Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya disingkat menjadi KUHP tidak merumuskan secara eksplisit mengenai pengertian anak, tetapi dapat dilihat pada beberapa pasal yang member batasan 16 tahun sebagai usia dewasa Pasal 45, 47 KUHP. Anak yang berusia dibawah tersebut masih menjadi tanggung jawab orang tuanya kalau melanggar hukum pidana. Tingkah laku mereka yang melanggar hukum itupun misalnya mencuri belum disebut sebagai kejahatan melainkan hanya disebut sebagai kenakalan. Kalau kenakalan tersebut sudah membahayakan masyarakat dan patut dijatuhi hukuman oleh negara, dan ternyata orang tuanya tidak mampu untuk mendidik anak itu lebih lanjut, maka anak itu menjadi tanggung jawab negara dan dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak-Anak. 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Selain itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW juga diatur mengenai batasan seorang anak, dimana dalam Pasal 330 ayat 1 memuat batas antara belum dewasa dengan telah dewasa yaitu 21 tahun, kecuali anak tesrsebut telah kawin sebelum berumur 21 tahun dan pendewasaan. Pasal senada dengan Pasal 1 angka 2 Undang- Undang nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa pengertian anak di perluas lagi dan cenderung 5 Sarlito W. Sarwono, 2011, Psikologi Remaja edisi revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 6-7. kepada penggunaan anak dalam sistem peradilan, yaitu Anak yang Berhadapan deang Hukum, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang Berkonflik dengan Hulum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut dengan Anak adalah anak yang telah berusia 12 dua belas tahun, tetapi belum berusia 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dan Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berusia 18 delapan belas tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental danatau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Anak yang sudah mengijak 12 tahun sampai dengan 21 tahun umumnya kita kenal sebagai kaum remaja, yang mana mereka sudah mampu untuk berpikir secara kritis, cepat dan bermanfaat dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hasil pemikiran tersebut nantinya diharapkan memiliki suatu nilai kemanfaatan, baik bagi dirinya sendiri maupun khalayak umum. Namun jika ditelusuri lebih jauh, ternyata tidaklah sepenuhnya demikian. Pemikiran anak remaja yang bersifat kritis, cepat dan bermanfaat dapat pula mengundang hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Terkadang banyak perbuatan yang dilakukan sampai melanggar norma- norma ataupun hukum positif yang perlaku di masyarakat. Perilaku seperti inilah yang dulu sering disebut kenakalan anak, dan yang sekarang disebut kejahatan anak. Kejahatan anak ini tidak hanya perbuatan yang melanggar aturan atau hukum positif yang berlaku, tetapi juga melanggar norma-norma yang ada dalam masyarakat. 6 Perilaku yang dilakukan oleh anak ini diambil dari istilah asing Juvenile Delinquecy yang berarti perilaku jahat dursila atau kejahatan anak-anak muda, merupakan gejala sakit patologis secara spesial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. 7 Salah satu bentuk kejahatan anak sebagai akibat perkembangan teknologi dan industri adalah penggunaan sarana sepeda motor untuk balapan liar di jalan raya. Balapan liar adalah merupakan kegiatan beradu kecepatan tinggi yang melebihi batas normal yang ada dalam undang-undang lalu lintas baik itu sepeda motor maupun mobil yang tidak sesuai dengan standar nasioana ataupun standar perlengkapan, yang dilakukan diatas lintasan umum. Artinya bahwa kegiatan balapan ini dilaksanakan tanpa memiliki ijin resmi dan dilakukan bukan pada lintasan balapan resmi, melainkan di jalan raya. Fenomena balapan liar sebagai salah satu wujud perilaku penyimpangan anak, akan menjadi salah satu masalah besar apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Balapan liar ini merupakan “perbuatan yang dilarang” dan pengaturannya terdapat dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hal ini diatur dalam Pasal 297 jo Pasal 115 huruf b Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas 6 Rachmad Iswan Nusi, 2014, Efektifitas Penanggulangan Terhadap Pelaku Balapan Liar Oleh Remaja Studi di Polresta Samarinda, available at: http:hukum.ub.ac.idwp- contentuploads201401JURNAL-RACHMAD-ISWAN.pdf, accessed 20 Januari 2015 7 Katini Kartono, 2011, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 6. dan Angkutan Jalan, yang menyatakan bahwa : setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di jalan sebagaimana dimaksud pasal 115 huruf b dipidana kurungan paligg lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 tiga juta rupiah. Perilaku anak seperti ini banyak kita jumpai di kota-kota besar dan bahkan sudah mulai menjamur di kota-kota kecil yang ada di setiap provinsi. Adapun tempat penulis melakukan penelitian skripsi ini adalah di Kota Denpasar yang merupakan bagian dari Wilayah Hukum Polresta Denpasar. Alasan penulis melakukan penelitian di Kota Denpasar adalah bahwa Denpasar merupakan ibukota sekaligus wilayah administratif dari Provinsi Bali. Sehingga, terdapat pula banyak pelajar yang ada di wilayah ini. Maka dari itu, banyak lembaga atau intuisi pendidikan yang disediakan di wilayah ini. Maka seharusnya pelajar yang ada lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan tidak menggunakan waktu luangnya untuk hal-hal yang tidak baik. Alasan kedua penulis melakukan penelitian di Kota Denpasar adalah bahwa volume jalan yang besar, dan pada saat tengah malam tingkat penggunaan kendaraan tidak begitu banyakpadat, memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan kegiatan kebut-kebutan atau balapan liar di jalan raya. Alasan ketiga penulis melakukan penelitian di Kota Denpasar adalah bahwa berdasarkan data tingkat pelanggaran lalu lintas di Kota Denpasar sangatlah tinggi dibandingkan kabupaten lain yang ada di Provensi Bali. Berikut ini data jumlah pelanggaran disemua di Provensi Bali pada tahun 2015 : Tabel 1. Data Jumlah pelanggaran lalu lintas di Provinsi Bali NO POLRES JUMLAH PELANGGARAN KET TILANG TEGURAN JUMLAH 1 DIT LANTAS 3.084 875 3.959 2 POLRESTA DPS 11.092 5.247 16.339 3 RES BADUNG 6.638 1.936 8.574 4 RES BULELENG 5.682 2.085 7.767 5 RES TABANAN 4.525 1.613 6.138 6 RES GIANYAR 5.219 5.624 10.843 7 RES KLUNGKUNG 1.900 1.090 2.990 8 RES BANGLI 2.334 2.619 4.953 9 RES KARANGASEM 2.151 889 3.040 10 RES JEMBRANA 5.095 3.738 8.833 JUMLAH 47.720 25.716 73.436 Sumber : Laporan Dit Lantas Polda Bali Pada data tabel 1 di atas dapat dilihat perbandingan jumlah pelaku pelangaran lalu lintas di Provinsi Bali pada tahun 2015. Dapat diketahui bahwa jumlah pelaku pelanggaran lalu lintas tertinggi terdapat di wilayah hukum Polresta Denpasar. Balapan liar yang banyak terjadi di Kota Denpasar merupakan salah satu alternatif bagi anak-anak remaja untuk mengekspresikan dirinya sebagai suatu pencitraan diri. Biasanya para pembalapan liar ini membentuk suatu kelempok komunitas sebagai wadah mereka mengaktualisasikan diri dan sering menamakan kelompok mereka dengan sebutan geng motor. Padahal memurut fakta yang ada, geng motor bukan merupakan jati diri Bangsa Indonesia. Balapan liar ini, menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di masyarakat. Karena resiko yang dihadapi sangat besar, mulai dari berurusan dengan polisi, kecelakaan yang mengakibatkan cacad hingga kematian. Peran Kepolisian sangat mendominasi dalam upaya penanggulangan balapan liar ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh kepolisian dalam menanggulangi balapan liar, seperti: penyitaan sepeda motor, mengadakan kerjasama dengan pecalang di tempat sekitar diadakannya balapan liar, serta adanya sanksi dari desa tempat anak yang melanggar tersebut tinggal. Selain itu diperlukan juga peran masyarakat sebagai pendukungnya. Melalu sarana penal dan non penal, pihak kepolisian dapat bertindak guna menanggulangi balapan liar, yang sejatinya balapan liar tersebut merupakan salah satu bentuk tindakan yang melanggar hukum materiil mengenai lalu lintas. Berdasarkan Pasal 297 jo pasal 115 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sudah sangat jelas dinyatakan dalam pasal tersebut mengenai larangan adanya balapan liar. Pada kenyataan dan fakta yang ada, di Kota Denpasar masih terdapat banyak pelanggaran terhadap aturan tersebut. Dan berbagai upaya juga telah dilakukan oleh kepolisian seperti yang sudah dipaparkan di paragraph sebelumnya, namun tetap saja masih banyak anak yang melakukan balapan liar. Sehingga dalam hal ini, selain diperlukan upaya yang maksimalunruk menanggulangi balapan liar tersebut, juga perlu diketahui apa yang menjadi faktor atau motivasi anak tersebut melakukan balapan liar. Penangkapan pelaku balapan liar ini sebenarnya agak susah untuk dilakukan, Karena berhubungan dengan keselamatan di jalan raya, baik untuk si pembalapan liar, polisi itu sendiri ataupun pengguna jalan lainnya yang melintas pada saat balapan itu terjadi. Balapan liar yang terjadi di Kota Denpasar, biasanya dilakukan pada setiap hari sabtu atau minggu. Di mana balapan ini terjadi di 3 tiga tempat yaitu Jalan Raya Gatot Subroto Denpasar Utara, Jalan Raya Renon dan di Jalan By Pass IB Mantra. Adapun data balapan liar yang sudah ditindakdiproses 3 tiga tahun terakhir, yaitu: Tabel 2. Data Jumlah Pelanggaran Balapan Liar NO TAHUN JUMLAH PELANGGARAN 1 2012 52 2 2013 31 3 2014 157 4 2015 64 Sumber : Laporan Satuan Lalu Lintas Polresta Denpasar Pada tabel 2 di atas dapat dilihat adanya fluktuasi jumlah pelanggaran balapan liar di Kota Denpasar dalam empat tahun terakhir yakni sejak tahun 2012 sampai tahun 2015. Dapat dicermati terjadi penurunan jumlah pelanggaran balapan liar pada tahun 2013, dimana pada tahun 2013 pelanggaran balapan liar jumlahnya tidak sebanyak pada tahun 2012. Namun pada tahun 2014 terjadi penigkatan jumlah pelanggaran balapan liar yang sangat signifikan, dimana pada tahun 2014 menjadi titik tertinggi banyaknya jumlah balapan liar. Kemudian penurunan angka balapan liar pada tahun 2015. Adanya fluktuasi jumlah balapan liar ini tentu saja dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, baik itu dari sudut kesadaran hukum masyarakat maupun dari segi optimalisasi penegakan hukumnya. Melihat fakta yang ada di lapangan, balapan liar sebagai salah satu wujud dari perilaku menyimpang anak terjadi karena berbagai alasan. Alasan-alasan tersebut, seperti: kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua, kurangnya media atau sarana bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif, ataupun pengaruh dari teman sepermainan. Apapun yang menjadi alasan anak tersebut melakukan balapan liar, tetap saja kiranya perbuatan itu harus dihindari. Karena nantinya akan membawa danpak yang tidak baik yang mengganggu ketentraman dan ketenangan masyarakat di sekitarnya. Pada penelitian ini akan dikaji dari aspek kriminologi, karena pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak yaitu balapan liar, dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang, masalah kejahatan anak ini terjadi karena penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan baku ataupun norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sehingga penulis melihat pentingnya masalah ini untuk dikaji dan harus segera dicarikan solusi atau upaya penanggulangannya. Berdasarkan kondisi empirik dan fakta yang ada sebagaimana yang dipaparkan di atas, penulis melihat adanya kesenjangan antara teori dan praktek. Undang-Undang telah mengatur secara jelas bahwa balapan liar merupakan suatu tindak pidana yang berupa pelanggaran lalu lintas dan dapat dipidana. Tetapi dalam kenyataannya di masyarakat khususnya kalangan anak muda, balapan liar tersebut tetap saja terjadi. Melihat kondisi inilah, maka penulis tertarik untuk menganalisa lebih dalam mengenai faktor penyebab dan upaya penanggulangan balapan liar di Kota Denpasar. Selanjutnya penulis memberikan judul dalam penelitian ini yaitu “TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA BALAPAN LIAR BERDASARKAN DATA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas oleh anak di bawah umur khususnya balapan liar di wilayah Kota Denpasar? 2. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur khususnya balapan liar di wilayah Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk lebih terarahnya tulisan ini perlu kiranya diadakan pembatasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukakan. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka pokok pembahasan disini adalah mengenai faktor-faktor penyebab anak melakukan balapan liar dan upaya Kepolisian dalam penanggulangan balapan liar di Kota Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Skripsi ini merupakan karya tulis asli penulis, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan penulis sangat terbuka atas saran dan kritik yang membangun bagi penyempurnaannya. Untuk memperlihatkan orisinalitas dari skripsi ini, maka dapat membandingkan dengan skripsi-skripsi yang pernah ada sebelumnya. Adapun skripsi-skripsi sebelumnya yang menyangkut tentang kriminoogi : 1. Skripsi dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kenakalan Remaja Studi Kasus : Balapan Liar di Kabupaten Sinjai Tahun 2011-2013 ” ditulis oleh Qasman tahun 2014 dari Universitas Hasanuddin Makasar, dengan rumusan masalah: 1 Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja khususnya balapan liar di Kabupaten Sinjai sejak Tahun 2011-2013? 2 Bagaimanakah upaya penanggulangan oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi kenakalan remaja khususnya balapan liar di Kabupaten Sinjai sejak Tahun 2011-2013? 2. Skripsi dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor di Kabupaten Gowa Studi Kasus Polres Gowa Tahun 2011 sd 2012” ditulis oleh Ibnu Tofail tahun 2013 dari Universitas Hasanuddin Makasar, dengan rumusan masalah: 1 Apakah yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di Kabupaten Gowa tahun 2011 sd 2012? 2 Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam rangka menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di Kabupaten Gowa tahun 2011 sd 2012? Bertolak dari beberapa skripsi di atas, maka dapat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dimana penelitian penulis ini menekankan pada kajian kriminologis mengenai pelaku pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak dalam melakukan balapan liar. Dalam penelitian terdahulu, baik Universitas Udayana maupun Universitas lainnya sepanjang penulis ketahui, penekanan pada penelitian ini belum pernah memperoleh kajian. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikemukakan masih bersifat orisinal dan layak dijadikan objek penelitiandalam skripsi ini. 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui dan menganalisa dari aspek kriminologi fenomena kejahatan anak dalam melakukan balapan liar yang merupakan pelanggaran lalu lintas di Kota Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan balapan liar di Kota Denpasar. 2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Kepolisian dalam penanggulangan balapan liar di Kota Denpasar. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoristis Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat agar mereka lebih mengetahui faktor penyebab terjadinya pelaku pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam melakukan balapan liar di Kota Denpasar.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini maka diharapkan agar dapat menjadi referensi bagi Kepolisian dalam melakukan upaya penanggulangan terhadap balapan liar di Kota Denpasar.

1.7 Landasan Teoritis

Pemikiran atau landasan teori akan digunakan sebagai landasan untuk membahas permasalahan dalam penelitian yang di dalamnya terdapat teori hukum teori khusus, konsep-konsep hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain. Dalam penelitian ini digunakan teori kriminologi serta konsep perilaku penyimpangan anak di bawah umum sebagai landasan analisis terhadap permasalahan yang ada. Dalam membahas dan menganalisa permasalahan yang dikemukakan diatas, maka ada beberapa teori yang dipaparkan terlebih dahulu dalam bab ini. Kata teori itu sendiri berasal dari theoria yang memiliki arti pandangan atau wawasan. 8 Sehingga teori yang nantinya dipakai sebagai acuan atau landasan dalam menjawab atau menganalisis permasalahan yang ada, untuk sementara ini dapat disepakati kebenarannya dan merupakan teori baku yang telah disepakati atau dijadikan landasan oleh para ahli hukum.

1.7.1 Teori Kontrol Sosial

Teori kontrol sosial pada dasarnya berusaha menjelaskan kenakalan remaja dan bukan kejahatan oleh orang dewasa, namun disini saya mehubungkan antara perilaku penyimpangan pada waktu kecil atau remaja membawa dampak 8 Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum, Cahaya atma Pustaka, Yogyakarta, h. 4. pada anak sampai tumbuh menjadi dewasa dan akan melakukan pelanggaran ataupun kejahatan, pengaruh bawaan dari masa lalu atau remaja membuat seseorang menjadi serakah, berkurangnya pendekatan keluarga atau pembentukan pada masa anak-anak, kurangnya pembentukan kepribadian dari keluarga maupun lingkungan sekolah akan berpengaruh pada waktu seseorang itu menempati posisi tertentu dalam jabatannya nanti. Perilaku pada masa kanak-kanak akan berpengaruh besar dalam karirnya dan akan menjadi kebiasaan. Menurut Travis Hirschi Teori kontrol Sosial kajiannya melihat dari sudut pandang criminal biology yaitu faktor dari dalam si pelaku dan criminal sociology yaitu faktor kondisi dalam lingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang seperti attachment, involvement, commitment, belief. 9 1. Teori Containment Containment Theory Teori containment, merupakan salah satu bagian dari teori control sosial. Ini muncul sebagai akibat dari tiga ragam perkembangan dalam kriminologi. Pertama adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik, dan kembali pada penyelidikan tentang tingkah laku kriminal. Kedua munculnya studi tentang “criminal juctice” sebagai ilmu baru yang telah membawa pengaruh terhadap kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem. Ketiga teori control sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru khususnya bagi tingkah laku anak atau remaja, yakni “self report survey”. 10 9 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Ctk.Kedua PT. Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm. 46 10 Gde Made Swardhana, op.cit., h. 143.