ukur, serta
perangkat lunak untuk pengolahan data seperti: Microsoft Office 2010, STELLA
9.02 dan Vensim PLEx32.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: data tegakan pinus
pada bagian hutan Wonosari dan bagian Lereng Timur Laut, tabel tegakan pinus,
peta batas wilayah KPH Bondowoso dan data terkait tegakan pinus KPH
Bondowoso seperti data realisasi tebangan, data realisasi penyadapan getah dan
lain-lain.

3
Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.
Data primer berupa data diameter pohon setinggi dada (Dbh) pada semua kelas
umur (KU). Data diameter digunakan dalam pendugaan volume pohon yang
diperoleh dengan membuat plot lingkaran pada masing-masing KU. Jari-jari (r) plot
disesuaikan dengan KU yang ada dan jumlahnya juga disesuaikan dengan
luasannya dengan jarak antar plot 50 – 100 m.

Gambar 2 Plot ukur yang digunakan dalam pengambilan data diameter dengan
jari-jari r (7.49 – 17.8m)
Tabel 1 Ukuran plot ukur pada masing-masing KU
KU
Jari-jari (r) (m)
Luas (ha)
Jumlah plot
I – II
7.49
0.02
6
III – IV
11.28
0.04
12
>V
17.80
0.10
12
Sumber : Perum Perhutani (2015)

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data luas areal produktif,
Kerapatan Bidang Dasar (KBD) dan bonita. Selain itu, data realisasi tebangan, data
realisasi penyadapan getah pinus, biaya pengelolaan hutan dan harga kayu dan
getah pinus serta dokumen terkait lainnya.
Prosedur Analisis Data
Penentuan Etat
Metode pengaturan hasil yang digunakan adalah metode Burn. Metode
tersebut merupakan metode pengaturan hasil yang digunakan pihak Perum
Perhutani hingga saat ini. Data yang digunakan dalam penentuan etat antara lain,
luas areal produktif, KBD rata-rata dan bonita rata-rata. Persamaan metode Burn
adalah sebagai berikut (Munandar 2005):
ΣLiUi
Keterangan :
�� =
D
= daur (thn)
ΣLi
EL
= etat luas (ha/tahun)
AA
= umur rata-rata (thn)
� = �� +
Li
= luas tegakan kelas umur ke-I (ha)
Ui
= umur tengah kelas umur dengan luas Li (thn)

UTR
= umur tebang rata-rata (thn)
�=
L
= luas areal produktif (ha)
Em
= etat massa (m3/thn)
+
V1
= massa kayu tegakan kelas umur pada UTR (m3)
�=
V2
= massa kayu tegakan masak tebang (m3)

4
Pendugaan serapan karbon
a. Pendugaan volume tegakan
Volume tegakan diperoleh melalui pengukuran diameter tegakan pinus
setinggi dada (±1.3 m di atas permukaan tanah). Kemudian digunakan
pendekatan volumetrik dengan Tarif Volume Lokal (TVL) KPH Bondowoso.
Selanjutnya dihitung riap individu pohon dengan membagi volume rata-rata per
pohon dengan umur masak tebangnya, yaitu pada kelas umur VII atau pada umur
35 tahun, sehingga riap individu yang diperoleh adalah 0.05 m3/pohon/tahun.
b. Pendugaan biomassa tegakan
Berdasarkan IPCC (2006) menyatakan bahwa perhitungan biomassa dari
tegakan pinus diperoleh dari persamaan berikut ini:
Biomassa = volume x Berat Jenis x BEF
dengan nilai berat jenis pinus sebesar 0.55 dan BEF (Biomass Expansion Factor)
sebesar 1.31 (Hendra 2002).
c. Pendugaan karbon tegakan
Perhitungan karbon merupakan konversi dari perhitungan biomassa yang
diperoleh dengan mengalikannya dengan faktor koreksi (0.47) (IPCC 2006).
Stok karbon dalam hutan dapat diduga dengan menggunakan rumus:
C = W x 0.47
dengan, C = Jumlah stok karbon (tonC/ha) dan W = Biomassa (ton/ha).
Selain itu hasil perhitungan C dikonversi ke dalam bentuk CO2 dengan
mengalikan hasil perhitungan C tersebut dengan faktor konversi sebesar 3.67
(Mirbach 2000). Nilai tersebut diperoleh dari reaksi kimia C terhadap CO2
dengan bentuk sistematis sebagai berikut:
CO2 = C x 3.67
dengan, C = Jumlah stok karbon (tonC/ha) dan CO2 = jumlah stok CO2 (ton
CO2/ha).
Analisis Dinamika Sistem
Asumsi – asumsi yang digunakan antara lain:
a. Data yang digunakan berupa data dalam jangka lima tahun terakhir
b. Harga kayu, getah dan karbon serta standar biaya yang dikeluarkan Perum
perhutani selama simulasi tetap
c. Aspek yang dianalisis terkait aspek ekonomi
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah penentuan asumsi – asumsi
sebagai batasan penelitian. Setelah menetapkan asumsi, maka langkah
selanjutnya adalah membuat model yang terdiri dari beberapa tahapan. Purnomo
(2012), membagi tahapan penyusunan model menjadi 5 tahap berikut:
1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan
Identifikasi isu, tujuan dan batasan dilakukan untuk mengetahui dimana
sebenarnya pemodelan perlu dilakukan. Tujuan yang spesifik diperlukan
untuk memudahkan proses pembuatan model.
2. Konseptualisasi model
Pemodelan dinamik merupakan pemodelan yang menggambarkan
perubahan yang terjadi pada suatu sistem berdasarkan waktu (bersifat
dinamis). Dalam pemodelan ini satuan waktu yang digunakan adalah tahun.
Fase ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh

5

3.

4.

5.

tentang model yang dibuat, memasukkan data yang telah diolah ke
dalam model (sebagai input) dan membuat simulasi.
Spesifikasi model
Perumusan yang lebih detail dari setiap hubungan yang ada dalam
model konseptual dilakukan di fase ini. Jika pada model konseptual
hubungan dua komponen dapat digambarkan dengan anak panah, maka
pada fase ini anak panah tersebut dapat berupa persamaan numerik
dengan satuan-satuan yang jelas. Peubah waktu yang dapat digunakan
dalam model juga harus ditentukan.
Evaluasi model
Fase evaluasi model bertujuan untuk melihat apakah relasi yang dibuat
telah logis seuai dengan harapan atau perkiraan. Tahapan dalam fase ini
adalah:
a. Pengamatan kelogisan model dan membandingkan dengan kenyataan
pada dunia nyata
b. Mengamati perilaku model dengan harapan atau perkiraan yang
digambarkan pada fase konseptualisasi model
c. Membandingkan antara perilaku model dengan data yang didapat
dari sistem atau dunia nyata. Proses pengujian kewajaran dan kelogisan
model adalah melakukan pembandingan dunia nyata dengan model yang
dibuat.
Penggunaan model
Tahapan penggunaan model bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang
telah diidentifikasi pada awal pembuatan model. Tahapan ini melibatkan
perencanaan dan simulasi dari beberapa skenario.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi dan Luas
KPH Bondowoso merupakan salah satu unit Kesatuan Pemangkuan Hutan
Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur. Luas kawasan hutan yang dikelola
oleh KPH Bondowoso 88 870 ha. Adapun batas-batas wilayah pengelolaan hutan
KPH Bondowoso adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan KPH Banyuwangi Utara dan KPH
Banyuwangi Barat.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan KPH Jember.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan KPH Probolinggo.
Secara administratif, KPH Bondowoso terletak di dua wilayah kabupaten, yaitu
Kabupaten Bondowoso seluas 60 529 ha dan Kabupaten Situbondo 28 341 ha.
Wilayah kerja seluas 88 870 ha terdiri atas kawasan lindung seluas 43 868 ha,
kawasan produksi seluas 39 046 ha dan penggunaan lain seluas 5 955 ha (Perum
Perhutani 2015).

6
Wilayah pengelolaan KPH Bondowoso ditetapkan menjadi dua kelas
perusahaan, yaitu kelas perusahaan jati dan kelas perusahaan pinus. Kelas
perusahaan jati terbagi dalam dua bagian hutan, diantaranya bagian hutan Gunung
Ringgit dan bagian hutan Prajekan, sedangkan kelas perusahaan pinus terbagi
menjadi dua bagian hutan pula, yaitu bagian hutan Wonosari dan bagian hutan
Lereng Timur Laut. Adapun luas masing – masing kelas perusahaan hutan disajikan
pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2 Luas wilayah kelas perusahaan pinus KPH Bondowoso, Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Timur
Kelas Perusahaan Hutan
Bagian Hutan
Luas (Ha)
Kelas perusahaan jati
Gunung Ringgit
18 737
Prajekan
18 072
Kelas perusahaan pinus
Wonosari
33 010
Lereng timur laut
19 050
lahjJumlah
88 870
Sumber: Perum Perhutani (2015)

Kondisi Fisik
KPH Bondowoso memiliki topografi dari mulai datar hingga sangat curam.
Topografi yang mendominasi yaitu curam dengan luasan 85% dari luasan total. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya pengelolaan khusus di KPH Bondowoso.
Ketinggian tempat pada kawasan hutan berada pada 0 – 2000 mdpl yang didominasi
pada ketinggian 0 – 1000 mdpl sebesar 71%.
Jenis tanah yang terdapat di wilayah KPH Bondowoso adalah latosol, regosol,
andosol dan litosol. Tipe iklim KPH Bondowoso menurut pembagian Schmidt dan
Fergusson tergolong pada tipe C dan D untuk jenis pinus, sedangkan untuk jenis
jati hanya pada tipe iklim D saja.
Kondisi KPH
Hasil hutan kayu KPH Bondowoso yang diperoleh setiap tahunnya berbeda.
Perubahan daur 30 tahun menjadi 50 tahun mempengaruhi tujuan utama produksi
yaitu menjadi sadapan getah pinus. Getah pinus yang merupakan hasil hutan bukan
kayu dikirim ke Pabrik Gondorukem dan Terpentin di PGT Garahan Kabupaten
Jember. Produksi kayu dan getah di KPH Bondowoso selama 5 tahun terakhir dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Hutan KPH Bondowoso Selama 5 Tahun Terkahir
Tahun
Produksi Kayu (m3)
Produksi Getah (ton)
2010
978
1 160
2011
1 275
1 355
2012
1 529
1 483
2013
948
1 319
2014
1 831
1 393
Sumber: Daftar Kemajuan Pekerjaan (DKP) KPH Bondowoso

7
Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan
Pinus merupakan salah satu tanaman pioner yang cepat tumbuh dan dapat
beradaptasi dengan baik pada tanah berpasir dan kekurangan hara. Pinus merupakan
penghasil kayu bernilai tinggi untuk kayu pulp dan konstruksi ringan. Selain itu
pinus juga menghasilkan getah pinus (oleoresin) yang merupakan sumber komersil
dan diperoleh secara langsung pada tegakan berdiri dengan cara disadap (Sutigno
1983 dalam Hansen, Kjær dan Sirikul 2001). Manfaat hasil hutan baik hasil hutan
kayu dan hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan oleh pinus dapat memberikan
keutungan lebih dibandingkan dengan tanaman lain yang hanya menghasilkan hasil
hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu. Jadi isu yang diangkat dalam pemodelan
ini adalah analisis keuntungan dari kedua komoditi tersebut yang dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan.
Tujuan pemodelan adalah membuat sebuah model dinamika sistem yang
dapat mengintegrasikan daya guna masing-masing komoditi sebagai sumber
pendapatan perusahaan. Melalui model tersebut dapat dibuat skenario untuk
meningkatkan penerimaan perusahaan. Diharapkan skenario yang ada dapat
digunakan oleh perusahaan dalam pengelolaan hutan. Model dinamika sistem yang
dibuat memiliki batasan terkait komoditi yang dianalisis terbatas pada hasil hutan
berupa kayu, getah pinus dan karbon sebagai skenario tambahan.
Konseptualisasi Model
Model konseptual yang dikembangkan tersaji pada Gambar 3. Pemodelan
ini terdiri dari beberapa sub-model, antara lain sub-model luas tegakan, sub-model
pengaturan hasil, sub-model struktur tegakan, sub-model penyadapan getah pinus,
sub-model serapan karbon dan sub-model keuntungan perusahaan.
Ingrowth
Upgrowth
Mortality

+
+

Luas Kelas
Umur
+

-

+ Penanaman
+ Jumlah Pohon Pinus Jumlah
+
+
Penjarangan
+
Volume Pohon
Pinus
+
+

Jumlah Tebangan +
+ Biomassa
Jumlah Getah Akhir Daur Jumlah Kayu
+
Pinus +
+
Jumlah Serapan
+
+
Karbon
Jumlah
Jumlah
Biaya Getah
Jumlah
+
+
Jumlah
Pinus
Pendapatan
Pendapatan Biaya Kayu
Kayu
Getah Pinus
+ Jumlah Pendapatan Jumlah Biaya
+
+
+
Serapan
Karbon
+
Karbon
Jumlah
Jumlah
+
Pendapatan
Pengeluaran
+
Besar
Keuntungan

Gambar 3 Model konseptual dinamika sistem yang dikembangkan
Penyusun berbagai sub-model terdiri dari variabel-variabel yang saling
berinteraksi. Terdapat dua jenis hubungan antar variabel, yaitu hubungan positif (+)

8
dan negatif(-). Variabel volume pohon pinus berkorelasi positif terhadap variabel
jumlah produksi getah pinus. Arti dari korelasi positif yaitu, semakin besar volume
pohon pinus maka jumlah produksi getah yang dihasilkan semakin besar pula.
Sebaliknya, jumlah produksi getah pinus yang besar menyebabkan volume pohon
pinus menjadi kecil akibat adanya penyadapan, sehingga hubungan tersebut
berkorelasi negatif. Adanya hubungan positif dan negatif yang terjadi pada dua
variabel menunjukkan adanya umpan balik (Loop) negatif. Selain itu, terdapat
umpan balik (Loop) negatif juga pada variabel jumlah pohon pinus dan variabel
jumlah penjarangan.
Model konseptual di atas menggambarkan komponen-komponen yang
berpengaruh dalam keuntungan perusahaan. Diagram ini dibuat dengan bantuan
perangkat lunak VENSIM PLE X32. Model dinamika sistem selengkapnya
dijelaskan pada spesifikasi model.
Spesifikasi Model
Sub-model Luas Tegakan
Sub-model ini terdiri dari tujuh peubah tetap (state variable) yang
menyatakan luas masing-masing kelas umur (KU) kelas hutan produksi. Luas
masing-masing KU mengalami perubahan setiap tahunnya karena adanya
perpindahan luas yang pindah setiap tahunnya dari KU di bawahnya ke KU di
atasnya. Luas masing – masing umur pada suatu KU diasumsikan sama, sehingga
luas yang pindah ke KU diatasnya adalah sebesar 0.2 dari KU tersebut. Selain itu,
luas KU juga dipengaruhi oleh adanya penebangan pada KU IV, V, VI dan VII. Hal
tersebut berpengaruh pada penanaman yang harus memperhatikan luas hutan
produksi. Luas masing-masing KU disajikan pada Tabel 4 dan sub-model luas
tegakan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 4 Luas masing-masing KU
Kelas Umur
Luas (ha)
I
460.2
II
275.08
III
525.64
IV
481.85
V
326.29
VI
460.13
VII-UP
876.92
Jumlah
3 406.11
Sub-model Pengaturan Hasil
Sub-model ini menggambarkan panen tahunan, baik berupa etat luas
maupun etat volume dengan menggunakan formula Burn. Etat volume ditentukan
berdasarkan besarnya volume per hektar setiap kelas umur. Volume per hektar
ditentukan berdasarkan umur tengah masing masing KU yang diperoleh dari Tabel
Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri 1975 dengan asumsi bonita tetap sepanjang
tahun. Sedangkan untuk perhitungan etat luas yaitu jumlah total semua KU dibagi
dengan daur. Analisis dinamika sistem menunjukkan etat volume memiliki nilai
yang berbeda setiap tahunnya. Perbedaan nilai tersebut terjadi karena adanya

9
perubahan nilai volume pada masing-masing KU. Perubahan nilai volume tersebut
juga dipengaruhi oleh jumlah pohon pada setiap KU. Berdasarkan hasil
penghitungan etat luas yang diperoleh sebesar 113.54 ha/tahun, sedangkan etat
volume pada masing-masing KU dapat dilihat pada Tabel 5 dan sub-model
pengaturan hasil dapat dilihat pada Gambar 4.

Pengaturan Hasil

ku ii

ku i

jmlh phn ku ii
jmlh phn ku iii
ku iii

v perphn ii

ku vii up
jmlh phn ku i
v phn ii

areal berhutan

v phn iii
v perphn iii

jmlh phn ku iv
ku iv

ku vi

v phn iv

v phn i

ku v
v standing stock daur 30th

v per phn i

v perphn iv
v phn vjmlh phn ku v

v phn vii

jmlh phn ku vii

areal berhutan

v phn vi
daur 30th

v perphn v
etat volume dinamis

etat luas 1

v perphn vii

jmlh phn ku vi

v perphn vi

produsi kayu

v phn v

v phn vi

penggunaan model
v phn iv up

waktu

v phn iv

etat volume burn

Gambar 4 Sub-model pengaturan hasil
Tabel 5 Etat volume pada masing-masing KU
Umur (tahun)
Etat volume (m3/tahun)
1–5
6 – 10
11 – 15
16 – 20
21 – 25
26 – 30
31 – 35
36 – 40
41 – 45
46 – 50
51 – 55
56 –60
61 –65
66 – 70
71 – 75

18 789.43
21 355.74
21 295.11
28 180.53
7 545.66
11 212.24
7 024.32
24 766.82
90 408.42
71 128.15
105 999.8
77 310.84
63 380.25
48 214.51
21 004.12

v phn vii

10
76 – 80
81 – 85
86 – 90
91 – 95
96 –100

30 655.72
44 308.57
62 337.66
45 511.50
35 249.00

Sub-model Struktur Tegakan
Sub-model struktur tegakan menggambarkan jumlah pohon pada setiap KU
yang mengalami perubahan setiap tahunnya karena adanya ingrowth dan mortality
pada jumlah pohon serta adanya penebangan pada KU tertentu. Ingrowth
menyatakan jumlah pohon yang masuk ke dalam suatu KU atau jumlah pohon yang
pindah ke KU berikutnya. Besarnya ingrowth dipengaruhi oleh luasan yang pindah
dan jumlah pohon per hektar pada umur yang siap pindah ke KU berikutnya.
Mortality menyatakan jumlah pohon yang keluar dari suatu KU karena adanya
kerusakan berupa penjarangan dan kematian. Penjarangan kelas perusahaan pinus
pada daur 30 tahun dilakukan pada umur 5, 10, 15 dan 20 tahun. Penjarangan
dibedakan menjadi dua yaitu penjarangan normal dan penjarangan yang masuk
kategori kematian. Penjarangan normal terjadi apabila jumlah pohon aktual
melebihi jumlah pohon normal. Sedangkan kematian merupakan jumlah pohon
yang mati alami dan dijarangi karena tertekan atau cacat. Tingkat kerusakan ratarata pada KU I-III sebesar 5% dan pada KU IV-VII sebesar 7%. Penebangan yang
terjadi pada tegakan pinus dimulai pada tegakan dengan umur 20 tahun atau pada
KU IV.
Berdasarkan penghitungan data di lapangan jumlah pohon per ha sebanyak
400 pohon/ha. Jumlah pohon pada masing-masing KU dapat dilihat pada Tabel 6.
Sub-model struktur tegakan digambarkan seperti yang telihat pada Lampiran 4.
Tabel 6 Jumlah pohon pada masing-masing KU
Kelas Umur
Jumlah Pohon
I
184 080
II
110 032
III
210 256
IV
192 740
V
130 516
VI
184 052
VII-UP
350 768
Sub-model Penyadapan Getah
Sub-model ini menggambarkan produksi getah pinus di KPH Bondowoso.
Berdasarkan Surat Direktur Utama Perum Perhutani No.555/041.1/prosar/Dir/2011
tanggal 6 Oktober 2011, penyadapan getah pinus dilakukan pada umur tegakan 11
tahun (KU III) dengan syarat minimal 80% populasi memiliki keliling sebesar 60
cm. Besarnya produksi getah dipengaruhi oleh luasan yang disadap, umur pohon
dan jumlah pohon. Menurut Priyanto (1985), umur mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap produksi getah pinus, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
semakin bertambahnya umur maka diameter bertambah dan produksi getah pun
semakin meningkat. Produksi getah memiliki hubungan positif dengan KU, maka

11
produksi getah pinus dapat diduga menggunakan persamaan berikut Nugraha
(1994) dalam Fauziyyah (2003), yaitu:
Y=1.88+0.35X
Dimana, Y = produksi getah pinus (gram/quare/hari/pohon)
X = umur pohon yaitu umur tengah setiap KU
Pendugaan besarnya produksi getah pinus disimulasikan pada tiga daur,
yaitu daur 30 tahun, 50 tahun dan 70 tahun. Selain itu, produksi getah pinus pada
daur 50 tahun dan 70 tahun tidak dipengaruhi oleh adanya tebangan pada KU IV,
V dan VI seperti yang terjadi pada daur 30 tahun dan jumlah Hari Orang Kerja
(HOK) yaitu 240 hari dalam satu tahun. Sub-model penyadapan getah dan hasil
simulasi produksi getah dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
penyadapan

jmlh phn ku vii

prod ku vii

prod ku vi

jmlh phn ku iii

jmlh phn ku vi

prod getah d30th
prod ku v

prod ku iii

jmlh phn ku v

jmlh phn ku iv
prod ku iv

Gambar 5 Sub-model penyadapan getah
1: prod getah d30th

3: prod getah d70th

3

ton/tahun

1:
2:
3:

2: prod getah d50th

21600

1:
2:
3:

10802
2
3
1
2

1:
2:
3:
Page 1

3

1
4

1
0.00

2

2

1

3
25.00

50.00
Time

tahun

75.00
100.00
10:06 PM Mon, Apr 4, 2016

Gambar 6 Hasil simulasi produksi getah pinus pada ketiga daur
Berdasarkan Gambar 6, menunjukkan hasil simulasi produksi getah pinus
pada berbagai daur. Hasil produksi rata-rata getah pinus pada daur 30 tahun, 50
tahun dan 70 tahun berturut-turut sebesar 2 281 ton/tahun, 3 855 ton/tahun dan 5
006 ton/tahun. Produksi getah paling rendah pada hasil simulasi daur 30 tahun.

12
Rendahnya produksi getah tersebut dipengaruhi adanya tebangan pada KU IV, V
dan VI yang menyebabkan berkurangnya jumlah pohon penghasil getah.
Sedangkan hasil produksi getah tertinggi yaitu pada hasil simulasi daur 70 tahun
tanpa penebangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin panjang daur yang
digunakan maka hasil produksi getah yang diperoleh semakin besar setiap tahunnya
(Fauziyyah 2003).
Sub-model Serapan Karbon
Sub-model ini menggambarkan besarnya serapan karbon pada setiap
masing – masing KU. Serapan karbon yang dihitung berupa serapan karbon di atas
permukaan tanah yaitu tegakan pinus. Serapan karbon dihasilkan dari penghitungan
volume kemudian biomassa, penghitungan jumlah C dan penentuan besarnya CO2.
Sub-model serapan karbon dapat dilihat pada Gambar 7.
Serapan CO2

jmlh phn ku i
jmlh phn ku ii

jmlh phn ku vii 2

jmlh phn ku i 2
jmlh phn ku ii 2

riap individu

jmlh phn ku vii
biomassa d50

biomassa d 30

jmlh phn ku vi

jmlh phn ku vi 2
jmlh phn ku iii 2

jmlh phn ku iii

volume d50
CO2 d50

volume d30

jmlh phn ku v jmlh phn ku iv

C d50

C d30
CO2 d30

jmlh phn ku v 2
jmlh phn ku iv 2

CO2 dijual
CO2 dijual 2
CO2 d70

jmlh phn ku i 3

C d70 biomassa d70

jmlh phn ku ii 3

jmlh phn ku iii 3

jmlh phn ku vii 3
volume d70

jmlh phn ku iv 3
jmlh phn ku vi 3
jmlh phn ku v 3

Gambar 7 Sub-model serapan karbon
Penentuan besarnya serapan karbon yang dapat dijual yaitu dengan
menghitung besarnya selisih serapan karbon pada keadaan awal dan serapan karbon
pada keadaan dengan perlakuan. Serapan karbon pada keadaan awal yang dimaksud
adalah serapan karbon tegakan pinus dengan daur 30 tahun dan adanya penebangan
pada KU IV, V dan VI, sedangkan serapan karbon pada keadaan dengan perlakuan
adalah serapan karbon pada daur 50 tahun dan 70 tahun tanpa adanya penebangan
pada KU IV, V dan VI. Selisih dari keduanya menunjukkan besarnya serapan
karbon yang dapat dijual. Besarnya selisih serapan karbon pada daur 50 tahun dan
30 tahun serta selisih serapada karbon pada daur 70 tahun dan 30 tahun seperti
telihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Besarnya selisih yang diperoleh kemudian dihitung nilai ekonominya
dengan mengalikan serapan CO2 dan harga CO2. Harga karbon berdasarkan The
World Bank (2011) yang digunakan dalam penentuan nilai ekonomi tersebut adalah
US$ 5.8 /tonCO2 (Polosakan, Laode dan Joeni 2014) dengan nilai rupiah yang
digunakan yaitu Rp 13 621. Biaya – biaya yang dikeluarkan dalam perdagangan

13
karbon adalah biaya validasi, verifikasi dan upah sertifikasi CO2. Besarnya biayabiaya tersebut berdasarkan ketentuan Voluntary Carbon Standard (AFOLU) yang
terdapat pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-II/2009 tentang
Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan
Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Dalam peraturan tersebut
dijelaskan pula besar keuntungan perdagangan karbon yang diperuntukkan untuk
perusahaan yaitu sebesar 60%.
1: CO2 d30

2: CO2 d50

750000

1:
2:

1:
2:

CO2 (ton/tahun)

1
2

2
1
2
375000

2
1

1:
2:

1

0
0.00

25.00

50.00
Time

Page 1

tahun

75.00
100.00
10:06 PM Mon, Apr 4, 2016

Gambar 8 Grafik selisih serapan karbon yang dapat dijual pada daur 30 tahun dan
50 tahun
1: CO2 d30
1:
2:

2: CO2 d70

750000
2

2

CO2 (ton/tahun)

1

400000

1:
2:

50000

1:
2:

2
1

1

0.00
Page 1

2

1

25.00

50.00
Time

tahun

75.00
100.00
10:06 PM Mon, Apr 4, 2016

Gambar 9 Grafik selisih serapan karbon yang dapat dijual pada daur 30 tahun dan
70 tahun
Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan besar serapan CO2 pada
masing-masing daur. Menurut Gambar 8 besarnya serapan CO2 pada daur 30 tahun
dan 50 tahun yaitu, 403 989 ton CO2/ tahun atau 118 ton CO2/ha/tahun dan 429 661
ton CO2/tahun atau 126 ton CO2/ha/tahun. Selisih dari kedua serapan yang dapat
dijual sebesar 25 671 ton CO2/tahun atau 7 ton CO2/ha/tahun. Sedangkan pada

14
Gambar 9 terlihat besarnya serapan karbon pada daur 30 tahun dan 70 tahun sebesar
403 989 ton CO2/tahun atau 118 ton CO2/ha/tahun dan 548 135 ton CO2/tahun atau
160 ton CO2/ha/tahun dengan selisih keduanya sebesar 144 146 ton CO2/tahun atau
42 ton CO2/ha/tahun.
Menurut Samiaji (2011) emisi CO2 yang dapat dihitung berasal dari ternak,
kebakaran hutan dan lahan, pemakaian energi dan sampah. Menurut Global Carbon
Atlas (2014), jumlah emisi di Indonesia tahun 2014 sebanyak 641 000 000 000 ton
CO2. Penyerap gas CO2 berupa hutan dan lautan. Penyerapan CO2 oleh daratan
yaitu hutan lebih besar daripada lautan. Berdasarkan hasil penghitungan besarnya
CO2 yang dapat diserap hutan pinus jenis Pinus merkusii di KPH Bondowoso hanya
dapat menyerap emisi di atmosfer sebesar 0.00002% per tahun atau ku_vii_up)THEN(penebangantebang_vii)ELSE(0)
waktu = TIME
tebangan_sebelumnya = GRAPH(waktu)
(2010, 35.3), (2011, 92.6), (2012, 137), (2013, 32.5), (2014, 220)
2. Pengaturan hasil
areal_berhutan = ku_i+ku_ii+ku_iii+ku_iv+ku_v+ku_vi+ku_vii_up
daur = 30
etat_luas_1 = areal_berhutan/daur
etat_volume_burn=IF(waktu