melakukan kenakalan, padahal mereka sudah mengetahui adanya larangan yang mengatur mengenai perbuatan yang dilakukan. Namun, mereka tetap saja
melakukan kenakalan itu karena dipengaruhi oleh dorongan dan tarikan baik yang berasal dari dalam diri ataupun luar diri anak tersebut. Selanjutnya dalam paragraf
berikutnya akan dipaparkan lebih lanjut mengenai penjelasan dari teori
containment.
Containment theory menurut Walter Reckless adalah untuk menjelaskan mengapa di tengah berbagai dorongan dan tarikan-tarikan beraneka macam, dan
apapun itu bentuknya, conformity penerimaan pada norma tetaplah menjadi sikap yang umum.
16
Teori containment pada dasarnya menyatakan bahwa individu- individu memiliki berbagai kontrol sosial containment yang membantunya di
dalam melawan tekanan-tekanan yang menarik mereka menuju kriminalitas. Artinya disini bahwa containment internal dan eksternal memiliki posisi netral,
berbeda dalam tarikan sosial social pull dan dorongan dari dalam individu.
17
Teori ini berusaha untuk mencatat kekuatan-kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi individu-individu melakukan tindak kejahatan, juga sifat-sifat
perorangan yang bisa mengisolasi mereka dari atau dorongan mereka melakukan kriminalitas. dengan Demikian kehadiran ataupun ketidakhadiran social pressures
berinterksi dengan kehadiran atau ketidakhadiran containment untuk menghasilkan atau tidak menghasilkan kejahatan perorangan.
18
16
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2009, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 94-95.
17
Lilik Mulyadi, op.cit.
18
Frank E. Hagan, 1989, Introduction to Criminology, Theories, Methods and Criminal Behavior, Nelson-Hall, Chicago, h. 44.
Walter Reckless bersama rekan-rekannya merasakan bahwa teori tersebut sangat bermanfaat dalam menjelaskan kejahatan maupun bukan kejahatan seperti
yang ditunjukkan dalam artikel “The Good Boy a High Delinquency Area”. Seseorang bisa mendapatkan pengaruh untuk melakukan kejahatan dan disebabkan
karena external pressures yang kuat dan external pull serta kelemahan inner containments dan outer containments, sedang yang lainnya tekanan-tekanan
pressures yang sama seperti ini bisa melawan disebabkan karena berkat keluarga yang kuat atau pemaknaan diri yang kuat.
19
Berdasarkan penjelasan teori containment dapat kita lihat bahwa anak dapat melakukan suatu penyimpangan atau kenakalan karena disebabkan oleh
sejauh mana dorongan-dorongan dari faktor internal seperti kebutuhan yang harus dipenuhi, kesalahan, kekejaman dan eksternal seperti seperti kemiskinan,
pengangguran dapat dikontrol oleh outer containment dan inner containment seseorang.
1.7.2 Teori Kebijakan Hukum Pidana
Untuk menganalisis penanggulangan terhadap anak yang melakukan balapan liar di jalan raya, maka digunakan teori kebijakan hukum pidana.
Kenakalan anak yang terjadi saat ini khususnya dalam hal balapan liar di jalan raya, merupaka salah satu bentuk penyimpangan yang selalu ada dan melakat pada setiap
masyarakat. Terhadap masalah ini, tentunya telah banyak usaha penanggulangan yang dilakukan, mengingat dampak yang dihasilkan dari perilaku menyimpang ini
cukup membuat resah kehidupan masyarakat.
19
Ibid. h. 449.
Upaya penanggulangan kenakalan sesungguhnya merupakan upaya terus menerus dan bersinambungan yang selalu ada, bahkan tidak akan ada upaya yang
bersifat final. Upaya itu dilakukan untuk menjamin perlindungan dan kesejahteraan masyarakat.
20
Maka dari itu digunakanlah hukum sebagai suatu komponen sistem sosial yang dianggap lebih efektif menyelesaikan problem sosial yang berupa
kejahatan di masyarakat.
21
Hukum yang merupakan suatu sistem, dapat berjalan dengan efektif dan dipercaya oleh masyarakat, jika dalam pelaksanaanya sesuai dengan perasaan dan
nilai-nilai yang tumbuh berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk memformulasikan hukum atau undang-undang yang dalam hal ini
dikenal dengan politik hukum atau sering disebut politik kriminal. Politik kriminal criminal policy adalah usaha rasional untuk
menanggulangi kenakalan. Politik ini merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas law enforcement policy. Semuanya merupakan bagian dari
politik sosial, yakni usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.
22
Dengan demikin sekiranya kebijakan penanggulangan kenakalan politik kriminal dilakukan
dengan menggunakan sarana “penal” hukum pidana dan “non penal”. Kebijakan hukum pidana penal policy
khususnya pada tahap yudikatifaplikatif penegakan hukum pidana in concreto harus memperhatikan dan mengerah pada tercapainya tujuan dan kebijakan sosial
20
Budi Suhariyanto, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi Cybercrime Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 22.
21
Ibid, h. 23.
22
Muladi dan Barda Nawawi, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana, PT. Alumni, Bandung, h. 1.
itu sendiri, yaitu yang berupa social welfare kesejahteraan sosial dan social defence perlindungan masyarakat.
23
Terkait dengan masalah kebijakan kriminal, menurut Muladi terdapat dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal,
diantaranya adalah masalah penentuan : 1
Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana itu; 2
Sanksi apa yang sebaikanya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.
24
Analisis terhadap dua masalah sentral tidak dapat dilepaskan dari konsepsi integral antara kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial atau kebijakan
pembangunan nasional. Ini berarti pemecangan masalah-masalah diatas harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosial yang
dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan policy oriented approach.
Penanggulangan kenakalan, selain menggunakan kebijakan melalui sara penal, dalam hal ini juga digunakan sarana non penal. Dilihat dari sudut politik
kriminal, kebijakan paling strategis adalah melalui sarana non penal, karena lebih bersifat preventif dank arena kebijakan penal itu mempunyai keterbatasan dan
kelemahan yaitu bersifat fragmatis, tidak structural fungsional, lebih bersifat represif tidak preventif, harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi.
25
23
Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan yang selamjutnya disebut dengan Brda Nawawi Arief I ,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 77.
24
Budi Suhariyanto, op.cit, h. 34.
25
Barda Nawawi Arief, op.cit., h. 78.
Penggunaan saran non penal diberikan porsi yang lebih besar dari pada penggunaan sarana penal, dimana ada kebutuhan dalam konteks penanggulangan kenakalan
anak yang berorientasi untukmecapai faktor-faktor kondusif yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak faktor kriminogen.
26
Bertolak dari arti pemahaman kebijakan, istilah kebijakan dalam tulisan ini diambil dari istilah Policy Inggris atau Politic Belanda. Atas dasar dari kedua
istilah asing ini, maka istilah Kebijakan Hukum Pidana dapat pula disebut dengan istilah Politik Hukum Pidana. Dalam kepustakaan asing istilah Politik Hukum
Pidana ini sering dikenal dengan berbagai istilah antara lain Penal Policy, Criminal Law Policy, atau Strafreehts Politiek.
Kebijakan penanggulangan kenakalan atau yang biasa dikenal dengan istilah Politik Kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G.
Peter Hoefnagels, upaya penanggulangan kenakalan anak dapat ditempuh dengan 3 tiga cara, yaitu :
a. Penerapan hukum pidana Criminal law application;
b. Pencegahan tanpa pidana Prevention without punishment;
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan melaui media masa Influencing views of society on crime and punishment.
Berkaitan dengan teori kebijakan hukum pidana diatas, maka dalam hal penggunaan hukum pidana pada upaya pencegahan dan penanggulangan balapan
26
Maidin Gultom, 2010, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia, PT. Refinka Aditama, Bandung, h. 59.
liar yang semakin marak di masyarakat tentunya sangat relevan, mengingat bahaya- bahaya atau dampak dan kerugian yang dapat ditimbulkan dari meningkat pesatnya
kejahatan teknologi dan industri tersebut menjadi pertimbangan yang sangat layak. Karena bila kebijakan tersebut dilakukan dengan baik, maka apa yang menjadi
tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, dapat terwujud dan terealisasi dengan
maksimal.
1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian
Penelitian mengenai “Tinjauan Kriminologis Terhadap Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Khususnya Balapan Liar
Berdasarkan Data Di Kota Denpasar” adalah merupakan jenis penelitian ilmu hukum dengan kajian empiris. Karena penelitian ini menyangkut data maka dengan
sendirinya merupakan penelitian hukum empiris.
27
Kajian hukum empiris adalah kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur dan lain-lain
mengkaji law in action.
28
Penelitian hukum empiris ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dilakukannya balapan liar dan untuk
mengetahui upaya penanggulangan balapan liar dari pihak kepolisian.
27
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 2.
28
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 2.