37
μ
i
= error term i
= sampel j
= variabel Data tingkat persepsi yang digunakan untuk menduga persamaan
regresi berganda ini adalah dari hasil kuesioner tentang tingkat persepsi yang dilakukan terhadap petani responden. Variabel-variabel yang
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Variabel-variabel dalam analisis logit model pada fungsi persepsi petani terhadap manfaat kegiatan pengembangan Agropolitan
Kode Nama Variabel
SatuanKategori Variabel Terikat:
Y Persepsi tentang manfaat kegiatan
pengembangan Agropolitan terhadap tingkat pendapatan
0 = rendah 1 = tinggi
Variabel Bebas: X
1
Umur Tahun
X
2
Lama Pendidikan Tahun
X
3
Luas lahan yang dimiliki Ha
X
4
Luas lahan yang digarap Ha
X
5
Pendapatan Rupiah
X
6
Volume produksi Kg
X
7
Jarak dari pusat pertumbuhan Km
D
1
Peubah Dummy Keaktifan dalam keanggotaan kelompok tani
D1= 0 : Keaktifan rendah D1= 1 : Keaktifan sedang
D
2
Peubah Dummy Keaktifan dalam keanggotaan kelompok tani
D2= 0 : Keaktifan rendah D2= 1 : Keaktifan tinggi
9. Analisis Kelembagaan
Analisis kelembagaan
secara deskriptif
dilakukan dengan
mengidentifikasi dan mengkaji kelembagaan formal dan informal yang ada di kawasan Agropolitan serta peranannya dalam kegiatanprogram
Pengembangan Agropolitan.
38
Penentuan Petani Sampelresponden
Lokasi penelitian diarahkan pada desa-desa di kawasan Agropolitan Waliksarimadu yang meliputi 5 lima kecamatan yaitu kecamatan Watukumpul,
Belik, Pulosari,
Moga, dan
Randudongkal. Pengambilan
sampel untuk
menganalisis persepsi petani dilakukan dengan metode random sampling dengan jumlah responden sebanyak 54 orang.
Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini sumber data sekunder yang digunakan hanya bersumber dari Data Potensi Desa Podes dari BPS Pusat dan PDRB Kabupaten Pemalang
dari BPS Kabupaten Pemalang. Hal ini disebabkan oleh kesulitan penulis untuk menemukan sumber data lain yang mungkin lebih valid untuk dianalisis.
39
Gambar 3. Kerangka Analisis Penelitian
Data Infrastruktur
dan fasilitas kecamatan
Analisis Indeks Perkembangan
Wilayah Kuisioner
Persepsi tentang program
Agropolitan terhadap tingkat
Analisis Chi Square, Koresponden,
Binomial Logit Model
Kesejahteraan Masyarakat
Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan
Persepsi tentang manfaat program
Agropolitan Perubahan Indeks
Perkembangan Kecamatan
Wawancara, Peraturan-
peraturan
Analisis Deskriptif
Peran kelembagaan
Kawasan Agropolitan
Data Keluarga Pra Sejahtera
dan Sejahtera I
Analisis Deskriptif
Tingkat Kemiskinan
Data PDRB Kawasan
Agropolitan, Jumlah penduduk
Analisis SSA, LQ, Pangsa Sektoral PDRB, Pendapatan per
Kapita, PDRB keluarga petani Pergeseran Keunggulan
Kompetitif, Sektor Basis, Pangsa Sktoral
PDRB, Pendapatan per Kapita, PDRB keluarga
petani
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Pemalang
Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Pemalang terdiri atas 14 empat belas kecamatan
dan 222 desakelurahan. Secara geografis Kabupaten Pemalang terletak pada posisi 109
17’30”-109 40’30” BT dan 7
20’11”-8 52’30” LS. Luas wilayah
Kabupaten Pemalang adalah 1.115,30 km
2
11.530 ha. Batas wilayah administrasi kabupaten Pemalang adalah sebagai berikut:
- Sebelah utara : Laut Jawa
- Sebelah timur : Kabupaten Pekalongan
- Sebelah selatan : Kabupaten Purbalingga
- Sebelah barat : Kabupaten Tegal.
Secara topografi wilayah Kabupaten Pemalang meliputi daerah dataran rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Berdasarkan
topografinya, Kabupaten Pemalang terdiri dari : 1
Daerah dataran pantai Yaitu daerah dengan ketinggian antara 1 - 5 meter di atas permukaan air
laut. Daerah ini meliputi 18 desa dan 1 kelurahan terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Pemalang.
2 Daerah dataran rendah
Yaitu daerah dengan ketinggian antara 6 - 15 meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 98 desa dan 5 kelurahan terletak di bagian utara
wilayah Kabupaten Pemalang. 3
Daerah dataran tinggi Yaitu daerah dengan ketinggian antara 16 - 212 meter di atas permukaan air
laut. Daerah ini meliputi 35 desa, terletak di bagian tengah dan selatan wilayah Kabupaten Pemalang.
4 Daerah pegunungan
Terbagi menjadi dua yaitu :
41
a. Daerah dengan ketinggian antara 213 - 924 meter di atas permukaan
air laut. Daerah ini meliputi 55 desa, terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Pemalang.
b. Daerah dengan ketinggian 925 meter di atas permukaan air laut,
terletak di bagian selatan meliputi 10 desa yang berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga.
Tabel 3. Data Kependudukan di Kabupaten Pemalang Tahun 2005
Kecamatan Luas
Km
2
Jumlah Rumah
Tangga Banyaknya
Penduduk Kepadatan
Per Km
2
Rata-rata Anggota
Rumah Tangga
1. M o g a 41,41
15.544 68.288
1.649 4,4
2. Warungpring 26,31
9.161 43.457
1.652 4,7
3. Pulosari 87,52
12.540 53.057
606 4,2
4. B e l i k 124,54
23.728 102.253
821 4,3
5. Watukumpul 129,02
13.687 64.685
501 4,7
6. B o d e h 85,98
13.141 57.502
669 4,4
7. Bantarbolang 139,19
17.378 82.273
591 4,7
8. Randudongkal 90,32
22.678 104.421
1.156 4,6
9. Pemalang 101,93
40.770 180.334
1.769 4,4
10. T a m a n 67,41
33.747 163.286
2.422 4,8
11. Petarukan 81,29
35.665 153.158
1.884 4,3
12. Ampelgading 53,30
16.785 70.109
1.315 4,2
13. C o m a l 26,54
17.952 89.611
3.376 5,0
14. Ulujami 60,55
23.001 108.988
1.800 4,7
J u m l a h 1.115,30
295.777 1.341.422
1.203 4,5
Sumber : BPS Kabupaten Pemalang 2005
42
Kawasan Agropolitan Waliksarimadu
Sejak tahun
2003 Kabupaten
Pemalang mengembangkan
kawasan Agropolitan untuk meningkatkan pembangunan perdesaan.
Pengembangan kawasan Agropolitan dilaksanakan di 5 lima kecamatan yaitu kecamatan
Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal yang meliputi 67 desa. Kawasan angropolitan tersebut diberi nama “Waliksarimadu” yang merupakan
akronim dari 5 kecamatan tersebut. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4 Peta Kawasan Agropolitan Waliksarimadu
43
Kawasan ini mempunyai luas 47.281 ha Tabel 4, dengan rincian penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Luas Kawasan Pengembangan Agropolitan
No Kecamatan
Jumlah Desa Luas Wilayah
Persentase terhadap Kelurahan
km2 luas kawasan
1 Watukumpul
15 129,02
27,29 2
Belik 12
124,54 26,34
3 Pulosari
12 87,52
18,51 4
Moga 10
41,41 8,76
5 Randudongkal
18 90,32
19,10 Jumlah
67 472,81
100 Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2005
Tabel 5. Penggunaan Lahan di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2005
No Jenis Penggunaan
Lahan Luas Ha
Persentase 1
Sawah 11.507,79
24,43 2
Bangunan dan sekitarnya
5.287,72 11,18
3 TegalanKebun
12.311,98 26,04
4 LadangHuma
120,42 0,25
5 TambakKolam
10,93 0,02
6 Kehutanan
16.236,86 34,34
7 Perkebunan
915,81 1,98
8 Lain-lain
889,49 1,88
Jumlah 47.281,00
100 Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2005
Berdasarkan potensi agroklimat maka kawasan Agropolitan Waliksarimadu memiliki:
a. Iklim tipe A dan B Oldeman, b. Jenis tanah alluvial dan latosol,
c. Topografi berlereng, d. Curah hujan tahunan 3.000 - 4.000 mm,
e. Ketinggian tempat 300 – 1.500 m dpl. Berdasarkan hal tersebut Kawasan Agropolitan Waliksarimadu merupakan
kawasan yang memiliki potensi cukup besar dalam menghasilkan komoditas bernilai ekonomis yang sesuai dengan kondisi agroklimatnya.
Beberapa jenis komoditas unggulan yang ada di kawasan Agropolitan Waliksarimadu
adalah komoditas
sayuran dataran
tinggi, buah-buahan,
44
perkebunan, peternakan, dan perikanan darat. Jenis sayuran yang menjadi unggulan adalah cabe, tomat, sawi, kobis,
kentang, bawang daun, sawi, labu siam, wortel, kacang panjang, dan buncis. Buah-buahan yang menjadi unggulan
kawasan adalah alpukat, nanas, manggis, dan durian. Sedangkan komoditas unggulan peternakan adalah sapi potong, ayam ras petelur dan pedaging.
Komoditas perikanan darat yang dikembangkan adalah nila, emas, karper, dan gurami. Komoditas perkebunan rakyat yang menonjol adalah kopi, nilam, dan teh.
Nilam banyak dikembangkan di wilayah kecamatan Watukumpul. Sedangkan teh dikembangkan di kecamatan Pulosari, Moga, dan Belik.
Sentra produksi komoditas tanaman sayuran berada di wilayah agropolitan kecamatan Belik. Pengembangan usaha budidaya sayuran ini didukung oleh
keberadaan pasar sayuran terbesar di Kabupaten Pemalang yaitu Sub Terminal Agribisnis Pasar Gombong Kecamatan Belik.
Mata pencaharian utama penduduk di kawasan adalah petani. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian didominasi oleh petani 49,85,
selanjutnya buruh tani 19,37, pedagang 12,06, buruh industri dan bangunan 7,02, sektor pengangkutan 2,55, dan lain-lain 9,15.
Dari aspek kelembagaan telah berkembang kelompok-kelompok tani dan asosiasi. Asosiasi yang berkembang saat ini adalah asosiasi petani kentang,
Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura APPH sebagai pengelola Sub Terminal Agribisnis Hortikultura, dan Asosiasi Petani Kopi APEKI. Selain itu
beberapa asosiasi telah membentuk koperasi asosiasi. Jumlah kelembagaan petani di kawasan Agropolitan sebagaimana pada Tabel 6.
Tabel 6. Kelembagaan Petani di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu
No Jenis Penggunaan Lahan
Jumlah 1
Kelompok Hamparan Usaha Tani 253
2 Kelompok Wanita Tani
5 3
Kelompok Taruna Tani 2
4 Kelompok Petani Kecil
64 5
KKA Klinik Konsultasi Agribisnis 1
6 P4S
3 7
LKM 2
8 Asosiasi
5 Jumlah
335 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang 2006
45
Selama pelaksanaan program Pengembangan Kawasan Agropolitan telah dilaksanakan beberapa kegiatan. Adapun jenis kegiatan yang dilaksanakan di
kawasan Agropolitan Waliksarimadu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis kegiatan yang telah dilaksanakan di dalam kawasan Agropolitan
Waliksarimadu Kabupaten Pemalang
No Lokasi Desa
Kecamatan Jenis Kegiatan
Volume Biaya
Ribu Sumber
Dana Tahun
Pelak- sanaan
1
Kawasan Agropolitan
Peningkatan kawasan Agropolitan Waliksarimadu
150.000 APBD Kab
2003 Bantuan pengembangan rehabilitasi
sarana dan prasarana 2.500
APB Kab 2003
Peningkatan lingkungan pemukiman
100.000 APBD Kab
2003 Pembinaan mobilitas penduduk
kawasan 350.000
APBD Kab 2003
Bantuan bibit ternak besar 50.000
APBD Kab 2003
Pengembangan Agropolitan 135.000
APBD Kab 2004
Pengembangan komoditi perkebunan
225.707 APBD Kab
2004 Bantuan bibit tanam durian program
sejuta pohon 145.000
APBD Kab 2004
Peningkatan air bersih pedesaan 420.000
APBD Kab 2004
Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan
400.000 APBD Kab
2004 Peningkatan sentra produksi
hortikultura 40.000
APBD Kab 2004
Pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
14.768 APBD Kab
2004 Pengembangan kawasan
Agropolitan Waliksarimadu 125.000
APBD Prov 2005
Bantuan bibit buah-buahan program sejuta pohon
85.000 APBD Prov
2005 Bantuan pengembangan sapi
kereman 50.000
APBD Prov 2004,
2005 Bantuan pemberdayaan ekonomi
peternakan 60.000
APBD Prov 2005
Bantuan pakan ternak 9.050
APBD Prov 2005
Pengembangan sentra produksi hortikultura
7.100 APBD Prov
2005 Pemberdayaan pengembangan
inseminasi buatan 53.850
APBD Prov 2005
46
No Lokasi Desa
Kecamatan Jenis Kegiatan
Volume Biaya
Ribu Sumber
Dana Tahun
Pelak- sanaan
Pengembangan kesehatan ternak dan masyarakat veteriner
70.000 APBD Prov
2005 Pengembangan ternak besar
40.000 APBD Kab
2005 Pengembangan Kawasan
Agropolitan Waliksarimadu 123.000
APBD Kab 2006
Peningkatan Penyuluhan Pertanian 75.000
APBD Kab 2006
Perbaikan jalan antara kecamatan Moga-Pulosari
APBD Kab 2006
Perbaikan jalan Belik-Gombong APBD Kab
2006 Bantuan modal kelompok tani
6 kelompok APBD Prov
BBMKP 2007
Bantuan Permodalan Agribisnis 3 kelompok
APBD Prov BBMKP
2007 Magang Agribisnis
7 orang APBD Prov
BBMKP 2007
Pembangunan Embung 3 Unit
APBD Prov BBMKP
2007 Prima Tani
1 Unit APBN,
APBD Prov, Kab BPTP
Dispertan 2007
Bantuan bibit tanaman jarak pagar 15.000 btg
APBD Kab 2007
Perbaikan jalan APBD Kab
2007 Bantuan sarana IB dan obat-obatan
1 Paket APBD Kab
2007
Kecamatan Belik
2 Kecamatan
Belik Pembuatan gerbang kawasan
Agropolitan 1 unit
30.000 APBN
2005
Pembangunan Gedung BPP 1 Unit
APBD Prov 2007
3 Gombong Belik
Pembangunan STA Hortikultura 800 m
2
682.837 APBN
2003, 2004
Pembuatan jalan poros desa 7,5 km,
lebar 2,5 m 795.800
APBN 2003
Pembuatan jalan lingkar pasar menuju STA
300 m, lebar 1,5 m
125.000 APBN
2003
Gaduhan sapi dari Dinas Pertanian Prov Jateng
50 ekor 190.000
APBN 2003
47
No Lokasi Desa
Kecamatan Jenis Kegiatan
Volume Biaya
Ribu Sumber
Dana Tahun
Pelak- sanaan
Bantuan Sapi Keremen 30 ekor
120.000 APBD Prov
2004 Penguatan Modal Kelompok Tani
1 Paket 40.000
APBD Prov 2004
Bantuan Kelompok Hortikultura 12.000
APBD Prov 2005
Bantuan keranjang sayuran 20 buah
2005 Pembangunan rumah komposting
1 buah APBN
2006 Pembangunan Green House
800 m
2
APBN 2006
Pembuatan Embung 1 Buah
APBN 2006
Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis
5.000 APBD Prov
2006 Pembangunan Green House beserta
Tower Air untuk Strawbery, Bunga Potong, dan Tanaman Hias.
1 Unit APBD Kab
2007
Bantuan Indukan tanaman hias 1 Paket
APBD Prov 2007
Pembuatan Etalase Bunga 40 unit
Swadaya Masyarakat
2007 4
Kuta Belik Penumbuhan Modal Kelompok
Tani Tomat 1 Paket
40.000 APBN
2003 Kemitraan Kelompok Tani
1 Paket 40.000
APBD Prov 2004
Penguatan Modal 40.000
APBD Prov 2005
Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis
5.000 APBD Prov
2006 Bantuan Alat Vacuum Frying
1 Unit APBD Prov
2006 5
Beluk Belik Bantuan Alat Vacuum Frying
1 Unit APBD Prov
2005 6
BelikBelik Pembangunan rumah minyak nilam
1 Unit APBN
2006 Pengadaan sarana penyulingan
minyak nilam 1 Unit
APBD Kab 2007
Kecamatan Pulosari
7 Penakir
Pulosari Perbaikan jalan poros desa
3,5 km, lebar 2,5 m
1.475.000 APBN
2004, 2005
8 Kecamatan
Pulosari Bantuan Budidaya Lebah Madu
1 Paket 12.100
APBD Kab 2004
Bantuan bibit jeruk 5.000 btg
APBD Prov 2006
Bantuan sapi PO 20 ekor
APBN 2007
48
No Lokasi Desa
Kecamatan Jenis Kegiatan
Volume Biaya
Ribu Sumber
Dana Tahun
Pelak- sanaan
9 Karangsari
Pulosari Pembangunan STA Perkebunan
1 Unit 290.220
APBN 2005
Pembangunan jalan poros desa 1.200 m
APBN 2006
10 Gambuhan
Pulosari Bantuan sapi kereman
30 ekor APBD Prov
2005 11
Pulosari Pulosari
Bantuan kelompok hortikultura 26.000
APBD Prov 2005
Bantuan alat packing sayuran wrapping
1 Unit APBD Kab
2005 Pembangunan halte sayuran
1 Unit 75.000
APBD Kab, Masyarakat
2005 Bantuan Permodalan Usaha
Agribisnis 20.000
APBD Prov 2006
Bantuan Alat Vacuum Frying 1 Unit
APBD Prov 2006
Bantuan Ternak Sapi 15 ekor
APBD Kab 2006
12 Batursari
Pulosari Pembangunan jalan poros desa
800 m APBN
2006 13
Clekatakan Pulosari
Pembangunan Halte Sayuran 200 m
2
APBD Prov Kimtaru
2007 14
Cikendung Pulosari
Pembangunan Biogas 6 Unit
APBD Kab 2007
Kecamatan Watukumpul
15 Jojogan
Watukumpul Pembangunan penyulingan minyak
nilam 150.000
APBN, Masyarakat
2005 Pembangunan halte sayuran
1 Unit 25.000
APBD Kab, Masyarakat
2005 Pembuatan Embung
1 Unit APBN
2006
Kecamatan Moga
16 Kecamatan
Moga Bantuan bibit gurami, peralatan,
perbaikan kolam, dan pakan 1.000 ekor
20.000 APBD Prov
2004 Pembuatan gerbang Agropolitan
1 unit 30.000
APBN 2005
Bantuan bibit gurami, pakan, obat- obatan, pembuatan kolam
17.000 ekor 14.000
APBD Kab 2005
Pengembangan dan peningkatan SDM petani perkebunan
20.000 APBD Kab
2005 Bantuan bibit jeruk keprok
10.000 btg 5.000
Masyarakat 2005
Bantuan alat pengupas ketela 1 Unit
2005
49
No Lokasi Desa
Kecamatan Jenis Kegiatan
Volume Biaya
Ribu Sumber
Dana Tahun
Pelak- sanaan
Bantuan kegiatan Sonic-Bloom 50 Ha
2.500 Masyarakat
2005 Perbaikan gedung Balai Benih
Hortikultura 1 Buah
APBN 2006
Bantuan Bibit Jeruk 15.000 btg
APBD Prov, APBD Kab
2006 Bantuan bibit tanaman jeruk
Keprok Tawangmangu 15.000 btg
APBD Prov 2007
17 Banyumudal
Moga Bantuan bibit salak pondoh
1.250 btg 5.000
Masyarakat 2005
Bantuan sapi 20 ekor
APBD Prov 2006
18 Moga Moga
Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis
4.500 APBD Prov
2006
Kecamatan Randudongkal
19 Kalitorong
Randudongkal Bantuan bibit rambutan
1.000 btg 5.000
Masyarakat 2005
20 Kecamatan
Randudongkal Bantuan bibit varietas Fatmawati
1 Ha APBD Kab
2005 Pelebaran jalan menuju STA
Peternakan 7.000
Masyarakat 2005
21 Randudongkal
Randudongkal Pembangunan STA Peternakan
RPH 1 Unit
630.281 APBN,
APBD Kab 2004,
2005 Perbaikan BPP Randudongkal
1 Unit APBN
2006 22
Karangmoncol Randudongkal
Bantuan ternak kambing 75 ekor
APBD Kab 2006
Bantuan ternak kambing 50.000
APBD Kab 2007
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan IPK
Analisis dengan indeks perkembangan wilayah merupakan modifikasi dari analisis skalogram. Analisis skalogram untuk menentukan hirarki wilayah
berdasarkan pada jumlah dan jenis fasilitas saja sedangkan analisis indeks perkembangan wilayah menggunakan perkalian antara rasio jumlah fasilitas dan
rasio jumlah wilayah yang memiliki fasilitas kemudian distandardisasi. Karena sifatnya rasio maka peningkatan jumlah fasilitas suatu wilayah tidak selalu
meningkatkan indeks perkembangan wilayahnya bila di wilayah lain peningkatan jumlah fasilitasnya lebih tinggi.
Perubahan indeks perkembangan kecamatan yang dibandingkan adalah antara kecamatan-kecamatan di dalam kawasan dan di luar kawasan pada saat
sebelum pelaksanaan program Agropolitan tahun 2000, saat mulai dilaksanakan tahun 2003 dan setelah pelaksanaan tahun 2006. Kawasan agropolitan terdiri
atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Sedangkan luar kawasan sebagai pembanding dipilih kecamatan
yang mempunyai kondisi mirip yaitu kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang.
Bila dilihat dari nilai rata-rata di dalam kawasan Agropolitan mempunyai indeks perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di luar kawasan. Hal
ini disebabkan di dalam kawasan terdapat kecamatan yang cukup maju yaitu Kecamatan Randudongkal yang mempunyai jumlah infrastruktur yang lebih
banyak dibandingkan kecamatan lain. Letaknya yang strategis dengan sarana jalan yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di sekitarnya dengan pusat kota
membuat kecamatan ini menjadi pusat pelayanan bagi kecamatan-kecamatan di bagian selatan.
Bila dilihat perkembangannya maka di Kecamatan Randudongkal indeks perkembangannya selalu meningkat dan tetap tertinggi di dalam kawasan dan luar
kawasan pembanding Tabel 8. Kecamatan Randudongkal sejak sebelum penetapan kawasan Agropolitan merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah
dan jenis fasilitas lebih banyak sehingga ditetapkan sebagai pusat agropolis. Perkembangan indeks perkembangan yang meningkat dan selalu dalam urutan
51
tertinggi di dalam kawasan dan luar kawasan pembanding mengindikasikan bahwa di Kecamatan Randudongkal terjadi perkembangan jumlah infrastruktur
yang melebihi
perkembangan kecamatan-kecamatan
lain sejak
sebelum pelaksanaan program Agropolitan.
Tabel 8 Indeks Perkembangan Kecamatan IPK Tahun 2000, 2003, dan 2006
2000 2003
2006 No
Kecamatan IPK
Urutan
IPK
Urutan
IPK
Urutan
Kawasan Agropolitan
1 Moga
29.8562 3
29.2153 4
28.1604 5
2 Pulosari
20.7137 7
18.0550 7
18.8887 7
3 Belik
28.1329 5
30.1130 3
31.6343 3
4 Watukumpul
25.5305 6
22.6116 6
22.6890 6
5 Randudongkal
46.2596 1
48.9514 1
51.3353 1
Rata-rata
30.0986 29.7893
30.5415 Luar Kawasan Agropolitan Pembanding
6 Warungpring
9.9500 8
6.7886 8
6.9726 8
7 Bodeh
30.1047 2
26.6442 5
28.3466 4
8 Bantarbolang
29.2229 4
30.8109 2
31.6898 2
Rata-rata
23.0925 21.4146
22.3364
Di
Kecamatan Moga indeks perkembangan selalu menurun dari tahun 2000 sampai 2006. Demikian pula urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun
2006. Hal ini berarti di Kecamatan Moga perkembangan infrastrukturnya lebih rendah daripada di kecamatan lain baik di dalam kawasan Agropolitan maupun di
luar kawasan Agropolitan. Di Kecamatan Pulosari dan Watukumpul urutan nilai indeks perkembangan
tetap sejak tahun 2000 sampai tahun 2006. Hal ini mengindikasikan bahwa di kedua kecamatan ini mempunyai perkembangan jumlah infrastruktur relatif
seimbang dengan perkembangan di kecamatan-kecamatan lain. Kecamatan Belik mempunyai indeks perkembangan yang meningkat dari
sebelum pelaksanaan program Agropolitan tahun 2000 sampai setelah pelaksanaan program Agropolitan tahun 2006 yang mengindikasikan bahwa di
Kecamatan Belik terjadi perkembangan jumlah infrastruktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain.
52
Sedangkan di luar kawasan Agropolitan perubahan indeks perkembangan dari tahun 2000 sampai tahun 2006 relatif bervariasi. Di Kecamatan Warungpring
nilai indeks perkembangan wilayahnya tetap terendah yang berarti jumlah infrastruktur paling sedikit dibandingkan kecamatan lain sejak tahun 2000 sampai
tahun 2006. Hal ini dapat dipahami karena Kecamatan Warungpring yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran pada tahun 2001. Setelah pemekaran
perkembangannya infrastrukturnya masih rendah karena kepadatan penduduknya yang rendah.
Di Kecamatan Bodeh nilai indeks perkembangan maupun urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003 tetapi meningkat lagi pada tahun
2006. Hal ini berarti terjadi penurunan perkembangan jumlah infrastruktur dibandingkan kecamatan lain pada tahun 2000 sampai 2003, tetapi meningkat
kembali pada tahun 2006. Kecamatan Bantarbolang yang relatif maju karena letaknya yang lebih
strategis ke ibu kota kabupaten mempunyai indeks perkembangan yang selalu meningkat, demikian juga dengan urutannya. Hal ini berarti terjadi perkembangan
infrastruktur di kecamatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Bila dilihat dari rata-rata nilai indeks perkembangan di dalam kawasan dan
luar kawasan mempunyai kecenderungan yang sama yaitu menurun pada tahun 2000 ke tahun 2003 dan meningkat kembali pada tahun 2006. Hal ini berarti
perubahan indeks perkembangan wilayah di dalam kawasan dengan di luar kawasan tidak berbeda nyata.
Salah satu faktor yang meningkatkan nilai indeks perkembangan wilayah adalah program pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah. Pembangunan
infrastruktur yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk pelayanan sosial dan ekonomi. Karena kawasan Agropolitan yang dikembangkan
bukan daerah yang baru dibangun maka tidak banyak pembangunan fasilitas baru oleh Pemerintah maupun dengan swadaya masyarakat. Pembangunan yang
dilaksanakan dalam program juga termasuk perbaikan fasilitas yang berarti tidak menambah jumlah fasilitas dan jenis fasilitas tetapi meningkatkan kualitasnya
saja.
53
Beberapa pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di kawasan Agropolitan di antaranya adalah:
1. pembangunanperbaikan jalan meliputi jalan antara kecamatan Moga-Pulosari, antara Belik-Gombong, jalan poros desa dan lingkar ke pasar Gombong, jalan
poros desa Penakir, Karangsari, Batursari, pelebaran jalan ke STA Peternakan di Randudongkal,
2. pembangunan sarana penunjang produksi dan percontohan seperti green house,
pembangunan embung,
pembangunan rumah
pengomposan, pembangunan rumah penyulingan minyak nilam, dan perbaikan gedung Balai
Benih Hortikultura. 3. pembangunan sarana pemasaran berupa subterminal agribisnis STA untuk
komoditas sayuran, perkebunan, dan peternakan RPH, halte sayuran, 4. pembangunan sarana penyuluhan berupa perbaikan gedung BPP kecamatan
Belik dan Randudongkal. Infrastruktur-infrastruktur
di atas
tidak diperhitungkan
dalam indeks
perkembangan kecamatan sehingga tidak langsung mempengaruhi nilai indeks. Pengembangan kawasan dengan penyediaan infrastruktur penunjang sistem
agribisnis sebagaimana tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah sehingga dapat meningkatkan perkembangan infrastruktur
sesuai dengan perkembangan wilayah tersebut. Tetapi hal itu belum terlihat, terbukti dari perubahan indeks perkembangan yang relatif hampir sama antara di
kawasan dan di luar kawasan Agropolitan. Faktor yang menentukan permintaan akan infrastruktur di suatu wilayah
selain aktivitas ekonomi adalah jumlah penduduk. Perkembangan jumlah penduduk dalam kawasan yang meningkat dengan laju pertumbuhan yang hampir
sama dengan di luar kawasan menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga relatif tidak berbeda antara kawasan dan luar kawasan Agropolitan.
Bila dilihat dari pembangunan infrastruktur selama pelaksanaan kegiatan Pengembangan Agropolitan maka terjadi kesenjangan pembangunan antar
kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Pembangunan infrastruktur selama ini banyak dilakukan di desa Gombong kecamatan Belik, sedangkan di kecamatan
lain misalnya kecamatan Watukumpul relatif terabaikan. Hal ini berakibat
54
kecamatan Watukumpul semakin tertinggal dari kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan.
Pembangunan di kawasan Agropolitan memang belum dapat menjangkau seluruh kecamatan karena keterbatasan anggaran sehingga masih belum
memenuhi semua rencana yang tersusun dalam masterplan. Padahal bila sebagian rencana jangka menengah itu dilaksanakan khususnya pembangunan infrastruktur,
dimungkinkan dapat meningkatkan perkembangan wilayah. Kendala yang mungkin menyebabkan tidak terealisasi semua rencana adalah cakupan kawasan
Agropolitan Waliksarimadu yang terlalu luas, yaitu di lima kecamatan. Di tengah keterbatasan anggaran yang ada, bila pembangunan dibagi ke wilayah yang luas
menyebabkan fokus pengembangan suatu wilayah jadi berkurang. Akibatnya perkembangan wilayah dalam kawasan Agropolitan relatif tidak berbeda dengan
di luar kawasan Agropolitan setelah lima tahun pelaksanaan. Selain
itu pembangunan
infrastruktur seharusnya
dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bangunan STA Perkebunan Unit Prosesing Kopi di Desa Karangsari Kecamatan Pulosari belum
digunakan oleh para petani untuk aktivitas agribisnis. Kendala pemanfaatannya diakibatkan oleh letaknya yang agak jauh dari pemukiman sehingga keamanan
kurang. Hal ini menyebabkan bangunan dan peralatannya dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Para petani kopi terutama di desa Gambuhan yang
menjadi sentra pengembangan kopi belum memanfaatkan bangunan ini karena merasa terlalu jauh dan merepotkan. Akhirnya mereka lebih suka mengolah kopi
di desanya sendiri sebagaimana sebelumnya. Pembangunan gedung tersebut kemungkinan belum melibatkan aspirasi para petani kopi.
Sedangkan pembangunan green house dilakukan sebagai percontohan kepada masyarakat petani tentang budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi.
Usaha agribinisnis dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan kelompok tani hortikultura, tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam pembangunan infrastruktur penunjang aktivitas ekonomi yang ada di dalam kawasan Agropolitan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat. Tetapi karena koordinasi kurang maka pembangunan infrastruktur selama ini mengesankan terlalu diserahkan ke instansi teknis. Kawasan
55
Agropolitan hanya menjadi lokasi kegiatan dari instansi teknis saja sehingga belum memperhatikan kebutuhan prioritas untuk pengembangan kawasan sesuai
dengan rencana dalam masterplan.
Tingkat Kemiskinan
Analisis untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan dilakukan dengan membandingkan tingkat kemiskinan pada saat sebelum pelaksanaan progam
Agropolitan tahun 2000, mulai pelaksanaan program tahun 2003, dan keadaan setelah pelaksanaan program 2006. Data yang digunakan adalah persentase
Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I dari Data Potensi Desa Podes yang dikeluarkan oleh BPS. Hal ini sesuai dengan kriteria dari BKKBN yang
mengklasifikasikan keluarga miskin sebagai keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra-sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan.
Keluarga sejahtera I didefinisikan sebagai keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan sangat mendasar, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Ada kelemahan data yang dipakai untuk menunjukkan tingkat kemiskinan
keluarga prasejahtera dan sejahtera I dengan menggunakan data dari Podes. Sebagai data hasil survei dan bukan hasil sensus dimungkinkan terjadi bias
tentang jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I. Hal ini dapat terlihat di salah satu desa di kecamatan Moga yaitu Desa Plakaran di mana data jumlah keluarga
prasejahtera dan sejahtera I pada tahun 2006 mencapai 100. Sedangkan di beberapa desa di kecamatan Warungpring pada tahun 2000 tingkat kemiskinannya
juga lebih dari 95. Padahal bila dilihat dari keadaan masyarakatnya tidak mungkin terjadi semua keluarga di suatu desa merupakan keluarga miskin.
Apabila dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasarnya yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pengajaran agama sebagian masyarakat sudah terpenuhi
bahkan telah memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi misalnya telah mempunyai televisi dan motor. Namun demikian data tersebut dapat digunakan untuk
membandingkan tingkat kemiskinan antar kecamatan.
56
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa di dalam kawasan agropolitan persentase kemiskinan mengalami penurunan dari tahun 2000 ke
tahun 2003 tetapi kemudian meningkat lagi pada tahun 2006. Kecenderungan yang sama juga terjadi di luar kawasan Agropolitan dan di tingkat kabupaten
Gambar 5.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Kawasan Agropolitan 65.04
51.57 59.07
Luar Kawasan Agropolitan
74.38 66.36
66.91 Rata-rata Kabupaten
64.33 52.55
57.29 2000
2003 2006
Gambar 5 Perubahan Persentase Kemiskinan Rata-rata di Kawasan Agropolitan, dan Luar Kawasan Agropolitan
Bila diamati tiap kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka terjadi perubahan yang bervariasi. Di Kecamatan Randudongkal tingkat kemiskinan
terendah dan selalu mengalami penurunan dari tahun 2000 ke tahun 2006. Sedangkan di Kecamatan Moga terjadi penurunan tingkat kemiskinan dari tahun
2000 ke tahun 2003 tetapi kemudian relatif konstan pada tahun 2006. Namun kondisi ini masih lebih baik dibandingkan tiga kecamatan lain dalam kawasan
Agropolitan yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul yang meningkat tajam dari tahun 2003 ke tahun 2006, padahal terjadi penurunan pada tahun 2000
ke tahun 2003 Gambar 6.
57
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Moga 74.67
59.34 59.55
Pulosari 67.37
56.66 67.73
Belik 61.92
48.92 59.93
Watukumpul 77.32
51.70 80.48
Randudongkal 54.99
45.75 36.82
2000 2003
2006
Gambar 6 Perubahan Persentase Kemiskinan di Kawasan Agropolitan Rendahnya tingkat kemiskinan di Kecamatan Randudongkal dimungkinkan
disebabkan oleh letak wilayahnya yang paling strategis di antara empat kecamatan lainnya di kawasan Agropolitan sehingga memudahkan dalam memperoleh akses
terhadap barang
dan jasa
untuk kepentingan
produksi masyarakatnya,
memudahkan dalam pemasaran, dan memperoleh informasi pasar. Kemudahan ini menyebabkan kecamatan ini lebih berkembang perekonomiannya, bukan hanya
dari sektor pertanian saja tetapi sektor perdagangan dan jasa-jasa. Hal ini menyebabkan tingkat kemiskinan rendah dan cenderung menurun.
Di Kecamatan Moga tingkat kemiskinan relatif tinggi pada tahun 2000 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2003 dan cenderung konstan pada tahun
2006. Tingkat kemiskinan yang tidak meningkat dimungkinkan juga disebabkan oleh perekonomian wilayah yang berkembang dengan didukung kemudahan akses
dari desa-desa ibu kota Kecamatan Moga. Selain sektor pertanian di Kecamatan Moga juga berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran akibat letaknya
yang strategis. Pemusatan sektor perdagangan di pasar Moga yang melayani
masyarakat dari kecamatan lain Pulosari. Letaknya yang strategis juga menjadi tempat transit wisata ke daerah lain menyebabkan berkembangnya hotel dan
rumah makan.
58
Sedangkan di Kecamatan Belik, Pulosari, dan Watukumpul yang terjadi kenaikan tingkat kemiskinan dari tahun 2003 ke tahun 2006 dimungkinkan karena
ketiga kecamatan masih terdapat beberapa desa yang aksesnya sulit akibat kondisi topografi yang terjal sehingga menyulitkan untuk pembangunan jalan yang bagus.
Akibat hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi masyarakat yang sebagian besar petani untuk memperoleh saprotan maupun memasarkan hasil pertaniannya.
Bila melihat rata-rata tingkat kemiskinan di kabupaten yang meningkat maka salah satu penyebab tingkat kemiskinan adalah akibat naiknya harga barang-
barang kebutuhan pokok yang dipicu oleh naiknya harga BBM. Rendahnya nilai tukar petani menyebabkan mereka semakin tidak bisa mencukupi kebutuhan
akibat kenaikan harga tersebut, sehingga semakin tidak sejahtera. Sedangkan di luar kawasan pada semua kecamatan persentase kemiskinan
menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003, tetapi kembali meningkat sedikit pada tahun 2006 Gambar 7. Tingkat kemiskinan terendah ada di Kecamatan
Bantarbolang walaupun sedikit perbedaannya dibandingkan dengan Kecamatan Bodeh.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Warungpring 98.90
80.88 81.23
Bodeh 68.84
62.52 65.24
Bantarbolang 65.30
60.69 60.76
2000 2003
2006
Gambar 7 Perubahan Persentase Kemiskinan di Luar Kawasan Agropolitan Kecamatan Bantarbolang letaknya paling dekat dengan ibu kota kabupaten
dibandingkan dengan kecamatan lain di dalam maupun di luar kawasan Agropolitan sehingga akses ke pusat kota lebih baik. Tingkat kemiskinan yang
tinggi di Kecamatan Warungpring disebabkan oleh kecamatan baru hasil
59
pemekaran sehingga infrastruktur belum berkembang. Namun terjadi penurunan kemiskinan yang drastis dari tahun 2000 ke tahun 2003 menunjukkan ada
kemajuan di wilayah tersebut. Masih tingginya tingkat kemiskinan di dalam kawasan agropolitan
disebabkan oleh pembangunan infrastruktur khususnya jalan yang belum menjangkau seluruh desa di kawasan Agropolitan sehingga masih terdapat
wilayah-wilayah yang terisolasi. Hal ini menyebabkan interaksi terhadap daerah- daerah lain serta terhadap pusat-pusat pelayanan ekonomi dan sosial masih
kurang. Padahal
peningkatan interaksi
antar wilayah
diharapkan akan
meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa antar wilayah, suatu kondisi perlu untuk berkembangnya perekonomian desa-desa miskin.
Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Salim 2005 yang menyatakan bahwa kecamatan yang paling rendah kemiskinannya adalah
kecamatan yang ada di kota besar atau dekat dengan koridor pertumbuhan kota, sedangkan yang paling miskin adalah di lokasi yang jauh dari pusat kota dan
menciptakan enclave. Kota berukuran sedang medium-size town yang tidak merupakan bagian dari aglomerasi kota yang lebih besar dikelilingi oleh kantong-
kantong kemiskinan. Dengan kondisi yang demikian maka diperlukan pembangunan infrastruktur
jalan di desa-desa dalam kawasan Agropolitan khususnya di desa-desa yang terisolir di kecamatan Watukumpul, Belik, dan Pulosari untuk mengurangi tingkat
kemiskinan. Pembangunan jalan ini perlu dikoordinasikan dengan instansi teknis yaitu Dinas Pekerjaan Umum agar dapat diprioritaskan pelaksanaannya.
Tabel 9. Tingkat Kemiskinan dalam Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2000, 2003, dan 2006
Tahun 2000 Tahun 2003
Tahun 2006 No
Kecamatan Jumlah
rumah- tangga
keluarga Jumlah
Keluarga Prasejahtera
sejahtera I keluarga
Persen- tase
Jumlah rumah-
tangga keluarga
Jumlah Keluarga
Prasejahtera sejahtera I
keluarga Persen-
tase Jumlah
rumah- tangga
keluarga Jumlah
Keluarga Prasejahtera
sejahtera I keluarga
Persen- tase
Kawasan Agropolitan 81,260
52,852 65.04
90,744 46,801
51.57 92,626