Model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan (studi kasus di Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu)

(1)

MODEL KEBIJAKAN

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN

AGROPOLITAN

(Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu)

Sanusi Sitorus

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul “Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus Di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2010

Sanusi Sitorus P.O62040254


(3)

ABSTRACT

SANUSI SITORUS. Policy Model For Sustainable Infrastructure Development To Support The Development Of Agropolitan Region (Case Study Merapi-Merbabu Agropolitan Region). Under the supervision of SYAMSUL MA’ARIF, SURJONO H. SUTJAHJO, and SETIA HADI .

Friedmann & Douglass (1975): Agropolitan as development activities which were concentrated in rural areas where urbanism characteristics were introduced and inhabited by 50.000-150.000 of people. Agropolitan was able to integrated agricultural sector development into regional development approached model. It is regarded as the most suitable development concept for rural areas, especially the “resource rural-base” of it that robust to some economic crisis. Merapi-Merbabu Agropolitan Region (MMAR) is one of agropolitan regions developed in Indonesia. The development aspects in MMAR are human resources, natural resources, land use, farming, settlement, infrastructure, technology, capital, and institution. This research aims to analyze the performance of MMAR, to investigate the degree of MMAR self-reliant, to design development model for sustainable infrastructure of MMAR, and to establish the direction of infrastructure development policy and scenario for MMAR. The employing performance of MMAR was evaluated by several analysis, including situational analysis, spatial analysis, bayes analysis, location quotient analysis, R/C ratio, added value, BCG, compounding factors analysis, and interpretative structural modeling (ISM). The analysis of self-reliant degree was investigated by multidimensional scaling (MDS) analysis. Development model for sustainable infrastructure was designed by dynamic system analysis method, design criteria analysis, and financial analysis. The direction of infrastructure development policy and scenario for MMAR was established by Analytical Hierarchy Process (AHP) and system dynamics analysis method. The result of the research shows the increasing performance of MMAR in the aspect of human resources, natural resources and environment, farmer income, technology, settlement and infrastructure after it was facilitated. The self-reliant degree of MMAR shows good indication by composite index value of 63.31% which is categorized as agropolitan region, although it is not self-reliant yet. Priority of infrastructure development policy is supporting agro-industry investigation infrastructure by development scenario through alternative: pessimistic, moderate and optimistic scenario.


(4)

RINGKASAN

SANUSI SITORUS, Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu). Di bawah bimbingan SYAMSUL MA’ARIF, SURJONO H. SUTJAHJO, dan SETIA HADI.

Friedmann dan Douglass (1975): Agropolitan adalah aktivitas pembangunan terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan memperkenalkan unsur-unsur urbanism, berpenduduk 50.000-150.000 orang. Agropolitan dapat mengintegrasikan pembangunan sektor pertanian dalam arti luas ke dalam model pendekatan pengembangan wilayah. Konsep agropolitan dipandang paling ideal untuk dikembangkan di kawasan perdesaan, terutama dengan “resources rural-base” yang dimilikinya yang ternyata “robust” terhadap berbagai masalah krisis ekonomi, karena produk pertanian yang dihasilkan oleh negara kita memiliki nilai jual yang tinggi untuk pasaran export ke luar negeri. Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu (KAMM), adalah salah satu kawasan agropolitan yang dikembangkan di Indonesia yang memiliki komoditas unggulan hortikultura dataran tinggi. KAMM ini dikembangkan melalui fasilitasi pemerintah dari tahun 2005-2007 dengan aspek-aspek yang dikembangkan meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, tata ruang, usahatani, permukiman, infrastruktur, teknologi, permodalan, dan kelembagaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di KAMM. Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa kegiatan yang perlu dilakukan sebagai tujuan antara, yaitu :

1. Menganalisis kinerja KAMM.

2. Menganalisis tingkat kemandirian KAMM.

3. Merancang model pembangunan infrastruktur berkelanjutan di KAMM. 4. Merumuskan arahan kebijakan pembangunan infrastruktur

dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri di KAMM. Penelitian dilaksanakan di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah, mulai bulan April 2008 sampai Desember 2009. Analisis yang dilakukan meliputi:

1. Analisis kinerja KAMM : (a) untuk mengetahui gambaran umum wilayah studi, meliputi: sumberdaya manusia, sumberdaya alam, permukiman, infrastruktur, dan teknologi, menggunakan metode : analisis situasional (b) untuk mengetahui kinerja KAMM pasca fasilitasi, menggunakan metode : analisis matriks indeks kumulatif potensial agriculture (IKPA) untuk menentukan komoditas unggulan pertanian primer di KAMM. Analisis matriks indeks kumulatif fasilitas umum (IKFU) untuk menentukan kotatani (agropolis) di KAMM. Analisis matriks indeks kumulatif potensial agriculture demand (IKPAD) untuk mengetahui kota-kota pemasaran akhir (outlet) KAMM. Land allocations percentages (LAP) analysis untuk mengetahui pola penggunaan lahan (land use), analisis bayes, location quotient (LQ), R/C ratio, added value, BCG analysis untuk usahatani, pengolahan dan pemasaran


(5)

hasil. Analisis compounding factors untuk permodalan, dan analisis interpretative struktural modeling (ISM) untuk kelembagaan.

2. Analisis tingkat kemandirian KAMM : untuk mengetahui nilai indeks tingkat kemandirian kawasan agropolitan berdasarkan dimensi-dimensi usahatani, agroindustri, pemasaran, infrastruktur, dan suprastruktur, menggunakan metode : analisis multidimensional scaling (MDS), modifikasi dari Rapfish yang disebut Rap-Agro.

3. Merancang model pembangunan infrastruktur berkelanjutan KAMM : untuk mengetahui keterkaitan antar sub-sub model pembangunan infrastruktur dan infrastruktur utama yang dibutuhkan oleh KAMM, serta untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, disusun skenario pengembangan melalui berbagai alternatif yang terdiri atas skenario pesimis, moderat, dan optimis. Metode analisis yang digunakan: analisis sistem dinamis, design criteria analysis, dan financial analysis.

4. Merumuskan arahan kebijakan pembangunan infrastruktur : untuk mengetahui prioritas alternatif kebijakan pembangunan infrastruktur KAMM, menggunakan metode : analytical hierarchy process (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja KAMM pasca fasilitasi dari tahun 2005 sampai 2007 mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini ditandai dengan indikator-indikator keberhasilan: peningkatan taraf pendidikan, kesadaran masyarakat tentang pelestarian SDA & Lingkungan, penerapan teknologi pertanian, kelayakan permukiman, peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur, serta peran kelembagaan. Peningkatan pendapatan diperoleh melalui keahlian dalam memilih jenis komoditas yang layak diusahakan secara finansial, dan adanya added value yang diperoleh melalui pengolahan hasil, serta sistem pemasaran yang dapat mendekatkan produksi ke konsumen akhir.

Tingkat kemandirian KAMM, dari analisis pada dimensi usahatani, agroindustri, pemasaran, infrastruktur, dan suprastruktur, menunjukkan bahwa nilai indeks gabungan cukup baik, yaitu 63,31 yang berarti masuk dalam kategori “kawasan agropolitan” sekalipun belum mandiri. Untuk meningkatkan kemandirian KAMM, dimensi yang paling penting ditingkatkan adalah dimensi agroindustri, disusul dimensi pemasaran, dan dimensi suprastruktur.

Agroindustri yang dikembangkan secara kreatif dan produksi bersih merupakan sebuah inovasi dalam menuju kawasan agropolitan mandiri. Porter, et al. (1999) berpendapat bahwa kesejahteraan harus diawali dengan perbaikan produktivitas dan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan hasil yang berkualitas dan berdaya saing. Semakin tinggi produktivitas maka semakin baik daya saing usaha tersebut, dan semakin kreatif dalam melakukan tahapan dan proses pengolahan hasil maka semakin tinggi pula nilai tambah (added value) yang akan didapatkan. Nilai tambah juga akan semakin tinggi apabila produksi yang dihasilkan bersih dari bahan berbahaya, polutan atau kontaminan yang terbuang melalui saluran pembuangan limbah atau terlepas ke lingkungan sebelum didaur ulang, diolah atau dibuang. Produksi bersih tidak saja menyangkut proses produksi, tetapi juga menyangkut pengelolaan seluruh daur produksi, dimulai dari pengadaan bahan baku & pembantu, proses dan operasionalnya, hasil produksi dan limbahnya, sampai ke distribusi dan konsumsi. Inovasi melalui pengembangan industri kreatif dan produksi bersih adalah sebuah simpul penting


(6)

yang dapat memperbaiki produktivitas, menyederhanakan tahapan proses, serta memperbaiki penampilan dan rasa, pada akhirnya akan meningkatkan nilai ekonomi di KAMM dalam menuju kemandiriannya.

Kemandirian KAMM akan lebih cepat tercapai apabila pengembangannnya dilaksanakan melalui kemitraan antar stakeholders terkait, karena akan dapat menciptakan keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, membesarkan (Hafsah, 1999), mengembangkan serta memiliki kesetaraan antar stakeholders yang bermitra. Prinsip kemitraan secara umum dapat diidentifikasi terdiri dari tiga prinsip dasar yang dapat dijadikan titik awal yang kuat bagi semua stakeholders untuk bekerja sama, yaitu kesetaraan, transparansi, bermanfaat dan saling menguntungkan bagi semua stakeholders.

Hasil simulasi model pembangunan infrastruktur menunjukkan bahwa Infrastruktur utama bagi kawasan agropolitan berbasis komoditas hortikultura antara lain adalah jalan (jalan usahatani, jalan poros desa, dan jalan antar desa-kota), infrastruktur air (air irigasi dan air bersih), jaringan drainase, dan bangunan pendukung (sub terminal agribisnis, packing house dan cold storage. Jaringan jalan, terutama jalan poros dan jalan usahatani, mendukung peningkatan usahatani melalui peningkatan jumlah sarana produksi yang mampu diangkut ke lahan, dan hasil panen yang diangkut ke tempat pengumpul dan pemasaran. Sarana irigasi meningkatkan usahatani melalui penambahan ketersediaan air baku untuk pertanian sehingga frekuensi penanaman dapat ditingkatkan pada musim kemarau. Sedangkan skenario pembangunan infrastruktur KAMM, dipilih melalui alternatif skenario optimis, yaitu dengan meningkatkan kondisi seluruh variabel menjadi lebih baik, melalui pembangunan infrastruktur penunjang usahatani, pemasaran dan pengolahan hasil, yang diprediksi akan berdampak luas terhadap peningkatan nilai ekonomi total kawasan dan penurunan tingkat pengangguran, yang akan dilaksanakan secara bertahap dalam jangka panjang. Melalui skenario optimis, dengan nilai intervensi pembangunan infrastruktur senilai Rp 16,2 Milyar pada tahun awal simulasi (Tahun 2010) dan Rp 56,9 Milyar pada tahun akhir simulasi (Tahun 2035), diprediksi dapat meningkatkan nilai ekonomi total kawasan sebesar Rp 73,1 Milyar pada tahun awal simulasi (Tahun 2010) dan Rp 118,34 Milyar pada tahun akhir simulasi (Tahun 2035).

Prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur di KAMM, adalah pembangunan infrastruktur penunjang agoindustri untuk dapat mendorong industrialisasi di kawasan agropolitan, baik dalam skala rumah tangga maupun skala industri besar, melalui pembangunan sarana home industry, sarana industri pabrik barang olahan, cold storage, packing house, dan jalan poros desa. Kebijakan berikutnya adalah memperlancar pemasaran hasil pertanian sampai ke kota-kota pemasaran akhir (outlet) melalui pembangunan terminal agribisnis (TA) dan jalan antar desa-kota. Kebijakan spesifik pembangunan infrastruktur di KAMM harus memenuhi kaidah-kaidah NSPM (norma, standar, pedoman, manual) dan memenuhi SPM (standar pelayanan minimum).


(7)

@

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

MODEL KEBIJAKAN

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN

AGROPOLITAN

(Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu)

Sanusi Sitorus

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010


(9)

(10)

PELAKSANAAN UJIAN

1. Ujian Tertutup Tanggal 24 April 2010

Penguji pada Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto

Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor

1. Ujian Terbuka Tanggal 21 Mei 2010

Penguji pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. M. Basuki Hadimuljono, M.Sc

Irjen Kementerian Pekerjaan Umum

2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Sc.


(11)

Judul Disertasi :

Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan dalam

Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di

Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu)

Nama :

Sanusi Sitorus

NIM

: PO62040254

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng

.

Ketua

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S

.

Dr. Ir. Setia Hadi,M.S

.

Anggota

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi PSL

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S.

Prof.Dr.Ir. Khairil A Notodiputro, MS

NIP. 131 471 836 NIP. 130 891 386


(12)

Tanggal Ujian: 21 Mei 2010

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian

yang dilaksanakan sejak bulan April 2008 ini ialah agropolitan, dengan judul Model Kebijakan

Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan Dalam Mendukung Pengembangan Kawasan

Agropolitan, dengan studi kasus di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Disertasi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Penulis

mengucapkan

terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada Yth: Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif,

M.Sc., sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS., dan Dr. Ir.

Setia Hadi, MS., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam

penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir.

Khairil Anwar S. Notodipuro MS., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf dan Prof.

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS., selaku Ketua Program Studi PSL beserta staf yang telah banyak

membantu kelancaran administrasi. Ucapan terima kasih yang sama juga penulis sampaikan

kepada Prof. Dr. Ir. R.P. Santun Sitorus, dan Dr. Ir. Ligaya I.T.A Tumbelaka, Sp. MP, M.Sc.,

sebagai penguji luar komisi pada prelim, dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M. Eng dan Dr.

Ir. M. Yanuar J. Purwanto sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. M.

Basuki Hadimuljono, M.Sc., dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Sc, sebagai penguji luar komisi pada

ujian terbuka.

Kami juga tidak lupa menghaturkan terima kasih kepada segenap pemerhati agropolitan

yang telah banyak berdiskusi dengan penulis, dari lingkup Perguruan Tinggi antara lain Dr. Ir.

Ernan Rustiadi, Dr. Ir. Setia Hadi, MS., Dr. Ir. Iskandar Lubis, Dr. Ir. Alinda F.M. Zain

(P4W-IPB), Dr. Ir. Uton Rustan Harun., dan Dr. Ir. Jahja Hanafie, M.Sc (ITB), Dr. Ir. Sudariyono

(UGM), Prof. Dr. Polin R. Pos pos (USU), Dr. Ir. Noldi Tuerah (UNSRAT). Selain itu kami

juga mengucapkan terima kasih kepada pemerhati agropolitan/minapolitan dari lingkup Birokrat


(13)

Pusat, antara lain : Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi (Wakil Menteri Pertanian), Prof. Dr. Ir. Bungaran

Saragih, Dr. Ir. Atok Suprapto MS., dan Dr. Ir. Sinis Munandar MS., (Kementerian Pertanian)

Dr. Ir. Made L. Nurjana, MS dan Dr. Lenny S. Syafei (Kementerian Kelautan dan Perikanan),

Dr. Ir. Hermanto Dardak, dan Dr. Sugimin Pranoto, M. Eng., serta Dr. Ir. Ruchyat Deni

Djakapermana (Kementerian Pekerjaan Umum), Dr. Ir. Soni Sumarsono (Kementerian Dalam

Negeri). Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa Gubernur dan Bupati yang

sangat respek terhadap agropolitan/minapolitan dan telah banyak memberi masukan/

feetback

tentang pentingnya sebuah komitmen kepala daerah dalam pengembangan kawasan agropolitan,

antara lain Dr. Ir. Fadel Muhammad (ex Gubernur Gorontalo, yang sekarang menjabat Menteri

Kelautan dan Perikanan), Dede Yusuf (Wakil Gubernur Jawa Barat), Ir. Singgih Sanyoto (Bupati

Magelang), Drs. H. T. Zulkarnain Damanik, MM., (Bupati Simalungun). Ucapan terima kasih

juga kami sampaikan kepada segenap pemerhati agropolitan tingkat lokal yang telah banyak

memberi masukan kepada penulis tentang implementasi pengembangan kawasan agropolitan,

antara lain : Bapak Soekam (pengurus Pokja Agropolitan Kabupaten Magelang), Bapak Diyono

(pengurus STA Sewukan KAMM), Bapak Surame (pengurus Gapoktan KAMM). Terima kasih

juga kami ucapkan kepada mitra diskusi studio S3 kami, antara lain Dr. Ir. Umar Mansur, Dr. Ir.

Rahman Kurniawan, dan Dr. Ir. Thamrin.

Secara khusus penulis menyampaikan penghargaan kepada istriku tercinta Ernita dan

anak-anakku tersayang, Rahmat Adi Putra, Harry Kurniawan, Freddy Masito, Ridho Aditya, dan

putri angkat kami Desi Hartati Sitorus, yang telah memberikan perhatian penuh, pengertian,

pengorbanan yang tulus, dan semangat, serta do’anya yang selalu diberikan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan lancar.

Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan

perhatiannya dalam penyelesaian disertasi ini. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih

banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran serta masukan penulis harapkan dari semua

pihak guna penyempurnaan disertasi ini.

Bogor, Mei 2010

Sanusi Sitorus


(14)

Penulis dilahirkan di Kisaran Sumatera Utara pada tanggal 15 Februari 1960 sebagai

putra ke sembilan (terakhir) dari pasangan Alm. Lobe Saleh Sitorus dan Alm. Nilam boru

Manurung. Penulis meraih gelar Insinyur Teknik Arsitektur di Universitas Bung Hatta Padang

tahun 1986 dan meraih gelar Magister Teknik di Institut Teknologi Bandung tahun 2003. Sejak

Februari 2005 penulis memulai pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Saat kuliah di jenjang S1 penulis aktif di beberapa unit organisasi kemahasiswaan, antara

lain sebagai Ketua Umum HIMA (Himpunan Mahasiswa Arsitektur) Fakultas Teknik

Universitas Bung Hatta, Sekretaris Umum SEMA (Senat Mahasiswa) Universitas Bung Hatta,

Ketua I BPM (Badan Pembinaan Mahasiswa) Universitas Bung Hatta, dan Ketua Umum HIMSU

(Himpunan Mahasiswa Sumatera Utara) di Sumatera Barat.

Penulis memulai karir sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kanwil/Dinas Pekerjaan Umum

Provinsi Sumatera Barat tahun 1985, meniti karir mulai dari jabatan Asisten Proyek dan

Pemimpin Bagian Proyek serta Kepala Sub Proyek sampai dengan tahun 1990. Terhitung mulai

tahun 1991, penulis pindah tugas ke Direktorat Perumahan Direktorat Jenderal Cipta Karya

Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta. Karir penulis di Departemen Pekerjaan Umum lebih

banyak ditugaskan menangani proyek-proyek bidang perdesaan, antara lain sebagai Pemimpin

Proyek Pengembangan Desa Pusat Pertumbuhan, dan terakhir sebagai Pemimpin Proyek/Kepala

Satuan Kerja Penyediaan Prasarana dan Sarana Agropolitan dari tahun 2000 sampai dengan

tahun 2008. Akibat kecintaan penulis terhadap pengembangan wilayah perdesaan, membuat

rekan-rekan dan sejawat penulis memberi julukan kepada penulis sebagai “pemerhati perdesaan”

dan sempat mencetuskan perlunya membentuk komunitas

pro-rural

se-Indonesia.

Penulis beberapa kali menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan sarasehan tingkat

nasional tentang agropolitan yang selalu menghadirkan beberapa menteri terkait sebagai

pembicara kunci, antara lain: Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Dalam

Negeri, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Penyelenggaraan seminar-seminar ini bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB),

Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gajah Mada (UGM), terutama yang

menyangkut dengan topik-topik perdesaan, infrastruktur, agropolitan/minapolitan dan

pengembangan wilayah. Penulis juga pernah mengikuti seminar internasional di luar negeri serta


(15)

melakukan studi banding pengembangan wilayah perdesaan/agropolitan ke beberapa negara

tetangga, antara lain : Thailand, Malaysia, Singapore, Hongkong dan Jepang. Salah satu rencana

penulis yang belum terealisir adalah menyelenggarakan seminar internasional agropolitan

dengan

key words : agropolitan, concept, integrated, economic local, and stakeholders

dengan

menghadirkan

keynote speaker

yaitu Friedmann dan Douglass sebagai penggagas dan pencetus

agropolitan. Akibat mutasi tugas penulis, mungkin pelaksanaan seminar internasional ini akan

jauh dari harapan.

Di awal tahun 2009 penulis ditugaskan sebagai Kepala Balai Diklat PU Wilayah VII di

Palembang dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,

Bengkulu, dan Lampung, dan terhitung mulai bulan Juli 2009 sampai saat ini penulis ditugaskan

sebagai Kepala Balai Diklat PU Wilayah III di Yogyakarta, dengan wilayah kerja meliputi

Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Penulis menikah dengan Ernita pada 04 Juli 1984 dan dikaruniai empat orang putra yaitu

Rahmad Adi Putra Sitorus, S.Kom (lahir di Padang tahun 1985), Harry Kurniawan Sitorus, saat

ini masih menempuh kuliah S1 Teknik Informatika di Koln Jerman (lahir di Padang tahun 1987),

Freddy Masito Sitorus, mahasiswa S1 Pembangunan Wilayah Universitas Gajah Mada

Yogyakarta (lahir di Padang tahun 1990), dan Ridho Aditya Sitorus, pelajar SMA IPA GAMA

Yogyakarta (lahir tahun 1994 di Jakarta), dan Desi Hartati Sitorus (anak angkat, lahir di

Indrapura tahun 1989) mahasiswi S1 Teknik Sipil Universitas Indonesia.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...

xi

DAFTAR GAMBAR ...

xv

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xix


(16)

I.

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kerangka Pemikiran ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ...

18

1.6 Novelty ... 18

II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1 Konsep Pengembangan Agropolitan ...

19

2.2 Konsepsi Dasar Pengembangan Wilayah ... 27

2.3 Konsep Pembangunan Agribisnis ... 29

2.4 Kawasan Agropolitan ... 31

2.5 Pembangunan Berkelanjutan, Pertanian Berkelanjutan, dan

Infrastuktur Berkelanjutan ... 39

2.6 Kawasan Agropolitan Sebagai Suatu Sistem Pengembangan

Yang Komprehensif ... 45

2.7 Pendekatan

Sistem ...

46

2.8

Model ...

47

2.9 Tinjauan Studi-Studi Terkait Terdahulu ... 48

III.

METODE PENELITIAN ... 51

3.1 Lokasi dan waktu Penelitian ... 51

3.2 Tahapan Penelitian ... 52

3.3 Metode Pengumpulan Data... 75

3.4 Diagram Alir Rancangan Penelitian... 75

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79

4.1

Gambaran Umum Wilayah Studi ... 79


(17)

4.1.2 Kondisi Sumberdaya Alam ... 86

4.1.3 Kondisi Penyediaan Infrastruktur ... 94

4.1.4 Kondisi Teknologi Pertanian ... 104

4.1.5 Kondisi Permukiman ... 107

4.2 Analisis Kinerja KAMM ... 112

4.2.1 Analisis Tata Ruang Kawasan Agropolitan ... 112

4.2.2 Analisis Usahatani, Pengolahan, dan Pemasaran ... 122

4.2.3 Analisis Permodalan ... 150

4.2.4 Analisis Kelembagaan ... 153

4.3 Analisis Tingkat Kemandirian KAMM ... 155

4.3.1 Dimensi Usahatani ... 156

4.3.2 Dimensi Agroindustri ... 158

4.3.3 Dimensi Pemasaran ... 160

4.3.4 Dimensi Infrastruktur ... 162

4.3.5 Dimensi Suprastruktur ... 164

4.3.6 Indeks Gabungan ... 165

4.3.7 Agroindustri Sebagai Upaya Meningkatkan

Kemandirian KAMM ...

167

4.3.8 Industri Kreatif & Produksi Bersih sebagai

sebuah Inovasi Agroindustri di KAMM ... 170

4.3.9 Kemitraan sebagai sebuah alternatif solusi

Peningkatan Kemandirian KAMM……… 172

4.4 Analisis Model Pembangunan Infrastruktur KAMM ...

173

4.4.1 Analisis Kebutuhan ... 173

4.4.2 Formulasi Masalah ... 174

4.4.3 Identifikasi Sistem Kawasan Agropolitan ... 178

4.4.4 Simulasi Model Pembangunan Infrastruktur KAMM... 182

4.4.5 Validasi Model ...

200


(18)

4.4.7 Norma, Standar, Prosedur, Kriteria (NSPK)

Infrastruktur KAMM...

210

4.4.8 Pembiayaan Infrastruktur KAMM ...

210

4.5 Analisis Kebijakan Pembangunan Infrastruktur KAMM...

212

4.6 Sintesa hasil ...

216

V.

REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAMM ... 228

5.1 Kebijakan Umum Pengembangan KAMM ...

228

5.2

Kebijakan Spesifik Pembangunan Infrastruktur

Berkelanjutan KAMM ...

232

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN ...

237

6.1 Kesimpulan ...

237

6.2 Saran ...

241

VII.

DAFTAR PUSTAKA ...

243

LAMPIRAN ...

248

DAFTAR TABEL


(19)

1.

Pedoman indikator tingkat perkembangan kawasan agropolitan ...

34

2.

Variabel pertanian modern dibandingkan dengan pertanian

konvensional ... 55

3.

Dimensi dan atribut perkembangan kawasan agropolitan... 62

4.

Kategori status perkembangan kawasan agropolitan

berdasrkan nilai indeks ... 63

5.

Skenario pembangunan infrastruktur dalam menunjang kawasan

agropolitan mandiri ...

72

6.

Skala penilaian perbandingan berpasangan ... 74

7.

Hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik

analisis data, dan hasil yang diharapkan ...

78

8.

Jumlah dan kepadatan penduduk Kawasan Agropolitan

Merapi-Merbabu tahun 2004 s.d. 2007 ... ...

81

9.

Urutan jumlah penduduk agropolis dimasing-masing distrik

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ... 82

10.

Jumlah penduduk miskin tahun 2004 sebelum kawasan agropolitan

dikembangkan dan setelah kawasan agropolitan dikembangkan ...

84

11.

Daftar nama kecamatan dan luas kawasan serta jumlah desa

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2007 ...

86

12.

Jumlah desa yang berpenduduk miskin di Kawasan

Agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2007 ...

87

13.

Ketinggian seluruh lahan di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

88

14.

Persyaratan agroklimat yang cocok untuk komoditi pertanian ...

93

15.

Curah hujan menurut kecamatan di Kawasan Agropolitan Merapi-

Merbabu tahun 2007 ...

94

16.

Kondisi penyediaan infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan sistem dan usaha

agribisnis di kawasan agropolitan ... 104

17.

Hasil penilaian untuk menentukan apakah lebih cocok

pertanian modern atau pertanian konvensional ...

105

18.

Analisis situasional pemanfaatan teknologi dan informasi di Kawasan Agropolitan

Merapi-Merbabu ...

107


(20)

19.

Hasil analisis penentuan agropolis di KAMM ...

114

20.

Penggunaan lahan dan perubahannya di Kawasan Agropolitan

Merapi-Merbabu ...

117

21. Matriks Keputusan untuk pilihan jenis komoditas unggulan

hortikultura ...

123

22. Luas panen, produksi dan produktivitas pomoditas cabe merah

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

124

23. Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas kubis krop

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

124

24. Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas kubis bunga

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

125

25. Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas wortel

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

126

26. Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas tomat

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

126

27. Rata-rata penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja

untuk luas 0,5 Ha...

128

28. Rincian biaya produksi cabe merah di lahan seluas 0,5 Ha ...

131

29.

Cash flow

pendapatan dalam usahatani cabe merah

di lahan 0,5 Ha ...

132

30. Nilai tambah

(added value

) yang dapat diperoleh dari hasil

pengolahan cabai merah menjadi cabai giling serbuk ...

137

31. Penyerapan tenaga kerga setara pria HKSP dan HKSW untuk

pengolahan cabai merah menjadi cabai giling serbuk ...

138

32. Hasil pengelompokan produk hortikultura berdasarkan prospek

pemasaran melalui pendekatan BCG ... 142

33. Keuntungan dan kerugian petani dari tiga model pemasaran produk

Hortikultura di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu...

149

34.

Provit margin

pada Pemasaran Hortikultura di Kawasan

Agropolitan Merapi-Merbabu ...

149

35. Jumlah petani yang mendapat kredit usaha tani (KUT)


(21)

tahun 2007 di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu...

151

36. Lembaga yang terkait dalam pembangunan infrastruktur

berkelanjutan kawasan agropolitan ...

154

37. Hasil analisis MDS untuk menentukan tingkat perkembangan

Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

166

38. Kebutuhan

stakeholders

dalam pembangunan infrastruktur

berkelanjutan KAMM ...

175

39. Hasil simulasi jumlah pertumbuhan penduduk di KAMM ...

186

40. Hasil simulasi perkembangan lahan permukiman dan lahan

hortikultura di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

188

41. Simulasi kepala keluarga dan laju produksi sayuran

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...

190

42. Hasil simulasi perkembangan jalan usahatani dan jaringan irigasi

di KAMM ... 193

43. Hasil simulasi perkembangan jalan poros dan jalan antar desa-kota

di KAMM ... 194

44. Hasil simulasi perkembangan kapasitas STA di KAMM ... 195

45. Simulasi insfrastruktur penunjang usahatani, pengolahan, dan

Pemasaran ... 196

46. Simulasi ekonomi total di KAMM ... 198

47. Simulasi penyerapan tenaga kerja di KAMM ... 200

48. Data validasi model pengembangan agropolitan berbasis komoditas

unggulan sayuran berdasarkan perkembangan jumlah penduduk... 201

49. Data validasi model pengembangan agropolitan berbasis komoditas

unggulan sayuran berdasarkan luas lahan hortikultura ... 202

50. Simulasi skenario pembangunan infrastruktur KAMM terhadap

laju produksi sayuran. 1. kondisi existing, 2. skenario pesimis

3. skenario moderat, 4. skenario optimis ………... 204

51. Simulasi skenario pembangunan infrastruktur KAMM terhadap

ekonomi total kawasan. 1. kondisi existing, 2. skenario pesimis


(22)

52. Simulasi skenario pembangunan infrastruktur KAMM terhadap

tingkat pengangguran di kawasan. 1. kondisi existing,

2. skenario pesimis, 3. skenario moderat,

4. skenario optimis ………... 206

53. Skenario pembangunan infrastruktur menuju kawasan

agropolitan mandiri ... 210

54. Sandingan rencana & realisasi pembiayaan KAMM berbasis


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram dukungan kementerian terkait dalam pengembangan kawasan agropolitan 3

2. Jumlah kawasan agropolitan yang telah difasilitasi pemerintah dari tahun 2002 sd 2008

4

3. Peta penyebaran kawasan agropolitan tahun 2002-2008 di Indonesia ...5

4. Diagram alir perumusan masalah dalam pembangunan infrastruktur

berkelanjutan mendukung pengembangan KAMM... 11

5. Kerangka pemikiran model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam

menunjang pengembangan KAMM ...17

6. Ilustrasi model area agropolitan menurut Friedmann (1975) ...21

7. Diagram ketertinggalan sektor pertanian dengan sektor industri ...26

8. Konsepsi dasar pengembangan wilayah (Hadjisarosa 1982) ...28

9. Mata

rantai

kegiatan agribisnis (Arsyad

et al

., thn

dalam

Soekartawi, 2005)

Error!

Bookmark not defined.

10. Lingkup pembangunan agribisnis menurut Saragih (2006). ...30

11. Diagram konsepsi kawasan agropolitan ...31

12. Model kawasan agropolitan ”

by design

” yang banyak digunakan di kawasan

transmigrasi ...33

13. Strata kawasan agropolitan menurut tingkat perkembangannya ...35

14. Kawasan agropolitan sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem sub-sistem

pengembangan. ...46

15. Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu dan sekitarnya ...51

16. Tahapan penelitian model pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam menunjang

pengembangan kawasan agropolitan mandiri ...53

17. Peningkatan nilai tambah sepanjang rantai (

lifting up the chain

) ...58

18. Ilustrasi penentuan indeks kemandirian kawasan agropolitan dalam skala ordinasi

...64

19. Ilustrasi indeks kemandirian setiap dimensi pengembangan kawasan agropolitan

64

20. Model diagram input-output ...68

21. Struktur prioritas model kebijakan pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan

mandiri ...74

22. Diagram alir rancangan penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur


(24)

kawasan agropolitan mandiri ...77

23. Proses analisis situasional untuk mengetahui kondisi umum wilayah studi dan evaluasi

kinerja untuk mengetahui dampak yang terjadi pasca fasilitasi pemerintah ..80

24. Tata letak agropolis yang terbentuk di KAMM ...82

25. Struktur mata pencaharian penduduk di KAMM Tahun 2007 ...83

26. Jumlah penduduk KAMM menurut tingkat pendidikan tahun 2007. ...86

27. Ketinggian ibu kota kecamatan di KAMM ...88

28. Kemiringan lahan di KAMM ...89

29. Peta geologi KAMM ...90

30. Potensi air permukaan sungai di sekitar KAMM ...92

31. Curah hujan di KAMM Kabupaten Magelang tahun 2007 ...94

32. Kondisi pasca panen karena tidak tersedianya TPHS ...98

33. Kondisi sub terminal agribisnis di Sewukan ...102

34. Pemasaran produk hortikultura di pasar tradisional ...102

35. Kondisi permukiman di KAMM...112

36. Struktur ruang KAMM berdasarkan distrik-distrik agropolitan ...115

37. Struktur ruang KAMM berdasarkan perwilayahan komoditas ...116

38. Persentase perubahan penggunaan lahan di KAMM ...119

39. Perubahan penggunaan lahan dari lahan sawah ke lahan kering di KAMM 120

40. Pola penggunaan lahan di KAMM ...121

41. Produk hortikultura yang kebanyakan dikonsumsi dalam bentuk segar ...133

42. Proses pengolahan cabai merah menjadi cabai giling serbuk ...136

43. Pelatihan bidang pertanian di KAMM ...139

44. Perubahan permintaan dan penyediaan produk hortikultura pada kondisi harga tetap

...141

45. Hasil analisis finansial produk hortikultura di STA Sewukan, melalui model

BCG

...143

46. Struktur pemasaran komoditas pertanian hortikultura di KAMM ...143

47. Jangkauan pemasaran regional dalam Pulau Jawa ...145

48. Jangkauan pemasaran nasional dari KAMM ...146

49. Hirarki

profit margin

yang dapat diraih para pelaku pemasaran di KAMM 147

50. Kenaikan

profit margin

pada ketiga hirarki sub-sistem pemasaran di KAMM

148


(25)

52. Struktur hierarki sub elemen lembaga yang terlibat dalam program pengembangan

KAMM... 155

53. Indeks tingkat kemandirian kawasan agropolitan pada dimensi usahatani KAMM

...157

54. Peran masing-masing atribut dimensi usahatani yang dinyatakan dalam bentuk

perubahan nilai

rms

(

root mean square

) ...158

55. Indeks tingkat kemandirian kawasan agropolitan pada dimensi agroindustri KAMM

...159

56. Peran masing-masing atribut dimensi agroindustri yang dinyatakan dalam bentuk

perubahan nilai

rms

...160

57. Indeks tingkat kemandirian kawasan agropolitan pada dimensi pemasaran KAMM

...160

58. Peran masing-masing atribut dimensi pemasaran yang dinyatakan dalam bentuk

perubahan

rms

...161

59. Indeks tingkat kemandirian kawasan agropolitan pada dimensi infrastruktur KAMM

...162

60. Peran masing-masing atribut dimensi infrastruktur yang dinyatakan dalam bentuk

perubahan

rms

...163

61. Indeks tingkat kemandirian kawasan agropolitan pada dimensi suprastruktur KAMM

164

62. Peran masing-masing atribut dimensi suprastruktur yang dinyatakan dalam bentuk

perubahan

rms

...165

63. Diagram layang-layang tingkat kemandirian KAMM Magelang ...166

64. Sistem pengembangan agribisnis di KAMM ... 168

65. Sistem pengembangan agroindustri di KAMM ... 170

66.

Causal loop

model peyediaan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis komoditas

hortikultura sayuran ...179

67. Diagram input-output pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis

komoditas hortikultura sayuran ...181

68.

Stock flow diagram

(

SFD

) pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis

komoditas sayuran ...183

69. Struktur model dinamik untuk sub model penduduk di kawasan agropolitan berbasis

komoditas sayuran ...185

70. Hasil simulasi jumlah penduduk ...186

71.

Stock flow diagram

sub model penggunaan lahan ...187

72. Hasil simulasi penggunaan lahan pertanian ...188

73.

Stock flow diagram

sub model usahatani, pengolahan, dan pemasaran ...189


(26)

74. Hasil simulasi laju produksi sayuran ...190

75.

Stock flow diagram

sub model infrastruktur penunjang usahatani, pemasaran, dan

pengolahan hasil ...192

76. Simulasi jalan usahatani (JUST_EXIST) dan

jaringan irigasi (IRGS_EXIST) ... 193

77. Simulasi jalan poros (JPORS_EXIST) dan jalan penghubung

desa-kota DESKOT_exis) ... 194

78. Simulasi kapasitas STA ... 195

79. Simulasi infrastruktur penunjang pengolahan hasil ... 197

80.

Stock flow diagram

sub model ekonomi ...197

81. Hasil simulasi ekonomi total ...198

82.

Stock flow diagram

sub model tenaga kerja ...199

83. Hasil simulasi tenaga kerja ...199

84. Jumlah penduduk aktual dan jumlah penduduk simulasi pada tahun 2004 - 2007

...201

85. Perkembangan luas lahan hortikultura aktual dan simulasi pada tahun 2004 - 2007

...202

86. Simulasi skenario pengembangan infrastruktur KAMM, Kabupaten Magelang,

terhadap laju produksi sayuran. 1. kondisi existing, 2. skenario pesimis, 3. skenario

moderat, 3 skenario optimis. ...204

87. Simulasi skenario pengembangan infrastruktur KAMM, Kabupaten Magelang, terhadap

nilai ekonomi total. 1. kondisi existing, 2. skenario pesimis, 3. skenario moderat, 3 skenario

optimis. 205

88. Simulasi skenario pengembangan infrastruktur KAMM, Kabupaten Magelang,

terhadap pengangguran. 1. kondisi existing, 2. skenario pesimis, 3. skenario moderat, 3

skenario optimis ... ...206

89. Hasil

AHP

prioritas alternatif pembangunan infrastruktur KAMM ...214

90. Diagram alir model konseptual kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan

KAMM ... ...229


(27)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AHP

:

Analitycal hierarchy process

MDS :

Multidimensional

scalling

ISM :

Interpretative

structural

modelling

LQ :

Location

quotient

RC/Ratio :

Return

cost

ratio

BC/Ratio :

Benefit

cost

ratio

BEP :

Break

event

point

AME :

Absolute

mean

error

AVE :

Absolute

variation

error

CDP :

Criterium

decission

plus

WCED

:

World Commision on Environment and Development

LEISA

:

Low external input and sustainable agriculture

PHT :

Pengendalian

hama

terpadu

APWA

:

American Public Works Association

AGCA

:

Associated General Contractors of America

GTZ

:

Deutsche Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeit

REED

:

Rural economic and enterprice development

CBUIM

:

Capacity building for urban infrastructure management

FGD

:

Focus group discussion

LAP :

Land

allocation

presentages

BC :

Building

coverage

PKA

:

Pengembangan kawasan agropolitan

KA :

Kawasan

agropolitan

IB :

Infrastruktur

berkelanjutan

KAMM :

Kawasan

Agropolitan Merapi-Merbabu

KAM :

Kawasan

Agropolitan

Mandiri

KSP

:

Kawasan sentra produksi


(28)

SDM :

Sumberdaya

manusia

SDA :

Sumberdaya

alam

DAS :

Daerah

aliran

sungai

PLN :

Perusahaan

Listrik

Negara

BRI :

Bank

Rakyat

Indonesia

RRI

:

Radio Republik Indonesia

BPD

:

Bank Pembangunan Daerah

SPM :

Standard

pelayanan

minimum

TPHS

:

Tempat pengumpulan hasil sementara

IPAL

:

Instalasi pengolahan air limbah

SAPRODI :

Sarana

produksi

SAPROTAN :

Sarana

produksi pertanian

STA

:

Sub terminal agribisnis

TA :

Terminal

agribisnis

UU :

Undang-undang

RAPFISH :

The

rapid

appraisal

of the status of fisheries

BCG

: Boston Consulting Group

GIS

:

Geographical information system

AMP :

Analisis

matriks

potensial

RMS :

Root

mean

square

SFD

:

Stock flow diagram

SHE

:

Sibernatik, holistik, efektif

RPJMN :

Rencana

pembangunan jangka menengah nasional

RPJM :

Rencana

pembangunan jangka menengah

REPETA :

Rencana

pembangunan tahunan

DED :

Detail

engineering design

DIPA :

Daftar

isian

pelaksanaan anggaran

PAD :

Pendapatan

asli

daerah

T-O :

Tahun

pertama

T-3 :

Tahun

ketiga


(29)

BAPPENAS :

Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional

BAPPEDA :

Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah

MUSRENBANG

:

Musyawarah perencanaan pembangunan

MEN. TAN

:

Kementerian Pertanian

MEN. PU

:

Kementerian Pekerjaan Umum

KIMPRASWIL :

Permukiman dan Prasarana Wilayah

MEN. NAKERTRANS: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

MEN. DAGRI

:

Kementerian Dalam Negeri

MEN. KP

:

Kementerian Kelautan dan Perikanan

MEN. PDT.

:

Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal

MEN. UKM

:

Kementerian Usaha Kecil dan Menengah

MEN. PERIN

:

Kementerian Perindustrian

ESDM :

Energi

dan

Sumberdaya Mineral

BPS

:

Biro Pusat Statitik

PUAP

:

Pengembangan usaha agribisnis perdesaan

KIMBUN :

Kawasan

inti

masyarakat

perkebunan

KAS :

Kawasan

agribisnis sayuran

BPP

:

Balai Penyuluhan Pertanian

KKA

:

Klinik Konsultasi Agribisnis

KTNA

:

Kelompok Tani Nasional Anadalan

HKTI :

Himpunan

Kerukunan Tani Indonesia

GAPOKTAN

:

Gabungan kelompok tani

PIK :

Pengembangan

Industri

Kecil

UPT

:

Unit permukiman transmigrasi

WPP :

Wilayah

pengembangan partial

PIP :

Pengembangan

infrastruktur perdesaan

KTP2D :

Kawasan

terpilih

pusat pengembangan desa

KAPET :

Kawasan

pengembangan ekonomi terpadu

KADAL

: Kawasan andalan

KPEL

: Kawasan pengembangan ekonomi lokal


(30)

RISE

:

Regional infrastruktur social economic

KCT

: Kawasan cepat tumbuh

SUDSP

:

Sumatera Urban Development Sector Project

(SUDSP)

SAADP :

Sulawesi Agriculture Area Development Project

NTAADP :

Nusa Tenggara Area Development Project

BRADP :

Bengkulu Regional Area Development Project

USDT :

Usaha

sayuran dataran tinggi

KKP-E :

Kredit

ketahanan pangan dan energi

KUR

:

Kredit usaha rakyat

KUT

:

Kredit usaha tani

UMKM-K

:

Usaha mikro kecil menengah dan koprasi

DPRD

:

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

LSM

:

Lembaga Swadaya Masyarakat

Pokja :

Kelompok

kerja

P4S

:

Pusat pelatihan dan pengembangan perdesaan swadaya

KK :

Kelompok

keluarga

HKSP

:

Hari kerja setara pria

HKSW

:

Hari kerja setara wanita

SD :

Sekolah

Dasar

SLTP :

Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama

SLTA

:

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

D II

:

Diploma dua

D III

:

Diploma tiga

D IV

:

Diploma empat


(31)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

Peta Rupa Bumi Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu...

247

2.

Daftar nama kecamatan dan desa di Kawasan Agropolitan

Merapi-Merbabu ... 248

3.

Matriks kebutuhan infrastruktur penunjang usahatani, pengolahan

dan pemasaran komoditas hortikultura di KAMM ...

250

4.

Hasil analisis standar pelayanan minimum (SPM) kawasan

permukiman KAMM ...

251

5.

Analisis matriks indeks kumulatif fasilitas umum (IKFU) untuk

menentukan kota tani (agropolis) di KAMM ... 255

6.

Analisis matriks indeks kumulatif potensial

agriculture

(IKPA)

untuk menentukan urutan keunggulan komoditas pertanian

primer di KAMM... 256

7.

Daftar jenis komoditas hortikultura dan produk rata-rata

di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ... ... 257

8.

Analisis matriks indeks kumulatif potensial agriculture demand

(IKPAD) untuk menentukan kota-kota pemasaran akhir KAMM...

258

9.

Daftar persamaan model dinamik pembangunan infrastruktur

berkelanjutan KAMM dalam menunjang pengembangan kawasan

agropolitan mandiri ...

259

10.

Norma, standar, pedoman, manual (NSPM) infrastruktur

KAMM ...

263

11.

Matriks program lintas sektor Kawasan Agropolitan


(32)

Merapi-Merbabu ... 275

12.

Hasil akhir bobot alternatif pembangunan infrastruktur


(33)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahirnya konsep pengembangan agropolitan merupakan respons dari adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang jauh tertinggal. Proses interaksi antara kota dengan desa selama ini secara fungsional selalu dalam posisi saling memperlemah dimana wilayah perdesaan berada pada posisi yang selalu kalah. Ibarat teori dua buah magnit yang berlainan jenis maka magnit yang lebih kecil akan selalu kalah bahkan terhisap oleh magnit yang lebih besar. Kondisi ideal yang sebenarnya diharapkan adalah adanya keterkaitan pembangunan sosial ekonomi antara perkotaan dan perdesaan ( rural-urban linkages). Wilayah perkotaan yang lebih diarahkan sebagai pusat pemerintahan dan jasa akan membutuhkan wilayah perdesaan yang berfungsi sebagai produsen pertanian, dan sebaliknya wilayah perdesaan juga akan membutuhkan wilayah perkotaan (bersifat interdependensi antara produsen-konsumen). Posisi wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor pertanian primer, berada pada kondisi yang stagnan dengan produktivitas rendah yang membutuhkan mitra dan faktor penggerak dari luar yaitu wilayah perkotaan, sehingga pembangunan perkotaan dapat dikatakan sebagai penggerak pembangunan perdesaan (city as engine rural development).

Kondisi ketimpangan pembangunan yang bersifat antar wilayah (inter-regional) ini mengakibatkan timbulnya gejala urban bias (Lipton, 1977 dalam

Rustiadi, 2007). Urban bias terjadi akibat kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula meramalkan bakal terjadinya penetesan (trickle down effect) dari kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya, ternyata net-effect-nya justru menimbulkan pengurasan besar-besaran (massive backwash effect).

Jika ditinjau dari potensi dan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh negara Indonesia terutama wilayah perdesaan, maka peran wilayah perdesaan sangat penting dalam menopang perekonomian nasional terutama melalui


(34)

2

pendekatan “rural-based national development”. Potensi dan sumberdaya alam di wilayah perdesaan ini menyediakan hampir segala bentuk barang dan jasa yang sangat dibutuhkan dalam menopang kehidupan manusia, terutama sebagai : (1) penyedia pangan untuk penduduk di wilayah perdesaan maupun di wilayah perkotaan, (2) penyedia tenaga kerja terutama untuk pembangunan di wilayah perkotaan yang cukup pesat, (3) penyedia bahan baku untuk industri seperti bahan konstruksi bangunan dan perumahan, serta (4) penghasil komoditi untuk diekspor ke luar negeri.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan potensi ‘resources rural-base’

yang dimiliki, wilayah perdesaan telah terbukti “robust” terhadap berbagai masalah yang dialami Indonesia terutama dalam masa krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini membuat pemerintah Indonesia memperkuat kebijakan pembangunan di wilayah perdesaan (pro-rural), salah satunya melalui pengembangan Agropolitan. Pencanangan pengembangan Agropolitan secara nasional di Indonesia dilakukan pada tahun 2002 secara bersama antara Menteri Pertanian dengan Menteri Pekerjaan Umum (saat itu disebut sebagai Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah), yang kemudian dikembangkan secara bersama dengan beberapa departemen terkait lainnya, antara lain: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementerian Perindustrian, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan Kementerian Riset dan Teknologi/BPPT. Masing-masing kementerian terkait mengarahkan program-program strategisnya, yang masukannya diperoleh melalui pendekatan ”bottom up planning” yaitu melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional.

Program-program strategis dari departemen terkait yang masih bersifat sektoral ini, disepakati untuk dilaksanakan secara terpadu dalam suatu ’rencana tindak’ yang diintegrasikan dalam suatu dokumen kesepakatan pembangunan yang disebut master plan. Master plan pengembangan kawasan agropolitan disusun untuk kurun waktu 15 sampai 25 tahun, secara garis besar memuat


(35)

3

rencana pembangunan jangka panjang lintas sektor dari seluruh departemen terkait, yang kemudian ditindaklanjuti dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 5 sampai 10 tahun. RPJM ini memuat rencana pembangunan jangka menengah masing-masing sektor. Rencana pembangunan jangka pendek atau rencana pembangunan tahunan (Repeta), memuat kegiatan-kegiatan yang telah tertuang dalam DIPA yang siap diimplementasikan oleh masing-masing kementerian terkait di masing-masing kawasan agropolitan, didukung dengan alokasi dana melalui APBD I dan II, dengan pembagian tupoksi dan dukungan sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram dukungan kementerian terkait dalam pengembangan kawasan agropolitan.


(36)

4

Konsep pengembangan agropolitan yang dinilai cukup ideal dan prospektif, membuat cukup banyak pemerintah daerah berminat untuk mengembangkannya. Hal ini terbukti dengan telah berkembangnya kawasan agropolitan di 180 kabupaten terhitung mulai dicanangkan pada tahun 2002 sampai dengan pelaksanaan tahun 2008. Kawasan agropolitan ini menyebar di Provinsi NAD 4 Kawasan, Sumut 9 kawasan, Sumbar 8 kawasan, Riau 4 kawasan, Kepri 4 kawasan, Jambi 5 kawasan, Sumsel 9 kawasan, Babel 5 kawasan, Bengkulu 7 kawasan, Lampung 5 kawasan. Jabar 9 kawasan, Banten 4 kawasan, Jateng 10 kawasan, D.I. Yogyakarta 4 kawasan, Jatim 11 kawasan. Kalbar 7 kawasan, Kalteng 5 kawasan, Kalsel 4 kawasan, Kaltim 5 kawasan. Bali 7 kawasan, NTT 4 kawasan, NTB 7 kawasan. Sulut 5 kawasan, Gorontalo 5 kawasan, Sulteng 4 kawasan, Sulsel 8 kawasan, Sulbar 8 kawasan, Sultra 4 kawasan. Maluku 4 kawasan, Malut 5 kawasan, Papua 3 kawasan, Irjabar 3 kawasan. Jumlah kawasan agropolitan yang telah difasilitasi pemerintah dari tahun 2002 hingga tahun 2008 disajikan pada Gambar 2 dan Peta penyebaran pengembangan kawasan agropolitan tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 disajikan pada Gambar 3.

Total Kawasan Tahun 2002 sd 2008 sebanyak 180 kawasan (Sumber : Pokja Pengembangan Agropolitan Pusat, 2008)

8 31

18 22 51

11 39

0 10 20 30 40 50 60

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah Kawasan

Gambar 2 Jumlah kawasan agropolitan yang telah difasilitasi pemerintah dari tahun 2002 sd 2008.


(37)

5

Gambar 3 Peta penyebaran pengembangan kawasan agropolitan tahun 2002 hingga tahun 2008 di Indonesia (Sumber: Pokja Pengembangan Kawasan Agropolitan Pusat, 2008).


(38)

6

Pengembangan agropolitan merupakan salah satu strategi pengembangan wilayah perdesaan berbasis pertanian (rural based developmentl). Strategi ini searah dengan langkah strategis pemerintah yang dituangkan dalam strategi tiga jalur (triple track strategy) pembangunan ekonomi nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 % selama periode rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) Tahun 2005-2009. Pendekatan triple track strategy yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor, tersebut adalah :

(1) Pendekatan pro-growth merupakan pendekatan yang diarahkan untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan ekspor, dengan mendorong kegiatan-kegiatan pengembangan usaha kecil menengah.

(2) Pendekatan pro-job merupakan pendekatan yang diarahkan untuk mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dengan menggerakkan sektor riil, industri dan jasa termasuk pengembangan kegiatan-kegiatan usaha skala kecil, menengah dan koperasi.

(3) Pendekatan pro-poor merupakan pendekatan yang diarahkan untuk membantu kehidupan masyarakat miskin yang bermukim di wilayah-wilayah perdesaan, melalui kegiatan revitalisasi pertanian dan ekonomi perdesaan, sehingga masyarakat miskin dapat memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan.

Pengembangan kawasan agropolitan dilakukan melalui pembangunan kota-kota kecil berbasis komoditas unggulan pertanian. Menurut Bajracharya (1995), pembangunan kota-kota kecil sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kondisi masyarakat miskin di wilayah perdesaan di negara berkembang. Argumentasi dan pertimbangan untuk membangun kota-kota kecil antara lain adalah : (1) Kota kecil akan memberi pasar pada konsumen di perkotaan, dan berfungsi sebagai pusat pemasaran hasil produksi pertanian dari wilayah perdesaan; (2) Kota kecil memungkinkan untuk memberikan lapangan pekerjaan non-formal di sekitarnya; dan (3) Kota kecil merupakan lokasi yang tepat untuk mengkonsentrasikan investasi prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan pertanian, kesehatan, pendidikan dan inovasi usaha pertanian.


(39)

7

Menurut Anwar (2005), pembangunan kota kecil di lingkungan pertanian merupakan pembangunan pusat-pusat pelayanan publik pada kota-kota kecil dengan memberikan kelengkapan infrastruktur fasilitas publik setara perkotaan. Fasilitas publik tersebut antara lain air bersih, tenaga listrik, pusat pasar, pusat hiburan (amenities), lembaga perbankan dan keuangan, sekolah menengah sampai cabang universitas bersama pusat pendidikan dan latihan dan terdapatnya bangunan-bangunan lain, ruang terbuka dan taman, saluran pembuang (sewerage), jaringan jalan dan sistem transportasi serta komunikasi. Kelengkapan fasilitas-fasilitas infrastruktur agropolitan setara perkotaan tersebut juga dimaksudkan sebagai upaya untuk melepaskan masyarakat perdesaan dari keterisolasian, dan untuk mendorong dan mendukung pencapaian strategi pembangunan pertanian dan ekonomi perdesaan yang dapat menyumbang kepada peningkatan kinerja sistem perekonomian nasional. Pembangunan infrastruktur pada kawasan agropolitan memiliki peran sangat penting dalam menumbuh-kembangkan kawasan agropolitan, yang merupakan aspek pendorong pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut melalui terlayaninya subsistem usahatani, pemasaran, agroindustri dan permukiman.

Wilayah Indonesia terdiri dari sekitar 66.000 desa dan 4.000 kecamatan, dimana sekitar 80 % diantaranya terdiri dari wilayah perdesaan dengan aktivitas utama kegiatan pertanian. Jika kawasan agropolitan diasumsikan setara dengan wilayah kecamatan maka akan ada sekitar 3.200 kawasan agropolitan di Indonesia yang bisa dikembangkan melalui kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, untuk menopang perekonomian nasional berbasis pertanian. Model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu (KAMM) diharapkan dapat menjadi prototype pengembangan kawasan agropolitan di Indonesia.

KAMM yang telah dirintis pembangunannya mulai tahun 2002, telah mendapat stimulan selama beberapa tahun dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten, sehingga di masa yang akan datang diharapkan dapat berkembang secara mandiri dengan mengandalkan pengelolaan sumberdaya alam setempat. Pengembangan kawasan agropolitan mandiri dapat diartikan sebagai model pembangunan yang tidak bergantung lagi kepada bantuan


(40)

8

pemerintah, namun lebih menekankan kepada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki oleh KAMM, yaitu komoditas unggulan hortikultura dan produk-produk ikutan lainnya.

Dalam pengembangan kawasan agropolitan, pembangunan infrastruktur merupakan pembangunan yang sangat penting untuk mendukung seluruh kegiatan dan kelancaran pelaksanaan seluruh kegiatan yang terdapat di dalamnya. Namun pada saat pembangunan infrastruktur bukan tidak mungkin dapat terjadi berbagai problem terutama yang ada kaitannya dengan kelestarian lingkungan. Oleh karenanya, perlu dilakukan kajian tentang pembangunan infrastruktur yang memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan, yang tidak saja dapat dinikmati oleh generasi saat ini, namun juga akan dinikmati oleh generasi di masa yang akan datang.

1.2 Perumusan Masalah

Kebijakan pembangunan nasional yang lebih mandahulukan pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan, sementara wilayah perdesaan hanya diposisikan sebagai produsen pertanian pada kondisi yang stagnan dengan produktivitas rendah, menjadikan wilayah perdesaan semakin jauh tertinggal. Pembangunan di wilayah perkotaan yang pada umumnya: (1) kebijakan yang lebih memfavoritkan wilayah perkotaan; (2) pertumbuhan ekonomi tinggi; (3) punya daya tarik yang tinggi; (4) fasilitas perkotaan yang cukup lengkap. Kebijakan dan kondisi seperti ini dapat diartikan sebagai model kebijakan pembangunan yang salah arah, karena disamping akan memicu timbulnya permasalahan baru di wilayah perkotaan seperti polusi, kemacetan lalu lintas, timbulnya slums area dan rumah-rumah liar (ruli) yang tidak layak huni, kekurangan air bersih, degradasi dan sanitasi lingkungan yang buruk, mewabahnya penyakit menular dan lain-lain. Keadaan seperti ini pada akhirnya berkontribusi pada timbulnya permasalahan di wilayah perdesaan, antara lain: (1) produktivitas wilayah perdesaan semakin rendah; (2) kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi; (2) laju urbanisasi semakin tinggi; (3) lapangan pekerjaan yang tersedia semakin terbatas; (4) kapasitas sumberdaya manusia yang semakin rendah; (5) keterbatasan kepemilikan lahan usaha pertanian; (6) pengurasan sumberdaya alam; (7) minimnya penyediaan


(41)

9

infrastruktur; (8) meningkatnya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang telah mendorong terjadinya krisis lahan, krisis energi, krisis pangan, krisis air, dan bahkan mengakibatkan sering terjadi bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor.

Sedangkan wilayah perkotaan yang diposisikan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi (city as engine of development) menimbulkan dampak pembangunan yang demikian pesat telah memicu terjadinya aglomerasi kegiatan pembangunan dalam skala besar, seperti pembangunan fasilitas ekonomi, gedung-gedung pencakar langit, superblok perkantoran, pusat perdagangan, apartemen, dan fasilitas umum lainnya. Kondisi ini menimbulkan daya tarik yang tinggi terhadap wilayah perkotaan, mengakibatkan masyarakat wilayah perdesaan secara rasional mulai melakukan migrasi ke wilayah perkotaan, terutama ke kota-kota menengah (secondary city) yang semakin lama semakin deras (speed up processes), meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dibandingkan di wilayah perdesaan.

Agropolitan sebagai salah satu strategi pembangunan wilayah perdesaan diharapkan dapat menyeimbangkan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan. Agropolitan yang menitikberatkan pembangunan agribisnis dan infrastruktur kota-kota tani di wilayah perdesaan potensial hanya dapat dilakukan secara berkesinambungan apabila sarana dan prasarana yang tersedia dapat menstimulasi dan mendorong aktivitas produksi dan pasar di wilayah perdesaan (Pradhan, 2003). Perdesaan sebagai pemasok hasil produksi pertanian dalam bentuk produk-produk primer harus didorong menjadi desa-desa yang mampu menghasilkan bahan olahan atau industri hasil pertanian sehingga menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi lokal. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan prasarana sangat menentukan dalam mendorong pengembangan kawasan agropolitan.

Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu (KAMM) merupakan salah satu kawasan agropolitan berbasis hortikultura yang telah dikembangkan melalui dukungan pemerintah. Dalam tahapan-tahapan kegiatan pengembangan KAMM yang dimulai dari tahapan penyusunan master plan, sinkronisasi dan koordinasi lintas sektor, sosialisasi dan penyiapan masyarakat, dan pelaksanaan dukungan


(42)

10

lintas sektor berupa stimulans pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten selama tiga tahun berturut-turut mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, muncul pula berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain menyangkut pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, tata ruang, teknologi, permodalan, dan kelembagaan.

Setelah pemberian dukungan stimulans dari pemerintah, diasumsikan bahwa kinerja KAMM akan meningkat, dan selanjutnya diproyeksikan akan dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah bersama masyarakat secara mandiri. Salah satu prasyarat dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan mandiri adalah tersedianya infrastruktur penunjang kawasan agropolitan. Oleh karena itu diperlukan kajian tentang pencapaian kinerja KAMM pasca fasilitasi, serta kajian tingkat kemandirian KAMM, dan rancangan model infrastruktur berkelanjutan yang memperhatikan aspek-aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan serta kajian arahan kebijakan pembangunan infrastruktur dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan. Untuk itu pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana kinerja KAMM pasca fasilitasi pemerintah? 2) Bagaimana tingkat kemandirian KAMM?

3) Bagaimana rancangan model pembangunan infrastruktur KAMM? 4) Bagaimana arahan kebijakan pembangunan KAMM?

Diagram alir perumusan masalah dalam pembangunan infrastruktur mendukung pengembangan kawasan agropolitan disajikan pada Gambar 4.


(43)

11

R

RESEARCH QUESTIONESEARCH QUESTION

1. Bagaimana Kinerja KAMM Pasca Fasilitasi? 2. Bagaimana Tingkat Kemandirian KAMM?

3. Bagaimana Model & Skenario Pembangunan Infrastruktur KAMM?

4. Bagaimana Arahan Kebijakan Pembangunan Infrastruktur KAMM?

KAWASAN AGROPOLITAN MERAPI-MERBABU

(KAMM) by nature

Studi Kasus Pasca Fasilitasi

(2005-2007)

Gambar 4 Diagram alir perumusan masalah dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan mendukung pengembangan kawasan agropolitan di KAMM

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian adalah menyusun model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di KAMM. Untuk membangun model tersebut perlu dilakukan beberapa kegiatan sebagai tujuan antara, yaitu :

1. Menganalisis kinerja KAMM.

2. Menganalisis tingkat kemandirian KAMM.

3. Merancang model pembangunan infrastruktur berkelanjutan di KAMM, dan skenario pembangunannya.

4. Merumuskan arahan kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan di KAMM.


(44)

12

1.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran studi ini dimulai dengan tinjauan terhadap konsep pembangunan nasional yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua wilayah pembangunan, yaitu wilayah pembangunan di perkotaan dan wilayah pembangunan di perdesaan. Wilayah perkotaan selama ini lebih diarahkan sebagai pusat pemerintahan dan pusat pelayanan jasa. Kondisi ini dapat dilihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan, daya tarik perkotaan yang cukup tinggi dan modern sehingga mendorong laju urbanisasi, infrastruktur yang memadai mulai dari infrastruktur yang bersifat makro, sekunder sampai mikro, tingginya insentif yang diberikan oleh pemerintah sehingga menarik perhatian para investor untuk menanamkan investasinya di wilayah perkotaan.

Sementara itu, wilayah perdesaan lebih diarahkan sebagai produsen bidang pertanian, dengan perannya sebagai penyedia pangan, penyedia tenaga kerja, penyedia bahan baku industri, dan sebagai penghasil komoditi, kondisinya sangat jauh berbeda dengan wilayah perkotaan. Kondisi di wilayah perdesaan ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, banyaknya pengangguran, minimnya penyediaan infrastruktur dan kondisi yang tersedia baru pada lingkup infrastruktur yang bersifat makro dan sekunder, sedangkan infrastruktur yang bersifat mikro penyediaannya lebih diserahkan kepada prakarsa dan swadaya masyarakat membuat beban masyarakat di wilayah perdesaan semakin berat. Kondisi wilayah perdesaan juga ditandai dengan sangat rendahnya minat investor untuk menanamkan modalnya, justru yang terjadi adalah adanya pengurasan sumberdaya alam secara besar-besaran (backwash effect) tanpa adanya pengembalian kapital ke wilayah perdesaan.

Kondisi yang jauh berbeda ini dapat dikatakan sebagai adanya ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan. Ketimpangan pembangunan ini menjadikan wilayah perdesaan semakin jauh tertinggal dibandingkan dengan wilayah perkotaan, baik dari segi kehidupan sosial, ekonomi maupun lingkungan.

Upaya-upaya pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah, baik melalui model pendekatan sektoral maupun model pendekatan wilayah belum dianggap cukup untuk menyeimbangkan pembangunan antara wilayah perkotaan


(1)

289

98  Koordinasi, Realisasi,dan Monitoring pemberian 

kredit lunak Dana peningkatan Teknologi   12 even  8  96  √  √  √  √  √ 

PEMKAB MAGELANG 

BRI,BPR,Dinas Koperasi&UKM,Disperindag 

SWASTA 

99  Penyuluhan Intensifikasi, Ekstensifikasi dan 

Diferifikasi Produksi Tanaman Holtikultura  12 even  10  120  √  √  √  √     PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian 

100 

Penyuluhan Pengolahan produksi Sayuran  dataran Tinggitingkat Rt/Klompok Tani dengan  sasaran pembentukan sentra‐sentara Agro  Industri sekala kecil/RT 

12 even  15  180  √  √  √        DEPERTAN RI  Disperindag,LIPI 

101  Penyuluhan tentang penggunaan teknologi 

Pengolahan hasil pertanian  8 even  30  240  √  √           PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag 

102  Pelatihan pengolahan Hasil produksi kawasan 

Menjadi Produk olahan  10 even  10  100     √  √  √  √  PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag 

103  seminar/ lokakarya Panel Pemberdayaan 

kelembagaan Agribisnis  13 even  50  650        √  √     PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian,Disperindag,Praktisi,bappeda 

104  Penyuluhan tentang Pembentukan klompok 

Pemasarann Pada Sentara produksi  12 even  25  300  √  √  √  √     PEMPROP JATENG  Disperindag 

105 

Mengembangkan kemitraan Usaha antara Petani  Produsen bhan baku dengan pengelola Agro  Industri maupun dengan pengelola input  Pertanian  

9 even  25  225     √           PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag,Pokja 

106 

Memfasilitasi terwujudnya Lembaga swadaya  Masyarakat Agribisnis, Asosiasi Pengusaha 

Komuditas 

8 even  35  280  √  √  √        SWASTA,ASPEKOM  Disperindag,Pokja 

107  Penyuluhan taentang Strategi Pemasaran kepada 

pelaku pertanian  10 even  10  100  √  √  √  √  √  PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag 

108  Mengembangkan kemitraan usaha antara petani 

produsen dengan pengelola Agro Industri  6 even  25  150  √     √        PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag 

109  Promosi produk tanaman sayur dengan pelaku 

bisnis Agribisnis  4 even  25  100  √  √  √        PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag 

110  Pembuatan jaringan Internet Sebagai Sarana 

Untu mempromosikan produk pertanian  3 even  80  240              √  DEPERTAN RI 

Dinas Pertanian 

Dinas Perhubungan&Telekomunikasi  111  Penyusunan paket‐paket perjalanan dengan 

tema agrowisata  5 even  80  400     √  √  √    

PEMPROP JATENG 

Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata  Biro Agen Perjalanan  


(2)

290

112 

Pengembangan Sentra produksi pertanian  sebagai ODTW daerah yang berbasis komunitas  petani 

2 Paket  80  160     √          

PEMPROP JATENG 

Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata  Biro Agen Perjalanan  

113  Studi penataan ruang kota tani sebagai 

pertumbuhan wisata baru  3 Paket  75  225           √     PEMKAB MAGELANG  Dinas Pariwisata, Bappeda 

114  Identifikasi tentang potensi Investasi dikawasan 

unggulan pertanian tanaman sayuran   3 Paket  75  225     √           PEMPROP JATENG  Dinas Pertanian,Bappeda 

115 

Identifikasi tentang kebutuhan sarana dan 

prasarana yang akan di investasikan sesuai  dengan prioritas  

3 Paket  80  240        √       

PEMKAB MAGELANG 

DPU, Bappeda, Dinas Pertanian 

PEMPROP JATENG 

116  Training pengorganisasian petani  3 Paket  10  30     √           PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian 

117  Studi Banding Pengorganisasian Petani  3 Paket  20  60        √        PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian 

118  Lokakarya tentang pemberdayaan kelembagaan 

Agribisnis pertanian  3 Paket  150  450           √     PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag 

119 

Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat  dalam pembentukan Lembaga pengelola produk  pertanian 

3 Paket  40  120     √           PEMKAB MAGELANG  Disperindag,Pokja,Bappeda,Swasta 

120  Pelatihan Integated Organic Farming (IOF)  3 Paket  30  90     √  √  √     DEPERTAN RI  Dinas Pertanian 

121  Pelatihan pembuatan pupuk organik  4 Paket  20  80  √  √  √  √     DEPERTAN RI  Dinas Pertanian, Disperindag 

122  Pelatihan pembuatan Pestisida dan Fungisida 

organik  4 Paket  15  60  √  √  √  √    

DISPERTAN 

Dinas Pertanian, Disperindag 

PEMKAB MAGELANG 

123  Pelatihan pembuatan Biogas Digester  3 Paket  15  45     √  √  √     DISPERTAN  Dipeterikan 

PEMKAB MAGELANG 

124  Penyediaan informasi melalui alur internet  1 Paket  80  80              √  DEPKIMPRASWIL  Dinas Perhubungan&Telekomunikasi 

125  Penguatan lembaga keuangan melalui 

pengadaan Bank Perkeriditan Rakyat  1 Paket  100  100     √           SWASTA  BRI,BPR,dan Dinas Koperasi&UKM 

126  Pembuatan brosur‐brosur tentang produk olaha 

hasil ternak Sapi  1 Paket  30  30           √     PEMKAB MAGELANG  Dinas Perternakan, Disperindag 

127  Pengembangan Sub Sistem Pengolahan produk 

dalam bentuk makanan dan minuman   1 Paket  50  50        √        PEMPROP JATENG  Dinas Perternakan, Disperindag 

128  Pengembangan Usaha pemanfaatan pupuk 


(3)

291

129  Penyusunan manajemen dan pemasaran produk 

olahan susu  1 Paket  60  60        √        PEMPROP JATENG  Dinas Perternakan, Disperindag 

130 

Promosi potensi produk untuk peningkatan  jangkauan pemasaran yang mengarah ketujuan  eksport 

3 even  75  225           √    

PEMKAB MAGELANG  Dinas Perternakan, Disperindag 

PEMPROP JATENG  Swasta, Pelaku Agribisnis 

131  Penyusunan profil investasi di bidang ternak sapi 

potong  1 Paket  80  80        √        PEMPROP JATENG  Dinas Peternakan,Bappeda 

132  Peningkatan kemitraan usaha untuk pengelolaan 

sistem dan uasha Agrobisnis  3 even  45  135        √        PEMPROP JATENG  Dinas Peternakan,Bappeda,Disperindag 

133  Diskusi tentang kualitas kandang ternak yang 

sesuai standar Kesehatan  4 even  5  20     √  √  √  √ 

PEMPROP JATENG 

Dipeterikan 

PEMKAB MAGELANG 

134  Pelatihan tentang strategi integrasi ternak Sapi 

dengan tanaman sayuran  4 even  15  60     √  √  √  √  PEMPROP JATENG  Dinas Pertanian, Disperindag, Dipeterikan 

135  Pembuatan Brosur‐Brosur Produk Pertanian 

Unggulan untuk Masyarakat Luas  1 paket  15  15        √        PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag 

136  Magang Pemasaran Hasil pertanian organik  3 Even  25  75     √           SWASTA  Dinas Pertanian 

137  Identifikasi Potensi SDM dalam menangani 

pengelolaan usah  1 paket  75  75     √           PEMPROP JATENG  Bappeda 

138  Pembentukan Manajemen Klompok Usaha Tani  1 paket  40  40     √           PEMPROP JATENG  Dinas Pertanian, Pokja Petani 

Pokja Petani  139 

Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan  dan Pengembangan Kawasan Agropolitan  Kabupaten Magelang  

2 paket  200  400              √  DEPKIMPRASWIL  Dinas Pertanian, Bappeda 

140  Pembenahan Manajemen Koperasi Pengerajin 

industri pengolah hasil Pertanian  1 paket  25  25  √              DEPERTAN RI  Dinas Pertanian,Disperindag,Dinasi Koperasi  

141  Pelatihan pada pengrajin mewujudkan upaya‐

upaya diversifikasi Produk  4 even  5  20     √           PEMPROP JATENG  Disperindag,Pokja‐pokja pengrajin industri 

142  Pemasaran produk dengan akses lokal, regional 

dan nasional  1 paket  15  15     √           PEMKAB MAGELANG  Disperindag 

143  Penyuluhan Tentang Diversifikasi Produk 

Pertanian  10 even  5  50  √  √  √  √  √ 

PEMPROP JATENG 

Dinas Pertanian, Disperindag  Pengusaha Agribisnis 

144  Penyuluhan Tentang Diversifikasi Produk 


(4)

292

yang menggunakan sayuran dataran tinggi cabai  keriting  

145  Penyuluhan tentang pengolahan industri limbah 

hasil kegiatan industri  5 even  5  25  √  √  √  √  √  PEMKAB MAGELANG  Dinas Pertanian, Disperindag, Bappeda 

146  Penyuluhan tentang strategi pemasaran produk 

baik hasil pertanian maupun hasil industri   5 even  7,5  37,5  √  √  √  √  √  PEMKAB MAGELANG  Disperindag 

147 

Mengembangkan kemitraan usaha antara petani  produsen bahan baku dengan pengelola input 

pertanian 

1 paket  15  15        √        PEMKAB MAGELANG  Kelompok Kerja Tani,Disperindag,Dinas Pertanian 

148  Pembentukan Industri kecil menengah slondok 

sebagai penggerak usaha  1 paket  15  15        √        PEMKAB MAGELANG  Dinas Koperasi dan UKM, Disperindag 

149  Pelatihan manajemen dan pemasaran sebagai 

usaha peningkatan ekonomi yang berkelanjutan   5 even  10  50        √        DEPERINDAG RI  Deperindag,Masyarakat 

150  Peningkatan Kemitraan Usaha dengan dinas 

terkait sebagai setrategi pengembangan industri  1 paket  10  10  √              DEPERINDAG RI  Bappeda, Disperindag, Masyarakat 

151 

Promosi produk dengan pembuatan brosu‐ brosur dan pengadaan pameran produksi hasil  pertanian dan industri hasil pengolahannya   

1 paket  30  30     √           DEPERINDAG RI  Disperindag 

152  Identifikasi tentang potensi infestasi di kawasan 

unggulan industri pengolah  1 unit  75  75           √     DEPERINDAG RI  Bappeda, Disperindag, Dinas Pertanian 

153  Penyusunan profil investasi untuk 

pengembangan sentra produksi pengolah  1 unit  75  75        √        PEMKAB MAGELANG  Bappeda, Disperindag, Dinas Pertanian 

154  Identifikasi sarana dan prasarana yang memiliki 

potensi untuk disinvestasi  1 unit  80  80        √        PEMPROP JATENG  Bappeda,DPU 

155  Sosialisai untuk Pembentukan Kelmbagaan 

dalam industri pengolahan produk  hasil kawasan  2 even  50  50     √           DEPERINDAG RI  Bappeda, Disperindag, Dinas Koperasi 

156  Penetapan pengelolaan kelembagaan sebagai 

penggerak usaha peningkatan produksi industri  1 even  40  40     √           PEMKAB MAGELANG  Bappeda, Disperindag 

157 

Penyusunan rencana kegiatan usaha 

pengembangan klompok industri pengolah hasil  produksi kawasan 

1 unit  25  25     √           PEMKAB MAGELANG 

Disperindag  Swadaya Masyarakat 

158 

Penguatan koperasi sebagai " community based  organization" dalam pengelolaan industri rakyat  melalui pelatihan/ kaderisasi pengurus  

1 unit  30  30           √     PEMKAB MAGELANG 

Disperindag  Swadaya Masyarakat 


(5)

293

yang terdiri dari Pemerintah, masyarakat sebagai 

penggerak  SWASTA 

160  Lokakarya pemberdayaan masyarakat Agribisnis 

berkaitan denga industri pengolah  3 even  50  150        √       

PEMKAB MAGELANG 

Disperindag,Praktisi Akademisi  Masyarakat 

161  Pelatihan tentang diversifikasi pengolahan 

produk olahan industri  10 even  7,5  75        √       

PEMPROP JATENG  Disperindag 

PEMKAB MAGELANG  Masyarakat 

162  Pelatihan tentang pengolahan limbah industri  10 even  7,5  75     √           PEMPROP JATENG  Disperindag 

PEMKAB MAGELANG  Bappeda 

163  Peningkatan sistem teknologi pengolahan 

industri dalam kegiatan produksi  3 unit  5  15           √    

PEMPROP JATENG  Disperindag 

PEMKAB MAGELANG  Bappeda 

164  Lokakarya kelompok industi untuk 

pengembangan setrategi industri unggulan  5 even  7,5  37,5  √  √  √  √     DEPERINDAG RI  Disperindag 

165  Pembinaan teknis dari Deprindag untuk 

kemampuan distribusi produk olahan  3 even  10  30  √     √     √  DEPERINDAG RI  Disperindag 

166 

Kerjasama dengan Dinas Pendidikan dalam  pengadaan modul‐modul pengembangan  inldustri yang berbasis pertanian 

1 unit  60  60        √       

PEMKAB MAGELANG  Dinas Pendidikan, Badan Penyelenggara 

PEMPROP JATENG  dan Pengembangan Kawasan Agropolitan 

JUMLAH TOTAL BIAYA NON FISIK SARANA AGRIBISNIS          Rp 9.326.000.000,00  

JUMLAH TOTAL BIAYA SARANA AGRIBISNIS KAWASAN AGROPOLITAN MERAPI‐MERBABU KABUPATEN MAGELANG   Rp       38.141.000.000,00  


(6)

294