Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat

(1)

PROVINSI JAWA BARAT

SAIF HARIS ALHAQ

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDI

KUNCAHYO.

Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor kehutanan, Perum Perhutani mengelola aset negara berupa hutan baik yang berstatus Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), ataupun Hutan Produksi Terbatas (HPT). Kesatuan Pemangkuan Hutan Bandung Utara (KPH BDU) merupakan bagian dari Perum Perhutani dan bertugas untuk mengelola hutan di wilayah Bandung Utara. Dalam mengelola hutan, KPH BDU berusaha untuk mensinergikan unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya kelestarian ekonomi belum tercapai, KPH BDU dalam tiga tahun terakhir (2009 - 2011) masih mengalami kerugian dalam neraca keuangannya. Dengan kondisi status hutan yang mayoritas berstatus HL tentu pencapaian lestari ekonomi mendapat tantangan, mengingat komoditas andalan Perum Perhutani secara umum adalah kayu.

Sebagai badan usaha, KPH BDU tentu berusaha untuk menjadikan neraca keuangannya menjadi surplus agar kelestarian ekonomi dapat tercapai. Berbagai cara telah dilakukan KPH BDU dalam rangka mencapai kelestarian ekonomi termasuk menjadikan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sebagai komoditas andalan untuk dikelola.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat model simulasi pengelolaan hutan yang dilakukan oleh KPH Bandung Utara, model disimulasikan dalam rangka untuk memberikan rekomendasi terbaik terkait pengelolaan komoditas kehutanan dalam areal hutan dengan mayoritas status dilindungi.

Dalam membuat model simulasi dibutuhkan software pemodelan Stella versi 9.02 dan Microsoft Excell, data yang ada dianalisis untuk dibuat formulasi model konseptual yang bertujuan untuk memperoleh model pengelolaan hutan. Setelah model disusun perlu dilakukan spesifikasi model kuantitatif guna memasukkan persamaan kuantitatif ke dalam model. Evaluasi model dilakukan untuk menilai kewajaran model apabila parameter diubah secara ekstrim. Skenario tertentu dapat diciptakan dalam proses akhir penyusunan model yaitu penggunaan model.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui komoditas yang akan memberikan dampak positif bagi kelestarian ekonomi KPH Bandung Utara adalah jasa lingkungan, wanatani, dan usaha non pokok. Sedangkan komoditas yang memberikan dampak negatif adalah kayu, dan getah Pinus (Pinus merkusii

Jungh.). Skenario terbaik dalam mengelola komoditas hutan adalah menggunakan skenario kayu dan HHBK pilihan yang memberikan surplus pada neraca keuangan.

Kata kunci : Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), KPH Bandung Utara, model simulasi.


(3)

SAIF HARIS ALHAQ. E14070101. Simulation Model of Forest Management in KPH Bandung Utara, West Java and Banten Forest Areas of Perum Perhutani. Supervised by

BUDI KUNCAHYO.

Perum Perhutani a State-Owned Enterprises (SOEs) operating in the forestry sector, Perum Perhutani manages state assets in the form of Protected Forest (PtF), Producted Forest (PdF), or Limited Producted Forest (LPF). Kesatuan Pemangku Hutan Bandung Utara (KPH BDU) is part of Perum Perhutani and duty to manage the forests in the KPH BDU area. In managing forests, KPH BDU seeks to synergize the elements of economic, social, and environmental. However, its implementation has not been achieved economic sustainability, KPH BDU in the last three years (2009 - 2011) was a loss in the balance sheet. With the condition of the majority of forest status status is certainly achieving sustainable economic PF challenged, given the commodity Perum Perhutani generally is wood.

As a business entity, KPH BDU would seek to make a surplus in its balance sheet in order to achieve economic sustainability. Various ways have been done KPH BDU in order to achieve economic sustainability, including making non-wood forest products (NTFPs) as a commodity to be managed.

This study aims to create a simulation model of forest management by KPH BDU, the model simulated in order to provide the best recommendations related to the management of forest commodities in the majority of the forest area protected status.

In making the necessary simulation model Stella modeling software version 9.02 and Microsoft Excel 2007, the data are analyzed for the formulation of a conceptual model is intended to obtain forest management model. Once the model is developed quantitative model specification needs to be done to put the equation into a quantitative model. Evaluation model to assess the reasonableness of the model when the parameters changed in the extreme. Certain scenarios can be created in the final process modeling is the use of the model.

Based on the results of research known commodity that will provide a positive impact on the economic sustainability of northern Bandung KPH is environmental services, agro-forestry, and non-essential businesses. While commodities are negatively impacted wood and sap pine (Pinus merkusii Jungh.). The best case scenario in managing forest commodities is to use timber and non-timber forest scenario option that gives surplus on the balance sheet.

Keywords: KPH Bandung Utara, Non-Timber Forest Products (NTFPs), simulation model.


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 16 Maret 2013

Saif Haris Alhaq NRP E14070101


(5)

PROVINSI JAWA BARAT

SAIF HARIS ALHAQ

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(6)

Nama : Saif Haris Alhaq

NRP : E14070101

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS NIP : 19610720 198601 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001


(7)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia, dan kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan dukungan dari berbagai pihak, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat. Semoga skiripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya. 2. Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang menegakkan Islam.

3. Ayah, Ibu dan segenap keluarga penulis atas motivasi, dukungan baik moral maupun material dan rasa sayang yang tak henti-hentinya kepada penulis. 4. Bapak Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS dan bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan arahan pada skripsi saya. 6. Bapak Nugraha, Bapak Diki, Bapak Heri, Bapak Fitri, Bapak Eem, Bapak

Eris, Bapak Dani dan segenap karyawan KPH Bandung Utara serta SPH III Bandung yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

7. Teman-teman angkatan 44 Manajemen Hutan : Fidel, Sony, Amar, Yudi, Arief, Wiwit, Ibrahim, Putu, Heryana, Frensi, Heru, Ari, Ade, Andi, Sukma, Herlina, Ika, Puji, Sri, Kiki, dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya. 8. Teman-teman Ibaddurahman: Anas, Hafidz, Agus, Fidel, Age, Ria, Fina, dan

Lilis yang telah memberikan semangat, nasehat, dan inspirasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bogor, 16 Maret 2013


(8)

merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Dartomo Mohamad Sidik dan Ibu Dwi Budi Riyanti.

Tahun 1995-2001 penulis memulai Pendidikan Sekolah Dasar di SDIT Nurul Fikri Depok, Jawa Barat. Pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPIT Ibnu Salam Serang, Banten. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMAIT Nurul Fikri Depok, Jawa Barat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih Program Studi Mayor Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2010 memilih Biometrika sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Hutan, anggota IFSA (International Forest Student Assosiation), kepala departemen komunikasi dan informasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Kehutanan, dan anggota kementerian komunikasi dan informasi BEM KM (Keluarga Mahasiswa) IPB. Penulis pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Papandayan, Jawa Barat, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Restorasi Konservasi Indonesia, Jambi.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Biometrika dengan judul Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III, Provinsi Jawa Barat di bawah bimbingan Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS selaku dosen pembimbing.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

1.3 Manfaat ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu ... 2

2.1.1 Pengertian ... 2

2.1.2 Potensi HHBK ... 3

2.2. Sistem dan Model Simulasi ... 4

2.2.1 Sistem ... 4

2.2.2 Model Simulasi ... 6

2.3 Analisis Ekonomi ... 7

2.3.1 Rasio Manfaat dan Biaya (BCR) ... 7

2.3.2 Nilai Akan Datang (Future Value) ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 9

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 9

3.4 Analisis Data ... 10

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ... 12

4.2 Kondisi Fisik ... 13

4.3 Tanah ... 13


(10)

4.5 Sosial Ekonomi ... 14

4.6 Tegakan ... 16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Model Pengelolaan Hutan yang Dilaksanakan oleh KPH Bandung Utara ... 18

5.2 Penyusunan Model Simulasi Pengelolaan Hutan ... 26

5.2.1 Formulasi Model Konseptual ... 27

5.2.1.1 Penentuan Tujuan Model ... 27

5.2.1.2 Pembatasan Model ... 27

5.2.1.3 Kategorisasi Komponen-komponen dalam Sistem ... 28

5.2.1.4 Mempresesntasikan Model Konseptual ... 30

5.2.2 Spesifikasi Model Kuantitatif ... 37

5.2.3 Evaluasi Model... 39

5.2.4 Skenario Penggunaan Model... 40

5.2.5 Model Pengelolaan Hutan yang Terbaik ... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 43

6.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pemasukan KPH Bandung Utara tahun 2009-2011 ... 21

2. Pengeluaran KPH Bandung Utara tahun 2009-2011 ... 21

3. Komoditas wanatani berupa: (a) Kopi (Coffea sp.) dan (b) HMT (Hijauan Makanan Ternak) ... 22

4. Pohon Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang tidak produktif ... 24

5. Komoditas jasa lingkungan berupa: (a) objek wisata dan (b) mata air ... 26

6. Gambaran interaksi antara sub model dengan model utama ... 27

7. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) ... 31

8. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani ... 33

9. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan ... 35

10.Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha KPH BDU ... 37

11.Perbandingan BCR getah pinus ... 40

12.Perbandingan NPV metode penggunaan model ... 41


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Sebaran wilayah administratif KPH Bandung Utara ... 12 2. Bagian hutan KPH Bandung Utara ... 13 3. Penyebaran penduduk di tiap kecamatan sekitar wilayah kelas perusahaan

pinus KPH Bandung Utara ... 15 4. Tingkat pendidikan penduduk tiap kecamatan di sekitar wilayah KP. Pinus

KPH Bandung Utara ... 16 5. Penyebaran kelas hutan KP Pinus KPH Bandung Utara... 17


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Pengelolaan KPH Bandung Utara dalam BKPH dan RPH ... 45

2. Struktur Kelas Hutan KP. Pinus Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 46

3. Struktur Kelas Hutan Cluster Jati Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 47

4. Rencana Produksi Kayu KP. Pinus KPH Bandung Utara 2012 -2021 ... 48

5. Rencana Sadap Buka KP. Pinus KPH Bandung Utara Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 49

6. Rencana Sadap Lanjut KP. Pinus KPH Bandung Utara Jangka RPKH 2012 – 2021 ... 50

7. Rencana Pemanfaatan/Pemungutan HHBK Kawasan KP. Pinus KPH Bandung Utara ... 51

8. Rencana Pemanfaatan Jasa Lingkungan ... 52

9. Rencana Tanaman KPH Bandung Utara ... 53

10.Rencana Pemeliharaan KPH Bandung Utara ... 54

11.Rencana PHBM KP. Pinus KPH Bandung Utara ... 56

12.Rencana RUPHR KP. Pinus KPH Bandung Utara ... 57

13.Laporan Aliran Uang KPH Bandung Utara 2009 – 2011 ... 58


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor kehutanan, Perum Perhutani mengelola aset negara berupa hutan baik yang berstatus Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), ataupun Hutan Produksi Terbatas (HPT). Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara merupakan bagian dari Perum Perhutani dan bertugas untuk mengelola hutan di wilayah Bandung bagian Utara. Dalam mengelola hutan, KPH Bandung Utara berusaha untuk mensinergikan unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya kelestarian ekonomi belum tercapai, KPH Bandung Utara dalam tiga tahun terakhir (2009 -2011) masih mengalami kerugian dalam neraca keuangannya. Dengan kondisi status hutan yang mayoritas berstatus HL tentu pencapaian lestari ekonomi mendapat tantangan, mengingat komoditas andalan Perum Perhutani secara umum adalah kayu.

Sebagai badan usaha, KPH Bandung Utara (KPH BDU) tentu berusaha untuk menjadikan neraca keuangannya menjadi surplus agar kelestarian ekonomi dapat tercapai. Berbagai cara telah dilakukan KPH Bandung Utara dalam rangka mencapai kelestarian ekonomi termasuk menjadikan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sebagai komoditas andalan untuk dikelola.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menyusun model simulasi pengelolaan hutan.

2. Menetapkan model pengelolaan hutan yang terbaik salah satunya dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berupa model simulasi pengelolaan hutan di KPH Bandung Utara. Model simulasi pengelolaan hutan ini diharapkan dapat membantu KPH Bandung Utara dalam menyusun strategi pengelolaan hutan agar kelestarian ekonomi dapat tercapai.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu 2.1.1 Pengertian

Dalam Permenhut: 35/Menhut-II/2007 definisi HHBK adalah hasil hutan baik nabati dan hayati beserta produk turunannya dan budidayanya kecuali kayu (Anonim 2007a). Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik

et al. (2006) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

1. Getah-getahan: getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam, dan lain-lain.

2. Tanin: pinang, gambir, rhizophora, briguiera, dan lain-lain.

3. Resin: gaharu, kemedangan, jernang, damar mata kucing, damar batu, damar rasak, kemenyan, dan lain-lain.

4. Minyak atsiri: minyak gaharu, minyak kayu putih, minyak keruing, minyak lawang, dan minyak kayu manis.

5. Madu: apis dorsata dan apis melliafera.

6. Rotan dan bambu: segala jenis rotan, bambu, dan nibung. 7. Penghasil karbohidrat: sagu, aren, nipah, sukun, dan lainnya.

8. Hasil hewan: sutra alam, lilin lebah, dan aneka hewan yang tidak dilindungi. 9. Tumbuhan obat dan tanaman hias: aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek

hutan, palmae, pakis, dan lain-lain.

Menurut Baharuddin dan Tasikrawati (2009) Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) penting untuk konservasi, kelestarian, dan ekonomi. Penting untuk konservasi sebab untuk mengeluarkan hasil hutan bukan kayu biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan minimal terhadap hutan. HHBK penting untuk kelestarian sebab proses panen dapat dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan hutan. Penting untuk ekonomi karena produk bukan kayu ini berharga/memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pada beberapa keadaan pendapatan dari HHBK dapat lebih banyak jika dibandingkan pendapatan dari semua alternatif yang lain.


(16)

Keuntungan lain dari pengelolaan HHBK adalah dapat mengurangi kerusakan hutan alam, selama masyarakat lokal memperoleh pendapatan dari lahan hutan.

2.1.2 Potensi HHBK

Selama ini HHBK hampir tidak tersentuh dalam kegiatan kehutanan yang masih mengandalkan hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Padahal potensi pemanfaatan yang bernilai ekonomis sangat besar yang perlu digali dan pengelolaan perlu dioptimalkan (Suharisno 2009). Menurut Puslitbang Hasil Hutan (2010) pemanfaatan HHBK pada umumnya masih bersifat tradisional dan masih menghadapi banyak kendala pengembangannya baik pada aspek budidaya, skala ekonomi, penanganan pasca panen, pengolahannya sederhana, rendahnya daya saing, kualitas produk serta pemasaran lokal. Pemungutan HHBK lebih banyak dilakukan secara manual (non-mekanis) yang tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Pemanfaatan HHBK umumnya dilakukan oleh masyarakat dan mempunyai peranan ekonomis langsung kepada masyarakat.

Pada saat ini, kontribusi pendapatan Perhutani dari Hasil Hutan Bukan Kayu yang sebesar 25% dari total keseluruhan pendapatan berasal dari sepuluh komoditas unggulan yaitu: gondo terpentin, minyak kayu putih, wisata, madu, air minum dalam kemasan, sutra, seed lak, kopal, dll. Di masa mendatang Perum Perhutani tidak mungkin hanya menyandarkan pada komoditas hasil hutan kayu. Berdasarkan pada potensi sumber daya dengan kekuatan, kekhasan, keunggulan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan yang ada baik berbasis lahan maupun non lahan (Anonim 2005).

Pada saat ini HHBK hanya memberikan kontribusi devisa lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu, namun pada masa yang akan datang HHBK berpeluang memberikan devisa yang lebih besar dari pada hasil hutan kayu. Hal ini disebabkan laju kerusakan hutan semakin bertambah dari 1,6 juta hektar per tahun pada periode 1985-1997 menjadi 3,8 juta hektar per tahun pada periode 1997-2000, potensi kayu terus menurun yang diakibatkan oleh besarnya tingkat penjarahan (illegal logging) dan penebangan hutan yang tidak terkendali. Akibat kerusakan hutan yang terus bertambah maka pemerintah mengeluarkan kebijakan


(17)

melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 1985 mengenai larangan ekspor kayu bulat dan bahan baku serpih serta kebijakan menurunkan Jatah Produksi Tebangan Tahunan (JPT) oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2003. Semenjak diberlakukannya kebijakan JPT pada tahun 2003 menyebabkan ketersediaan bahan baku kayu pada industri pengolahan kayu menurun (Arimbi 2008).

Lebih lanjut Roadmap Litbang Kehutanan 2010-2025 (Anonim 2009) mengemukakan bahwa tantangan yang dihadapi dalam penelitian HHBK adalah masih terbatasnya pemanfaatan sebagai sumber ekonomi masyarakat dan penerimaan negara , nilai tambah dan daya saing, evaluasi kelayakan usaha, ketersediaan serta akses teknologi pengolahan yang memadai. Di samping itu, HHBK unggulan daerah belum tersedia dan tercatat dengan baik.

2.2 Sistem dan Model Simulasi 2.2.1 Sistem

Menurut Manetsch dan Park (1979) dalam Gayatri (2010) sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Sedangkan sub sistem adalah suatu unsur atau komponen fungisional dari suatu sistem yang berperan dalam pengoperasian sistem tersebut.

Dasar dari analisis sistem adalah asumsi bahwa proses alami terorganisasi dalam suatu hierarki yang kompleks. Proses sistem terbentuk dari hasil aksi dan interaksi proses-proses yang sederhana. Tidak ada sistem yang terpisahkan, setiap sistem berinteraksi satu sama lain (Patten 1971 dalam Gayatri 2010).

Tahapan analisis sistem menurut Grant et al (1997) yaitu formulasi model konseptual, spesifikasi model kuantitatif, evaluasi model dan penggunaan model.

1) Formulasi model konseptual.

Tujuan tahapan ini untuk menentukan suatu konsep dan tujuan model sistem yang akan dianalisis. Penyusunan model konseptual ini didasarkan pada kenyataan di alam dengan segala sistem yang terkait antara satu dengan yang lainnya serta saling mempengaruhi sehingga dapat mendekati keadaan yang


(18)

sebenarnya. Kenyataan yang ada di alam dimasukkan dalam simulasi dengan memperhatikan komponen-komponen yang terkait sesuai dengan konsep dan tujuan melakukan pemodelan simulasi. Tahapan ini terdiri dari enam langkah sebagai berikut :

1. Penentuan tujuan model 2. Pembatasan model

3. Kategorisasi komponen-komponen dalam sistem. Setiap komponen yang masuk dalam ruang lingkup sistem dikategorisasikan kedalam berbagai kategori sesuai dengan karakter dan fungsinya sebagai berikut:

a.State variable, yang menggambarkan akumulasi materi dalam sistem

a. Driving variable, variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain namun tidak dapat dipengaruhi oleh sistem.

b.Konstanta. Adalah nilai numerik yang menggambarkan karakteristik sebuah sistem yang tidak berubah atau suatu nilai yang tidak mengalami perubahan pada setiap kondisi simulasi.

b.Auxiliary variable, variabel yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi sistem.

c.Material transfer, menggambarkan transfer materi selama periode tertentu. Material transfer terletak diantara dua state, source dan state, source dan sink.

d.Information transfer, menggambarkan penggunaan informasi tentang state dari sistem untuk mengendalikan perubahan state.

e.Source dan sink berturut-turut menggambarkan asal (awal) dimulainya proses dan akhir dari masing-masing transfer materi.

4. Pengidentifikasian hubungan antar komponen.

5. Menyatakan komponen dan hubungannya dalam model yang lazim.

6. Menentukan pola perilaku dari model sesuai dengan pengetahuan dan teori yang ada.

7. Menggambarkan pola yang diharapkan dari perilaku model.

2) Spesifikasi model kuantitatif

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengembangkan model kuantitatif dari sistem yang diinginkan. Pembuatan model kuantitatif ini dilakukan dengan


(19)

memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing nilai variabel dan menterjemahkan setiap hubungan antar variabel dan komponen penyusun model sistem tersebut ke dalam persamaan matematik sehingga dapat dioperasikan oleh program simulasi.

3) Evaluasi model

Evaluasi model berguna untuk mengetahui keterandalan model sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Langkah-langkah dalam evaluasi model meliputi : 1. Mengevaluasi kewajaran model dan kelogisan model

2. Analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kewajaran perilaku model jika dilakukan perubahan salah satu paramater dalam model secara ekstrim.

4) Penggunaan model

Tujuan tahapan ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah diidentifikasi pada awal pembuatan model. Tahapan ini melibatkan perencanaan dan simulasi beberapa skenario.

2.2.2 Model Simulasi

Pemodelan (modelling) adalah kegiatan membuat model untuk tujuan tertentu. Model adalah abstraksi dari suatu sistem. Sistem adalah sesuatu yang terdapat di dunia nyata. Sehingga pemodelan adalah kegiatan membawa sebuah dunia nyata kedalam dunia tak nyata atau maya tanpa kehilangan sifat-sifat utamanya (Gayatri 2010).

Pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni. Sebuah pengetahuan karena ada logika yang jelas ingin dibangunnya dengan urutan yang sesuai. Sebuah seni, karena pemodelan mencakup bagaimana menuangkan persepsi manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya (Gayatri 2010).

Soerianegara (1978), mengemukakan bahwa simulasi adalah eksperimentasi yang menggunakan model dari suatu sistem. Simulasi dalam analisis sistem meliputi tiga kegiatan berikut:

1. Membuat model yang menggambarkan keadaan sistem dan proses-proses yang terjadi di dalamnya.


(20)

2. Memanipulasi atau melakukan percobaan-percobaan terhadap model tersebut yang akan menghasilkan data eksperimen.

3. Menggunakan model dan data untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan persoalan mengenai sistem sebenarnya (real world) yang diteliti.

2.3 Analisis Ekonomi

2.3.1 Rasio Manfaat dan Biaya (BCR)

Teknik analisis rasio manfaat terhadap biaya atau benefit cost ratio (BCR) adalah perbandingan antara besaran manfaat dengan besaran biaya yang diperoleh atau dikeluarkan oleh suatu investasi yang sedang dianalisis, karena yang diperbandingkan adalah manfaat dan biayanya maka metode ini sering disebut metode analisis rasio manfaat dan biaya. Pada dasarnya BCR akan membandingkan antara manfaat yang diperoleh dari suatu investasi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan investasi tersebut, pembandingan tersebut haruslah kompatibel dan didasarkan pada referensi waktu yang sesuai. Berdasarkan referensi waktu memandangnya, perolehan manfaat dan pengeluaran biayanya dapat didasarkan pada saat ini (present), saat akan datang (net present), dan dapat pula merupakan rataan tahunannya (annual equivalent) (Nugroho 2004).

Suatu usaha atau kegiatan investasi apapun bentuknya harus dapat menghasilkan keuntungan, paling tidak seluruh biaya yang dikeluarkan harus dapat diimbangi oleh manfaat yang diperoleh, dengan pendekatan analisis nilai kini (NK) pernyataan seluruh biaya yang dikeluarkan harus dapat diimbangi oleh manfaat yang diperoleh mengindikasikan bahwa suatu kegiatan investasi minimal harus dapat mendatangkan nilai kini manfaat (NKM) yang sama dengan nilai kini biaya (NKB) pada tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA = i %) dan untuk periode investasi (n) tertentu. Apabila NKM lebih besar dari NKB maka akan diperoleh nilai manfaat bersih kini yang positif atau dengan perkataan lain kegiatan investasi tersebut menguntungkan, sebaliknya apabila NKM lebih kecil dari NKB maka akan diperoleh nilai manfaat bersih kini (NMB) yang negatif atau dengan perkataan lain kegiatan investasi tersebut akan merugi (Nugroho 2004).


(21)

2.3.2 Nilai Akan Datang (Future Value)

Untuk mengevaluasi keragaan dan menetapkan pilihan investasi yang menggunakan teknik analisis nilai kini, referensi waktu yang digunakan sebagai pijakan adalah saat ini. Sementara pada teknik analisis nilai rataan tahunan, pijakan yang digunakan adalah nilai rata-rata selama periode investasi yang tentu saja memperhitungkan bunga atau TPMA. Dengan demikian referensi waktu sebagai pijakan analisis pada dasarnya tidak terbatas pada saat ini tetapi dapat menggunakan rataan tahunan atau suatu titik waktu tertentu di dalam rentang periode analisis, demikian pula tentunya referensi waktu sebagai pijakan analisis dapat juga menggunakan suatu titik pada saat yang akan datang. Teknik analisis yang menggunakan referensi waktu yang akan datang sebagai pijakan analisis tersebut dinamakan teknik analisis nilai akan datang (future value analysis). Dengan teknik ini maka evaluasi keragaan dan atau perbandingan alternatif investasi didasarkan pada nilai akan datang (NAD) dari pengeluaran atau pemasukan kini atau yang terjadi sebelum titik waktu akan datang yang dimaksud (Nugroho 2004)


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Peneltian

Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 2012 hingga Mei 2012.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder terkait kegiatan pengelolaan HHBK di KPH Bandung Utara Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat.

Alat yang diunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, komputer dengan

software Stella versi 9.02 untuk simulasi model serta software microsoft excel

untuk pengolahan data.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder sebagai data pokok dan data primer sebagai data penunjang.

Data-data sekunder yang dibutuhkan sebagai penunjang penelitian meliputi : a. Letak dan luas areal hutan.

b. Struktur kelas hutan KPH Bandung Utara. c. Laporan produksi hasil hutan tahun 2009 -2011.

d. Laporan keuangan KPH Bandung Utara tahun 2009 -2011. e. Rencana pengaturan kelestarian hutan KPH Bandung Utara. f. Rencana produksi hasil hutan KPH Bandung Utara.

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa : a. Kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan KPH Bandung Utara. b. Sistem pengelolaan HHBK yang dilakukan KPH Bandung Utara.

Data primer diperoleh dengan wawancara dan diskusi kepada pihak Seksi Perencanaan Hutan (SPH), KPH Bandung Utara, Rekanan usaha KPH Bandung Utara, dan masyarakat sekitar hutan.


(23)

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui analisis sistem dan simulasi. Tahapan analisis sistem menurut Grant et. al (1997) meliputi formulasi model konseptual, spesifikasi model kuantitatif, evaluasi model dan penggunaan model.

1) Formulasi Model Konseptual

Tujuan dari pembuatan model ini adalah untuk memperoleh model pengelolaan HHBK yang dilakukan oleh KPH Bandung Utara dan dapat diproyeksikan ke masa depan serta dihubungkan dengan skenario tertentu sehingga dapat dilakukan tindakan-tindakan khusus untuk mengelola HHBK agar kegiatan pengelolaan hutan dapat dilakukan secara lestari termasuk agar kelestarian ekonomi dapat tercapai.

Batasan pembuatan model ini yaitu model ini dibuat pada unit pengelolaan HHBK. Model ini dibagi kedalam empat sub model yaitu: sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.), sub model pengelolaan usaha wanatani, sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan, dan sub model pengelolaan usaha KPH Bandung Utara (Model Utama).

2) Spesifikasi Model Kuantitatif

Basic time unit yang dipakai adalah tahun. Pada tahap ini dimasukkan persamaan atau nilai kuantitatif ke dalam sub model. Data-data pengelolaan HHBK akan dicari hubungannya yang kemudian akan dimasukkan dalam bentuk kuantitatif ke dalam suatu model.

3) Evaluasi Model

Evaluasi model bertujuan untuk mengetahui keterandalan model untuk mendeskripsikan keadaan yang sebenarnya. Evaluasi model dilakukan dengan membandingkan output dari model dengan data sebenarnya. Data sebenarnya yang digunakan untuk uji validasi merupakan gabungan data primer dan sekunder. Evaluasi model ini menggunakan analisis sensitivitas yang merupakan suatu perlakuan merubah nilai pada parameter yang berpengaruh di model untuk melihat kewajaran model simulasi.

4) Penggunaan Model

Model yang telah dibentuk digunakan untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan tujuan pembentukan model. Penggunaan model pada penelitian ini


(24)

digunakan untuk mengimplementasikan skenario tertentu pada pengelolaan HHBK di KPH Bandung Utara. Diharapkan dengan adanya model simulasi pengelolaan HHBK ini KPH Bandung Utara dapat membuat kebijakan yang sesuai dan tepat terkait pengelolaan hutan di wilayahnya.

Selanjutnya terdapat teknik analisis data yang digunakan untuk analisis ekonomi yaitu analisis benefit cost ratio (BCR) dan analisis net present value

(FV), berikut adalah rumus BCR dan FV: a. BCR = Benefit (Keuntungan) / Cost (Biaya) b. FV = Benefit (Keuntungan) - Cost (Biaya)

Dalam model simulasi ini terdapat pengaruh suku bunga yang besarnya lima persen per tahun atau 2.5 % per semester, suku bunga dipakai untuk menghitung besar BCR dan FV pada masa yang akan datang. Berikut adalah rumus pengaruh suku bunga yang digunakan pada BCR dan FV:

c. BCR = Benefit (Keuntungan) * (1+i)n / Cost (Biaya) * (1+i)n d. FV = Benefit (Keuntungan) * (1+i)n - Cost (Biaya) * (1+i)n Keterangan:

i = Besar suku bunga n = Jangka waktu usaha


(25)

BAB IV

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Kesatuan Pemangkuan Hutan Bandung Utara mempunyai total luas wilayah setelah pengukuhan seluas 25.431,80 Ha dengan luasan efektif yang dikelola Perum Perhutani sebesar 20.560,36 Ha.

KPH Bandung Utara memiliki batas geografis 107000’28’’ - 107048’28’’ BT (Bujur Timur) dan 06038’34’’ - 07002’57’’ LS (Lintang Selatan). Secara administratif KPH Bandung Utara berada pada empat kabupaten/kota, yaitu Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, dan Subang. Data penyebaran wilayah KPH Bandung Utara disajikan di Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran wilayah administratif KPH Bandung Utara

No Kabupaten

Kawasan hutan yang

% Masuk KPH Bandung Utara

(Ha)

1 Bandung 2.122,50 10,32

2 Bandung Barat 10.545,33 51,29

3 Purwakarta 350,36 1,70

4 Subang 7.542,17 36,68

Jumlah 20.560,36 100,00

Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung (Utara 2012 – 2021)

KPH Bandung Utara memiliki areal kerja yang berbatasan dengan tempat lain yang secara detail dijelaskan sebagai berikut:

a. Bagian Utara berbatasan dengan wilayah kerja KPH Purwakarta b. Bagian Timur berbatasan dengan wilayah kerja KPH Sumedang

c. Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah kerja KPH Garut dan KPH Bandung Selatan

d. Bagian Barat berbatasan dengan wilayah kerja KPH Bandung Selatan dan KPH Cianjur

Wilayah KPH Bandung Utara sebagian besar dilewati oleh DAS Citarum meliputi sub DAS Cidurian, Cijalu, Cikapundung, Cilamaya, Cimahi, Cimeta, Cisalada, Cimosang, dan Citarik serta DAS Cipunegara meliputi sub DAS Cibataran, Cibareuhbeuy, Cibeureum, Cicenang, Cikembang, Cilampid,


(26)

Cilandesan, Cileat, Cilulumpang, Cimuncang, Citepus, Cipunegara, Ciwangun, Cikondang, dan Cipabelahan.

KPH Bandung Utara termasuk kedalam Kelas Perusahaan Pinus (KP Pinus) dan terbagi dalam dua Bagian Hutan (BH) yang ada di wilayah kerja KPH Bandung Utara dan memiliki rincian yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bagian hutan KPH Bandung Utara

No Bagian

Hutan

Kelas Luas (Ha)

Total (ha)

Perusahaan HL HP HPT>15 %

1 Gn. Kramat Pinus 10.340,09 - 1.301,63 11.641,72

Jumlah 1 10.340,09 - 1.301,64 11.641,72

2 Gn.

Sanggarah Pinus 4.372,23 26,75 76,80 4.475,78

Cluster Jati 1.447,86 2.995,00 - 4.442,86

Jumlah 2 5.820,09 3.021,75 76,80 8.918,64

Jumlah 16.160,18 3.021,75 1.378,43 20.560,36

Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung Utara (2012 - 2021)

4.2 Kondisi Fisik

Keseluruhan wilayah KPH Bandung Utara merupakan daerah perbukitan dan Pegunungan. Berdasarkan hasil overlay antara peta kontur dan peta kawasan hutan KPH Bandung Utara diketahui bahwa kawasan Hutan Produksi sebagian besar memiliki elevasi 275 – 800 mdpl, sebagian lagi khususnya di sebagian RPH Burangrang Selatan berada di ketinggian 800 – 1500 m dpl.

Ketinggian tempat ini digunakan sebagai salah satu untuk penentuan jenis tanaman yang akan dikembangkan. Seperti diketahui, jati tumbuh dengan baik di ketinggian kisaran 800 m dpl. Untuk ketinggian di atas itu dikembangkan tanaman yang lebih cocok, semacam Pinus dan lainnya.

4.3 Tanah

Menurut peta tanah tinjau Provinsi Jawa Barat tahun 1996 yang telah diperbaharui oleh Seksi Pengukuran dan Perpetaan Biro Perencanaan Unit III Jawa Barat tanggal 19 Juni 1994, jenis tanah kawasan KP. Pinus KPH Bandung Utara sebagai berikut:


(27)

 Komplek regosol kelabu dan litosol, andosol coklat, terdapat di kelompok hutan gunung tangkuban perahu.

 Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat terdapat di kelompok hutan: tangkuban perahu, burangrang selatan, burangrang utara.

 Latosol coklat terdapat di kelompok hutan: gn. susuru, gn. sarengseng, pasir keraton, haur seah, sela gombong.

2. Bagian Hutan Gunung Karamat

 Kompleks regosol kelabu dan litosol terdapat di kelompok hutan gn. salak.

 Regosol coklat kemerahan terdapat di kelompok hutan bukanagara dan cagak kadaka.

 Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat terdapat di kelompok hutan bukanagara, cangak kadaka, manglayang/pulosari dan bukit tunggul.

4.4 Iklim

Wilayah hutan KPH Bandung Utara terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas, menurut Schmidt & Ferguson tipe Iklim pada wilayah KPH Bandung Utara tersebut umumnya adalah tipe C dengan curah hujan berkisar 1.800 mm–3.000 mm/tahun.

4.5 Sosial Ekonomi

Salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam pengelolaan hutan adalah faktor sosial ekonomi masyarakat desa hutan. Begitu pula di KPH Bandung Utara. Tercatat terdapat 16 kecamatan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan yang pada umumnya masyarakatnya memiliki interaksi yang tinggi dengan hutan. Interaksi inilah yang harus dikelola dengan baik, karena bila tidak akan menjadi faktor negatif bagi pengelolaan hutan.

Penyebaran penduduk di sekitar wilayah KPH Bandung Utara, tingkat kepadatan tertinggi di wilayah Kec. Lembang Kab.Bandung Barat 170.439 orang dan yang terendah di wilayah Kec. Kiarapedes Kab. Purwakarta 25.933 orang. Adapun tingkat kepadatan penduduk tiap kecamatan di KP. Pinus KPH Bandung Utara, rinciannya dapat dilihat pada Tabel 3.


(28)

Tabel 3. Penyebaran penduduk di tiap kecamatan sekitar wilayah kelas perusahaan pinus KPH Bandung Utara

No. Kecamatan Jumlah penduduk

Pria Wanita Jumlah

1 Cilengkrang 21.274 21.667 42.941

2 Cileunyi 67.841 65.128 132.969

3 Cimenyan 49.753 47.168 96.921

4 Cikalong Wetan 57.014 57.014 114.028

5 Cipatat 62.414 61.191 123.605

6 Cipeundeuy 42.651 43.138 85.789

7 Cisarua 33.075 32.424 65.499

8 Lembang 86.510 83.929 170.439

9 Parongpong 45.601 43.780 89.381

10 Darangdang 29.596 29.960 59.556

11 Klarapedes 13.323 12.610 25.933

12 Wanayasa 19.526 19.570 39.096

13 Sagalaherang 14.407 14.686 29.093

14 Jalan Cagak 18.724 19.087 37.811

15 Cisalak 18.854 19.220 38.074

16 Tanjungsiang 21.560 21.979 43.539

Jumlah 602.123 592.551 1.194.574

Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung Utara (2012 – 2021)

Pada wilayah kerja KPH Bandung Utara mayoritas penduduk adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah penduduk lulusan SD sebesar 459.403 jiwa yang tersebar di 16 kecamatan dengan jumlah sebaran terbesar ada di Kecamatan Cipatat dengan jumlah penduduk lulusan SD sebesar 57.431 jiwa.

Sedangkan jumlah populasi dengan tingkat pendidikan tinggi menempati urutan terendah dari sisi jumlah yaitu sebesar 32.076 jiwa yang tersebar di 16 kecamatan dengan jumlah tertingginya terdapat di Kecamatan Cileunyi yaitu sebesar 10.716 jiwa. Sementara itu juga terdapat masyarakat yang tidak pernah menempuh pendidikan formal, jumlah terbesar terdapat pada kecamatan Cimenyan dengan jumlah masyarakt yang tidak sekolah sebesar 25.439 jiwa. Berikut rincian tingkat pendidikan penduduk tiap kecamatan yang ada di wilayah kerja KPH Bandung Utara yang terangkum dalam Tabel 4.


(29)

Tabel 4. Tingkat pendidikan penduduk tiap kecamatan di sekitar wilayah KP. Pinus KPH Bandung Utara

No Kecamatan

Jumlah Penduduk Sarjana/

SMU SMP SD

Tidak

Jumlah

diploma sekolah

1 Cilengkrang - 6.033 6.436 15.684 9.249 37.402

2 Cileunyi 10.716 27.477 21.421 42.835 9.885 112.334

3 Cimenyan 1.982 3.950 15.508 31.013 25.439 77.892

4 Cikalong W. 763 7.170 12.023 46.764 25.591 92.311

5 Cipatat 551 9.155 18.333 57.431 17.581 103.051

6 Cipeundeuy 997 4.815 18.969 32.797 16.618 74.196

7 Cisarua 957 4.588 16.434 21.995 9.747 53.721

8 Lembang 7.643 20.983 25.969 56.678 21.147 132.420

9 Parongpong 911 10.028 17.670 29.656 13.279 71.544

10 Darangdang 964 3.961 4.449 19.428 9.350 38.152

11 Klarapedes 698 7.129 18.636 16.140 18.701 61.304

12 Wanayasa 1.491 3.287 9.875 20.406 19.679 54.738

13 Sagalaherang 1.508 4.236 6.458 15.971 17.622 45.795

14 Jalan Cagak 798 6.572 8.768 18.567 12.545 47.250

15 Cisalak 854 5.648 9.872 16.582 10.256 43.212

16 Tanjungsiang 1.243 3.574 7.652 17.456 12.365 42.290

Jumlah 32.076 128.606 218.473 459.403 249.054 1.087.612 Sumber: RPKH KP Pinus KPH Bandung Utara (2012 – 2021)

4.6 Tegakan

Pada areal hutan KPH Bandung Utara, luasan yang mendominasi areal tersebut adalah hutan lindung dengan jumlah luasan sebesar 16.160 ha. Hutan produksi dan hutan produksi terbatas hanya memperoleh luasan berturut-turut sebesar 3021 ha dan 1378 ha. Data mengenai penyebaran kelas hutan KP Pinus KPH Bandung Utara dapat dilihat di Tabel 5.


(30)

Tabel 5. Penyebaran kelas hutan KP Pinus KPH Bandung Utara Bagian

hutan BKPH

Kelas hutan

Fungsi hutan Jumlah

HL HP HPT>15% (ha)

Gn.

Kramat Cisalak HAS - - 976,43 976,43

HL 6590,9 - - 6590,9

KTN - - 17,7 17,7

KUI - - 37,7 37,7

KUII - - 142 142

KUIII - - 43,1 43,1

KUIV - - 44,2 44,2

KUVI - - 9,8 9,8

KUVII - - 3 3

LDTI - - 7,8 7,8

TBP - - 10,4 10,4

TKL - - 9,5 9,5

Total 6590,9 - 7892,53 7892,53

Gn.

Sanggarah Lembang HL 3999,77 - - 3999,77

WW - 26,75 76,8 103,55

Total 3999,77 26,75 76,8 4103,32

Manglayang

Barat HL 4121,65 - - 4121,65

Total 4121,65 - - 4121,65

Padalarang HAS - 409,8 - 409,8

HL 1447,86 - - 1447,86

HTKH - 24,2 - 24,2

KPS - 71,87 - 71,87

KUI - 1330 - 1330

KUII - 537,66 - 537,66

Gn.

Sanggarah Padalarang LDTI - 35,07 - 35,07

TBK - 136,1 - 136,1

TBP - 2 - 2

TJKL - 256,4 - 256,4

TKL - 66,6 - 66,6

TKLR - 22 - 22

WW - 3 - 3

Total 1447,86 2995 - 4442,86

Grand

Total 16160,2 3021,8 1378,43 20560,4


(31)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Model Pengelolaan Hutan yang Dilaksanakan oleh KPH Bandung Utara Kesatuan Pemangkuan Hutan Bandung Utara (KPH BDU) merupakan sebuah institusi yang memiliki tugas untuk mengelola hutan yang terdapat pada wilayah Bandung bagian Utara. Dalam mengelola hutan, KPH BDU mendapat bimbingan dari Seksi Perencanaan Hutan III (SPH III) yang bertugas merencanakan segala bentuk kegiatan pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Dalam mengelola hutan yang sebagian besarnya berstatus Hutan Lindung (HL), KPH BDU memiliki kewajiban untuk melaporkan segala bentuk kegiatan yang dilakukan kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat–Banten.

KPH Bandung Utara mengadopsi struktur organisasi baku Perum Perhutani yang diterapkan di seluruh KPH yang ada di ketiga unit Perum Perhutani, Administratur (Adm) sebagai penanggung jawab wilayah Perum Perhutani Bandung Utara memiliki bawahan yang bertugas membantu Adm untuk mengelola hutan sesuai dengan rencana kelestariannya. Kelestarian yang dimaksud di sini meliputi kelestarian lingkungan, sosial, dan ekonomi. Seksi PSDH (Pengelolaan Sumber Daya Hutan) merupakan divisi penting dalam struktur organisasi KPH Bandung Utara karena seksi PSDH memegang tanggung jawab untuk melaksanakan program-program pengelolaan hutan yang meliputi seluruh aspek teknis kehutanan dan aspek kelestarian, baik tidaknya pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh KPH Bandung Utara secara tidak langsung ditentukan oleh kinerja seksi PSDH.

Wilayah KPH Bandung Utara sebesar 78,6 % dari total keseluruhan wilayah kerja yang menjadi tanggung jawab KPH Bandung Utara adalah hutan lindung, undang-undang telah mengatur cara pengelolaan hutan yang lindung salah satunya adalah aturan pelarangan penebangan pohon yang berada dalam zona hutan lindung. Hal ini berpengaruh pada strategi pengelolaan hutan yang dijalankan oleh KPH Bandung Utara sehingga dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang disusun oleh SPH III Perum Perhutani terdapat unsur HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) yang dimasukkan kedalam rencana


(32)

pengelolaan hutan, unsur HHBK dimasukkan kedalam RPKH dengan maksud agar HHBK dapat menjadi komoditas alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh KPH Bandung Utara melihat kondisi hutan yang ada selain komoditas lain yang selama ini telah menjadi fokus perhatian utama Perum Perhutani yaitu Jati (Tectona grandis) dan Pinus (Pinus merkusii Jungh.).

KPH Bandung Utara menyimpan potensi usaha Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang sangat besar, HHBK yang dimaksud berupa wanatani atau agroforestri yang mencakup Rotan (Calamus sp.), Kopi (Coffea sp.), Hijauan Makanan Ternak (HMT), Bambu (Dendrocalamus sp.), Aren (Arenga pinnata), Karet (Havea brasiliensis), perdagangan agroforestry (beras, kelapa, kapolaga, bambu, dan sapi), dan sharing Albizia (Albizia falcataria). Kemudian KPH Bandung Utara juga melakukan kegiatan pengelolaan HHBK lainya yang dalam tujuan jangka menengah RPKH 2012-2021 dijadikan usaha pokok yaitu getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.), selanjutnya terdapat unit usaha pengelolaan jasa lingkungan yang meliputi usaha mata air dan wisata.

Visi KPH Bandung Utara yang terdapat dalam buku RPKH tahun 2012-2021 adalah “Menjadi Pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”, dan dilakukan dalam kerangka implementasi misi

Perusahaan, yaitu:

1. Mengelola sumber daya hutan dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS), serta meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa lingkungan, agroforestri serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan.

2. Membangun dan mengembangkan perusahaan, organisasi serta sumberdaya manusia perusahaan yang modern, profesional dan handal serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi masyarakat desa hutan atau koperasi petani hutan. 3. Mendukung dan turut berperan serta dalam pembangunan wilayah secara

regional dan nasional, serta memberikan kontribusi secara aktif dalam penyelesaian masalah lingkungan regional, nasional dan internasional.


(33)

Adapun tujuan atau arah pengelolaan sumber daya hutan yang akan direfleksikan dalam RPKH KP. Pinus KPH Bandung Utara adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Jangka Panjang :

Memantapkan dan menumbuhkembangkan kapasitas fungsi hutan KPH Bandung Utara baik fungsi konservasi lingkungan, fungsi sosial, maupun fungsi ekonomi produksinya serta optimalisasi pemanfaatannya bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan perusahaan dan masyarakat di sekitarnya.

2. Tujuan Jangka Menengah :

a. Membangun kawasan hutan KPH Bandung Utara sesuai hasil kajian redesain SDH yang menegaskan Pinus sebagai jenis KP untuk BH Sanggarah dan BH Karamat dengan pemanfaatan utama berupa produk getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) serta

b. Membangun cluster Jati dengan jenis JPP (Jati Plus Perhutani) di sebagian BH Sanggarah.

3. Tujuan Jangka Pendek :

a. Melakukan penanaman di hutan produksi dengan jenis sesuai KP dan rehabilitasi di hutan lindung dengan jenis-jenis unggul untuk kepentingan konservasi lingkungan maupun ekonomi produksi.

b. Mengkonversi jenis Jati lokal menjadi jenis JPP pada cluster jati di BH Sanggarah secara bertahap.

c. Memanfaatkan seluruh potensi tegakan pinus untuk dilakukan penyadapan.

d. Pengembangan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) serta pemanfaatan wisata dan jasa lingkungan.

Dari visi dan misi KPH Bandung Utara yang terdapat di dalam RPKH 2012-2021 terdapat isu pengelolaan HHBK dan jasa lingkungan yang tersusun dalam tujuan jangka pendek perusahaan, sementara pada tujuan jangka menengah dan jangka panjang hanya tercantum salah satu bagian dari HHBK yang menjadi potensi usaha di KPH Bandung Utara yaitu pemanfaatan getah Pinus (Pinus


(34)

merkusii Jungh.). Pemasukan KPH Bandung Utara antara tahun 2009-2011 disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Pemasukan KPH Bandung Utara tahun 2009-2011.

Rencana KPH Bandung Utara untuk menjadikan komoditas getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) sebagai komoditas utama terlihat kurang realistis karena bila dilihat dari perbandingan antara pemasukan dan pengeluarannya, pengeluaran yang terdapat pada usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) jauh lebih besar dari pemasukannya sehingga usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) merupakan usaha yang memberikan kerugian bagi KPH BDU. Pengeluaran KPH Bandung Utara tahun 2009-2011 disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Pengeluaran KPH Bandung Utara tahun 2009 – 2011 0

500,000,000 1,000,000,000 1,500,000,000 2,000,000,000 2,500,000,000 3,000,000,000 3,500,000,000

Kayu tebangan

Jasa lingkungan

Wanatani Getah pinus Di luar usaha pokok tahun 2009 tahun 2010 tahun 2011

1,000,000,000 2,000,000,000 3,000,000,000 4,000,000,000 5,000,000,000 6,000,000,000 7,000,000,000 8,000,000,000 9,000,000,000

tahun 2009 tahun 2010 tahun 2011


(35)

Sebaliknya pada komoditas wanatani pemasukan jauh melebihi pengeluaran, hal ini dapat terjadi karena KPH Bandung Utara sebatas menyewakan areal hutannya untuk kegiatan pengelolaan wanatani yang dilakukan oleh masyarakat melalui skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pada masa panen KPH Bandung Utara mendapatkan bagi hasil dari masyarakat pengelola wanatani atas jasanya memberikan izin atas penggunaan lahan untuk mengelola usaha wanatani. Bila dilihat dari sisi ekonomi terutama perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran, usaha wanatani yang dijalankan secara PHBM oleh KPH Bandung Utara terbukti memiliki nilai keuntungan yang sangat tinggi.

Komoditas wanatani ditanam dengan memanfaatkan lahan yang berada di bawah tegakan KP Pinus, secara ekologi teknik agroforestri tersebut sangat ramah lingkungan karena tidak mengorbankan tegakan di atasnya untuk ditebang. Jenis yang ditanam di bawah tegakan merupakan jenis yang sudah diteliti agar dapat hidup di bawah tegakan dengan intensitas cahaya matahari kurang. Pengelola komoditas wanatani merupakan masyarakat sekitar hutan yang bernaung di bawah payung PHBM, secara kelestarian sosial skema PHBM ini sangat baik karena menempatkan masyarakat sebagai pengelola utama komoditas wanatani. Dengan adanya program PHBM ini masyarakat secara tidak langsung turut serta menjaga hutan

a b

Gambar 3. Komoditas wanatani berupa: (a) Kopi (Coffea sp.) dan (b) HMT (Hijauan Makanan Ternak)

Namun demikian komoditas wanatani tidak dilihat sebagai komoditas yang harus dikembangkan secara serius, hal ini tercermin dalam tujuan jangka


(36)

menengah dan panjang yang menjadikan komoditas getah Pinus (Pinus merkusii

Jungh.) sebagai komoditas utama walaupun secara ekonomi tidak lestari. Getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) memang memiliki potensi pendapatan yang baik untuk masa yang akan datang apabila pengelolaannya dilaksanakan dengan baik sesuai manual pengelolaan komoditas getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) dan dilengkapi dengan inovasi-inovasi pengelolaan yang merangkul pihak luar, namun yang menjadi hambatan di sini adalah kelestarian ekonomi pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.). Kelestarian ekonomi merupakan hal yang penting dalam suatu kegiatan pengusahaan hutan, tanpa adanya kelestarian ekonomi yang baik pihak pengusaha yang dalam hal ini adalah Perum Perhutani tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan dalam waktu yang lama.

Kelestarian ekonomi sangat dipengaruhi oleh kelestarian lingkungan dan kelestarian ekonomi mempengaruhi kelestarian sosial, hambatan ekonomi yang dihadapi oleh kegiatan pengusahaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) datang dari faktor aturan pengelolaan hutan di areal hutan lindung. Pengelolaan pada hutan lindung dan kawasan lindung mengacu kepada :

a. Pemanfaatan hutan pada hutan lindung dan hutan produksi mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.

b. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No.859/Kpts/Dir/1999 tanggal 6 Oktober 1999 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Lindung di Kawasan Hutan Perum Perhutani.

c. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No.079/Kpts/Dir/2004 tanggal 20 Februari 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Lima Tahun Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Perlindungan Setempat di Perum Perhutani.

d. Surat Keputusan Kepala PT. Perhutani (Persero) Unit III Jawa Barat No.1057/Kpts/III/2001 tanggal 16 November 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Kawasan Lindung.


(37)

e. Moratorium logging sesuai SK. Gubernur Jawa Barat No.522/1224 /Bin.Prod tanggal 20 Mei 2003 tentang Perlindungan dan Pengamanan Hutan di Jawa Barat.

f. Surat Direksi No.47/053.4/Can/Dir tanggal 19 Februari tahun 2009 Perihal Penghentian Tebangan Pinus.

Fluktuasi kegiatan sadapan Pinus pada jangka lalu dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahirnya SK. Mentri Kehutanan No. 195/Kpts-II/ 2003 tanggal 4 Juli 2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Jawa Barat yang merubah sebagian kawasan hutan produksi menjadi hutan lindung (kebijakan rescoring), serta PP. No. 6 tahun 2007 tanggal 8 Januari 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Kegiatan sadapan Pinus KPH Bandung Utara sampai dengan akhir tahun 2006 masih terpusat di lokasi hutan produksi yang luasnya sangat terbatas akibat kebijakan rescoring tahun 2003. Pada tahun 2007 dan seterusnya, kegiatan sadapan mulai meningkat lagi ketika Perhutani mulai menerapkan kebijakan pemerintah untuk mengakomodir pemanfaatan HHBK di kawasan Hutan Lindung. Dan untuk pengaturan sadapan di hutan lindung Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten menerbitkan SK. No. 808/Kpts/III/2010 tanggal 4 November 2010 tentang Juknis Sadapan di Hutan Lindung.


(38)

Dalam pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang optimal, pohon-pohon pinus yang telah menua dan tidak produktif dalam menghasilkan getah wajib ditebang agar dapat dilakukan penanaman kembali. Namun pada areal produksi getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) situasinya berbeda, mayoritas pohon-pohon pinus yang telah menua tidak dapat ditebang karena terbentur peraturan yang telah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Di sisi lain bila dilihat dari BCR (Benefit Cost Ratio) atau perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran, usaha pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) dinilai tidak menguntungkan. Hal ini terjadi karena salah satunya disebabkan oleh imbas peraturan moratorium penebangan pada HL yang menyebabkan pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) di KPH Bandung Utara tidak optimal.

Komoditas kayu tebangan merupakan komoditas yang memiliki jumlah pengeluaran terbesar bila dibandingkan dengan komoditas lainnya, sementara komoditas kayu tebangan tidak memiliki pemasukan sama sekali. Hal ini terjadi murni disebabkan oleh kebijakan Perum Perhutan Unit III yang menginstruksikan agar seluruh biaya pengelolaan kayu yang rinciannya terdapat dalam lampiran dibebankan kepada KPH BDU. Sementara pemasukan dari kegiatan pengelolaan kayu yang dalam hal ini penebangan pada HP maupun HPT dikelola oleh KBM (Kesatuan Bisnis Mandiri) Perum Perhutani Unit III, KBM Perum Perhutani merupakan institusi yang berkoordinasi di bawah Perum Perhutani Unit III dan bertugas mengelola objek bisnis potensial yang berada dalam wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten.

Komoditas jasa lingkungan yang dikembangkan oleh KPH Bandung Utara merupakan komoditas yang cukup lestari dari sisi ekonomi, bila dilihat dari data keuangan tahun 2009-2011 pemasukan yang diterima oleh KPH Bandung Utara dari komoditas jasa lingkungan lebih besar dari pengeluarannya. Jasa lingkungan dimanfaatkan oleh pihak lain melalui skema PKS (Perjanjian Kerja Sama), nilai PKS pada komoditas air bervariasi bergantung kesepakatan antara KPH Bandung Utara dan pihak lain.


(39)

a b

Gambar 5. Komoditas jasa lingkungan berupa: (a) objek wisata dan (b) mata air

5.2 Penyusunan Model Simulasi Pengelolaan Hutan

Model simulasi yang dibuat dalam penyusunan model simulasi pengelolaan hutan ini terdiri dari tiga sub model dan satu model utama yaitu: a. Sub model pengelolaan usaha getah pinus (Pinus merkusii Jungh.) b. Sub model pengelolaan usaha wanatani

c. Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan

d. Sub model pengelolaan usaha KPH BDU (Model utama)

Model simulasi pengelolaan hutan ini terdiri dari empat sub model antara satu sub model dengan sub model lainnya tidak saling mempengaruhi namun model utama dipengaruhi oleh sub model yang ada. Besar keuntungan atau kerugian yang terdapat pada sub model pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii

Jungh.), wanatani, dan jasa lingkungan mempengaruhi besar keuntungan atau kerugian dan benefit cost ratio (BCR) pada model pengelolaan hutan KPH BDU. Namun BCR dan keuntungan atau kerugian yang terdapat pada model pengelolaan hutan KPH BANDUNG UTARAtidak dapat mempengaruhi sub model pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.), wanatani, dan jasa lingkungan. Berikut adalah gambaran interaksi antara sub model dan model utama.


(40)

Gambar 6. Gambaran interaksi antara sub model dengan model utama 5.2.1 Formulasi Model Konseptual

5.2.1.1 Penentuan Tujuan Model

Tujuan penyusunan model simulasi ini sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menilai kelestarian ekonomi (net present value dan benefit cost ratio) pada kegiatan pengelolaan hasil hutan bukan kayu di KPH BDU yang memperhatikan perubahan volume produksi, fluktuasi harga komoditas, suku bunga, jangka waktu pengelolaan, fluktuasi biaya pengelolaan, serta rencana produksi kedepan. Selanjutnya model simulasi yang disusun digunakan untuk mensimulasikan berbagai macam skenario yang menyangkut pendapatan, pengeluaran, net present value, dan benefit cost ratio (BCR). Di samping itu model simulasi pengelolaan hasil hutan bukan kayu ini juga digunakan untuk memformulasikan perhitungan faktor-faktor penentu kelestarian ekonomi.

5.2.1.2 Pembatasan Model

Batasan-batasan yang digunakan dalam penyusunan model simulasi ini adalah:

Pengelolaan usaha KPH Bandung Utara

(Model utama)

Pengelolaan usaha getah pinus (Pinus merkusii Jungh.)

Pengelolaan usaha wanatani

Pengelolaan usaha jasa lingkungan


(41)

a. Volume produksi adalah jumlah total keseluruhan komoditas yang berhasil dipanen dalam suatu proses produksi.

b. Harga adalah acuan yang digunakan untuk menilai suatu komoditas dalam satuan Rupiah.

c. Fluktuasi produksi adalah persentase perubahan volume produksi dalam beberapa tahun.

d. Fluktuasi harga adalah persentase perubahan harga komoditas dalam beberapa tahun.

e. Biaya adalah besarnya pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan dalam satuan Rupiah.

f. Fluktuasi biaya adalah persentase perubahan biaya yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan dalam beberapa tahun.

g. Suku bunga adalah besarnya persentase inflasi dalam suatu kegiatan pengelolaan hutan sesuai jangka waktu kegiatan.

h. Jangka waktu adalah seberapa lama suatu kegiatan pengelolaan hutan dilaksanakan.

i. Net present value adalah nilai yang didapat dari pengurangan antara pemasukan dan pengeluaran yang sudah dipengaruhi oleh suku bunga dan jangka waktu.

j. Benefit cost ratio adalah nilai yang diperoleh dari perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran.

5.2.1.3 Kategorisasi Komponen-komponen dalam Sistem

Setiap komponen yang masuk dalam ruang lingkup sistem dikategorisasikan ke dalam berbagai kategori sesuai dengan karakter dan fungsinya sebagai berikut:

a. Sub model pengelolaan getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.)

- State variable meliputi jangka waktu, in pendapatan getah, dan in pengeluaran getah.

- Driving variable meliputi suku bunga, volume produksi, harga getah, peningkatan produksi, fluktuasi harga, peningkatan biaya getah, dan peningkatan pendapatan getah.


(42)

- Auxilary variable meliputi pemasukan dan pengeluaran.

- Material transfer meliputi input jangka waktu, input pendapatan, dan input pengeluaran.

b. Sub model pengelolaan wanatani

- State variable meliputi pendapatan HMT, pendapatan aren, pendapatan kopi, pendapatan bambu, pendapatan rotan, biaya wanatani, pemasukan wanatani, dan jangka waktu.

- Driving variable meliputi harga HMT, volume HMT ton, volume HMT ton, harga aren kg, volume aren kg, peningkatan aren, harga kopi kg, volume kopi kg, peningkatan kopi, harga bambu btg, jumlah bambu btg, peningkatan bambu, harga rotan btg, jumlah rotan btg, peningkatan rotan, peningkatan biaya wanatani, peningkatan pendapatan wanatani, dan suku bunga.

- Auxilary variable pengeluaran wanatani.

- Material transfer meliputi input jangka waktu, in HMT, in aren, in kopi, in bambu, out rotan, in biaya, dan in pemasukan.

c. Sub model pengelolaan jasa lingkungan

- State variable meliputi penerimaan air, penerimaan wisata, biaya air, biaya wisata, dan jangka waktu.

- Driving variable meliputi tiket cisalak, pengunjung cisalak, peningkatan cisalak, tiket lembang, pengunjung lembang, peningkatan lembang, tiket manglayang, peningkatan manglayang, pengunjung manglayang, tiket padalarang, pengunjung padalarang, peningkatan padalarang, pendapatan air lembang, peningkatan air lembang, penurunan air manglayang, pendapatan manglayang, pendapatan air padalarang, peningkatan air padalarang, peningkatan air cisalak, pendapatan air cisalak, peningkatan biaya air, peningkatan biaya wisata, biaya pegawai jasling, biaya tan RUPHR, dan suku bunga.

- Auxilary variable meliputi pemasukan, pengeluaran, cisalak, lembang, manglayang barat, padalarang, air lembang, air manglayang barat, air cisalak, dan air padalarang.


(43)

- Material transfer meliputi input jangka waktu, in air, in wisata, out wisata, dan out air.

d. Sub model pengelolaan usaha KPH BDU

- State variable meliputi jangka waktu, biaya kayu, biaya non usaha pokok, pendapatan non usaha pokok, pemasukan wanatani, dan biaya administrasi dan lain-lain.

- Driving variable meliputi suku bunga, peningkatan pendapatan non usaha pokok, peningkatan pengeluaran non usaha pokok, penurunan biaya administrasi, pemasukan getah, pengeluaran getah, pengeluaran wanatani, pemasukan jasa lingkungan, dan pengeluaran jasa lingkungan.

- Auxilary variable pengeluaran kayu, pemasukan non pokok, pengeluaran non usaha pokok, pengeluaran administrasi dan lain-lain, pemasukan KPH BDU, dan pengeluaran KPH BDU.

- Material transfer meliputi in jangka waktu, in pengeluaran kayu, in pendapatan non usaha pokok, in pengeluaran non usaha pokok, dan in biaya administrasi dan lain-lain.

5.2.1.4 Mempresentasikan Model Konseptual

Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan antar komponen, perilaku model, dan pola yang terdapat dalam model simulasi pengelolaan hutan KPH BDU.

A. Sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.)

Sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) digunakan untuk menggambarkan nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Sub model ini terdiri dari state variable jangka waktu yang mengalami penambahan seiring waktu pengelolaan usaha yang semakin bertambah, state variable pendapatan getah yang mengalami penambahan karena terdapat peningkatan volume produksi getah dalam waktu tiga tahun terakhir serta harga getah yang cenderung melemah dalam rentang waktu tiga tahun terakhir, dan state variable pengeluaran getah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.


(44)

Aliran materi dalam sub model model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) dimulai dengan adanya input jangka waktu yang mempengaruhi state variable jangka waktu untuk digunakan dalam perhitungan

auxilary variable pemasukan dan pengeluaran setelah sebelumnya berinteraksi dengan driving variable suku bunga. Aliran materi input pendapatan dipengaruhi oleh driving variable volume produksi, harga getah, peningkatan produksi, peningkatan pendapatan, dan fluktuasi harga yang semuanya berperan dalam peningkatan state variable input pendapatan getah. Kemudian aliran materi input biaya terpengaruh oleh driving variable peningkatan biaya, state variable input pengeluaran getah cenderung mengalami peningkatan akibat dari aliran materi input pengeluaran.

Hasil akhir dari sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii

Jungh.) adalah nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) berupa variable net present value yang menggambarkan selisih dari auxilary variable pemasukan dengan auxilary variable pengeluaran serta variable BCR (Benefit Cost Ratio) yang menggambarkan perbandingan antara auxilary variable pemasukan dengan

auxilary variable pengeluaran. Berikut adalah konseptualisasi sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.) yang terdapat pada gambar delapan.

Gambar 7. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha getah Pinus (Pinus merkusii Jungh.)


(45)

B. Sub model pengelolaan usaha wanatani

Sub model pengelolaan usaha wanatani digunakan untuk menggambarkan nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha wanatani yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Sub model ini terdiri dari beberapa state variable

yang mengalami penambahan seiring waktu pengelolaan usaha yang semakin bertambah dan memiliki jangka waktu maksimal tiga tahun ke depan. State variable pendapatan HMT, pendapatan aren, pendapatan kopi, pendapatan bambu, dan pendapatan rotan mengalami penambahan nilai seiring berjalannya waktu pengelolaan usaha yang dilakukan oleh KPH BDU. State variable yang mengalami penambahan nilai tersebut dipengaruhi oleh driving variable seperti harga, volume, dan peningkatan sehingga menjadikan nilai yang terdapat dalam

state variable tersebut bertambah dari waktu ke waktu serta aliran materi yang memasuki state variable secara terus menerus.

Terdapat aliran materi yang berasal dari input pendapatan beberapa komoditas wanatani seperti bambu, kopi, dan lainnya sehingga meningkatkan nilai dari masing-masing state variable yang dimasuki oleh aliran materi. Sebaliknya terdapat aliran materi yang menuju keluar state variable pendapatan rotan dan sharing albizia hingga berpengaruh pada penurunan nilai state variable

tersebut. Akumulasi nilai state variable yang terdapat pada sub model ini dijadikan patokan untuk menentukan nilai auxilary variable yang terdapat pada sub model pengelolaan usaha wanatani ini yaitu pendapatan dan pengeluaran. Net present value dan BCR menjadi parameter dalam penentuan keberhasilan pengelolaan usaha wanatani yang dilakukan oleh KPH BDU. Berikut adalah konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani.


(46)

Gambar 8. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani C. Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan

Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan mengandung dua komoditas yang dapat dijual dari keberadaan hutan, yaitu mata air dan wisata. Sub model ini dibuat dengan tujuan untuk menerangkan keberhasilan kegiatan pengelolaan usaha jasa lingkungan melalui nilai dan parameter ekonomi yang menjadi hasil akhir dari sub model usaha jasa lingkungan ini. Terdapat lima state variable pada sub model ini yang seluruhnya mengalami penambahan nilai yang diakibatkan oleh aliran materi masuk menuju state variable masing-masing, kelima state variable tersebut ialah penerimaan wisata, biaya wisata, penerimaan air, biaya air, dan jangka waktu.

Pada state variable penerimaan wisata, aliran materi input wisata masuk ke dalam state variable penerimaan wisata setelah mengakumulasikan nilai-nilai


(47)

yang diterima dari driving variable pengunjung, tiket, dan peningkatan. Driving variable pengunjung menggambarkan jumlah pengunjung yang mendatangi objek-objek wisata yang terdapat di BKPH Lembang, Cisalak, Padalarang, dan Manglayang Barat, driving variable tiket menggambarkan harga tiket pada tahun 2011 pada objek-objek wisata yang terdapat di keempat BKPH tersebut, sedangkan driving variable peningkatan menggambarkan persentase peningkatan jumlah pengunjung yang datang mengunjungi objek wisata yang ada di masing-masing BKPH dalam tiga tahun terakhir.

State variable penerimaan air menggambarkan akumulasi nilai penerimaan dari jasa lingkungan berupa air baku yang dihasilkan hutan KPH BDU, air baku dihasilkan di seluruh BKPH dan dijual kepada pihak pemerintah, swasta, dan warga melalui skema tarif yang disesuaikan dan tercermin pada driving variable

pendapatan manglayang barat, lembang, cisalak, dan padalarang. Driving variable penurunan air manglayang mempengaruhi auxiliary variable air manglayang barat, driving variable peningkatan air lembang, peningkatan air cisalak, dan peningkatan air padalarang juga mempunyai pengaruh pada sistem. Pada state variable biaya wisata, akumulasi materi yang terkumpul berupa besar biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengelola objek-objek wisata yang berada dalam wilayah pengelolaan dan dikelola secara rutin oleh KPH BDU. Biaya wisata dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan sehingga dapat diasumsikan untuk kedepannya juga akan mengalami peningkatan dengan persentase yang sama, peningkatan biaya wisata merupakan driving variable yang mempengaruhi aliran materi masuk ke dalam state variable biaya wisata.

Pada kegiatan pengelolaan air yang dilakukan oleh KPH BDU, terdapat biaya rutin yang dikeluarkan oleh KPH dalam rangka pemeliharaan mata air, sosialisasi kepada masyarakat dan pihak lain, pengamanan, dan lainnya. Biaya tersebut terakumulasi dalam state variable biaya air dan cenderung mengalami peningkatan yang dalam sub model digambarkan sebagai driving variable

peningkatan biaya air. Sub model pengelolaan jasa lingkungan memiliki output

yang sama dengan sub model lainnya pada sistem pengelolaan hasil hutan bukan kayu di KPH BDU Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat yaitu net present value dan benefit cost ratio. NPVdan BCR menjadi unsur penting dalam analisis


(1)

No KETERANGAN TAHUN

2009 2010 2011

1 PENDAPATAN

Wisata 434,036,294 1,328,518,372 2,048,007,125

Air 406,756,006 671,586,924 569,168,302

Wanatani 94,969,550 1,918,751,050 2,418,482,677 Getah 2,810,489,000 2,372,625,262 2,891,351,487 Di Luar Usaha Pokok 769,039,595 674,672,231 1,537,578,839 TOTAL PENDAPATAN 4,515,290,445 6,966,153,838 9,464,588,430

2 BIAYA

2.1 Operasional Kayu Tebangan

Biaya Perencanaan 48,285,000 105,485,000 93,072,225 Biaya Penanaman rutin

598,412,000 388,345,000 59,351,744 Biaya Pemel & Pembin Hutan rutin

144,431,000 124,787,000 228,694,168 By Peng Kbkrn & P'amanan Hutan

593,079,000 622,635,000 804,747,204 Biaya Pemungutan Hsl Hutan

439,352,000 406,163,000 311,679,115 By Pemen Kewjb Fin Thd Neg,

29,294,000 14,502,000 34,776,247 Kewjb Thd Lingk & Sosial

576,978,000 539,808,000 712,245,795 Biaya Pemel Sar & Prasarana

538,568,000 477,712,000 280,574,600 Biaya Penyusutan 98,553,000 210,113,000 388,061,555 Leasing - - 35,244,000 Biaya Prod Kayu Teb Lainnya

115,379,000 121,285,250 266,463,900 Biaya Pegawai 1,784,071,000 2,625,943,000 3,089,421,000 Biaya Kesejahteraan Pegawai

333,669,000 437,657,000 514,904,000 Biaya Kesejahteraan Umum

542,324,000 1,312,972,000 1,544,711,000 TOTAL 5,842,395,000 7,387,407,250 8,363,946,553

2.2 Operasional Getah Pinus

By Prod/Pungutan Getah Pinus

1,057,617,000 1,088,454,897 2,598,452,270 Biaya Pegawai 1,278,626,000 1,274,611,000 2,250,648,000 Biaya Kesejahteraan Pegawai

251,850,000 212,435,000 375,108,000 Biaya Kesejahteraan Umum

580,103,000 637,306,000 1,125,549,000 TOTAL 3,168,196,000 3,212,806,897 6,349,757,270

2.3 Operasional Jasa Lingkungan

By Prod Wana Wisata

99,681,000 2,270,198,271 1,834,272,533


(2)

Lampiran 13 (Lanjutan)

By Prod Air

-

23,723,000

2,788,000 Biaya Pegawai

56,747,000

- - Biaya Tanaman RUPHR

-

-

44,683,000

TOTAL

156,428,000

2,293,921,271

1,881,743,533

2.4 Operasional Wanatani

Biaya operasional -

-

796,000,000 TOTAL -

-

796,000,000 2.5 Operasional Usaha di Luar Usaha Pokok

Biaya Usaha Diluar Usaha Pokok

109,914,000

-

1,200,000 Biaya Pemeriksaan

12,241,000

16,646,000

61,596,000

TOTAL

122,155,000

16,646,000

62,796,000

2.6 Biaya Umum dan Administrasi

Tunjangan Hari Raya

358,534,000

442,662,000 - Biaya Perjalanan

185,560,000

213,976,500

307,788,645 Biaya Kantor

673,813,000

405,417,008

567,723,691 Tanaman RHL

-

127,088,000

127,088,000

TOTAL

1,217,907,000

1,189,143,508

1,002,600,336

TOTAL BIAYA

10,507,081,000

14,099,924,926

18,456,843,692 SELISIH PENDAPATAN - BIAYA

(5,991,790,555)

(7,133,771,088)


(3)

A.

Sub Model Pengelolaan Usaha Getah Pinus

In_Pendapatan_Getah(t) = In_Pendapatan_Getah(t - dt) + (Input_pendapatan) * dtINIT In_Pendapatan_Getah = 2691488583 INFLOWS:

Input_pendapatan (Not in a sector)

In_Pengeluaran_Getah(t) = In_Pengeluaran_Getah(t - dt) + (In_Pengeluaran) * dtINIT In_Pengeluaran_Getah = 4243586722 INFLOWS:

In_Pengeluaran (Not in a sector)

Jangka_Waktu(t) = Jangka_Waktu(t - dt) + (Input_Jangka_Waktu) * dtINIT Jangka_Waktu = 0 INFLOWS:

Input_Jangka_Waktu (Not in a sector)

BCR_Getah = Pemasukan_Getah/Pengeluaran_Getah Fluktuasi_Harga = 0.7664022

Harga_Getah = 6381.05

N_P_V_Getah = Pemasukan_Getah-Pengeluaran_Getah

Pemasukan_Getah = In_Pendapatan_Getah*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pengeluaran_Getah = In_Pengeluaran_Getah*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Peningkatan_Biaya_Getah = 1.495235091

Peningkatan_pendapatan_getah = 1.031416683 Peningkatan_Prod = 4.229023601

Suku_Bunga = 0.075

Vol_Prod_getah_Ton = 760.14 Input_Jangka_Waktu = 1

INFLOW TO: Jangka_Waktu (IN SECTOR: Sub Model Pengelolaan Usaha Getah Pinus)

Input_pendapatan = (Vol_Prod_getah_Ton*Harga_Getah)+(Vol_Prod_getah_Ton*Harga_Getah*Peningkatan_Prod)-(Vol_Prod_getah_Ton*Harga_Getah*Fluktuasi_Harga)+(In_Pendapatan_Getah*Peningkatan_pendapatan_getah) INFLOW TO: In_Pendapatan_Getah (IN SECTOR: Sub Model Pengelolaan Usaha Getah Pinus)

In_Pengeluaran = In_Pengeluaran_Getah*Peningkatan_Biaya_Getah

INFLOW TO: In_Pengeluaran_Getah (IN SECTOR: Sub Model Pengelolaan Usaha Getah Pinus)

B.

Sub Model Pengelolaan Usaha Wanatani

Biaya_Wanatani(t) = Biaya_Wanatani(t - dt) + (In_Biaya) * dtINIT Biaya_Wanatani = 796000000 INFLOWS:

In_Biaya = Biaya_Wanatani*Peningkatan_biaya_wanatani

Jangka_waktu(t) = Jangka_waktu(t - dt) + (Input_jangka_waktu) * dtINIT Jangka_waktu = 0 INFLOWS:

Input_jangka_waktu = 1

Pemasukan_Wanatani(t) = Pemasukan_Wanatani(t - dt) + (In_Pemasukan) * dtINIT Pemasukan_Wanatani = 2418000000 INFLOWS:

In_Pemasukan =

(Pendapatan_Aren+Pendapatan_Bambu+Pendapatan_HMT+Pendapatan_Kopi+Pendapatan_Rotan)*((1+Suku_Bunga)^Jang ka_waktu)+(Pemasukan_Wanatani*Peningkatan_Pendapatan_Wanatani)


(4)

Lampiran 14 (Lanjutan)

Pendapatan_Aren(t) = Pendapatan_Aren(t - dt) + (In_Aren) * dtINIT Pendapatan_Aren = 0 INFLOWS:

In_Aren = (HargaAren_Kg*VolumeAren_Kg)+(HargaAren_Kg*VolumeAren_Kg*Peningkatan_Aren) Pendapatan_Bambu(t) = Pendapatan_Bambu(t - dt) + (In_Bambu) * dtINIT Pendapatan_Bambu = 0 INFLOWS:

In_Bambu = (HargaBambu_Btg*JumlahBambu_Btg)+(HargaBambu_Btg*JumlahBambu_Btg*Peningkatan_bambu) Pendapatan_HMT(t) = Pendapatan_HMT(t - dt) + (In_HMT) * dtINIT Pendapatan_HMT = 0

INFLOWS:

In_HMT = HargaHMT_Ton*VolumeHMT_Ton

Pendapatan_Kopi(t) = Pendapatan_Kopi(t - dt) + (In_Kopi) * dtINIT Pendapatan_Kopi = 0 INFLOWS:

In_Kopi = (HargaKopi_Kg*VolumeKopi_Kg)+(HargaKopi_Kg*VolumeKopi_Kg*PeningkatanKopi) Pendapatan_Rotan(t) = Pendapatan_Rotan(t - dt) + (In_rotan) * dtINIT Pendapatan_Rotan = 0 INFLOWS:

In_rotan = (HargaRotan_Btg*JumlahRotan_Btg)+(HargaRotan_Btg*JumlahRotan_Btg*Peningkatan_rotan) BCR_Wanatani = Pemasukan_Wanatani/Pengeluaran_Wanatani

HargaAren_Kg = 4000 HargaBambu_Btg = 2500 HargaHMT_Ton = 70000 HargaKopi_Kg = 2000 HargaRotan_Btg = 2000 JumlahBambu_Btg = 16500 JumlahRotan_Btg = 12480

N_P_V__Wanatani = Pemasukan_Wanatani-Pengeluaran_Wanatani

Pengeluaran_Wanatani = Biaya_Wanatani*((1+Suku_Bunga)^Jangka_waktu) PeningkatanKopi = 4

Peningkatan_Aren = 2.358 Peningkatan_bambu = 2.357939394 Peningkatan_biaya_wanatani = 2 Peningkatan_Pendapatan_Wanatani = 3 Peningkatan_rotan = 2.357852564 Suku_Bunga = 0.075

VolumeAren_Kg = 165 VolumeHMT_Ton = 2822 VolumeKopi_Kg = 30542

C.

Sub Model Pengelolaan Usaha Jasa Lingkungan

Biaya_Air(t) = Biaya_Air(t - dt) + (- out_air) * dtINIT Biaya_Air = 10000000 OUTFLOWS:

out_air = Biaya_Air*PenurunanBiaya_Air


(5)

INFLOWS:

out_wisata = Biaya_Wisata*Peningkatan_Biaya_Wisata

Jangka_Waktu(t) = Jangka_Waktu(t - dt) + (input_jangka_waktu) * dtINIT Jangka_Waktu = 0 INFLOWS:

input_jangka_waktu = 1

Penerimaan_Air(t) = Penerimaan_Air(t - dt) + (in_air) * dtINIT Penerimaan_Air = 569168302 INFLOWS:

in_air = Air_Cisalak+Air_Lembang+Air_Manglayang_Barat+Air_Padalarang

Penerimaan_Wisata(t) = Penerimaan_Wisata(t - dt) + (in_wisata) * dtINIT Penerimaan_Wisata = 2048007125 INFLOWS:

in_wisata = (Cisalak+Lembang+Manglayang_Brt+Padalarang)

Air_Cisalak = Pendapatan_air_Cslk+(Pendapatan_air_Cslk*Peningkatan_Air_Cslk) Air_Lembang = Pendapatan_air_Lbg+(Pendapatan_air_Lbg*Peningkatan_Air_Lbg)

Air_Manglayang_Barat = Pendapatan_Mlyg_Brt+(Pendapatan_Mlyg_Brt*Peningkatan_air_mlyg) Air_Padalarang = Pendapatan_air_Pdlrg+(Pendapatan_air_Pdlrg*Peningkatan_Air_Pdlrg) BCR_Jasling = Pemasukan_Jasling/Pengeluaran_Jasling

Biaya_Pegawai_Jasling = 50000000 Biaya_tan_RUPHR = 40000000

Cisalak = (Pengunjung_Cslk*Tiket_Cslk)+(Pengunjung_Cslk*Tiket_Cslk*Peningkatan_Cslk) Lembang = (Pengunjung_Lbg*Tiket_Lbg)+(Pengunjung_Lbg*Tiket_Lbg*Peningkatan_Lbg)

Manglayang_Brt = (Pengunjung_Mlyg*Tiket_Mlyg)+(Pengunjung_Mlyg*Tiket_Mlyg*Peningkatan_Mlyg) N_P_V_Jasling = Pemasukan_Jasling-Pengeluaran_Jasling

Padalarang = (Pengunjung_Pdlrg*Tiket_Pdlrg)+(Pengunjung_Pdlrg*Tiket_Pdlrg*Peningkatan_Pdlrg) Pemasukan_Jasling = (Penerimaan_Air+Penerimaan_Wisata)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pendapatan_air_Cslk = 19360688.69

Pendapatan_air_Lbg = 320949408.6 Pendapatan_air_Pdlrg = 11902083.17 Pendapatan_Mlyg_Brt = 216956121.55 Pengeluaran_Jasling=

(Biaya_Air+Biaya_Wisata+Biaya_Pegawai_Jasling+Biaya_tan_RUPHR)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pengunjung_Cslk = 2505

Pengunjung_Lbg = 66268 Pengunjung_Mlyg = 16069 Pengunjung_Pdlrg = 6000

Peningkatan_Air_Cslk = 87.00600255 Peningkatan_Air_Lbg = 1.605340024 Peningkatan_air_mlyg = 1.282213764 Peningkatan_Air_Pdlrg = 1.784791838 Peningkatan_Biaya_Wisata = 1 Peningkatan_Cslk = 1.234110732 Peningkatan_Lbg = 1.162080767 Peningkatan_Mlyg = 1.821075732


(6)

Lampiran 14 (Lanjutan)

Peningkatan_Pdlrg = 1.338235294 PenurunanBiaya_Air = 0.117523079 Suku_Bunga = 0.075

Tiket_Cslk = 28885.48788 Tiket_Lbg = 27261.73059 Tiket_Mlyg = 3123.286265 Tiket_Pdlrg = 716.6666667

D.

Sub Model Pengelolaan Usaha KPH Bandung Utara

Biaya_Adm_dll(t) = Biaya_Adm_dll(t - dt) + (in_biaya_adm_dll) * dtINIT Biaya_Adm_dll = 1136550281 INFLOWS:

in_biaya_adm_dll = Biaya_Adm_dll-(Biaya_Adm_dll*Penurunan_biaya_adm_dll)

Biaya_Kayu(t) = Biaya_Kayu(t - dt) + (In_biaya_kayu) * dtINIT Biaya_Kayu = 7197916268 INFLOWS:

In_biaya_kayu = Biaya_Kayu*Peningkatan_biaya_kayu

Biaya_non_usaha_pokok(t) = Biaya_non_usaha_pokok(t - dt) + (in_pengel) * dtINIT Biaya_non_usaha_pokok = 67199000 INFLOWS:

in_pengel = Biaya_non_usaha_pokok+(Biaya_non_usaha_pokok*Peningkatan_pengeluaran_non_usaha_pokok) Jangkawaktu(t) = Jangkawaktu(t - dt) + (in_jangkawaktu) * dtINIT Jangkawaktu = 0

INFLOWS: in_jangkawaktu = 1

Pendapatan_non_usaha_pokok(t)= Pendapatan_non_usaha_pokok(t-dt) + (in_pend) * dtINIT Pendapatan_non_usaha_pokok = 993763555

INFLOWS:

in_pend = Pendapatan_non_usaha_pokok+(Pendapatan_non_usaha_pokok*Peningkatan_pendapatan_non_usaha_pokok) BCR_KPH_BDU = Pemasukan_KPH_Bandung_Utara/Pengeluaran_KPH_Bandung_Utara

N_P_V_KPH_BDU = Pemasukan_KPH_Bandung_Utara-Pengeluaran_KPH_Bandung_Utara Pemasukan_KPH_Bandung_Utara=

Pemasukan_Wanatani+Pemasukan_Getah+Pemasukan_Jasling+Pemasukan_non_usaha_pokok Pemasukan_non_usaha_pokok = Pendapatan_non_usaha_pokok*((1+Sukubunga)^Jangkawaktu)

Pengeluaran_Adm_dll = Biaya_Adm_dll*((1+Sukubunga)^Jangkawaktu) Pengeluaran_Kayu = Biaya_Kayu*((1+Sukubunga)^Jangkawaktu) Pengeluaran_KPH_Bandung_Utara=

Pengeluaran_Adm_dll+Pengeluaran_Getah+Pengeluaran_Jasling+Pengeluaran_Kayu+Pengeluaran_non _usaha_pokok+Pengeluaran_Wanatani

Pengeluaran_non_usaha_pokok = Biaya_non_usaha_pokok*((1+Sukubunga)^Jangkawaktu) Peningkatan_biaya_kayu = 1.198319081

Peningkatan_pendapatan_non_usaha_pokok = 1.578146576 Peningkatan_pengeluaran_non_usaha_pokok = 1.954353658 Penurunan_biaya_adm_dll = 0.909755488