IMPLEMENTASI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH (LARASITA) BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015

(1)

SKRIPSI

IMPLEMENTASI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH (LARASITA) BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015

Disusun Oleh : Aziz Taufik Akbar

20120520096

Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas lmu Sosial dan Politik


(2)

i

IMPLEMENTASI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH (LARASITA) BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA YOGYAKARTA TAHUN

2015

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhamadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : AZIZ TAUFIK AKBAR

20120520096

ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

“IMPLEMENTASI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH

(LARASITA) BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015

OLEH

AZIZ TAUFIK AKBAR 20120520096

Telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada Hari/Tanggal : Tempat : Jam :

SUSUNAN TIM PENGUJI KETUA

Dr. Ulung Pribadi, M.Si.

Penguji I Penguji II

Erni Zuhriyati, S.Ip.,MA. Dra. Atik Septi Winarsih, M.Si Mengetahui

KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


(4)

iii

MOTTO

“Do good and good will come to you”

“If prayer becomes a habit, success become a

lifestyle”

“Bekerjalah seperti tidak ada pertolongan

Tuhan, Berdoalah seperti hanya Tuhan saja yang

bisa menolong”


(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sujud syukur kehadirat Illahi yang telah memberikan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati dan rasa terimakasih karya sederhana ini kupersembahkan kepada :

 Bapak H Heri atas segala doa, motivasi, inspirasi dan dukungannya

 Ibu Hj Emi Puji Astuti atas segala doa, bimbingan dan semangatnya

 Diah Mustika Ayu dan Naura Amalia yang selalu menjadi penyemangatku

 Keluarga Besar Kontrakan yang selalu setia menemani sampai saat ini


(6)

v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Swt, Yang telah melimpahkan rahmat dan anugrah-Nya yang tidak pernah putus, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul

“Implementasi program layanan rakyat untuk sertifikasi tanah (LARASITA)

Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta” diajukan untuk memenuhi

persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik pada program StudiI lmu Pemerintahan Universitas Muhammdiyah Yogyakarta.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Bambang cipto, MA selaku Rektor Universitas Muhammdiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan studi dengan banyak kemudahan dan secara langsung maupun tidak, memberikan dorongan untuk menulis skripsi.

2. Ali Muhammad, S.IP, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammdiyah Yogyaakarta, yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menuliskan hasilnya menjadi sebuah skripsi. 3. Dr. Titin Purwaningsih, S.IP.,M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Pemerintahan Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan sehingga penulis dapat melakukan penyusunan skripsi ini.


(7)

vi

4. Dr. Ulung Pribadi, M.Si, selaku dosen pembimbing, yang telah berkenan merelakan waktu, tenaga, motivasi, dan ilmunya guna memberikan bimbingan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen dan staff pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan. Terimakasih

atas ilmu dan ajaran yang telah disampaikan pada penulis.

6. Seluruh staff akademika Universitas Muhammdiyah Yogyakarta yang telah membantu selama ini. Terimakasih.

7. Teruntuk kedua orang tua penulis Bapak H Heri dan Ibu Hj Emi Puji Astuti yang telah menjadi orang tua yang paling hebat dan tangguh, yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, nasehat, serta memberikan dukungan secara moril dan materil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Adikku Diah Mustika Ayu dan Naura Amalia yang selalu menjadi penyemangat dalam penulisan skripsi ini.

9. Teruntuk saudara-saudara sepenanggungan feno, romi, oksan, septiadi, eko, nay, wahyu, ojik, butoy, sandy, ilham, rona, galih, wafiq, ando, aji, giras, ayur, putri, mbak dian kalian luar biasa, terimakasih semangat dan dukungan moril mau pun materil selama 4 tahun ini.

10.Kance-kance LOL bahtiar, idong, candra, edo, adhimas, isar, teky, gesa yang no cure terimakasih atas dukungannya semangat dota terus!

11.Teruntuk Riska Syarofah, yang sudah seperti asdos pribadi terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya selama perkuliahan sampai dengan saat ini.


(8)

vii

12.Teman setia seperjuangan dede, ale, desti, terimakasih banyak atas segala bantuan dan dukungannya, terimakasih telah mau berjuang bersama.

13.Teman-teman Ilmu Pemerintahan 2012 terimakasih telah memberikan banyak candatawa selama ini yang tidak bisa di sebutkan satu persatu. 14.Teman-teman KKN kelompok 25, terimakasih atas kebersamaan,

kekompakan, dan kerjasamanya selama kegiatan.

15.Untuk Tiara Chintia terimakasih atas waktu dan pelajaran hidup berharga selama ini.

16.Untuk Zety Nabilla Septahadi terimakasih telah meluangkan waktu, doa dan supportnya dalam penyelesaian perkuliahan ini.

17.Untuk almamater SMA, SMA Al-kautsar Bandar Lampung terimakasih atas ilmu dan pengalamanya.

18.Untuk diriku sendiri terimakasih selalu mau berjuang dari rasa malas dalam penulisan skripsi ini.

19.Badan Pertanahan Kota Yogyakarta terimakasih atas informasi dan data yang telah diberikan guna penulisan skripsi ini.


(9)

viii

20.Terimakasi huntuk informan-informan yang sudah memberikan banyak informasi untuk penulisan skripsi ini.

21.Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah Swt. Penulishanyalah seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis mohon maaf jika terjadi kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Yogyakarta, 14 Desember 2016

Penulis


(10)

vii ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih adanya hak-hak atas tanah yang belum bersertifikat di Kota Yogyakarta. Ini karena anggapan dari masyarakat bahwa mengurus sertifikat tanah itu sangat sulit, lama dan biayanya sangat mahal. Oleh karena itulah, pemerintah meluncurkan program inovatif dalam bidang pelayanan pertanahan ynag dikenal dengan LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikat Tanah). Hal ini didasarkan pada Perkaban No. 18 Tahun 2010 tentang Larasita Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Tujuan dari penelitain ini adalah untuk mengetahui implementasi program LARASITA di Kota Yogyakarta dilihat dari standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi social ekonomi politik serta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan LARASITA itu sendiri. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu memberikan gambaran atau penjelasan yang tepat secara objektif terkait keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer yaitu wawancara dan observasi langsung dilapangan dan data sekunder yang bersumber dari buku-buku, dokumen/catatan/laporan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa implementasi LARASITA di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dilihat dari standard an sasaran kebijakan Standar dan sasaran kebijakan sudah tercantum Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2009 tentang Larasita sudah di implementasikan dengan baik dan sesuai peraturan yang sudah ditentukan, sumberdaya yang dimiliki dari kantor Pertanahan Kota Yogyakarta juga sudah mencukupi dengan jumlah staff keseluruhan 73 beserta tim LARASITA sementara itu tidak ada anggaran khusus untuk menjalankan program LARASITA dari BPN pusat, komunikasi antar organisasi dalam LARASITA di Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta dilakukan dengan penunjukan staff LARASITA langsung oleh Kepala Kantor BPN Kota, sosialisasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta yaitu dengan system paket artinya dalam satu kali sosialisasi disertakan juga sosialisasi program-program lain, karakteristik agen pelaksana berdasarkan peraturan Kepala BPN Nomor 18 tahun 2009 mereka bekerja berdasarkan kewenangan dan tupoksi yang sudah ditentukan, kondisi social, ekonomi dan politik masyarakat menjadi sedikit penghambat karena banyaknya sultan ground dan pakualaman ground, tingkat masyarakat yang lebih memilih jasa PPAT dan sebagainya.

Saran dari penulis agar kantor Pertanahan Kota Yogyakarta sebagai objek penelitian yang dilakukan oleh penulis melalui aparatur-aparatur yang ada didalamnya harus lebih mensosialisasikan akan maksud dan tujuan dari kebijakan program Larasita di wilayahnya agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta dengan masyarakat Kota Yogyakarta.


(11)

viii

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Aziz Taufik Akbar NIM : 20120520096 Program Studi : Ilmu pemerintahan

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH (LARASITA) BADAN PERTANAHAN

NASIONAL KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015” benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Yogyakarta, November 2016 Penulis

AZIZ TAUFIK AKBAR 20120520096


(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGAN TAR...v

ABSTRAK ... vii

HALAMAN PERN YATAAN ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

1.B. RUMUSAN MASALAH ... 12

1.C. TUJUAN PENELITIAN ... 12

1.D. MANFAAT PENELITIAN ... 12

1.D.1. MANFAAT TEORITIS ... ... 12

1.D.2. MANFAAT PRAKTIS ... ... 13

1.E. KERANGKA TEORI ... 13

1.E.1. IMPLEMENTASI ... 13

1.E.2. KONSEP KEBIJAKAN ... 22

1.F. DEFINISI KONSEPSIONAL... 31

1.G. DEFINISI OPERASIONAL... 32

1.H. METODE PENELITIAN ... 33

1.H.1. JENIS PENELITIAN ... 33

1.H.2. LOKASI PENELITIAN ... 34


(13)

x

1.H.4. SUMBER DATA... 35

1.H.5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 35

1.H.6. TEKNIK ANALISIS DATA ... 35

BAB II. DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN ... 37

2.A. PROFIL KOTA YOGYAKARTA ... 37

2.A.1 SEJARAH KOTA YOGYAKARTA ... 37

2.A.2. KONDISI GEOGRAFIS KOTA YOGYAKARTA ... 42

2.B. DESKRIPSI KANTOR PERTANAHAN KOTA YOGYAKARTA ... 46

2.B.1. PERMASALAHAN DAN ASPEK STRATEGIS ... 48

2.B.2. TUGAS POKOK DAN FUNGSI ... 48

2.B.3. LINGKUNGAN STRATEGIS YANG BERPENGARUH ... 50

2.B.4. RENCANA STRATEGIS ... 52

2.B.5. KEUANGAN ... 54

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

3.A.1. STANDAR DAN SASARAN KEBIJAKAN ... 57

3.A.2. SUMBERDAYA ... 65

3.A.3. KOMUNIKASI ANTAR ORGANISASI ... 70

3.A.4. KARAKTERISTIK AGEN PELAKSANA ... 73

3.A.5. KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK ... 76

3.B.1. FAKTOR FAKTOR LARASITA ... 80

3.B.1. FAKTOR INTERNAL ... 80

3.B.2. FAKTOR EKSTERNAL ... 85

BAB IV. PENUTUP ... 87

4.A. KESIMPULAN ... 87

4.B. SARAN ... 90


(14)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Siklus Implementasi Kebijakan LARASITA ... 30

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Se-Kota Yogyakarta... 44

Tabel 2.2 SDM berdasarkan jabatan ... 51

Tabel 2.3 SDM berdasarkan pendidikan ... 51

Tabel 3.1 Komponen standar pelayanan ... 61

Tabel 3.2 SDM berdasarkan jabatan ... 65

Tabel 3.3 Tim Larasita Kantor Pertanahan Kota 2015 ... 68

Tabel 3.4 SDM berdasarkan golongan ... 74


(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn... 21

Gambar 2.1 Peta Kota Yogyakarta ... 38


(16)

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini, kondisi masyarakat sudah mengalami perkembangan yang sangat dinamis.Tingkat kehidupan masyarakat sudah sangat baik semua sudah didukung dengan perkembangan teknologi dan didukung kemudahan dalam mengakses segala informasi. Masyarakat semakin sadar dengan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga Negara. Dalam kondisi masyarakat yang demikian, pemerintah harus dapatmemberikan pelayanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif. Pemerintah juga harusdapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individual masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri. Pada hakekatnya, Pemerintah adalah pelayan masyarakat, ia tidaklah di adakan untuk melayani dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama

Berbagai inovasi mengenai pelayanan telah banyak dilakukan oleh sebagian besar instansi publik. Salah satu pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksana berdasarkan ketentuan Perundang-undangan1

1Kep Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7.2003 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Bagian I, Pengertian Umum,


(18)

2

Salah satu inovasi yang bisa dilakukan Pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan publik adalah dengan menerapkan pelayanan yang berbasis teknologi (internet) yang sering dinamakan dengan e-government. Pelayanan berbasis e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien.

Pelayanan berbasis e-government pada saat ini diperlukan karena Indonesia tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem kepemerintahan yang otoriter dan sentralistik menuju ke sistem kepemerintahan yang demokratis dan menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah otonom. Perubahan yang tengah terjadi tersebut menuntut terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Sistem manajemen Pemerintah yang selama ini merupakan sistem hirarki kewenangan dan komando sektoral yang mengerucut dan panjang, dirubah menjadi sistem manajemen organisasi jaringan yang dapat memperpendek lini pengambilan keputusan serta memperluas rentang kendali.

Melalui pengembangan e-government, dilakukan penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah daerah otonom dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup dua aktivitas yang saling berkaitan. Pertama, pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis. Kedua, pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara. Selama ini anggapan masyarakat bahwa birokrasi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) cenderung mengitari pengurusan sertifikasi tanah adalah birokrasi yang rumit dan tidak praktis, serta


(19)

3

perilaku sejumlah oknum yang mengambil keuntungan. Kondisi semacam ini berdampak negatif karena masyarakat menjadi apatis dalam mengurus sertifikasi tanah di Kantor Pertanahan.

Menurut PP 24 tahun 1997, sertifikat merupakan surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.2Sertifikat tanah juga memiliki

fungsi, yang mana sertifikat berfungsi sebagaisurat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya.3

Di mata hukum setiap pengakuan hak oleh seseorang atau kelompok masyarakat atas sesuatu hal haruslah didasarkan pada bukti yang sah dan kuat, haltersebut juga menyangkut masalah hak atas tanah dan rumah.Dimana hukum yang terkait dengan hak atas tanah dan rumah adalah hukum perdata, sangat memperioritaskan bukti dokumen atau tertulis yang dapat menjelaskan tentang subjek dan objek yang tergambarkan mengenai dasar hak kepemilikan seseorang atas tanah dan rumah yang dimaksud.Tanpa bukti dokumen tertulis, seseorang atau kelompok masyarakat tidak dapat membuat pengakuan di mata hukum mengenai hak milik atas rumah dan tanah yang dimaksudkan.

Mengenai perkembangannya sampai sekarang ini, kebutuhan masyarakat akan tanah dan rumah dapat memunculkan konflik dan sengketa, baik antara perorangan maupun suatu kelompok terkait. Sengketa yang dimaksud diantaranya, sengketa waris, sengketa kepemilikan, sengketa penguasaan tanpa hak atas tanah dan rumah secara perseorangan. Bahkan terjadi penggusuran terhadap bangunan-bangunan liar yang ada di atas tanah negara atau perorangan.Semuanya itu merupakan fenomena konflik yang kian hari kian banyak terjadi pada saat-saat sekarang ini. Untuk menghindari permasalahan seputar kepemilikan maupun penguasaan atas tanah dan atau

2Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Bagian Pengertian Sertifikat 3Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah


(20)

4

rumah, maka perlu diketahui tentang apa saja hal yang penting yang menyangkut hak atas tanah dan atau rumah tersebut.

Sebagaimana dalam pasal 8, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002, dijelaskan bahwa, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi :

1. Status hak atas tanah, dan atau izin pemanfaatan dari pemengang hak atas tanah 2. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

3. Izin mendirikan bangunan gedung, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengatakan pihaknya berupaya mempercepat proses sertifikasi tanah di Indonesia. Sebab, hingga saat ini total tanah di seluruh Indonesia yang memiliki sertifikat baru mencapai setengah. Menurut Sofyan, banyaknya tanah yang tidak memiliki sertifikat itulah yang menyebabkan timbulnya konflik lahan. Oleh sebab itu, percepatan sertifikasi perlu segera dilakukan.4

Demi menjamin kepastian hukum dan ketertiban hukum dalam pembuatan bangunan gedung harus memenuhi persyaratan teknis dan administrasi terkait.Seiring dengan hal tersebut, maka dalam rangka memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak warga negaranya, baik hak perseorangan maupun publik atas tanah dan rumah. Pemerintah telah menekankan pentingnya pendaftran hak atas tanah serta pengurusan izin mendirikan bangunan. Berbagai peraturan baik dari sifatnya yang paling umum hingga teknis sekalipun tentang pendaftaran hak atas tanah dan perizinan mendirikan bangunan, baik rumah tinggal ataupun bangunan untuk tempat usahatelah dibuat dan diberlakukan oleh pemerintah. Harapannya, seluruh lapisan masyarakat dapat memperhatikan sejumlah peraturan terkait hal tersebut dengan

4https://nasional.tempo.co/read/news/2016/09/23/173806899/cegah


(21)

5

cermat dan seksama, sehingga benar-benar muncul kesadaran akan pentingnya mengurus bukti hak milik atas tanah dan rumah.5

Salah satu pelayanan yang menjadi sorotan masyarakat sekarang ini adalah pelayanan yang menyangkut proses pengurusan sertifikat tanah. Hal ini didasarkan atas kebutuhan masyarakat atas tanah dan rumah yang kian hari kian meningkat. Maka dapat dipastikan kebutuhan dalam pembuatan sertifikat tanah akan meningkat pula, hal ini karena sertifikat tanah merupakan alat bukti kepemilikan tanah yang sah menurut hukum oleh seseorang. Opini masyarakat tentang persoalan-persoalan atau yang menyangkut rumitnya pengurusan sertifikat tanah dengan waktu yang lama, berbelit-belit, tidak jelas dan segudang permasalahan lain yang mewarnai proses pengurusan surat-surat tanah. Sehingga fenomena yang semacam ini terkesan telah membudaya atau sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan.

Dengan adanya LARASITA dirasakan mampu untuk mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap pelayanan publik dalam hal pengurusan sertifikat tanah.Berdasarkan Kepmen PAN No. 58 tahun 2002 (Pasolong, 2007:129), bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu :

1. Pelayanan administratif

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya.Misalnya sertifikat tanah, IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran), dan lain sebagainya.

2. Pelayanan barang


(22)

6

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik. Contoh pelayanan ini, antara lain : Listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon, dan lain sebagianya.

3. Pelayanan jasa

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Contoh pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara, pelayanan kesehatan, perbankan, pos, dan lain sebagainya.

Definisikan efektivitas sebagai pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapakan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang dan jasa atas kegiatan yang dijalankan.Efektivitas dalam hal ini menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.

Untuk megetahui tingkat efektivitas organisasi, dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan sumber (resource approach) yaitu mengukur efektivitas dari input. Pendekatan ini mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan proses (proses approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatain pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.

Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.


(23)

7

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan pulau jawa, secara geografis terletak pada 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40' - 111º 0' Bujur Timur.Kondisi fisiografi membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Provinsi DIY dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 428.282 jiwa dengan kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/km².6

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 18 Tahun 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonensia, LARASITA adalah inovasi yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk memenuhi harapan masyarakat. Dengan LARASITA pola pengelolaan pertanahan dikembangkan menjadi lebih aktif untuk memberikan jaminan keadilan bagi masyarakat dalam pengurusan pertanahan, memperluas cakupan wilayah pengurusan pertanahan, mempercepat proses pengurusan pertanahan dan menjamin pengurusan-pengurusan pertanahan tersebut tanpa perantara. ProgramLayanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) merupakan replika kantor pelayanan pertanahan yang bergerak. Sistem pelayanan data yang digunakan adalah komputerisasi atau online. Dengan demikian, masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan proses pengurusan sertifikat kepemilikan tanah.

6http://www.jogjakota.go.id/about/kondisi-geografis-kota-yogyakarta diakses pada tanggal 27 februari 2016 jam 21:15 wib


(24)

8

Selama ini masyarakat khususnya pedesaan mengalami kesenjangan formalitas yang cukup lebar terhadap layanan pertanahan yang selama ini diselenggarakan di Kantor Pertanahan, dimana kesenjangan itu kemudian diperlebar oleh para perantara yang selalu berdiri diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat. Keberadaan para perantara tersebut, selain mempertajam kesenjangan formalitas antara masyarakat dan Kantor Pertanahan, pada prakteknya juga seringkali melakukan pembiasan informasi yang pada akhirnya merugikan masyarakat, baik karena pembiasan informasi tentang persyaratan, biaya maupun tentang waktu penyelesaian layanan pertanahan.

Selain itu, jarak geografis juga menjadi kendala. Kesulitan transportasi menuju Kantor Pertanahan, seringkali mampu menggagalkan niat seseorang untuk mendapatkan layanan pertanahan. Seperti diketahui, tingkat kepemilikan mobil atau motor pribadi pada masyarakat yang tinggal di pedesaan adalah relatif rendah. Kesulitan ini dilipatgandakan dengan sangat sedikitnya transportasi umum yang cukup nyaman bagi seseorang untuk bepergian dengan membawa dokumen-dokumen penting tentang kepemilikan tanahnya. Hal inilah yang menjadi faktor utama rendahnya intensitas arus informasi yang benar kepada masyarakat pedesaan, yang pada akumulasinya menghentikan arus komunikasi antara Kantor Pertanahan (sebagai representasi BPN RI) dan masyarakat.7

Dengan sistem LARASITA, masyarakat bisa mengurus sertifikasi tanah di tempat atau pos yang telah ditentukan. Proses pelayanan yang dijalankan sama seperti mengurus di Kantor Pertanahan. Sebab, kendaraan yang digunakan juga telah dilengkapi perangkat komputer lengkap.Program ini telah dirancang sejak Mei 2009 lalu. Dengan sistem ini, kantor pelayanan


(25)

9

pertanahan jemput bola. Masyarakat mendapat kemudahan dalam pengurusan sertifikasi tanah dengan biaya yang sama. Waktunya pun lebih cepat dan biaya lebih ringan.

Capaian pensertifikatan hak atas tanah di DIY relatif tinggi mencapai 60 persen lebih dari potensi yang ada.Sementara secara nasional realisasi program sertifikasi tanah sampai saat ini masih rendah di bawah 50 persen.Menurut Inspektorat Utama Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Dr. Ir. Yuswanda A Temenggung, Secara nasional, dari 85 juta rencana pemegang hak atas tanah, baru 45 persen yang sudah memegang sertifikat baik perorangan maupun lembaga. Tanah-tanah yang belum bersertifikat diantaranya Tanah-tanah adat, Tanah-tanah negara dan milik BUMN (Kedaulatan Rakyat, Juni 2014).8

Dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta juga telah melaksanakan pelayanan LARASITA pada Jogja car free day pada hari Minggu tanggal 11 Oktober 2015 mulai jam 05.30 WIB di Jalan Mangkubumi/Margo Utomo Nomor 44 Yogyakarta, tepatnya di depan Hotel Arjuna/Kantor Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di tengah-tengah masyarakat sedang santai melaksanakan aktivitas. Kegiatan ini juga dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Agraria Nasional dan Tata Ruang (HANTARU) yang telah di buka oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional dan secara serempak dilaksanakan launching HANTARU diseluruh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, termasuk Kanwil BPN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 27 September 2015. 9

8http://www.krjogja.com/web/news/read/219981/pensertifikatan_hak_atas_tanah_di_diy_tinggidiakses pada 4 maret 2015 17:36 WIB

9 . http://kot-yogyakarta.bpn.go.id/Statistik/LARASITA -hadir-di-jogja-car-free-day-60354di akses pada 17 februari 2016 jam 20:34 wib


(26)

10

Badan pertanahan Yogyakarta juga secara rutin telah menjadualkan kegiatan LARASITA di tahun 2015 yang dilakukan secara reguler setiap hari senin sampai dengan kamis di seluruh Kelurahan di Kota Yogyakarta.

Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program LARASITA dan sejauh mana tingkat kepemilikan sertifikat tanah di kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi program Layanan rakyat untuk sertifikasi tanah (LARASITA) di Kota Yogyakarta Tahun 2015?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan program Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) di Kota Yogyakarta Tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi program Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) di kota Yogyakarta Tahun 2015

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program program Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) di kota Yogyakarta Tahun 2015

D. Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa hal yang menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis penyusun dalam penelitian kali ini. Beberapa diantaranya, yaitu:


(27)

11 1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu social dan ilmu politik bagi peneliti-peneliti yang berminat dalam melakukan penelitian terhad apobjek serupa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini yaitu dapat menjadi suatu bahan masukan bagi Badan Pertanahan Kota Yogyakarta dalam melakukan usaha dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di berbagai bidang, khususnya pada bidang pengurusan sertifikat tanah pada program LARASITA di Kota Yogyakarta.

E. Kerangka Teori 1.Implementasi

Pengertian implementasi seperti yang dikemukakan oleh Pranata Wastra dan kawan-kawan menyatakan bahwa aktivitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk semua rencana dari kebijksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan, dan dilengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya, kapan waktu pelaksanaannya, kapan waktu mulai dan berakhirnya dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan10

Sementara Budi Winarno, yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya.11

10 Pariata Westra, dkk, 1989, Ensiklopedia Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, halaman 256 11 Budi Winarno, 2005, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta, Media Pressindo, halaman 150


(28)

12

Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaiamana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab, menyatakan bahwa, implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.12

Dari pandangan kedua ahli diatas dapat dikatakan bahwa suatu proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan adminstratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu program yang telah ditetapkan serta menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan poltik, ekonomi, dan sosial yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi segala pihak yang terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan ataupun yang tidak diharapakan.

Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno, membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya13.

Meter dan Horn (subarsono;2006;99) mengemukakan bahwa terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni14;

12 A. Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Solihin Abdul Wahab, 2008 Analisis Kebijaksanaan Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara edisi Kedua, Jakarta, PT. Bumi Aksara, halaman 65

13 Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno, 2002, Kebijakan Publik Te ori dan Proses, halaman 102

14 Meter dan Horn dalam Subarsono A. G, 2006, Analisis Kebijakan Publik: konsep, teori dan aplikasi, Yogyakarta,


(29)

13

1) Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir apabila standar dan sasaran kebijakan kabur,

2) Sumberdaya, dimana implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

3) Hubungan antar organisasi, yaitu dalam banyak program, implementor sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain, sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4) Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup stuktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini public yang ada di lingkungan, serta apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6) Disposisi implementor yang mencakup tiga hal yang penting, yaitu respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahaman terhadap kebijakan, intensitas disposisi implementor, yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Micahel Howlet dan M. Ramesh dalam buku Subarsono, bahwa implementasi kebijakan adalah proses untuk melakukan kebijakan supaya mencapai hasil15.

15 Micahel Howlet dan M. Ramesh dalam Subarsono A. G, 2006, Analisis Kebijakan Publik: konsep, teori dan


(30)

14

Dari defenisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan terdiri dari tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.

a. Teori Teori Implementasi Kebijakan 1. Teori Charles O. Jones

Charles O. Jones menyatakan bahwa ada beberapa variabel atau yang sering disebut faktor-faktor yang berpengaruhi implementasi kebijakan, maka dalam hal implementasi kebijakan publik terdapat tiga aktivitas utama yang sangat penting.Aktivitas pertama yang dimaksud adalah

organisasi pelaksana kebijakan, yang mencakup pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. Kemudian aktivitas yang kedua adalah interpretasi para pelaksana kebijakan, yaitu aktivitas pelaksana kebijakan yang menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan. Terakhir, aktivitas yang ketiga adalah aplikasi atau

penerapan oleh para pelaksana kebijakan yang mencakup ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan dan perengkapan program dari kebijakan publik yang telah ditentukan.


(31)

15

Organisasi dalam konteks implementasi kebijakan merupakan aktivitas untuk membentuk badan-badan, unit-unit, beserta metode-metode yang diperlukan guna mencapai tujuan-tujuan yang terkandung di dalam kebijakan.Organisasi merupakan kesatuan orang-orang yang melakukan pekerjaan dalam ruang lingkup administrasi. Hal ini juga dinyatakan oleh Stephen P. Robbins sebagai berikut:

Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan16.

b. Dimensi Interprestasi

Interpretasi ialah usaha untuk mengerti apa yang dimaksud oleh pembentuk kebijakan dan mengetahui betul apa dan bagaimana tujuan akhir itu harus diwujudkan atau direalisasikan. Jones mengutip pendapat Edwards III sebagai berikut :

"Syarat pertama untuk implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus tahu apa yang seharusnya mereka lakukan Jika kebijakan harus dilaksanakan dengan baik, arahan pelaksanaan tidak hanya harus diterima, tetapi mereka juga harus jelas.Jika mereka tidak, pelaksana akan bingung tentang apa yang harus mereka lakukan, dan mereka akan memiliki keleluasaan untuk memaksakan pandangan mereka sendiri tentang pelaksanaan kebijakan, pandangan yang mungkin berbeda dari atasan mereka"17.

Agar tidak terjadi kebingungan apa yang akan dilakukan oleh para pelaksana kebijakan, maka mereka yang menerapkan keputusan haruslah tahu apa yang seharusnya mereka lakukan, sehingga para pelaksana dapat mengetahui dengan pasti tujuan apa yang hendak dicapai dalam implementasi kebijakan tersebut.

c. Dimensi Aplikasi

16 Stephan P. Robbins, 1994, Teori Organisasi Struktur, Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa Jusuf Udaya, Jakarta, Arcan, halaman 4

17 Charles O. Jones, 1984, An Intoduction To The Study of Policy, Brook/Cole Publishing Company, California, halaman 178


(32)

16

Aplikasi ialah penerapan secara rutin dari segala keputusan dan peraturan-peraturan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk tercapainya tujuan kebijakan. Jones menyatakan bahwa Application simply refers to doing the job. It includes “providing goods and services” as well as

other programmatic objectives (for examples, regulation and defense)18.

Penerapan seringkali merupakan suatu proses dinamis dimana para pelaksananya ataupun para petugas diarahkan olehpedoman program maupun patokan-patokannya, ataupun secara khusus diarahkan oleh kondisi yang aktual.

2. Teori Mazmanian dan Sabatier

Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanin dan Paul A. Sabatier yang disebut dengan A Framework for Implementation Analysis. Terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) Karakteristik dari masalah (tractability of the problem); (2) Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statue implementation); (3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).19

Menurut model ini, peran penting dari analisis implementasi kebijakan adalah mengidentifikasi variabel-variabel berikut:

1) Karakteristik masalah yang akan dikendalikan 2) Karakteristik kebijakan/Undang-undang

3) Variabel lingkungan kebijakan

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Implementasi Kebijakan merupakan proses tindakan yang dilakukan Pemerintah kepada Publik agar mencapai sasaran atau tujuan yang sebelumnya sudah di konsep di dalam kebijakan yang sudah ditetapkan.

18 Charles O. Jones, 1984, An Intoduction To The Study of Policy, Brook/Cole Publishing Company, California, halaman 180


(33)

17 3. Teori Donald S.Van Meter dan Carl E. Van Horn

Meter dan Horn mengemukakan bahwa terdapat lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni;

a) Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir apabila standar dan sasaran kebijakan kabur

b) Sumberdaya, dimana implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

c) Hubungan antar organisasi, yaitu dalam benyak program, implementor sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain, sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

d) Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup stuktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini public yang ada di lingkungan, serta apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. 20

Dengan demikian kita dapat menggambarkan sebuah kerangka yang memperlihatkan siklus dari implemantasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn.

20 Subarsono A. G, 2006, Analisis Kebijakan Publik: konsep, teori dan aplikasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, halaman 99


(34)

18


(35)

19 2. Konsep Kebijakan

a. Pengertian Kebijakan

Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali disamakan pengertiannya dengan istilah policy. Hal tersebut barangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang tepat istilah policy ke dalam bahasa Indonesia.

Kebijakan memiliki banyak sekali pengertian, salah satunya yang dikemukakan oleh Edi Suharto, bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsistensi dalam mencapai tujuan tertentu21.

Sementara, Menurut Elau dan Prewitt (1973) dalam buku Edi Suahrto, kebijakan adalah Sebuah ketepatan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsistensi dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang menaatinya (yang terkena kebijakan itu)22.

Dalam bukunya Said Zainal Abiding menyatakan bahwa secara umum suatu.kebijakan dianggap berkualitas dan mampu dilaksanakan bila mengandung beberapa elemen, yaitu : b. Tujuan yang ingin dicapai atau alasan yang dipakai untuk mengadakan kebijakan itu, dimana tujuan suatau kebijakan dianggap baik apabila tujuannya :

5) Rasional, yaitu tujuan dapat dipahami atau diterima oleh akal yang sehat. Hal ini terutama dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tersedia, dimana suatu kebijakan yang tidak mempertimbangkan faktor pendukung tidak dapat dianggap kebijakan nasional.

21 Edi Suharto, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung, Rafika Aditama, halaman 7 22 Elau dan Prewid dalam Edi Suharto, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung, Rafika Aditama, halaman 7


(36)

20

6) Diinginkan (desirable), yaitu tujuan dari kebijakan menyangkut kepentingan orang banyak, sehingga mendapat dukungan dari banyak pihak.

7) Asumsi yang dipakai dalam proses perumusan kebijakan itu realistis, asumsi tidak mengada-ada. Asumsi juga menentukan tingkat validitas suatu kebijakan.

8) Informasi yang digunakan cukup lengkap dan benar, dimana suatu kebijakan menjadi tidak tepat jika didasarkan pada informasi yang tidak benar atau sudah kadaluarsa23.

Dalam pelaksanaan kebijakan diperlukan kekuasaan dan wewenang yang dapat dipakai untuk membina kerjasamadan meredam serta menyelesaikan berbagai kemungkinan terjadinya konflik sebagai akibat dari pencapaian kehendak.Dilain sisi ada pendapat menyatakan bahwa Kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu Heglo24.

b. Kebijakan Menurut Para Ahli

Jenkins menyebutkan bahwa kebijakan negara (public policy) adalah “a set of

interrelated decision taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving the within a spesified situation where these decision should, in

principle, be within the power of these actors” (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang pelaku/aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor politik tersebut25. Siklus analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah

sebagaimana dilakukan oleh Dunn menunjukkan bahwa suatu kebijakan disusun dari adanya

23 Said Zaenal Abidin, 2002, Kebijakan Publik Edisi Revisi, Jakarta, Yayasan Pancur Siwah, halaman 193 24 Budi Winarno, 2002, Kebijakan Publik Teori dan Proses, halaman 112


(37)

21

masalah kebijakan yang dituangkan dalam rumusan masalah kebijakan. Dari rumusan masalah ini suatu kebijakan disusun, sehingga dalam siklus analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah, kebijakan yang telah ditetapkan selanjutnya dilaksanakan yang diikuti dengan pemantauan untuk melihat hasil kebijakan.Data hasil pemantauan dijadikan sebagai bahan untuk menilai (evaluasi) kinerja kebijakan26. Hasil evaluasi inilah yang selanjutnya dapat digunakan

sebagai bahan untuk memprediksikan (meramalkan) masa depan kebijakan.

c. Konsep Pelayanan Publik

Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa dalam penelitian yang telah dilakukan penulis, dimana penilitian ini mengacu pada penerapan kebijakan yang pada dasarnya merupakan terobosan baru guna memberikan kenyamanan kepada masyarakat dalam hal proses pelayanan di bidang pertanahan. Namun, sebelum lebih lanjut membahas mengenai keberhasilan pelaksanaan program Larasita ini, kita akan membahas konsep dari pelayanan publik itu sendiri.

Menurut Kurniawan dalam Sinambela. LP yang mana pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (malayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan27. Selanjutnya

menurut Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan28.

26 William N Dunn, [penerjemah] Muhadjir Darwin, 1998, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, halaman 21

27Kurniawan dalam Sinambela. LP, 2008, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta, Bumi Aksara, Halaman 32

28 Kep Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7.2003 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Bagian I, Pengertian Umum


(38)

22

Sedangkan pelayanan umum menurut Lambaga Administrasi Negara (1998) mengartikan pelayanan publik merupakan segala benuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di pusat dan daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan29. Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang telah

diuraikan, dalam konteks pemerintahan daerah, pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai pemberian layanan atau melayani keperluan orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.

Dalam modul pelayanan public dijelaskan bahwa terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik30, yaitu:

1. Organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu pemerintah daerah,

2. Penerima pelayanan (masyarakat) yaitu orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan,

3. Kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan (masyarakat).

Unsur yang pertama menunjukan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan dan menjadi pemerintah daerah yang bersikap statis dalam memberika layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan.Unsur kedua, adalah masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi yang setara untuk menerima

29 Khafidsociality.blogspot.com/2011/07/pelayanan-publik.html?m=1, diakses pada tanggal 13 desember 2016, pukul 18:33 WIB


(39)

23

layanan sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik.Unsur ketiga merupakan kepuasan masyarakat menerima layanan yang menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (pemerintah). Hal ini untuk menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorientasi untuk memuaskan masyarakat, dandilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan daerah.

Sementara itu kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering

yang dialami oleh masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah.

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan diatas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaktif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kepastian individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri31. Arah pembangunan kualitas manusia tadi merupakan pemberdayaan akan kapasitas

manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.

Selanjutnya, sebagaimana yang kita ketahui bahwa pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang bersifat sederhana, terbuka, tepat, lengkap wajardan terjangkau.Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis diatas, birokrasi publik

31Efendi dalam Widodo, 2001, Good Governance Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya, Insan Cendikia, halaman 121


(40)

24

dituntut harus dapat posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolabiratis dan dialogis dan dari cara-cara sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik dan pragmatis32. Dengan revitalitas birokrasi publik yang lebih baik dan profesional

dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dapat terwujud.

Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public services functions), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection functions).

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat Negara sebagai pelayan masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintahan dalam pelayanan umum (public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengn tujuan pendiriannya.

Dengan demikian akan dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dan kenyataan didalam pengurusan sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan publik, apabila ditemukan ketidak samaan maka pemerintah diharapkan mampu mengoreksi keadaan agar lebih teliti dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut masyarakat telah dapat

32 Miftha Thoha dalam Widodo, Good Governance Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya, Insan Cendikia, halaman 121


(41)

25

terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi, pemerintah diharapkan mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan berikutnya, tentang informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.

Ketika berbicara tentang pelayanan publik jelas bahwa hal yang perlu dipersiapkan oleh aparat pemerintah adalah bagaimana tercipta pelayanan yang prima.Pelayanan prima merupakan suatu rangkaian kata yang mana terdiri atas dua kata, pelayanan dan prima. Pelayanan sendiri merupakan suatu usaha untuk membantu menyiapkan apa yang diperlukan atau dibutuhkan oleh orang lain, sedangkan prima merupakan suatu kata yang berarti terbaik, bermutu dan bermanfaat. Jadi kalau kedua kata tersebut dirangkai maka dapat mengandung arti yang merupakan pelayanan terbaik yang diberikan sesuai dengan standar mutu yang mana dapat memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan atau melebihi dengan apa yang diharapkan oleh konsumen dalam hal ini masyarakat sebagai pengguna jasa layanan.

Dalam mengembangkan pelayanan prima, pemerintah harus mempunyai standar pelayanan publik. Standar pelayanan publik sendiri merupakan suatu tolak ukur yang dapat digunakan sebagai rujukan mutu pelayanan yanga akan diberikan atau dijanjikan kepada pelanggan atau orang lain atau masyarakat. Hal tersebut dapat menaruh perhatian tentang bagaimana mekanisme pelayanan yang baik harus dilakukan dan merupakan yang terbaik diberikan kepada pelanggan-pelanggan dalam hal ini masyarakat.

Berdasarkan pada teori tentang Implementasi Kebijakan yangdikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh limaindikator yang dimasukkan sebagai indikator yang mempengaruhi kebijakan publik, yaitu:


(42)

26 F. Definisi Konsepsional

Definisi konsepsional adalah suatu pemikiran umum yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang nantinya akan menentukan variable-variabel yang saling berhubungan yang menjadi pokok perhatian. Definisi konseptual ini sebagai gambaran yang lebih jelas untuk menghindari kesalahpahaman terhadap pengertian tentang istilah yang ada dalam pokok permasalahan dan sangat diperlukan sebagai upaya untuk

1.Standar dan sasaran kebijakan

2.Sumber daya

3.Komunikasi antar organisasi

dan penguatan aktivitas 4.Karakteristik

agen pelaksana 5.Kondisi sosial,

ekonomi, dan

politik Implementasi kebijakan LARASITA M odel Impelentasi

Kebijakan Van M eter dan Van


(43)

27

menghindari pengkaburan tema dari penelitian, maka perlu diperjelas bahwa yang dimaksud dengan:

1. Implementasi Kebijakan adalah aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan atau disetujui dengan penggunaan sarana atau alat untuk mencapai tujuan kebijakan.

2. Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala. (Sesuai dengan Perpres No. 63 Tahun 2013)Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. LARASITA adalah upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan sesuai dengan Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1998 tentang peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan masyarakat dibidang administrasi di bidang pertanahan, dengan tujuan mendekatkan layanan pertanahan kepada masyarakat.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah petunjuk atau cara kerja untuk mengumpulkan semua data-data yang diperlukan selama penelitian berlangsung yang memberitahukan bagaimana cara mengukur variabel. Definisi operasional digunakan agar mengetahui indikator-indikator yang merupakan dasar pengukuran variabel-variabel penelitian. Peneliti akan menggunakan


(44)

28

teori implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn dan akan menjelaskan indikator-indikatornya, yaitu:

A. Implementasi kebijakan LARASITA 1. Standard dan sasaran kebijakan

a. Kejelasan terkait dengan Tujuan dan Sasaran dari Kebijakan

b. Bagaimana standart pelayanan guna mencapai tujuan dan sasaran yang sudah di buat 2. Sumberdaya

a. Kejelasan Tugas dan profesionalitas yang dimiliki Implementator; b. Kejelasan terkait dengan Sumber Daya financial atau Anggaran; 3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

a. Kejelasan terkait kewenangan dalam mengurusi program LARASITA

b. Kejelasan terkait dengan bagaimana bentuk sosialisasi yang dilakukan guna mencapai tujuan dan sasaran yang sudah dibuat.

4. Karakteristik agen pelaksana

a. Kejelasan terkait dengan bagaimana karakter yang dimiliki oleh implementator; b. Kejelasan terkait relasi dan koordinasi antar implementator

5. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

a. Kejelasan terkait dengan keadaan ekonomi lingkungan yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan LARASITA 1. Kejelasan terkait faktor internal implementasi kebijakan LARASITA; 2. Kejelasan terkait faktor eksternal implementasi kebijakan LARASITA.


(45)

29 H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian dengan cara data yang dikumpulkan berupa kata–kata, gambar, dan bukan angka–angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan–kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Laporan tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.33

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penetapan lokasi penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena dengan ditetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. Lokasi ini bisa di wilayah tertentu atau suatu lembaga tertentu

33Lexy J.Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (edisi revisi), PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2012. Hal


(46)

30

dalam masyarakat. Untuk memperoleh data primer, lokasi penelitian dilakukan di Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta, dikarenakan instansi-instansi tersebut sebagai pelaksana kebijakan Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA).

3. Unit Analisa

Dalam penelitian yang diteliti, bisa suatu individu atau bisa juga suatu kelompok. Unit analisa dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat, Petugas LARASITA.

4. Sumber Data

1. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung padasumber data yaitu dari informan yang bersangkutan dengan carawawancara pada informan.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku,dokumen/catatan, tulisan-tulisan karya ilmiah dari berbagai media,arsip-arsip resmi yang dapa mendukung kelengkapan data primer.

5. Teknik Pengumpulan Data


(47)

31

Wawancara yaitu suatu cara untuk mendapatkan danmengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusidengan informan yang dianggap mengetahui banyak tentang obyekdan masalah penelitian.

2. Studi Dokumen

Studi dokumen, yaitu cara pengumpulan data dan telaahpustaka dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang danrelevan dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan, jurnal, karya tulis ilmiah.

6. Teknik Analisis Data

Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, maka analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan cara analisis konteks dari telaah pustaka dan analisis pernyataan darihasil wawancara dari informan. Dalam melakukan análisis data peneliti mengacu pada beberapa tahapan yang terdiri dari beberapa tahapan antara lain:

1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan yang compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung kelapangan untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber data yang diharapkan.


(48)

32

2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan selama meneliti.

3. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yangbertujuan mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclution drawing/ verification), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatancatatan di lapangan sehingga data-data di uji validitasnya.


(49)

33 BAB II

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

Gambar 2.1 Peta Kota Yogyakarta

A. Profil Kota Yogyakarta 1. Sejarah Kota Yogyakarta

Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun,


(50)

34

Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga.Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755.Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756 Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut


(51)

35

nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.


(52)

36

Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955. Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah


(53)

37

Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.

2. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta a. Batas Wilayah

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1) Sebelah utara : Kabupaten Sleman

2) Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman 3) Sebelah selatan : Kabupaten Bantul

4) Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman.

Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24I 19II sampai 110o 28I 53II Bujur

Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 49I 26II Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m


(54)

38 b. Keadaan Alam

Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :

1) Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong 2) Bagian tengah adalah Sungai Code 3) Sebelah barat adalah Sungai Winongo

c. Luas Wilayah

Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 428.282 jiwa (sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari 2013) dengan kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/Km².


(55)

39

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Se-Kota Yogyakarta

No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah kelurahan Persentase

1 Tegalrejo 2.91 4 9

2 Jetis 1.7 3 5.2

3 Gondokusuman 3.99 5 12.3

4 Danurejan 1.1 3 3.4

5 Gedongtengen 0.96 2 3

6 Ngampilan 0.82 2 2.5

7 Wirobrajan 1.76 3 5.4

8 Mantrijeron 2.61 3 8

9 Kraton 1.4 3 4.3

10 Gondomanan 1.12 2 3.4

11 Pakualaman 0.63 2 1.9

12 Mergangsan 2.31 3 7.1

13 Umbulharjo 8.12 7 25

14 Kotagede 3.07 3 9.4

Jumlah Total 32.50 45 100

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta

d. Tipe Tanah

Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan. Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan).


(56)

40 e. Iklim

Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%. Angin pada umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220° bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam

f. Demografi

Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km². Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.

B. Deskripsi kantor pertanahan kota yogyakarta

Pergantian kepemimpinan di Indonesia pada tahun 2014 menjadikan perubahan nomenklatur di BPN RI menjadi Kementrian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional sesuai Peraturan Presiden No 17 Tahun 2015 tentang Kementrian Agraria dan Tata Ruang jadi Peraturan Presiden No 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional yang


(1)

79 B. Saran

Terkait pelaksanaan dari pada kebijakan program Larasita di Kota Yogyakarta yang secara garis besar penulis mengkategorikan dalam kabijakan yang kurang efektif bila dilakukan di Kota Yogyakarta tetapi dalam hal implementasinya kantor pertanahan Kota Yogyakarta sudah melaksanakan dengan baik semua tugas dan fungsinya, maka adapun saran-saran atau masukan yang penulis sampaian yaitu:

1. Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ex BPN RI) sebagai lembaga yang bertanggungjawab langsung terkait pelaksanaan dari pada kebijakan program Larasita harus membentuk suatu tim yang mana nantinya tim ini bekerjauntuk mengevaluasi dari pada pelaksanaan daripada kebijakan program Larasita di seluruh Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia

2. Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta sebagai objek penelitian yang dilakukan oleh penulis melalui aparatur-aparatur yang ada didalamnya harus lebih mensosialisasikan akan maksud dan tujuan dari kebijakan program Larasita di wilayahnya agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta dengan masyarakat Kota Yogyakarta, dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta bisa melakukan sosialisasi-sosialisasi dengan cara datang saat car free day atau event-event yang ramai didatangi oleh masyarakat.

3. Bagi masyarakat Kota Yogyakarta sebaiknya agar lebih pro aktif dalam menanggapi kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan


(2)

80 Nasional RI dan saling menginformasikan antara satu masyarakat dangan masyarakat lainnya artinya tidak bergantung penuh pada Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota untuk menyampaikan informasi terkait program-program reformasi dibidang pertanahan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abidin. Said Zaenal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, halaman 193

A. G, Subarsono. 2006. Analisis Kebijakan Publik: konsep, teori dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 99.

Dunn. William N, [penerjemah] Muhadjir Darwin. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, halaman 21

Elau dan Prewid dalam Edi Suharto. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung, Rafika Aditama, halaman 7

Isnur Yulian, Eko. 2008. Tata Cara Mengurus Surat-surat Rumah dan Tanah, halaman 21. Jenkins W.I. 1978. Policu Analysis, Oxford, Martin Robertson, halaman 15

Jones O. Charles. 1984. An Intoduction To The Study of Policy, Brook/Cole Publishing Company. California: halaman 178.

LP Sinambela., 2008, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta, Bumi Aksara

Mazmanian A. & Sabatier Paul, dalam Solihin Abdul Wahab, 2008 Analisis Kebijaksanaan Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara. halaman 65.

Moleong J. Lexy. 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, Hal 11.

Mutiarin, Dyah & Arif Zaenudin. 2014. Manajemen Birokrasi dan Kebijakan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta: Hal. 77.

Robbins, Stephan P. 1994. Teori Organisasi Struktur, Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa Jusuf Udaya Jakarta: Arcan. halaman 4.

Soekanto, soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. halaman 132

Westra, Pariata, dkk. 1989. Ensiklopedia Administrasi. Jakarta: Gunung Agung. halaman 256.

Suharto Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung, Rafika Aditama, halaman 7


(4)

Widodo, 2001, Good Governance Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya, Insan Cendikia halaman 121

Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo. halaman 150 .

Winarno Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses, halaman 112


(5)

Peraturan perundang-undangan

Kep Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7.2003 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Bagian I, Pengertian Umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Bagian Pengertian Sertifikat.

Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2009 Tentang LARASITA. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1. Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah .

Skripsi/Tesis

Mattata, Shinta Noviana. 2015. Implementasi Kebijakan Program Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) Di Kabupaten Luwu Timur.

Mayasari. Implementasi Kebijakan Badan Pertanahan Nasional Tentang Pelayanan Rakyat Sertifikasi Tanah (LARASITA) Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan.

Ismail, Ismaniar. 2013. Efektivitas Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) Di Kota Makassar.


(6)

Wawancara

Mulyatno, Kepala Urusan Umun dan Kepegawaian

Argi Adyastika, Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan

Website

http://www.jogjakota.go.id/about/kondisi-geografis-kota- yogyakarta diakses pada tanggal 27

februari 2016 jam 21:15 wib.

http://www.bpn.go.id/Program/LARASITA diakses pada tanggal 3 maret 2016 pukul

20:03 wib.

http://www.krjogja.com/web/news/read/219981/pensertifikatan_hak_atas_tanah_d

i_diy_tinggi diakses pada 4 maret 2015 17:36 wib.

http://kot-yogyakarta.bpn.go.id/Statistik/LARASITA-hadir-di-jogja-car- free-day- 60354 di

akses pada 17 februari 2016 jam 20:34 wib.

http://www.bpn.go.id/Tentang-Kami/Sekilas diakses pada 4 maret 2016 pukul 23:21 wib.

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/09/23/173806899/cegah-konflik-tanah-kementerian-agraria-percepat-sertifikasi diakses pada tanggal 14 desember 2016


Dokumen yang terkait

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

4 96 98

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang

3 164 73

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

1 44 98

IMPLEMENTASI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH (LARASITA) BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015

0 3 18

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 14 99

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 12

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 1

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 9

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 20

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 2