Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus), A Lesser Known Species Asal Kalimantan Selatan

KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU
TERAP (Artocarpus odoratissimus), A LESSER KNOWN
SPECIES ASAL KALIMANTAN SELATAN

MAYA ANDARA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Struktur
Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus), A Lesser Known
Species Asal Kalimantan Selatan” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014
Maya Andara
NIM E24090085

ABSTRAK
MAYA ANDARA. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Terap
(Artocarpus odoratissimus), A Lesser Known Species Asal Kalimantan Selatan.
Dibimbing oleh Prof Dr Ir IMAM WAHYUDI, MS.
Sifat kayu berkaitan dengan penggunaan dan pengolahannya yang tepat. Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji karakteristik anatomi dan sifat fisis kayu terap asal
Provinsi Kalimantan Selatan untuk pemanfaatan yang lebih optimal. Disk kayu dari
sebatang pohon terap setebal 5cm pada ketinggian 1.30 meter di atas permukaan
tanah digunakan sebagai sampel uji. Variasi radial panjang serat, sudut mikrofibril
(MFA), kerapatan, berat jenis (BJ) dan kadar air diukur dari empulur hingga ke
bagian kulit yang mewakili bagian teras, peralihan antara gubal dan teras dan bagian
gubal. Sediaan maserasi digunakan untuk mengukur dimensi serat, sedangkan
sediaan mikrotom digunakan untuk mengukur MFA. Kadar air, kerapatan dan BJ

kayu diukur menggunakan metode gravimetri. Analisis keragaman pada selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa sifat kayu yang diamati tidak dipengaruhi
oleh lokasi sampel pada disk kayu. Kerapatan dan BJ kayu cenderung meningkat
dari empulur ke arah kulit kayu, sedangkan MFA cenderung menurun. Rata-rata
nilai kadar air, kerapatan, BJ, panjang serat dan MFA adalah 14.34%, 0.35g/cm3,
0.31, 1198.30±201.54 µm dan 20.16±74⁰. Kayu terap yang diteliti tergolong Kelas
Mutu II dan Kelas Kuat IV, menunjukkan kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pulp dan kertas serta bahan baku konstruksi ringan.
Kata kunci: struktur anatomi, sifat fisis, sudut mikrofibril, kayu terap
ABSTRACT
MAYA ANDARA. Study of Anatomical Structure and Physical Propeties of Terap
(Artocarpus odoratissimus) Wood, A Lesser Known Spesies from South
Kalimantan. Supervised by Prof Dr Ir IMAM WAHYUDI, MS.
Wood properties are correlated to proper utilization as well as processing. The
objective of this research was to assess anatomical characteristics and physical
properties of terap wood from South Kalimantan to promote its better utilization.
Wood disk of 5 cm thick from a single tree at 1.3 m from the ground was utilized
as sample unit. Radial variation of fiber length, microfibril angle (MFA), wood
density, specific gravity (SG) and moisture content was measured from pith towards
the bark represented by heartwood portion, sap- and heartwood region as well as

sap wood region. Fiber dimension was measured through maceration specimens,
while the MFA by microtome specimens. Wood density, SG and moisture content
were measured by using gravimetric method. It was showed that wood properties
were not affected by sample location within the wood disk. Wood density and SG
tended to increase from pith towards the bark, while MFA tended to decrease.
Average values of moisture content, wood density, SG, fiber length and MFA are
14.34%, 0.35g/cm3, 0.31, 1198.30±201.54 µm, 20.16±2.74o, respectively. With the
2-nd rank for fiber quality and 4-th rank for the strength, it determined wood could
be used as raw materials for pulp and paper production and for lightweight
construction.
Key words: anatomical structure, physical properties, microfibril angle, terap wood

KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU
TERAP (Artocarpus odoratissimus), A LESSER KNOWN
SPECIES ASAL KALIMANTAN SELATAN

MAYA ANDARA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN
TEKNOLOGI
Judul Skripsi : Kajian
Struktur Anatomi
dan Sifat FisisHASIL
Kayu AHUTAN
Lesser Known
FAKULTAS
KEHUTANAN
Species Terap (Artocarpus odoratissimus) Asal Kalimantan Selatan
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama
: Maya Andara
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Terap (Artocarpus
odoratissimus), A Lesser Known Species Asal Kalimantan Selatan
Nama
: Maya Andara
NIM
: E24090085

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Pengesahan :

Judul Skripsi: Kajian Stroktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Terap (Artocarpus

odoratissimus), A Lesser Known Species Asal Kalimantan Selatan
: Maya Andara
Nama
NIM
: E24090085

Disetujui oleh

Tanggal Pengesahan :
I

,"t,

,

20'

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Terap
(Artocarpus odoratissimus), A Lesser Known Species Asal Kalimantan Selatan.
Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku
dosen pembimbing dan Esti Prihatini, SSi atas saran-saran yang diberikan dan
bantuannya selama penelitian, serta Dra Sri Rullyati, MSc beserta staf
Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian Keteknikan Hutan dan
Pengelolaan Hasil Hutan (Pustekolah), Bogor atas bantuan yang diberikan selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Muslem
Affan (ayah), Cut Suriatnur (ibu), Ririna Dara (adik), dan teman-teman Departemen
Hasil Hutan 46 atas segala dukungan, doa dan kasih sayang yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Maya Andara

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan


2

Prosedur Penelitian

3

Persiapan contoh uji

3

Pengamatan struktur anatomi kayu

3

Pengukuran dimensi serat

4

Pengukuran sudut mikrofibril (microfibril angle / MFA)


5

Pengukuran kerapatan kayu

5

Pengukuran berat jenis (BJ) kayu

5

Kadar air (KA) kayu

5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Identifikasi Jenis Tanaman Terap (Artocarpus odoratissimus)

6

Karakteristik Anatomi Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus)

6

Sifat Makroskopis dan Mikroskopis Terap (Artocarpus odoratissimus)

7

Panjang Serat

8

Sudut Mikrofibril (MFA)

9

Sifat Fisis Kayu

10

Kadar Air Kayu

10

Kerapatan dan Berat Jenis Kayu

10

Kemungkinan Penggunaan Kayu Secara Efektif dan Efisien

12

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

12

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL

1 Rata – rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas kuat
dan beberapa sifat fisis kayu
12

DAFTAR GAMBAR
1 Disk kayu terap
3
2 Posisi sampel pada disk kayu
3
3 Penyusunan sayatan pada object glass
4
4 Bagian – bagian serat yang diukur
4
5 Pohon terap (A. odoratissimus) (kiri) serta daun dan buahnya (kanan) 6
6 Foto makroskopis penampang melintang kayu terap
7
7 Foto mikroskopis penampang melintang bagian gubal kayu terap
7
8 Serat kayu terap
8
9 Variasi radial panjang serat kayu terap
8
10 Variasi radial sudut mikrofibril (MFA) kayu terap
9
11 Variasi radial kadar air kayu terap
10
12 Variasi radial kerapatan kayu terap
11
13 Variasi radial berat jenis kayu terap
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6
7

8
9

Ciri Mikroskopis Kayu Terap (A. odoratissimus)
Sifat Fisis Kayu Terap (A. odoratissimus)
Analisis Keragaman Sifat Fisis Kayu Terap (A. odoratissimus)
Nilai Dimensi Serat Kayu Terap (A. odoratissimus)
Nilai Turunan Dimensi Serat Kayu Terap (A. odoratissimus)
Kriteria Kelasi Serat Kayu Indonesia Untuk Bahan Baku Pulp
Dan Kertas
Analisis Keragaman Panjang Serat Kayu Terap (A. odoratissimus)
Sudut Mikrofibril (MFA) Kayu Terap (A. odoratissimus)
Analisis Keragaman Sudut Mikrofibril Kayu Terap (A.odoratissimus)

16
17
18
22
23
23
24
25
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu merupakan produk organisme hidup terutama pohon. Sifat,
karakter dan penampilan kayu dari jenis yang sama dapat bervariasi karena
adanya pengaruh berbagai faktor seperti kondisi tempat tumbuh, cuaca, iklim,
dan sebagainya terhadap pertumbuhan pohon. Kayu dari sebatang pohon
bahkan dapat berbeda. Menurut Bodig & Jayne (1982); Bowyer et al. (2003),
sifat, karakter dan penampilan kayu inherent dalam struktur anatomi sel-sel
penyusunnya. Oleh karena itu, pengetahuan akan struktur anatomi sel-sel
penyusun kayu merupakan langkah awal yang harus dikuasai dalam rangka
pemanfaatan kayu secara optimal.
Sumber daya hutan di Indonesia tersebar seluruh wilayah dari Sabang
hingga Merauke. Di hutan alam Indonesia, diperkirakan terdapat lebih dari
4000 jenis tumbuhan penghasil kayu potensial, dimana 400 jenis diantaranya
memegang peranan penting sebagai penghasil kayu untuk berbagai tujuan
penggunaan dan sekitar 258 jenis sudah diperdagangkan, paling tidak secara
lokal. Menurut Mandang dan Martawijaya (1987), sampai tahun 1986 baru
sekitar 95 jenis yang telah diteliti sifat dasarnya secara lengkap. Dari
keseluruhan jenis pohon yang terdapat di Indonesia, tercatat ada sebanyak
3000 jenis pohon yang terdapat di hutan pulau Kalimantan.
Terap (Artocarpus odoratissimus) termasuk salah satu dari sekitar 50
spesies pohon anggota marga Artocarpus yang pemanfaatan kayunya kurang
dikenal di kalangan masyarakat luas. Terap yang mudah ditemukan di hutan
alam Indonesia termasuk Provinsi Kalimantan Selatan ini telah
dibudidayakan di beberapa daerah dengan tujuan untuk memperoleh buahnya.
Tersedianya informasi yang memadai tentang sifat-sifat kayu terap akan
meningkatkan nilai guna kayu tersebut karena ada kemungkinan dapat
digunakan sebagai pengganti atau pelengkap jenis-jenis kayu konvensional
yang keberadaannya semakin berkurang. Mengingat pula bentuk batang
pohon terap yang silindris dengan bebas cabang yang tinggi. Masih
terbatasnya pegetahuan tentang kayu terap menuntut dilakukannya penelitian
tentang sifat-sifat dasar kayu ini. Perlu dilakukan kajian komprehensif tentang
struktur anatomi dan beberapa sifat fisis kayu sebagai langkah awal.
Diketahuinya struktur anatomi termasuk morfologi serat dan beberapa sifat
fisis penting, maka macam proses pengolahan dan tujuan penggunaan kayu
ini dapat dengan mudah ditentukan.
Perumusan Masalah
Pemanfaatan kayu untuk beberapa tujuan penggunaan memerlukan
jenis-jenis baru dikarenakan jenis kayu utama yang digunakan saat ini
kuantitasnya telah jauh berkurang sehingga tidak dapat memenuhi
keseluruhan kapasitas penggunaan yang diperlukan. Jenis-jenis kayu
alternatif tersebut harus memiliki sifat yang sesuai dengan sifat kayu yang
selama ini digunakan agar dapat dimanfaatkan dengan optimum dan
menghasilkan produk atau pemakaian yang efisien. Dari uraian tersebut, yang

2

menjadi permasalahan adalah “apakah kayu terap yang diteliti memiliki
struktur anatomi dan sifat fisis yang sesuai dengan persyaratan yang
dibutuhkan?”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik struktur anatomi,
morfologi serat, sudut mikrofibril (MFA) dan beberapa sifat fisis penting
kayu terap (A. odoratissmus) asal Kalimantan Selatan sebagai pedoman untuk
penggunaan yang optimal.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai karakteristik anatomi, morfologi serat, MFA dan sifat
fisis kayu terap sehingga tujuan pemanfaatan kayunya lebih efisien dan tepat,
sesuai dengan karakteristik yang dimiliki kayu tersebut.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengamatan struktur anatomi dan pengujian sifat fisis kayu dilakukan
di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu
Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
dan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah),
Bogor, Jawa Barat mulai bulan Mei hingga bulan Oktober 2013.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan terdiri dari tabung reaksi, waterbath,
corong gelas, sarung tangan, masker, tabung erlenmeyer, pipet, kertas lakmus,
botol film, kertas saring, gelas ukur, gelas piala, kaca preparat, cover glass,
mikroskop cahaya, cutter, sliding microtome, American Opt., komputer dan
kamera mikrofoto, kuas, kamera digital, oven, timbangan elektrik, desikator,
kalkulator dan alat tulis.
Bahan utama yang digunakan adalah bagian pangkal kayu terap (A.
odoratissimus) berbentuk disk yang diambil dari ketinggian pohon setinggi
dada (±1.30m) dari tegakan hutan di salah satu wilayah di Provinsi
Kalimantan Selatan. Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu potasium klorat
(KClO3), asam nitrat (HNO3) 35% dan 50%, gliserin, alkohol 10%, 30%, 50%,
60%, 70%, 80%, 90%, dan alkohol absolut, aquades, safranin 2%, iodine,
potassium iodide, xylol, entellan, toluena dan karboksilen.

3
Prosedur Penelitian
Persiapan contoh uji
Sampel kayu yang digunakan berbentuk disk dengan diameter ±20cm
dan tebal ±5cm. Setelah penampang lintangnya diratakan dan dibersihkan,
diambil 12 potong sampel uji berukuran 1.5 cm x 1.5 cm x 5 cm yang
mewakili empat bagian berdasarkan arah mata angin (Utara, Timur, Selatan
dan Barat) dan tiga bagian kayu (gubal, peralihan dan teras). Ke-12 sampel
uji tersebut kemudian dipotong menjadi dua bagian sehingga diperoleh 24
sampel uji kayu berukuran 1.5 cm x 1.5 cm x 2.5 cm. Duabelas sampel untuk
pengamatan struktur anatomi dan 12 sampel untuk pengujian sifat fisis kayu.
Pengamatan makroskopis dilakukan pada disk yang masih tersisa, sedangkan
pengamatan mikroskopisnya termasuk pengukuran dimensi serat dilakukan
melalui sediaan maserasi dan sediaan mikrotom.

Gambar 1 Disk kayu terap

Gambar 2 Posisi sampel pada disk kayu
Pengamatan struktur anatomi kayu
Ciri makroskopis yang diamati meliputi warna, corak, tekstur, arah
serat, kilap, kesan raba, bau dan rasa serta kekerasan, sedangkan ciri
mikroskopisnya sesuai dengan panduan identifikasi kayu menurut IAWA
(2008). Untuk pengamatan mikroskopis, sampel uji direbus dalam waterbath

4

bersuhu 80ºC hingga lunak, kemudian disayat tipis pada bidang lintang (X),
radial (R) dan tangensial (T)-nya. Sayatan terbaik selanjutnya diwarnai
dengan safranin 2% selama 6-8 jam, lalu cuci dengan akuades, kemudian
didehidrasi bertingkat dengan alkohol masing-masing selama 5 menit.
Sebelum diamati dibawah mikroskop, sayatan diletakkan di atas gelas objek,
direkat dengan ethilen, ditutup dengan gelas penutup dan diberi label.

Gambar 3 Penyusunan sayatan pada object glass:
X= penampang melintang ; R= penampang radial ;
T= penampang tangensial
Pengukuran dimensi serat
Pengukuran dimensi serat dilakukan melalui sediaan maserasi yang
dibuat mengikuti metode Schluze yang dimodifikasi, yaitu sampel uji yang
sudah dicacah menjadi seukuran batang korek api dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Ke dalam tabung selanjutnya dimasukkan larutan HNO3 50%
dan KClO3 hingga sampel uji terendam. Tabung reaksi kemudian direbus di
waterbath pada suhu ± 80oC selama sekitar 10 menit atau hingga sampel uji
tampak lunak terpisah dan berubah warna menjadi pucat. Serat-serat yang
terpisah kemudian disaring dan dicuci dengan aquades hingga bebas asam.
Serat yang sudah bebas asam lalu dipindahkan ke dalam botol film berisi
aquades, lalu diteteskan larutan safranin 2% 3-5 tetes dan dibiarkan 3-6 jam.
Selanjutnya, serat dicuci kembali dan dilakukan proses dehidrasi bertingkat
menggunakan alkohol dengan konsentrasi berturut-turut 10%, 30%, 50%,
70%, 90% dan alkohol absolut masing masing selama 5 menit. Serat terpilih
selanjutnya diletakkan di atas object glass dan siap untuk diamati di bawah
mikroskop dan diukur dimensinya.

Gambar 4 Bagian – bagian serat yang diukur : (a) panjang serat ; (b)
diameter serat ; (c) diameter lumen ; dan (d) tebal dinding

5
Pengukuran sudut mikrofibril (microfibril angle / MFA)
MFA diukur melalui sayatan mikrotom penampang tangensial
berketebalan 20-30 µm. Sampel uji direbus dalam waterbath hingga lunak
baru disayat. Sayatan terpilih selanjutnya direndam dalam larutan Schulze
selama 15 menit lalu dicuci dengan aquades untuk menghilangkan larutan
Schulze, kemudian didehidrasi bertingkat dengan alkohol 50%, 60%, 70%,
80%, 90% dan 96% (alkohol absolut) masing-masing selama 5 menit. Sayatan
yang telah didehidrasi diletakkan di atas object glass lalu ditetesi larutan
campuran iodine dan potassium iodide untuk menghasilkan kristal. Setelah
larutan yang berlebih dibuang, sayatan ditetesi dengan asam nitrit 50% untuk
mempertegas kristal yang terbentuk. Selanjutnya sayatan ditetesi gliserol
25% untuk mempermudah pengukuran MFA. Pengukuran MFA dilakukan
melalui hasil foto yang dibuat dengan kamera merk CANON A2300
menggunakan software Motic Image Plus.
Pengukuran kerapatan kayu
Nilai kerapatan kayu (ρ) pada penelitian ini adalah perbandingan
antara berat kayu kondisi kering udara (BKU) terhadap volume kering udara
(VKU)-nya sebagaimana rumus:
ρ = BKU / VKU (g/cm3)
Pengukuran berat jenis (BJ) kayu
BJ kayu pada penelitian ini ditetapkan sebagai perbandingan antara
berat kering tanur (BKT) dengan volume kering udaranya karena sampel kayu
sudah dalam kondisi kering udara. BKT kayu diperoleh dengan cara
mengeringkan contoh uji dalam oven dengan suhu (103±2)oC selama 24 jam
atau hingga bobotnya konstan. Volume kayu diukur dengan menggunakan
metode Archimedes berdasarkan ASTM D 2395. Nilai BJ kayu dihitung
dengan rumus:
BJ = (BKT / VKU) / 1 g/cm3
Kadar air (KA) kayu
KA kayu dihitung dengan metode gravimetri. Sampel uji ditimbang
berat awalnya (BA), dikeringkan dalam oven dengan suhu (103±2)ºC hingga
beratnya konstan, lalu ditimbang berat akhirnya (BKT). Nilai KA dihitung
dengan rumus:
KA = (BA – BKT) / BKT x 100%
Analisis Data
Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan
data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya
menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% menggunakan
software Microsoft Excel 2010.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis Tanaman Terap (Artocarpus odoratissimus)
Identifikasi jenis dilakukan melalui pustaka yang ada. Menurut
Verheij (1997), terap (A. odoratissimus) termasuk anggota famili Moraceae
genus Artocarpus. Pohonnya tergolong evergreen dan dapat mencapai tinggi
hingga 25 meter dengan diameter 40 cm. Daunnya bertepi rata atau bergerigi
dangkal, berujung tumpul atau sedikit melancip, dengan tangkai sekitar 2-3
cm. Panjang daun 16-50 cm dengan lebar 28 cm (Gambar 1). Daun penumpu
bundar telur, sekitar 1-8 cm, berbulu kuning atau merah, bila daun rontok
maka meninggalkan bekas berbentuk cincin pada ranting. Terap yang
diperkirakan berasal dari bagian Utara Borneo ini telah dibudidayakan secara
luas di Filipina. Pohon terap memiliki habitat tanah berpasir dan dapat
tumbuh pada ketinggian sekitar 1000 mdpl (Verheij 1997).
Cara terbaik mengembangbiakkan terap adalah dengan biji. Biji yang
masih segar berkecambah dengan baik dan tunas muncul dalam waktu
seminggu. Maka itu, biji harus segera disebarkan setelah dipanen di tanah
berpasir dan berdrainase baik. Pembiakkan secara vegetatif lebih jarang
berhasil dan binatang maupun penyakit jarang menyerang pohon ini (Seibert
1991).

Gambar 5 Pohon terap (A. odoratissimus) (kiri) serta daun dan buahnya (kanan)
Sumber: wikipedia.org

Karakteristik Anatomi Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus)
Pengenalan kayu berdasarkan karakteristik anatomi merupakan suatu
metode yang sering digunakan untuk mengidentifikasi suatu jenis kayu. Sifatsifat yang digunakan dalam mengidentifikasi jenis kayu yaitu sifat
makroskopis dn sifat mikroskopisnya. Sifat makroskopis adalah sifat-sifat
kayu yang dapat diamati dengan mata telanjang, sedangkan sifat mikroskopis
adalah sifat-sifat yang dapat dilihat lebih jelas dengan alat bantu mikroskop.

7
Sifat Makroskopis dan Mikroskopis Terap (Artocarpus odoratissimus)
Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa kayu terap memiliki ciri
makroskopis sebagai berikut: warnanya pale yellow (5Y 8/2), berdasarkan
Munsell soil colour chart), permukaan kayu mengkilap dan licin, bercorak,
bertekstur sedang, arah serat lurus, tidak memiliki bau dan rasa yang khas
serta tergolong lunak. Ciri mikroskopisnya adalah: Lingkar tumbuh: jelas.
Pembuluh: porositas semi tata lingkar, didominasi oleh susunan pola diagonal
atau radial dengan diameter pembuluh 165.64±19.19µm, sebagian besar
soliter namun terdapat beberapa yang bergabung radial 2-3 sel dan
bergerombol, frekuensi 9.47±1.5 sel per mm2, panjang 29.47±7.53µm, bidang
perforasi sederhana, berisi tilosis, susunan ceruk antar pembuluh selangseling dan dijumpai pula yang berhadapan-hadapan, berukuran 4.62±0.72µm,
tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas.
Parenkim: aksial paratrakeal vasisentris dan apotrakeal tersebar dalam
kelompok dengan panjang untai 3-8 sel per untai. Jari-jari: lebar 1-5seri,
terdapat 2 ukuran, tinggi 351.54±69.86µm, 5 jari-jari per mm, didominasi
oleh sel baring dan beberapa sel baring dan sel tegak bercampur. Serat:
bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang
rata-rata 1198.3±201.54µm, diameter 27.66±5.81µm, diameter lumen
15.65±5.07µm, dan tebal dinding 6.98±2.83µm. Saluran interseluler:
ditemukan adanya saluran getah. Inklusi mineral: kristal prismatik dalam sel
baring dari jari-jari kayu.

A

B

C

Gambar 6 Foto makroskopis penampang melintang kayu terap: A) Gubal ; B)
Peralihan ; C) Teras

A

B

C

Gambar 7 Foto mikroskopis penampang melintang bagian gubal kayu terap
(perbesaran 50x) A)Lintang ; B)Radial ; C)Tangensial

8

Gambar 8 Serat kayu terap
Panjang Serat
Panjang serat dapat digolongkan dalam tiga kategori ukuran, yaitu
pendek (≤ 900 µm), sedang (900-1600 µm) dan panjang (≥ 1600 µm). Hasil
penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa panjang serat kayu terap
tergolong dalam kategori sedang. Rata-rata panjang serat yang diperoleh
adalah 1198.30±201.54 µm.
Gambar 9 memperlihatkan variasi radial panjang serat dari empulur
ke arah kulit. Diketahui bahwa panjang serat meningkat dari empulur ke teras,
lalu berkurang ke bagian peralihan namun kemudian sedikit meningkat
kembali ke bagian gubal. Kondisi ini menunjukkan adanya aktifitas jaringan
kambium yang masih aktif membelah. Hasil analisis keragaman pada selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa lokasi sampel dalam disk kayu tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai panjang serat. Variasi panjang serat
dipengaruhi oleh jenis pohon, umur, posisinya dalam batang, keberadaan
kayu reaksi dan kondisi tempat tumbuh pohon.
1400,00

1294,28

1260

1286,43

2

3

4

Panjang Serat (µm)

1200,00
1000,00

952,50

800,00
600,00
400,00
200,00
0,00
1

Riap tumbuh mulai dari empulur hingga kulit
Keterangan: 1. Empulur ; 2. Teras ; 3. Peralihan ; 4. Gubal
Gambar 9 Variasi radial panjang serat kayu terap

9
Sudut Mikrofibril (MFA)
Stuart dan Evans (1994); Butterfield (2003) menyatakan bahwa MFA
adalah sudut yang terbentuk oleh orientasi mikrofibril selulosa terhadap
sumbu longitudinal sel-sel serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata besar MFA kayu terap adalah 20.16±2.74⁰. Nilai MFA yang diperoleh
dari pengukuran pada MFA di lapisan S2 karena lapisan ini yang paling tebal
dan berkontribusi paling besar terhadap sifat, kualitas dan penggunan kayu.
Nilai MFA yang kecil pada lapisan S2 (5-30o) cenderung lebih tahan terhadap
gaya tarik, sedangkan nilai MFA yang besar pada lapisan S1 (50-70o) dan S3
(± 70o) lebih tahan terhadap gaya tekan (Fengel & Wegener 1995). Nilai MFA
kayu terap yang diteliti cenderung berkurang dari bagian teras hingga gubal
(Gambar 10). Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa lokasi sampel dalam disk kayu tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai MFA kayu. Menurut Andersson et al. (2003); Barnett &
Bonham (2004); Krisdianto (2008); Serimaa et al. (2008), variasi nilai MFA
arah horizontal (dari empulur ke arah kulit) cenderung berkurang dan konstan
pada kayu dewasa. Hal tersebut disebabkan oleh umur kambium pada setiap
riap tumbuh berbeda sehingga menyebabkan nilai MFA juga dapat
berfluktuasi (Donaldson 2008). MFA berkolerasi negatif dengan panjang sel
serabut (Pashin & de Zeeuw 1980). Terlihat pada nilai panjang serat yang
cenderung meningkat (Gambar 9), sedangkan nilai MFA cenderung menurun
(Gambar 10) dari arah empulur hingga ke kulit.

Sudut Mikrofibril (ᵒ)

25,00

23,61
19,79

20,00

17,08

15,00
10,00
5,00
0,00
1

2

3

Riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit
Keterangan: 1. Teras ; 2. Peralihan ; 3. Gubal
Gambar 10 Variasi radial sudut mikrofibril (MFA) kayu terap

10

Sifat Fisis Kayu
Kadar Air Kayu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai KA kayu terap
sebesar 14.64%. Kadar air kayu yang diperoleh termasuk kadar air kering
udara kayu untuk iklim Indonesia yaitu sebesar 12%-20% (Oey 1990). KA
kayu meningkat dari empulur ke bagian peralihan tetapi menurun pada bagian
gubal (Gambar 11). Kondisi ini dipengaruhi oleh ukuran diameter dan tebal
dinding sel pada tiap bagian. Umumnya, kadar air kayu arah radial cenderung
menurun dari arah empulur ke arah kulit. Kayu dekat bagian hati cenderung
lunak, yang berarti dinding selnya tipis dan kurang padat, ruang antar sel
banyak dan jaringan tinggi sehingga berat jenis kayu dekat hati rendah dan
kadar air cenderung tinggi (Manuhuwa 2007). Hasil analisis keragaman pada
selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa KA kayu tidak dipengaruhi
oleh lokasi sampel dalam disk kayu. Menurut Bowyer et al. (2003), KA kayu
dipengaruhi oleh porsi dan macam sel penyusun termasuk termasuk tebaltipis dinding sel, porsi rongga sel dan kandungan zat ekstraktif.
18,00

16,25

16,00

Kadar Air (%)

14,00

14,29

13,75

14,29

12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
1

2
3
Riap tumbuh mulai dari empulur hingga kulit

4

Keterangan: 1. Empulur ; 2. Teras ; 3. Peralihan ; 4. Gubal
Gambar 11 Variasi radial kadar air kayu terap
Kerapatan dan Berat Jenis Kayu
Rata-rata nilai kerapatan dan BJ kayu terap yang diteliti masingmasing adalah 0.35 g/cm3 dan 0.31. Kerapatan (Gambar 12) dan BJ (Gambar
13) kayu cenderung meningkat dari empulur hingga ke bagian gubal. Hasil
analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa nilai
kerapatan dan BJ kayu tidak dipengaruhi oleh lokasi sampel dalam disk kayu.
Pengaruh nyata dari masing-masing riap tumbuh pada nilai kerapatan dan BJ
kayu kemungkinan terkait dengan adanya perbedaan KA, zat ekstraktif dan

11
tingkat kedewasaan sel penyusun kayu masing-masing riap tumbuh (Bowyer
et al. 2003).

0,70
0,57

Kerapatan (g/cm³)

0,60
0,50
0,37

0,40
0,29

0,30
0,20

0,17

0,10
0,00
1

2

3

4

Riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit
Keterangan: 1. Empulur ; 2. Teras ; 3. Peralihan ; 4. Gubal
Gambar 12 Variasi radial kerapatan kayu terap
0,60
0,51

Berat jenis

0,50
0,40

0,33

0,30
0,20

0,26
0,15

0,10
0,00
1

2

3

4

Riap tumbuh mulai dari empulur hingga ke arah kulit
Keterangan: 1. Empulur ; 2. Teras ; 3. Peralihan ; 4. Gubal
Gambar 13 Variasi radial berat jenis kayu terap

12

Kemungkinan Penggunaan Kayu Secara Efektif dan Efisien
Penentuan kemungkinan penggunaan kayu terap secara efektif dan
efisien didasarkan pada data sifat fisis, karakteristik anatomi dan kualitas
serat yang diteliti. Kualitas serat yang dimiliki kayu terap berdasarkan hasil
data pada Tabel 1 tergolong dalam Kelas Mutu II dengan total nilai 275. Hal
ini menunjukkan bahwa serat pada kayu terap cocok untuk dijadikan bahan
baku pembuatan pulp dan kertas.
Corak dekoratif yang terdapat pada kayu terap dan warna kayu yang
cerah memungkinkan penggunaan kayu ini sebagai bahan baku industri
mebel dan furnitur. Namun, mengingat rata-rata BJ kayu yang hanya 0.31 dan
kayu masuk Kelas Kuat IV, maka kayu ini tidak disarankan untuk
pemanfaatan dengan tujuan konstruksi berat.
Tabel 1 Rata – rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas
kuat dan beberapa sifat fisis kayu
Bagian Kayu

Kriteria

Nilai

Scoring

Panjang Serat

1198.30

50

Runkel Ratio

0.71

25

Felting Power

45.69

50

Muhlsteph Ratio

38.84

50

Flexibility Ratio

0.61

50

Coefisien of Rigidity

0.19

50

Total Nilai

275

Kelas Mutu

II

Warna

Terang

Corak

Ada

Berat Jenis

0,31

Kelas Kuat Kayu

IV

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa lokasi
sampel dalam disk kayu tidak mempengaruhi sifat-sifat kayu yang diamati.
Variasi radial dari empulur hingga ke arah kulit bervariasi bergantung pada
sifat kayu yang diteliti: kerapatan dan BJ kayu cenderung meningkat,
sedangkan MFA cenderung berkurang. Variabel pengamatan lainnya yang
tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh cenderung fluktuatif dari empulur ke arah
kulit.

13
Kayu terap yang diteliti memiliki kualitas serat yang termasuk dalam
Kelas Mutu II sehingga cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku pulp dan
kertas. Dengan Kelas Kuat IV, maka kayu ini disarankan untuk bahan baku
konstruksi ringan.
Saran
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai sifat kimia dan mekanis
kayu serta aspek silvikulturnya. Penelitian mengenai pengaruh faktor umur
pohon dan diameter batang terhadap sifat-sifat kayu juga perlu untuk diteliti.

DAFTAR PUSTAKA
Andersson S, Serimaa R, Paakari T, Saranpaa P, Pesonen E. 2003.
Cristallinity of wood and the size of cellulose, cristalities in norway
spruce (Picea abies). Journal Wood Science. 49:534-537.
ASTM D 2395-07 a. 2009.Standard Test Methods for Spesific Gravity of
Wood-Based Material. New York: America Standard for Testing and
Material.
Barnett JR, Bonham VA. 2004. Cellulose mifcrofibril angle in the cell wall
of wood fibres. Biology Review 79:461-472.
Bodig J, BA Jayne. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites.
London:Van Nostrand Reinhold Company.
Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen. 2003. Forest Products and Wood
Science: An Introduction. Fourth Edition. Ames, Iowa, USA: Iowa State
Press a Blackwell Publishing Company.
Butterfield BG. 2003. Wood anatomy in relation to wood quality. Di dalam:
Barnett JR, Jeronimidis G, editor. Wood Quality and Its Biological
Basis. Blackwell Publishing(Australia) dan CRC Press (Canada):30-52.
Donaldson L. 2008. Microfibril Angle: Measurement, Variation and
Relationship. A Review. IAWA Journal vol.29(4), 2008: 345-386.
Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
IAWA. 2008. Identifikasi Kayu: Ciri Mikroskopis Untuk Identifikasi Kayu
Daun Lebar. Bogor: Pustekolah.
Krisdianto. 2008. Radial variation in microfibril angle of super and common
teak wood. Journal of Forestry Research. 5(2):125-134.
Mandang YI, A. Martawijaya, 1987. Pemanfaatan Jenis Kayu Kurang
Dikenal. Prosiding Diskusi Pemanfaatan Kayu Kurang Dikenal. Bogor:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Manuhuwa, E. 2007. Kadar air dan berat jenis pada posisi aksial dan radial
kayu sukun (Artocarpus comunnis, J.R dan G. Frest) Maluku: Fakultas
Pertanian, Universitas Ambon. Jurnal Agroforestri 2(1).
Munsell Soil Color Chart. 1975. Determination of soil color. US: US Dept.
Agriculture Handbook 18.

14

Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan
Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. (Diterjemahkan
oleh Ir Soewarsono PH). Pengumuman LPHH (1). Bogor.
Panshin A.J dan Carl de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology. Fourth
Edition. New York: Mc Graw Hill Book Press.
Seibert, B. & Jansen, P.C.M. 1991. Artocarpus J.R. & G. Forster. In.
Serimaa R, Peura M, Andersson S. 2009. Changes in the nano-structure of
wood cell wall of never dried silver birch during deformation.
Finland :Department of Physical Sciences, University of Helsinki.
Stuart SA, Evans R. 1994. X-ray diffraction estimation of the microfibril
angle variation in eucalypt increment cores. Research Report. The CRC
for Hardwood Fibre & Paper Science.
Verheij, E.W.M. & Coronel, R.E. (Editors): Plant Resources of South-East
Asia No 2. Edible fruits and nuts. Pudoc, Wageningen.

15

LAMPIRAN

16

Lampiran 1 Ciri Mikroskopis Kayu Terap (A. odoratissimus)
No
1
2
a.
b.

Karakteristik Anatomi
Lingkaran Tumbuh
Sel Pembuluh:
Porositas
Sebaran/Susunan

Pengelompokkan
c.
d.
e.

Bentuk Pembuluh Soliter
Bidang Perforasi
Susunan Ceruk antar Pembuluh

f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
3
a.
b.
c.
d.
e.
4
a.
b.
c.

Ukuran Ceruk antar Pembuluh (µm)
Ceruk Berumbai
Ceruk pada Persilangan Pembuluh
dengan Jari-jari
Penebalan Ulir
Diameter Pembuluh
Frekuensi Pembuluh per mm²
Rata – rata Panjang Pembuluh (µm)
Tilosis dan Endapan dalam Pembuluh
Kayu tanpa Pembuluh
Elemen Trakeida tak berlubang
Serat:
Jaringan Dasar Serat
Serat Bersekat
Penebalan Ulir
Tebal Dinding Serat
Rata – rata Panjang Serat (µm)
Parenkim:
Apotrakeal
Paratrakeal
Marjinal / Pita

Keterangan
Jelas
Semi tata-lingkar
Pola diagonal atau radial
Terdapat pembuluh
berganda radial 2 – 3,
namun lebih dominan
pembuluh soliter dan
dijumpai pembuluh
gerombol biasa
Bundar
Sederhana
Ceruk selang – seling
dan dijumpai antar
pembuluh berhadapan
4,62±0,72 µm
dengan halaman yang
jelas
165.64 ± 19.19
9.47 ± 1.5
29.47 ± 7.53
Tilosis umum
ceruk berhalaman yang
jelas
Serat bersekat dijumpai
6.98 ± 2.83
1198.3 ± 201.54
Tersebar dalam
kelompok
Vaskisentrik
-

17
d.
5
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
6
a.
b.

c.

Panjang Untai Sel Parenkim
Jari – jari:
Lebar
Macam/Ukuran
Jari – jari Agregat
Tinggi (µm)
Komposisi
Sel Seludang dan Sel Ubin
Sel Jari – jari Berperforasi
Frekuensi Jari – jari per mm
Inklusi Mineral
Sel Minyak
Saluran Interselular

Kristal Prismatik

3-8 sel per untai
1 seri, 3 seri, 4 seri, 5 seri
2 ukuran
351.54±69.86
Sel baring lebih dominan
dibanding sel tegak
5 sel per mm
Adanya saluran getah
Kristal prismatik dalam
sel
baring dari jari-jari kayu

Lampiran 2 Sifat Fisis Kayu Terap (A. odoratissimus)
Bagian
Empulur
Teras
Peralihan
Gubal

Kerapatan (g/m³)
0.17
0.29
0.37
0.57

Rata – rata
Kadar Air (%)
13.75
14.29
16.25
14.29

Berat Jenis
0.15
0.261
0.333
0.509

18

Lampiran 3 Analisis Keragaman Sifat Fisis Kayu Terap (A. odoratissimus)
 Kerapatan
Bagian Gubal-Peralihan

Mean
Variance
Observations
Pearson Correlation
Hypothesized Mean
Difference
df
t Stat
P(T