Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, James. 2010. Public Policy Making. Holt, Rinehart and Winston : Michigan University

Chander, Ralph C dan Plano Jack C. 1992. The Public administration Dictionary. Singapore : John Wilwy & Sons

Dye, Thomas. 1981. Understanding Public Policy. Upper saddle River, New Jersey : Prentice Hall, Pearson Education, Inc.

Edwards, George III. 1980. Implementing Public Policy dalam Buku Tangkilisan. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Lukman Offset

Grindle, M.S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World.

Baltimore : Princetown University Town

Hadari, Nawawi. 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajahmada University Press.

Nakamura, Robert T dan Smallwood, Frank. 1980. The Politics of Policy Implementation. New York : St. Martin Press

Patton dan Sawicki. 1993. Basic Methods of Policy Analysis and Planning. Prentice Hall : Michigan University

Ripley. 1985. Public Policy dalam buku Subarsono, Drs. AG.2005.Analisis

Kebijakan Publik Konsep, Teori danAplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sinambela, Lijan Poltak. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Singarimbun,Masri. 1997. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Press Subarsono, Drs. AG.2005.Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori danAplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta Sumardjono.Maria. 2001. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi. Jakarta : Kompas


(2)

Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset

Tehupeiory, Aartje. 2012. Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia. Jakarta : Buku Pintar

Yamin, Muhammad. Rahim, Abd Lubis. 2008. Hukum Pendaftaran Tanah. Bandung : CV.Mandar Maju

Sumber Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Daerah Otonom.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004, undang-undang 12 tahun 2008

Tentang Pemerintahan Daerah.

Keputusan PresidenNomor : 26 Tahun 1988 Tentang lembaga Non Departemen Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 3 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikat Tanah).

Sumber Internet

2014 pukul 20.05

http://www.bpn.go.id/home.aspx diakses pada 15 Januari 2015 pukul 17.00 http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Padang_Sidimpuan diakses pada 15 Januari pukul 17.00

www.kabar-online.com/waspada.permasalahan.tanah.htm diakses pada 15 Januari pukul 17.30


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN III.1 Bentuk Penelitian

Bentuk yang akan digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mengemukakan gejala /keadaan / peristiwa / masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.

III.2 Lokasi Penelitian


(4)

Padangsidimpuan yang terletak di Jalan Raya Mandailing Komplek Perkantoran Pal IV Pijorkoling.

III.3 Informan Penelitian

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai, sikap, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Dalam penelitian ini ada tiga jenis informan yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan di dalam penelitian, informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti dan informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial. Dan informan utama yang dimaksudkan adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional Padangsidimpuan, informan utama adalah staf atau pegawai BPN dan informan tambahan adalah masyarakat yang memanfaatkan program tersebut.

III.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Sistematik

Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada responden. Pedoman wawancara tersebut digunakan oleh pewawancara sebagai alur yang harus diikuti, mulai dari awal sampai akhir wawancara.


(5)

2. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan pancaindra.

3. Studi Dokumen (Dokumentasi)

Studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan pemerintah dan undang-undang yang telah tersedia pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji dan disusun/dikategorikan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan.

III.5 Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis data peneliti mengacu pada beberapa tahapan yang terdiri dari dari beberapa tahapan antara lain :

a) Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap informan kunci yang compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber data yang diharapkan;

b) Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan selama meniliti tujuan diadakan transkip data (transformasi


(6)

data) untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai dengan masalah yang menjadi pusat penelitian dilapangan;

c) Uji confirmability, berarti menguji hasil penelitian. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability-nya;

d) Penyajian data, yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam bentuk teks ssnaratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan.

e) Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi, yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan di lapangan sehingga data-data di uji validitasnya.


(7)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1 Sejarah Wilayah

Nama kota ini berasal dari "padang na dimpu" (padang yang artinya ‘hamparan luas’, na yang artinya ‘di’, dan dimpu yang artinya ‘tinggi’) sehingga padang sidimpuan berarti "hamparan rumput yang luas yang berada di tempat yang tinggi." Pada zaman dahulu daerah ini merupakan tempat persinggahan para pedagang dari berbagai daerah, pedangan ikan dan garam dari Sibolga-Padangsidimpuan-Panyabungan, Padang Bolak (paluta)-Padangsidimpuan-Sibolga.

Sebelumnya Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001 , berdasarkan Undang – undang Nomor 4 Tahun 2001, Kota


(8)

Padangsidimpuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan Padangsidimmpuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

IV.2 Letak Wilayah

Kota Padangsidimpuan dibentuk pada tahun 2001 berdasarkan Undang - Undang No. 04 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padangsidimpuan. Secara geografis Kota Padangsidimpuan terletak pada posisi 01° 08’ 07’’- 01° 28’ 19’’ Lintang Utara dan 99° 13’ 53’- 99° 21’ 31’’ Bujur Timur. Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu kota yang terletak di Propinsi Sumatera Utara dan berada pada posisi sebelah selatan Kota Sibolga. Jarak dari Kota Padangsidimpuan ke Kota Sibolga adalah 88 Km dan dapat ditempuh dengan waktu lebih kurang 3 jam melalui jalan darat. Sedangkan jarak Kota Padangsidimpuan dengan Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah 389 Km dan dapat ditempuh dalam waktu lebih kurang 10 jam melalui jalan darat. Kota Padangsidimpuan terletak antara 260 - 1100 meter diatas permukaan laut (DPL). Dan Batas Wilayah Kota Padangsidimpuan terdiri atas :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur KabupatenTapanuli Selatan.


(9)

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan.

IV.3 Luas Wilayah

Secara geografis Kota Padangsidimpuan terletak pada posisi 01° 08’ 07’’- 01° 28’ 19’’ Lintang Utara dan 99° 13’ 53’- 99° 21’ 31’’ Bujur Timur dan berada pada 260 - 1100 meter diatas permukaan laut (DPL). Dan luas wilayah Kota Padangsidimpuan ini adalah 114,85 km2 atau sekitar 0,16 % dari luas wilayah Sumatera Utara.

Kota Padangsidimpuan dikelilingi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan, jadi semua wilayahnya berbatasan dengan kabupaten tersebut, wilayah ini terbagi atas 6 (enam) kecamatan dan 79 (tujuh puluh sembilan) kelurahan/desa.

IV.4 Administrasi Pemerintahan Kota Padangsidimpuan

Administrasi Pemerintahan Kota Padangsidimpuan terdiri atas enam kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan 2. Kecamatan Padangsidimpuan Utara 3. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua 4. Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru


(10)

5. Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu 6. Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

Wilayah administrasi dibawah kecamatan adalah desa/kelurahan yang terdiri dari 42 desa dan 37 kelurahan. Selanjutnya wilayah administrasi paling rendah adalah lingkungan dan dusun. Secara keseluruhan, jumlah lingkungan/dusun di Kota Padangsidimpuan mencapai 265 lingkungan/dusun. Serta instansi-instansi pemerintah yaitu enam badan :

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 2. Badan Kepegawaian Daerah

3. Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah

4. Badan KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 5. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian

6. Badan Rumah Sakit Umum Daerah Dan terdiri dari empat belas dinas, yaitu :

1. Sekretaris DPRD Kota Padangsidimpuan 2. Inspektorat Daerah

3. Sekretariat Kopri


(11)

5. Dinas Pekerjaan Umum Daerah

6. Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar

7. Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pencegahan Kebakaran 8. Dinas Pendidikan Daerah

9. Dinas Kesehatan Daerah

10.Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan 11.Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

12.Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika 13.Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

14.Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Serta terdapat lima kantor, yaitu :

1. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 2. Kantor Kesbang, Politik dan Linmas 3. Kantor Lingkungan Hidup Daerah 4. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu 5. Kantor BNPB


(12)

No Kecamatan

Luas Wilayah

(km2)

Rasio Terhadap Total (%) Jumlah Desa/Kelurahan 1. Kec. Padangsidimpuan Selatan

15,81 10,84 12

2.

Kec. Padangsidimpuan Utara

14,09 9,66 16

3.

Kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru

22,34 15,32 10

4.

Kec. Padangsidimpuan Angkola Julu

28,18 19,32 8

5.

Kec. Padangsidimpuan Batunadua

38,74 25,88 15

6.

Kec. Padangsidimpuan Tenggara

27,69 18,99 18

Jumlah/Total 146,85 100,00 79

Sumber : Padangsidimpuan Dalam Angka 2013 BPS Kota Padangsidimpuan

Berikut ini adalah daftar walikota Padangsidimpuan :

Tabel 4.2 Daftar Walikota Kota Padangsidimpuan

No. Nama Walikota Mulai Jabatan Akhir Jabatan Keterangan

1. Drs. Zulkarnain Nasution 9 November 2001 2002 Pejabat Walikota

2. Drs. Zulkarnain Nasution 2003 2008 Walikota


(13)

4.

Andar Amin Harahap, S.Stp, M.Si

13 Januari 2013 2018 Walikota

Sumber: padangsidimpuankota.go.id/index.php/2014-08-13-16-08 54/administrasi-pemerintahan

IV.5 Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Badan pertanahan nasional terbentuk sesuai dengan keputusan presiden republik Indonesia dengan nomor 26 tahun 1988, pada tahun 2006 diadakan perubahan struktur baik di BPN pusat, kanwil, maupun kantor pertanahan kota/kabupaten. Berdasarkan peraturan kepala badan pertanahan nasional republik Indonesia untuk melaksanakan fungsi badan pertanahan nasional didaerah maka berdasarkan keputusan badan pertanahan nasional nomor 1 tahun 1989 dibentuklah kantor pertanahan ditingkat kota dan kabupaten.

Sebelas agenda Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia :

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada badan pertanahan nasional RI.

2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertipikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.

3. Memastikan penguatan atas hak-hak tanah.

4. Menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan di daerah-daerah konflik diseluruh tanah air.

5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.


(14)

6. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan (SIMTANAS) dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.

7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah

9. Melakasanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan.

10.Menata kelembagaan pertanahan nasional.

11.Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan kebijakan pertanahan.

Lambang Badan Pertanahan Nasional adalah bentuk suatu kesatuan gambar dan tulisan terdiri dari:

• Gambar 4 (empat) butir padi melambangkan Kemakmuran dan kesejahteraan. Memaknai atau melambangkan 4 (empat) tujuan Penataan Pertanahan yang akan dan telah dilakukan BPN RI yaitu kemakmuran, keadilan, kesejahteraan sosial dan keberlanjutan.


(15)

• Gambar lingkaran bumi melambangkan sumber penghidupan manusia. Melambangkan wadah atau area untuk berkarya bagi BPN RI yang berhubungan langsung dengan unsur-unsur yang ada didalam bumi yang meliputi tanah, air dan udara.

• Gambar sumbu melambangkan poros keseimbangan. 3 (tiga) Garis Lintang dan 3 (tiga) Garis Bujur Memaknai atau melambangkan pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang mandasari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960.

• Gambar 11(sebelas) bidang grafis bumi memaknai atau melambangkan 11 (Sebelas) agenda pertanahan yang akan dan telah dilakukan BPN RI. Bidang pada sisi sebelah kiri melambangkan bidang bumi yang berada diluar jangkauan wilayah kerja BPN RI.

Warna Coklat melambangkan bumi, alam raya dan cerminan dapat

dipercaya dan teguh.

Warna Kuning Emas melambangkan kehangatan, pencerahan, intelektual

dan kemakmuran.

Warna Abu-abu melambangkan kebijaksanaan, kedewasaan serta


(16)

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota Padangsidimpuan Nomor : 189/KPTS/2006 tentang Penetapan Alokasi Tanah untuk Pembangunan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan dengan kode satker 649991. Luas tanah Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan adalah 4620 m2 , sedangkan luas bangunan adalah 400 m2 . Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan berlokasi di Jalan Raya Mandailing Komplek Perkantoran Pal IV Pijorkoling, keseluruhan wilayah berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. Luas wilayah domain Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota


(17)

Padangsidimpuan seluas 14. 685. 680 Ha, dengan jumlah penduduk mencapai 193. 322 jiwa, serta berkewenangan mengurusi 6 Kecamatan dan 79 Desa/Kelurahan. Kondisi bangunan kantor pertanahan saat ini masih baik dan sangat layak sebagai Kantor Pelayanan, namun di beberapa tempat masih memerlukan perawatan secara rutin.

Gambaran lokasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan yang berada di kompleks perkantoran Pal IV Pijorkoling yang merupakan komplek dari kantor-kantor pemerintah lainnya bisa dikatakan hampir berada di pinggiran Kota Padangsidimpuan, lokasi kompleks yang sepi jauh dari kericuhan kota diharapkan dapat membantu para aparatur untuk lebih dapat berkonsentrasi untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam hal pemberian layanan publik kepada masyarakat. Namun jarak yang cukup jauh dari perkotaan dan permukiman warga dapat dikatakan menjadi suatu kendala bagi masyarakat untuk dapat mendapatkan pelayanan dari pemerintah sebagai pemberi layanan publik.

IV.6 Visi dan Misi Pelayanan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Padangsidimpuan

Visi

Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.

Misi


(18)

1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan.

2. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T).

3. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari.

4. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat. 5. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip

dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas. IV.7 Sumber Daya Manusia

a) Berdasarkan golongan :

• Golongan IV A : 1 (satu) orang

• Golongan III D : 5 (lima) orang

• Golongan III C : 2 (dua) orang

• Golongan III B : 7 (tujuh) orang


(19)

• Golongan II B : 1 (satu) orang

• Golongan II A : 1 (satu) orang b) Berdasarkan sub-bagian dan seksi :

• Tata Usaha : 3 (tiga) orang

• Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan : 5 (lima orang)

• Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah : 4 (empat) orang

• Seksi Pengaturan dan Penataan Tanah : 3 (tiga) orang

• Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara : 2 (dua) orang IV.8 Loket Pelayanan Kantor

Dalam Kantor Badan Pertanahan Nasionala Kota Padangsidimpuan untuk mengoptimalkan pelayanan maka dia lakukan dengan sistem loket, adapun loket-loket tersebut adalah :

Loket 1 : Informasi Pelayanan

Loket 2 : Berkas penerimaan permohonan 2a. Pelayanan :

• Kegiatan Pengukuran

• Pengembalian Batas

• Kutipan SU 2b. Pelayanan :

• Konversi/Pengakuan


(20)

• Peningkatan Hak 2c. Pelayanan :

• Pendaftaran SK

• Peningkatan hak RSS

• Pemecahan/Pemisahan/Penggabungan

• Penggantian Sertipikat 2d. Pelayanan :

• Pengecekan Sertipikat

• SKPT

2e. Pelayanan :

• Peralihan Hak

• Roya

• Pemasangan Hak Tanggungan Loket 3 : Pelayanan Administrasi Pembayaran/Keuangan Loket 4 : Pelayanan administrasi Penyerahan Hasil Pekerjaan

Tabel 4.3 Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Kantor Badan Pertanahan Nasional Padangsidimpuan

Lantai 1

No Pemanfaatan

Luas (M2)

1. Loket Pelayanan 10

2. Ruang Server 5


(21)

Teras

4. Ruang Kepala Kantor 35

5. Ruang Sub Bagian Tata Usaha 40

6. Ruang Seksi Hak Tanah dan

Pendaftaran Tanah

40

7. Ruang Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan

40

8. Ruang Seksi Pemberdayaan

Masyarakat

40

9. Ruang Seksi Sengketa Konflik dan Perkara

40

10. Ruang Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan

40

11. Aula 30

Sumber: Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan

IV.9 Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional

Kantor Badan Pertanahan Nasional kota Padangsidimpuan dipimpin oleh seorang kepala kantor yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional.

• Kepala kantor Badan Pertanahan Nasional kota Padangsidimpuan, membawahi :

• Kepala sub bagian tata usaha, membawahi : - Kepala urusan umum dan kepegawaian


(22)

- Kepala urusan perencanaan dan keuangan

• Kepala seksi survey, pengukuran dan pemetaan, membawahi : - Kepala sub seksi pengukuran dan pemetaan

- Kepala sub seksi tematik dan potensi tanah

• Kepala seksi hak tanah dan pendaftaran tanah, membawahi : - Kepala sub seksi penetapan hak tanah

- Kepala sub seksi pengaturan tanah pemerintah - Kepala sub seksi pendaftaran hak

- Kepala sub seksi peralihan, pembebanan hak dan PPAT

• Kepala seksi pengaturan dan penetaan pertanahan, membawahi : - Kepala sub seksi penatagunaan tanah dan kawasan tertentu

- Kepala sub seksi landreform dan konsolidasi tanah

• Kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan, membawahi : - Kepala sub seksi pengendalian pertanahan

- Kepala sub seksi pemberdayaan masyarakat

• Kepala seksi sengketa, konflik dan perkara, membawahi : - Kepala sub seksi perkara pertanahan


(23)

Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Drs. Hermansyah

Kepala Urusan Perencanaan Dan Keuangan Ardhi Jayali Lubis, S.IP Bagan 4.1. Struktur Organisasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota

Padangsidimpuan

Sumber : Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan

Kepala Kantor

Fachrul Husin Nasution, SH, M.Kn

Kepala Urusan Umum Dan Kepegawaian Romadhan Lubis, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Khairul Hasan Lubis,

S. Sit Kepala Seksi Hak

Tanah Dan Pendaftaran Tanah

Amri Siregar,SH Kepala Seksi Survey,

Pengukuran Dan Pemetaan Bambang Hastiyanto, SH Kepala Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Rifi Hamdani Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Dapot Tua Simanjuntak, SH

Kasubsi Pengukuran dan Pemetaan Bambang Sutomo, S. Sit

Kasubsi Penetapan Hak Tanah Amri Rangkuti

Kasubsi PGT dan Kawasan Tertentu H. Amril,SP Kasubsi Pemberdayaan Masyarakat Kasubsi Sengketa dan Konflik Masbulan, SH

Kasubsi Tematik dan

Potensi Tanah Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah

Kasubsi Pendaftaran

Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Tanah Suriati Kasubsi Pengendalian Pertanahan Kasubsi Perkara Pertanahan


(24)

Tabel 4.4 Daftar Pegawai Sipil Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan No . Nama Pegawai

NIP Pangkat/Golong an

Jabatan Foto Pegaw ai 1. Fachrul Husin Nasution, SH, M.Kn 1971101 5 199303 1 002 III/d

Penata TK. I Kepala Kantor

2. Ardhi Jayali Lubis, S.IP 1984120 9 200912 1 001 III/a Penata Muda Kepala Urusan Perencanaan dan

Keuangan 3. Romadhan Lubis, S. Kom 1985052 2 200912 1 002 III/a Penata Muda Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian 4. Mardame Pasaribu, Amd 1984120 6 200903 1 005 II/c

Pengatur Staf Tata Usaha

5. Bambang Hastiyanto, SH 1958021 8 198003 1 003 III/d Penata TK. I

Kepala Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan 6. Bambang Sutomo, S. Sit 1978041 1 199803 1 002 III/b Penata Muda Tk.

I

Kepala Sub Seksi Pengukuran dan

Pemetaan 7. Iman K.

Yulianto 1973070 5 200312 1 004 II/b Pengatur Muda TK. I Staf Survei,Pengukuran dan Pemetaan 8. Andri

Pratama 1986061 7 200912 1 002 II/a Pengatur Muda Staf Survei,Pengukuran dan Pemetaan

9. Amri

Siregar,SH 1959123 1 198203 1 042 III/d Penata TK. I

Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

10. Amri 1959081 III/a Kepala Sub Seksi

Kasubsi Peralihan, Pembebanan Hak dan

PPAT Parlautan Harahap


(25)

Rangkuti 0 198003

1 005

Penata Muda Penetapan Hak Tanah

11. Parlautan Harahap 1961032 3 198303 1 005 III/b Penata Muda Tk.

I

Kepala Sub Seksi Peralihan,Pembeban

an Hak dan PPAT 12. Khairul Hasan Lubis, S. Sit 1970073 0 199103 1 002 III/c Penata Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan

13. H.

Amril,SP 1961091 8 198603 1 002 III/b Penata Muda Tk.

I

Kepala Sub Seksi PGT dan Kawasan

Tertentu 14. Suriati

1964083 0 198603

2 003

III/b Penata Muda Tk.

I

Kepala Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah 15. Rifi Hamdani Rangkuti, S. Sit 1979022 7 199803 1 003 III/c Piñata Kepala Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan 16. Masbulan,

SH 1961041 5 198303 2 001 III/d Penata TK. I

Kepala Sub Seksi Sengketa dan Konflik 17. Dapot Tua Simanjunta k, SH 1960020 7 198503 1 004 III/d Penata TK. I

Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara 18. Drs. Hermansya h 1960010 2 198203 1 003 III/d Penata TK. I

Kepala Sub Bagian Tata Usaha


(26)

Tabel 4.5 Struktur Organisasi LARASITA Kantor BPN Kota Padangsidimpuan

NO. NAMA/NIP/PANGKAT/GOL. JABATAN Ditunjuk Sebagai

1.

Fachrul Husin Nasution, SH, M.Kn

197110151993031002 Penata Tk I (III/d)

Kepala Kantor

Penanggung Jawab

2.

Rifi Hamdani Rangkuti, S.Si.T 19790227 199803 1 003 Penata (III/c) Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Koordinator 3. Suriati

19640830 198603 2 003 Penata Muda Tk. I (III/b)

Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Tanah Anggota 4. Masbulan, S.H.

19610415 198303 2 001 Penata Tk I (III/d)

Kasubsi Sengketa dan Konflik Anggota 5. . Andri Pratama

19860617 200912 1 002 Pengatur Muda (II/a)

Staf Seksi Survey,

Pengukuran dan Pemetaan

Anggota

Sumber: Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan

Dan berikut Tabel struktur Tim Pelaksana LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015:


(27)

Tabel 4.6 Struktur Tim LARASITA Kantor BPN Kota Padangsidimpuan NO. NAMA/NIP/PANGKAT/GOL. JABATAN Ditunjuk Sebagai

1.

Rifi Hamdani Rangkuti, S.Si.T 19790227 199803 1 003 Penata Muda Tk. I (III/b)

Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Koordinator 2.

Romadhan Lubis, S.Kom 19850522 200912 1 002 Penata Muda (III/a)

Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian Petugas Penerimaan Berkas 3.

Ardhi Jayali Lubis, S.IP. 19841209 200912 1 001 Penata Muda (III/a)

Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan Petugas Penerimaan Berkas 4.

H. AMRIL, SP.

19610918 198603 1 002 Penata Muda Tk. I (III/b)

Kepala Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu Petugas Penerimaan Uang

Sumber: Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan


(28)

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan, maka dapat digambarkan hasil penelitian sebagai berikut :

V.1 Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan

Implementasi Program LARASITA di Kota Padangsidimpuan, dapat dilihat dengan membandingkan antara sasaran kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan penerima manfaat kebijakan. Artinya, apabila isi kebijakan yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat penerima kebijakan maka kebijakan tersebut dianggap berhasil Sebaliknya, apabila Masyarakat mengangap bahwa program yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak cukup efektif maka kebijakan tersebut dianggap gagal . Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005: 99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :

a) Standar dan Sasaran kebijakan b) Sumber Daya

c) Komunikasi antar organisasi d) Karakteristik agen pelaksana

e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik. f) Disposisi implementor


(29)

Adapun sasaran dari pelaksanaan program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) adalah memudahkan masyarakat dalam pengurusan tanah utamanya masyarakat yang berada di daerah terpencil. Hal ini juga terdapat dalam UU No.18 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa LARASITA bersifat pendekatan terhadap masyarakat dalam rangka pengurusan tanah. Maka berdasarkan hasil wawancara dan observasi oleh peneliti, maka dapat dijabarkan sebagai berikut : Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan di Kota Padangsidimpuan berharap dengan adanya program LARASITA ini mengubah sifat BPN yang tadinya pasif menjadi aktif, selain itu program ini juga diharapkan akan mendekatkan masyarakat dengan BPN. Dan dengan program ini diharapkan pengurusan tanah yang dilakukan oleh masyarakat dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Terkait dengan program LARASITA ini, berikut tanggapan dari Kepala Kantor Pertanahan bahwa :

Program LARASITA ini memberikan kemudahan bagi masyarakat, karena dengan adanya program ini maka akan menghindarkan masyarakat dari calo. Program ini dapat juga disebut dengan kantor berjalan, karena apapun yang dilakukan dikantor dapat dilakukan pada program LARASITA ini.

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Sama halnya dengan Kepala Kantor BPN, ini tanggapan dari Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan ;

Program LARASITA ini merupakan pelayanan prima, yang artinya dimana urusan mengenai masalah tanah yang bisa diselesaikan dalam satu hari dan membayar sesuai dengan aturan. LARASITA ini dapat dikatakan dengan sistem jemput bola, dimana kami mendatangi masyarakat langsung dan masyarakat juga bisa langsung mengurus masalah tanah tanpa ada perantara”.


(30)

Berdasarkan hasil wawancara dapat saya simpulkan bahwa dengan adanya program LARASITA ini dianggap lebih memudahkan masyarakat dalam masalah kepengurusan tanah, dan dapat menghindarkan masyarakat dari jaringan penerima jasa atau yang biasa kita kenal dengan sebutan calo. Dan tanggapan masyarakat yang telah memanfaatkan program ini adalah :

“ Dulu saya malas mengurus hal-hal yang berkaitan dengan masalah tanah, karena kantor BPN sangat jauh dari rumah saya. Tetapi dengan adanya program ini saya sangat terbantu, selain menghemat waktu saya juga menghemat ongkos”. (Hasil wawancara 26 Februari 2015)

Dengan program LARASITA ini diharapkan dapat memberikan pelayanan prima diseluruh kecamatan di kota Padangsidimpuan ini, sebagaimana dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Seksi Kasi Pengendalian dan Pemberdayaan bahwa :

“Program LARASITA ini dilaksanakan diseluruh kecamatan yang ada dikota Padangsidimpuan ini. Program ini dilaksanakan setiap hari Rabu dan Kamis, dan kami berencana untuk membuat menjadi tiga kali dalam seminggu jika memang bisa.”

(Hasil wawancara 16 Maret 2015)

Adapun lokasi Kegiatan LARASITA meliputi :

Tabel 5.1 Lokasi Kegiatan LARASITA

No Kecamatan


(31)

2. Kec. Padangsidimpuan Utara 3. Kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru 4. Kec. Padangsidimpuan Angkola Julu 5. Kec. Padangsidimpuan Batunadua 6. Kec. Padangsidimpuan Tenggara

Sumber: Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan

V.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Implementasi

Dalam implementasi atau pelaksanaan suatu kebijakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, begitu juga dengan pelaksanaan program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikat Tanah) di kota Padangsidimpuan. Adapun berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, maka dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Sama halnya pada kantor BPN kota Padangsidimpuan dimana dengan dikeluarkannya program LARASITA maka para implementor harus mengetahui sasaran dan tujuan dan kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan yang erat dengan disposisi para implementor. Arah disposisi implementor terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang


(32)

krusial. Implementor mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan. Sasaran dan tujuan yang jelas dan terarah sangatlah penting guna menyukseskan program yang ingin dilaksanakan.

Seperti hal yang diutarakan oleh Kepala Kantor BPN Kota Padangsidimpuan bahwa :

Program LARASITA ini tujuannya adalah memudahkan masyarakat dalam pengurusan permasalah tanah dengan cara mendatangi masyarakat disetiap kecamatan yang menjadi sasaran dari program ini. Dan program ini juga akan lebih mendekatkan masyarakat dengan BPN, dan menghilangkan stigma bahwa mengurus permasalahan tanah itu sulit dan memakan biaya yang sangat mahal.”

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Kepala Kantor BPN, Kepala Kasi Pengendalian dan Pemberdayaan mengatakan bahwa :

“ Program ini merupakan program jemput bola, dimana kami yang mendatangi masyarakat dengan menggunakan mobil yang menjadi salah satu fasilitas dari program ini. Dan program ini merupakan pelayanan prima, dimana masalah tanah yang dapat diselesaikan dalam satu hari akan diselesaikan pada hari itu juga dengan biaya yang sesuai dengan peraturan yang ada. Dapat dikatakan apapun yang dilakukan di kantor dapat dilakukan di tengah-tengah masyarakat dengan program ini.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan, maka saya menarik kesimpulan bahwa sasaran dari program LARASITA adalah semua kecamatan yang ada di kota Padangsidimpuan, dan tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat dalam proses kepengurusan masalah tanah dan dengan program ini masyarakat dapat menghemat waktu dan juga biaya.


(33)

b. Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia manusia, maupun non-manusia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Van Meter dan Van Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa sumber daya kebijakan tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini juga harus tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau intensif lain dalam implementasi kebijakan adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi suatu kebijakan.

1. Kualitas dan Kuantitas Pelaksana

Dalam pelaksanaan suatu program tentu saja diperlukan pelaksana guna mendukung terlaksananya program dengan baik. Tanpa adanya personil untuk melaksanakan suatu program, maka kebijakan atau program apapun tidak dapat berjalan dengan baik dan hanya akan tinggal sebagai dokumen tanpa ada realisasinya. Oleh karena itu, ketersediaan pelaksana yang cukup serta berkompetensi dalam mendorong keberhasilan program sangat diperlukan.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Kepala BPN kota Padangsidimpuan bahwa :


(34)

“ Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada seluruh staff adalah dengan memberi penjelasan tentang bagaimana jalannya program LARASITA dan apa yang dibutuhkan dari program ini, sehingga dengan penjelasan seperti ini saja seluruh staff akan mengerti harus bagaimana dan menjalankan program ini sesuai dengan proses yang telah ditetapkan.”

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Hal tersebut juga dipertegas oleh Kasi Pengendalian dan Pemberdayaan bahwa :

“ Kami sudah memberikan bagaiman prosedur atau jalannya program ini, apa yang diperlukan dan dibutuhkan juga sudah kami jelaskan kepada staff yang bersangkutan. Saya rasa tidak sulit menjalankan program ini, cukup mengerti tentang bagaimana menjalankan komputer yang sudah terkoneksi dengan jaringan internet. Dan untuk bagian lain seperti, menyelesaikan masalah tanah untuk pegawai BPN mustahil mereka tidak mengerti. “

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Dal hal ketersediaan sumber daya pelaksana, di dalam termasuk jumlah pelaksana atau kuantitas yang memadai. Mengenai hal ini, tanggapan dari Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

“ Dulunya ada Seksi IV yang khusus menangani program ini, tetapi sekarang Seksi IV ini dipindahkan ke BPN Tapsel, sehingga untuk kuantitas jelas disini sangat kekurangan. Karena itu, sekarang seluruh staff di Kantor BPN ini ambil bagian di program ini, tetapi diprioritaskan kepada pegawai di bagian pemberdayaan dan pengendalian. “

(Hasil wawancara 06 Maret 2015).

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan, dapat diketahui bahwa kuantitas tidak memadai dikarenakan satu seksi dipindahkan, tetapi itu tidaklah menjadi cukup masalah karena yang terpenting adalah partisipasi yang aktif oleh pihak-pihak yang terkait.

Selain jumlah pelaksana yang memadai juga diperlukan adanya pelaksana yang kompeten dalam menjalankan program, karena apabila jumlah pelaksana mencukupi, namun tanpa diimbangi dengan kemampuan atau keahlian dalam


(35)

menajalankan program, maka dalam proses pelaksanaannya tidak dapat berjalan maksimal, begitu juga sebaliknya. Ketersediaan sumber daya manusia yang terampil merupakan hal yang sangat penting agar pelaksanaan program lebih efektif dan efisien, dimana kadangkala pelaksanaan suatu kegiatan terhambat bukan karena jumlah pelaksana yang tidak memadai, tetapi lebih kepada kurangnya kualitas dari sumber daya manusia sebagai pelaksana.

Pada pelaksanaan program LARASITA ini, tanggapan dari Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan bahwa :

“ Walaupun jumlah pegawai kami dapat dikatakan tidak cukup atau kurang memadai, tetapi kami secara umum memiliki kemampuan yang bisa dikatakan memadai. Terlebih kami bekerja mengikuti prosedur yang ada, sehingga secara langsung dapat menambah keahlian masing-masing pelaksana dalam menjalankan tugasnya masing-masing.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa staff atau pegawai menjalankan program ini sesuai dengan prosedur yang ada dan secara umum keahlian dan keterampilan dari para staff atau pegawai dapat dikatakan sudah memadai.

2. Sumber Daya Kebijakan

Sumber daya kebijakan tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini juga harus tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.


(36)

Seperti yang dikemukakan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah bahwa :

“ Untuk masalah dana kami mendapatkan dari pusat. Dan ditentukan oleh PNPB sesuai dengan luas PP46. Pada program ini kami tidak mengalami kesulitan masalah dana, baik itu dari segi kendaraan maupun komputer beserta jaringannya semua dana itu dari pusat. Kami tidak pernah meminta tambahan dana karena kami sadar ini tugas kami, apa yang kami lakukan dikantor akan kami lakukan di mobil yang menjadi fasilitas LARASITA ini. “

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Hal yang sama juga dipertegas oleh Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan :

“ Kami tidak pernah mendapat kendala masalah dana untuk program LARASITA ini. Dana yang diturunkan dari pusat akan di anggarkan oleh bendahara BPN, sehingga segala jenis pendanaan dapat diproses lebih cepat. “

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Kantor BPN Kota Padangsidimpuan mendapatkan dana dari pusat dan sudah terdistribusikan dengan baik, sehingga program dapat terlaksana dengan baik secara pendanaan.

c. Hubungan antar organisasi

Agar kebijakan publik ini dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggungjawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi.


(37)

Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan itu sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukannya. Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering merupakan proses tersulit dan kompleks. Prosese pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami gangguan baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan interpretasi yang tidak sama terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber informasi sama memberikan interpretasi yang penuh dengan pertentangan, maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan secara insentif.

Proses penyampaian informasi antara pembuat kebijakan dengan pelaksanan menyangkut keterkaitan antara keputusan yang telah dibuat dengan aturan mengenai pelaksanaannya, termasuk petunjuk teknis pelaksanaan, sehingga pelaksana tidak mengalami kesalahan dalam melaksanakan program yang bersangkutan.

Berdasarkan penjelasan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah bahwa :

“ Proses penyampaian mengenai program ini dilakukan saat ada rapat-rapat yang biasanya dilaksanakan setiap hari Senin dan Jumat. Sedangkan, pelaksanaan mengenai program LARASITA ini kami mengikuti prosedur yang ada.”


(38)

Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan bahwa :

“ Pemberitahuan program ini pertama kali diketahui oleh Kepala BPN dan setelah itu Kepala BPN akan menyampaikan mengenai program itu kepada kami melalui rapat yang biasanya diadakan di hari Senin atau Jumat.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Kesimpulan dari wawancara yang saya lakukan mengenai proses penyampaian informasi adalah bahwa program LARASITA ini disampaikan oleh Kepala BPN melalui rapat yang diadakan dua kali seminggu dan mengenai pelaksaannya staff mengikuti prosedur yang ada.

Selain penyampaian informasi dari pembuat kebijakan dengan pelaksana program seperti yang telah dikemukakan tersebut diatas, maka yang tidak kalah pentingnya adalah penyampaian informasi dari pelaksana program kepada target group atau masyarakat khususnya penerima manfaat LARASITA. Agar penerima manfaat yang dimaksud mengerti tentang sasaran ataupun manfaat dari program tersebut. Adapun pada program LARASITA sistem penyampaian isi dan tujuan dari program ini kepada masyarakat khususnya masyarakat penerima manfaat LARASITA di pelosok-pelosok daerah, dilakukan melalui proses sosialisasi dengan sebelumnya memberikan surat sosialiasasi kepada Lurah terkait untuk kemudian di follow up dan disosialisasikan kepada masyarakat sekitar .

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah bahwa :

“ Mengenai penyampaian program ini kepada masyarakat kami dari pihak BPN melakukan proses sosialisasi, tetapi sebelum itu kami memberikan surat


(39)

sosialisasi kepada Lurah terkait untuk difollow up dan kemudian setelah disosialisasikan kepada masyarakat.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Tetapi hal itu berbeda dengan apa yang disampaikan oleh salah satu masyarakat yang memanfaatkan program itu bahwa :

“ Saya tidak pernah mendengar ada sosialisasi dari pihak BPN mengenai program ini. Saya mengetahui program ini dari saudara saya yang kebetulan bekerja di Kantor BPN.”

(Hasil wawancara 26 Februari 2015)

Hal serupa juga disampaikan oleh masyarakat lain yang juga memanfaatkan program tersebut bahwa :

“ Saya mengetahui program ini karena saya melihat mobil LARASITA parkir di depan kantor Lurah. Dan kemudian saya langsung bertanya kepada tetangga saya yang kebetulan bekerja di Kantor Lurah mengenai mobil itu. Dan dia menjelaskan bahwa itu adalah mobil yang tujuannya adalah mengurusi masalah tanah dan dia juga menjelaskan bahwa sekarang saya tidak perlu lagi pergi ke kantor BPN karena mobil itu sama seperti kantor berjalan.”

(Hasil wawancara 27 Februari 2015)

Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan saya mengambil kesimpulan bahwa penyampaian informasi kepada masyarakat masih sangat kurang. Masyarakat yang mengetahui program LARASITA ini hanya masyarakat yang mempunyai kerabat/saudara yang bekerja di instansi yang terkait dengan program itu.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten. Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara


(40)

pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi, makan kesalahan akan semakin kecil, dan demikian pula sebaliknya.

Selain penyampaian informasi mengenai prosedur dan tujuan program, maka aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu adanya kejelasan atas informasi yang disampaikan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kebingungan dan perbedaan persepsi antara pembuat kebijakan,pelaksana dan masyarakat.

Hal ini dikemukakan oleh Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan bahwa :

“ Petunjuk mengenai tentang apa saja yang harus dilakukan para staff sudah mengetahui tugasnya masing-masing. Kami juga dibekali oleh peraturan pemerintah mengenai program LARASITA itu, jadi kami hanya mengikutinya saja.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, saya mengambil kesimpulan bahwa mengenai pelaksanaan program LARASITA sudah dapat dikatakan cukup baik karena para staff atau pegawai mengikuti petunjuk yang ada dan para staff juga sudah dibekali beberapa peraturan pemerintah.

Selain kejelasan informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana, maka hal yang tidak kalah pentingnya adalah kejelasan informasi bagi masyarakat khususnya bagi wajib pajak.

Adapun mengenai kejelasan informasi mengenai program kepada masyarakat penerima manfaat LARASITA, disampaikan oleh salah satu masyarakat yang daerahnya menjadi daerah sasaran program LARASITA bahwa:


(41)

“ Untuk program ini saya sudah mengetahuinya, tetapi mengenai syarat-syaratnya saya kurang memahaminya. Karena saya juga mengetahui program ini tidak jelas, hanya sekedar tahu saja.”

(Hasil wawancara 27 Februari 2015)

Dan masyarakat lain juga memberikan tanggapan mengenai kejelasan program ini bahwa :

“ Tujuan dari program LARASITA ini saya sudah mengetahuinya, tetapi tentang tata cara serta syaratnya saya tidak mengerti, maka dari itu saya sampai saat ini belum memanfaatkan program ini.”

(Hasil wawancara 26 Februari)

Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk tujuan program LARASITA ini masyarakat sudah mengetahui dengan baik, tetapi mengenai persyaratan dan tata caranya mereka kurang mengerti. Hal ini dapat dimaklumi, karena pihak yang terkait dengan program LARASITA ini tidak memberikan sosialisasi kepada masyarakat.

Adapun ketidakjelasan informasi menyebabkan kesalahan .persepsi bagi pelaksana dan masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan dapat melenceng dari tujuan awal. Oleh karena itu dalam komunikasi perlu memperhatikan dan memastikan kejelasan informasi agar dipahami oleh semua pihak. Hal tersebut dapat berupa pelayanan kontak masyarakat dengan pelaksana, serta upaya aktif dari semua pihak dalam mencari kejelasan informasi.

Dalam komunikasi antara pelaksana program, tidak hanya merupakan suatu proses penyampaian informasi, tetapi juga merupakan proses interaksi yang saling mempengaruhiantara pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu diperlukan


(42)

adanya konsistensi dan kepastian informasi yang disampaikan harus diperhatikan, agar tidak berbeda diantara satu pihak dengan pihak lainnya.

Menurut pendapat dari Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan menyatakan bahwa :

“ Informasi mengenai program LARASITA ini merupakan program yang dapat dikatakan berkesinambungan. Program ini dimulai dari tahun 2009 dan belum tahu kapan program ini akan berakhir.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Hal ini juga dijelaskan oleh Kepala Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah bahwa :

“ Pelaksanaan program ini sudah jelas, kami menjalankan program ini dua kali seminggu yaitu pada hari Rabu dan Kamis.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Berdasarkan pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan LARASITA ini telah ada konsistensi sesuai dengan informasi yang diberikan sebelumnya dalam hal pelaksanaan.

d. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen


(43)

pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

1. SOP (Standar Operational System)

Pelaksanaan suatu program membutuhkan suatu prosedur yang menjadi standar pelaksanaannya. Adapun menurut Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan yang menyatakan bahwa :

“ Dalam menjalankan program LARASITA ini, terdapat adanya suatu standar yang baku yang menjadi petunjuk pelaksanaan program LARASITA ini. Jadi segala sesuatunya harus mengikuti prosedur yang ada.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Selain itu berdasarkan pernyataan dari salah seorang pegawai pemberdayaan, yang menyatakan bahwa :

“ Pelaksanaan LARASITA sama halnya dengan pengurusan masalah tanah yang ada dikantor. Misalnya saja seperti Roya, syarat yang diperlukan adalah sertifikat atas tanah, sertifikat hak tanggungan, fotocopy dari bank dan itu sudah dilegalisasi oleh pihak bank, fotocopy pemilik tanah dan juga kartu keluarga, mengajukan surat permohonan roya. Setelah semua terlengkapi maka hasilnya bahwa sertifikat itu di roya.”

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Dari pernyataan tersebut diatas, diketahui bahwa prosedur yang dibutuhkan dalam pelaksanaan LARASIITA diatur dalam bentuk tatacara baku pelaksanaan, yang lebih dikenal dengan SOP dan SOP inilah yang menjadi acuan untuk seluruh pelaksana di Kantor BPN Kota Padangsidimpuan. Namun secara umum prosedur pelaksanaan program ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu masyarakat yang memanfaatkan LARASITA bahwa :


(44)

“ Ketika mobil LARASITA parkir di depan Kantor Lurah saya langsung menyerahkan berkas-berkas saya untuk mengurus pendaftaran tanah. Prosedur yang saya lalui sama saja dengan prosedur ketika mengurus di kantor langsung.”

(Hasil wawancara 27 Februari 2015) 2. Fragmentasi

Dalam pelaksanaan suatu program, kadangkala terdapat penyebaran tanggungjawab diantara beberapa unit kerja maupun instansi. Sehingga dibutuhkan adanya koordinasi dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait tersebut. Adapun dalam pelaksanaan program LARASITA ini, melibatkan beberapa pihak yang terkait, diantaranya BPN Kota Padangsidimpuan itu sendiri, Kantor BPN Provinsi, Kelurahan-kelurahan yang membantu sosialisasi dan masyarakat yang memanfaatkan program LARASITA

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan yang menyatakan bahwa:

“ Koordinasi dan kerjasama yang kami lakukan dengan pihak-pihak yang terkait baik. Kami mengirimkan laporan mengenai Program ini sekali dalam tiga bulan.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Kepala BPN bahwa :

“ Koordinasi kami lakukan dalam segala hal, baik dari segi masalah-masalah yang ada yang terkadang kami tidak bisa menyelesaikan. Kami juga membicarakan strategi yang akan kami gunakan untuk program ini kepada lurah tiap kecamatan.”

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas dapat diketahui, bahwa koordinasi dan kerja sama yang dilakukan dengan pusat maupun dengan lurah-lurah berjalan dengan baik., terlihat bahwa setiap tiga bulan sekali pihak BPN kota Padangsidimpuan memberikan laporan kepada pusat. Dan juga BPN kota


(45)

Padangsidimpuan juga tidak segan membicarakan strategi yang akan digunakan dalam program LARASITA sehingga pelaksanaan program dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

e. Kondisi sosial ekonomi dan politik

Hal yang perlu diperhatikan juga guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Kepala Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah bahwa :

“ Bapak Walikota sangat mendukung adanya program ini. Dan kami juga berkoordinasi dengan beliau masalah program ini. Dan juga program ini tidak akan berjalan jika tidak ada persetujuan dari beliau.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala BPN bahwa :

“Dengan adanya program ini kita bisa lihat dari pendapatan perkapita masyarakat sekitar yang memanfaatkan program ini,jika pendapatan yang dimiliki masyarakat sekitar bertambah dari tahun ke tahun tentunya program yang kami laksanakan dapat dikatakan berjalan dengan baik dan hal ini sangat mendapat respon positif bagi masyarakat.”

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat diketahui bahwa pihak-pihak atau kelompok-kelompok kepentingan memberikan dampak positif bagi program


(46)

LARASITA. Aspek lingkungan dan ekonomi juga sangat berpengaruh dimana dapat dilihat sejauh mana masyarakat merespon program ini

f. Disposisi atau sikap para pelaksana

Menurut pendapat Van Meter dan Van Horn, sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi, kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.

Sikap mereka itu mungkin dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan-kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Meter dan Van Horn menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan diawali penyaringan lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari :

1. Pengetahuan, pemahaman dan pendalaman terhadap kebijakan; 2. Arah respon mereka, apakah menerima, netral atau menolak; 3. Intensitas terhadap kebijakan.


(47)

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arrah disposisi pelaksana terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang krusial. Implementor mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.

Sebaliknya penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar dan tujuan kebijakan di antara mereka yang bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan. Pada akhirnya, intensitas disposisi para pelaksana dapat mempengaruhi pelaksana kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan.

1. Respon dan Kognisi terhadap kebijakan

Pemahaman akan kebijakan sangatlah penting begitu pula dengan respon dari implementor yang pastinya sangatlah berpengaruh terhadap pelaksanaan dari kebijakan tersebut. Hal ini dinyatakan oleh salah satu pegawai BPN bahwa :

““Respon dari pimpinan baik itu dari Kepala Kantor maupun dari Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan sangat baik, seperti mereka sudah beberapa kali ikut turun ke lapangan langsung dan bersentuhan langsung kepada masyarakat.”

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Hal ini juga diperjelas oleh Kepala BPN bahwa :

“Untuk pelatihan yang di ikuti oleh para implementor dari program LARASITA ini sudah sering dilaksanakan, baik berupa peraturan pemerintah maupun


(48)

pelatihan yang kami ikuti yang di sampaikan langsung oleh eselon 1,sehingga program ini sudah kami pahami dan mudah-mudahan dapat terlaksana sebagaimana mestinya”.

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas diketahui bahwa respon dan pemahaman akan kebijakan oleh implementor dapat dikatakan sudah sangat baik. Hal ini dilihat dari bagaimana mereka ikut terjun langsung dalam proses LARASITA dan sering melakukan kontrol terhadap pegawai-pegawainya.

2. Intensitas disposisi implementor

Intensitas terhadap kebijakan yakni sampai sejauh mana para implementor melakukan kontrol terhadap kebijakan ataupun program yang dilaksanakan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai BPN bahwa :

“ Selama ini kepala BPN selalu menekankan kepada semua staff untuk berbagi informasi yang baru ataupun jika ada kendala yang ada harus dibicarakan secepatnya agar dapat di diskusikan bagaimana mengatasinya. Kami juga dalam pelaksanaannya mengupayakan agar semua urusan mengenai tanah dapat diselesaikan dengan secepatnya.”

(Hasil wawancara 12 Maret 2015)

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan bahwa :

“ Tahun ini kami selalu melakukan upaya-upaya pengendalian dan pengontrolan terhadap program LARASITA ini. Karena program ini sangat membantu masyarakat dalam hal kepengurusan tanah.”

(Hasil wawancara 06 Maret 2015)

Demikian pula hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala BPN kota Padangsidimpuan bahwa :

“ Jika saya sedang tidak sibuk dikantor atau ada rapat dikantor pusat saya selalu mengusahakan untuk ikut ke lapangan. Tujuannya saya mengawasi dan melihat bagaimana pegawai bekerja. Apakah sesuai dengan apa yang ditetapkan atau melenceng. Tetapi saya melihat, mereka melakukannya dengan baik.”


(49)

Dari hasil wawancara yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa disposisi oleh implementor dapat dikatakan sudah cukup baik. Dapat dilihat bahwa implementor melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap program LARASITA. Bahkan terkadang implementor terjun langsung ke lapangan untuk melihat jalannya program.

Tabel 5.1 Jadwal Kegiatan LARASITA

No Hari/Tanggal Kegiatan

Jam Km

Mobil

Lokasi Koordinator Keterangan

Tanda

tangan Pergi Pulang

1. Rabu,4 maret

2015 1. Penyuluhan 2. Pengecekan Sertifikat 09.00 WIB 12.00 WIB 7829– 7850 Km 1.Padangsidimpua n Hutaimbaru 2.Padangsidimpua n Utara 3.Padangsidimpua n Batunadua

1. Rifi Hamdhani

Rangkuti S Sit

1. SHM No. 270/PAL IV Maria a.n. Saharuddin Siregar

2.SHM No. 134/Kayu Ombun a.n. Samsul Arifin

3. SHM No.

79/Batunadua Julu a.n. Agus Simatupang 4.SHM No. 361/Sitamiang a.n. Roma Harahap 5.SHM No. 90/Kayuombun a.n. Sardi Harahap 6.SHM No. 176/Batunadua Julu a.n. Fachry Harahap


(50)

Sumber : Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan

V.3 Analisis Data

Dari hasil penelitian yang telah kami dapatkan di atas maka secara umum program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikasi Tanah) di Kota Padangsidimpuan secara umum dapat di bahas sebagai berikut:

Seluruh kecamatan yang ada di Kota Padangsidimpuan yaitu: Kecamatan Padangsidimpuan Baru, Kecamatan Hutaimbaru, Kecamatan Angkola Julu, Kecamatan Batunadua dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara dapat memanfaatkan program tersebut. Sejauh ini BPN belum menentukan daerah yang menjadi perhatian khusus untuk program LARASITA ini.

2. Kamis, 5 Maret 2015 1. Penyuluhan 2. Pengecekan Sertifikat 09.00 WIB 12.00 WIB 7854-7892 Km 1. Padangsidimpu an Utara 2. Padangsidimpu an Tenggara 3. Padangsidimpu an Batunadua

1. Rifi Hamdhani

Rangkuti S Sit

1. SHM No. 47/Gunung Hasahatan a.n. Endon Harahap

2. SHM No. 276/PAL IV Pijorkoling a.n. M. Sholeh Kamaruddin

3. SHM No. 921/Wek II a.n. Saungkopan Siregar

4. SHM No. 351/Wek III a.n. Muhammad Rohim Harahap

5. SHM No. 46/Gunung Hasahatan a.n. Ali Gusnar Siregar

3. Rabu, 11 Maret

2015 1.Penyuluhan 2.Pengecekan sertifikat 09.00 WIB 12.00 WIB 7911-7930 Km 1. Padangsidimpu an Batunadua 2. Padangsidimpu an Utara

1. Fifi Hamdhani

Rangkuti S Sit

1.SHM No. 37/ Gunung Hasahatan a.n. Repelita Siregar

2.SHM No. 245/Wek III a.n. Darsal Sikumbang


(51)

Berdasarkan observasi melalui metode wawancara juga dapat diketahui bahwa yang menjadi sasaran dari program ini adalah semua masyarakat yang memang ingin memanfaatkan program tersebut. Dan tujuan dari program ini adalah agar lebih memudahkan masyarakat dalam mengurus permasalahan sertifikasi tanah dan ini memang sesuai dengan tujuan dari program LARASITA yang seharusnya. Dan dengan program ini masyarakat juga terhindar dari calo.

Secara kuantitas pelaksana dari program LARASITA ini memang kurang memadai, dapat diketahui dengan tutupnya Seksi IV yang dulunya mengurusi penuh program LARASITA ini. Tetapi kualitas dari pelaksana dapat dikatakan baik. Dapat dilihat dari observasi yang dilakukan melalui metode wawancara bahwa pihak-pihak yang terkait dengan program ini berpartisipasi aktif. Dan ini merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pelaksanaan program.

Selain jumlah pelaksana yang memadai juga diperlukan adanya pelaksana yang kompeten dalam menjalankan program tersebut, karena apabila jumlah pelaksana tidak mencukupi, dan tidak mempunyai kemampuan atau keahlian dalam menjalankan program, maka dalam proses pelaksanaannya tidak dapat berjalan dengan maksimal atau bahkan gagal. Ketersediaan sumber daya manusia yang terampil merupakan hal yang sangat penting agar pelaksanaan program lebih efisien dan efektif, dimana kadangkala pelaksanaan suatu kegiatan terhambat bukan karena jumlah pelaksana yang tidak memadai, tetapi lebih pada kurangnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaksana.

Dari hasil wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa untuk masalah pembiayaan dalam hal program LARASITA ini sudah terdistribusikan secara


(52)

baik, sehingga program dapat terlaksana sebagaimana mestinya karena sebagaimana yang dikemukan oleh Van Horn dan Varn Meter bahwa selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

Secara umum bahwa penyampaian informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana diberikan melalui rapat yang rutin diadakan setiap minggunya. Dan pelaksana menjalankan program mengikuti aturan atau prosedur yang ada dan didampingi oleh peraturan pemerintah mengenai program LARASITA ini. Tetapi untuk penyampaian program LARASITA kepada masyarakat, pihak BPN tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sebagian masyarakat tahu mengenai program ini karena mereka mempunyai kerabat yang bekerja diinstansi yang terkait. Dan sebagian masyarakat juga mengetahui program tersebut karena rasa keingintahuan mereka mengenai mobil LARASITA yang terparkir di kantor lurah.

Adapun tujuan dari program LARASITA ini telah dipahami dengan jelas oleh masyarakat, meskipun secara detail dan lengkap mengenai syarat, waktu pelaksanaan serta prosedur-prosedur belum dipahami oleh seluruh masyarakat. Hal ini dikarenakan karena kurangnya sosialisasi oleh pihak pelaksana. Adapun ketidakjelasan informasi menyebabkan kesalahan .persepsi bagi pelaksana dan masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan dapat melenceng dari tujuan awal. Oleh karena itu dalam komunikasi perlu memperhatikan dan memastikan kejelasan informasi agar dipahami oleh semua pihak. Hal tersebut dapat berupa


(53)

pelayanan kontak masyarakat dengan pelaksana, serta upaya aktif dari semua pihak dalam mencari kejelasan informasi.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan LARASITA ini telah ada konsistensi sesuai dengan informasi yang diberikan sebelumnya dalam hal pelaksanaan.

Secara umum diketahui bahwa prosedur yang dibutuhkan dalam pelaksanaan LARASIITA diatur dalam bentuk tatacara baku pelaksanaan, yang lebih dikenal dengan SOP, SOP inilah yang menjadi acuan untuk seluruh pelaksana di Kantor BPN Kota Padangsidimpuan. Namun secara umum prosedur pelaksanaan program ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan waktu yang lama.

Koordinasi dan kerjasama antar pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan program LARASITA berjalan dengan baik, ini terlihat dengan kesigapan para pelaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Adanya penyebaran tanggung jawab dari beberapa pihak dapat menyebabkan kendala, namun jika koordinasi dan kerjasama dapat dilakukan dengan baik hal tersebut tidak akan menjadi kendala dalam pelaksanaan suatu program, tetapi bisa dijadikan kekuatan sehingga pelaksanaan suatu program dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Kelompok-kelompok kepentingan yang terkait sangat mendukung program LARASITA ini, seperti aspek lingkungan dan ekonomi juga berpengaruh dimana para masyarakat sangat merespon program LARASITA ini

Sama halnya dengan respon dan pemahaman akan kebijakan oleh implementor dapat dikatakan sudah sangat baik. Hal ini dilihat dari bagaimana mereka ikut


(54)

terjun langsung dalam proses LARASITA dan sering melakukan kontrol terhadap pegawai-pegawainya.

Intensitas dari disposisi oleh implementor dapat dikatakan sudah cukup baik, hal ini dilihat dari bagaimana para implementor yang selalu melakukan proses pengontrolan terhadap program LARASITA dan juga para implementor yang biasa ikut langsung dalam pelaksanaan program tersebut

Dapat disimpulkan bahwa tanggapan masyarakat yang memanfaatkan LARASITA, ini dapat terlihat dari data-data yang telah ada dan masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program ini

Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang memanfaatkan program LARASITA yakni lebih memudahkan masyarakat dalam proses pengurusan sertipikasi tanah, namun yang menjadi kendala bagi masyarakat yang memanfaatkan program LARASITA yaitu ketidak jelasan informasi yang diterima, mengenai syarat dan prosedur-prosedur yang lain.


(55)

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian ini penulis mencoba mengambil beberapa kesimpulan dan memberikan saran sebagai langkah terakhir dalam penulisan hasil penelitian.

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :

1. Pelaksanaan program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) dapat dikatakan sudah cukup efektif dalam memudahkan proses kepengurusan tanah sejauh ini. Namun ada beberapa faktor yang harus diperhatikan agar program ini semakin baik. Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar organisasi dan organisasi lain, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial,ekonomi,dan politik, dan disposisi implementor. Dari ke-enam


(56)

faktor ini ada dua faktor yang masih belum terpenuhi dengan baik yaitu : faktor komunikasi dan faktor sumber daya manusia. Dari faktor komunikasi yang menjadi masalah adalah dapat dilihat dari wawancara yang dilakukan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengerti betul mengenai program ini, sebagian besar hanya masih mengetahui tentang tujuan dari program LARASITA ini, sedangkan untuk persyaratan dan prosedurnya masyarakat masih banyak yang tidak mengerti. Hal ini dapat dimaklumi, karena dari pihak pelaksana tidak pernah melakukan sosialisasi program LARASITA ini kepada sasaran program/ masyarakat. Sedangkan dari segi faktor sumber daya, dari pihak pelaksana berdasarkan kuantitas masih sangat kurang. Sehingga karena kekurangan pegawai/staff ini mengakibatkan program ini dilibatkan kesuluruh staff/pegawai BPN Kota Padangsidimpuan. Dan dapat dipastikan adanya penumpukan tugas yang terjadi. Walaupun dari segi kualitas pelaksana dapat dikatakan cukup baik, tetapi dari segi kuantitas pelaksana membutuhkan penambahan pegawai/staff.

VI.2 SARAN

Adapun saran yang diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Dengan kurangnya jumlah pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Padangsidimpuan yang jelas berakibat kurang maksimalnya pelayanan, hendaknya dapat diajukan permohonan penambahan jumlah pegawai pada Kantor Pertanahan. Dengan penembahan jumlah pegawai, dapat mengurangi terjadinya penumpukan tugas pada setiap pegawai dan dalam


(57)

pelaksanaan LARASITA dapat menjalankan perannya dengan lebih baik lagi.

2. Program LARASITA ini merupakan program yang sangat memudahkan bahkan dapat dikatakan menguntungkan masyarakat sebagai sasaran dari program ini. Dan agar masyarakat lebih banyak mengetahui tentang program ini dan dapat memanfaatkan dengan baik program ini, seharusnya pihak pelaksana memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Dan sosialisasi dapat juga dibantu dengan pihak Lurah tiap kecamatan. Agar tujuan dan sasaran kebijakan ini tepat pada sasarannya.


(58)

II.1 Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun teori dalam penelitian ini adalah :

II.2 Kebijakan Publik

Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981:1) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not). Definisi kebijakan publik menurut Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa : (1) Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan swasta; (2) Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Sedangkan James E. Anderson (1979:3) mendefiniskan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya ( dikutip Dye, 1981:366-377 ). Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik


(59)

hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-pratika sosial yang ada dalam masyarakat ( Subarsono, 2009:3 ). Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Dalam pandangan Ripley (1985:49), tahapan kebijakan publik digambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.1 Proses Kebijakan Publik

Diikuti

Diperlukan

Diperlukan Evaluasi thd

Implementasi, Kinerja,

Kinerja dan Dampak Kebijakan

Kebijakan Baru

Hasil

Hasil

Hasil

Mengarah ke

Penyusunan Agenda Agenda Pemerintah

Formulasi & Legitimasi

Kebijakan Kebijakan

Implementasi

Kebijakan Tindakan Kebijakan

Dalam penyusunan agenda kebijakan ada tiga kegiatan yang diperlukan yakni ; (1) Membangun persepsi dikalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh sekelompok masyarakat tertentu dianggap masalah, tetapi oleh sebagaian


(60)

masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap sebagai masalah; (2) Membuat batasan masalah; dan (3) Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negoisasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang terpilih. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Pada tahap ini perlu dukungan sumberdaya, dan penyusunan organisasi pelaksanan kebijakan. Dalam proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan datang lebih baik dan berhasil

II.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah impelementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood (Tangkilisan, 2003:17), hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam


(61)

keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky (1984:21), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Dan menurut Patton dan Sawicki (1986:25) bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Jadi tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor. Dan untuk kebijakan makro usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi (Tangkilisan, 2003:18)

Berbagai studi kasus berfokus pada satu kebijakan atau satu aspek sebuah kebijakan. Mereka memberikan yang kaya akan nuansa yang berakitan dengan pembuatan kebijakan dan menguji ke dalam nuansa yang mungkin hilang dalam perlakuan lebih luas. Namun demikian, pendekatan studi terhadap pengkajian implementasi kebijakan sifatnya terbatas. Dengan sifat yang amat alaminya dalam


(62)

memfokuskan secara sempit dalam satu isu, sebuah studi kasus tidak bisa berfungsi sebagai basis untuk generalisasi sederetan luas kebijakan. Studi kasus implementasi belum secara sistematis mengidentifikasikan atau menganalisis berbagai faktor yang kritis dalam implementasi kebijakan publik .

Dalam sebuah studi yang berkualitas, Eugene Bardach telah memakai metafora induk “permainan” untuk mengkaji implementasi. Bardach (Edward III, 1980:1) memperdebatkan bahwa kerangka kerja permainan yang ia telah kembangkan menerangi pembuatan keputusan dengan mengarahkan perhatian pada para pemain (mereka yang terlibat dalam impelementasi), taruhan, strategi dan taktik, sumberdaya, aturan main dan komunikasinya, serat tingkat ketidakpastian seputar hasil.

Proses implementasi kebijakan hendaknya melalui alur seperti yang dikemukakan oleh Dye (1981:70) sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Analisis Kebijakan Publik Public Policy

Public Environment

Sumber : Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, 3 th ed. (Englewood Cliffs, NJ; Pretice Hall, 1981)

Berdasarkan gambar/bagan pemikiran dihubungkan dengan permasalahan yang diteliti sebagai berikut :


(63)

1. Public Policy, merupakan rangkaian pilihan yang harus lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam bidang-bidang isu sejak pertahanan, energi, dan kesehatan sampai pendidikan, kesejahteraan, dan kejahatan. Pada salah satu bidang isu tersebut terdapat banyak isu kebijakan, yaitu serangkaian arah tindakan pemerintah yang aktual ataupun yang potensial yang mengandung konflik diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat.

2. Policy Stakeholder, yaitu para individu dan atau kelompok individu yang mempunyai andil di dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.

3. Policy Environment, yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian di sekeliling isu kebijakan terjadi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik, oleh karena itu sistem kebijakan berisi proses yang bersifat dialektis, yang berarti bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuatan kebijakan tidak terpisahkan di dalam prakteknya. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan; sistem kebijakan adalah realitas objektif yang dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya; para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.


(64)

Input Proses Output Outcomes

1. Input, sumberdaya-sumberdaya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana.

2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat.

3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan tersebut.

4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapkan dimana akan memberikan tujuan kebijakan yang positif kepada pemerintah dan masyarakat sebagai penerima manfaat.

Pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi kebijakan dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan : Apakah prakondisi untuk implementasi kebijakan yang sukses? Ada empat faktor atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebijakan publik menurut George C. Edwards III (1980: 9-12) :

1) Komunikasi

Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan harus tahu apa yang mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat, dan kebijakan ini mesti jelas, akurat dan konsisten.


(65)

2) Sumberdaya

Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat didalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan; dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan.

3) Disposisi

Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publk. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan.

4) Struktur Birokrasi

Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin menegerjakannya, impelentasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam strukltur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan


(1)

17.Dan untuk keempat perempuan-perempuan hang-out penulis Yedesiah Pratidina Siagian, Neni Simbolon, Ayu Febrina Panjaitan dan Astry Silalahi penulis ucapkan terima kasih.

18.Terima kasih juga kepada semua teman-teman Ilmu Administrasi Negara stambuk 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang sudah memberi berbagai masukan untuk penulisan skripsi ini.

19.Terakhir, tidak lupa terima kasih kepada Bapak Kepala BPN Pak Fachrul Husin Nasution, SH, M.Kn yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan banyak data maupun informasi mengenai LARASITA ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Medan, Maret 2015

Nurholijah Siregar NIM. 110903022


(2)

vi DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Bagan ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teori ... 10

II.2 Kebijakan Publik ... 10

II.3 Implementasi Kebijakan ... 12

II.4 Hak Atas Tanah ... 21

II.5 Pendaftaran Tanah ... 22

II.5.1 Tujuan Pendafataran Tanah ... 22


(3)

II.7 LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) ... 25

II.8 Definisi Konsep ... 27

II.9 Sistematika Penulisan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Bentuk Penelitian ... 31

III.2 Lokasi Penelitian ... 31

III.3 Informan Penelitian ... 31

III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

III.5 Teknik Analisa Data ... 33

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1 Sejarah Wilayah ... 35

IV.2 Letak Wilayah ... 35

IV.3 Luas Wilayah ... 36

IV.4 Administrasi Wilayah ... 37

IV.5 Badan Pertanahan Nasional ... 40

IV.6 Visi dan Misi Kantor BPN Kota Padangsidimpuan ... 45


(4)

viii

IV.8 Loket Pelayanan Kantor ... 47

IV.9 Struktur Organisasi ... 49

BAB V ANALISIS DAN PENYAJIAN DATA V.1 Implementasi LARASITA di Kota Padangsidimpuan ... 56

V.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Implementasi ... 59

a. Standar dan Sasaran Kebijakan ... 59

b. Sumber Daya ... 61

c. Hubungan Antar Organisasi ... 65

d. Karakteristik Organisasi Pelaksana ... 71

e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ... 73

f. Disposisi ... 74

V.3 Analisis Data ... 79

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan ... 84

VI.2 Saran ... 85


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Kecamatan Kota Padangsidimpuan ... 39

Tabel 4.2 Daftar Walikota Padangsidimpuan ... 40

Tabel 4.3 Pemanfaatan Sarana & Prasarana Kantor BPN Padangsidimpuan ... 48

Tabel 4.4 Daftar Pegawai Sipil Kantor BPN Kota Padangsidimpuan ... 52

Tabel 4.5 Struktur Organisasi LARASITA Kantor BPN Padangsidimpuan ... 54

Tabel 4.6 Struktur Tim LARASITA Kantor BPN Padangsidimpuan ... 55

Tabel 4.7 Lokasi Kegiatan LARASITA ... 59


(6)

x DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Proses Kebijakan Publik ... 11

Bagan 2.2 Kerangka Analisis Kebijakan Publik ... 15

Bagan 2.3 Kerangka Proses Kebijakan Publik ... 18

Bagan 2.4 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III ... 19


Dokumen yang terkait

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

4 96 98

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

1 44 98

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 12

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 1

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 9

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 20

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 2

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Bentuk Penelitian - Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 55

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 9

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

0 0 12