Optimasi Pemanfaatan Salah Satu Jenis Lesser Known Species Dari Segi Sifat Fisis Dan Sifat Mekanisnya

TINJAUAN PUSTAKA
Kayu
Kayu adalah bahan yang sangat kompleks, serbaguna pemakaiannya dan
mempunyai sifat yang berbeda dengan yang lainnya. Penggunaan kayu tidak
selalu memerlukan keahlian yang tinggi. Kayu banyak digunakan sebagai bahan
bangunan, perabot, kerajinan patung, peti kemas, alat angkutan dan penggunaan
lainnya dalam berbagai industri. Sebagai bahan bangunan, kayu salah satu produk
yang paling sederhana, paling mudah digunakan, dapat dipotong dan dibentuk
dengan mudah serta mudah dipasang. Kayu tersusun atas sel-sel kecil, masingmasing memiliki struktur pori-pori kecil dan dinding-dinding yang berlapis-lapis
rumit. Kemudahan kayu untuk diubah menjadi suatu produk dan lama
dipergunakan

tergantung

pada

pengetahuan

praktis

dan


strukturnya

(Haygreen dan Bowyer, 1996)
Kayu dapat disebut sebagai polimer alami, mengingat 97-99% bobotnya sebagai
polimer. Jaringan kayu merupakan bahan komposit yang dibangun dari berbagai
polimer organik, yakni molekul yang terbuat dari ribuan sub unit atau monomer
(Achmadi, 1990).
Kayu bersifat higroskopis yaitu kayu yang mengikat dan melepaskan air sesuai
dengan temperatur dan kelembaban udara relatif sekitarnya. Kayu juga bersifat
anisotropis yaitu kembang susut pada tiga arah sumbunya tidak sama besar. Sifat
fisikomekanik kayu ditentukan oleh tiga ciri yaitu (1) porositasnya atau proporsi
volume rongga, yang dapat diperkirakan dengan mengukur kerapatannya; (2)
organisasi

struktur

sel,

yang


meliputi

struktur

mikro

dinding sel, variasi dan proporsi tipe-tipe sel, dan (3) kandungan air
(Haygreen dan Bowyer, 1996)

Sifat Fisis Kayu
Menurut Kasmudjo (2010) yang termasuk pada sifat fisik kayu antara lain kadar
air kayu, penyusutan dan perubahan dimensi kayu, berat jenis kayu, sifat termal
kayu, sifat elektrisnya, sifat resonansi dan akustiknya, daya apung dan layang,
sifat energi dan sebagainya. Beberapa sifat fisis kayu antara lain :
1. Kadar air kayu
Kadar air kayu merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu, dinyatakan
dalam persentase terhadap berat kering tanurnya. Kandungan air dalam kayu
berupa air bebas yang terdapat di dalam pembuluh sel dan air ikatan yang terdapat
di dalam dinding sel (Sribuono, 2000).

Air dalam kayu terdiri atas dua bentuk : terikat dan bebas. Air terikat adalah air
yang terdapat pada dinding sel. Air bebas terdapat pada rongga sel. Jumlah air
bebas tergantung porositas dan volume kayu (Siau, 1971).
Air dalam kayu segar atau baru saja dipanen terletak dalam dinding sel dan dalam
rongga kayu. Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya semua cairan
dalam rongga sel dikeluarkan. Akan tetapi, rongga sel akan selalu berisi sejumlah
uap

air.

Selama

terdapat

air

dalam

rongga


sel,

dinding

sel

akan

jenuh. Selain itu, kebanyakan sifat fisis kayu (selain berat) tidak dipengaruhi
oleh

perbedaan

mengenai

banyaknya

air

dalam


rongga

sel

(Haygreen dan Bowyer, 1996).
2.

Perubahan dimensi kayu

Pengurangan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat (kurang dari 30%) akan
menyebabkan penyusutan dimensi kayu, sedang penambahan kadar air kayu akan
menyebabkan pengembangan dimensi kayu. Penyusutan kayu umumnya sama

dengan pengembangan dimensi kayu dan disebut dengan perubahan dimensi kayu.
Penyusutan kayu lebih penting untuk diketahui karena dapat menyebabkan
perubahan dimensi (ukuran) kayu. Penyusutan kayu (dimensi kayu) terjadi saat
kondisi kayu di bawah titik jenuh serat, tetapi belum mencapai kadar air seimbang
(antara 18-25%) (Kasmudjo, 2010).
Jika kayu kehilangan air dibawah titik jenuh serat (TJS), yaitu kehilangan air

terikat pada dinding sel, kayu akan meyusut. Sebaliknya jika air memasuki
struktur dinding sel, kayu mengembang (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Kayu memiliki sifat yang higroskopis yaitu dapat menyerap atau melepaskan air
tergantung kelembaban lingkungannya. Dengan masuknya air kedalam kayu maka
berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu
menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu akan mengambang dan
menyusut (Dumanauw, 2001).
Penyusutan dan pengembangan mengakibatkan pembengkokan, pecah, belah atau
mengurangi nilai dekoratif membuat kayu tidak dapat digunakan.Oleh kaerna itu,
penting umtuk mengerti fenomena dan mengatasinya agar kayu dapat digunakan
(Forest Product Laboratory, 1999).
3. Berat jenis
Berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu tersebut dengan
kerapatan benda standar. Besarnya berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda
dan tergantung kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta
kandungan air kayu, disamping ukuran sel kayunya (Kasmudjo, 2010).
Berat jenis kayu dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan kayu
º

dengan kerapatan air pada suhu 4 C, dimana pada suhu standar tersebut kerapatan


air sebesar 1g/cm3. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda - beda. Berat jenis
merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat fisis kayu. Makin tinggi berat
jenisnya, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin kecil berat jenis kayu,
maka akan berkurang pula kekuatannya. Berat jenis ditentukan antara lain oleh
tebal dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori – pori.
Perbandingan berat jenis banyak disederhanakan dalam sistem matrik karena 1cm 3
air beratnya tetap 1 gram. Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan
membagi berat dalam gram dengan volume dalam cm 3, maka nilai kerapatan (ρ)
dan berat jenis (s) adalah sama jika menggunakan massa oven. Namun berat
jenis tersebut tidak mempunyai satuan karena berat jenis adalah nilai relatif
(Haygreen dan Bowyer, 1996 ).
Faktor – faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat
tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu
merupakan salah satu sifat fisik kayu yang penting sehubungan dengan
penggunaanya (Pandit dan Hikmat, 2002).
Sifat Mekanis Kayu
Sifat – sifat mekanik atau kekakuan kayu ialah kemampuan kayu untuk menahan
muatan dari luar. Maksud dari luar ialah gaya – gaya dari luar benda yang
mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda.

Kekuatan kayu memegang peranan penting dalam penggunaannya sebagai bahan
bangunan, perkakas, dan penggunaan – penggunaan lain. Pada hakikatnya hampir
semua penggunaan kayu, dituntut syarat kekuatan ini (Dumanauw, 2001).
Variabilitas atau variasi kekuatan adalah sama pada semua bahan. Karena kayu
bahan alami dan pohon adalah subjek yang mengalami perubahan

(

berdasarkan kadar air, kondisi tanah, tempat tumbuh) properti kayu dapat diukur,
bahkan contoh uji kecil ( Forest Products Laboratory, 1999).

Menurut Dumanauw (2001), sifat mekanis kayu meliputi :
a. Keteguhan tarik ( Tensille strength )
b. Keteguhan tekan ( Compressive strength )
c. Keteguhan geser ( Shear strength )
d. Keteguhan lentur ( Bending strength )
e. Kekakuan ( Stiffness )
f. Keuletan ( Toughness )
g. Kekerasan ( Hardness )
h. Ketahanan belas ( Cleavage resistance )

a. Keteguhan Tarik ( Tensille strength )
Keteguhan tarik suatu jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya –
gaya yang berusaha menarik kayu itu. Keteguhan tarik tersebar pada kayu ialah
keteguhan tarik sejajar serat. Keteguhan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil
daripada keteguhan tarik ssejajar serat dan keteguhan tarik ini mempunyai
hubungan dengan ketahanan kayu terhadap pembelahan (Dumanauw, 2001).
Keteguhan tarik sejajar serat ini sangat penting dalam rancangan sambungan –
sambungan antara suku – suku kayu dalam suatu bangunan pada penyangga
gelagar (Haygreen dan Bowyer, 1996).
b. Keteguhan tekan ( Compressive strength )
Keteguhan tekan adalah kekuatan kayu untuk menahan muatan (beban) jika kayu
itu dipergunakan untuk penggunaan tertentu. Dalam hal ini dibedakan menjadi
dua yaitu keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan tekan tegak lurus serat.
Keteguhan tekan tegak lurus serat menentukan ketahanan kayu terhadap beban,
seperti halnya bantalan rel kereta api oleh bantalan di bawahnya. Keteguhan ini

mempunyai hubungan juga dengan kekerasan kayu dan keteguhan geser.
Keteguhan tegak lurus serat pada semua kayu lebih kecil dari pada keteguhan
tekan sejajar serat ( Dumanauw, 2001). Keteguhan tekan sejajar serat digunakan
untuk menentukan beban yang dipikul suatu tiang atau pancang yang pendek (

Haygreen dan Bowyer, 1996 ).
c. Keteguhan Lentur ( Bending strenght)
Keteguhan patah ini biasanya disimbolkan dengan MOR (Modulus of Rupture ),
yaitu kekuatan atau kemampuan maksimum untuk menahan gaya–gayayang
berusaha melengkungkan kayu dari sepotong kayu dan proporsional terhadap
maksimum momen yang dihasilkan oleh kayu tersebut. Dalam hal ini, dibedakan
keteguhan lentur statik dan keteguhan lentur pukul. Keteguhan lentur statik
menunjukan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenai secara pelahan – lahan.
Keteguhan lentur pukul adalah kekuatatan kayu manahan gaya yang mengenainya
secara mendadak, misalnya pukulan (Dumanauw, 2001).
Keteguhan patah kayu utuh untuk produk – produk kayu biasanya dinyatakan
dalam istilah modulus patah (MOR) dihitung dati beban maksimum (beban pada
saat patah) dalam uji keteguhan lentur, dengan menggunakan cara pengujian yang
sama seperti menentukan MOE. Sifat ini yang penting untuk menentukan beban
yang dapat dipikul suatu gelagar (Haygreen dan Bower, 1996).
d. Keteguhan geser ( Shear strength )
Keteguhan geser adalah kamampuan kayu untuk menahan gaya – gaya yang
berusaha untuk menggeser serat dalam kayu. Dalam hal ini ada empat
kemungkinan geser yaitu, geser sejajar serat, geser tegak lurus serat, geser miring
serat dan geser antar serat ( Dumanauw, 2001 ).


Kayu rendah dalam keteguhan geser sejajar serat tetapi sangat tinggi dalam
keteguhan geser melintang serat. Keteguhan geser sejajar serat adalah penting
apabila merancang sambungan – sambungan antara unsur – unsur struktural dalam
suatu bangunan ( Haygreen dan Bowyer, 1996).
e. Kekakuan Kayu (Stiffness)
Sifat kekauan kayu ini biasa disimbolkan dengan MOE (Modulus of Elasticity)
merupakan ukuran kemampuan kayu untuk mempertahankan bentuk akibat
perubahan. MOE ini berlaku untuk sifat lentur, tarik, tekan dan geser. Nilai MOE
ini berlaku sampai batas proporsi saja (Dumanauw, 2001).
Di bawah batas proporsi perbandingan antara tegangan dan regangan, yaitu
kemiringan garis, adalah suatu nilai yang konstan yang disebut modulus elastisitas
(MOE). Ukuran ketahanan terhadap pembengkokan, yaitu berhubungan langsung
dengan kekakuan gelagar, juga suatu faktor untuk kekuatan tiang yang panjang
(Haygreen dan Bowyer, 1996).
f. Keuletan Kayu (Toughness)
Sifat kekakuan kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan atau menyerap
energi yang relatif besar atau tahan terhadap kegiatan – kegiatan atau tegangan –
tegangan yang berulang – ulang, yang melampaui batas proporsional serta
mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian. Dalam
arti sehari – hari kayu ulet adalah kayu yang sukar pecah, belah atau masih tetap
tahan meski sudah mengalami kerusakan akibat pembebanan. Kayu ulet yang
mengalami pembebanan akan memperlihatkan gejala terlebih dahulu pada saat
kayu mengalami kerusakan (terdengar suara terlebih dahulu sebelum terjadi
patahan). Dapat pula sifat keuletan ini dikatakan kekakuan pukul karena beban
yang diberikan berupa beban pukulan. Keuletan merupakan kebalikan dari

kerapuhan kayu dalam arti bahwa kayu yang ulet akan patah secara merangsur –
angsur (Dumanauw, 2001).
g. Kekerasan Kayu (Hardness)
Sifat kekerasan ini penting hubungannya dengan ketahanan terhadap lekukan
seperti untuk lantai (Haygreen dan Bowyer, 1996). Sifat kekerasan kayu adalah
ukuran kemampuan kayu untuk menahan indentasi (indentation) atau tekanan
setempat pada permukaan kayu, atau ukuran kemampuan kayu untuk menahan
kikisan pada permukaannya. Dalam pengertian terakhir kekerasan kayu
bersamaan dengan keuletannya merupakan bahan ukuran tentang ketahananya
terhadap pengausan kayu (Dumanauw, 2001).
h. Ketahanan Belah (Cleavage resistance)
Sifat ketahanan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan belahan. Biasanya
contoh uji dibelah dengan bidang sejajar serat kayu dengan“interlocked grain”
lebih kuat menahan belah, karena selain arah serat menjadi lebih tegak lurus
terhadap belahan, juga masing – masing serat saling mengikat satu sama lain
(Dumanauw, 2001).
Kalimuru
Kayu yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu kalimuru, yang merupakan
salah satu jenis kayu yang belum optimal pemanfaatannya. Kayu ini merupakan
kayu endemik di Pulau Lombok. Disajikan pada gambar .

(1)
(2)
(3)
Gambar 1. (1) pohon kalimuru usia 7 tahun (2) papan dari kayu kalimuru
(3) hasil olahan kayu kalimuru

Mahoni (Swietenia sp.)
Martawijaya et al. (2005) menjelaskan bahwa sifat fisis kayu mahoni antara lain
memiliki berat jenis 0,61 dan kelas kuat II – III untuk S. macrophylla serta 0,64
dan kelas kuat II – III untuk S.mahogani. Penyusutan pada kayu mahoni sampai
kering udara yaitu 0,9% (radial) dan 1,3% (tangensial), sedangkan sampai kering
tanur yaitu 3,3% (radial) dan 5,7% (tangensial). Sedangakan sampai kering tanur
yaitu 3,3% (radial) dan 5,7% (tangensial). Sifat mekanis kayu mahoni antara lain :
modulus elastisitas sebesar 91,8 kg/cm2 (basah) dan 97,5 kg/cm2 (kering),
modulus patah sebesar 315 kg/cm2 (basah) dan 373 kg/cm2 (kering).
Gmelina (Gmelina arbora Roxb.)
Berat jenis rata – rata terendah 0,42 dan tertinggi 0,61. Kelas kuat
kayu Gmelina kelas kuat III (II – IV).Kelas awet kayu Gmelina IV – V
(Mandang dan Pandit, 1997). Kayu Gmelina cocok digunakan sebagai bahan
konstruksi ringan, kayu pertukangan, pembungkus, barang kerajinan, perabot
rumah tangga, vinir hias, juga untuk alat – alat musik, korek api, badan kendaraan
atau perahu, dan pulp yang berkualitas. Akar, pepagan, daun, nuah dan bijinya
digunakan dalam obat tradisional hindu. Pohon ini kadang – kadang ditanam
sebagai pohon tepi jalan atau sebagai pohon peneduh di perkebunan teh dan kopi.
Daunnya sebagai pakan ternak. Abu kayu dan bunganya menghasilkan zat
pewarna yang tidak mudah luntur. Bunganya mengandung nektar yang berlimpah,
yang menghasilkan madu berkualitas tinggi. Di luar Asia Tenggara kayu Gmelina
digunakan untuk kayu bakar dan untuk arang (Prosea, 1994).