SIKAP MASYARAKAT SEKITAR CANDI SUKUH TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN SUTHOMADANSIH DI KABUPATEN KARANGANYAR

(1)

commit to user

 

SIKAP MASYARAKAT SEKITAR CANDI SUKUH TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN

SUTHOMADANSIH DI KABUPATEN KARANGANYAR

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Penyuluhan Dan Komunikasi Pertanian

Disusun Oleh : Sofa Nur Azizah

H0407071

JURUSAN PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii 

 

SIKAP MASYARAKAT SEKITAR CANDI SUKUH TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN

SUTHOMADANSIH DI KABUPATEN KARANGANYAR

SKRIPSI

Disusun Oleh : Sofa Nur Azizah

H0407071

Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Suwarto, M.Si Dr. Ir. Kusnandar, M.Si

JURUSAN PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(3)

commit to user

iii 

 

Sikap Masyarakat Sekitar Candi Sukuh Terhadap Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Suthomadansih

di Kabupaten Karanganyar

yang dipersiapkan dan disusun oleh Sofa Nur Azizah

H 0407071

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Juli 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

Dr. Ir. Suwarto, M.Si NIP. 19561119 198303 1002

Anggota I

Dr. Ir. Kusnandar, M.Si NIP. 19670703 199203 1 004

Anggota II

Widiyanto, SP, M.Si NIP. 19810221 200501 1 003

Surakarta, Juli 2011 Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S NIP. 19560225 198601 1 001


(4)

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan segala rahmat dan hidayah serta berbagai kemudahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul

Sikap Masyarakat Sekitar Candi Sukuh Terhadap Program Pengembangan

Kawasan Agropolitan Suthomadansih Di Kabupaten Karanganyar” dengan

lancar. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua penulis, Ayah Basid dan Mama Niach yang senantiasa

memberikan doa, motivasi serta kasih sayangnya,

2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Dwiningtyas Padmaningrum, SP., Msi, selaku ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang telah memberikan bimbingan dan motivasi,

4. Dr. Ir. Suwarto, MSi, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan

arahan dan bimbingan serta pengetahuan,

5. Dr. Ir. Kusnandar, Msi, selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan masukan, bimbingan serta pengetahuan,

6. Agung Wibowo, SP, M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan masukan, evaluasi, saran serta selalu mendukung penulis dalam menunjang kegiatan akademik maupun non akademik penulis,

7. Bapak Ibu dosen Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang telah

memberikan Ilmu-ilmu khususnya dalam bidang pertanian, sebagai tempat diskusi masalah akademik, tempat mencari ide untuk menulis PKM, mengikuti PMW serta tempat evaluasi selama penulis menjadi Co Ass dan menempuh akademik,

8. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan

Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi,

9. Kepala Bappeda dan Kesbanglinmas Kabupaten Karanganyar yang telah

mempermudah perizinan pengumpulan data,

10.Bapak Kastono, selaku Ketua Kelompok Tani Sekar Arum yang telah

membantu penelitian penulis,

11.Keluarga Besar tercinta (Eyang, Tante Maning, Tante Nana, Om No, Om

Taufik, dan Pakdhe Sikin) yang telah memberikan do’a serta dukungan kepada penulis,

12.Saudara tersayang (Tuntun, Wildan, Dhilla, Hannand, Juki) dan pasukan-pasukan kecil penulis(Moelly dan Farras),

13.Sahabat-sahabat tercinta (Pasol, Ayuk, Vera, Titin, Arum, Tika, Elysa, Dicky, Budy, Sixtus, Irsa, Eza, Sochibun, dan Bondan) atas jalinan persaudaraan dan persahabatan yang menjadi dukungan bagi penulis,


(5)

commit to user

v

14.Kakak tingkat tersayang (Mas Aris, Mas Koi, Mas Lilik, Mas Hisbullah, Mas Farid, Mas Pipit, Mas Rama, Mbak Aisyah dan Mbak Santi) atas bimbingan serta segala bantuan kepada penulis,

15.Adik tingkat tercinta (Lita, Merlyna, Frendita, Riana, Anin dan Habib) yang telah memberi semangat dan curahan perhatian kepada penulis,

16.Rekan-rekan di Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Angkatan 2007 yang selalu mendukung dan bekerja sama untuk kesuksesan dan memajukan pertanian Indonesia,

17.Team 9F (Mas Didin, Ayak, MuFi, Heru, Mbak Ipung, Mbak Erna, Ansyor

dan Tri) atas segala motivasi, dukungan, bantuan serta doa untuk penulis,

18.Rekan-rekan di IAAS Indonesia maupun IAAS LC-UNS yang telah

memberikan motivasi untuk berjuang dan berprestasi lebih,

19.Kakak tingkat dan adik tingkat yang telah memberi semangat dalam setiap langkah penulis,

20.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah membantu berjalannya penelitian ini.

Penulis selalu berusaha membuat karya ini dengan baik, saran dan masukan selalu dharapan untuk kesempurnaan karya ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk memajukan dunia pertanian.

Surakarta, Juli 2011


(6)

commit to user

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan ... 8

2. Konsep dan Strategi Pengembangan Agropolitan... 9

3. Pengembangan Agropolitan di Karanganyar ... 11

4. Pariwisata dan Pengembangan Agropolitan ... 15

5. Budaya dan Pengembangan Agropolitan ... 16

6. Sikap dan Perilaku Masyarakat ... 17

B. Kerangka Pemikiran ... 27

C. Hipotesis ... 29

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29

III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ... 34


(7)

commit to user

vii

C. Populasi dan Sampel ... 35

D. Jenis dan Sumber Data ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Teknik Analisis Data ... 38

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam ... 40

B. Keadaan Penduduk ... 42

C. Keadaan Pertanian ... 47

D. Keadaan Sarana Perekonomian ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kegiatan Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 51

B. Identitas Responden ... 52

C. Faktor yang Berhubungan dengan Sikap ... 54

D. Sikap Petani Terhadap Program Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 61

E. Hubungan Antara Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Dengan Sikap Petani Terhadap Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar ... 64

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(8)

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Berfikir Mengenai Faktor Pembentuk Sikap Masyarakat Sekitar Candi Sukuh Terhadap Pengembangan Kawasan Agropolitan Suthomadansih Di Kabupaten


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Nama Desa di Kecamatan Ngargoyoso ... 35

Tabel 2 Nama Dusun di Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso ... 36

Tabel 3 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ... 36

Tabel 4 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rumah Tangga di Kecamatan Ngargoyoso Tahun 2009 ... 43

Tabel 5 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Ngargoyoso tahun 2009 ... 45

Tabel 6 Jumlah Penduduk 10 tahun ke atas Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Ngargoyoso tahun 2009 ... 46

Tabel 7 Luas Panen dan Produksi Padi dan Palawija di Kecamatan Ngargoyoso tahun 2009 ... 47

Tabel 8 Luas Panen dan Produksi Sayur-sayuran di Kecamatan Ngargoyoso tahun 2009 ... 48

Tabel 9 Luas Panen dan Produksi Tanaman Buah-buahan di Kecamatan Ngargoyoso tahun 2009 ... 48

Tabel 10 Sarana Perekonomian di Kecamatan Ngargoyoso ... 49

Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Pendidikan ... 53

Tabel 12 Distribusi Pengalaman Pribadi Petani dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 55

Tabel 13 Distribusi Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 56

Tabel 14 Distribusi Pendidikan Non Formal dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 57

Tabel 15 Distribusi Media Massa dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 59

Tabel 16 Distribusi Kebudayaan dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 60

Tabel 17 Distribusi Sikap Petani Terhadap Tujuan Program ... 61

Tabel 18 Distribusi Sikap Petani Terhadap Pelaksanaan Program ... 62

Tabel 19 Distribusi Sikap Petani Terhadap Hasil Program ... 63

Tabel 20 Uji Hipotesis Hubungan Antara Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dengan Sikap Masyarakat Sekitar Candi Sukuh Terhadap Program Pengembangan Agropolitan ... 64


(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian ... 76

Lampiran 2 Identitas Responden... 85

Lampiran 3 Tabulasi Faktor yang Mempengaruhi Sikap dengan Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Agropolitan ... 87

Lampiran 4 Tabel Frekuensi ... 89

Lampiran 5 Output Perhitungan Korelasi Rank Spearman (rs) ... 92

Lampiran 6 Peta Kabupaten Karanganyar ... 93

Lampiran 7 Peta Kecamatan Ngargoyoso ... 94

Lampiran 8 Dokumentasi ... 95


(11)

commit to user

xi

RINGKASAN

SOFA NUR AZIZAH, H0407071. “SIKAP MASYARAKAT SEKITAR CANDI SUKUH TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN SUTHOMADANSIH DI KABUPATEN KARANGANYAR”. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Suwarto, M.Si selaku Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Kusnandar, M.Si selaku Pembimbing Pendamping. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Program pengembangan kawasan agropolitan merupakan pembangunan ekonomi berbasis pertanian di Kawasan agribisnis yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada. Kawasan agropolitan terdiri dari sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya yang mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian diwilayah sekitarnya dan memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan.

Penelitian ini bertujuan mengkaji sikap masyarakat terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan Suthomandansih, mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan Suthomandansih, dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat dengan sikap masyarakat terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan Suthomandansih di Kabupaten Karanganyar.

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan format deskriptif dan teknik survei. Lokasi penelitian ditentukan secara

purposive yaitu di Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Sampel ditentukan dengan teknik proporsional sampling, sebanyak 40 responden dari 3 Dusun di Desa Berjo, antara lain: Dusun Tagung, Dusun Gemah, dan Dusun Pabongan .Jenis dan sumber data meliputi data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi sikap dan sikap masyarakat terhadap program pengembangan kawasan agropolitan adalah rumus lebar kelas. Sedangkan untuk menguji hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat dengan sikapnya terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan menggunakan analisis korelasi

Rank Spearman (rs).

Hasil penelitian pada tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan pendidikan non formal terhadap pengembangan kawasan Agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara media massa dan pengaruh kebudayaan terhadap pengembangan kawasan Agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar.


(12)

commit to user

xii

SUMMARY

SOFA NUR AZIZAH, H0407071. “SOCIETY ATTITUDES AROUND SUKUH TEMPLE TOWARD THE DEVELOPMENT PROGRAM OF AGROPOLITAN SUTHOMADANSIH AREA IN THE KARANGANYAR DISTRICT”. Under guidance of Dr. Ir. Suwarto, M.Si as the Main Consultant and Dr. Ir. Kusnandar, M.Si as the Assistant Consultant, Agricultural Faculty of Sebelas Maret University.

The development programs of agropolitan area is agriculture-based economic development in the area of agribusiness which are designed and implemented by a variety of potential synergies that exist. Agropolitan area consists of agricultural production centers that is able to serve, push, pull, make some development activities in the surrounding area and give contribute greatly to the livelihoods and welfare. Through the development of agropolitan, expected strong interaction between the central agropolitan area with agricultural production region in the system of agropolitan area.

This research aims to assess public attitudes towards the development program of Agropolitan Suthomandansih area, assess the factors that influence society's attitudes towards the development program of Agropolitan Suthomandansih area, and to assess the relationship between the factors that influence society's attitudes in society's attitudes towards the development programs of Agropolitan Suthomandansih area in Karanganyar District.

The basic method that used in this study is quantitative with descriptive format and survey techniques. Research sites determined by purposively that is Berjo Village Ngargoyoso Sub-district Karanganyar District. The sample was determined by proportional sampling technique, as many as 40 respondents from the three Hamlet in the Village Berjo, among others: Hamlet Tagung, Gemah Hamlet, and Pabongan Hamlet. The type and source of data includes primary data and secondary data. Methods of analysis that used to determine the factors that affect attitudes and attitudes toward the development program of agropolitan area is the formula class width. Meanwhile, to know the relationship between the factors that influence society's attitudes to the attitude towards the development programs of Agropolitan area using correlation analysis Rank Spearman (rs).

The results at 95% level shows that there is a very significant relationship between personal experience, the influence of others that are considered important, and non-formal education to the development of Agropolitan Suthomadansih area in Karanganyar District. There is no significant relationship between mass media and cultural influences on the development of Agropolitan Suthomadansih area in Karanganyar District.


(13)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedesaan pada umumnya masih tertinggal jauh dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini merupakan konsekuensi dari perubahan ekonomi dan proses indutrialisasi, investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain itu kegiatan ekonomi yang dikembangkan di daerah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan yang dikembangkan di daerah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan perdesaan, justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan.

Oleh karena itu, dalam konstelasi kota-desa dewasa ini, semestinya kawasan perdesaan semakin diperhitungkan keberadaannya. Akan lebih sesuai untuk menjelaskan desa-kota sebagai sebuah fenomena yang bertautan daripada menganggap desa dan kota sebagai suatu dikotomi, selain itu masyarakat di dalamnya secara bersama memecahkan masalah kemiskinan, perkembangan ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan.

Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan pedesaan serta kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas, 1986).

Dampak dari urbanisasi diperlukan perubahan paradigma dalam pendekatan pembangunan perdesaan yang mengkaitkan kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan dapat


(14)

commit to user

2

dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Melalui pengembangan agropolitan diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan.

Agropolitan merupakan kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena adanya usaha agribisnis yang dapat melayani kegiatan pembangunan pertanian. Sebagian besar pendapatan masyarakat didominasi oleh kegiatan sektor pertanian atau agribisnis. Selain itu kawasan agropolitan juga memiliki komoditas unggulan dan terdapat hubungan antara kota dengan desa yang bersifat interdependensi harmonis (Bappeda Karanganyar, 2005).

Penentuan kawasan agropolitan berorientasi pada wilayah berskala ekonomi sehingga dapat dimungkinkan terjadi lalu lintas desa atau lintas kecamatan bahkan lintas kabupaten. Kawasan agropolitan Kabupaten Karanganyar meliputi 5 (lima) Kecamatan yaitu Kecamatan Ngargoyoso (Sukuh), Jenawi (Cetho), Tawangmangu, Karangpandan dan Matesih atau dapat juga disebut kawasan Suthomadansih (Sukuh, Cetho, Tawangmangu, Karangpandan, Matesih). Kawasan ini terdapat banyak sentra-sentra produksi (KSP) yang akan membentuk kota tani/desa inti dan dari masing-masing kota akan bermuara pada kota tani utama.

Berdasarkan kondisi tersebut, tidak berarti pembangunan perdesaan menjadi tidak penting, akan tetapi harus dicari solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan. Melalui pendekatan ini, produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.

Konsep agropolitan pada dasarnya adalah gerakan untuk kembali membangun desa. Desa yang baik idealnya harus bisa menjadi suatu tempat


(15)

commit to user

yang nyaman, aman dan dapat mensejahterakan masyarakatnya. Konsep agropolitan basisnya pada membangun fungsi kota pertanian dalam artian luas. Pertanian itu tidak dilihat dari sisi bercocok tanam dan mencangkul saja (Rustiadi, 2006). Tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya system dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat) di kawasan agropolitan.

Program pengembangan Kawasan agropolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian di Kawasan agribisnis yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah (Bappeda Karanganyar, 2005).

Keterkaitan fisik harus disertai dengan pengembangan keterkaitan sinergis yang lebih luas, yakni dengan disertai kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar kawasan. Pengembangan keterkaitan yang salah (tidak tepat sasaran) dapat mendorong aliran backwash yang lebih masif yang pada akhirnya justru memperarah kesenjangan dan ketidakseimbangan pembangunan inter-regional. Oleh karenanya keterkaitan inter-regional yang sinergis atau saling meperkuat, bukan saling memperlemah.

Kabupaten Karanganyar yang mempunyai slogan “intanpari” yang berarti industri, pertanian, dan pariwisata merupakan sektor penunjang kegiatan agropolitan. Salah satu sektor pariwisata di kawasan agropolitan yang sangat menarik dan digemari pengunjung yaitu Candi Sukuh, yang berada di Kecamatan Ngargoyoso. Candi Sukuh merupakah salah satu wahana wisata yang kental akan budaya, tempat ini sangat menunjang pengembangan kawasan agropolitan. Karena daerah Ngargoyoso merupakan salah satu aspek


(16)

commit to user

4

budaya peninggalan sejarah yang cukup terkenal di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan uraian tersebut berarti sektor pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Candi Sukuh, Kabupaten Karanganyar merupakan bagian dari pengembangan kawasan agropolitan.

Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan agropolitan, maka program agropolitan sangatlah sesuai dengan kondisi tersebut. Melalui program pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian di Kawasan Agropolitan. Lima tahun terakhir ini, program agropolitan telah diterapkan di Kabupaten Karanganyar. Walaupun demikian, program tidak serta merta diterapkan oleh masyarakat sekitar kawasan. Meskipun masyarakat hidup di kawasan agropolitan, namun tidak semua ikut andil dalam program agropolitan. Adanya inovasi di berbagai bidang akan mempengaruhi kecenderungan atau sikap masyarakat, baik itu untuk menerima inovasi ataupun menolak inovasi yang ada. Kecenderungan masyarakat, baik itu menerima maupun menolak program agropolitan tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program agropolitan tersebut. Sikap masyarakat inilah yang akan menjadi acuan berhasil atau tidaknya program tersebut. Ditandai dengan keberhasilan program secara berkelanjutan. Oleh karena itu, bagaimanakah sikap masyarakat terhadap program pengembangan agropolitan Suthomadansih perlu diteliti lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

Program agropolitan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan, mendorong berkembangnya system usaha agribisnis, meningkatkan keterkaitan desa dan kota, mempercepat pertumbuhan kegiatan ekonomi pedesaan, mengurangi arus migrasi dari desa ke kota, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Inti dari program agropolitan merupakan gerakan dan partisipasi aktif masyarakat (petani, pengusaha, dan masyarakat umum) yang difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakatnya. Konsep mengenai agropolitan


(17)

commit to user

dalam pengembangan sarana dan prasarana lebih diarahkan kepada bagaimana mempertahankan program tersebut sesuai dengan kemampuan dan potensi masyarakat serta memperhatikan kelestarian lingkungan. Tingginya potensi di kawasan pedesaan yang sangat potensial dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mendorong keberhasilan pembangunan.

Dalam pengembangan sektor pariwisata harus mempertimbangkan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia dan aspek kelembagaan. Pengembangan sektor pariwisata yang kental akan budaya mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif serta dapat menjadi perangsang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun kenyataannya dalam mengembangkan kawasan agropolitan tidak selalu berjalan dengan lancar. Terdapat berbagai permasalahan yang dihadapai seperti sarana dan prasarana, serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung pengembangan agropolitan. Konsep agropolitan sendiri sangat berhubungan dengan umum maupun sosial, karena dalam pengembangan kawasan agropolitan didalamya ada kegiatan pariwisata. Salah satu sektor pariwisata yang dikembangkan adalah Candi Sukuh.

Permasalahan yang dihadapi yaitu kawasan agropolitan yang seharusnya menjadi pusat pembangunan pertanian, yang memiliki potensi dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis, melibatkan berbagai

stakeholder dalam action plan (rencana tindak) seperti adanya pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, lalu pemasaran produk pertanian kurang berfungsi secara benar. Terbukti dengan adanya kawasan wisata yang merupakan salah satu sarana dalam program agropolitan secara fisik belum memenuhi syarat untuk dijadikan tempat pariwisata.

Hal ini dikarenakan oleh sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh yang tidak menyadari bahwa pendapatan mereka selama ini sebenarnya didominasi oleh kegiatan sektor pertanian atau agribisnis. Namun, tempat pariwisata yang sangat menunjang program agropolitan tersebut telah beralih fungsi sebagai


(18)

commit to user

6

tempat penjualan barang-barang non pertanian. Dari hal tersebut maka kegiatan pariwisata yang didalamnya terdapat berbagai kegiatan agribisnis, merupakan bagian dari pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Karanganyar. Masyarakat di sekitar Candi Sukuh dilibatkan dalam hal pengembangan kawasan agropolitan tersebut.

Mengacu pada keuntungan yang dapat diperoleh dari program agropolitan tersebut, seharusnya selama lima terakhir ini banyak masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam program agropolitan. Dalam hal ini tentunya terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap. Menurut Azwar (1998) terdapat faktor-faktor pembentuk sikap yang meliputi : pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa (informasi), pendidikan formal, pendidikan non formal, serta pengaruh faktor emosional. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam tentang hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar.

Sehingga, dari uraian diatas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar ?

2. Bagaimana sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program

pengembangan kawasan agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar?

3. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar?


(19)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. Mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat

sekitar Candi Sukuh dalam mengembangkan kawasan agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar.

2. Mengkaji sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap pengembangan kawasan agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar.

3. Mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh dalam program pengembangan kawasan agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman tentang sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap pengembangan kawasan agropolitan. Selain itu penelitian ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi pemerintah atau instansi, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan khususnya dalam kegiatan mengenai model kawasan Agropolitan dalam meningkatan taraf hidup masyarakat setempat sebagai upaya mendukung terciptanya stabilitas ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan.

3. Bagi pihak lain yang memerlukan hasil penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembanding pada permasalahan yang sama.

4. Bagi masyarakat sekitar Candi Sukuh, sebagai sarana untuk

meningkatkan pengetahuan dalam mengembangkan kawasan Agropolitan melalui pemasaran hasil pertanian.


(20)

commit to user

8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Awalnya, tahun 1980, istilah “sustainable agriculture” atau diterjemahkan menjadi “pertanian berkelanjutan” digunakan untuk menggambarkan suatu sistem pertanian alternatif berdasarkan pada konservasi sumberdaya dan kualitas kehidupan di pedesaan (Abadi, 2007). Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan sistem pertanian yang berwawasan lingkungan (co-agriculture) yang sering juga dikenal sebagai pertanian organis. Prinsip dasarnya adalah pertanian dilihat sebagai pengelolaan agro dan ekosistem. Prinsip dasar pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan agro dan ekosistem dengan prinsip : pertanian dilakukan dengan mengambil metafora yang benar dengan tidak mendominasi alam dan penetuan yang benar bagi alat, teknik, teknologi dan praktek pertanian (Lubis, 2000).

Kata ‘berkelanjutan’ (sustainable), sebagaimana dalam kamus, mengacu pada makna “mengusahakan suatu upaya dapat berlangsung terus-menerus, kemampuan menyelesaikan upaya dan menjaga upaya itu jangan sampai gagal”. Dalam dunia pertanian, ‘berkelanjutan’ secara mendasar berarti upaya memantapkan pertanian tetap menghasilkan (produktif) sembari tetap memelihara sumber daya dasarnya. Sistem pertanian berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan, mempertahankan produktivitas pertanian, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat di pedesaan (Abadi, 2007).

Dewangga (1995) berpendapat bahwa pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat tani yang merupakan sebagian besar penduduk Indonesia dan tinggal di pedesaan. Meningkatkan taraf hidup petani dan masyarakat petani dan


(21)

commit to user

masyarakat pedesaan dapat dicapai dengan meningkatkan produktivitas usahatani. Untuk dapat mengelola usahataninya secara efisien diperlukan adanya perubahan perilaku petani untuk mampu bertani dengan baik dan berusahatani lebih menguntungkan.

Dalam proses pembangunan pertanian yang berhasil itu peranan penyuluhan pertanian sangat besar, sehingga tidak salah kiranya bila penyuluhan pertanian disebut sebagai ujung tombak pembangunan pertanian, setidak-tidaknya bila dilihat dalam jajaran aparat pemerintah yang menangani pembangunan pertanian. Oleh karena itu segala usaha yang ditujukan untuk mengembangkan penyuluhan pertanian sampai bentuknya yang sekarang perlu mendapatkan penghargaan yang setimpal (Slamet, 2003).

Pembangunan akan memberikan harapan dengan hasil yang optimal, jika penyuluhan pertanian dilakukan secara baik. Karena penyuluhan pertanian merupakan ujung tombak pembangunan pertanian. Pelaksanaan penyuluhan yang baik dengan disertai dengan sistem pelayanan yang teratur akan menjadi jaminan yang efektif untuk tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri. Inti kegiatan penyuluhan pertanian adalah komunikasi gagasan yang inovatif maupun produk teknologi yang inovatif yang dapat memberikan nilai ekonomis yang lebih baik kapada petani dan keluarganya ( Levis, 1996).

2. Konsep dan Statregi Pengembangan Agropolitan

Secara harafiah, “Agropolitan” berasal dari dua kata yaitu (Agro berarti pertanian), dan (Politan/Polis berarti kota), sehingga secara umum Program Agropolitan mengandung pengertian pengembangan suatu kawasan tertentu yang berbasis pada pertanian, yang dapat dilihat dari berbagai pengertian sebagai berikut (Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, 2005) :

a. Agropolitan (Agro = pertanian; Politan = kota) adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong,


(22)

commit to user

10

menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya,

b. Kawasan Agropolitan, terdiri dari Kota Pertanian dan Desa-Desa

sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi Pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain Kawasan Agropolitan adalah Kawasan Agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan,

c. Pengembangan Kawasan Agropolitan, adalah pembangunan ekonomi

berbasis pertanian dikawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah.

Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan Mc.Douglass dan Friedmann dalam Syahrani (2001) sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. Meskipun termaksud banyak hal dalam pengembangan agropolitan, seperti redistribusi tanah, namun konsep ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan atau dengan istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “kota di ladang”.

Dengan demikian petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan diberikan pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani, baik pelayanan mengenai teknik berbudidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar.

Soleh (1998), besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan


(23)

commit to user

adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain).

Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district, suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5 – 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 –150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2. Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan. Mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan jenisnya berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk jenis komoditi yang berbeda (Anwar, 1999).

3. Pengembangan Agropolitan di Karanganyar

Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian diwilayah sekitarnya. Kota pertanian berada dalam kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian). Kawasan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan pertanian tersebut,

termasuk kotanya disebut dengan kawasan agropolitan (Bappeda


(24)

commit to user

12

Pelaksanaan program agropolitan di Kabupaten Karanganyar diawali dari tahun 2006 sampai pada tahun kelima ini pemerintah Kabupaten Karanganyar telah melakukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti terbangunnya konstruksi jalan dan jaringan irigasi. Ketersediaan sarana dan prasarana terbesut berguna sebagai fasilitas sosial ekonomi yang dapat diakses oleh petani dan masyarakat di pedesaan. Fasilitas tersebut bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan dalam pengembangan usaha pertanian, meningkatkan kelancaran pengangkutan sarana produksi ke lahan petani, mempermudah proses pemasaran produk/komoditas pertanian, dan meningkatkan intensitas ketersediaan air dalam rangka mendukung produksi pertanian (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karanganyar, 2009).

Pengembangan kawasan agropolitan adalah bertujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing. Sasaran pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan. Melalui pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian. Pemberdayaan yang dilakukan dengan cara pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisien, penguatan kelembagaan petani, serta pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran dan penyedia jasa); pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu; pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi (Bappeda Karanganyar, 2005).

Program agropolitan di Kabupaten Karanganyar merupakan program dari pemerintah yang ditujukan untuk daerah-daerah yang memiliki potensi atau keunggulan di bidang pertanian. Penetapan kawasan ini didasarkan pada potensi Kabupaten Karanganyar terutama di bidang


(25)

commit to user

tanaman hortikultura. Strategi yang diterapkan di Kabupaten Karanganyar diawali dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung seperti memperbaiki jalan usahatani, dan saluran irigasi. Kemudian setelah dua program tersebut berjalan lancar, Kabupaten Karanganyar membuka penyediaan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Watusambang Tawangmangu. Sub Terminal Agribisnis (STA) ini dapat mendukung berjalannya program agropolitan. Keberadaan STA diharapkan dapat memperbaiki teknik pemasaran bagi hasil produksi pertanian, tidak hanya untuk komoditas yang diunggulkan seperti wortel tetapi untuk komoditas yang lainnya. Pengembangan sarana dan prasarana di kawasan agropolitan juga didukung dengan pengembangan sumberdaya manusia yaitu dengan mengembangkan kelompok tani (Bappeda Karanganyar, 2005).

Beberapa Kecamatan di Kabupaten Karanganyar antara lain Ngargoyoso (Sukuh), Jenawi (Cetho), Tawangmangu, Karangpandan dan Matesih memiliki produk unggulan sendiri untuk dijadikan pelopor tumbuh kembangnya agropolitan. Kecamatan Ngargoyoso berpacu pada peningkatan penerapan teknologi pertanian / perkebunan. Kegiatan yang dilakukan antara lain pembuatan pestisida organik, pengadaan Alat

Pengolah Pupuk organik (APPO), pengadaan biogas, pengadaan hand

sprayer, alat pengayak kompos, dan berbagai macam alat pendukung usahatani lainnya. Kecamatan Jenawi berpusat pada peningkatan mutu intensifikasi gandum. Kegiatan ini dilakukan supaya terpeliharanya tanaman tumpang sari gandum. Kecamatan Tawangmangu terdapat program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan. Sosialisasi ini dilakukan supaya masyarakat senantiasa merubah perilakunya tentang pelestarian Sumber Daya alam. Kecamatan Karangpandan merupakan kota tani utama dan kecamatan lain yang termasuk dalam Kawasan Agropolitan akan bermuara ke Kecamatan Karangpandan. Hal ini dikarenakan tidak hanya dari bidang pertanian yang dikembangkan tetapi juga bidang pariwisata. Kemudian yang terakhir di Kecamatan Matesih lebih mengacu kepada peningkatan ketahanan pangan pertanian dan


(26)

commit to user

14

perkebunan. Pengadaan alat ice cream maker dan pengadaan freezer

diharapkan dapat meningkatkan pengolahan hasil pertanian. Selain itu dikembangkan juga alat mesin pertanian dan alat pengolahan pasca panen hasil pertanian, seperti tersedianya hand tractor, vacuum frying, slicer, power threser, alat pencuci wortel dan pompa air. Semua alat tersebut digunakan untuk peningkatan penggunaan teknologi tepat guna oleh petani (Bappeda Karanganyar, 2009).

Strategi pengembangan kawasan sentra produksi pangan berorientasi pada kekuatan pasar atau (market driven), atau melalui pengembangan masyarakat yang tidak saja diarahkan pada upaya

pengembangan usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi

pengembangan agribisnis hulu (penyediaan sarana pertanian) dan agribisnis hilir (proses dan pemasaran) dan jasa-jasa pendukungnya. Memberi kemudahan melalui penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung pengembangan agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh, mulai dari subsistem budidaya, subsistem agribisnis hulu, hilir, dan jasa pendukung. Pengembangan suatu kawasan sentra produksi pangan nasional dan daerah (agropolitan) harus mengikuti pengelolaan kawasan tersebut. Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tata ruang kawasan sentra produksi pangan (agropolitan), arahan pengembangannya sebagai berikut:

a. Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis setempat

b. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis dan industri

pertanian secara lokalita.

c. Pembangunan prasarana dan infrastruktur fisik yang menunjang

kegiatan di kawasan sentra produksi pangan (agropolitan).

d. Adanya keterpaduan rencana tata ruang kawasan sentra produksi

pangan (agropolitan) dengan rencana tata ruang wilayah, khususnya aspek kawasan permukiman dan industri (Dirjen Ruang, 2006).

Pengembangan kawasan agropolitan dilakukan dengan pendekatan


(27)

commit to user

Dengan pelibatan ini stakeholder secara intensif diharapkan dapat dihasilkan kesepakatan program pembangunan prasarana dan sarana kawasan agropolitan yang memberikan nilai lebih pada aspek dukungan masyarakat dan dengan kesadaran sense belonging (rasa memiliki) yang cukup tinggi. Tahapan action plan yang dilakukan dalam rangka pengembangan fasilitas prasarana dan sarana yang diharapkan sebagai stimulan pengembangan kawasan agropolitan, meliputi sosialisasi program (temu muka), pembentukan stakeholder agribisnis, survai dan analisa, inventarisasi permasalahan prasarana dan sarana, usulan dan perumusan program serta penyepakatan pentahapan program. Semua tahapan tersebut

dilakukan dalam forum sosialisasi dan penyepakatan kegiatan (Bappeda Karanganyar, 2005).

4. Pariwisata dan Pengembangan Agropolitan

Pengembangan agrowisata merupakan upaya terhadap pemanfaatan atraksi wisata pertanian. Agrowisata sebagai bagian dari objek wisata dengan tujuan untuk memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha dibidang pertanian (Tirtawinata, 1999).

Berkembangnya dunia pertanian mendapat tanggapan dari masyarakat, pada umumnya tanggapan masyarakat terhadap berkembangnya dunia pariwisata berkaitan dengan harapan-harapan yang mengacu kepada kebutuhan ekonomis misalnya adanya kesempatan kerja, majunya usaha mereka dan sebagainya. Hal ini dapat terlihat terutama pada masyarakat yang tinggal disekitar daerah yang terkena proyek pengembangan wisata (Tashadi, 1994).

Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih dan sejuk, suhu dan sinar matahari yang nyaman, kesunyian), pemandangan alam (panorama pegunungan yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas), dan sumber air kesehatan (air mineral, air panas). Objek wisata buatan manusia dapat berupa


(28)

commit to user

16

fasilitas atau prasarana, peninggalan sejarah dan budaya, pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk rekreasi atau olahraga. Objek agrowisata pada umumnya masih berupa hamparan suatu areal usaha pertanian dari perusahaan-perusahaan besar yang dikelola secara modern/ala barat dengan orientasi objek keindahan alam dan belum menonjolkan atraksi keunikan/spesifikasi dari aktivitas lokal masyarakat (Bappeda Karanganyar, 2005).

Tashadi (1994) mengemukakan bahwa timbulnya dampak sosial budaya sebagai konsekuensi dari pembangunan pariwisata itu dapat dilihat sebagai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif merupakan keuntungan berkembangnya pariwisata yang antara lain mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya kesempatan kerja yang berarti mengurangi jumlah pengangguran serta adanya kemungkinan bagi masyarakat di daerah wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standart hidup mereka. Sedangkan dampak negatif yang merupakan kerugian tampak menonjol dalam bidang sosial.

5. Budaya dan Pengembangan Agropolitan

Budaya atau kebudayaan yaitu system pengetahuan yang meliputi sistem ide/gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak (Soeranto, 2003). Sedangkan menurut Soekanto (1983), budaya diartikan dalam bentuk perilaku kehidupan keseharian. Kebudayaan merupakan sistem pola perencanaan kehidupan yang eksplisit maupun implisit yang terbentuk secara historis, dan yang dianut oleh semua/anggota-anggota tertentu dari suatu kelompok.

Tradisi merupakan kebudayaan yang telah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat (Hardiman, 2003). Tradisi bukanlah sesuatu yang dapat diubah, tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Manusialah yang membuat sesuatu dengan tradisi itu: ia menerima, menolaknya, atau merubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita tentang


(29)

perubahan-commit to user

perubahan: riwayat manusia yang selalu member wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada (Peursen, 1983).

Dalam hakekat hidup ada kecendrungan yang kuat sangat untuk menekankan pada nilai keakhlakan atau spiritualisme semata-mata (Soekanto, 1983). Orang Jawa itu tidak dapat melepaskan diri dari lilitan tradisinya, masyarakat Jawa menempatkan individu yang sekunder saja, sedangkan masyarakat itu sendiri berperan primer, sedemikian rupa sehingga aksi-aksi yang dipandang akan mengganggu keselarasan umum tak seharusnya dilakukan (Sutrisno, 1985).

6. Sikap dan Perilaku Masyarakat a. Pengertian Sikap dan Perilaku

Attitude dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan. Tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikapnya terhadap obyek tadi itu. Jadi sikap itu tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Sikap senantiasa terarahkan terhadap suatu hal, suatu obyek. Tidak ada sikap tanpa ada obyeknya (Gerungan, 1999).

Sears et all (1997) mendefinisikan bahwa sikap merupakan suatu mental dan neural status dari kesiapsiagaan, yang diorganisir melalui pengalaman, menggunakan suatu arahan atau pengaruh dinamis atas setiap tanggapan kepada semua obyek dan situasi yang terkait.

Hal serupa juga diungkapkan G. W. Allport (1935) dalam

Taylor (1997), yang juga mendefinisikan bahwa sikap adalah suatu mental dan status kesiapsiagaan, yang diorganisir melalui pengalaman, menggunakan suatu pengaruh yang dinamik ketika individu menjawab semua obyek dan situasi yang terkait.

Mar’at (1984) menyatakan sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa


(30)

commit to user

18

penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk berekasi dari orang tersebut terhadap obyek. Seperti halnya dengan Myers (1992) yang menyebutkan bahwa sikap sebagai bentuk evaluasi yakni sikap merupakan pengorganisasian terakhir secara relatif dari kepercayaan dimana terdapat kecenderungan untuk merespons benda-benda dalam keadaan yang nyata. Sikap tidak pernah dilihat secara langsung. Seseorang harus mengambil kesimpulan keberadaan sikap dari apa yang dilakukan orang lain.

Sedangkan Van Den Ban dan Hawkins (1999) mendefinisikan sikap sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersikap permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Lebih mudahnya, sikap adalah kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap.

Soedjito dalam Mardikanto (1993) mengatakan bahwa sikap sebenarnya merupakan fungsi dari kepentingan, artinya sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepentingan-kepentingan yang dirasakan. Semakin ia memiliki kepentingan, atau semakin banyak kepentingan yang dirasakan, maka sikapnya semakin baik dan sebaliknya semakin merasa tak memiliki kepentingan atau kepentingannya tidak dipenuhi maka sikapnya semakin buruk.

Manifestasi sikap tidak bisa langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Secara operasional pengertian sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan penggunaan praktis, sikap sering kali dihadapkan dengan rangsangan sosial dan reaksi yang bersifat emosional (Mar’at, 1984).

Perilaku (behavior) dalam Psikologi dipandang sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada semua makhluk umumnya, memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif yang disadari oleh kodrat


(31)

commit to user

mempertahankan kehidupan. Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam kenormalan dan merupakan respon atau reaksi terhadap rangsangan lingkungan sosial. Salah satu karakteristik perilaku manusia adalah sifat diferensialnya. Artinya, suatu stimulus yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk reaksi yang sama dari individu. Sebaliknya, suatu reaksi yang sama juga belum tentu timbul akibat adanya stimulus yang serupa (Azwar, 1991).

Skinner dalam Walgito (2003) membedakan perilaku menjadi perilaku yang alami (innate behavior) dan perilaku operan (operant behavior). Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yakni yang berupa refleks-refleks dan insting-insting, sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Perilaku yang reflektif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan. Pada manusia perilaku psikologis atau operan inilah yang dominan, sebagian besar perilaku manusia merupakan perilaku yang dibentuk, diperoleh, dipelajari melalui peroses belajar.

b. Pembentuk Sikap dan Perilaku

Komponen sikap ada tiga yaitu, komponen kognisi yang hubungannya dengan belief, ide dan konsep. Komponen afektif yang menyangkut kehidupan emosional seseorang. Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku (Mar’at, 1984). Begitu juga dengan Ahmadi (1999) yang menyatakan bahwa sikap mempunyai tiga aspek. Antara lain aspek kognitif dimana aspek tersebut berhubungan dengan gejala mengenal fikiran, aspek afektif yang berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu, dan aspek konatif yang berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek. Tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen sikap yang melekat pada diri seseorang. Antara lain komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.


(32)

commit to user

20

Demikian halnya Wortman (2004) yang mengemukakan bahwa sikap mempunyai tiga komponen, antara lain komponen kognisi yaitu apa yang kita percaya atau kita pikirkan, komponen emosional tentang bagaimana kita merasakan, dan komponen tingkah laku tentang bagaimana kita bertindak.

Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil tindakan (action), belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu obyek, berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) atau tidak berharga/berguna (sikap negatif). Sikap merupakan sesuatu yang bersifat agak kompleks, yang mengandung komponen-komponen atau aspek-aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspekkonatif (Winkel, 1991).

Sikap merupakan faktor yang menentukan perilaku, karena sikap itu berhubungan dengan persepsi, kepribadian, belajar, dan motivasi. Sikap (attitude) adalah kesiap-siagaan mental, yang diorganisasi melalui pengalaman, yang mempunyai pengaruh tertentu kepada tanggapan seseorang terhadap orang, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Gibson et all, 1994).

Menurut Azwar (1991), sikap sosial tertentu dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interkasi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan atau lembaga agama.

Walgito (2003) memaparkan bahwa sikap tidak dibawa sejak dilahirkan, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Sikap yang ada dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berujud situasi yang dihadapi oleh


(33)

commit to user

individu (pengalaman), norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan dan pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semua ini akan berpengaruh pada sikap yang ada dalam diri seseorang.

Sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap obyek tersebut berdasarkan hasil penalaran, pemahaman, dan penghayatan individu. Sikap dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Manusia mengamati suatu obyek psikologik dari kacamatanya sendiri yang diwarnai oleh nilai dari kepribadiannya. Sedangkan obyek psikologik ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Faktor pengalaman, proses belajar dan sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadapapa yang dilihat. Sedangkan pengetahuan dan cakrawala memberikan arti terhadap objek psikologi tersebut. Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki pribadi seseorang akan terjadi keyakinan (belief) terhadap obyek tersebut (Mar’at, 1984).

Ahmadi (1999) mengemukakan bahwa sikap timbul karena adanya stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan. Misalnya keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Kemudian terdapat tiga hal penting dalam pembentukan sikap dalam masa adolesen. Antara lain media massa, kelompok sebaya, dan kelompok yang meliputi lembaga sekolah, lembaga keagaaman, organisasi kerja, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sikap terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap terdiri dari: 1) Pengalaman pribadi

Pengalaman kita sendiri menunjukkan bahwa mereka yang merasa bisa memahami orang lain dengan baik itu sebenarnya tidak mengerti apa-apa, baik orang lain maupun dirinya sendiri.


(34)

commit to user

22

Seringkali ada hubungan ironis antara pendapat dan tabiatnya sendiri. Seringkali terjadi bahwa apa yang diyakininya benar tentang diri orang lain biasanya juga benar tentang dirinya sendiri. Cara kita mempersepsi situasi sekarang tidak bisa terlepas dari adanya pengalaman sensoris terdahulu. Kalau pengalaman terdahulu itu sering muncul, maka reaksi kita lalu menjadi salah satu kebiasaan. Karena kebanyakan aktivitas kita sehari-hari bergantung pada pengalaman yang terdahulu, kita mereaksi kepada isyarat dan lambang daripada kepada keseluruhan stimulus aslinya. Jadi dalam kebanyakan situasi, persepsi itu pada umumnya merupakan proses informasi yang didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lampau (Mahmud, 1990).

Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi harus melalui kesan yang kuat (Azwar, 1991).

Pengalaman menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi cenderung mengakibatkan dan menghasilkan adanya penyesuaian diri yang timbal balik serta penyesuaian kecakapan (skill) dengan situasi yang baru (Susanto, 1974). Selain itu pengalaman juga dapat membentuk sikap sebagai proses semakin meningkatnya pengetahuan yang dimiliki petani.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting bagi kita, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tindak dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempenagruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasa dianggap


(35)

commit to user

penting bagi kita adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman dekat, guru, istri atau suami. Pada umumnya individu bersikap kompromis atau searah dengan seseorang yang dianggap penting (Azwar, 1991).

Sebagaimana kita ketahui bahwa lingkungan masyarakat yang tradisional masih tertanam penghormatan yang besar terhadap pemimpin masyarakat. Sesungguhnya demi untuk suksesnya pembangunan dan tercapainya kemakmuran dalam masyarakat sendiri, maka sikap hidup tradisional itu perlu diubah dan disesuaikan dengan cara yang tepat. Disinilah pentingnya peranan daripada faktor kepemimpinan sebagai perluasan komunikasi massa, penyuluhan, dan pendidikan masyarakat (Kamaluddin, 1998).

Kebanyakan keputusan tentang pertanian masih dibuat petani secara perorangan. Akan tetapi, ia membuat keputusan-keputusan tersebut dalam rangka memenuhi hasrat untuk memberikan sesuatu yang lebih baik bagi keluarganya. Oleh karena itu, mereka tergantung kepada hasil yang didapat dari usahatani. Anggota-anggota keluarganya mungkin memberikan tekanan kepada petani dalam mengambil keputusan. Di pihak lain hasrat petani untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya meruapkan dorongan yang efektif dalam banyak hal untuk meningkatkan produktivitas usahatani. Keputusan-keputusan yang diambil oleh petani juga dapat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku serta hubungan-hubungan dalam masyarakat setempat di mana mereka hidup. Bagi petani, masyarakat di sekitarnya mempunyai arti yang penting (Soetriono et all, 2006).

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dewasa ini dipengaruhi oleh suatu perkembangan yang pesat, dan manusia modern sadar akan hal ini. Lebih dari dulu manusia dewasa ini sadar akan kebudayaannya.


(36)

commit to user

24

Kesadaran ini merupakan suatu kepekaan yang mendorong manusia agar dia secara kritis menilai kebudayaan yang sedang berlangsung. Menurut Peursen (1988) terdapat tiga tahap dalam kebudayaan kita. Antara lain tahap mitis dimana sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib sekitarnya, tahap ontologis dimana sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan kekuasaan mitis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal ikhwal, kemudian tahap fungsionil yaitu sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam manusia modern.

Kebudayaan adalah cara berfikir, cara merasa, cara meyakini dan menganggap. Kebudayaan adalah pengetahuan yang dimiliki warga kelompok yang diakumulasi (dalam memory manusia, dalam buku dan obyek-obyek) untuk digunakan di masa depan. Suatu kebudayaan diperoleh melalui proses belajar oleh individu-individu sebagai hasil interaksi anggota-anggota kelompok satu sama lain, sehingga kebudayaan juga bersifat dimiliki bersama (Suparlan, 1984).

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena kebudayaan pulalah yang yang memberikan corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya (Azwar, 1991).

Kebudayaan (culture) berarti keseluruhan dari hasil

manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat kebiasaan, dan lain-lain kepandaian (Shadily,1999).


(37)

commit to user

Dalam Mardikanto (1996) kebudayaan, diartikan sebagai pola perilaku yang dipelajari oleh setiap warga masyarakat (baik oleh setiap individu maupun oleh kelompok-kelompok sosial yang ada) dan diteruskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Kebudayaan tidak hanya mencakup kepercayaan, kebiasaan dan moral, tetapi juga sikap, perbuatan, pikiran-pikiran yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan. Sebagai pola perilaku sudah sewajarnya jika kebudayaan akan merupakan suatu kekuatan yang mempengaruhi efektifitas inovasi yang direncanakan untuk mengubah perilaku petani.

4) Media massa

Shannon dalam Saleh (2004) menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang membuat pengetahuan kita berubah, yang secara logis mensahkan perubahan, memperkuat atau menemukan hubungan yang ada pada pengetahuan yang kita miliki. Seperti Yusup (1995) yang mengungkapkan bahwa fungsi informasi bisa berkembang sesuai dengan bidang garapan yang disentuhnya. Namun, setidaknya yang utama adalah sebagai data dan fakta yang dapat membuktikan adanya suatu kebenaran, sebagai penjelas hal-hal yang sebelumnya masih meragukan, sebagai prediksi untuk peristiwa-peristiwa yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang. Nyatanya, informasi itu banyak fungsinya. Tidak terbatas pada salah satu bidang atau aspek saja, melainkan menyeluruh, hanya bobot dan manfaatnya yang berbeda karena disesuaikan dengan kondisi yang membutuhkannya.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabat, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang (Azwar, 1991). Media massa


(38)

commit to user

26

merupakan salah satu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain sebagainya (Ahmadi, 1999).

Media massa mempunyai pengaruh dalam membentuk suatu wacana publik. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau pendengarnya, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah dimasuki unsur-unsur subyektif itu, terbentuklah sikap (Sastraatmadja, 1993).

5) Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduannya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu (Azwar, 1991).

Tujuan pendidikan adalah untuk menawarkan pengalaman yang akan mengubah sesorang ke arah yang lebih baik. Hal tersebut dicontohkan dengan adanya kesopanan siswa, atau mungkin digambarkan sebagai bentuk kesuksesan seseorang dalam masyarakat tertentu (Krasner dan Ullman, 1973).

Seperti diketahui, lembaga pendidikan sifatnya bermacam-macam diantaranya bersifat formal, informal dan non formal. Pendidikan formal, dapat dilihat dari pendidikan yang pernah dialami (dalam hal ini petani) melalui sekolah-sekolah, dari jenjang tertinggi dari suatu tingkatan pendidikan formal yang tersedia (Mardikanto, 1993).


(39)

commit to user

Pendidikan non formal diartikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir yang berada diluar system pendidikan sekolah, isi pendidikan terprogram, proses pendidikan yang berlangsung berada dalam situasi interaksi belajar mengajar yang terkontrol (Mardikanto dan Sutarni, 1982). Begitu juga Azwar

(1995) yang mengemukakan bahwa pendidikan non formal

merupakan pendidikan yang didapat diluar bangku sekolah. Penyuluh pertanian dan pelatihan merupakan pendidikan non formal.

Menurut Suhardiyono (1992), pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar sistem pendidikan formal bagi sekelompok orang yang memenuhi keperluan khusus. Salah satu contohnya adalah penyuluhan pertanian. Demikian halnya dengan Azwar (1995) yang menyatakan bahwa penyuluhan pertanian merupakan sistem pendidikan non formal yang tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan tetapi berupaya untuk mengubah perilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan pertanian dan berusahatani yang luas, memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap inovasi sesuatu (informasi) baru, serta terampil melaksanakan kegiatan.

B. Kerangka Pemikiran

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial. Dalam interaksinya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap obyek psikologis yang dihadapi. Sebagai salah satu obyek dari Program pengembangan kawasan agropolitan ini, masyarakat akan memberikan respon evaluatif artinya memberikan akan memberikan reaksi sebagai sikap yang timbul karena proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan sebagai potensi reaksi sikap terhadap obyek sikap. Sikap


(40)

commit to user

28

merupakan keyakinan individu yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatan-perbuatan yang mungkin terjadi.

Pembangunan kawasan pedesaan tidak bisa dipungkiri merupakan hal yang mutlak dibutuhkan. Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Karanganyar diprioritaskan membangun kekuatan wilayah pedesaan yang memiliki potensi pertanian, tetapi belum termanfaatkan secara optimal. Bentuk dari kegiatan ini adalah pembangunan fisik untuk kelancaran kegiatan produksi dan transportasi hasil pertanian berupa pembangunan saluran air dan jalan usahatani.

Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan, sikap masyarakat didefinisikan sebagai kecenderungan untuk memberikan respon terhadap pengembangan kawasan agropolitan. Sikap masyarakat terhadap pengembangan kawasan agropolitan diukur dengan tiga paramater yaitu tujuan, pelaksanaan, hasil. Pengetahuan masyarakat terhadap pengembangan kawasan agropolitan meliputi tujuan, pelaksanaan dan hasil. Sikap masyarakat tersebut merupakan ungkapan dari masing-masing responden mengenai kepuasan pada program pengembangan kawasan agropolitan. Hasil akhir dari pemikiran responden dalam merespon pengembangan kawasan agropolitan adalah petani akan bersikap sangat baik, baik, cukup, buruk, dan sangat buruk.

Sedangkan untuk variabel yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program pengembangan kawasan agropolitan meliputi pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, media massa dan pendidikan non formal, media massa, dan pengaruh kebudayaan, secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :


(41)

commit to user

C. D. E.

Gambar 1. Kerangka berfikir mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar.

C. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas maka hipotesis sebagai berikut:

Di duga ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap (pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pendidikan non formal, media massa, pengaruh kebudayaan) dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variable

1. Definisi Operasional

Faktor yang berhubungan dengan sikap yaitu faktor personal yang ada dalam diri individu yang turut mempengaruhi pola perilaku petani sehingga dapat membentuk sikap terhadap pengembangan kawasan agropolitan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap:

1. Pengruh pengalaman pribadi

2. pengaruh orang lain yang dianggap penting 3. pengaruh pendidikan

non formal 4. pengaruh media

massa 5. pengaruh

kebudayaan

Sikap masyarakat terhadap program pengembangan agropolitan : 1. Tujuan Program 2. Pelaksanaan Program 3. Hasil Program

Sangat Baik

Sangat Buruk AGROPOLITAN

Baik

Cukup


(42)

commit to user

30

a. Pengaruh pengalaman pribadi adalah pengalaman responden yang

berkaitan dengan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan saran, ajakan, bujukan atau bahkan perintah dari orang-orang yang dianggap penting (keluarga, kerabat, kelompok profesi, aparat desa dan tokoh informal lainnya) yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan.

c. Pengaruh kebudayaan merupakan adat istiadat atau kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat setempat yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan.

d. Pegaruh media massa merupakan media yang dipergunakan untuk

memberikan informasi terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan baik yang berupa media cetak maupun elektronik.

e. Pengaruh lembaga pendidikan merupakan lembaga pendidikan baik

secara formal maupun non formal yang pernah di peroleh responden. Pendidikan non formal berada diluar pendidikan formal (kursus, pelatihan maupun penyuluhan) di bidang pertanian, kewirausahaan dan pariwisata.

Sikap adalah kecenderungan petani untuk memberikan respon atau evaluasi yang meliputi perasaan, pikiran dan kecenderungan untuk bertindak dengan adanya pengembangan kawasan agropolitan khususnya untuk masyarakat sekitar Candi Sukuh yang dilihat komponen kognitif, afektif dan konasi. Sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh selanjutnya diukur dengan memberikan rangsangan beberapa pertanyaan positif dan negatif yang disusun dan dikembangakan dari 4 indikator yaitu tujuan program, pelaksanaan program dan hasil program.

a. Sikap terhadap tujuan program, merupakan sikap masyarakat

responden terhadap tujuan program pengembangan kawasan agropolitan yang meliputi peningkatan pengetahuan dan peningkatan keterampilan masyarakat.


(43)

commit to user

b. Sikap terhadap pelaksanaan program, merupakan sikap masyarakat

terhadap pelaksanaan baik yang menyangkut keikutsertaan petugas maupun masyarakat dalam kegiatan pengembangan kawasan agropolitan di sekitar Candi Sukuh.

c. Sikap terhadap hasil program, merupakan sikap masyarakat terhadap hasil dari kegiatan atau program pengembangan kawasan agropolitan terutama di kawasan pariwisata.

2. Pengukuran Variabel

Berdasarkan definisi operasional, Pengukuran variabel dapat dilihat sebagai berikut:

a. Variabel Faktor yang berhubungan dengan sikap

Variabel Indikator Kriteria Skor

1) Pengaruh pengalaman pribadi

Lama responden menjadi bagian dari pengembangan kawasan agropolitan

- > 4 th - 3 - 4 th - < 1 - 2 th

3 2 1 Bentuk kunjungan ke daerah

pengembangan agropolitan yang lain berupa

a. fieldtrip c. magang b. diskusi, d. Kerjasama

- > 3 macam - 1 - 2 macam - Tidak pernah

3 2 1

Frekuensi mengunjungi daerah

pengembangan agropolitan lain

- > 3 kali - 1 - 2 kali - Tidak pernah

3 2 1 2) Pengaruh orang

lain yang dianggap penting

Tokoh panutan yang memberikan masukan atau pengaruh terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan, berkompeten dalam bidang

a. pertanian c. perdagangan b. sosial budaya d. Agama

- > 3 tokoh panutan - 1 - 2 tokoh

panutan - Tidak ada

3

2

1

Frekuensi tokoh panutan memberikan masukan mengenai pengembangan agropolitan

- > 3x sebulan - 1 - 2x sebulan - Tidak pernah

3 2 1

3) Pengaruh Kebudayaan

Nilai-nilai adat yang masih diyakini oleh masyarakat

- > 3 nilai adat yang dipatuhi - 1 - 2 nilai adat

yang dipatuhi - Tidak ada yang

dipatuhi

3

2

1

Kepatuhan terhadap nilai-nilai

adat yang diyakini

- Patuh

- Kadang-kadang - Tidak patuh

3 2 1


(44)

commit to user

32

4) Pegaruh Media massa

Media yang dipergunakan untuk menerima informasi mengenai agropolitan a. koran

b. majalah c. TV d. radio

- > 3 media massa - 1 - 2 dari media

massa - Tidak ada

3 2

1

Frekuensi mengakses informasi dari media massa

- > 4 kali/MT - 1 - 3 kali/MT - Tidak pernah

3 2 1 5) Pendidikan non

formal

Pernah mengikuti pelatihan atau kursus

a. seminar b. demonstrasi c. loka karya d. karyawisata

- Pernah - Kadang-kadang - Tidak pernah

3 2 1

Frekuensi mengikuti pelatihan - > 3 kali/tahun - 1 - 2 kali/tahun - Tidak pernah

3 2 1

b. Sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program

pengembangan kawasan agropolitan

Pengukuran variabel sikap masyarakat terhadap pengembangan kawasan agropolitan, diukur dengan menggunakan pernyataan-pernyataan positif dan negatif. Responden kemudian diminta untuk memberikan respon berupa sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan kepada mereka.

Alternatif jawaban berskala likert. Untuk itu dibedakan menjadi dua macam pernyataan, yaitu pernyataan positif yang berupa pernyataan yang setuju dan mendukung terhadap adanya program pengembangan kawasan Agropolitan dan pernyataan negatif yang berupa pernyataan yang tidak setuju dengan adanya program pengembangan kawasan Agropolitan. Selanjutnya responden diminta memberikan jawaban atau respon terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada mereka.

a) Pernyataan positif

1) Sangat Setuju (SS) : skor 5

2) Setuju (S) : skor 4


(45)

commit to user

4) Tidak Setuju (TS) : skor 2

5) Sangat Tidak Setuju : skor 1

b) Pernyataan negatif

1) Sangat Setuju (SS) : skor 1

2) Setuju (S) : skor 2

3) Tidak tahu/Ragu-ragu (TT) : skor 3

4) Tidak Setuju (TS) : skor 4


(46)

commit to user

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut (Bungin, 2006). Menurut Nawawi dan Mimi Martini (1996), metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta sebagaimana keadaan sebenarnya.

Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei. Teknik survei adalah penelitian yang dilaksanakan dengan mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data dan menjelaskan hubungan kausal antar variabel (Singarimbun dan Effendi, 2006). Sedangkan menurut Fathoni (2006), survei untuk mengadakan pemeriksaan dan melakukan pengukuran-pengukuran terhadap gejala empirik yang diperiksa.

B. Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Pemilihan kecamatan ini dengan dasar pertimbangan bahwa Kecamatan Ngargoyoso merupakan salah satu kawasan agropolitan Suthomadansih di Kabupaten Karanganyar. Terdapat beberapa desa di Kecamatan Ngargoyoso telah menjadi bagian dari program agropolitan. Diantara beberapa desa tersebut terdapat satu desa yang memiliki potensi unggul dalam program agropolitan yaitu Desa Berjo.


(1)

bahwa apa yang responden alami telah membentuk dan mempengaruhi penghayatan responden terhadap stimulus sosial. Hal demikian akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap maka pengalaman pribadi yang dimiliki responden harus melalui kesan yang kuat. Meskipun demikian, responden yang tergolong jarang dan kurang aktif mengikuti program pengembangan kawasan agropolitan mereka tetap berpikir positif terhadap program pengembangan kawasan agropolitan.

2. Hubungan Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting dengan Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh tokoh panutan dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (2,658>2,021) pada taraf signifikansi 95%, α=0,05 dengan nilai rs sebesar 0,396 serta arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengaruh tokoh panutan maka mereka semakin dapat menentukan arah pembentukan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan. Dengan adanya informasi dan pengaruh dari tokoh panutan, maka masyarakat sekitar Candi Sukuh dapat mengetahui program pengembangan kawasan agropolitan tersebut. Sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat di kawasan.

Menurut Soetriono et all, (2006) keputusan-keputusan yang diambil oleh petani juga dapat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku serta hubungan-hubungan dalam masyarakat setempat di mana mereka hidup. Bagi petani, masyarakat di sekitarnya mempunyai arti yang penting. Berdasarkan teori tersebut dan sesuai dengan kondisi di lapang, orang-orang yang di anggap penting meliputi: PPL, aparat desa, pihak pemerintah maupun swasta, petani lain, suami/isteri, dan tetangga. Semakin sering orang-orang yang di anggap penting memberikan informasi tentang program pengembangan kawasan agropolitan kepada responden maka responden akan lebih


(2)

commit to user

bersikap positif terhadap program pengembangan kawasan agropolitan tersebut.

3. Hubungan Pengaruh Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pendidikan non formal dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel

(6,035>2,021) pada taraf signifikansi 95%, α=0,05 dengan nilai rs sebesar

0,706 serta arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin sering responden menghadiri penyuluhan atau pelatihan maka semakin positif pula sikap responden terhadap program pengembangan kawasan agropolitan.

Menurut Azwar (1995) pendidikan non formal merupakan pendidikan yang didapat diluar bangku sekolah. Penyuluh pertanian dan pelatihan merupakan pendidikan non formal. Berdasarkan teori tersebut dan sesuai kondisi di lapang, mayoritas responden mengaku bahwa pendidikan non formal responden termasuk kategori baik. Hal ini disebabkan karena responden sangat aktif bahkan selalu hadir dalam mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan yang diadakan baik oleh kelompok tani, PPL maupun aparat desa. Selain itu setiap responden sering bertemu, bertanya dan mencari informasi dari petani lain, PPL, dan aparat pemerintah. Waktu di rumah pun responden juga bertanya dan mencari informasi dari tetangganya yang mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan non formal tergolong baik dikarenakan responden selalu berusaha bersikap positif terhadap program pengembangan kawasan agropolitan tersebut. Penyuluhan pertanian tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan tetapi juga mengubah perilaku responden agar memiliki pengetahuan pertanian dan berusahatani


(3)

yang luas, memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap inovasi baru dan terampil mnerapkan kegiatannya.

4. Hubungan Pengaruh Media Massa dengan Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara media massa dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan. Hal ini dilihat dari nilai t hitung < t tabel (-1,082<2,021) pada taraf signifikansi 95%, α=0,05 dengan nilai rs sebesar -0,173 serta arah hubungan yang negatif. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang nyata antara banyaknya responden mengakses media massa dengan informasi, petunjuk, serta nasehat tentang program pengembangan kawasan agropolitan yang didapatkan oleh responden.

Ketidaksignifikanan dikarenakan media massa yang ada belum bisa memberikan informasi yang rinci tentang adanya program pengembangan kawasan agropolitan. Hanya media massa dalam bentuk buletin seperti Intanpari yang selama ini yang dijadikan sumber informasi terutama bagi PPL terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan. Sehingga informasi tersebut belum bisa menjangkau keseluruh petani. Pengetahuan tentang adanya program pengembangan kawasan agropolitan hanya sebatas pengertian dari PPL saja belum ada tidak lanjut ke arah tujuan yang sebenarnya. Selain itu, walaupun terdapat buletin bulanan maupun leaflet yang diakses oleh responden, namun hal ini tidak mempengaruhi sikap responden. Hal ini dikarenakan media massa yang diakses tidak mempeberikan pengetahuan yang bagus dan secara komplit tentang pengembangan maupun kegiatan yang berhubungan dengan agropolitan.

Menurut Sastraatmadja (1993), memang pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal


(4)

commit to user

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau pendengarnya.

Teori tersebut sesuai dengan kondisi dilapang. informasi tentang program pengembangan kawasan agropolitan yang didapatkan dari media massa selayaknya dapat menambah pengetahuan. Sehingga informasi yang didapat oleh responden dapat diterapkan di lapang/di hutan, misalnya : pelatihan pembibitan tanaman, sistem tanam, dan sistem tumpang sari. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah media massa dan frekuensi menyimak informasi tentang program pengembangan kawasan agropolitan yang diakses rendah tetapi responden bersikap positif terhadap program pengembangan kawasan agropolitan tersebut.

5. Hubungan Pengaruh Kebudayaan Dengan Sikap Petani Terhadap Program Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebudayaan dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan. Sebagaimana tersaji pada Tabel 20 bahwa nilai t hitung < t tabel (-1,443<2,021) pada taraf signifikansi 95%, α=0,05 dengan nilai rs sebesar -0,228 serta arah hubungan yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan tidak berhubungan dengan sikap petani terhadap pembangunan agropolitan.

Kondisi ini sesuai dengan teori Peursen (1988) yang mengemukakan bahwa suatu tradisi bukanlah sesuatu yang dapat diubah, tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Manusialah yang membuat sesuatu dengan tradisi itu: ia menerima, menolaknya, atau merubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita tentang perubahan-perubahan: riwayat manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada.


(5)

commit to user

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Faktor- faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap pengembangan kawasan agropolitan meliputi :

a. Pengaruh pengalaman pribadi menurut masyarakat tergolong tinggi.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting menurut masyarakat

tergolong tinggi.

c. Pengaruh pendidikan non formal menurut masyarakat tergolong tinggi. d. Pengaruh media massa menurut masyarakattergolong tinggi.

e. Pengaruh kebudayaan menurut masyarakat tergolong sedang.

2. Sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap pengembangan kawasan agropolitan meliputi :

a. Sikap masyarakatterhadap tujuan dari program pengembangan

kawasan agropolitan tergolong baik.

b. Sikap masyarakat terhadap pelaksanaan dari program pengembangan kawasan agropolitan tergolong sangat baik.

c. Sikap masyarakat terhadap hasil dari program pengembangan kawasan agropolitan tergolong sangat baik.

3. Hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap

masyarakat sekitar Candi Sukuh dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap pengembangan kawasan agropolitan, pada taraf kepercayaan 95% sebagai berikut :

a. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengaruh

pengalaman pribadi masyarakat sekitar Candi Sukuh dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan dengan arah hubungan yang positif.

b. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting oleh masyarakat sekitar Candi Sukuh dengan sikap


(6)

commit to user

masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan dengan arah hubungan yang positif.

c. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengaruh pendidikan non formal masyarakat sekitar Candi Sukuh dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan dengan arah hubungan yang positif .

d. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh media massa yang diterima masyarakat sekitar Candi Sukuh dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengembangan kawasan agropolitan, dengan arah hubungan yang negatif.

e. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh kebudayaan yang dimiliki masyarakat sekitar Candi Sukuh dengan sikap masyarakat sekitar Candi Sukuh terhadap program pengambangan kawasan agropolitan dengan arah hubungan yang negatif.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian sikap masyarakat terhadap program pengembangan kawasan Agropolitan, dapat diajukan saran sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah, hendaknya memberikan penambahan program

pendidikan non formal kepada masyarakat kawasan Agropolitan. Pendidikan non formal dapat berupa latihan-latihan yang dapat mengasah kemampuan dan menambah wawasan petani sekitar. Sehingga program pengembangan agropolitan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kebutuhan petani.

2. Bagi masyarakat kawasan agropolitan, perlu penyegaran dalam pencarian informasi dan pembinaan yang kontinyu dari tokoh panutan baik PPL, aparat pemerintah maupun swasta untuk lebih mengaktifkan anggota dalam mengikuti rapat rutin serta melaksanakan kegiatan program guna menumbuhkan rasa budaya gotong-royong.