Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Dengan Pemberian Pupuk NPK Dan Hayati

(1)

PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (

Theobroma cacao

L. ) DENGAN

PEMBERIAN PUPUK NPK DAN HAYATI

SKRIPSI

Oleh:

INDAH PERMATA SARI SIAGIAN / 090301118 AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(2)

PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (

Theobroma cacao

L. ) DENGAN

PEMBERIAN PUPUK NPK DAN HAYATI

SKRIPSI

Oleh:

INDAH PERMATA SARI SIAGIAN / 090301118 AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(3)

Judul Skripsi : Pertumbuhan Bibit Kakao ( Theobroma Cacao L. ) Dengan Pemberian Pupuk NPK Dan Hayati

Nama : Indah Permata Sari Siagian

Nim : 090301118

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir. Balonggu Siagian, MS.

Ketua Anggota Ir. Jonatan Ginting, MS.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroekoteknologi Dr. Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc. Ph.D


(4)

ABSTRAK

INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Pupuk NPK Dan Hayati,

dibimbing oleh Ir.BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. JONATAN GINTING MS. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penduduk Jalan Pasar 1 Tanjung Sari pada bulan Desember 2012 hingga April 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan Hayati pada pertumbuhan bibit kakao. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah pemberian pupuk NPK dengan 4 taraf yaitu P0 (0 gram), P1 (7,5 gram), P2 (15 gram), P3 (22,5 gram). Faktor kedua adalah pupuk hayati Biokom dengan 4 taraf B0 (0 gram), B1 (10 gram), B2 (20 gram), B3 (30 gram).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati biokom berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 9-17 MST, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.


(5)

ABSTRACT

INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : The Growth of Cacao (Theobroma cacao L.) Seedling by Using NPK Fertilizer and Biofertilizer, supervised by Ir.BALONGGU SIAGIAN MS and Ir. JONATAN GINTING MS.

This research was held in resident area in Tanjung Sari from December 2012 to April 2013. The objective of the research was to study the effect of NPK fertilizer, biofertilizer and its interaction on cacao growth. Experiment design used was arranged in group randomized design with 2 factor. The first factor was rate of NPK fertilizer, consisted of 4 level: 0, 7,5,15 and 22,5 g/polybag. The second factor was rate of biofertilizer, consisted 5 level : 0, 10, 20 and 30 g/polybag.

The results showed that by using biofertilizer definitely increased the amount of leaf from 9 to 17 WAP, increased shoot wet weight and shoot dry weight.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Indah Permata Sari Siagian, lahir di Medan pada tanggal 21 November 1991 putra ketiga dari tiga bersaudara dari ayah Partano Siagian dan ibu Intan Rajagukguk.

Pada Tahun 2003 penulis lulus dari SD Methodist-1, tahun 2006 penulis lulus dari SMP.P.Cahaya, tahun 2009 penulis lulus dari SMA Santo Thomas 1 dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian masuk bersama (UMB). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PTPN III Kebun Gunung Para, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Juli hingga Agustus 2012.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan Pemberian Pupuk NPK dan Hayati”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ir. Balonggu Siagian, MS, dan Ir. Jonatan Ginting, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan bimbingan berbagai masukan berharga kepada penulis selama penulisan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka perbaikan di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman kakao ... 5

Syarat Tumbuh... 8

Iklim ... 8

Tanah ... 10

Media Tanam ... 10

Ultisol ... 12

Pupuk NPK ... 13

Pupuk Hayati ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Metode Penelitian ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Persiapan Areal ... 23

Persiapan Naungan ... 23

Persiapan Media Pembibitan di Polybag ... 23

Pengecambahan Benih ... 23

Penanaman Kecambah ... 23

Aplikasi Pemberian Pupuk Hayati Biokom sebagai Perlakuan .. 24

Pemupukan NPK sebagai Perlakuan ... 24

Pemeliharaan Tanaman ... 24

Penyiraman ... 24

Penyiangan ... 24


(9)

Pengendalian Hama Penyakit ... 24

Pengamatan Parameter... 25

Tinggi Tanaman (cm) ... 25

Jumlah daun (helai) ... 25

Diameter batang (cm) ... 25

Total Luas daun (cm2) ... 25

Bobot basah tajuk (g) ... 25

Bobot kering tajuk (g) ... 26

Bobot basah akar (g) ... 26

Bobot kering akar (g) ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 28

Tinggi Tanaman (cm) ... 28

Jumlah Daun (helai) ... 30

Diameter Batang (cm) ... 32

Total Luas Daun (cm2) ... 34

Bobot Basah Tajuk (g) ... 35

Bobot Kering Tajuk (g) ... 36

Bobot Basah Akar (g) ... 38

Bobot Kering Akar (g) ... 38

Pembahasan ... 39

Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Biokom Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao ... 39

Pengaruh Pemberian Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao ... 43

Pengaruh Interaksi Pemberian Pupuk Hayati Biokom Dan Pupuk NPKTerhadap Pertumbuhan Bibit Kakao ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan tinggi tanaman pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST (cm) ... 29 2. Rataan jumlah daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk hayati

biokom (helai) pada umur 5-17 MST (helai) ... 31 3. Rataan diameter batang pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk

hayati biokom (cm) ... 33 4. Rataan total luas daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk hayati

biokom (cm2) ... 34 5. Rataan bobot basah tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk

hayati biokom (g) ... 35 6. Rataan bobot kering tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk

hayati biokom (g) ... 37 7. Rataan bobot basah akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk

hayati biokom (g) ... 38 8. Rataan bobot kering akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap jumlah daun pada umur 17 MST ... 32 2. Hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom bobot basah

tajuk (g) ... 36 3. Hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom bobot kering


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data tinggi tanaman 5 MST ... 49

2. Data sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 49

3. Data tinggi tanaman 7 MST ... 50

4. Data sidik ragam tinggi tanaman 7 MST ... 50

5. Data tinggi tanaman 9 MST ... 51

6. Data sidik ragam tinggi tanaman 9MST ... 51

7. Data tinggi tanaman 11 MST ... 52

8. Data sidik ragam tinggi tanaman 11MST ... 52

9. Data tinggi tanaman 13 MST ... 53

10.Data sidik ragam tinggi tanaman 13 MST ... 53

11.Data tinggi tanaman 15 MST ... 54

12.Data sidik ragam tinggi tanaman 15 MST ... 54

13.Data tinggi tanaman 17 MST ... 55

14.Data sidik ragam tinggi tanaman 17 MST ... 55

15.Data jumlah daun 5 MST ... 56

16.Data sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 56

17.Data jumlah daun 7 MST ... 57

18.Data sidik ragam jumlah daun 7 MST ... 57

19.Data jumlah daun 9 MST ... 58

20.Data sidik ragam jumlah daun 9 MST ... 58

21.Data jumlah daun 11 MST ... 59

22.Data sidik ragam jumlah daun 11 MST ... 59

23.Data jumlah daun 13MST ... 60

24.Data sidik ragam jumlah daun 13 MST ... 60

25.Data jumlah daun 15 MST ... 61

26.Data sidik ragam jumlah daun 15 MST ... 61

27.Data jumlah daun 17MST ... 62

28.Data sidik ragam jumlah daun 17 MST ... 62


(13)

30.Data sidik ragam diameter batang 5MST ... 63

31.Data diameter batang 7 MST ... 64

32.Data sidik ragam diameter batang 7 MST ... 64

33.Data diameter batang 9 MST ... 65

34.Data sidik ragam diameter batang 9 MST ... 65

35.Data diameter batang 11 MST ... 66

36.Data sidik ragam diameter batang 11 MST ... 66

37.Data diameter batang 13 MST ... 67

38.Data sidik ragam diameter batang 13 MST ... 67

39.Data diameter batang 15 MST ... 68

40.Data sidik ragam diameter batang 15 MST ... 68

41.Data diameter batang 17MST ... 69

42.Data sidik ragam diameter batang 17MST ... 69

43.Data total luas daun ... 70

44.Data sidik ragam total luas daun ... 70

45.Data bobot basah tajuk ... 71

46.Data sidik ragam bobot basah tajuk ... 71

47.Data bobot kering tajuk ... 72

48.Data sidik ragam bobot kering tajuk ... 72

49.Data bobot basah akar ... 73

50.Data sidik ragam bobot basah akar ... 73

51.Data bobot kering akar ... 74

52.Data sidik ragam bobot kering akar ... 74

53.Deskripsi Tanaman ... 75

54.Jadwal pelaksanaan penelitian ... 76

55.Analisis Tanah ... 77

56.Bagan Penelitian ... 78


(14)

ABSTRAK

INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Pupuk NPK Dan Hayati,

dibimbing oleh Ir.BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. JONATAN GINTING MS. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penduduk Jalan Pasar 1 Tanjung Sari pada bulan Desember 2012 hingga April 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan Hayati pada pertumbuhan bibit kakao. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah pemberian pupuk NPK dengan 4 taraf yaitu P0 (0 gram), P1 (7,5 gram), P2 (15 gram), P3 (22,5 gram). Faktor kedua adalah pupuk hayati Biokom dengan 4 taraf B0 (0 gram), B1 (10 gram), B2 (20 gram), B3 (30 gram).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati biokom berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 9-17 MST, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.


(15)

ABSTRACT

INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : The Growth of Cacao (Theobroma cacao L.) Seedling by Using NPK Fertilizer and Biofertilizer, supervised by Ir.BALONGGU SIAGIAN MS and Ir. JONATAN GINTING MS.

This research was held in resident area in Tanjung Sari from December 2012 to April 2013. The objective of the research was to study the effect of NPK fertilizer, biofertilizer and its interaction on cacao growth. Experiment design used was arranged in group randomized design with 2 factor. The first factor was rate of NPK fertilizer, consisted of 4 level: 0, 7,5,15 and 22,5 g/polybag. The second factor was rate of biofertilizer, consisted 5 level : 0, 10, 20 and 30 g/polybag.

The results showed that by using biofertilizer definitely increased the amount of leaf from 9 to 17 WAP, increased shoot wet weight and shoot dry weight.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui perkebunan rakyat (± 94,01%) adalah kakao. Sampai tahun 2010 areal kakao telah mencapai 1.650.621 Ha dengan produksi 837.918 ton dan tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja petani, mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri, pengembangan wilayah serta pelestarian lingkungan (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012)

Luas perkebunan kakao di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai tahun 2010, yakni 106, 5 ribu ha ; 98,4 ribu ha; 95,3 ribu ha dan menjadi 95,9 ribu ha. Begitu juga dengan produksi yang dihasilkan, semakin menurun mulai dari 68, 600 ton; 62,913 ton; 67,602 ton dan menjadi 65, 147 ton pada tahun 2010 (BPS, 2013).

Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kakao ditentukan oleh sifat genetik bahan tanam serta interaksinya dengan lingkungan tempat tumbuhnya. Produksi potensial ditentukan oleh bentuk bahan tanam yang digunakan, misalnya berupa benih, entres, atau sel somatik. Pemilihan bibit yang berasal dari klon tahan hama PBK (Peenggerek Batang Kakao) seperti kakao lindak sebagai sumber bahan tanam maupun plasma nutfah merupakan salah satu modal dasar untuk mendapat bahan tanam dengan produktivitas dan mutu hasil yang tinggi (Limbongan, 2011).


(17)

Rendahnya produktivitas tanaman kakao merupakan masalah klasik yang hingga kini masih sering dihadapi. Secara umum, rata rata produktivitas tanaman kakao Indonesia sebesar 900 kg/ha/tahun. Angka ini masih jauh di bawah rata rata potensi yang diharapkan, yakni sebesar 2.000kg/ha/tahun. Selain itu, produktivitas tanaman kakao juga masih sangat beragam antar wilayah. Di antara faktor penyebab rendahnya produktivitas kakao, mayoritas disebabkan antara ain karena penggunaan bahan tanam yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, umur tanaman, serta masalah dengan serangan hama dan penyakit (Wahyudi, Panggabean dan Pujiyanto, 2008).

Pembibitan coklat akan berbeda pengelolaannya bila bahan yang dimanfaatkan sebagai bibit juga berbeda. Bibit yang berasal dari biji lebih ringan pengelolaannya daripada bibit berupa setek atau grafting. Bibit okulasi umumnya dilakukan setelah batang bawah ditanam di areal pertanaman, tetapi bila

pelaksanaan okulasi di polybag dibutuhkan pengelolaan khusus (Siregar, Riyadi dan Nuraeni, 2008).

Untuk mendukung pengembangan tanaman kakao agar berhasil dengan baik, langkah awal usaha budidaya kakao yang baik adalah mempersiapkan bahan tanam di pembibitan. Karena pembibitan merupakan pertumbuhan awal suatu tanaman sebagai penentu pertumbuhan selanjutnya maka pemeliharaan dalam pembibitan harus lebih intensif dan diperhatikan. Selain pemupukan, pertumbuhan bibit kakao juga dipengaruhi jenis tanah yang digunakan sebagai media (Syamsulbahri, 1996).

Penggunaan pupuk tunggal jika tidak berimbang dapat menyebabkan ketidak-seimbangan hara dalam tanah, jumlah hara yang diserap tanaman,


(18)

penurunan produksi, dan kualitas hasil. Selain itu pengadaan pupuk tunggal sering tidak serentak, sehingga menyulitkan petani untuk aplikasinya.Penggunaan pupuk majemuk dapat menutup kekurangan pupuk tunggal. Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu mengandung lebih dari 2 jenis hara, lebih praktis dalam pemesanan, transportasi, penyimpanan, dan aplikasinya di lapangan. Keuntungan lain penggunaan pupuk majemuk tersebut adalah lebih homogen dalam penyebaran pupuk. (Purnomo, 2007).

Sehubungan dengan usaha untuk memperoleh sumber alternatif dalam mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui sumber daya terbarukan, maka peningkatan peranan bakteri dan mikroorganisme lain yang mampu dalam menambat N dan meningkatkan penggunaan N dan P mempunyai peranan yang sangat penting. Kurang lebih 139 juta ton N per tahun diikat oleh mikroorganisme. Dengan demikian, kemungkinan besar kebutuhan N yang cukup besar dapat dipenuhi melalui rekayasa dan pemanfaatan mikroorganisme yang bersimbiose dengan tanaman. Memadukan penggunaan pupuk kimia, pupuk organik dan pupuk hayati akan mempunyai pengaruh nyata pada hasil tanaman (Sutanto, 2006).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan kakao di masa pembibitan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom serta interaksinya terhadap pertumbuhan bibit kakao.


(19)

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh dari pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati serta interaksinya terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kakao

Dalam Poedjiwidodo (1996), klasifikasi tanaman kakao diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae , Divisi : Spermatophyta, Sub divisio : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo : Malvales, Family : Sterculiaceae, Genus : Theobroma, Spesies : Theobroma cacao L.

Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat, yakni mencapai 1 cm pada umur 1 minggu, 16-18 cm pada umur satu bulan, dan 25 cm pada umur tiga bulan. Laju pertumbuhannya kemudian melambat dan untuk mencapai panjang 50 cm diperkirakan memakan waktu dua tahun. Kedalaman akar tunggang menembus tanah dipengaruhi oleh kondisi air tanah dan struktur tanah. Pada tanah yang jeluknya dalam dan berdrainase baik, akar tunggang kakao dewasa mencapai kedalaman 1,0-1,5 m (Wahyudi, dkk, 2008).

Kakao adalah tanaman dengan sebagian besar akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah 0-30 cm. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk (Widya, 2008).

Tanaman kakao yang berasal dari biji, setelah berumur sekitar satu tahun dan memiliki tinggi 0,9-1,5 m, pertumbuhan vertikalnya akan berhenti kemudian membentuk perempatan (jorket/jorquette). Tinggi rendah jorket tergantung pada kualitas bibit, kesuburan tanah, dan intensitas cahaya yang diterima. Jorket merupakan tempat perubahan pola percabangan, yakni dari tipe ortotrop ke plagiotrop (Wahyudi, dkk, 2008).


(21)

Daun kakao berbentuk bulat memanjang, ujung daun meruncing, pangkal daun runcing dan berwarna hijau. Warna hijau daun disebabkan oleh kandungan kloroflas di dalam sel sel daun. Di dalam kloroflas terdapat klorofil. Secara morfologi, daun kakao memiliki bagian bagian helai daun dan tangkai daun. Pada tangkai daun terdapat bagian yang menempel pada batang yang disebut pangkal tangkai daun. Kakao hanya memiliki satu daun pada tangkainya, sehingga kakao sering disebut memiliki daun tunggal ( Widya, 2008 ).

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushion). Bunga kakao disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkar yang tersusun dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 tangkai sari yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan (Susanto, 1994).

Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai 10 alur dan tebalnya 1-2 cm. pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit buah, tetapi bila buah telah matang maka biji akan terlepas dari kulit buah. Buah yang semikian akan berbunyi bila digoncang (Siregar, dkk, 2008).

Biji dibungkus oleh daging buah atau pulp yang berwarna putih dan rasanya manis. Pulp tersebut mengandung zat penghambat perkecambahan, namun karena biji kakao tidak memiliki masa dorman maka seringkali biji dalam buah pun dapat tumbuh bila terlambat dipanen. Biji kakao terdiri dari kulit biji


(22)

atau testa, dua kotiledon yang saling melipat, dan embrio yang terdiri dari epikotil, hipokotil dan radikula (Susanto, 1994).

Theobroma cacao dibagi kedalam dua subjenis yaitu T. cacao cacao dan T.cacao sphaerocarpum. Subjenis T.cacao sphaerocarpum anggotanya merupakan kakao lindak (bulk cocoa). Subjenis ini jauh lebih banyak diusahakan pekebun daripada subjenis T. cacao cacao. Bila dibandingkan dengan subjenis T.cacao cacao, pertumbuhan tanamannya lebih gigas (vigorous), kuat, lebih tahan hama dan penyakit, serta lazimnya menunjukkan produktivitas yang tinggi. Permukaan kulit buah relatif halus karena alur alurnya dangkal. Kulit buah ini tipis tetapi keras/liat. Bentuk biji anggota subjenis T.cacao sphaerocarpum adalah lonjong (oval), pipih dan kecil, serta kotiledon berwarna ungu gelap. Mutu biji beragam, tetapi lebih rendah daripada subjenis T.cacao cacao. Kelompok Forastero termasuk dalam subjenis ini (Wahyudi, dkk, 2008).

Keunggulan kakao lindak antara lain : produksi tahun kelima dapat mencapai 1,5-3,0 ton/ha/tahun biji kering, mutu hasil sesuai dengan keinginan konsumen, berat biji kering kurang lebih 1,0 gram, kandungan lemak lebih dari 50% dan persentase kulit ari kurang lebih 12% , toleran terhadap penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora), penyakit antraknose (Colletotrichum), dan VSD (Oncobasidium theobromae), beradaptasi cukup luas terhadap ketinggian tempat dan dapat dibudidayakan dari 0-650 m dari permukaan laut (Susanto, 1994).

Criollo termasuk kakao yang bermutu tinggi atau kakao mulia/edel cacao atau fine flavour cacao. Criollo memiliki cicri ciri sebagai berikut: (a) bentuk bijinya bulat, keping biji (kotiledon) putih, (b) daya hasil lebih rendah daripada jenis forastero, (c) pertumbuhan tanaman kurang kuat dan produksinya relatif


(23)

rendah. Tunas-tunas muda umumnya berbulu, (d) relatif lebih gampang diserang hama dan penyakit, dan (e) masa berbuah lambat (Widya, 2008).

Syarat Tumbuh Iklim

Faktor suhu sangat berhubungan dengan tinggi tempat.Pada umumnya kakao diusahakan pada ketinggian kurang dari 300 m dpl. Suhu maksimal untuk kakao sekitar 300 C – 320 C, sedangkan suhu minimum sekitar 180 C – 210 C. bila suhu terlalu tinggi menyebabkan hilangnya dominansi apikal, dan tunas ketiak daun tumbuh menjadi daun kecil – kecil. Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan daun seperti terbakar dan bunga mengering (Susanto, 1994).

Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang dengan kelembaban tinggi dan konstan, yakni diatas 80%. Nilai kelembapan ini merupakan mikroklimat hutan tropis yang dapat menjaga kestabilitas tanaman. Kelembapan tinggi bisa mengimbangi evapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah hujan yang rendah. (Wahyudi, dkk, 2008).

Kakao tergolong sebagai tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimun diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30 % dari cahaya matahari penuh atau pada 15 % dari cahaya matahari penuh. Hal itu berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila cahaya matahari yang diterima lebih banyak (Siregar, dkk, 2008).

Sebagai tanaman C3, kakao memiliki laju fotorespirasi tinggi, yaitu 20-50% dari hasil total fotosintesis. Fotorespirasi meningkat seiring dengan naiknya


(24)

suhu udara. Di daerah tropis ideanya laju fotorespirasi mencapai 40%. Tidak seperti fotosintesis, fotorespirasi tidak menghsilkan energi energi yang bermanfaat bagi tanaman sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu, upaya menekan laju fotorespirasi identik dengan upaya meningkatkan produktivitas, diantaranya dengan pemberian naungan. Di pihak ain 1 unit glukosa menghasilkan 0,85 unit selulosa atau 0,36 unit lipida (Wahyudi, dkk, 2008).

Pada kondisi optimum, laju fotosintesis tanaman kakao mencapai 7,5 mg CO2 per dm2 luas daun atau ekuivalen dengan 60 mg per dm2 per hari dengan asumsi fotosintesis berlangsung dari pukul 08.00–16.00. Tanaman kakao memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 sebesar 80.000 kg/ha/tahun dengan melepaskan CO2 sebesar 63.000 kg/ha/tahun sehingga serapan bersih tiap tahun mencapai 73.000 kg/ha/tahun untuk diubah menjadi karbohidrat. Dengan luas lahan kakao di Indonesia yang mencapai 1.563.423 ha akan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap penyerapan karbon di udara (Yuliasmara, Wibowo dan Prawoto, 2009).

Curah hujan adalah faktor iklim terpenting dalam budidaya kakao. Tanaman kakao membutuhkan curah hujan yang sebaranya merata atau curah hujan tahunannya lebih besar dari evapotranspirasinya. Kisaran curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao adalah 1500-2500 mm/tahun (Wahyudi, dkk, 2008).

Tanah

Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH 4,0 – 8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0 – 7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah dapat tersedia bagi tanaman. pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0


(25)

kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).

Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air

dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar (Siregar, dkk, 1997).

Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi pada jenis tanah ultisol yang dikenal dengan solum tanahnya antara 1,3-5,0 m, tanah podsolik merah hingga kuning, teksturnya lempung berpasir sampai lempung liat, gembur, kandungan haranya rendah, tanah andosol dapat dikenal dengan solum tanah yang tebal antara 1-2 m, berwarna hitam kelabu sampai kakao tua (Widya, 2008). Media tanam

Ada 4 fungsi media tanah yang harus mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu, sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara atmosfer di atas media, dan terakhir harus dapat menyokong tanaman (Brady dan Weil, 2008).

Lapisan tanah bawah (sub soil) akan muncul bila lapisan tanah atas (top soil) hilang. Secara kasar dapat dinyatakan bahwa subsoil ini tidak subur, selain karena bahan bahan organik dan sebagian zat mineral telah hilang, juga karena mikroflora dan mikrofauna tidak ada. Sebagian dari zat mineral yang tersisa hanyalah unsur unsur mineral tertentu yang belum bisa dimanfaatkan oleh


(26)

tanaman dan ketersediaannya masih terikat oleh koloida-koloida pembentuk tanah (Kartasapoetra, 1988).

Bahan organik merupakan sumber nitrogen yang utama di dalam tanah. Selain unsur nitrogen, bahan organik mengandung pula unsur-unsur lain terutama, C, P, S dan unsur-unsur mikro. Selain dari bahan organik, nitrogen dalam tanah juga berasal dari pengikatan oleh mikroorganisme dan nitrogen udara, antara lain: bersimbiosis dengan tanaman leguminosa, yaitu oleh bakteri bintil akar atau Rhizobium, dan bakteri yang hidup bebas (nonsimbiotik), yaitu: Azotobacter (aerobic) dan Clostridium (anaerobic), serta berasal dari pupuk, misalnya Urea, ZA dan lain-lain, dan juga hujan (Hardjowigeno, 2003).

Menurut Soepardi (1983) dalam Jamilah (2003) menyatakan bahwa pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, kotoran cair, bahan amparan dan sisa makanan. Pemberian pupuk kandang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan ketersediaan hara. Di antara jenis pupuk kandang, pupuk kandang sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, pupuk kandang sapi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah.

Adapun komposisi unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik yang berasal dari kompos ternak sapi yaitu : N (0,7 – 1,3 %), P2O5 (1,5 – 2,0 %), K2O


(27)

(0,5 – 0,8 %), C organik (10,0 – 11,0 %), MgO (0,5 – 0,7 %), dan C/N ratio (14,0 – 18,0) (BPTP, 2003).

Dari hasil penelitian Banjarnahor (1998) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap C- tanah. Rataan total C- tanah menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis perlakuan pupuk kandang yang diberikan akan semakin meningkatkan kandungan C tanah. Sedangkan penambahan bahan organik terhadap sifat biologi tanah akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme, dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara yang terdapat dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman.

Ultisol

Tanah Ultisol memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1-4,8). Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm) umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar yang rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100g tanah di semua lapisan termasuk rendah, dapat disimpulkan potensi kesuburan alami tanah Ultisol sangat rendah sampai rendah (Subagyo, Nata dan Siswanto, 2000).

Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi


(28)

kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah

(ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik (Prasetyo, dan Suriadikarta, 2006).

Tanah ini merupakan tanah yang mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Mempunyai stabilitas tanah yang buruk sehingga peka terhadap erosi, permeabilitas lambat hingga sedang, mengalami pencucian liat yang tinggi, konsistensi teguh hingga gembur, semakin kebawah semakin pejal, agregat berselaput liat sering ada konkresi besi dan sedikit kwarsa, mempunyai suhu tanah yang cukup panas (lebih dari 800C) (Hardjowigeno, 1993). Pupuk NPK

Pada masa vegetatif tanaman buah semusim sedang membentuk tubuhnya agar menjadi tanaman yang sehat dan kuat sehingga ia menyerap nutrien atau makanan sebanyak-banyaknya. Pertumbuhan ukuran lingkar batang, panjang dan jumlah tunas batang baru berlangsung dengan cepat. Dalam masa pertumbuhan tanaman buah, sepeti juga pada manusia dan hewan, membutuhkan protein untuk membangun tubuhnya. Protein dibentuk dari unsur nitrogen. Contoh pupuk yang banyak dibutuhkan untuk masa vegetatif adalah urea, NPK (15-15-15), pupuk kandang dan humus (Prihmantoro, 1997).

Nitrogen diperlukan untuk prtumbuhan vegetatif (pertumbuhan daun dan batang), meningkatkan kadar protein tanaman, juga untuk berkembangnya mikroorganisme dalam tanah. Nitrogen diserap akar tanaman dalam bentuk nitrat


(29)

atau amonium, yang berpengaruh mempercepat sintesis karbohidrat menjadi protein (Isnaini, 2006).

Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting dalam tanaman. Sekira 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun. Memasuki tahap pertumbuhan generatif, kebutuhan nitrogen mulai berkurang. Tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertumbuhan tanaman yang baik tidak akan terjadi (Novizan, 2002).

Pemupukan Nitrogen akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa, dan pati. Hasil asimilasi CO2 diubah menjadi karbohidrat dan karbohidrat ini akan

disimpan dalam jaringan tanaman apabila tanaman kekurangan unsur Nitrogen. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif, pemupukan N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Pembentukan senyawa N organik tergantung pada imbangan imbangan ion lain, termasuk Mg untuk pembentukan klorofil dan ion fosfat untuk sintesis asam nukleat. Penyerapan N nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh ketersediaan ion K+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).


(30)

Fosfor (P) penting untuk pertumbuhan akar, mempercepat pendewasaan tanaman, dan mempercepat pembentukan buah dan biji serta meningkatkan produksi. Sumber fosfat yang di dalam tanah sebagai fosfat mineral yaitu batu kapur fosfat, sisa-sisa tanaman dan bahan organik lainnya, pupuk buatan (double fosfat, super fosfat dan lainnya). Perubahan fosfor organik menjadi fosfor anorganik dilakukan oleh mikroorganisme (Isnaini, 2006).

Di dalam metabolisme tanaman fosfor memegang peranan langsung sebagai pembawa energi. Fungsi ini dimungkinkan karena adanya beberapa ikatan yang melalui proses hidrolisis dapat menghasilkan energi. Senyawa fosfor yang mempunyai energi tinggi dan mempunyai potensi menyimpan dan melepaskan energi untuk proses proses metabolisme di dalam tanaman disebut Adenosin Tri Fosfat (ATP). Di dalam proses oksidasi terjadi pembebasan energi, dimana sebagian energi bebas berupa panas dan sebagian lagi ditangkap oleh molekul ADP yang kemudian menjadi ATP. Secara fisik ATP memegang peranan dalam hal mengahasilkan panas, cahaya dan gerak, secara kimia peranannya dapat dilihat

dalam proses fotosintesis dan respirasi (Damanik, dkk, 2011).

Fosfor terdapat pada seluruh sel hidup tanaman. Beberapa fungsi fosfor adalah membentuk asam nukleat, menyimpan serta memindahkan energi Adenosin Tri Phosphat dan Adenosin Di Phosphat, merangsang pembelahan sel, dan membantu proses asimilasi dan respirasi (Novizan, 2002).

Kalium berperan meningkatkan resistensi terhadap penyakit tertentu dan meningkatkan pertumbuhan perakaran. Kalium cenderung menghalangi kerebahan tanaman dan melawan efek buruk akibat pemberian nitrogen yang berlebihan, dan


(31)

berpengararuh mencegah kematangan yang dipercepat oleh hara fosfor. Secara umum kalium berfungsi menjaga keseimbangan, baik pada nitrogen maupun pada fosfor (Damanik, dkk, 2011).

Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma; garam kalium berperanan dalam tekanan osmose sel. Dalam sitoplasma kisaran konsentrasi K relatif sempit, yaitu 100 – 120 mM dan dalam kloroplas lebih bervariasi, yaitu 20- 200 mM. Peranan K dalam mengatur turgor

sel diduga berkaitan dengan konsentrasi K dalam vakuola (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kalium memegang peranan penting dalam peristiwa peristiwa fisiologis berikut : (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan protein (2) metabolisme protein dan sintesis protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas berbagai unsur mineral, (4) mengaktifkan berbagai enzim, (5) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, (6) mengatur membuka dan menutup stomata dan hal hal yang berkaitan dengan air (Damanik, dkk, 2011).

Berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman kakao pada beberapa tahap pertumbuhan, sekitar 200 kg N, 250 kg P, 300 kg K, dan 140 kg Ca per hektar dibutuhkan untuk membentuk kerangka dan kanopi kakao sebelum tanaman mulai berbuah. Rekomendasi dosis umum pemupukan tanaman kakao pada fase bibit (5-6 bulan) adalah 2 gr/bibit N, 2 gr/bibit P2O5, 2 gr/bibit K2O dan 1 gr/bibit MgO (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).


(32)

Pupuk Hayati

Mikroba yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dikenal sebagai pupuk hayati atau biofertilizer (pupuk mikroba= microbial fertilizer). Prinsip aplikasi pupuk hayati ialah menempatkan mikroba terpilih (inokulasi) pada biji (benih) atau perakaran (bibit) dalam jumlah banyak untuk menekan invasi mikroba pribumi (indigenous). Invasi dan kolonisasi awal dari mikroba yang berasal dari pupuk hayati (inokulan) akan meningkatkan daya saing mikroba tersebut terhadap mikroba pribumi, sehingga inokulan mempunyai kesempatan untuk membantu penyediaan hara dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Husen dan Saraswati, 2009).

Pupuk hayati mempunyai perbedaan besar dibandingkan dengan pupuk kimia baik ditinjau dari respons terhadap tanaman maupun dampak lingkungan. Pupuk hayati tidak dengan segera memberika hara pada tanman sedangkan pupuk kimia dapat langsung menyediakan hara bagi tanaman. Respons tanaman terhadap pupuk hayati berlangsung lambat sedangkan respon tanaman terhadap pupuk kimia berlangsung cepat. Pupuk hayati tidak memberikan dampak yang berbahaya bagi lingkungan bila diberikan dalam jumlah banyak, sedangkan pupuk kimia dapat berbahaya bagi lingkungan apabila diberikan secara berlebihan (Damanik, dkk, 2011).

Berbagai jenis pupuk hayati dengan beragam komposisi mikroba telah beredar di pasar. Mikroba perombak bahan organik telah tersedia secara komersial, seperti EM-4 dan M-Dec, demikian pula halnya pupuk mikroba penyubur tanah seperti BioNutrient, Emas, dan Biokom. Kemampuan mikroba yang terkandung pada pupuk hayati Biokom untuk menambat N, melarutkan P


(33)

dan K tak tersedia menjadi tersedia, menghasilkan zat pemacu tumbuh, menghasilkan zat anti patogen dan mampu merombak bahan organik di dalam tanah sangat berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk hayati Biokom mengandung mikroba Azospirillum sp 7,0 x 107 cfu/ g, Azotobacter sp 5,0 x 107 cfu/ g, Rhizobium sp 2,6 x 107 cfu/ g, Bacillus sp 2,5 x 106 cfu/ g, dan Aspergillus niger 7,0 x 105 propagul/ g(Husen dan Saraswati, 2009).

Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat penomposan dan meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Mikroorganisme yang umum berasosiasi dalam tumpukan sampah ada yang berupa bakteri dan fungi. Dari golongan bakteri yakni Pseudomonas spp., Achromobacter spp., Bacillus spp., Flavobacterium spp., Clostridium spp., Streptomyces spp. Dari golongan fungi yakni Alternaria Spp., Clasdosporium spp., Aspergillus spp., Penicillium spp., Humicola spp. Kelompok cendawan menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang

menyimpan dan melepaskan nutrien di sekitar tanaman (Simanungkalit, dkk, 2006).

Kompleksitas mekanisme Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT) memacu pertumbuhan tanman banyak dilaporkan. Pada awalnya para ahli percaya bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan Azotobacter dan Azospirilium disebabkan semata mata oleh sumbangan nitrogen


(34)

hasil penambatan N2. Namun kemudian diketahui bahwa ternyata ada faktor lain yang turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman yakni hormon AIA (asam indol asetat) yang dihasilkan bakteri tersebut (Simanungkalit, dkk, 2006).

Salah satu mikroba yang dikenal mampu menambat N2 serta menghasilkan

substansi zat pemacu tumbuh AIA, sitokinin, dan giberelin sehingga dapat memacu pertumbuhan akar adalah Azotobacter sp. Kemampuan Azotobacter dalam menambat N2 dan menghasilkan zat pengatur tumbuh ini dapat memberikan keuntungan tersendiri. Keuntungan tersebut diantaranya adalah meningkatkan pertumbuhan akar tanaman dan produksi hasil (Xenia, 2010).


(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan penduduk Pasar 1 Tanjung Sari, Medan yang berada pada ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah benih kakao lindak (Theobroma cacao L.) dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, pupuk NPK dan pupuk hayati Biokom sebagai objek perlakuan, polybag ukuran 25 x 30 cm sebagai tempat media tanam, tanah sub soil ultisol dan pupuk kandang sapi sebagai media tanam, bambu sebagai tiang naungan, rumbia sebagai atap naungan, label sebagai penanda tiap perlakuan dan pacak sampel sebagai penanda tiap sampel.

Alat yang digunakan pada penelitian adalah timbangan untuk menimbang pupuk, pacak bambu untuk membuat plot, alat tulis dan kertas untuk mencatat data, gembor untuk menyiram, handsprayer untuk memupuk, cangkul untuk mengolah lahan, beko untuk mengangkut tanah dan pasir saat pengecambahan. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Perlakuan pemberian pupuk NPK dengan 4 taraf, yaitu: P0 = Tanpa Pupuk

P1 = 7,5 gr/polibag P2 = 15 g / polybag


(36)

P3 = 22,5 g / polybag

Faktor II : Pupuk Hayati Biokom dengan 4 taraf, yaitu : B0 = tanpa pupuk

B1 = 10 g / polybag B2 = 20 g / polybag B3 = 30 g / polybag

Sehingga diperoleh16 perlakuan kombinasi yaitu: P0B0 P1B0 P2B0 P3B0

P0B1 P1B1 P2B1 P3B1

P0B2 P1B2 P2B2 P3B2

P0B3 P1B3 P2B3 P3B3

Jumlah ulangan : 4 ulangan

Jumlah perlakuan : 16 perlakuan

Jumlah tanaman / petak : 5 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 240 tanaman Jumlah sampel per petak : 4 tanaman Jumlah sampel seluruhnya : 192 tanaman

Jarak antar plot : 50 cm

Jarak antar blok : 80 cm


(37)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok 2 faktorial berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ+ρi+αj+βk+(αβ)jk+εijkl i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3,4 Dimana:

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan pemberian pupuk

NPK taraf ke-j dan Pupuk Hayati pada taraf ke-k

μ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK pada taraf ke-j

βk = Pengaruh perlakuan pemberian Pupuk Hayati pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan pemberian pupuk NPK pada

taraf ke-j dan Pupuk Hayati pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pemberian

pupuk NPK pada taraf ke-j dan pupuk Hayati pada taraf ke-k

Jika hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf F tabel 5 %.


(38)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Areal

Areal penelitian dibersihkan. Lahan diukur dan dilakukan pembuatan petak penelitian dengan ukuran 80 cm x 80 cm dengan jarak antar petak penelitian 50 cm dan jarak antar blok 80 cm.

Persiapan Naungan

Dibuat naungan dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap memanjang utara-selatan dengan ukuran panjang 24 m, lebar 8 m, tinggi 1,5 m di sebelah timur dan 1,2 m di sebelah barat.

Persiapan media pembibitan di polybag

Media tanam yang digunakan adalah campuran sub soil ultisol dan pupuk

kandang sapi dengan perbandingan 4:1 yang diisi ke dalam polibag ukuran 25 x 30 cm.

Pengecambahan Benih

Bedengan perkecambahan dibuat dengan media pasir setebal ± 15 cm, dibuat arah utara-selatan. Benih didederkan dengan mata embrio menghadap pusat bumi dengan jarak antar benih 2 cm x 3 cm pada bedengan perkecambahan. Penanaman Kecambah

Pemindahan bibit ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai tersembul ke atas yaitu saat berumur 5 hari. Setiap polibag ditanam satu kecambah, dengan radikula menghadap kebawah. Polibag yang telah ditanam kecambah disusun rapi/teratur di atas lahan pembibitan sesuai perlakuan.


(39)

Aplikasi pemberian pupuk Hayati Biokom sebagai perlakuan

Aplikasi pupuk hayati Biokom dilakukan seminggu sebelum penanaman. Aplikasi dilakukan dengan cara mencampurkan pupuk hayati biokom ke dalam media yang terdapat di polibag sesuai dengan taraf perlakuan yaitu 0, 10, 20 dan 30 gram.

Pemupukan NPK sebagai perlakuan

Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk NPK sesuai taraf perlakuan yaitu 0, 7,5 , 15, dan 22,5 gram. Pemupukan dilakukan mulai 5 MST hingga 14 MST dengan interval 3 minggu, masing masing seperempat dosis/taraf perlakuan.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau sesuai dengan kondisi hujan di lapangan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang tumbuh dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang tumbuh di plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida Matador 25 EC dan fungisida Dithane M 45 dengan konsentrasi 2 g/l air. Aplikasi dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.


(40)

Pengamatan Parameter Tinggi bibit (cm)

Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 5 MST hingga 17 MST dengan interval pengamatan dua minggu sekali.

Jumlah daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka ditandai telah terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 5 MST hingga 17 MST dengan interval pengamatan dua minggu sekali.

Diameter batang (cm)

Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada dua bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 5 MST hingga 17 MST dengan interval pengamatan dua minggu sekali.

Total Luas Daun (cm2)

Dari 4 Sampel yang ada, dipilih 1 sampel dengan pertumbuhan yang seragam untuk diukur total luas daunnya. Luas seluruh daun dari 1 bibit sampel yang telah dipilih kemudian ditotalkan sehingga diperoleh total luas daun. Pengukuran total luas daun dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan


(41)

persamaan yang dibuat oleh Asomaning dan Locard dalam Sunarwidi (1982) yaitu :

Log Y = -0,495 + 1,904 log x Dimana : Y = Luas Daun (cm2)

X = panjang daun (cm) Bobot basah tajuk (g)

Pengukuran bobot basah tajuk dilakukan pada akhir penelitian dengan mengambil bagian atas tanaman yang terdiri dari batang dan daun-daun pada tanaman kakao. Kemudian tajuk dibersihkan dan ditimbang dengan timbangan analitik. Pengambilan tajuk dipilih 1 dari 4 sampel yang tersedia dimana bibit sampel yang dipilih tersebut memiliki pertumbuhan yang seragam.

Bobot kering tajuk (g)

Bobot kering tajuk diukur pada akhir penelitian. Tajuk dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang diberi label sesuai perlakuan dan telah dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 24 jam di dalam oven hingga bobot keringnya konstan. Pengambilan tajuk dipilih 1 dari 4 sampel yang tersedia dimana bibit sampel yang dipilih tersebut memiliki pertumbuhan yang seragam.

Bobot basah akar (g)

Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian, dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik. Pengambilan akar dipilih 1 dari 4 sampel yang tersedia dimana bibit sampel yang dipilih tersebut memiliki pertumbuhan yang seragam.


(42)

Bobot kering akar (g)

Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang diberi label sesuai perlakuan dan telah dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 24 jam di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat penimbangan. Pengambilan akar dipilih 1 dari 4 sampel yang tersedia dimana bibit sampel yang dipilih tersebut memiliki pertumbuhan yang seragam.


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan data hasil sidik ragam (Lampiran Tabel 1-52) diperoleh bahwa pemberian pupuk hayati biokom berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun pada 9,11,13,15, dan 17 MST dan berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, bobot basah akar dan bobot kering akar. Pemberian pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter. Interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk dan berat kering akar. Tinggi Tanaman (cm)

Data tinggi tanaman dan hasil sidik ragam pada 5-17 MST dapat dilihat pada Lampiran Tabel 1 sampai 14. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman dengan pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan rataan tinggi tanaman pada taraf perlakuan pupuk NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 35,83 cm dan cenderung lebih

rendah pada taraf P0 sebesar 35,34 cm. Rataan tinggi tanaman pada taraf

perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B2 sebesar


(44)

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST(cm)

Pupuk NPK (g)

Pupuk Hayati Biokom (g)

Rataan

B0(0) B1(10) B2(20) B3(30)

5 MST

P0 (0) 22,00 20,90 20,77 21,32 21,25

P1(7,5) 20,08 20,73 22,41 20,03 20,81

P2(15) 18,18 20,33 23,09 22,93 21,13

P3(22,5) 22,75 22,38 21,97 19,51 21,65

Rataan 27,38 28,12 28,64 27,64

7 MST

P0 (0) 23,91 23,04 23,03 23,47 23,36

P1(7,5) 22,74 23,41 24,63 22,58 23,34

P2(15) 20,16 22,61 24,99 24,65 23,10

P3(22,5) 25,23 24,98 24,38 21,83 24,10

Rataan 23,01 23,51 24,26 23,13

9 MST

P0 (0) 26,02 25,57 25,27 25,38 25,56

P1(7,5) 24,88 25,47 27,01 25,03 25,60

P2(15) 22,97 24,66 27,48 27,35 25,61

P3(22,5) 27,28 27,65 26,49 23,88 26,33

Rataan 25,29 25,84 26,56 25,41

11 MST

P0 (0) 28,53 27,78 27,03 27,29 27,66

P1(7,5) 27,22 27,59 29,51 27,32 27,91

P2(15) 24,12 26,68 29,66 30,03 27,62

P3(22,5) 29,68 30,43 28,36 25,93 28,60

Rataan 27,38 28,12 28,64 27,64

13 MST

P0 (0) 30,78 30,05 30,01 29,90 30,19

P1(7,5) 29,61 30,17 31,90 29,73 30,35

P2(15) 27,79 29,05 31,97 32,44 30,31

P3(22,5) 31,18 32,42 30,62 28,17 30,60

Rataan 29,84 30,42 31,12 30,06

15 MST

P0 (0) 31,71 31,61 32,04 31,58 31,74

P1(7,5) 31,00 30,58 33,25 30,88 31,43

P2(15) 30,55 30,04 33,19 34,75 32,13

P3(22,5) 33,52 34,11 32,29 30,25 32,54

Rataan 31,69 31,59 32,69 31,86

17 MST

P0 (0) 36,38 34,38 34,79 35,83 35,34

P1(7,5) 34,96 36,17 35,96 35,38 35,61

P2(15) 33,40 33,63 37,33 37,83 35,55

P3(22,5) 36,96 37,08 35,83 33,46 35,83


(45)

Jumlah Daun (helai)

Data jumlah daun dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Tabel 15 sampai 28. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk hayati biokom berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun pada 9-17 MST. Tetapi pemberian pupuk NPK dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah daun. Rataan jumlah daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5 - 17 MST dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada umur 9 MST terdapat pada taraf perlakuan B3 (8,98 helai) berbeda nyata dengan B2 (8,42), B1 (8,29) dan B0 (8,00). Tetapi taraf B2, B1 dan B0 berbeda tidak nyata satu sama lain. Pada umur 11 MST tertinggi pada perlakuan B3 (11,56 helai) berbeda nyata dengan B2 (11,06), B1 (10,31) dan B0 (10,25). Taraf B2 berbeda nyata dengan BO tetapi berbeda tidak nyata dengan B1. Pada umur 13 MST taraf perlakuan B3 (13,25helai) berbeda nyata dengan B2 (12,35), B1 (11,71) dan B0 (11,35). Taraf B2 berbeda nyata dengan B0 tetapi berbeda tidak nyata dengan B1. Pada Umur 15 MST taraf B3 (13,83 helai) berbeda tidak nyata dengan B2 (13,67), tetapi berbeda nyata dengan B1 (12,56) dan B0 (12,33). Taraf B1 berbeda tidak nyata dengan B0. Dan pada umur 17 MST tertinggi pada perlakuan B3 (16,54 helai) berbeda nyata dengan B2 (15,46), B1 (13,38) dan B0 (13,17). Taraf B2 berbeda nyata dengan B1 dan BO tetapi taraf B1 berbeda tidak nyata dengan BO.


(46)

Tabel2. Rataan jumlah daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST(helai)

Pupuk NPK (g)

Pupuk Hayati Biokom (g)

Rataan

B0(0) B1(10) B2(20) B3(30)

5 MST

P0 (0) 5,75 6,00 5,83 6,17 5,94

P1(7,5) 5,83 6,58 5,67 5,83 5,98

P2(15) 5,42 6,08 6,08 6,58 6,04

P3(22,5) 6,08 5,42 5,50 5,50 5,63

Rataan 5,77 6,02 5,77 6,02

7 MST

P0 (0) 6,92 7,00 7,17 7,08 7,04

P1(7,5) 6,58 7,33 6,67 7,17 6,94

P2(15) 6,50 7,17 7,00 7,00 6,92

P3(22,5) 6,83 6,33 6,83 6,17 6,54

Rataan 6,71 6,96 6,92 6,85

9 MST

P0 (0) 8,00 8,08 7,92 8,58 8,15

P1(7,5) 8,33 8,42 8,25 9,00 8,50

P2(15) 7,83 8,58 8,75 9,42 8,65

P3(22,5) 7,83 8,08 8,75 8,92 8,40

Rataan 8,00b 8,29b 8,42b 8,98a

11 MST

P0 (0) 10,50 9,92 11,08 10,83 10,58

P1(7,5) 10,92 10,75 10,67 11,92 11,06

P2(15) 9,58 10,33 11,00 12,58 10,88

P3(22,5) 10,00 10,25 11,50 10,92 10,67

Rataan 10,25c 10,31bc 11,06b 11,56a

13 MST

P0 (0) 10,75 11,08 12,33 13,92 12,02

P1(7,5) 11,42 12,33 11,67 13,67 12,27

P2(15) 11,58 12,33 12,25 13,58 12,44

P3(22,5) 11,67 11,08 13,17 11,83 11,94

Rataan 11,35c 11,71bc 12,35b 13,25a

15 MST

P0 (0) 12,58 12,58 13,08 14,33 13,15

P1(7,5) 12,17 13,08 13,25 14,67 13,29

P2(15) 12,25 12,83 14,25 14,58 13,48

P3(22,5) 12,33 11,75 14,08 11,75 12,48

Rataan 12,33b 12,56b 13,67a 13,83a

17 MST

P0 (0) 13,08 13,92 15,25 16,83 14,77

P1(7,5) 13,17 12,58 15,25 16,25 14,31

P2(15) 13,08 13,33 15,83 17,75 15,00

P3(22,5) 13,33 13,67 15,50 15,33 14,46


(47)

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot basah tajuk dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap jumlah daun 17 MST.

Berdasarkan Gambar 1 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap jumlah daun menunjukkan pola linear positif. Hal ini berarti semakin tinggi dosis pupuk hayati biokom yang diberikan dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah daun tanaman.

Diameter Batang (cm)

Data diameter batang dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Tabel 29 sampai 42. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang

ŷ= 0,122x + 12,80 r = 0,924

10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00 16,00 17,00

0 10 20 30

Jum

la

h d

aun

(h

ela

i)

Dosis Pupuk Hayati Biokom (g)

y


(48)

Rataan diameter batang dengan pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5 - 17 MST dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan diameter batang pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST(cm)

Pupuk NPK (g)

Pupuk Hayati Biokom (g)

Rataan

B0(0) B1(10) B2(20) B3(30)

5 MST

P0 (0) 0,19 0,16 0,19 0,19 0,18

P1(7,5) 0,19 0,19 0,19 0,20 0,19

P2(15) 0,16 0,20 0,19 0,19 0,18

P3(22,5) 0,20 0,18 0,20 0,19 0,19

Rataan 0,18 0,18 0,19 0,19

7 MST

P0 (0) 0,25 0,22 0,23 0,24 0,24

P1(7,5) 0,22 0,24 0,25 0,26 0,24

P2(15) 0,22 0,25 0,22 0,26 0,24

P3(22,5) 0,24 0,24 0,25 0,26 0,25

Rataan 0,23 0,24 0,24 0,25

9 MST

P0 (0) 0,32 0,27 0,30 0,30 0,30

P1(7,5) 0,30 0,30 0,32 0,31 0,31

P2(15) 0,26 0,31 0,30 0,32 0,30

P3(22,5) 0,30 0,30 0,31 0,32 0,31

Rataan 0,30 0,29 0,31 0,31

11 MST

P0 (0) 0,38 0,35 0,38 0,37 0,37

P1(7,5) 0,38 0,37 0,38 0,39 0,38

P2(15) 0,33 0,39 0,36 0,42 0,38

P3(22,5) 0,39 0,38 0,41 0,39 0,39

Rataan 0,37 0,37 0,38 0,39

13 MST

P0 (0) 0,46 0,42 0,45 0,44 0,44

P1(7,5) 0,46 0,46 0,44 0,46 0,45

P2(15) 0,38 0,47 0,44 0,51 0,45

P3(22,5) 0,47 0,44 0,48 0,49 0,47

Rataan 0,44 0,45 0,45 0,48

15 MST

P0 (0) 0,52 0,48 0,51 0,50 0,50

P1(7,5) 0,54 0,53 0,51 0,56 0,53

P2(15) 0,49 0,52 0,54 0,59 0,53

P3(22,5) 0,55 0,51 0,56 0,55 0,54

Rataan 0,52 0,51 0,53 0,55

17 MST

P0 (0) 0,63 0,55 0,60 0,57 0,59


(49)

P3(22,5) 0,66 0,59 0,63 0,62 0,63

Rataan 0,61 0,60 0,62 0,63

Tabel 3 menunjukkan rataan diameter batang pada taraf pemberian pupuk NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 0,63 cm dan cenderung lebih

rendah pada taraf P0 sebesar 0,59 cm. Rataan diameter batang pada taraf

perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar

0,63 cm dan cenderung lebih rendah pada taraf B1 sebesar 0,60 cm. Total Luas Daun (cm2)

Data total luas daun dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Tabel 43 sampai 44. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom, dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun. Rataan luas daun dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan total luas daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (cm2)

Pupuk NPK (g)

Pupuk Hayati Biokom (g)

Rataan

B0 (0) B1 (10) B2 (20) B3 (30)

P0 (0) 1203,72 982,05 1239,34 1286,73 1177,96

P1 (7,5) 1211,51 1102,54 1050,87 1425,56 1197,62

P2 (15) 1204,45 1072,69 1018,37 1426,90 1180,60

P3 (22,5) 1322,28 924,68 1496,40 1044,52 1196,97

Rataan 1235,49 1020,49 1201,24 1295,93

Tabel 4 menunjukkan rataan total luas daun pada taraf pemberian pupuk NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 1196,97 cm2 dan cenderung

lebih rendah pada taraf P0 sebesar 1177,96 cm2. Rataan total luas daun pada taraf

perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar


(50)

Bobot Basah Tajuk (g)

Data bobot basah tajuk dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Tabel 45 sampai 46. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk Rataan bobot basah tajuk dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot basah tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)

Pupuk NPK (g)

Pupuk Hayati Biokom (g)

Rataan

B0 (0) B1 (10) B2 (20) B3 (30)

P0 (0) 20,90 19,70 27,78 32,73 25,28

P1 (7,5) 29,56 30,28 22,92 33,11 28,97

P2 (15) 24,94 28,78 27,53 37,40 29,66

P3 ( 22,5) 28,32 28,84 31,61 28,37 29,28

Rataan 25,93b 26,90b 27,46b 32,90a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan bobot basah tajuk tertinggi terdapat pada taraf B3 (32,90 g) berbeda nyata dengan B2 (27,46), B1 (26,90) dan terendah pada B0 (25,93). Taraf B2, B1 dan B0 berbeda tidak nyata satu sama lain.

Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot basah tajuk dapat dilihat pada Gambar 2.


(51)

Gambar 2. Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot basah tajuk (g).

Berdasarkan Gambar 2 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot basah tajuk menunjukkan pola linear positif. Hal ini berarti semakin tinggi dosis pupuk hayati biokom yang diberikan dapat meningkatkan pertumbuhan bobot basah tajuk tanaman.

Bobot Kering Tajuk (g)

Data bobot kering tajuk dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Tabel 47 sampai 48. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk. Rataan bobot kering tajuk dengan pemberian pupuk hayati biokom dan pemberian pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 6.

ŷ= 0,214x + 25,07 r = 0,782

20,00 22,50 25,00 27,50 30,00 32,50 35,00

0 10 20 30

B

o

b

o

t B

as

ah

T

aj

u

k

(g)

Dosis Pupuk Hayati Biokom (g)

y


(52)

Tabel 6. Rataan bobot kering tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)

Pupuk NPK Pupuk Biokom Rataan

B0 (0) B1(10) B2 (20) B3 (30)

P0 (0) 5,07 7,09 9,46 11,89 8,38

P1 (7,5) 9,54 10,01 8,23 12,71 10,12

P2 (15) 8,32 9,42 8,86 14,05 10,16

P3 (22,5) 9,99 9,41 11,03 11,11 10,39

Rataan 8,23b 8,99b 9,39b 12,44a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada taraf B3 (12,44 g) berbeda nyata dengan B2 (9,39), B1 (8,99) dan terendah pada B0 (8,23). Taraf B2, B1 dan B0 berbeda tidak nyata satu sama lainnya.

Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot kering tajuk dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot kering tajuk (g).

ŷ= 0,130x + 7,808 r = 0,828

5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00 12,00 13,00 14,00

0 10 20 30

B o b o t K er ing T aj uk (g)

Dosis Pupuk Hayati Biokom (g)

x y


(53)

Berdasarkan Gambar 3 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot kering tajuk menunjukkan pola linear positif. Hal ini berarti semakin tinggi dosis pupuk hayati biokom yang diberikan dapat meningkatkan pertumbuhan bobot kering tajuk tanaman.

Bobot Basah Akar (g)

Data bobot basah akar dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Tabel 49 sampai 50. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar. Rataan bobot basah akar dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bobot basah akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)

Pupuk NPK (g)

Pupuk Hayati Biokom

Rataan

B0 (0) B1(10) B2 (20) B3 (30)

P0 (0) 6,09 4,78 4,59 6,70 5,54

P1 (7,5) 7,27 7,02 4,53 7,52 6,58

P2 (15) 5,03 8,08 5,88 9,05 7,01

P3 (22,5) 7,57 5,40 8,30 7,43 7,17

Rataan 6,49 6,32 5,83 7,67

Tabel 7 menunjukkan rataan bobot basah akar pada taraf pemberian pupuk NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 7,17 g dan cenderung

lebih rendah pada taraf P0 sebesar 5,54 g. Rataan bobot basah akar pada taraf

perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar

7,67 g dan cenderung lebih rendah pada taraf B1 sebesar 6,49 g. Bobot Kering Akar (g)

Data bobot kering akar dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Tabel 51 sampai 52. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk


(54)

NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar. Rataan bobot kering akar dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan bobot kering akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)

Pupuk NPK (g)

Pupuk Hayati Biokom (g)

Rataan

B0 (0) B1(10) B2 (20) B3 (30)

P0 (0) 2,20 1,80 1,82 2,49 2,08

P1 (7,5) 2,63 2,44 1,75 2,53 2,34

P2 (15) 1,98 2,71 2,11 3,29 2,52

P3 (22,5) 2,79 2,16 3,08 3,05 2,77

Rataan 2,40 2,28 2,19 2,84

Tabel 8 menunjukkan rataan bobot kering akar pada taraf pemberian pupuk NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 2,77 g dan cenderung

lebih rendah pada taraf P0 sebesar 2,08 g. Rataan bobot kering akar pada taraf

perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar

2,84 g dan cenderung lebih rendah pada taraf B2 sebesar 2,19 g. Pembahasan

Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Biokom Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao

Dari data dan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati biokom pada berbagai taraf berpengaruh nyata pada parameter jumlah daun, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. Hal ini disebabkan karena di dalam pupuk hayati biokom terdapat mikroba mikroba yang berperan dalam merombak bahan organik. Mikroba mikroba pupuk hayati biokom dapat berperan aktif dengan adanya pupuk kandang sapi karena adanya kandungan c organik dari pupuk kandang sapi yang dibutuhkan mikroba sebagai sumber makanannya.


(55)

Mikroba mikroba tersebut dapat memepercepat proses dekomposisi dari pupuk kandang sapi yang digunakan, sehingga C/N dari pupuk kandang sapi mendekati. Dengan C/N yang mendekati 12 maka mikroba mikroba tersebut dapat melepaskan unsur hara yang terdapat di dalam pupuk kandang sapi yakni, N (0,7 – 1,3 %), P2O5 (1,5 – 2,0 %), K2O (0,5 – 0,8 %), C organik (10,0 – 11,0 %), dan MgO (0,5 – 0,7 %) sehingga membantu memenuhi unsur hara yang dibutuhkan bibit kakao sebesar 2 gr/bibit N, 2 gr/bibit P2O5, 2 gr/bibit K2O, dan 1 gr/bibit MgO. Aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dapat membantu dalam menggemburkan tanah, memperbaiki terkstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerasi, sifat fisik dan biologi tanah menjadi lebih baik. Hal inilah yang memudahkan perakaran tanaman menyerap unsur hara yang terdapat di dalam tanah dengan sangat baik. Menurut Banjarnahor (1998) pemberian pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap C- tanah. Rataan total C- tanah menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis perlakuan pupuk kandang yang diberikan akan semakin meningkatkan kandungan C tanah. Sedangkan penambahan bahan organik terhadap sifat biologi tanah akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme, dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara yang terdapat dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman.

Peranan pupuk hayati mampu meningkatkan pertumbuhan jumlah daun pada tanaman kakao. Selain karena telah terombaknya unsur hara dari pupuk kandang sapi oleh mikroba mikroba yang berasal dari pupuk hayati biokom, hal ini juga dapat disebabkan karena peranan mikroorganisme Azotobacter sp yang dapat membantu penyediaan hara N yang diambil dari udara bebas. Bakteri ini menambat N bebas dari udara yang belum dapat diserap tanaman dan kemudian


(56)

mengubahnya menjadi N tersedia. Dengan tercukupinya N yang diserap tanaman maka pertumbuhan tanaman pun meningkat khususnya dalam meningkatkan petumbuhan jumlah daun. Tanaman menyerap unsur hara N ini melalui akar. Akar dengan aktif mencari sumber energi untuk memacu pertumbuhan tanaman dan memberikan kelangsungan hidup tanaman. Bakteri Azotobacter sp yang berada di daerah perakaran memberikan unsur hara N yang telah dirombaknya menjadi N tersedia bagi tanaman. Walaupun bakteri ini dapat membantu menyediakan hara bagai tanaman, proses yang dibutuhkan bakteri ini dalam merombak unsur hara N untuk tanaman tidak berlangsung cepat, hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yaitu pupuk hayati memberikan pengaruh nyata terhadap tanaman pada 9-17 MST, kurang lebih setelah dua bulan tanam. Bakteri ini juga mempunyai kemampuan dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Dilihat dari hasil pengamatan, pertumbuhan jumlah daun semakin meningkat dengan bertambahnya dosis pupuk hayati biokom. Hal ini dapat disebabkan juga karena adanya pengaruh ZPT sitokinin yang dapat dihasilkan oleh bakteri Azotobacter sp . Seperti kita ketahui bahwa sitokinin memiliki peran besar bagi pertumbuhan dan perkembangan daun yakni dalam pembentukan organ, pembesaran sel dan organ, pembukaan dan penutupan stomata, serta perkembangan mata tunas dan pucuk. Menurut Xenia (2010), salah satu mikroba yang dikenal mampu menambat N2 serta menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh AIA, sitokinin, dan giberelin sehingga dapat memacu pertumbuhan akar adalah Azotobacter sp.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pemberiaan beberapa dosis pupuk hayati biokom memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah dan bobot


(57)

kering tajuk pada tanaman kakao. Hal ini karena bahan pemberat seperti protein, asam asam amino serta enzim enzim yang ada di dalam tajuk tanaman masih tersimpan dengan baik walaupun sudah dikeringkan. Enzim enzim tersebut merupakan hasil metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh tanaman. Pembentukan enzim enzim ini dipengaruhi oleh ketersediaan hara N dan P dalam tubuh tanaman. Dalam penelitian ini, hal ini dapat disebabkan karena adanya bakteri Azospirillum sp, Azotobacter sp, dalam menambat N dari udara bebas dan merombaknya menjadi N tersedia bagi tanaman. Unsur hara N berperan penting dalam metabolisme tanaman yakni protein, asam asam amino, enzim-enzim. Menurut Simanungkalit, dkk, (2006) bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan Azotobacter dan Azospirilium disebabkan semata mata oleh sumbangan nitrogen hasil penambatan N2. Namun kemudian diketahui bahwa ternyata ada faktor lain yang turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman yakni hormon AIA (asam indol asetat) yang dihasilkan bakteri tersebut . Bakteri lainnya Aspergillus niger dapat membantu dalam melarutkan P, sehingga unsur hara P yang terikat dengan Al, Fe, Mn dan Ca dapat diserap dengan mudah oleh tanaman. Unsur hara P berperan dalam metabolisme tanaman seperti ADP dan ATP. Menurut Simanungkalit, dkk, (2006) fungi pelarut fosfat yang dominan ditemukan di tanah masam Indonesia ialah Aspergillus niger dan Penicilium.

Dari hasil penelitian, pupuk hayati biokom memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, bobot kering akar dan bobot tanaman. Walaupun pupuk hayati biokom memberikan pengaruh tidak nyata tetapi bila dilihat dari data rataan yang telah diambil, dengan pemberian


(58)

beberapa dosis pupuk hayati dapat memberikan peningkatan terhadap semua parameter.. Hal ini disebabkan karena kemampuan tanaman dalam memberikan respon terhadap pupuk yang diberikan berbeda beda. Unsur hara N dan P yang telah diberikan oleh mikroorganisme sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman. Di dalam penelitian ini, mikroorganime yang terdapat dalam pupuk hayati memiliki kemampuan dalam menghasilkan ZPT, antara lain AIA, Sitokinin dan Giberelin. Sitokinin berperan dalam pertumbuhan tunas dan pucuk dan pembentukan organ. Dengan adanya sitokinin ini, pertumbuhan tanaman tentunya mengarah pada organ daun, dimana di dalam daun terjadi proses fotosintesis yang dapat dibantu oleh hormon sitokinin. Menurut Simanungkalit, dkk, (2006) salah satu mikroba yang dikenal mampu menambat N2 serta menghasilkan substansi zat

pemacu tumbuh AIA, sitokinin, dan giberelin sehingga dapat memacu pertumbuhan akar adalah Azotobacter sp.

Pengaruh Pemberian Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao Dari hasil penelitian, diketahui bahwa pemberian pupuk NPK berpengaruh tidak nyata pada seluruh parameter pengamatan. Pupuk NPK diberikan setelah 5 MST, sebelum pemberian pupuk NPK, hara yang dibutuhkan tanaman dapat tercukupi oleh adanya pupuk kandang sapi di dalam media tanam yang telah diberikan 1 minggu sebelum penanam bibit kakao. Oleh karena itu, walaupun pupuk NPK diberikan, tanaman tidak terlalu menanggapi akan adanya hara yang terdapat di dalam pupuk NPK. Karena unsur hara yang terdapat di dalam pupuk kandang sapi telah terlebih dahulu diserap oleh akar bibit kakao. Jadi walaupun tanah yang digunakan adalah tanah yang memiliki unsur hara yang sangat sedikit, unsur hara untuk tanaman dapat tercukupi dengan adanya pupuk kandang sapi.


(59)

Pupuk kandang sapi memiliki unsur hara N, P, K dan Mg yang dapat membantu pertumbuhan tanaman kakao. Pupuk kandang sapi juga memiliki peranan dalam memperbaiki tekstur dan struktur tanah dalam polibeg, sehingga membantu akar tanaman dalam menyerap unsur hara yang terdapat di dalam tanah. Menurut Soepardi (1983) dalam Jamilah (2003) pupuk kandang sapi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah.

Pengaruh Interaksi Pemberian Pupuk Hayati Biokom Dengan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao

Dari hasil penelitian diketahui bahwa interaksi pemberian pupuk hayati biokom dan pemberian pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Hal ini terjadi karena pupuk hayati biokom bekerja sendiri sendiri dalam menyediakan unsur hara tanaman, seperti kita ketahui bahwa mikroorganisme di dalam pupuk hayati membutuhkan waktu yang lama dalam menyediakan unsur hara tanaman. Sedangkan pupuk NPK dapat langsung diserap oleh tanaman. Tetapi di dalam penelitian ini pupuk NPK berpengaruh tidak nyata karena sudah tercukupinya unsur hara yang dihasilkan oleh pupuk kandang sapi dengan bantuan mikroorganisme pupuk hayati dalam merombak bahan organik yang berasal dari pupuk kandang sapi. Oleh karena itu baik pupuk hayati maupun pupuk NPK tidak saling bekerja sama. Karena proses yang dibutuhkan oleh kedua pupuk tersebut dalam memberikan unsur hara terhadap tanaman sangat berbeda. Menurut Damanik, dkk, (2011) pupuk hayati mempunyai perbedaan besar dibandingkan dengan pupuk kimia baik ditinjau dari respons terhadap tanaman maupun dampak lingkungan.


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian pupuk hayati biokom dengan dosis 30 g untuk sementara memberikan hasil yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah daun, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk bibit kakao.

2. Penggunaan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan bibit kakao.

3. Tidak ada terjadi interaksi antara pemberian pupuk hayati biokom dengan pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Saran

Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan dosis pupuk hayati biokom yang optimal untuk pertumbuhan bibit kakao.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2013. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman.

[29 juli2013]

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2003. Integrasi Padi dan Ternak. BPTP.

Sulawesi Selat

Banjarnahor,H.R.,1998. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Dan Zeolit terhadap Sifat Fisika Tanah Ultisol dan Produksi Kacang Kedelai (Glycine max. L.) Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,Medan. Hal 40.

Brady, N. C., dan R. R. Weil. 2008. The Nature and Properties of Soils Edition 14th . Upper Saddle River, New Jersey. Colombus, Ohio.

Damanik, M.M.B, B.E.Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin dan H.Hanum., 2011. Kesuburan tanah Pemupukan. USU Press, Medan.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Perluasan Tanaman Kakao Tahun 2012. Kementrian Pertanian. Jakarta.

Hasibuan, B.E., 2006. Pupuk Dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Hardjowigeno, S., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.

_____________ ., 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Husen, E dan R. Saraswati., 2009. Prospek Penggunaan Pupuk Hayati Pada

Sawah bukaan baru.

[12 November 2012].

Isnaini, M., 2006. Pertanian Organik. Kreasi Wacana. Yogyakarta.

Jamilah., 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Dan Kelengasan Terhadap Perubahan Bahan Organik dan Nitrogen Total Entisol.

http://library.usu.ac.id/download/sp/tanah-jamilah. [8 desember 2012]

Kartasapoetra, A.G., 1988. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk merehabilitasinya. Penerbit Bina Aksara, Jakarta.

Limbongan, J., 2011. Karakteristik Morfologis Dan Anatomis Klon Harapan Tahan Penggerek Buah Kakao Sebagai Sumber Bahan Tanam.


(62)

Poedjiwidodo, Y., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Ungaran. Prasetyo, dan D. A. Suriadikarta., 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi

Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Prihmantoro, H., 1997. Memupuk Tanaman Buah. Penebar Swadaya, Jakarta. Purnomo.J., 2007. Pengaruh Pupuk NPK Majemuk Terhadap Hasil Padi Varietas

Ciherang Dan Sifat Kimia Tanah Inceptisol, Bogor.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010. Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rosmarkam, A., dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kseburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R.Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik., 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi., dan L. Nuraeni., 2008. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Hasil. Penebar Swadaya, Jakarta.

Subagyo, H., S. Nata., dan A. B. Siswanto., 2000. Tanah-Tanah Pertanian di Indonesia dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.

Sunarwidi.1982.Competition Between Congongnase (Imperata cylindrica L. Beauv) and Cacao Seedling (Theobroma cacao var.Amelonado). Thesis. PhD University of Philipines Los Banos.

Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao Budidaya Pengolahan Hasilnya. Kanisius, Yogyakarta.

Sutanto, R.,2006. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

Syamsulbahri, 1996, Bercocok Tanam Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

Wahyudi, T., T.R Panggabean, dan Pujiyanto., 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dai hulu hingga hilir. Penebar Swadaya, Jakarta. Widya. Y., 2008, Budidaya bertanam Cokelat, Tim Bina karya Tani, Bandung.


(63)

Xenia. 2010. Pengaruh Inokulasi Azotobacter sp. Terhadap Perakaran Jagung Pada Beberapa Tingkat Pemberian KNO3 Di Media Padat Wanatabe.

Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Yuliasmara, F., A.Wibowo, dan A. A.Prawoto., 2009. Karbon Tersimpan pada Berbagai Umur dan Sistem Pertanaman Kakao:Pendekatan Allometrik.


(64)

Lampiran Tabel 1. Data tinggi tanaman 5 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P0B0 20,15 22,48 23,38 66,00 22,00

P0B1 16,55 28,08 18,08 62,70 20,90

P0B2 22,50 21,75 18,05 62,30 20,77

P0B3 22,10 21,20 20,65 63,95 21,32

P1B0 21,73 20,05 18,45 60,23 20,08

P1B1 21,63 22,88 17,70 62,20 20,73

P1B2 22,45 21,45 23,33 67,23 22,41

P1B3 16,10 22,95 21,05 60,10 20,03

P2B0 16,20 20,50 17,83 54,53 18,18

P2B1 22,55 17,80 20,65 61,00 20,33

P2B2 21,53 26,58 21,18 69,28 23,09

P2B3 26,05 20,25 22,50 68,80 22,93

P3B0 24,35 24,40 19,50 68,25 22,75

P3B1 24,70 21,90 20,53 67,13 22,38

P3B2 18,75 22,88 24,28 65,90 21,97

P3B3 19,08 21,33 18,13 58,53 19,51

Total 336,40 356,45 325,25 1018,10

Rataan 21,03 22,28 20,33 21,21

Lampiran Tabel 2. Data sidik ragam tinggi tanaman 5 MST

Sumber db JK KT F.hit F.05 Ket.

Blok 2 31,25 15,62 2,18 3,32 tn

P 3 4,31 1,44 0,20 2,92 tn

B 3 12,19 4,06 0,57 2,92 tn

Linear 1 1,47 1,47 0,21 4,17 tn

Kuadratik 1 6,27 6,27 0,88 4,17 tn

Sisa 1 4,44 4,44 0,62 4,17 tn

P X B 9 70,36 7,82 1,09 2,21 tn

Galat 30 214,84 7,16

Total 47 332,94

FK = 21594,33 KK = 12,62


(65)

Lampiran Tabel 3. Data tinggi tanaman 7 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P0B0 22,43 23,65 25,65 71,73 23,91

P0B1 19,00 29,58 20,55 69,13 23,04

P0B2 24,05 24,15 20,90 69,10 23,03

P0B3 23,85 23,63 22,93 70,40 23,47

P1B0 24,35 22,93 20,95 68,23 22,74

P1B1 23,58 26,05 20,61 70,23 23,41

P1B2 24,85 23,38 25,65 73,88 24,63

P1B3 18,18 25,13 24,45 67,75 22,58

P2B0 18,38 22,25 19,85 60,48 20,16

P2B1 24,80 19,73 23,30 67,83 22,61

P2B2 23,45 28,35 23,18 74,98 24,99

P2B3 26,05 22,83 25,08 73,95 24,65

P3B0 27,03 26,50 22,15 75,68 25,23

P3B1 26,78 24,83 23,33 74,93 24,98

P3B2 21,00 25,10 27,05 73,15 24,38

P3B3 21,25 24,10 20,13 65,48 21,83

Total 369,00 392,15 365,73 1126,88

Rataan 23,06 24,51 22,86 23,48

Lampiran Tabel 4. Data sidik ragam tinggi tanaman 7 MST

Sumber Db JK KT F.hit F.05 Ket.

Blok 2 25,93 12,96 1,98 3,32 tn

P 3 6,76 2,25 0,34 2,92 tn

B 3 11,41 3,80 0,58 2,92 tn

Linear 1 0,75 0,75 0,11 4,17 tn

Kuadratik 1 7,95 7,95 1,22 4,17 tn

Sisa 1 2,71 2,71 0,41 4,17 tn

P X B 9 64,40 7,16 1,09 2,21 tn

Galat 30 196,08 6,54

Total 47 304,58

FK = 26455,39


(1)

Lampiran Tabel 53. Deskripsi Tanaman Kakao Lindak

No Uraian Keterangan

1 Nama Lindak

2 Hasil Persilangan F1 x Upper Amazone Hybrida

3 Berat Buah 634 g

4 Panjang Buah 18,7 cm

5 Lebar Buah 8,6 cm

6 Rata-rata Jumlah Buah per Pokok

57 7 Jumlah Biji per Buah 47 8 Rata-rata Jumlah Biji per

Buah

45 9 Berat Buji Basah per Buah 172 g 10 Berat Biji Basah 3,5 g 11 Rata-rata Biji Basah perbutir 2,71 g 12 Rata-rata Biji Kering perbutir 1,11 g

13 Kadar Lemak 42,1 g

14 Warna Daun Flush Merah

15 Warna Daun Hijau

16 Warna Batang Coklat

17 Tajuk Tanam Sedang

18 Ukuran Biji Sedang

19 Bentuk Buah - Bulat Lonjong

- Warna Buah Sebelum Masak Hijau - Pangkal Buah Terdapat Lekukan - Ujung Buah Agak Tumpul

Sumber : Pusat Penelitian Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM) (2003)


(2)

Lampiran Tabel 54. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

1 Persiapan Areal X

2 Persiapan Naungan X

3 Persiapan Media Pembibitan di Polibag X

4 Pengecambahan Benih X

5 Penanaman Kecambah X

6 Aplikasi Pupuk Hayati Biokom X

7 Pemupukan NPK sebagai Perlakuan X X X X

7 Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman Disesuaikan Dengan Kondisi lapanagan

Penyiangan Disesuaikan Dengan Kondisi lapanagan

Pengendalian hama Penyakit Disesuaikan Dengan Kondisi lapanagan

8 Pengamatan Parameter

Tinggi Bibit (cm) X X X X X X X

Jumlah Daun (Helai) X X X X X X X

Diameter Batang X X X X X X X

Total Luas Daun X

Bobot Basah Tajuk (g) X

Bobot Basah Akar (g) X

Bobot Kering Tajuk (g) X

Bobot Kering Akar (g) X


(3)

(4)

Lampiran Gambar 56. Bagan Penelitian

80 cm U

S 80 cm

BLOK I BLOK II BLOK

P2B0 P0B1 P3B1 P1B2 P0B0 P3B0 P2B3 P0B2 P3B3 P2B2 P1B0 P2B1 P0B3 P1B1 P3B2 P2B1 P1B1 P0B2 P0B1 P1B2 P0B3 P0B0 P2B2 P0B2 P2B2 P2B1 P1B0 P3B1 P0B1 P1B0 P1B2 P3B2 P2B3 P1B3 P1B3 P3B0 P2B3 P2B0 P0B3 P3B1 P3B0 P2B0 P1B1 P0B0 P3B2

P1B3 P3B3 P3B3

80 cm 50 cm


(5)

(6)