2.2 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan intervensi manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat
dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual Arsyad, 2010. Penggunaan lahan memiliki definisi yang berbeda
walaupun menggambarkan keadaan fisik permukaan bumi yang sama. Lillesand dan Kiefer 1993 dalam Poppy 2011 mendefinisikan penggunaan lahan
berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan
tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Sebagai contoh pada penggunaan lahan untuk pemukiman yang terdiri atas pemukiman,
rerumputan, dan pepohonan. Menurut Muiz 2009 dalam Poppy 2011, perubahan penggunaan lahan
diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan
konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial 4 ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan
komersial maupun industri. Perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta
penggunaan lahan dan penutupan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam
pengamatan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan landuse change meliputi pergeseran penggunaan lahan menuju penggunaan lahan yang
berbeda conversion atau diversifikasi pada penggunaan lahan yang sudah ada.
Secara umum perubahan lahan akan mengubah: a karakteristik aliran sungai, b jumlah aliran permukaan, c sifat hidrologis daerah yang bersangkutan Mayer
dan Tuner, 1994 dalam Nilda, 2014.
Klasifikasi penutup lahanpenggunaan lahan adalah upaya pengelompokan jenis penutup lahanpenggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan
sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahanpenggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk
tujuan pemetaan penutup lahanpenggunaan lahan Sitorus, dkk, 2006 dalam Julia Rahmi, 2009. Pengelompokan penggunaan lahan dalam penelitian ini dibagi
menjadi tujuh kategori, terdiri dari hutan, semakbelukar, kebunperkebunan
campuran, pemukiman, sawah irigasi, tegalanladang dan lahan terbuka. 2.3
Curah Hujan
Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar outflow.
Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut. Penguapan dari daratan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Uap yang dihasilkan mengalami kondensasi
dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi Machairiyah, 2007.
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan rainfall depth akan dialihragamkan
menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan surface runoff, aliran antara interflow, sub surface flow maupun sebagai aliran air tanah
groundwater. Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah
hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan
titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan chactment area yang kecil sampai yang besar Novie, 2005.
Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan memprediksi suatu besaran hujan atau
debit dengan masa ulang tertentu Sri Harto, 1993 dalam Febrina Girsang, 2008. Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara
benar untuk analisis data hujan. Dalam praktek sering dijumpai perhitungan yang kurang tepat, yaitu dengan cara mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan
dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara tersebut tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan masing-masing pos
hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dengan yang seharusnya Suripin, 2004 dalam Febrina Girsang, 2008.
Menurut Sosrodarsono dan Takeda 1993 dalam Febrina Girsang 2004 mengatakan bahwa curah hujan daerah harus diperkirakan dari beberapa titik
pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :
1. Cara Rata-Rata Aljabar
Jika titik pengamatan banyak dan tersebar merata di seluruh daerah dapat digunakan cara ini. Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari
hasil yang didapat dengan cara lain. 2.
Cara Polygon Thiessen
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka perhitungan curah hujan harian rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh tiap titik pengamatan. 3.
Cara Isohiet Cara ini adalah cara rasionil yang paling baik jika garis-garis isohiet dapat
digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta
isohiet ini akan terdapat kesalahan pribadi pembuat peta.
2.4 Debit Air Sungai