Skrining Fitokimia Daun Muda Dan Daun Tua Gaharu(Aquilaria Malaccensis Lamk) Serta Kaitannya Dengan Umur Pohon Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan

(1)

SKRINING FITOKIMIA DAUN MUDA DAN DAUN TUA

GAHARU(Aquilaria malaccensis Lamk) SERTA KAITANNYA

DENGAN UMUR POHON YANG BERPOTENSI SEBAGAI

ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

Oleh:

Eben E J Sihombing

101201122/Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Skrining Fitokimia Daun Muda dan Daun Tua

Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) serta Kaitannya dengan Umur Pohon yang Berpotensi Sebagai

Antioksidan

Nama : Eben E J Sihombing NIM : 101201122

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P

Ketua Anggota

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D


(3)

ABSTRAK

EBEN EJ SIHOMBING : Skrining Fitokimia Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). serta Kaitannya dengan Umur Pohon yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Dibawah Bimbingan RIDWANTI BATUBARA S.Hut, M.P dan Dra. HERAWATY GINTING M.Si, Apt.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) saat ini sudah mulai populer dimanfaatkan sebagai minuman kesehatan. Perlu dilakukan pengujian awal untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia yang berperan penting bagi kesehatan manusia serta kandungan kadar tanin yang memberikan rasa sepat. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di laboratorium farmakognosi, Fakultas Farmasi dan Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian, USU pada Juli-September 2014 dengan pengujian Simplisia dan ekstrak metanol daun gaharu secara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Skirining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tannin dan saponin. Pengukuran kadar tanin dengan metode Lowenthal Procter.

Pengujian skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun gaharu memiliki senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, saponin negatif pada simplisia sedangkan pada ekstrak metanol positif, saponin cenderung tertarik oleh pelarut yang bersifat semi polar seperti metanol. Daun yang digunakam sebagai obat diare mempunyai senyawa tanin 9-12%, rata-rata kadar tanin yang diperoleh pada daun tua umur 7 tahun yaitu 1,8%, 1,62% dari daun muda umur 7 tahun, 1,17% dari daun tua umur 4 tahun dan 1,00% dari daun muda umur 4 tahun, kandungan kada tanin daun gaharu tidak memberikan rasa sepat jika digunakan jadi minuman kesehatan. Umur pohon gaharu berpengaruh nyata terhadap kandungan senyawa tanin, bertambahnya umur pohon maka kandungan tanin pada daun akan semakin tinggi.


(4)

ABSTRACT

EBEN EJ SIHOMBING : Phytochemical Screening Leaves Young and Old Leaves Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). and Relation to Age Trees Potential As Antioxidants. Under Guidance RIDWANTI BATUBARA S.Hut, M.P and Dra. HERAWATY GINTING M.Si, Apt.

Leaves gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Are now beginning to be used as a popular health drink. Necessary preliminary testing to determine the chemical compounds that are important for human health as well as the content of astringent tannins that give flavor. For that a study has been conducted in the laboratory of Pharmacognosy, Faculty of Pharmacy and Food Analysis Laboratory Materials Chemistry, Faculty of Agriculture, USU in July-September 2014, with testing and Crude methanol extract of gaharu leaves by maceration using methanol solvent. Skirining phytochemical compounds include examination group alkaloids, glycosides, steroids/triterpenoids, flavonoids, tannins and saponins. Measurements of tannins with Procter Lowenthal method.

Tests showed that the phytochemical screening of leaves of aloes have potential secondary metabolites as antioxidants, saponins, while negative in the methanol extract of crude drug positive, saponins tend to be attracted by the semi-polar solvents such as methanol. The leaves are used as medicine for diarrhea have 9-12% tannin, tannin content average obtained at the age of 7 years old leaves are 1.8%, 1.62% of the young leaves of the age of 7 years, 1.17% of the leaf old age of 4 years and 1.00% of the young leaves about 4 years old, the content of gaharu leaf tannins not give a sense of astringent when used so health drink. Age significantly affected the gaharu tree tannin content, age of trees, the content of tannins in the leaves will be higher.

Keywords: Leaf gaharu, phytochemical screening, methanol extracts, tannin levels


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Huta Banjar Ganjang pada tanggal 28 November 1989 dari ayah S. Sihombing dan ibu M. Pakpahan. Penulis merupakan anak ke lima dari delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar SD Negri 173322 Parulohan, Lintong Nihuta pada tahun 2003, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama dari SMP Negri 1 Lintong Nihuta pada tahun 2006, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas dari SMA Negeri 1 Lintong Nihuta tahun 2009 dan pada tahun 2010 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dan pada semester VII memilih minat studi Teknologi Hasil Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus dan Hutan Pendidikan USU Kabupaten Karo selama 10 hari.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Teso Nilo, Kab Pelalawan, Riau mulai tanggal 27 Januari-26 Februari 2014.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas berkat dan rahmat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Skrining Fitokimia Daun Muda dan Daun tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) serta Kaitannya dengan Umur Pohon yang Berpotensi sebagai Antioksidan”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) berdasarkan jenis daun muda dan tua dari pohon yang berumur 4 dan 7 tahun.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta (S. Sihombing dan M. Pakpahan) yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini serta selalu memberi dana, dukungan, doa dan motivasi untuk tetap semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberi masukan dan saran berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Abang P. Sihombing S.Pd/M. Br Simamora S.Pd, Kakak S. Br. Hombing Amk/J. Sihite S.T, A. Br Hombing S.Pd, S. Br Hombing S.Pd dan Adik R.K Sihombing, R Br Hombing, K Br Hombing atas cinta kasih dan doanya kepada penulis.

4. Bapak Drs. K. Sihombing M.Si dan Ibu Dra. S. Sitepu M.Pd atas motivasi dan dukungan kepada penulis selama kuliah.


(7)

5. Bapak Sani atas kesediaannya dalam memberikan izin untuk mengambil sampel di lahan pertanaman miliknya.

6. Teman-teman satu angkatan 2010 yang telah memberi semangat, dukungan dan motivasi.

7. Asisten laboratorium dan teman-teman penelitian di Laboratorium Farmakognosi, Fakultas Farmasi dan Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang bersedia membantu dan memberi masukan selama melakukan penelitian.

8. Semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna sebagai sumber informasi bagi segala pihak yang membutuhkan.


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) ... 4

Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia ... 5

Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) ... 6

Ekstraksi ... 7

Skrining Fitokimia ... 9

Radikal Bebas ... 14

Antioksidan ... 15

Sumber Antioksidan ... 17

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Bahan dan Alat Penelitian ... 18

Prosedur Penelitian ... 19

Pengambilan Sampel Tanaman ... 19

Determinasi Tanaman ... 19

Persiapan Bahan Baku ... 19

Pembuatan Pereaksi ... 19

Penetapan Kadar Air ... 21

Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Gaharu ... 22


(9)

Penentuan Kadar Tanin dengan Metode Lowenthal Procter .. 25

Analisis Data ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan Sampel Tanaman ... 28

Determinasi Tumbuhan ... 28

Persiapan Bahan Baku ... 28

Penetapan Kadar Air Simplisia ... 29

Ekstraksi Daun Gaharu ... 30

Hasil Skrining Fitokimia ... 32

Kadar Tanin ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Hasil Uji Fitokimia Daun Gaharu (Gyrinops versteegii) ... 16 2. Hasil Pengukuran Kadar Air Simplisia Daun Gaharu ... 29 3. Hasil Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) ... 31 4. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia, dan Ekstrak Metanol Daun Gaharu

Simplisia ... 33 5. Hasil Rata-rata Pengukuran Kadar Tanin Daun Gaharu ... 40 6. Hasil Sidik Ragam Pengukuran Kadar Tanin ... 41


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Ekstrak Metanol Daun Gaharu ... 31

2. Pemeriksaan Alkaloida... 34

3. Pemeriksaan Glikosida ... 35

4. Pemeriksaan Steroid/triterpenoid ... 36

5. Pemeriksaan Flavanoid ... 36

6. Pemeriksaan Tanin ... 38

7. Pemerisaan Saponin setelah penambahan HCl 2N ... 39


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) ... 46

2. Tumbuhan Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) ... 47

3. Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) ... 47

4. Simplisia Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) ... 48

5. Bagan Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Gaharu ... 49

6. Perhitungan Kadar Air Simplisian Daun Gaharu ... 50

7. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Daun Gaharu ... 53

8. Pengukuran % Kadar Tanin Simplisia Daun Gaharu ... 54


(13)

ABSTRAK

EBEN EJ SIHOMBING : Skrining Fitokimia Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). serta Kaitannya dengan Umur Pohon yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Dibawah Bimbingan RIDWANTI BATUBARA S.Hut, M.P dan Dra. HERAWATY GINTING M.Si, Apt.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) saat ini sudah mulai populer dimanfaatkan sebagai minuman kesehatan. Perlu dilakukan pengujian awal untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia yang berperan penting bagi kesehatan manusia serta kandungan kadar tanin yang memberikan rasa sepat. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di laboratorium farmakognosi, Fakultas Farmasi dan Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian, USU pada Juli-September 2014 dengan pengujian Simplisia dan ekstrak metanol daun gaharu secara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Skirining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tannin dan saponin. Pengukuran kadar tanin dengan metode Lowenthal Procter.

Pengujian skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun gaharu memiliki senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, saponin negatif pada simplisia sedangkan pada ekstrak metanol positif, saponin cenderung tertarik oleh pelarut yang bersifat semi polar seperti metanol. Daun yang digunakam sebagai obat diare mempunyai senyawa tanin 9-12%, rata-rata kadar tanin yang diperoleh pada daun tua umur 7 tahun yaitu 1,8%, 1,62% dari daun muda umur 7 tahun, 1,17% dari daun tua umur 4 tahun dan 1,00% dari daun muda umur 4 tahun, kandungan kada tanin daun gaharu tidak memberikan rasa sepat jika digunakan jadi minuman kesehatan. Umur pohon gaharu berpengaruh nyata terhadap kandungan senyawa tanin, bertambahnya umur pohon maka kandungan tanin pada daun akan semakin tinggi.


(14)

ABSTRACT

EBEN EJ SIHOMBING : Phytochemical Screening Leaves Young and Old Leaves Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). and Relation to Age Trees Potential As Antioxidants. Under Guidance RIDWANTI BATUBARA S.Hut, M.P and Dra. HERAWATY GINTING M.Si, Apt.

Leaves gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Are now beginning to be used as a popular health drink. Necessary preliminary testing to determine the chemical compounds that are important for human health as well as the content of astringent tannins that give flavor. For that a study has been conducted in the laboratory of Pharmacognosy, Faculty of Pharmacy and Food Analysis Laboratory Materials Chemistry, Faculty of Agriculture, USU in July-September 2014, with testing and Crude methanol extract of gaharu leaves by maceration using methanol solvent. Skirining phytochemical compounds include examination group alkaloids, glycosides, steroids/triterpenoids, flavonoids, tannins and saponins. Measurements of tannins with Procter Lowenthal method.

Tests showed that the phytochemical screening of leaves of aloes have potential secondary metabolites as antioxidants, saponins, while negative in the methanol extract of crude drug positive, saponins tend to be attracted by the semi-polar solvents such as methanol. The leaves are used as medicine for diarrhea have 9-12% tannin, tannin content average obtained at the age of 7 years old leaves are 1.8%, 1.62% of the young leaves of the age of 7 years, 1.17% of the leaf old age of 4 years and 1.00% of the young leaves about 4 years old, the content of gaharu leaf tannins not give a sense of astringent when used so health drink. Age significantly affected the gaharu tree tannin content, age of trees, the content of tannins in the leaves will be higher.

Keywords: Leaf gaharu, phytochemical screening, methanol extracts, tannin levels


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berubahnya pola hidup masyarakat serta pola makan yang tidak benar dan pertambahan usia mengakibatkan pembentukan radikal bebas dalam tubuh. Padatnya aktivitas kerja cenderung menyebabkan masyarakat mengkonsumsi makanan yang serba instan dan menerapkan pola makan yang tidak sehat. Makanan yang tidak sehat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Lingkungan tercemar, kesalahan pola makan dan gaya hidup, mampu merangsang tumbuhnya radikal bebas (free radical) yang dapat merusak tubuh (Mega dan Swastini, 2010).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif, akibatnya kerusakan sel dapat dihambat. Antioksidan berfungsi menetralisasi radikal bebas, sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan mendapatkan pasangan elektron dan menjadi stabil. Keberadaan antioksidan dapat melindungi tubuh dari berbagai macam penyakit degeneratif dan kanker (Winarsi 2007).

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) sudah mulai populer dimanfaatkan masyarakat petani gaharu di Bohorok, Kabupaten Langkat sebagai minuman yang diseduh. Hasil wawancara terhadap petani gaharu menjelaskan bahwa mengkonsumsi daun gaharu dari jenis ini memiliki banyak manfaat diantaranya memperbaiki pencernaan dan daun yang digunakan pada umumnya


(16)

daun yang masih muda. Pemanfaatan daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang digunakan sebagai minuman yang di seduh diduga memiliki kandungan senyawa kimia dari golongan flavanoida yaitu flavon, flavonol dan isoflavon sehingga dimanfaatkan daunnya sebagai minuman seduh yang berperan sebagai antioksidan.

Skrining fitokimia merupakan langkah awal untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan dan dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi yaitu seleksi awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk membuktikan adanya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut yang dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya dalam bidang pengobatan maupun farmasi (Farnsworth, 1996).

Dari hasil penelitian Silaban (2013) menunjukkan bahwa skrining fitokimia simplisia daun gaharu, ekstrak etanol daun gaharu dan ekstrak etanol simplisia memiliki golongan senyawa metabolit sekunder yaitu Flavanoid, Glikosida, Tanin, dan Steroid/triterpenoid yang berpotensi sebagai antioksidan. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak metanol daun gaharu dalam penelitian ini akan memberikan informasi penting tentang senyawa kimia yang terkandung didalam daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) untuk mempermudah dalam penentuan pemakaian terutama dalam bidang pengobatan.

Pemanfaatan daun gaharu sebagai minuman seduh menarik perhatian penulis untuk melihat golongan senyawa kimia yang dikandung berdasarkan jenis daun muda dan tua dari pohon yang berumur 4 dan 7 tahun. Hal ini terkait dengan pemanfaatan apakah selama pertumbuhan semua daun tersebut layak digunakan sebagai minuman seduh.


(17)

Tujuan Penelitian

Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) berdasarkan jenis daun muda dan tua dari pohon yang berumur 4 dan 7 tahun.

Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan informasi mengenai golongan senyawa-senyawa kimia yang

terkandung dalam daun muda dan daun tua gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dari pohon yang berumur 4 dan 7 tahun.

2. Dapat digunakan sebagai acuan mengenai pemanfaatan lebih lanjut. Hipotesis

Kandungan ekstrak daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) memiliki golongan senyawa kimia yang berbeda berdasarkan perbedaan jenis daun tua dan muda dari pohon yang berumur 4 dan 7 tahun.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang telah dikembangkan dengan teknik kultur jaringan. Jenis A. malaccensis Lamk merupakan jenis pohon gaharu yang paling banyak ditemukan di Sumatera Utara (Yusnita, 2003).

Taksonomi tumbuhan gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) menurut Tarigan (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dikotiledoneae Sub Kelas : Dialypetale Ordo : Myrtales Famili : Thymeleaceae Genus : Aquilaria

Species : Aquilaria malaccensis Lamk.

Gaharu memiliki morfologi atau ciri-ciri morfologi, tinggi pohon ini dapat mencapai 40 meter dengan diameter batang mencapai 60 cm. Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna keputih-putihan, kadang beralur dan kayunya agak keras. Bunga terdapat diujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm. Buahnya berbentuk bulat telur, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm. Buah gaharu berbentuk kapsul, dengan panjang


(19)

3.5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah (Tarigan, 2004). Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia

Daerah sebaran tumbuh pohon penghasil gaharu di Indonesia dijumpai di wilayah hutan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya dan Nusa Tenggara. Secara ekologis berada pada ketinggian 0-2400 mdpl, pada daerah beriklim panas dengan suhu antara 28º–340C, berkelembaban sekitar 80 % dan bercurah hujan antara 1000–2000 mm/th. Lahan tempat tumbuh pada berbagai variasi kondisi struktur dan tekstur tanah, baik pada lahan subur, sedang hingga lahan marginal. Gaharu dapat dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah atau hutan pegunungan, bahkan dijumpai pada lahan berpasir berbatu yang ekstrim (Sumarna, 2012).

Beberapa sifat biofisiologis tumbuh pohon penghasil gaharu yang penting untuk diperhatikan adalah faktor sifat fisiologis pertumbuhan, sebagian besar pohon pada fase pertumbuhan awal (vegetatif) memiliki sifat tidak tahan akan intensitas cahaya langsung (semitoleran) hingga berumur 2-3 tahun. Faktor lain sifat fenologis pembungaan dimana setiap jenis, selain dipengaruhi oleh kondisi iklim dan musim setempat juga akan dipengaruhi oleh kondisi edafis lahan tempat tumbuh. Sifat fenologis buah/benih yang rekalsitran, badan buah pecah dan tidak jatuh bersamaan dengan benih. Sifat fisiologis benih memiliki masa istirahat (dormansi) yang sangat rendah, benih-benih yang jatuh di bawah tajuk pohon induk pada kondisi optimal setelah 3-4 bulan akan tumbuh dan menghasilkan permudaan alam tingkat semai yang tinggi dan setelah 6-8 bulan akan terjadi persaingan, sehingga populasi anakan tingkat semai akan menurun hingga 60-70


(20)

%. Aspek pertumbuhan permudaan alam tingkat semai penting diketahui sebagai dasar dalam penyediaan bibit tanaman dengan cara memanfaatkan cabutan permudaan alam (Sumarna, 2012).

Semakin tinggi tingkat permintaan akan gaharu menyebabkan terjadinya eksploitasi A. malaccensis Lamk secara besar-besaran di hutan alam. Saat ini tanaman gaharu berada diambang kepunahan hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Convention On International Trade Endangered Species Of Wuild Flora And Fauna (CITES) yang memasukkan tanaman A. malaccensis ke dalam jenis tanaman terancam punah (Apendix II) (Sumarna, 2009). Pohon gaharu dapat dimanfaatkan bukan hanya gubalnya saja akan tetapi bagian batang, kulit batang, akar dan daun juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit (Tarigan, 2004).

Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Bagian tumbuhan yang berpotensi dalam proses fotosintesi adalah organ daun. Proses fotosintesis dalam daun membutuhkan suplai air, CO2 dan cahaya. Daun juga membutuhkan sisa gula (karbohidrat) dan O2 yang merupakan produk fotosintesis itu sendiri. seluruh kebutuhan daun untuk fotosintesis tersebut dipersiapkan oleh struktur daun (Utomo, 2007). Gaharu memiliki bentuk daun lonjong agak memanjang, panjang 6-8 cm, lebar 3-4 cm, bagian ujung meruncing. Daun yang kering berwarna abu-abu kehijaun, agak bergelombang, melengkung, permukaan daun atas-bawah licin dan mengkilap, tulang daun 12-16 pasang (Tarigan, 2004).

Kandungan kimia tanaman gaharu antara lain adalah: noroxo-agarofuran, agarospirol, 3,4-dihidroxy dihydroagarufuran, p-methoxy-benzylaceton


(21)

aquilochin, Jinkohol, jinkohol ermol dan kusunol. Senyawa antioksidan diantaranya adalah asam fenolik, flavonoid, karoten, vitamin E, (tokoferol), vitamin C, asam urat, bilirubin, dan albumin (Gheldof, et.al. 2002 dalam Mega dan Swastini, 2010). Zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium (Se) juga berperan sebagai antioksidan. Diantara zat-zat antioksidan ini diduga ada dalam ekstrak metanol daun gaharu seperti senyawa fenol dan flavonoid (Mega dan Swastini, 2010).

Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan tergantung dari sifat komponen yang akan diisolasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah sifat polaritas bahan. Sifat polaritas bahan harus sama dengan polaritas pelarut agar bahan dapat larut. Ada tiga jenis pelarut, yaitu pelarut polar, semi-polar dan non polar (Aras, 2013).

Menurut Depertemen Kesehatan Republik Indonesia (2000), beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:


(22)

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) yang terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. B. Cara panas

1. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat Sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(23)

3. Digesti

Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan secara terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

4. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

5. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit.

Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa organik. Skrining fitokimia terutama ditujukan terhadap golongan senyawa organik seperti alkaloid, glikosida, flavanoid, terpenoid, tanin dan lain-lain. Pada penelitian tumbuhan, untuk aktivitas biologi atau senyawa yang bermanfaat dalam pengobatan perlu diisolasi. Pemeriksaan fitokimia dengan teknik skrining dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi yaitu seleksi awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk membuktikan adanya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut dan dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya (Farnsworth, 1996).

Golongan senyawa-senyawa organik yang perlu diskrining pada penelitian ini adalah:


(24)

1. Alkaloida

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Hampir semua alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloida umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan (Lenny, 2006).

Alkaloida pada umumnya merupakan senyawa padat, berbentuk kristal atau amorf, tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit. Dalam bentuk bebas alkaloida merupakan basa lemah yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik. Untuk identifikasi biasanya dilakukan dengan menggunakan larutan pereaksi yang dapat membentuk endapan dengan alkaloida, misalnya pereaksi Meyer, Dragendroff dan lain-lain (Rusdi, 1998).

Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Jenis dan konsentrasi alkaloid dapat menjadi sangat beracun, salah satu jenis alkaloid yang beracun adalah nikotin. Alkaloid memiliki kegunaan dalam bidang medis, antara lain sebagai analgetika dan narkotika, mengubah kerja


(25)

jantung, penurun tekanan darah, obat asma, sebagai antimalari, stimulan uterus, dan anastesi lokal (Sirait 2007).

2. Glikosida

Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Kegunaan glikosida bagi tanaman yaitu sebagai cadangan gula untuk sementara, menjaga diri terhadap hama dan penyakit, mencegah saingan dari tanaman lain, pengatur turgor dan mencegah keracunan (Sirait, 2007).

Pengelompokan glikosida berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

a. Tipe O-heterosida atau O-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O, contohnya : salisin.

b. Tipe S-heterosida atau S-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S, contohnya : sinigrin.

c. Tipe N-heterosida atau N-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N, contohnya nikleosidin dan kronotosidin.

d. Tipe C-heterosida atau C-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C, contohnya : aloin dan viteksin

(Sirait, 2007). 3. Flavanoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan pada tumbuhan (Lenny, 2006). Flavanoida mencakup banyak pigmen dan terdapat pada seluruh dunia


(26)

tumbuhan mulai dari fungus hingga angiospermae. Flavanoida dalam tubuh bertindak menghambat enzim lipooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandim. Hal ini disebabkan karena flavanoida merupakan senyawa pereduksi yang baik sehingga akan menghambat reaksi oksidasi (Robinson, 1995).

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga dan hornwort. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tubuh tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji ( Markham, 1988). Senyawa Flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karakterisasi bentuk hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4,3,4 atau 3,4,5-terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, 1996).

4. Steroida/triterpenoida

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklo pentana perhidrofenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroida memberikan warna hijau-biru. Senyawa triterpenoid dan steroid berstruktur siklik dengan berbagai gugus fungsi yang melekat padanya, seperti gugus alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, sering kali memiliki titik leleh tinggi dan bersifat aktif optik Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa : triterpena


(27)

sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Triterpena tertentu menjadi terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya (Harborne, 1987).

5. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1987). Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan Mulyani, 2004).

6. Tanin

Tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang proteina. Tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kadar tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yakni pertahanan bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat pada paku-pakuan, gimnospermae, dan angiospermae, sedangkan tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Beberapa tanin terbukti mempunyai antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor (Harborne, 1987).


(28)

Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul sekitarnya untuk memperoleh pasangan electron. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degenerative lainnya. Tubuh memerlukan subtansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit (Waji dan Andis, 2009). Radikal bebas dapat terbentuk dalam tubuh atau masuk melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat dan makanan berlemak (Kumalaningsih, 2006).

Radikal bebas memiliki reaktivitas yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya. Senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Dampak kerja radikal bebas akan terbentuk radikal bebas yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya, namun bila dua senyawa radikal bertemu elektron yang tidak berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan bergabung dan membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya bila senyawa bertemu dengan senyawa bukan radikal bebas, akan terjadi tiga kemungkinan yaitu: radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak berpasangan (reduktor) pada senyawa bukan radikal bebas, radikal bebas menerima elektron (oksidator) dari senyawa bukan radikal bebas, radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas (Winarsi 2007).


(29)

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O-2), nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukan ataupun memadukan efek spesies oksigen reaktif (Muchtadi 2001). Antioksidan merupakan subtansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang terdapat menimbulkan stres oksidatif. Ada beberapa bentuk antioksidan diantaranya vitamin, mineral, dan fitokimia. Berbagai tipe antioksidan bekerja bersama dalam melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas. Anti oksidan adalah suatu inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif lebih stabil (Waji dan Andis, 2009).

Irianti (2008) juga menyatakan bahwa antioksidan alami sebenarnya sudah sejak dahulu digunakan secara turun temurun, namun belum banyak diteliti aktivitas dan kandungan bioaktifnya. Misalnya saja daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang sudah dimanfaatkan tetapi belum begitu


(30)

populer karena kurangnya informasi tentang kandungan senyawa-senyawa kimia dan kandungan biokaktifnya.

Berdasarkan penelitian Mega dan Swastini (2010), ekstrak daun gaharu dari jenis Gyrinops versteegii mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, terpenoid dan senyawa fenol. Hasil uji fitokimia daun gaharu (Gyrinops versteegii) dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia daun Gaharu (Gyrinops versteegii)

No Pereaksi Hasil Pengamatan Keterangan Perubahan warna larutan setelah + pereaksi

1 Willstater Coklat muda menjadi kuning muda (+) Mengandung Flavonoid 2 NaOH 10% Coklat muda menjadi kuning (+) Mengandung

Flavonoid 3 Meyer Tak terjadi perubahan/tak timbul endapan (-) Mengandung

Alkaloid 4

Leiberman-Burchard Coklat muda menjadi merah muda

(+) Mengandung Terpenoid 5 + Air lalu

dikocok

Tidak Timbul Buih yang stabil selama 5 menit

(+) Mengandung Saponin 6 +FeCl3 Coklat muda menjadi coklat keunguan

(+) Mengandung senyawa Fenol (Mega dan Swastini (2010).

Hasil uji fitokimia yang dilakukan Mega dan Swastini (2010), diketahui bahwa senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut yang diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai antiradikal bebas.

Bila produksi radikal bebas dalam tubuh terus meningkat karena pengaruh eksternal, sistem pertahanan antioksidan tubuh tidak akan efektif lagi bekerja sebagai pelindung serangan radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif, untuk mencegah terjadinya stres oksidatif diperlukan suplemen antioksidan. Antioksidan juga sering diistilahkan sebagai peredam dan pemerangkap (scavenger) radikal bebas yaitu molekul yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi menetralkan radikal bebas (Widowati, 2011).


(31)

Sumber Antikoksidan

Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serelia, sayur-sayuran, enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani, dkk. 2002). Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi radikah bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Giorgio, 2000).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Kumalaningsih, 2006).


(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli hingga September 2014. Uji fitokimia, ekstraksi dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan uji kadar tanin dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang muda dan tua. Bahan kimia yang digunakan

adalah bahan-bahan kimia yang berkualitas pro analisis adalah produksi E-Merck: toluen, kloroform, isoprospanol, benzen, n-heksana, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida, asam asetat anhidrida, amil alcohol, indigocarmin, KMNO4, gelatin, garam asam (NaCl) dan serbuk magnesium. Bahan kimia berkualitas teknis adalah metanol, etanol 96% dan air suling.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium (erlenmeyer, gelas beaker, gelas corong, gelas ukur, labu alas bulat, labu tentukur, tabung reaksi), aluminium foil, blender (National), lemari pengering, timbangan Elektrik, desikator, cawan porselin, krus tang dan pisau,

rotary evaporator (Heidolph VV-300), freeze dryer (Edwards), dan kamera digital.


(33)

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Tanaman

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah yang lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang diambil di Bohorok, Kabupaten Langkat dan di Arboretum USU Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Determinasi Tanaman

Identifikasi tanaman gaharu dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Persiapan Bahan Baku

Pada tahapan ini sampel daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang muda maupun tua dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan air mengalir, kemudian disebarkan diatas kertas perkamen hingga airnya terserap. Bahan dikeringkan di lemari pengering hingga kering dan rapuh, kemudian dihaluskan dengan cara diblender. Simplisia yang telah menjadi serbuk dimasukkan ke dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari sebelum dilakukan proses ekstraksi. Pembuatan Pereaksi

1. Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).


(34)

2. Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3. Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

4. Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

5. Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

6. Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM, 1995).

7. Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1995).


(35)

8. Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

9. Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampur dengan 1 bagian asam sulfat pekat. Larutan pereaksi ini harus dibuat baru.

10. Larutan indigocarmin

Sebanyak 6 gram indigocarmin di larutkan ke dalam 500 ml aquades dan dipanaskan. Setelah dingin ditambahkan aquades sampai satu liter lalu disaring (Sudarmadji, 1989).

11. Larutan KMnO4 0,1 N

Di timbang KMNO4 3,2 gram kemudian dilarutkan 1 liter aquades. Dididihkan selama 10-15 menit, kemudian disimpan selama satu malam. Setelah itu disaring dan diencerkan 1 liter aquades. Larutan KMNO4 standar perlu distandarisasi sebelum dipakai (Sudarmadji, 1989).

13. Larutan Gelatin

Sebanyak 1 gram gelatin dimasukkan ke dalam air hingga volume 10 ml lalu dipanaskan sampai gelatin larut semua.

Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5ml.

Cara kerja : Kedalam labu alas bulat dimasukkan 100 ml toluen dan 1 ml air suling, didestilasi selama 2 jam, toluen didinginkan selama 30 menit dan


(36)

volume air didalam tabung penerima dibaca, kemudian kedalam labu dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Serbuk simplisia diekstraksi dengan perendaman dengan menggunakan methanol dengan perbandingan 1:3, selama 3 hari. Pada penelitian ini digunakan pelarut methanol karena methanol merupakan pelarut polar yang dapat berinteraksi dengan sampel. Metanol memiliki titik didih 64,50C. Ekstrak larut methanol yang diperoleh, kemudian diuapkan dengan rotary vacuum evaporator

pada suhu 650C untuk menghilangkan kandungan methanol. Rendemen ekstrak dapat diketahui dengan menghitung kandungan ekstrak kering yang dilakukan dengan mengeringkan filtrat pekat menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kering

Rendemen = Berat ekstrak kering

����� ������ x 100%


(37)

Skrining Fitokimia

Skirining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tannin dan saponin. Skrining fitokimia dilakukan pada daun muda dan daun tua dari pohon yang berumur 4 dan 7 tahun. 1. Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.

a. Pada tabung I, ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Pada tabung II, ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.

c. Pada tabung III, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

2. Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 ml campuran dari tujuh bagian etanol 95% dengan tiga bagian air suling (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N. Kemudiaan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air


(38)

dikumpulkan kemudiaan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan perekasi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau glikosida (Ditjen POM, 1995).

3. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 ml n -heksan selama 2 jam, disaring , lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Burchard), timbulnya warna biru atau biru hijaumenunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

4. Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996). 5. Pemeriksaaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%.


(39)

Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1995).

6. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N buih tidak hilang (Ditjen POM, 1995).

Penentuan Kadar Tanin dengan Metode Lowenthal Procter Sebanyak 1 gram serbuk daun ditambahkan 80 mL akuades kemudian dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin dimasukkan ke labu ukur 100 mL lalu ditambah akuades sampai tanda batas, selanjutnya disaring (fitrat-1). Setelah disaring, diambil 2 mL filtrat-1 lalu ditambahkan 5 mL larutan indigokarmin dan 150 mL akuades, kemudian dititrasi dengan KMnO4 0,1 N sampai warna kuning keemasan (misalnya A mL). Selanjutnya diambil 20 mL filtrat-1 lalu ditambahkan berturut- turut 10 mL larutan gelatin, 20 mL larutan garam asam, 2 gram serbuk kemudian dihomogenkan beberapa menit dan disaring (filtrat-2). Filtrat-2 diambil 5 mL lalu dicampur dengan larutan indigokarmin sebanyak 5 mL dan akuades 150 mL, selanjutnya dititrasi dengan KMnO4 0,1 N (misalnya B mL). Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat. Selanjutnya kadar tanin dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Tanin = (50 A −50 B) × 0,1 × 0,00416

berat sampel × 100%

1 mL KMnO4 0,1 N = 0,00416 gram tannin, N = Normalitas KMnO4 (Sudarmadji, 1989).


(40)

Analisis Data

Analisis data hasil pengamatan yang dilakukan secara statistik. Data hasil uji fitokimia disajikan dalam bentuk tabulasi dan gambar, dan kadar tanin dianalisa dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 2 dengan ulangan sebanyak 7 kali untuk setiap perlakuan, sehingga dalam rancangan ini banyaknya satuan uji yang digunakan adalah 2 x 2 x 7 = 28 satuan uji.

Faktor-faktor percobaan yang diamati adalah :

1. Faktor umur pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) a. Umur 4 tahun

b. Umur 7 tahun

2. Faktor daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) a. Daun muda

b. Daun tua

Model umum percobaan rancangan acak lengkap dalam percobaan faktorial adalah

�ijk =� + �i + �j +��ij +�ijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ke-j pada ulangan ke-k µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh pada taraf ke-i faktor daun

βj = Pengaruh pada taraf ke-j faktor umur pohon


(41)

εijk = Pengaruh galat percobaan karena adanya perlakuan faktor umur ke-i, dan faktor daun ke-j.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Interaksi umur dan daun pohon

H0 = Interaksi perlakuan umur dan daun pohon berpengaruh tidak nyata terhadap kadar tanin

H1 = Interaksi perlakuan umur dan daun pohon berpengaruh nyata terhadap kadar tanin

2. Pengaruh Utama umur

H0 = Faktor umur pohon berpengaruh tidak nyata terhadap kadar tanin

H1 = Faktor umur pohon berpengaruh nyata terhadap kadar tanin 3. Pengaruh Utama daun

H0 = Faktor daun pohon berpengaruh tidak nyata terhadap kadar tanin H1 = Faktor daun pohon berpengaruh nyata terhadap kadar tanin .


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan Sampel Tanaman

Daun pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang berumur 4 tahun yang digunakan dalam penelitian ini di ambil dari Bohorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara dan daun pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang berumur 7 tahun di ambil dari Arboretum Universitas Sumatera utara, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Daun di ambil dari pohon gaharu yang belum terinduksi.

Determinasi Tanaman

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan menunjukkan bahwa sampel daun gaharu termasuk suku Thymeleaceae dan jenis

Aquilaria malaccensis Lamk (Lampiran 1). Persiapan Bahan Baku

Pengeringan bahan baku daun dilakukan dengan cara pengeringan secara buatan yaitu menggunakan lemari pengering dengan suhu 400C-500C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan ini juga bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan baku dan menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menurunkan mutu atau merusak simplisia. Pengeringan dengan cara buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu yang diperlukan untuk pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh cuaca (Ditjen POM, 1995). Daun yang telah kering dibuat


(43)

menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Penyerbukan daun sangat penting karena dapat meningkatkan kontak antara pelarut, atau pereaksi terhadap luas permukaan partikel serbuk sehingga pelarut atau pereaksi dapat masuk ke dalam serbuk dan akan mengeluarkan zat kimia yang akan bercampur dengan zat penyari sehingga proses penyarian dapat berlangsung secara efektif.

Penetapan Kadar Air Simplisia

Tabel 2. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Air Simplisia Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Umur

Jenis Daun

Muda Tua 4 Tahun 4,65% 4,96% 7 Tahun 4,95% 4,98%

Penetapan kadar air sangat berhubungan dengan mutu simplisia. Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih dapat ditolerir di dalam simplisia maupun ekstrak. Penetapan kadar air diatas lebih rendah di bandingkan dengan penetapan kadar air simplisia daun gaharu yang pernah dilakukan yaitu sebesar 6,32% (Silaban, 2013). Penentuan kadar air berguna untuk menduga keawetan atau ketahanan sampel dalam penyimpanan serta untuk mengoreksi rendemen yang dihasilkan. Kadar air simplisia bahan alam biasanya harus lebih rendah dari 10% agar bakteri atau jamur tidak tumbuh sehingga simplisia dapat disimpan dalam waktu yang lama (Winarno 1992). Kadar air simplisia tersebut telah memenuhi syarat standarisasi kadar air simplisia yaitu tidak melebihi 10% (Ditjen POM, 1995).

Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada simplisia maupun ekstrak, bakteri dan jamur akan cepat tumbuh dan bahan aktif yang terkandung di dalamnya dapat terurai. Kadar air yang melebihi persyaratan


(44)

dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur. Batas kadar air minimal yang dikandung simplisia akan berpengaruh terhadap lama penyimpanan sebelum simplisia tersebut digunakan.

Ekstraksi Daun Gaharu

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekstrasi cara dingin yang tepatnya dengan metode maserasi. Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan. Cara ekstraksi yang paling sederhana yaitu maserasi, karena bahan yang akan diekstrak cukup dilarutkan di dalam pelarut pada perbandingan tertentu dan menggunakan alat-alat sederhana. Daun Gaharu yang sudah halus dicampur dengan pelarut metanol dengan perbandingan 1:3, sedangkan lama maserasi adalah tiga hari dengan perendaman ulang terhadap residu selama dua hari.

Pelarut metanol yang digunakan dalam proses maserasi sangat mempengaruhi hasil ekstrak. Metanol merupakan pelarut semi polar yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang bersifat non polar ataupun polar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putri dkk. (2010) yang menyatakan bahwa pelarut metanol dapat melarutkan hampir semua senyawa organik dari sampel. Menurut Heath dan Reineccius (1986) bahwa metanol mampu mengekstrak senyawa organik, sebagian lemak serta tannin yang menyebabkan hasil ekstraksi metanol cukup kuat. Selain itu, pelarut metanol memiliki nilai kostanta dielektrik tinggi jika dibandingkan dengan pelarut yang lain sehingga pelarut metanol dapat membuka dinding sel yang mengakibatkan hampir semua senyawa dapat tertarik keluar dari dalam sel.


(45)

Serbuk daun gaharu yang di gunakan dalam penelitian ini sebesar 100 gram untuk semua perlakuan dengan pelarut metanol. Senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak metanol merupakan senyawa-senyawa polar karena metanol merupakan pelarut organik yang bersifat polar dan semi polar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dharmawan, dkk (1999) bahwa senyawa akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya.

a. Ekstrak daun tua 4 tahun b. Ekstrak daun muda 4 tahun

c. Ekstrak daun tua 7 tahun d. Ekstrak daun muda 7 tahun Gambar 1. Ekstrak Kering Metanol Daun Gaharu Tabel 3. Hasil Ekstrak Metanol Simplisia Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Jenis Daun Berat Daun Ekstrak Kering % 4 Muda 100 g 10,72 g 10,72%

4 Tua 100 g 13,71 g 13,71% 7 Muda 100 g 10,41 g 10,41% 7 Tua 100 g 11,99 g 11,99%


(46)

Hasil yang di peroleh pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak metanol dari daun muda umur 4 tahun sebesar 10,72% dari 100 g daun segar, daun tua umur 4 tahun sebesar 13,71% dari 100 g daun segar, daun muda umur 7 tahun sebesar 10,41% dari 100 g daun segar dan daun tua umur 7 tahun sebesar 11,99% dari 100 g daun segar. Banyaknya rendemen ekstrak yang diperoleh untuk setiap perlakuan tidak jauh berbeda, hal ini dikarenakan daun yang di ekstrak sejenis dan pelarut yang sama digunakan adalah pelarut metanol. Menurut Harborne (2006) hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel.

Pelarut yang digunakan juga tidak mempengaruhi hasil warna dari setiap jenis daun, cairan hasil penyarian berwarna hitam. Selanjutnya cairan di rotary

untuk menarik kembali pelarut sehingga yang tersisa hanya ekstraknya, ekstrak hasil rotary berwarna hitam dan berbentuk cair kental untuk semua jenis daun, hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan menguap secara sempurna pada saat dilakukan rotary sehingga yang tersisa adalah ekstrak pekatnya, selanjutnya ekstrak pekat dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer untuk menghilangkan sisa metanol pada ekstrak pekat sehingga diperoleh ekstrak kering. Pengeringan juga tidak mempengaruhi warna dan bentuk dari ekstrak, hasil pengeringan menghasilkanekstrak berwarna hitam dan pekat.

Hasil Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak


(47)

tumbuhan. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa organik, oleh karena itu skrining terutama ditujukan untuk golongan senyawa organik seperti alkaloida, glikosida, flavanoid, steroid/terpenoid, tanin dan saponin. Skrining merupakan langkah awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut yang dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya (Farnsworth, 1996).

Senyawa kimia yang bermanfaat dari tumbuhan adalah hasil dari metabolit sekunder yang berupa alkaloid, steroida/terpenoida, flavonoid atau fenolik. Senyawa ini diantaranya berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan atau gangguan yang ada disekitar, sebagai antibiotik dan juga sebagai antioksidan (Atmoko dan Ma’ruf, 2009).

Tabel 4. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Jenis Pemeriksaan Daun Alkaloid Glikosida Steroid/

triterpenoid Flavanoid Tanin Saponin

4 M - + + + + -

Simplisia 4 T - + + + + -

7 M - + + + + -

7 T - + + + + -

4 M - + + + + +

Ekstrak 4 T - + + + + + Metanol 7 M - + + + + +

7 T - + + + + +

Keterangan : M : Muda T : Tua

+ : Terdeteksi mengandung senyawa - : Tidak terdeteksi mengandung senyawa

Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa simplisia dan ekstrak metanol positif memiliki senyawa glikosida, steroid/triterpenoid, flavanoid dan tanin. Perbedaan dapat dilihat pada saponin, dimana pada simplisia saponin tidak terdeteksi sedangkan pada ekstrak metanolnya positif mengandung saponin hal ini


(48)

dikarenakan pelarut metanol bersifat semipolar yang dapat menarik analit yang bersifat polar dan nonpolar sehingga saponin akan cenderung tertarik oleh pelarut semi polar.

1. Alkaloid

Senyawa alkaloid tidak terdapat pada simplisia daun gaharu maupun ekstrak metanolnya. Hal ini di tandai dengan tidak adanya endapan berwarna putih atau kuning pada pereaksi meyer, endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan pada pereaksi dragendrorff dan endapan berwarna coklat sampai kehitaman pada pereaksi bouchardat.

(a)Simplisia (b) Ekstrak Metanol Gambar 2. Pemeriksaan Alkaloid

Pengujian ini hanya menghasilkan larutan jernih pada penambahan pereaksi Mayer, warna kuning pada penambahan pereaksi Bouchardat dan warna coklat pada pereaksi Dragendorf. Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Jenis dan konsentrasi alkaloid dapat menjadi sangat beracun, salah satu jenis alkaloid yang beracun adalah nikotin. Alkaloid memiliki kegunaan dalam bidang medis, antara lain sebagai analgetika


(49)

dan narkotika, mengubah kerja jantung, penurun tekanan darah, obat asma, sebagai antimalari, stimulan uterus, dan anastesi lokal (Sirait 2007).

2. Glikosida

Hasil uji terhadap simplisia daun gaharu dan ekstrak metanol daun gaharu menunjukkan adanya senyawa glikosida. Penambahan pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat membentuk cincin ungu yang menunjukkan kandungan glikosida. Kegunaan glikosida bagi tanaman yaitu sebagai cadangan gula untuk sementara, menjaga diri terhadap hama dan penyakit, mencegah saingan dari tanaman lain, pengatur turgor dan mencegah keracunan (Sirait, 2007).

(a) Simplisia (b) Ekstrak Metanol Gambar 3. Pemeriksaan Glikosida 3. Steroid/Triterpenoid

Hasil uji fitokimia simplisia daun gaharu dan ekstrak metanol daun gaharu menunjukan pada daun gaharu terdapat steroid/Triterpenoid. Timbulnya warna merah setelah penambahan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat menunjukkan adanya steroid/triterpenoid pada daun gaharu. Triterpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait 2007). Senyawa-senyawa golongan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas fisiologis tertentu, seperti antijamur,


(50)

antibakteri, antivirus, kerusakan hati, gangguan menstruasi, dan dapat mengatasi penyakit diabetes (Asih dkk. 2010).

(a) Simplisia (b) Ekstark Metanol Gambar 4. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid 4. Flavanoid

(a) Simplisia (b) Ekstrak metanol Gambar 5. Pemeriksaan Flavanoid

Senyawa flavanoid positif pada simplisia dan ekstrak metanol ditandai dengan terbentuknya warna kuning pada simplisia dan warna merah pada ekstrak metanol pada lapisan amil alkoholnya. Flavanoid mencakup banyak pigmen dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan. Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta sebagai zat warna kuning yang


(51)

ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak jenis ulat tertentu (Lenny 2006). Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida dan terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari, dan akar (Sirait 2007). Flavonoid pada tumbuhan berguna untuk menarik serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji. Flavonoid dapat berguna bagi kehidupan manusia. Flavon dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon yang terhidroksilasi bekerja sebagai diurematik dan sebagai antioksidan pada lemak (Sirait 2007).

Dengan terbentuknya warna kuning pada simplisia di lapisan amil alkohol dan warna merah pada ekstrak metanol di lapisan amil alkohol maka dapat dikatakan bahwa daun gaharu berpotensi sebagai antioksidan yang berfungsi bagi manusia untuk menangkal radikal bebas. Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (2001) yang menyatakan bahwa Flavanoid sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan karena komponen bioaktif ini merupakan komponen fenol terbesar. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan mampu menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Efektivitas sebagai antioksidan tergantung pada jumlah dan posisi OH, senyawa flavonoid ini banyak terdapat pada bagian daun tanaman. Selain itu sebagai antioksidan, senyawa ini dapat juga menangkap spesies oksigen reaktif (ROS) yang terbentuk selama proses penceraan makanan di dalam tubuh. Senyawa flavonoid tersebut bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena gugus hidroksil yang dikandungnya mendonorkan hidrogen kepada radikal bebas.


(52)

Senyawa tersebut mampu menetralisir radikal bebas dengan memberikan elektron kepadanya sehingga atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron dan tidak lagi menjadi radikal (Silalahi, 2006).

5. Tanin

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein (Malangngi dkk, 2012). Dari hasil pemeriksaan terhadap simplisia daun gaharu dan ekstrak metanol daun gaharu menunjukkan adanya senyawa tanin pada daun gaharu, penambahan FeCl3 1% terhadap filtrat yang telah di encerkan menghasilkan warna hijau kehitaman yang menunjukkan adanya senyawa tanin. Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan (Desmiaty dkk, 2008). Sehingga kandungan tanin yang terkandung dalam daun gaharu berpotensi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas.

(a) Simplisia (b) Ekstrak Metanol


(53)

6. Saponin

(a) Simplisia (b) Ekstrak Metanol Gambar 7. Pemeriksaan Saponin setelah penambahan HCl 2N

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah (Sirait 2007). Dari hasil pengujian terhadap simplisia daun gaharu dan ekstrak metanolnya terbentuk busa setelah pengocokan, tetapi setelah penambahan asam klorida (HCl) 2N busa hilang dan tidak stabil pada filtrat simplisia dan pada ekstrak metanol daun gaharu busa tidak hilang dan stabil hal ini disebabkan karena metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar dan nonpolar. Metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid dari tanaman (Thompson, 1985). Senyawa saponin tersebut akan cenderung tertarik oleh pelarut yang bersifat semi polar seperti metanol. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan untuk membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Marliana dkk., 2005).


(54)

Kadar Tanin

Gambar 8. Pengukuran kadar tanin pada simplisia daun gaharu

Tabel 5. Hasil Rata-rata Pengukuran Kadar Tanin Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Umur Jenis Daun

Muda Tua 4 Tahun 1,00% 1,17% 7 Tahun 1,62% 1,80%

Hasil penetapan kadar rata-rata tannin (Tabel 5) daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dari umur yang berbeda dan daun yang berbeda tidak memenuhi standar Depkes RI untuk dijadakan sebagai obat. Rata-rata kadar tanin tertinggi terdapat pada daun tua umur 7 tahun yaitu sebesar 1,80% dan terendah pada daun muda umur 4 tahun yaitu sebesar 1,00%. Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah daunnya, karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin 9-12%, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat (Depkes, 1989). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua bagian daun dari umur 4 dan 7 layak digunakan sebagai minuman seduh karena jumlah kadar tanin yang terkandung dari tiap daun tidak jauh berbeda dan tidak memberikan rasa sepat jika digunakan menjadi minuman yang di seduh.


(55)

Tabel 6. Hasil Sidik Ragam Pengukuran kadar Tanin Sumber Kerangaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F. Hit F. Tab 5% Perlakuan 3 2,763 0,921 5,163tn 3,01 Umur pohon 1 2,46 2,46 14,369* 4,26 Jenis daun 1 0,296 0,296 1,296tn 4,26 U×JD 1 0,006 0,006 0,028tn 4,26 Galat 24 5,484 0,229

Total 27 8,247 Ket: * = Berpengaruh nyata

tn = tidak berpengaruh nyata

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa faktor umur pohon berpengaruh nyata terhadap kandungan senyawa kadar tanin daun gaharu, sedangkan jenis daun dan interaksi antara umur dan jenis daun tidak berpengaruh. Faktor umur yang berpengaruh nyata terhadap kandungan senyawa tanin menunjukkan bahwa semakin bertambah umur pohon gaharu maka kandungan tanin yang terdapat pada daun akan semakin tinggi. Perbedaan persen kandungan tanin untuk tiap umur ini di pengaruhi oleh tempat tumbuh pohon gaharu, iklim dan waktu pemanenan yang berbeda-beda hal ini sesuai dengan pendapat Prayitno (1982), bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan kadar tanin antara lain ; perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh, dan ketinggian juga bervariasi tergantung pada letak geografis dan musim. Andriani (2011) menyatakan bahwa senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanaman dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain perbedaan iklim, habitat, kondisi nutrisi tanah dan waktu pemanenan. Kadar tanin yang terkandung didalam daun gaharu tersebut berpotensi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dari semua umur dan jenis daun mengandung senyawa metabolit sekunder yang sama dan bermamfaat bagi manusia yaitu glikosida, flavanoid, steroid/tritertepenoid dan tanin yang berpotensi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas. Pada ekstrak daun gaharu saponin positif sedangkan pada simplisia tidak terdeteksi.

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk peneliti selanjutnya adalah adanya pengujian aktivitas antioksidan berdasarkan daun muda dan tua dari berbagai umur.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, A. 2011. Skrining Fitokimia dan Uji Penghambatan Aktivitas α -Glukosidae pada Ekstrak Etanol dari Beberapa Tanaman yang Digunakan Sebagai Obat Antidiabetes. FMIPA. UI. Depok.

Aras, T.R. 2013. Uji Toksitas Ekstrak Teripang Holothuria scabra terhadap

Artemia salina. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Asih LA, Gunawan IG, Ariani NM. 2010. Isolasi dan identifikasi senyawa golongan triterpenoid dari ekstrak n-heksan daun kepuh (Sterculia foelida

L.) serta uji aktivitas antiradikal bebas. Jurnal Kimia 4(2): 135-140.

Atmoko, T. dan A. Ma’ruf. 2009. Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia Ekstrak Tumbuhan Sumber Pakan Orangutan Terhadap Larva Artemia Salina L.

Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam. 6(1): 37-45.

Departemen Kesehatan, 1989. Vademakum Bahan Obat Alam. Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depertemen Kesehatan RI (Ditjen POM). 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Desmiaty, Y. Ratih H. Dewi MA. Agustin R. 2008. Penentuan Jumlah Tanin Total

pada Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang Darah (Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kolometri dengan Pereaksi Biru Prusia. Ortocarpus (8). 106-109

Dharmawan, N., Purnama Darmaji, Eni Harmayani. 1999. Kemampuan Ekstrak Fraksi-Fraksi Buah Pace (Morinda citrifolia) sebagai Antibakteri,

Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI depertemen Kesehatan RI. Jakarta.

Farnsworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences 55(3):263.

Giorgi. P. 2000. Flavonoid an Antioxidant. Journal National Product. 63. 1035-1045.

Gunawan, D. dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan dari Phytochemical Methods


(58)

Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro. Bandung : Penerbit ITB.

Heath, H.B dan G. Reineccius. 1986. Flavour Cehemistry and Technology AVI. Book-New York.

Irianti, A. 2008. Aplikasi Ekstrak Daun Sirih dalam Menghambat Oksidasi Lemak Jambal Patin. Tesis. Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Jeimo, D.E. 2011. Uji Fitokimia Daun Otikai (Alphitonia sp) asal Kabupaten

Paniai Porovinsi Papua. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Manokwari.

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami, Penangkal Radikal Bebas: Sumber, manfaat, cara penyediaan dan pengolahan. Trubus Agrisana. Surabaya. Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida. Karya

Ilmiah. FMIPA USU. Medan.

Malangngi, L P, Meiske S S. Jessy J E P. 2012 Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.). jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 5-10

Marliana, S. D., V. Suryanti, dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi, 3 (1). Pp. 26-31. Mega, I.M. dan Swastini, D.A. 2010. Skrining fitokimia dan aktivitas antiradikal

bebas ekstrak metanol daun gaharu (Gyrinops versteegii). Jurnal Kimia 4(2): 187-192.

Muchtadi D. 2001. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif [Laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Putri WS, Supriyanti FM, Zackiyah. 2010. Penentuan aktivitas dan jenis inhibisi

ekstrak methanol kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk sebagai inhibitor tirosinase. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia 1(1): 94-99.

Prayitno, T.A. 1982. Pengaruh Umur terhadap Kadar Tanin dalam Pohon. Duta Rimba 8 (55) : 43 – 44.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Penerbit ITB. Bandung.

Rusdi. 1998. Tumbuhan sebagai sumber bahan obat. Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang.


(59)

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Silaban, S. Ridwanti B. Herawaty G. 2013. Sakrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). USU. Medan

Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Penerbit ITB. Bandung. Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dari Pertanian. Liberti. Yogyakarta. Sumarna, Y. 2009. Gaharu; Budidaya dan Rekayasa Produksi. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Sumarna, Y. 2012. Budidaya Jenis Pohon Penghasil Gaharu. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Tarigan, K. 2004. Profil Pengusahaan (Budidaya) Gaharu. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Thompson, E. B. 1985. Drug Bioscreening. America: Graceway Publishing Company, Inc. Pp. 40, 118.

Utomo, B. 2007. Karya Ilmiah Fotosintesis pada Tumbuhan. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Waji, R.A. Andis S. 2009. Makalah Kimia Organik Bahan Alam Flavanoid (Quercetin). FMIPA. Universitas Hasanuddin.

Widowati, W. 2011. Uji Fitokimia dan Potensi Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.). Pusat Penelitian Ilmu Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Bandung.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius. World Health Organization. 1998. Quality Control Methods For Medicinal Plant

Materials. Geneva: WHO. Halaman 26-27.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan; Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta.


(60)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)


(61)

Lampiran 2. Tumbuhan Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Pohon gaharu di Arboretum USU Pohon gaharu di Bohorok Lampiran 3. Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)


(62)

(63)

Lampiran 5. Bagan Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Gaharu 100 garm serbuk simplisia

Dimasukkan ke dalam bejana kaca

Direndam selama 3 hari dan terlindung dari sinar matahari. Sesekali diaduk.

Disaring

Maserat Ampas

Maserat Ampas

Ampas direndam kembali dengan metanol selama 2 hari. Sesekali diaduk

Dimasukkan kedalam bejana kaca, digabung Disaring

Dipekatkan dengan alat rotary evaporator

Ekstrak cair

Dikeringkan dengan alat freeze dryer


(64)

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Air Simplisia Daun Gaharu a. Daun tua pohon gaharu umur 7 tahun

1. Berat Sampel = 5,010 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 2,6 ml Volume Akhir (Va) = 2,85 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100% Kadar Air =2,85−2,6

5,010 × 100%

Kadar Air = 4,99%

2. Berat Sampel = 5,012 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 6,1 ml Volume Akhir (Va) = 6,3 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100% Kadar Air =6,3−6,1

5,012 × 100% Kadar Air = 3,99%

3. Berat Sampel = 5,017 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 7,05 ml Volume Akhir (Va) = 7,35 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100% Kadar Air =7,35−7,05

5,017 × 100%

Kadar Air = 5,979%

% Kadar Air rata−rata =4,99% + 3,99% + 5,979% 3

% Kadar Air rata−rata = 4,986%

b. Daun muda pohon gaharu umur 7 tahun 1. Berat Sampel = 5,098 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 2,85 ml Volume Akhir (Va) = 3,05 ml


(65)

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100% Kadar Air =3,05−2,85

5,098 × 100%

Kadar Air = 3,923%

2. Berat Sampel = 5,038 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 5,6 ml Volume Akhir (Va) = 5,85 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100% Kadar Air =5,85−5,6

5,038 × 100%

Kadar Air = 4,962%

3. Berat Sampel = 5,009 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 6,75 ml Volume Akhir (Va) = 7,05 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100% Kadar Air =7,05−6,75

5,009 × 100%

Kadar Air = 5,989%

% Kadar Air rata−rata =3,923% + 4,962% + 5,989% 3

% Kadar Air rata−rata = 4,958%

c. Daun Muda pohon gaharu umur 4 tahun 1. Berat Sampel = 5,015 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 2,5 ml Volume Akhir (Va) = 2,75 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100% Kadar Air =2,75−2,5

5,015 × 100%

Kadar Air = 4,985%


(1)

Lampiran 5. Bagan Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Gaharu

100 garm serbuk simplisia

Dimasukkan ke dalam bejana kaca

Direndam selama 3 hari dan terlindung dari sinar matahari. Sesekali diaduk.

Disaring

Maserat Ampas

Maserat Ampas

Ampas direndam kembali dengan metanol selama 2 hari. Sesekali diaduk

Dimasukkan kedalam bejana kaca, digabung Disaring

Dipekatkan dengan alat rotary evaporator

Ekstrak cair

Dikeringkan dengan alat freeze dryer


(2)

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Air Simplisia Daun Gaharu a. Daun tua pohon gaharu umur 7 tahun

1. Berat Sampel = 5,010 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 2,6 ml Volume Akhir (Va) = 2,85 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =2,85−2,6

5,010 × 100%

Kadar Air = 4,99%

2. Berat Sampel = 5,012 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 6,1 ml Volume Akhir (Va) = 6,3 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =6,3−6,1

5,012 × 100%

Kadar Air = 3,99%

3. Berat Sampel = 5,017 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 7,05 ml Volume Akhir (Va) = 7,35 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =7,35−7,05

5,017 × 100%

Kadar Air = 5,979%

% Kadar Air rata−rata =4,99% + 3,99% + 5,979%

3

% Kadar Air rata−rata = 4,986%

b. Daun muda pohon gaharu umur 7 tahun

1. Berat Sampel = 5,098 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 2,85 ml Volume Akhir (Va) = 3,05 ml


(3)

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =3,05−2,85

5,098 × 100%

Kadar Air = 3,923%

2. Berat Sampel = 5,038 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 5,6 ml Volume Akhir (Va) = 5,85 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =5,85−5,6

5,038 × 100%

Kadar Air = 4,962%

3. Berat Sampel = 5,009 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 6,75 ml Volume Akhir (Va) = 7,05 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =7,05−6,75

5,009 × 100%

Kadar Air = 5,989%

% Kadar Air rata−rata =3,923% + 4,962% + 5,989%

3

% Kadar Air rata−rata = 4,958%

c. Daun Muda pohon gaharu umur 4 tahun

1. Berat Sampel = 5,015 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 2,5 ml Volume Akhir (Va) = 2,75 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =2,75−2,5

5,015 × 100%

Kadar Air = 4,985%


(4)

Volume penjenuhan (Vp) = 5,25 ml Volume Akhir (Va) = 5,5 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =5,5−5,25

5,011 × 100%

Kadar Air = 4,989%

3. Berat Sampel = 5,015 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 6,3 ml Volume Akhir (Va) = 6,5 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =6,5−6,3

5,015 × 100%

Kadar Air = 3,988%

% Kadar Air rata−rata = 4,985% + 4,989% + 3,988%

3

% Kadar Air rata−rata = 4,654%

d. Daun tua pohon gaharu umur 4 tahun

1. Berat Sampel = 5,048 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 2,75 ml Volume Akhir (Va) = 3,00 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =3,00−2,75

5,048 × 100%

Kadar Air = 4,952%

2. Berat Sampel = 5,022 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 5,85 ml Volume Akhir (Va) = 6,1 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =6,1−5,85


(5)

Kadar Air = 4,978%

3. Berat Sampel = 5,023 gram

Volume penjenuhan (Vp) = 6,5 ml Volume Akhir (Va) = 6,75 ml

Kadar Air = Va−Vp

Berat Sampel× 100%

Kadar Air =6,75−6,5

5,023 × 100%

Kadar Air = 4,977%

% Kadar Air rata−rata = 4,952% + 4,978% + 4,977%

3

% Kadar Air rata−rata = 4,969%

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Daun Gaharu a. Rendemen Ekstrak Metanol daun tua umur 4 tahun

Berat Sampel = 100 gram

Berat ekstrak kering = 13,713 gram

Rendemen =berat ekstrak kering

Berat Sampel × 100%

Rendemen =13,713

100 × 100%

Rendemen = 13,713%

b. Rendemen Ekstrak Metanol daun muda umur 4 tahun

Berat Sampel = 100 gram

Berat ekstrak kering = 10,722 gram

Rendemen =berat ekstrak kering

Berat Sampel × 100%

Rendemen =10,722

100 × 100%

Rendemen = 10,722%

c. Rendemen Ekstrak Metanol daun tua umur 7 tahun

Berat Sampel = 100 gram


(6)

Rendemen =berat ekstrak kering

Berat Sampel × 100%

Rendemen =11,992

100 × 100%

Rendemen = 11,992%

d. Rendemen Ekstrak Metanol daun muda umur 7 tahun

Berat Sampel = 100 gram

Berat ekstrak kering = 10,414 gram

Rendemen =berat ekstrak kering

Berat Sampel × 100%

Rendemen =10,414

100 × 100%

Rendemen = 10,414%

Lampiran 8. Pengukuran % Kadar Tanin Simplisisa Daun Gaharu

Umur Ulangan Jenis Daun

Muda (%) Tua (%)

4 Tahun

1 0,82 1,03

2 1,24 1,03

3 1,24 2,04

4 0,82 0,82

5 1,03 1,03

6 1,03 0,61

7 0,83 1,66

Jumlah 7,01 8,22

Rata-rata (%) 1,00 1,17

7 Tahun

1 1,86 2,27

2 1,03 2,69

3 1,87 1,03

4 1,86 1,86

5 1,65 1,44

6 1,86 2,07

7 1,24 1,24

Jumlah 11,37 12,6

Rata-rata (%) 1,62 1,8