PAC memang terdapat aluminium didalamnya. Jadi ada sebagian aluminium yang berlebih yang tidak ikut mengendap bersama kotoran.
Tabel 13 Pengaruh biokoagulan MoN dan koagulan PAC terhadap kadar logam
Dari penelitian ini terbukti bahwa biokoagulan MoN dapat menurunkan kadar logam dalam limbah cair. Hal ini bisa disebabkan penambahan koagulan
akan membentuk flok dan menarik logam-logam tersebut ke dalam flok. Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan
partikel-partikel yang tidak mudah mengendap koloid, termasuk logam-logam berat. Dengan penambahan koagulan, penyisihan bahan-bahan tersebut pada
prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan koagulasi. Penurunan kadar
logam ini juga mungkin terjadi karena protein kationik dari Moringa berikatan dengan muatan negatif dari senyawa yang mengikat ion-ion logam tersebut
sehingga ion logam terendapkan. pH alkali yang ditimbulkan oleh penambahan koagulan Moringa juga memungkinkan ion-ion logam yang bermuatan positif
terendap sebagai hidroksida logam yang tidak larut.
E. Pembahasan Umum
Telah ditelaah berbagai sifat MoM dan MoN. Telah terbukti MoN dan MoM bisa berfungsi sebagai biokoagulan. Faktor yang berperan dalam mekanisme
koagulasi adalah proses netralitas yang diduga berasal dari protein dalam hal ini adalah asam amino yang terdapat di dalamnya. Pada penelitian biokoagulan
moringa dibedakan menjadi MoM dan MoN berdasarkan perbedaan ukuran partikel.
Serbuk MoM mempunyai ukuran 2361.4 nm. Serbuk MoN yang merupakan
hasil milling menggunakan HEM mempunyai ukuran serbuk 336.5 nm. Perbedaan ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap kadar protein
terlarut. Penghalusan serbuk biji moringa sampai ukuran nano partikel telah menyebabkan terjadinya peningkatan kadar protein terlarut sebanyak 4.7 kali lipat
dari 0.06 menjadi 0.29. Ukuran serbuk yang kecil pada MoN menyebabkan luas permukaan untuk bereaksi menjadi lebih besar. Ukuran serbuk yang lebih kecil,
lebih memungkinkan untuk terjadi kontak reaksi antara zat penyusunnya dengan pelarutnya menjadi lebih optimal.
Pengotor pada air disebabkan oleh adanya zat padat tersuspensi, baik zat organik maupun zat anorganik. Zat anorganik biasanya berupa lapukan batuan,
pasir, lumpur, dan logam terlarut. Zat organik berasal dari buangan limbah
Kadar Logam mgL Sampel Air Limbah Laboratorium
Limbah Tanpa Koagulan
+ MoN + PAC
Fe 1.270
0.005 0.005
Zn 0.250
0.048 0.021
Cr 0.170
0.033 0.001
Cu 0.017
0.002 0.001
Cd 0.108
0.078 0.072
Al 0.244
0.106 0.521
domestik maupun industri yang dapat menjadi makanan bakteri dan perkembangbiakkan bakteri. Ketika ditambahkan koagulan ke dalam sampel dan
diikuti dengan pengadukan cepat, protein yang terdapat dalam Moringa oleifera terdistribusi ke seluruh bagian cairan dan kemudian berinteraksi dengan partikel-
partikel koloid penyebab kekeruhan. Interaksi tersebut mempengaruhi gaya yang menyebabkan stabilitas partikel menjadi terganggu, sehingga bisa berikatan
dengan partikulat kecil membentuk endapan.
Pada penelitian biokoagulan MoM dan MoN dicoba diaplikasikan pada berbagai sampel air. Kemampuannya sebagai koagulan lebih baik dari koagulan
sintetik. Serbuk biji moringa ukuran nano partikel MoN lebih efektif dibandingan dengan MoM. Jadi ukuran serbuk mempengaruhi efektivitas biji
moringa sebagai biokoagulan. Sharma et al. 2006 melakukan uji perbedaan ukuran partikel terhadap efektivitas serbuk biji moringa sebagai koagulan,
hasilnya menunjukan ukuran serbuk ukuran kecil 105 mikron lebih efektif dari pada serbuk ukuran 210 dan 420 mikron.
Berdasarkan hasil analisa menggunakan instrumen HPLC diketahui bahwa asam amino pada serbuk MoN diantaranya adalah Asam Glutamat 8.47,
Arginine 5.96, dan asam amino lainnya. Dengan mengetahui kandungan asam amino yang menyusun protein dalam serbuk biji moringa, maka reaksi yang
terjadi antara protein tersebut dengan pengotor yang ada dalam air, bisa diperkirakan. Gambaran mekanisme yang terjadi antara asam amino dari MoM
dan MoN dengan pengotor dalam air adalah reaksi netralisasi. Proses pengadukan yang sesuai antara serbuk biji moringa dengan air kotor, memungkinkan
terjadinya reaksi netralisasi, sehingga koloid pengotor air menjadi stabil. Koloid pengotor yang sudah stabil akan terpisah membentuk endapan, sehingga bisa
dipisahkan antara endapan pengotor dengan air yang bersih.
Larutan yang berasal dari serbuk biji moringa disebut sebagai polielektrolit kationik. Nilai beda potensial larutan 5 biji moringa tanpa kulit adalah sekitar
+6 mV positif. Hal ini menunjukkan bahwa larutan ini didominasi oleh tegangan positif meskipun merupakan campuran heterogen yang kompleks. Potensial zeta
air limbah adalah sekitar -46 mV negatif. Akibatnya, koagulasi partikel tersuspensi dengan biji moringa dipengaruhi oleh proses destabilisasi tegangan
negatif koloid oleh polielektrolit kationik. Broin et al. 2002. Protein yang terdapat dalam serbuk biji moringa merupakan protein kationik. Pada pengujian
elektroforesis terhadap protein yang terkandung dalam Moringa oleifera menunjukkan kandungan protein ini 79.3 bersifat kationik dan 20.7 bersifat
anionik Sahni dan Srivastava 2008. Protein dalam biji moringa mempunyai berat molekul yang rendah telah diuji dengan metode SDS-Page Fayos et al. 2010,
Kebreab et al. 2005.
Keuntungan lain dari penggunaan serbuk biji moringa sebagai biokoagulan adalah terjadinya peningkatan nilai pH sampel air, dari semula bersifat asam
berubah menjadi netral. Penambahan biokoagulan moringa dosis optimum pada sampel air limbah tekstil mengubah pH 4.82 menjadi 6.18, pH air tanah berubah
dari 6.70 menjadi 7.41. Tidak seperti tawas, aktivitas koagulasi sangat dipengaruhi oleh alkalinitas alami air yang akan dikoagulasi. Penambahan
koagulan sintetik PAC dosis optimum pada sampel air Sungai Cisadane mengubah pH 6.97 menjadi 6.00, sehingga diperlukan bahan tambahan lain
seperti kapur untuk dapat meningkatan alkalinitas atau pH air yang akan
dikoagulasi. Akibatnya adalah lumpur sisa pengendapan yang merupakan hasil samping mempunyai volume yang besar, bersifat lebih masam dan terdapat sisa-
sisa senyawa sintetik yang sukar didegradasi. Sedangkan lumpur yang dihasilkan oleh koagulan biji moringa, bersifat lebih netral dan volumenya lebih sedikit.
Selain itu lumpur yang berasal dari koagulasi biji M.oleifera adalah biodegradable
dan merupakan bahan organik. Uji toksikologi serbuk biji moringa sudah dilakukan oleh Grabow et al.
1985. Uji toksikologi diterapkan pada ikan, protozoa, bakteri dan enzym. Hasil penelitian menyebutkan serbuk biji moringa tidak beracun, bahkan disarankan
untuk digunakan sebagai biokoagulan di negara berkembang. Luqman et al. 2012 telah menguji efek toksik serbuk biji moringa secara in vitro dan in vivo
pada tikus. Hasil penelitiannya menyebutkan dosis ekstrak yang diuji 0.01 sampai 100 mgKg berat hewan uji, tidak menimbulkan kematian pada tikus. Hal ini
menunjukan bahwa serbuk biji moringa tidak beracun.
Biji Moringa oleifera juga memiliki aktivitas bakterisidal, ini dibuktikan dengan turunnya jumlah bakteri E.coli yang ditunjukkan dengan nilai MPN pada
limbah laboratorium dari 1100 menjadi 210. Hal ini diperkuat penelitian lain seperti oleh Oluduro dan Aderiye 2007 yang menyebutkan bahwa serbuk biji
moringa dapat membunuh bakteri gram positif juga gram negatif. Penelitian tentang anti mikroba pada biji moringa dilakukan oleh Madsen 2005. Hasilnya
menunjukan bahwa bahwa serbuk biji moringa bisa digunakan sebagai anti bakteri E. Coli
, Steptococus faecalis dan Salmonela typmorium. Abhijeet et al. 2013 telah menguji sifat antioksidan dalam daun moringa. Nilai EC50 yang didapat dari
hasil penelitiannya menunjukkan angka 36.06 μgml. Nilai EC50 kurang dari 100
μgml, menunjukkan tingkat antioksidan yang tinggi. Sifat antioksidan bisa disebabkan karena tingginya angka poliphenol pada daun moringa.
Gambaran teoritis reaksi antara asam amino dari protein biji moringa dengan pengotor dalam air
Biokoagulan moringa dalam menjernihkan air kotor, mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan koagulan sintetik. Gambaran mekanisme
yang terjadi antara asam amino dari MoM dan MoN dengan pengotor dalam air adalah reaksi netralisasi. Asam amino penyusun utama protein yang ada dalam
koagulan moringa akan bereaksi dengan CaHCO
3 2
mewakili pengotor dalam air. Hasil karakterisasi serbuk biji moringa, konsentrasi asam amino tertinggi adalah
asam glutamat dan arginin. Titik isolektrik asam glutamat dan arginin berturut- turut adalah 3.22 dan 5.61 Lehingger 1985. Kondisi percobaan dilakukan pada
pH 6-7. Pada kondisi pH di atas titik isoelektrik, asam amino akan bermuatan positif. Persamaan reaksi yang dimungkinkan terjadi antara asam glutamat dengan
CaHCO
3 2
digambarkan pada Gambar 21.
Gambar 21 a Reaksi yang terjadi antara asam glutamat di atas titik isoelektrik dengan ion Ca dari CaHCO
3 2
sebagai pengotor yang ada dalam air.
Gambar 21 b Reaksi antara asam glutamate di bawah titik isoelektrik dengan ion karbonat dari CaHCO
3 2
sebagai pengotor yang ada dalam air.
Gambar 21 c Reaksi antara asam glutamate pada rentang titik isoelektrik dengan CaHCO
3 2
sebagai pengotor yang ada dalam air.
Telah diketahui bahwa koagulan sintetik seperti tawas dapat menurunkan kekeruhan pada air kotor, karena bisa mengendapkan koloid pengotor dalam air
dengan proses koagulasi. Sebagai contoh koagulan Al
2
SO
4 3
.18H
2
O, ketika penambahan koagulan kedalam air kotor disertai dengan pengadukan cepat,
Al
2
SO
4 3
segera bereaksi dengan natural alkalinity. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Al
2
SO
4 3
.18 H
2
O
s
+ 3CaHCO
3 2aq
2AlOH
3
+ 3CaSO
4aq
+ 6CO
2g
+18H
2
O
l
Larutan kalsium bikarbonat
CaHCO
3 2aq
mewakili pengotor dalam air yang semula terdapat dalam air sebagai koloidal, akan bereaksi dengan aluminium
sulfat, sehingga tebentuk endapan alumunium hidroksida. Setelah terbentuk
endapan maka pengotor relatif lebih mudah dipisahkan dari air, sehingga didapat air yang lebih jernih Karamah et al. 2008.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutherland et al. 1994 menyebutkan bahwa mekanisme yang paling mungkin terjadi antara serbuk biji moringa dengan
pengotor air adalah netralisasi tegangan dan adsorpsi. Kedua mekanisme tersebut, untuk menentukan mekanisme mana yang terjadi merupakan suatu hal yang
sangat sukar karena kedua mekanisme tersebut mungkin terjadi secara simultan. Reddy et al. 2011 melakukan pengujian daya serap serbuk moringa terhadap
larutan nickel II. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa pada pH 6, serbuk moringa mampu sebagai biosorpsi larutan nickel. Kapasitas sorpsi Langmuir yang
didapatkan sekitar 30.38 mgg.
F. Pendapat Masyarakat tentang Penggunaan Serbuk Biji Moringa
sebagai Biokoagulan
Tanaman kelor atau moringa adalah tanaman yang multiguna. Hampir setiap bagian dari pohon moringa bisa dimanfaatkan, seperti halnya daunnya yang sangat
kaya akan nilai nutrisinya. Dalam Dolcas 2008, dilaporkan kandungan Vitamin A dalam daun kelor segar, empat kali lipat lebih tinggi dari vitamin A yang ada
dalam wortel, vitamin C tujuh kali lipat dari Buah Jeruk, kadar kalsium empat kali
lipat dari susu, dan kadar kalium tiga kali lebih tinggi dari kalium yang ada dalam buah pisang. Selain berfungsi sebagai bahan olahan pangan, daun kelor dan akar
serta kulit batangnya, bisa berfungsi sebagai bahan pengobatan berbagai macam penyakit, dan bisa juga sebagai bahan baku kosmetik. Sedangkan biji Buah
moringa, bisa dimanfaatkan sebagai bahan penjernih air.
Mengingat manfaat dari pohon kelor yang sangat besar, sudah selayaknya Masyarakat Indonesia mulai membudidayakan pohon ini. Budidaya moringa,
relatif mudah, bisa dengan cara stek ataupun penanaman melalui biji. Media tumbuh sangat mudah, karena bisa tumbuh pada berbagai jenis tanah, bahkan
tanah yang minim kandungan airnya. Dalam waktu satu sampai dua bulan, daun kelor sudah bisa dipanen, sedangkan untuk berbuah diperlukan waktu satu sampai
dua tahun Agustin dan Panjaitan 2011, Awaludin dan Panjaitan 2011. Jadi bukan hal yang sulit jika biji moringa digunakan sebagai salah satu koagulan
alami atau biokoagulan dalam proses perjernihan air.
Gambar 22 Hasil jajak pendapat masyarakat tentang moringa Hasil jajak pendapat masyarakat tentang pengenalan jenis dan manfaat
tanaman kelormoringa disajikan pada Gambar 22. Responden adalah masyarakat umum dewasa yang mengisi kuesioner langsung ataupun pengisian melalui email.
Rata-rata responden merupakan masyarakat yang berdomisili di Pulau Jawa dan Sulawesi. Dari seratus orang responden diperoleh data, 60 mengenal tanaman
moringa, sisanya tidak mengenal tanaman tersebut. Masyarakat yang pernah memanfaatkan tanaman moringa sekitar 22.5, sisanya tidak pernah
memanfaatkan. Responden yang mengetahui manfaat biji moringa hanya sekitar 2. Jadi bisa dikatakan bahwa tanaman ini belum populer. Akan tetapi meskipun
sebagian besar responden tidak mengenal tanaman moringa, sebanyak 80 responden menyetujui jika biji moringa digunakan sebagai biokoagulan pada
proses penjernihan air. Responden percaya bahwa penggunaan biokoagulan moringa lebih aman untuk kesehatan dan aman juga untuk lingkungan.
60 22.5
20 80
10 20
30 40
50 60
70 80
90 mengenal
pernah memanfaatkan mengetahui khasiat biji Moringa
menyetujui penggunaan biji Moringa sebagai biokoagulan
Pendapat Masyarakat