Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA (LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH)

PADA KANTOR BADAN PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI O L E H

SISKA MARLINA S 080903054

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan seoptimal mungkin.

Adapun Skripsi ini berjudul “Implementasi Program LARASITA (Layanan

Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah)di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Skripsi inidiajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada ProgramSarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Ilmu Administrasi Negara.Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis tidak menutup diri dari kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terutama kepada keluarga khususnya kedua orang tua penulis ( Bapak & Mamak ) yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, membimbing dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu kepada:

1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, Msi selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara dan juga selaku dosen penasehat akademik penilis.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SPselaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara. 4. Ibu Arlina, S.H. M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Staf Pengajar serta Pegawai Administrasi FISIP USU yang telah berjasa mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta memudahkan administrasi khusunya kepada Kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai bagian pendidikan FISIP USU.

6. Pak Robert Marpaung yang telah membantu dan memudahkan penulis untuk penelitian di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan.

7. Seluruh Tim Implementor LARASITA dan masyarakat pengurus sertifikat yang telah membantu penulismelaksanakan penelitian dan pengumpulan data.


(3)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Medan, Juli 2013 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 4

1.3 Tujuan Penelitian ………... 4

1.4 Manfaat Penelitian ………. 4

1.5 Sistematika Penulisan ………...… . 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... . 7

2.1 Kebijakan Publik ……….. . 7

2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik ……….... 10

2.2 Implementasi ... 12

2.2.1 Pengertian Implementasi ... 12

2.2.2 Model Implementasi Kebijakan... 13

2.2.3 Fungsi Implementasi Kebijakan ... 23

2.3 LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah)…………. 25

2.2.1 Pengertian Larasita ………... . 25

2.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi LARASITA ………... 26

2.2.3 Tim Pelaksana LARASITA ………... . 27


(5)

2.4 Gambaran Umum Peraturan Kepala BPN RI NO.18 THN 2009

Tentang LARASITA ……… 29

2.5 Defenisi Konsep ……… 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ………... 32

3.2 Lokasi Penelitian ……….... 32

3.3 Informan Penelitian ……….... 32

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………... 33

3.5 Teknik Analisa Data ………... 34

3.6 Pengujian Keabsahan Data ... 35

BAB 1V DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang ... 38

4.2 Visi dan Misi Badan Pertanahan Deli Serdang ... 40

4.3 Mskna dan Arti Logo Badan Pertanahan Nasional ... 41

4.4 Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional ... 42

4.4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional .... 43

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Informan ... 54

5.1.1 Pengklasifikasian Berdasarakan Pendidikan ... 56

5.1.2 Pengklasifikasian Berdasarkan Jabatan ... 56

5.2 implementasi Peraturan Kepala BPN RI NO.18 Thn2009 Tentang LARASITA ... 57 5.3 Analisa Implementasi Program LARASITA Pada Kantor BPN


(6)

Deli Serdang ... 69 5.4 Kendala – Kendala dalam Implementasi LARASITA pada BPN

Kabupaten Deli Serdang ... 70

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 72 6.2 Saran ... 73


(7)

ABSTRAKSI

“IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA (LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH) PADA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DELI SERDANG”

Nama : Siska Marlina S

NIM : 080903054

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pembimbing : Arlina, S.H, M.Hum

Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) merupakan program yang memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak, diharapkan mampu menghapus praktik persoalan sertifikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya, adalah untuk menembus daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan biaya transportasi yang besar. Melalui LARASITA diharapkan masyarakat mendapatkan kemudahan pelayanan dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program LARASITA

(Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah). Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara kepada implementor, pembagian kuesioner untuk masyarakat, observasi dan dokumentasi.

Pengolahan data yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam satu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Implementasi LARASITA sudah cukup baik. Dengan melihat indikator Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi (kecenderungan atau tingkah laku), dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah).

Key Words : Implementasi, LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah)


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat, terutama kepada institusi birokrasi. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan belum memadainya pelayanan yang diberikan oleh aparatur birokrasi. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut merupakan tantangan bagi birokrasi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Untuk itu, institusi birokrasi perlu menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan yang baik.

Sudah banyak inovasi yang dilakukan oleh beberapa instansi publik untuk mewujudkan pelayanan yang baik, mudah dan terjangkau oleh masyarakat. Dan juga sebagai jawaban kepercayaan yang diberikan masyarakat terhadap kinerja dari birokrasi pelayanan publik yang notabene selama ini memiliki yang kurang memuaskan dari sebagian kalangan masyarakat yang mengurus perizinan seperti proses pengurusan yang terlalu berbelit-belit, memakan waktu yang lama dan biaya yang mahal.

Permasalahan yang sering terjadi pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang cenderung mengitari pengurusan sertifikasi tanah adalah birokrasi yang berbelit-belit, rumit, tidak praktis, serta perilaku sebahagian oknum yang mengambil keuntungan. Kondisi semacam ini berdampak negatif karena masyarakat bersikap apatis dalam mengurus sertifikasi tanah di Kantor BPN, padahal sertifikasi tanah sangat penting, tidak hanya untuk legalitas kepemilikan tanah. Namun jika dilihat dari perspektif ekonomi, sertifikat tanah dapat dimanfaatkan juga oleh masyarakat untuk mendapatkan modal usaha, sehingga


(9)

masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya.

Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah mengenai pelayanan publik adalah dengan cara mencari formula-formula baru yang dapat membantu masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Salah satu instansi publik yang melakukan inovasi adalah Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang LARASITA diterapkan di seluruh Badan Pertanahan Nasional. LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikat tanah) merupakan sebuah program baru dari Kantor Badan Pertanahan Nasional. Dan salah satu kabupaten yang telah menggunakan LARASITA adalah Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang.

Adapun yang menjadi fokus dari program ini adalah memberikan kepastian hukum dalam proses serta memudahkan bagi masyarakat yang hendak melakukan sertifikasi tanah, sekaligus memotong mata rantai pengurusan sertifikasi tanah dan meminimalisir biaya pengurusan.

LARASITA dibangun dan dikembangkan untuk mewujudkan amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria serta seluruh peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Perkembangan LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan Pertanahan Nasional dengan masyarakat, sekaligus merubah paradigma pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPN dari menunggu atau pasif menjadi aktif dan proaktif.

LARASITA merupakan program yang memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak, diharapkan mampu menyelesaikan persoalan sertifikasi tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya adalah untuk menembus


(10)

daerah-daerah yang sulit dijangkau sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan biaya transportasi yang besar.

Untuk lebih mengefektifkan implementasi, menurut Van Meter dan Van Horn salah satu variabel yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan adalah komunikasi. Dan bentuk komunikasi dalam program LARASITA adalah sosialisasi baik internal maupun eksternal. Soaialisasi internal bertujuan untuk pembinaan dan pelatihan bagi para pegawai yang secara teknis berhubungan dengan IT (Information Technology) LARASITA. Sedangkan sosialisasi eksternal bertujuan untuk menyampaikan pada masyarakat luas bahwa dalam rangka pembangunan dalam bidang pertanahan, BPN mempunyai suatu program baru yakni LARASITA, yaitu suatu program penerbitan sertifikat tanah secara cepat, murah dan terjangkau.

Dengan LARASITA, kantor pertanahan menjadi mampu menyelenggarakan tugas pertanahan dimanapun target kegiatan berada, termasuk di Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan latar belakang yang telah saya paparkan di atas, maka saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ” Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Deli Serdang”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah implementasi Layanan Rakyat Sertifikat Tanah (LARASITA) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang?”.


(11)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.Untuk menggambarkan kondisi sistem pelayanan program LARASITA.

2.Untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi kebijakan program LARASITA.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumbangan pemikiran kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang dan juga sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi kebijakan khususnya dalam hal program penerbitan sertifikasi tanah .

2. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis mendalami tentang konsep maupun penerapan LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikat Tanah).

3. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi mereka yang hendak melakukan penelitian mengenai sertifikat tanah dan juga diharapkan akan lebih melengkapi ragam penelitian pada kajian Ilmu Administrasi Negara.

I.5 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, fokus penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan


(12)

Bab ini memuat tentang teori-teori yang berhubungan dengan judul penelitian dan definisi konsep yang diperlukan peneliti

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini memuat alasan menggunakan metode kualitatif, lokasi penelitian, teknik pengambilan subjek penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data yang dingunakan, pengujian keabsahan data, jadwal waktu dan tahap pelaksanaan penelitian, dan implementasi metode penelitian

Bab IV : Deskripsi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan di lapangan

Bab V : Hasil Penelitian dan Analisis

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi serta hasil dianalisanya

Bab VI : Penutup

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

II. 1 Kebijakan Pubik

Pada dasarnya terdapat banyak batasan dan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan public (public policy). Masing masing defenisi tersebut member penekanan

yang berbeda beda. Perbedaan itu timbul karena masing- masing ahli mempunyai latar belakang yang beragam.

Menurut Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chose to do or not to do).

Sementara itu, istilah public dalam rangkaian kata public policy mengandung tiga konotasi :

pemerintah, masyarakat dan umum. Ini dapat dilihat dalam subjek, objek, dan lingkungan dari kebijakan. Dalam dimensi subjek, kebijakan public dari pemerintah. Kebijakan dari pemerintah yang dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Dalam dimensi lingkungan yang dikenai kebijakan, pengertian public disini adalah masyarakat. (Said Abidin, 2002: 20)


(14)

Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan, berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya- sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun paea politis untuk memecahkan masalah masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan public merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukakn secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Sedangkan menurut Woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyrakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu : (Hessel Nogi, 2003: 2)

a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh poitisi, pegawai

pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan politik untuk mempengaruhi kehidupan masyrakat.

b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini

menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyrakat.

c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijkan yang

mempengaruhi kehidupan masyrakat.


(15)

a. Public policy is purposive, goal- oriented behavior rather than random or

chance behavior. Setiap kebijakan harus ada tujuannya. Artinya, pembuatan

suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat saja atau karena kebetulan ada kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu ada tujuan.

b. Public policy consists of course of action rather than separate discrete

decision or actions performed by government officials. Maksudnya, suatu

kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijkan lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hokum.

c. Policy is what government do not what they say will do or what they intend to

do. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang

diinginkan pemerintah.

d. Public policy may be either negative or positive. Kebijakan dapat berbentuk

negative atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.

e. Public policy is based on law and is authoritative. Kebijakan didasarkan pada

hokum, karena memiliki kewenangan untuk memaksa masyrakat untuk mematuhinya.

2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu bebrapa ahli politik menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses- proses penyusunan kebijakan public ke dalam


(16)

beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Berikut tahapan kebijkan public : (Budi Winarno, 2002: 28)

a. Tahapan penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah- masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahapan perumusan kebijakan masing masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c. Tahap adopsi kebijakan

Penyusunan Agenda

→Formulasi Kebijakan


(17)

Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternative kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecah masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan- badan administrasi maupun agen- agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit- unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Evaluasi kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yan telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalh. Kebijkan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyrakat. Oleh karena itu, ditentukan ukuran- ukuran atau kriteria yang mebjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.


(18)

II.2 Implementasi

2.2.1 Pengertian Implementasi

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli.

Menurut Jeffri L.Pressman and Aaron B.Wildavski (dalam Jones 1996 :295), mengartikan implementasi sebagai sebuah proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya. Implementasi adalah kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan. Perangkat-perangkat yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut : adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources. Dengan demikian berdasar pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan dari implementasi tersebut dibutuhkan: manusia, anggaran, dan juga kemampuan organisasi ataupun instansi seperti teknologi informasi.

Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:101) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

2.2.2 Model Implementasi Kebijakan A. Menurut Van Meter dan Van Horn

Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005: 99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :


(19)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources)

maupun sumberdaya non-manusia (non-human resource). Dalam berbagai kasus

Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksanaan.

3. Hubungan antar Organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrsi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.


(20)

6. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :

a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

b) kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan

c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Sumber :Subarsono (2005 : 99)

Komunikasi antarorganisasi dan kegiatan pelaksanaan

Ukuran dan tujuan organisasi

Sumber daya

Lingkungan ekonomi dan politik Karakteristik badan pelaksana

Disposisi pelaksana

Kinerja Implementasi


(21)

B. Menurut George Edward III

George Edward III, menegaskan bahwa ada empat variable yang mempenagruhi implementasi kebijakan publik :

1) Komunikasi

Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni;

a.Transmisi

Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukana keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan.

Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah

implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan pemerintah yang

dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaannya yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan

dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hirarki. Ketiga,

persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.

b.Konsistensi

Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsurkejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah akan memudahkan para pelaksana kebijakna menjalankan tugasnya dengan baik.


(22)

c.Kejelasan

Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.

2) Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif, tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, informasi, fasilitas dan sumber daya finansial.

3) Disposisi (kecendrungan atau tingkah laku)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi dengan baik, maka dia akan dapat menjalankan kabijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memilki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.

4) Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operting procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementasi dalam bertindak.


(23)

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasaan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Gambar 1.2 Model Teori George Edward II

Sumber Subarsono (2005 : 90)

C. Model Briant W. Hogwood dan Gunn (1978)

Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan terletak di kuadran pucak “puncak ke bawah” dan berada di mekanisme paksa dan mekanisme pasar. Menurut Hogwood dan Gunn terdapat beberapa syarat yang diperlukan dalam melakukan implementasi kebijakan, yakni:

1. Jaminan tidak adanya masalah besar yang akan dihadapi oleh lembaga/ badan pelaksana

yang berasal dari lingkungan luar atau eksternal Komunikasi

Struktur Organisasi

Sumberdaya

Disposisi


(24)

2. Tersedia sumber daya yang memadai termasuk sumber daya waktu karena berkenaan dengan fisibilitas implementasi kebijakan

3. Kerjasama atau perpaduan antara sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada

4. Kebijakan yang akan segera diimplementasikan merupakan kebijakan yang didasari oleh

hubungan kausal yang handal, dapat menyelesaikan masalah yang hendak ditanggulangi 5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi

6. Hubungan saling ketergantungan kecil hingga implementasi kebijakan dapat berjalan

dengan efektif

7. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan

8. Adanya perincian tugas dan ditempatkan pada urutan yang tepat

9. Koordinasi dan komunikasi yang sempurna

10. Pihak-pihak yang dapat menuntut dan mendapat kepatuhan yang sempurna.

D. Model Merilee S. Grindle (1980)

Merilee memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Merilee juga menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.

keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi.

E. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)

Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan publik adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini disebut sebagai model Kerangka Analisis Impementasi.


(25)

Mazmanian dan Sabatier meengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam 3 variabel, yakni:

a. Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan

indikator masalah teori, teknis, keragaman objek, perubahan yang dikehendaki

b. Variabel intervening, yaitu kemampuan kebijakan dalam menstrukturkan proses

implementasi dengan indikator kejelasan, konsistensi terhadap tujuan dengan menggunakan teori kausal

c. Variabel dependen, tahapan proses kebijakan yakni pemahaman lembaga pelaksanan

dalam bentuk dibentuknya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan revisi atas kebijakan yang dilaksanakan baik sebagian kebijakan maupun keseluruhannya.

Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori implementasi George C.Edward yang dipengaruhi oleh empat variabel, yakni:

1. Komunikasi

Persyaratan utama bagi implementasi kebijakan adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan suatu keputusan harus tahu apa yang mereka harus kerjakan. Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti. Secara alami, komunikasi ini membutuhkan keakuratan dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para implementor. Aspek lain dari komunikasi adalah konsistensinya, keputusan kontradiksi mengacaukan dan membuat frustasi staf administrative dan memaksa kemampuannya untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Petunjuk implementasi juga harus jelas. Seringkali perintah yang disampaikan kepada para


(26)

implementor janggal dan tidak merincikan kapan dan bagaimana sebuah program dilakukan, hal ini dapat menimbulkan hal yang bertentangan dengan undang-undang.

2. Sumberdaya

Sumber daya adalah kritis bagi implementasi kebijakan yang efektif. tanpa adanya sumberdaya, kebijakan yang ada diatas kertas bukan merupakan kebijakan dalam praktek dan penyimpangan pun tetrjadi.

Keterampilan sebagaimana juga jumlahnya adalah sebuah karakteristik penting dari staf untuk implementasi kebijakan. Kurangnya bangunan, perlengkapan dan persediaan yang esensial serta batasan anggaran bisa menunda implementasi kebijakan didalam sumberdaya lain yang telah diuji. Hal ini pada gilirannya membatasi kualitas pelayanan dimana para impelementor memberikan kepada publik.

3. Disposisi

Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi impelemtasi kebijakan public. Jika impelemtasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukannya, melainkan mereka juga mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan.

4. Struktur Birokrasi

Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplentasikan sebuah kebijakan itu ada dan para impelen tor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur organisasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan


(27)

kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP).

Komunikasi

Sumberdaya

Implementasi Disposisi

Struktur Birokrasi

2.2.3 Fungsi Implementasi Kebijakan

Sifat kebijakan sangat kompleks dan sangat sedikit bersifat self-executing karena

saling bergantung dengan implementasi, dimana kebijakan sangat didukung keberhasilannya oleh implementasi yang baik. Ini berarti memerlukan dukungan berbagai pihak yang memberi pengaruh dalam implementasi sehingga berdampak positif dan sesuai dengan tujuan dan

sasaran kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan publik lebih bersifat non


(28)

Pada prinsipnya administrasi negara yang baik dalam proses pengimplementasian sebuah kebijakan publik harus mewujudkan pemerintahan yang demokrasi dan mengutamakan kesejahteraan masyarakat bukan pemerintah. Implementasi harus menjamin terwujudnya kebebasan instrumental, meliputi fasilitas ekonomi, kebebasan berpolitik, kesempatan sosial, jaminan transparansi keamanan dan kesetaraan, peningkatan mutu sumber daya manusia, serta mampu menggabungkan nilai-nilai lama yang dapat menghasilkan nilai baru

Secara garis besar, fungsi implementasi kebijakan ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tercapainya tujuan atau sasaran kebijakan publik pada hasil akhirnya sebagai outcome kebijakan.

Fungsi implementasi kebijakan mencakup pada penciptaan yang terdapat dalam ilmu kebijakan itu sendiri (public science) yang disebut juga dengan policy delivery system (sistem

penyampaian/ penerusan kebijakan publik) yang biasanya dirancang untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki dari kebijakan tersebut. Untuk memahami atau lebih memberi kesan spesifik pada sebuah kebijakan maka kebijakan tersebut biasanya diturunkan didalam sebuah program-program yang lebih operasional (program aksi) dan juga diturunkan lagi menjadi sebuah proyek yang tujuan utamanya adalah terciptanya perubahan-perubahan sebagai hasil akhir program atau proyek.

Dari pembedaan antara kebijakan dengan program atau proyek tersebut dinyatakan bahwa fungsi dari implementasi program adalah proses implementasi kebijakan itu sendiri yang tergantung pada hasil akhir. Dengan demikian, yang menyatakan kebijakan itu berhasil atau gagal dilihat dari kemampuan dalam merumuskan atau mengoperasionalkan kebijakan atau program sebelumnya serta apakah hasil dari kebijakan atau program tersebut sudah sesuai dengan tujuan atau sasaran sebelumnya atau tidak.


(29)

Rippley dan Franklin menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga faktor yaitu:

a. Prespektif kepatuhan (compliance), melihat keberhasilan implementasi dari kepatuhan

strate level burcancrats terhadap atasan mereka.

b. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dalam penyelenggaraan

kebijakan publik dan tidak adanya persoalan.

c. Implementasi yang berhasil dilihat dari kinerja baik para pelaksana kebijakan dan

kelompok yang menjadi penerima mendapat manfaat sesuai dengan kebutuhannya atau harapannya.

Sedangkan Peter (1982) mengatakan bahwa ada 4 faktor kegagalan implementasi kebijakan publik, yakni: (1) gambaran yang kurang tepat tentang obyek kebijakan, pelaksana, dan hasil-hasil dari kebijakan karena kurangnya informasi; (2) masih samarnya isi kebijakan atau tujuan serta tidak adanya ketegasan intern atau ekstern atas kebijakan tersebut; (3) dukungan terhadap pelaksanaan kebijakan tidak cukup; (4) pembagian tugas antara para aktor implementasi dan organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangan.

II.3 LARASITA (LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH) 2.3.1 Pengertian LARASITA

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1 dikatakan bahwa dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang disebut dengan LARASITA.

LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. LARASITA merupakan


(30)

Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah. Program ini memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak, diharapkan mampu menghapus praktik persoalan sertifikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya, adalah untuk menembus daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan biaya transportasi yang besar.

LARASITA juga merupakan layanan sistem front office mobile secara online dengan

kantor pertanahan setempat. Sehingga seluruh proses pelayanan dari mobil/sepeda motor LARASITA saat itu juga langsung terdata di kantor pertanahan. Untuk tahap awal, program ini di Sumut diterapkan di tiga kabupaten/kota yakni Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan juga Kota Pematang Siantar. Penerbitan sertifikat tanah yang dilaksanakan oleh kantor BPN berdasarkan atas Undang-Undang Pokok Agraria mengenai pendaftaran tanah.

2.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi LARASITA

LARASITA menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada kantor pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian kewenangan yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk:

1. menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma

agraria);

2. melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan;

3. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;


(31)

5. memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan;

6. menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di

masyarakat;

7. meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah.

2.3.3 Tim Pelaksana LARASITA

Pelaksanaan LARASITA dilakukan oleh Tim LARASITA yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai berikut :

a. Keanggotaan terdiri paling sedikit 5(lima) orang dengan susunan sebagai berikut : 1). Koordinator, dengan persyaratan paling rendah pejabat eselon IV;

2) Petugas Pelaksana, paling sedikit 4(empat) orang, dengan persyaratan paling tinggi pejabat eselon IV atau staf yang menurut penilaian dianggap cakap dan mampu untuk melaksanakan LARASITA.

b.Penunjukkan keanggotaan Tim LARASITA dilakukan bergantian sesuai dengan kebutuhan dan/atau beban kerja pada Kantor Pertanahan.

c. Dalam hal tertentu, Koordinator tidak harus turun kelapang setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pertanahan.

d. Petugas LARASITA melaksanakan tugas sesuai dengan perencanaan, jadwal dan tugas yang diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

e.Apabila diperlukan, Kepala Kantor Pertanahan dapat mengajukan permohonan bantuan tenaga pelaksana LARASITA kepada Kepala Kantor Wilayah BPN


(32)

Secara etimologi serifikat berasal dari bahasa Belanda yaitu “certifaat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan sesuatu (Muh. Yamin, 2004: 132). Menurut Ali Achmad Chomzah (2003:25), sertifikat tanah adalah tanda bukti atau alat pembuktian mengenai pemilikan tanah sehingga merupakan surat/barang bernilai.

Secara fisik sertifikat tanah dibagi atas beberapa bagian, yaitu : Sampul Luar, Sampul Dalam, Buku Tanah dan Surat Ukur/Gambar Situasi (GS). Namun dalam praktek sehari-hari orang sering hanya menyebut Buku Tanah dan Surat Ukur / GS. Dalam sebuah sertifikat tanah dijelaskan atau dibuktikan beberapa hal, antara lain yaitu:

1 Jenis hak atas tanah dan masa berlaku hak atas tanah 2. Nama pemegang hak

3. Keterangan fisik tanah 4. Beban di atas tanah

5. Peristiwa yang berhubungan dengan tanah.

II.4 Gambaran Umum Peraturan Kepala BPN RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita)

Dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita) dinyatakan bahwa dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang disebut LARASITA. LARASITA sebagaimana dimaksud adalah merupakan Kantor Pertanahan Bergerak.

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi mempunyai tugas pokok dan fungsi sama dengan tugas pokok dan fungsi yang berlaku pada Kantor Pertanahan. Selain melaksanakan tugas pokok dan fungsi LARASITA juga mempunyai tugas (a). menyiapkan


(33)

masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agrarian nasional (reforma agraria); (b). melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; (c). melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar; (d). melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah; (e). memfasilitasi penyelesaian tanah bermasalah yang mungkindiselesaikan di lapangan; (f). menyambungkan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat; dan (g). meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah

masyarakat.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dilakukan LARASITA berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. LARASITA dilaksanakan dengan dukungan kendaraan atau alat transportasi lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, dan/atau sarana dan prasarana yang tersedia di Kantor Pertanahan.

II.5 Defenisi Konsep

Definisi konsep adalah unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti (Singarimbun, 1999 : 33).

Untuk memberikan batasan yang jelas tentang penelitian ini, penulis mendefinisikan konsep-konsep yang digunakan adalah sebagai berikut :

Definisi konsep dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kebijakan publik berfungsi untuk mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam sebuah komunitas atau pemerintahan. Kebijakan Publik


(34)

yang dimaksud akan dipakai dalam penelitian ini ialah Peraturan Kepala BPN RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita.

2. LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah)

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1 dikatakan bahwa dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang disebut dengan LARASITA.

LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. LARASITA merupakan Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah. Program ini memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Metode Penelitian Kualitatif yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam satu – satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian. (Moleong, 2006:247).

III.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten Deli Serdang.

III.3 Informan Penelitian

Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key informan),

yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. (Hendarso dalam Suyanto, 2005: 171-172).

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian menentukan informan dengan


(36)

strata, kedudukan, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian.

III.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada pihak – pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memproleh informasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti

2. Pengamatan atau observasi partisipan yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :


(37)

1. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan – catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber – sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

2. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.

III.5 Teknik Analisa Data

Teknik Analisa Data yang dipergunakan adalah teknik analisa data kualitatif, yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam satu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian. (Moleong, 2006:247)

Terdapat beberapa aktivitas dalam analisis data, yaitu (Bungin,2012:69-70) : 1. Data Reduction/reduksi data

Reduksi data dilakukan dengan merangkum dan memfokuskan hal-hal yang penting tentang penelitian dengan mencari tema dan pola hingga memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display/penyajian data

Dengan Data Display maka peneliti dapat dengan mudah memahami data yang telah

diperoleh selama penelitian. Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk uraian atau teks yang bersifat naratif, bagan dan dalam bentuk tabel.


(38)

Dalam Penelitian ini, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan bisa berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun apabila kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan kosisten saat peneliti kembali ke lapangan maka data tersebut dapat dikatakan sebagai data yang kredibel.

III.6 Pengujian Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif karena data hasil penelitian harus valid, rediabel dan objektif. Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan data yang dingunakan adalah uji kredibilitas karena melibatkan penetapan hasil penelitian kualitatif yang dapat dipercaya. Kriteria kredibilitas dilihat dari perspektif partisipan dalam penelitian yang dilakukan karena pada hakekatnya tujuan penelitian kualitatif ialah untuk memahami fenomena sosial yang menarik perhatian dari sudut pandang partisipan penelitian. Strategi untuk meningkatkan kredibilitas data dilakukan dengan melakukan perpanjangan

pengamatan, ketekunan penelitian, tringualistik teknik (triangulation technic) dan

memberchecking. Dalam penelitian ini yang dilakukan untuk pengujian keabsahan data ialah

perpajangan pengamatan, triangulation dan memberchecking. Pengujian Keabsahan Data

tersebut secara rinci dapat dijelaskan seperti dibawah ini (Emzir, 2010:79-80) :

1. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan waktu yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian dengan mewawancarai informan yang telah diwawancara untuk mengetahui apakah memang informasi yang sudah ditemukan dahulu benar adanya atau bersifat valid.

2. Tringualistik Teknik(Triangulation technic)

Tringualistik Teknik(Triangulation technic) adalah proses penguatan bukti dari beberapa


(39)

yang sebelumnya dan melakukan wawancara dengan informan yang berbeda dari informan yang telah diwawancara sebelumnya. Dalam penelitian ini, penguatan data yang dilakukan adalah hanya dengan melakukan wawancara dengan informan baru namun tekniknya tidak berbeda dengan teknik pengamatan sebelumnya.

3. Memberchecking

Memberchecking merupakan suatu proses dimana peneliti menanyakan atau melakukan

wawancara pada salah satu informan atau lebih dalam studi untuk mengecek keakuratan keterangan yang ada sebelumnya.

Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan data dilakukan selama beberapa hari dengan melakukan wawancara dengan informan yang lama atau yang baru mengenai informasi yang sesuai dengan masalah penelitian.


(40)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1 Sejarah Berdirinya Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia banyak sekali terjadi permasalahan di bidang pertanahan. Hal ini terjadi karena masih banyaknya hukum-hukum peninggalan Belanda yang masih dipakai di Indonesia. Untuk menangani masalah tersebut dibentuk suatu badan yang bertugas untuk mengatur tanah, setelah berdiri hingga beberapa lama kadaster diubah namanya menjadi Kantor Direktorat Agraria, kemudian diubah lagi menjadi Badan Pertanahan Nasional.

Perubahan Kantor Direktorat Agraria menjadi Badan Pertanahan Nasional diresmikan pada 21 January 1988, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 26 tahun 1988 pasal 4 bagian (4), yang menyatakan bahwa salah satu susunan organisai adalah Kantor Wilayah yang merupakan instansi vertical dan Badan Pertanahan Nasional yang berada di setiap Ibu Kota Propinsi. Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 26 tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, maka Departemen Dalam Negeri membuat pertimbangan yang mendasari pembentukan Badan Pertanahan Nasional yaitu :

1. Dalam melaksanakan pembangunan nasional, adanya kebutuhan penguasaan dan

penggunaan tanah pada umumnya termasuk kepentingan pembangunan dirasakan semakin meningkat.

2. Dengan meningkatnya kebutuhan penguasaan dan penggunaan tanah terutama untuk

kepentingan pembangunan, maka meningkat pula permasalahan yang timbul di bidang pertanahan


(41)

3. Untuk menyelesaikan permasalahan di bidang pertanahan secara tuntas,dipandang perlu meningkatkan Direktorat Jenderal Agraria dalam Negeri menjadi lembaga yang menangani bidang pertanahan nasional.

Kedudukan Badan Pertanahan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden No. 26 tahun 1988 kemudian diganti menjadi peraturan presiden No. 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, adalah sebagai lembaga pemerintah non departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.Badan Pertanahan Nasional bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan baik berdasarkan Undang Pokok Agraria maupun peraturan Undang-Undang lain yang meliputi pengaturan, pengawasan, pemilikan tanah, pengurusan hak-hak tanah, pengukuran tanah, pendaftaran tanah, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh presiden. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 26 tahun 1998 pasal 3 yaitu:

1. Merumuskan kebijakan dan perencanaan serta penggunaan tanah

2. Merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan

prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyai funsi social sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.

3. Melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanah dalam upaya

memberikan kepastian hak di bidang pertanahan.

4. Melaksanakan pengukuran hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib

administrasi di bidang pertanahan.

5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan serta pendidikan

dan latihan tenaga-tenaga yang diperlukan di bidang administrasi pertanahan. 6. Lain-lain ditetapkan oleh presiden.


(42)

III.2 Visi dan Misi Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang VISI:

Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.

MISI:

Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk:

1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran

rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan.

2. peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat

dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T).

3. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai

sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari.

4. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan

memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat.

5. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan


(43)

III.3 Makna dan Arti Logo Badan Pertanahan Nasional

Gambar 1 : Logo Badan Pertanahan Nasional

Keterangan makna lambang Badan Pertanahan Nasonal :

Lambang Badan Pertanahan Nasional adalah bentuk suatu kesatuan gambar dan tulisan terdiri dari

1. butir padi melambangkan Kemakmuran dan kesejahteraan. Memaknai atau melambangkan 4 (empat) tujuan Penataan Pertanahan yang akan dan telah dilakukan BPN RI yaitu kemakmuran, keadilan, kesejahteraan sosial dan keberlanjutan.

2. lingkaran bumi melambangkan sumber penghidupan manusia.Melambangkan wadah atau area untuk berkarya bagi BPN RI yangberhubungan langsung dengan unsur-unsur yang ada didalam bumi yang meliputi tanah, air dan udara.

3. sumbu melambangkan poros keseimbangan. 3 (tiga) Garis Lintang dan 3 (tiga)

Garis Bujur Memaknai atau melambangkan pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang mandasari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960.

4. 11(sebelas) bidang grafis bumi memaknai atau melambangkan 11 (Sebelas) agenda pertanahan yang akan dan telah dilakukan BPN RI. Bidang pada sisi


(44)

sebelah kiri melambangkan bidang bumi yang berada diluar jangkauan wilayah kerja BPN RI.

Warna Coklat melambangkan bumi, alam raya dan cerminan dapat dipercaya dan teguh.

Warna Kuning Emas melambangkan kehangatan, pencerahan, intelektual dan kemakmuran.

Warna Abu-abu melambangkan kebijaksanaan, kedewasaan serta keseimbangan.

III.4 Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional

Struktur organisasi dari suatu instansi atau kantor adalah merupakan suatu landasan beroperasinya suatu instansi tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.

III.4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional

Adapun yang menjadi tugas dan fungsi dari Badan pertanahan Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan bagian-bagiannya masing-masing sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan adalah:

1. Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

Tugas dari kantor yaitu bertanggung jawab penuh terhadap seluruh pelaksanaan kerja di Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang


(45)

2. Subbagian Tata Usaha

Tugas dari Subbagian tata Usaha adalah memberikan pelayanan administrative kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program, dan peraturan perundang-undangan sesuai dengan pasal 33 .

Dalam menjalankan tugas sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 di atas,Badan Pertanahan Nasional mempunyai fungsi yang diatur dalam pasal 34, yaitu sebagai berikut:

1. Pengelolaan data dan informasi;

2. Penyusunan rencana, program dan anggaran serta laporan akuntabilitas kinerja

pemerintah;

3. Pelaksanaan urusan kepegawaian;

4. Pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran;

5. Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, sarana dan prasarana;

6. Penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program;

7. Koordinasi pelayanan pertanahan

SubbagianTata Usaha tediri dari (1). Urusan perencanaan dan keuangan (2).. Urusan umum dan kepegawaian. Sesuai dengan pasal 36, yang menjadi tugas dari masing-masing SubbagianTata Usaha adalah tersebut adalah:

1. Urusan Perencanaan dan Keuangan, mempunyai tugas menyiapkan penyusunan rencana, program dan anggaran serta laporan akuntabilitas kinerja pemerintah, keuangan dan penyiapan bahan evaluasi.

2. Urusan Umum dan Kepegawaian, mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga, sarana dan prasarana, koordinasi pelayanan pertanahan serta pengelolaan data dan informasi.


(46)

Tugas dari Seksi Survey, pengukuran dan pemetaan sesuai dengan pasal 37 adalah melakukan survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survey potensi tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah.

Sesuai dengan pasal 38, maka dalam melaksanakan tugasnya Seksi survey, pengukuran, dan Pemetaan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan Survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survey potensi tanah, pembinaan surveyor berlisensi;

b. Perapatan kerangka dasar orde 4 dan pengukuran batas kawasan/wilayah; c. Pengukuran, pemetaan, pembukuan bidang tanah, ruang dan perairan;

d. Survey, pemetaan, pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik dan potensi tanah; e. Pelaksanaan kerjasama teknis surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah;

f. Pemeliharaan peralatan teknis.

Subbagian dari Seksi Survey, pengukuran, dan Pemetaan terdiri dari (a). Subseksi Pengukuran dan Pemetaan (b). Subseksi Tematik dan Potensi Tanah.

Sesuai dengan pasal 40, yang menjadi tugas dari Subbagian Survey,Pengukuran, dan Pemetaan adalah:

a. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menyiapkan perapatan kerangka dasar orde 4, penetapan batas bidang tanah dan pengukuran bidang tanah, batas kawasan/wilayah, kerjasama teknis surveyor berlisensi pembinaan surveyor berlisensi dan memelihara peta pendaftaran, daftar tanah, peta bidang tanah, surat ukur, gambar ukur dan daftar-daftar lainnya di bidang pengukuran.


(47)

b. Subseksi Tematik dan Potensi Tanah mempunyai tugas menyiapkan survey, pemetaan, pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik, survei potensi tanah, pemeliharaan peralatan teknis komputerisasi dan pembinaan pejabat penilai tanah.

4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

Sesuai dengan pasal 41, yang menjadi tugas dari Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah adalah menyiapkan bahan dan melakukan penetapan hak dalam rangka pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan penerbitan bekas tanah hak; pendaftaran; peralihan; pembebanan hak atas tanah serta pembinaan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT).

Dalam melaksanakan tugasnya, sesuai dengan pasal 42, Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi:

1. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah;

2. Penyiapan rekomendasi pelepasan, penaksiran harga dan tukar menukar, saran dan pertimbangan serta melakukan kegiatan perijinan, saran dan pertimbangan usulan penetapan hak pengelolaan tanah;

3. Penyiapan telaahan dan pelaksanaan pemberian rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak;

4. Pengadministrasian atas tanah yangdikuasai dan/atau milik Negara, daerah kerjasama dengan pemerintah, termasuk tanah badan hukum pemerintah;

5. Pendataan dan penerbitan tanah bekas tanah hak;

6. Pelaksanaan pendaftaran hak dan komputerisasi pelayanan pertanahan; 7. Pelaksanaan penegasan dan pengakuan hak;


(48)

Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari (1). Subseksi Penetapan Hak Tanah,(2). Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah, (3). Subseksi Pendaftaran Hak dan (4). Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah.Sesuai dengan pasal 44, yang menjadi tugas dari masing-masing Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah tersebut adalah:

1. Subseksi Penetapan Hak Tanah mempunyai tugas menyiapkan pelaksanan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; penetapan dan/rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak tanah perorangan.

2. Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan hak milik dan hak pakai, Hak Guna Bangunan dan hak pengelolaan bagi instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; rekomendasi pelepasan dan tukar menukar tanah pemerintah.

3. Subseksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah, pengakuan dan penegasan konversi hak-hak lain, hak milik atas satuan rumah susun, tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, data yuridis lainnya, data fisik bidang tanah, data komputerisasi pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah, daftar nama, daftar hak atas tanah, dan warkah serta daftar lainnya di bidang pendaftaran tanah.

5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Tugas dari Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan sesuai dengan pasal 45 adalah menyiapkan bahan dan melakukan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah dan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau

kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya. Sesuai dengan pasal 46, dalam melaksanakan tugasnya Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai fungsi:


(49)

1. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah dan penetapan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu laiannya, penetapan criteria kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah serta penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka perwujudan fungsi kawasan/zoning, penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah, penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penataan tanah bersama untuk peremajaan kota, daerah bencana dan daerah bekas konflik serta permukiman kembali;

2. Penyusunan rencana persediaan, peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan tanah, neraca penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan lainnya;

3. Pemeliharaan basis data penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan;

4. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning dan redistribusi tanah, pelaksanaan konsolidasi tanah, pemberian tanah obyek landreform dan pemanfaatan tanah bersama serta penerbitan administrasi landreform;

5. Pengusulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform;

6. Pengambilalihan dan/atau penerimaan penyerahan tanah-tanah yang terkena ketentuan landreform;

7. Penguasaan tanah-tanah obyek landreform;

8. Pemberian ijin peralihan hak atas tanah pertanian dan ijin redistribusi tanah dengan luasan tertantu;

9. Penyiapan usulan penetapan surat keputusan redistribusi tanah dan pengeluaran tanah dari obyek landreform;

10. Penyiapan usulan ganti kerugian tanah obyek landreform dan penegasan obyek konsolidasi tanah;

11. Penyediaan tanah untuk pembangunan;


(50)

13. Pengumpulan, pengelolaan, penyajian dan dokumentasi data landreform. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari :

1. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu; 2. Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah.

Sesuai dengan pasal 48, yang menjadi tugas dari masing-masing adalah Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan tersebut adalah:

1. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana persediaan, peruntukan, pemeliharaan dan penggunaan tanah, rencana penataan kawasan, pelaksanaan koordinasi, monitoring dan evaluasi pemeliharaan tanah,perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning, penerbitan pertimbangan teknis penatagunaan tanah, penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penyusunan rencana penatagunaan tanah, penetapan penggunaan dan pemanfaatan tanah, penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta melaksanakan pengumpulan dan pengolahan dan pemeliharaan data tekstual dan spasial.

2. Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah mempunyai tugas menyiapkan bahan usulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform; penguasaan tanah-tanah obyek landreform; pemberian ijin peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi tanah luasan tertentu; usulan penerbitan surat keputusan redistribusi tanah dan pengeluaran tanah dari obyek landreform; monitoring dan evaluasi redistribusi tanah, ganti kerugian, pemanfaatan tanah bersama dan penerbitan administrasi landreform serta fasilitas bantuan keuangan/permodalan, teknis dan pemasaran; usulan penegasan obyek penataan tanah bersama untuk peremajaan permukiman kumuh, daerah bencana dan daerah bekas konflik serta pemukiman kembali; penyediaan tanah dan pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan; pengembangan teknik dan metode; promosidan sosialisasi; pengorganisasian dan pembimbingan masyarakat;


(51)

kerja sama dan fasilitas, pengelolaan basis data dan informasi; monitoring dan evaluasi serta koordinasi pelaksanaan konsolidasi tanah.

6. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan

Sesuai dengan pasal 49 tugas dari seksi Pengendalian dan Pemberdayaan adalah menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah Negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.

Sesuai dengan pasal 50, dalam melaksanakan tugasnya Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah Negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;

b. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pemenuhan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah, pemantauan dan evaluasi penerapan kebijakan dan program pertanahan dan program sektoral, pengelolaan tanah Negara,tanah terlantar dan tanah kritis;

c. Pengkoordinasian dalam rangka penyiapan rekomendasi, pembinaan, peringatan, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah Negara, penanganan tanah terlantar dan tanah kritis;

d. Penyiapan saran tindak dan langkah-langkah penanganan serta usulan rekomendasi, pembinaan, peringatan, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah Negara serta penanganan tanah terlantar dan tanah kritis; e. Inventarisasi potensi masyarakat merjinal, asistensi dan pembentukan kelompok masyarakat, fasilitas dan peningkatan akses ke sumberproduktif.

f. Peningkatan partisipasi masyrakat, lembaga swadaya masyarakat dan mitra kerja teknis pertanahan dalam rangka pemberdayaan masyarakat;


(52)

h. Pengelolaan basis data hak atas tanah, tanah Negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;

i. Penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan hukum atas tanah terlantar.

Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari : a. Subseksi Pengendalian Pertanahan;

b. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat.

Adapun tugas dari masing-masing subseksi Pengendalian dan Pemberdayaan sesuai dengan pasal 52 adalah:

1. Subseksi Pengendalian Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan pengelolaan basis data, dan melakukan inventarisasi dan identifikasi, penyusunan saran tindak dan langkah penanganan, serta menyiapkan bahan koordinasi usulan penerbitan dan pendayagunaan dalam rangka penegakan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah; pemantauan, evaluasi, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah Negara, penanganan tanah terlantardan tanah kritis;

2. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas menyiapkan bahan inventarisasi potensi, asistensi, fasilitas dalam rangka penguatanpenguasaan dan melaksanaan pembinaan partisipasi masyarakat, lembaga masyarakat, mitra kerja teknis dalam pengelolaan pertanahan, sertamelakukan kerjasama pemberdayaan dengan pemerintah kabupaten/kota, lembaga keuangan dan dunia usaha, serta bimbingan dan pelaksanaan kerjasama pemberdayaan.


(53)

7. Seksi Sengketa Konflik dan Perkara

Sesuai dengan pasal 53 tugas dari Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan adalah menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan,pengelolaan tanah Negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.

Sesuai dengan pasal 54, dalam melaksanakan tugasnya Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai fungsi:

1. Pelaksanaan penagangan sengketa, konflik dan perkara pertanahan; 2. Pengkajian masalah, sengketa dan konflik pertanahan;

3. Penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara hukum dan non hukum, penanganan dan penyelesaian perkara, pelaksanaan alternative penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya, usulan dan rekomendasi pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan serta usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah;

4. Pengkoordinasian penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan;

5. Pelaporan penanganan dan penyelesaian konflik, sengketa dan perkara pertanahan. Seksi Konflik, Sengketa dan Perkara terdiri dari :

1. Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan; 2. Subseksi Perkara Pertanahan.

Adapun tugas dari masing-masing subseksi Pengendalian dan Pemberdayaan sesuai dengan pasal 56 adalah:

1. Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan menyiapkan pengkajian hukum, social, budaya, ekonomi dan politik terhadap sengketa dan konflik pertanahan, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah, pelaksanaan alternative penyelesaian sengketa melalui mediasi, fasilitasi, dan


(54)

koordinasi penanganan sengketa dan konflik.

2. Subseksi Perkara Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan penanganan dan penyelsaian perkara, koordinasi penanganan perkara,usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah sebagai pelaksanaan putusan


(55)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah diadakan penelitian dan pengumpulan data di lapangan, baik melalui wawancara maupun pengamatan langsung maka diperoleh berbagai data dari tentang Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang.

V.1 Karakteristik Informan

Karakteristik Informan dalam penelitian tentang Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang dikelompokkan, sebagai berikut.

Pada penelitian ini, penulis mengambil informan sejumlah 18 orang yang kemudian akan diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :

1. Masyarakat yang mengurus sertifikat tanah melalui LARASITA sejumlah 12 orang. 2. Pegawai-pegawai Badan Pertanahan Nasional yang terlibat dalam LARASITA berjumlah 6 orang.

Peneliti mengambil pegawai Kantor BPN sebagai salah satu kelompok informan dalam penelitian ini adalah guna mengetahui dan memperoleh infornasi mengenai Implementasi LARASITA dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang dalam hal pengurusan sertifikat tanah.


(56)

Tabel Ketentuan Informan Penelitian

No Informan Jumlah Persentase

1. Masyarakat 12 orang 66,66 %

2. Pegawai 6 orang 33,33 %

Total 18 orang 100 %

5.1.1 Klasifikasi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengklasifikasian informan berdasarkan jenis kelamin bukan merupakan kesengajaan peneliti. Peneliti melakukan wawancara yang sama pada setiap informan baik laki-laki maupun perempuan karena memang pada kenyataannya yang menjadi agen pelaksana Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang tidak ditentukan oleh jenis kelamin.

Tabel 5.1.1 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki- laki 10 orang 55,56 %

2. Perempuan 8 orang 44,44 %

Total 18 orang 100 %

Sumber: Hasil wawancara, Juni 2013

Dari pengklasifikasian informan di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat bahwa persentase informan yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar daripada persentase informan yang berjenis kelamin perempuan yakni sebesar 55,56%. Pengklasifikasian jenis kelamin dalam penelitian ini tidak mempengaruhi informasi yang diberikan informan. Peneliti menyajikan dan menganalisis informasi sesuai dengan kenyataan dan jawaban informan penelitian pada saat wawancara. Dalam proses penelitian, peneliti juga memberi pertanyaan yang sama pada setiap informan baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan fokus penelitian.


(57)

5.1.2 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Pendidikan

Informan dalam penelitian ini juga dikelompokkan berdasarkan pendidikan. Pengelompokan ini disajikan berdasarkan data nyata yang ditemukan oleh peneliti di lapangan.

Tabel 5.1.2 Tabel Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMA 4 orang 22,22 %

2 D3 1 orang 5,55 %

3 Sarjana/S1 10 orang 55,55 %

4 Pasca Sarjana/S2 3 orang 16,66 %

Total 18 orang 100 %

Sumber: Wawancara Juni 2013

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa informan baik informan kunci maupun informan utama dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang tinggi yakni sebagian besar memiliki tingkat pendidikan S1 atau sarjana. Hal ini membuktikan bahwa pegawai Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang memiliki kompetensi yang tinggi bila dilihat dari tingkat pendidikan.

5.1.3 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jabatan

Selain mengelompokkan informan berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan, peneliti juga mengelompokkan informan berdasarkan jabatannya di SKPD. Hal ini disajikan sesuai dengan kenyataan dan merupakan data yang diberikan langsung oleh informan pada saat wawancara.

Tabel 5.1.3 Klasifikasi Informan Berdasarkan Jabatan

No Jabatan Jumlah Persentase

1 Kepala Seksi 1 orang 16,67 %

2 Kepala Sub Seksi 2 orang 33,33 %

3 Staf 3 orang 50 %

Total 6 orang 100 %


(1)

pengawasan yang dilakukan oleh koordinator bisa juga berupa memberikan penjelasan kepada stafnya dalam menjalankan tugasnya, sehingga dapat segera memberi penjelasan agar pegawai tidak bingung lagi dalam menyelesaikan tugasnya.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti berpendapat bahwa pengawasan yang telah dilakukan memang sangat penting untuk mendukung dari keberlangsungan tujuan implementasi Peraturan Kepala BPN RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita) di Kabupaten Deli Serdang.

(Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) disini terlihat masyarakat turut berpartisipasi aktif dan cukup antusias menyambut program ini.

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan ditemukan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pegawai BPN sesuai dengan aspirasi kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang sedang mengurus sertifikat tanahnya melalui LARASITA turut serta berperan serta dalam implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah). Peneliti menganalisis bahwa hal ini sudah sesuai dengan visi dari LARASITA, yaitu mendekatkan pelayanan penerbitan sertifikat tanah kepada masyarakat dalam bentuk kantor pelayanan yang bergerak dengan menggunakan mobil keliling. Setiap masyarakat seharusnya di tuntut untuk turut serta berpartisipasi dalam implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah ini karena partisipasi aktif masyarakat tentunya akan sangat mendukung akan keberlangsungan LARASITA kedepannya.

V.4 Analisa Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikat Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Deli Serdang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti paparkan pada bab sebelumnya maka hasil rekapitulasi akhirnya adalah bahwa Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk


(2)

Sertifikasi Tanah) sudah cukup dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dari data yang telah peneliti sajikan diatas dapat dilihat bahwa implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) sudah cukup dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Hal ini berdasarkan dari indikator-indikator yang ada, tim implementor LARASITA sudah cukup memenuhi kualitas pelayanan publik, begitu juga dengan masyarakat merasakan pelayanan yang telah diberikan sudah cukup memuaskan.

4.3 Kendala-kendala dalam Implementasi Program LARASITA ( Layanan Rakyat Sertifikat Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang

Pelaksanaan Kebijakan Publik tidak sepenuhnya berjalan begitu saja, sering terbengkala oleh beberapa hal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Dalam Hal ini, pelaksanaan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita) di Kabupaten Deli Serdang tidak terlepas dari kendala-kendala. Kendala-kendala yang dihadapi oleh implementor dalam implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah)

a. Kurangnya Kesadaran Hukum pada Masyarakat

Pada umumnya berpendapat bahwa legalitas kepemilikan tanah itu tidak begitu penting karena akan menyebabkan tanah tersebut akan sulit dijual kembali bila sewaktuwaktu pemiliknya membutuhkan uang dan juga akan memakan waktu dan proses yang cukup panjang dalam pengurusan administrasinya. Hal ini tentu akan sangat merugikan masyarakat itu sendiri karena apabila tanah tersebut sudah ada legalitasnya (sudah dalam kondisi bersertifikat) maka harga tanah tersebut biasanya akan lebih tinggi/mahal daripada tanah yang belum mempunyai legalitas (sertifikat tanah).


(3)

Banyaknya program program pertanahan yang ada di Badan Pertanahan Nasional menyebabkan masyarakat kurang paham dari kegunaan program itu sendiri.

c. Kurangnya Sosialisasi

Berdasarkan wawancara ,dikatakan bahwa kurangya sosialisasi menyebabkan msayarakat kurang paham akan Larasita dan mereka hanya mengenal kelegalan sertifikat mereka dengan adanya SK dari camat setempat.


(4)

BAB VI

PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas Implementasi Layanan Rakyat Sertifikat Tanah (LARASITA) di Kabupaten Deli Serdang.

VI.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang secara umum sudah dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator yang ada dalam implementasi.

a. Komunikasi cukup baik yaitu tim implementor LARASITA sudah bekerja sesuai dengan SPOPP LARASITA (Standar Prosedur Operasional Pelayanan Publik Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah).

b. Sumber daya yang mendukung implementasi LARASITA juga sudah dapat dikatakan cukup baik dari segi Sumber Daya Manusia yang bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, anggaran yang cukup memadai serta fasilitas-fasilitas yang ada berada dalam kondisi cukup baik. Indikator komunikasi meliputi sosialisasi yang dilakukan oleh tim implementor baik itu sosialisasi internal maupun eksternal telah berjalan dengan baik. Sosialisasi yang dilakukan berjalan cukup rutin dan berkesinambungan. c. Karakteristik agen pelaksana yaitu koordinator sebagai kunci utama dalam

implementasi telah melaksanakan perannya dengan cukup baik dalam hal koordinasi maupun kerja sama dengan semua perangkat tim LARASITA sehingga dengan begitu tujuan dari implementasi itu sendiri dapat tercapai.


(5)

VI.2 Saran

Saran yang diberi peneliti atas Implementasi Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah ialah:

1. Dari segi internal (tim implementor LARASITA) yaitu :

a. Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi LARASITA seperti instansi-instansi pemerintahan yaitu kecamatan dan juga kelurahan yang menjadi target atau objek dari LARASITA.

b. Meningkatkan pertisipasi masyarakat baik masyarakat yang berada dalam kategori masyarakat menengah keatas maupun masyarakat yang berada dalam kategori masyarakat menengah kebawah. Misalnya untuk masyarakat yang berada dalam kategori menengah keatas mungkin waktu implementasi LARASITA terbentur oleh jam kerja dari masyarakat yang bersangkutan sehingga solusi yang dapat diberikan yaitu misalnya dapat menggunakan waktu hari libur untuk mengadakan implementasi LARASITA dan pegawai Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang yang menjadi tim implementor LARASITA juga harus mendapatkan “uang tambahan” tersendiri atas waktu libur yang digunakan untuk bekerja.

2. Dari segi eksternal (masyarakat)

a. Masyarakat harus turut serta berpartisipasi aktif dalam implementasi LARASITA. Hal ini didasarkan sebagai warga negara yang baik harus ikut berpartisipasi dalam rangka mengisi pembangunan yang dalam hal ini adalah pembangunan pertanahan.

b. Meningkatkan kesadaran hukum, mungkin dapat dilakukan dengan cara masyarakat yang sudah berkesadaran hukum baik selalu aktif melakukan sosialsasi kepada masyarakat yang berkesadaran hukum belum baik.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta : Rineka Cipta. Chomzah. Ali Achmad. 2003. Hukum Pertanahan, Penyelesaian Sengketa Atas Tanah, Pengadaan Tanah Untuk Instansi Pemerintah. Jakarta: Prestasi

Pustaka.

Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Penerjemah Ricky Istamto.Jakarta: Rajawali.

Moleong, Lexy .J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Rohman, Ahmad Ainur, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Malang : Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and

Community Development Studies Avveroes) dan (KID) Komunitas Indonesia untuk Demokrasi.

Singarimbun. Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Subarsono, A.G. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suyanto, Bagong.2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta :Medpress.

Yamin, Muhammad, Abdul Rahim Lubis. 20004. Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria. Medan . Pustaka Bangsa Press.

Sumber Internet

(diakses pada 13 Maret 2013, pukul 21.00 WIB)