± 1.29 Karakterisasi dan Penentuan Dosis Optimum Serbuk Biji Moringa

Tabel 6 Penentuan dosis optimum serbuk biji moringa MoM pada air limbah tekstil dan air tanah MoM mgL Air Limbah tekstil Air Tanah Penurunan Turbiditas Konduktivitas µScm pH Temperatur Penurunan Turbiditas pH Konduktivitas µScm Temperatur 40 90.2 1104.7 4.9 28.3 91.3 7.3 225.0 28.5 80 97.9 1052.5 5.7 28.7 97.5 7.4 219.0 28.9 100 98.6 1004.7 6.2 28.8 97.4 7.4 216.4 29.0 120 98.1 1005.7 6.2 29.1 96.6 7.4 223.0 28.7 140 97.3 1109.7 6.1 28.3 94.3 7.4 228.3 28.5 Pada proses pengolahan air dengan menggunakan koagulan Moringa oleifera dosis optimum yang dibutuhkan oleh air limbah dan air tanah berbeda. Untuk MoM, pemberian dosis 100 mgL memberikan hasil yang paling baik bagi air limbah dilihat dari besarnya penurunan turbiditas, nilai pH yang paling mendekati 7, dan nilai konduktivitas yang paling rendah Tabel 6. Pada air tanah, nilai-nilai tersebut didapatkan pada pemberian dosis koagulan 80 mgL. Dosis optimum pada penelitian ini lebih rendah daripada dosis optimum penelitian lain yang dilakukan oleh Katayon et al. 2006 yaitu 160 mgL untuk air dengan nilai turbiditas sedang Katayon et al. 2006. Laporan hasil penelitian lainnya menyebutkan dosis optimum adalah 175 mgL untuk air dengan turbiditas 350 NTU Nishi et al. 2012. Hal ini menunjukkan bahwa dosis optimum koagulan Moringa oleifera dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan awal dari air yang akan dilakukan pengolahan dengan koagulan Moringa oleifera. Air dengan kekeruhan awal lebih besar dari 150 NTU bisa menggunakan dosis 50-200 mgL, bila kekeruhan awal kurang dari 50 NTU menggunakan dosis 10-50 mgL Schwarz 2000. Semakin rendah kekeruhan awalnya, dosis dapat dikurangi, karena pemberian dosis yang berlebihan akan menyebabkan kekeruhan tidak hilang sampai batas terendah. MoN, pemberian dosis 40 mgL memberikan hasil yang paling baik bagi air limbah dilihat dari penurunan nilai turbiditas yang paling tinggi, nilai pH yang paling mendekati 7, dan nilai konduktifitas yang paling rendah Tabel 7. Pada air tanah, nilai-nilai tersebut didapatkan pada pemberian dosis koagulan 30 mgL. Tabel 7 Penentuan dosis optimum serbuk biji moringa MoN pada air limbah tekstil dan air tanah. MoN mgL Air Limbah tekstil Air Tanah Penurunan Turbiditas Konduktifitas µScm pH Temperatur Penurunan Turbiditas pH Konduktifitas µScm Temperatur 20 90.6 1109.7 4.83 29.1 92.8 6.7 225.33 28.7 30 96.4 1102.7 5.1 28.6 98.3 7.41 221.33 28.9 40 98.1 1005.7 6.18 29.1 95.6 7.39 223 28.7 60 98.1 1109.7 6.14 28.3 95.3 7.41 228.33 28.5 80 97.4 1136 6.2 28.6 93 7.42 227 28.9 MoN sudah bisa menurunkan kekeruhanturbiditas secara optimum pada dosis 30-40 mgL, sedangkan MoM pada dosis 80-100 mgL Gambar 14. MoN lebih epektif dari pada MoM dalam menurunkan kekeruhan air limbah maupun air tanah. Hal ini disebabkan ukuran serbuk MoN lebih kecil daripada MoM, sehingga saat dilarutkan, zat aktif yang terlarut dalam MoN lebih banyak daripada MoM. Hal ini dibuktikan dari data kadar protein terlarut metode Lowry dalam MoN lebih tinggi dari pada MoM. Kadar protein pada MoN yaitu 0.29 , sedangkan kadar protein MoM yaitu 0.06 . Gambar 14 Perbandingan dosis MoN dan MoM pada air limbah dan air tanah Hal yang mempengaruhi efektivitas serbuk biji moringa sebagai biokoagulan, adalah kandungan senyawa yang terdapat di dalamnya, dan ukuran partikel serbuk biji moringa tersebut. MoN dengan ukuran partikel yang sangat kecil ini, kandungan senyawa yang terdapat dalam serbuk biji moringa menjadi lebih efektif dalam berinteraksi dengan partikel koloid pengotor yang ada dalam air. Sehingga interaksi antara pengotor berupa koloid yang ada dalam air dengan persenyawaan biokoagulan lebih efektif. Karena interaksi lebih efektif, maka pembentukan koagulan atau penggumpalan pengotor air menjadi lebih cepat dan efisien. Dosis optimum yang didapatkan akan digunakan sebagai acuan pada aplikasi koagulan alami pada sampel air selanjutnya. Efektivitas MoM dan MoN pada dosis ini akan dibandingkan dengan koagulan sintetis saat diaplikasikan pada berbagai sampel air.

B. Penggunaan Serbuk Biji Moringa MoM dan MoN Sebagai Biokoagulan

pada Air Baku Kegiatan pembangunan seperti industrialisasi, kotanisasi, semenisasi bisa menimbulkan kerusakan yang mengganggu kesetimbangan air di alam dan telah mengubah air bersih yang seharusnya dengan mudah kita manfaatkan menjadi air yang bisa jadi menyebabkan sumber penyakit bagi tubuh kita. Polusi di udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor, asap pabrik, atau asap rokok juga dapat menurunkan kualitas air. Penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga 86 88 90 92 94 96 98 100 20 30 40 60 80 100 120 140 P e nur una n Turb idi ta s Dosis Moringa oleifera mgL MON pada Air limbah MOM pada Air Limbah MON pada Air Tanah menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang parakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek penyebab dapat berasal dari alam, atau dari kegiatan manusia. Air minum yang ideal harus aman bagi kesehatan, dan memenuhi persyaratan fisika, kimia, mikrobiologis dan radioaktif Permenkes 2010. Air bersih harus memenuhi beberapa kriteria seperti jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung kuman patogen dan segala makhluk hidup yang membahayakan kesehatan manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya, tidak korosif dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya serta meluasnya penyakit bawaan air Soemirat 2000. Akses terhadap air merupakan hak dasar bagi manusia maka, penyediaan air minum bukan saja menjadi agenda nasional, namun juga menjadi agenda dunia, dengan dicanangkannya deklarasi Millenium Development Goals MDGs. Disebutkan pula pada laporan tersebut bahwa, tantangan berat pencapaian target MDGs sektor air minum meliputi kuantitas, kualitas, kontinuitas, aspek pendanaan yang meliputi sumber dana, struktur tarif dan keterjangkauan, pelayanan kaum miskin, manajemen, dan kelembagaan BPPN 2010. Perusahaan Daerah Air Minum PDAM dan industri sejenis lainnya, bertugas untuk mensuplai air bersih bagi kebutuhan masyarakat umum. Air yang disuplai selain kuantitas harus terjaga juga kualitas yang baik menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Air yang disalurkan ke masyarakat sudah mengalami serangkaian pengolahan dari air baku sebelumnya, menjadi air yang relatif lebih bersih. Salah satu cara pengolahan air yang biasa dilakukan oleh PDAM dan perusahaan sejenisnya, adalah proses pengendapan koagulasi. Foto disajikan pada Lampiran 14. Proses koagulasi dapat menggunakan bahan koagulan sintetis dan koagulan alami biokoagulan. Bahan-bahan sintetis yang digunakan untuk mengendapkan pengotor, biasanya digunakan senyawa koagulan dan flokulan seperti alumunium sulfat alum, Poly Alumunium Cloride PAC, dan bahan lain untuk mengubah keasaman air seperti NaOH, CaOH 2 dan Na 2 CO 3 Karamah et al. 2008. Pada penelitian ini dilakukan penggantian senyawa koagulan sintetis dengan bahan alami, yaitu serbuk biji moringa Moringa oleifera. Faktor yang mempengaruhi efektivitas serbuk biji moringa sebagai biokoagulan, adalah kandungan senyawa aktif yang terdapat di dalamnya. Ketika serbuk biji moringa digunakan sebagai koagulan, senyawa aktif tersebut akan terlarut dalam air dan kemudian bereaksi dengan zat-zat pengotor yang ada dalam air. Tentunya ukuran serbuk biji kalor akan berpengaruh terhadap banyaknya senyawa aktif yang terlarut. Semakin kecil ukuran serbuk biji moringa, maka akan semakin banyak senyawa aktif yang terlarut dalam air Husin dan Setiaty 2004. Serbuk biji moringa dibuat variasi ukuran. Variasi ukuran serbuk biji moringa dikembangkan dari serbuk ukuran kasar sampai mendapatkan serbuk halus ukuran nano partikel. Serbuk kasar kalor lolos ayakan 100 mesh dalam hal ini disebut Moringa oleifera Mesh size MoM, sedangkan serbuk halus nano partikel dalam hal ini disebut Moringa oleifera Nano size MoN. Harapannya ukuran serbuk halus yang dikembangkan melalui nano teknologi lebih efisien dan tetap efektif sebagai koagulan. Biokoagulan MoM dan MoN diaplikasikan untuk memperbaiki kualitas air sungai yang merupakan salah satu sumber air baku untuk air konsumsi di PDAM. Kualitas air yang diuji adalah kekeruhan, pH, temperatur, intensitas warna, kandungan senyawa kimia non logam dan beberapa logam terlarut. Aplikasi Serbuk Biji Moringa MoM dan MoN sebagai Biokoagulan pada Sampel Air Sungai Cisadane PDAM adalah salah satu bentuk perusahaan daerah yang memproduksi air minum untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bahan baku air yang digunakan biasanya tergantung dari ketersediaan sumber air di daerah tersebut. Ada yang menggunakan sumber air tanah, air sungai ataupun air danau Arifin 2007. PDAM Tirta Tangerang yang menjadi lokasi penelitian, menggunakan bahan baku air, salah satu sumber intake berasal dari air Sungai Cisadane. Berdasarkan PP No.16 Tahun 2005 tentang sistem penyediaan air bersih disebutkan bahwa air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah danatau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Tabel 8 Pengaruh penambahan serbuk biji moringa sebagai biokoagulan terhadap kualitas air Sungai Cisadane Baku mutu sesuai Permenkes RI No.492MENKESPERIV2010 Berdasarkan Tabel 8 disajikan hasil penelitian dan pembahasan kualitas air Sungai Cisadane sebelum dan sesudah perlakuan dengan penambahan koagulan sintetis dan koagulan alami.Hasil uji pendahuluan aplikasi serbuk biji moringa sebagai biokoagulan, terbukti bahwa serbuk biji moringa memang bisa digunakan untuk mengendapkan pengotor yang ada dalam air yang belum bersih Hendrawati et al. 2015. Selanjutnya serbuk biji moringa diaplikasikan pada air Sungai Cisadane sebagai salah satu sumber air baku PDAM. Dosis MoM yang digunakan 80 mgL dibandingkan dengan PAC 80 mgL. Dosis MoN yang digunakan 40 mgL dibandingkan dengan PAC pada dosis yang sama. Parameter kualitas air Sampel air sungai Cisadane Baku mutu air Sampel tanpa perlakuan + MoM 80mgL + PAC 80 mgL + MoN 40 mgL + PAC 40 mgL Temperatur o C 25.00 25.60 26.20 24.90 25.10 Suhu udara ±3 pH 6.97 7.15 6.00 7.38 6.54 6.50 – 8.50 Konduktivitas µScm 73.00 65.10 115.50 68.00 85.10 - Turbiditas NTU 85.50 2.59 2.42 2.15 6.32 5.00 Warna TCU 542.00 4.00 2.00 3.00 15.30 15.00 TDS mgL 26.50 40.00 42.70 34.80 57.60 500.00 Fe 2+ mgL 1.450 0.163 0.025 0.010 0.530 0.300 Cr 6+ mgL 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.050 Mn 2+ mgL 0.221 0.093 0.028 0.080 0.169 0.400 Zn 2+ mgL 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.050 Al 3+ mgL 0.010 0.010 0.030 0.010 0.020 0.200 Pengaruh Biokoagulan MoM dan MoN terhadap Temperatur Temperatur sangat penting bagi kondisi lingkungan air, disamping berpengaruh langsung pada proses biologi. Temperatur dapat dikatakan sebagai faktor penentu dari tingkat produktivitas perairan. Perubahan temperatur berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Temperatur sangat berperan dalam pengendalian ekosistem perairan Achmad 2004. Penambahan serbuk biji moringa baik MoM maupun MoN juga PAC sebagai koagulan dalam proses pengolahan penjernihan air tidak mempengaruhi perubahan temperatur secara signifikan. Pada sampel air sungai Cisadane awal tanpa perlakuan temperatur awal adalah 25.0 o C dan temperatur tertinggi setelah penambahan koagulan MoM adalah 25.6 o C. Sedangkan nilai temperatur tertinggi setelah penambahan koagulan PAC adalah 26.2 o C. Penggunaan koagulan pada proses pengolahan air tidak mengubah temperatur secara drastis. Temperatur dari masing-masing sampel masih berada dalam kisaran suhu normal untuk air. Karena perubahan yang terjadi masih dibawah kisaran ±3 o C. Jadi masih sesuai dengan baku mutu air dari Permenkes Tahun 2010. Pengaruh Biokoagulan MoM dan MoN terhadap Perubahan pH Derajat keasaman pH adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses koagulasi. Bila proses koagulasi dilakukan tidak pada rentang pH optimum, maka akan mengakibatkan gagalnya proses pembentukan endapan dan rendahnya kualitas air yang dihasilkan. pH optimum untuk masing- masing koagulan berbeda-beda. Koagulan tertentu tidak akan bekerja maksimal pada suasana yang lebih asam atau lebih basa dari nilai pH optimumnya. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh pH optimum biokoagulan adalah pada pH 6-8, pada pH tersebut asam amino mengalami ionisasi menghasilkan ion karboksilat dan proton, muatan proton menarik elektron koloid membentuk kelompok netral lalu menghasilkan flok Wilbraham et al. 1992. Kisaran nilai pH untuk air yang disarankan oleh WHO 2006 adalah antara 6.0 sampai 8.0, sedangkan PDAM menerapkan kondisi pH untuk air hasil olahan adalah 6.5 – 8.5 PPRI 2005. Perlakuan penambahan koaguan serbuk biji moringa ukuran MoM maupun MoN pada sampel air Sungai Cisadane menyebabkan pH air mengalami kenaikan dari 6.97 menjadi 7.15 untuk MoM dan 7.38 untuk MoN. Begitu pula pada sampel air yang berasal dari Situ Cipondoh. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa larutan menjadi bersifat lebih basa tapi masih dalam rentang batas aman. Kekuatan biji moringa sebagai koagulan terletak pada keberadaan protein kationik larut air yang terdapat dalam kulit dan bijinya. Hal ini menyebabkan di dalam air terjadi penerimaan proton dari air oleh asam amino yang bersifat basa yang terdapat dalam protein biji moringa yang menghasilkan pelepasan grup hidroksil yang membuat larutan menjadi basa Amagloh dan Benang 2009. Penambahan koagulan sintetik PAC 80 dan 40 mgL justru menyebabkan terjadi penurunan pH dari 6.97 menjadi 6.94 dan 6.47. Hal yang sama terjadi pada air yang berasal dari Situ Cipondoh dengan penambahan alum 40 dan 80 mgL. Hal ini disebabkan karena PAC dan alum merupakan koagulan yang memilki sifat asam. Sampel air yang ditambahkan koagulan PAC dan alum, pH akan semakin asam seiring penambahan dosis koagulan. Hal ini disebabkan karena pada pengolahan air, PAC dan alum masing-masing dapat memproduksi asam yang akan menurunkan nilai pH. Peningkatan keasaman bisa terjadi karena adanya kation trivalent alumunium yang menjadi asam Lewis. Dengan demikian sistem dapat menerima sepasang elektron sunyi Amagloh dan Benang 2009. Pada koagulan sintetik PAC dan alum, penurunan nilai pH disebabkan terdapatnya ion hidrogen bebas H + yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis, yaitu ketika koagulan bereaksi dengan air. Secara umum semakin banyak koagulan PAC dan alum yang digunakan maka penurunan pH akan semakin tinggi . Ini disebabkan karena larutan PAC dan alum memang bersifat asam, sehingga jika ditambahkan ke dalam air akan menyebabkan sedikit penurunan pH. Penambahan semua koagulan baik yang alami maupun sintetik, menyebabkan perubahan pH tetapi masih dalam kisaran baku mutu yaitu 6.5 -8.5 Permenkes 2010. Pengaruh Biokoagulan MoM dan MoN terhadap Konduktivitas Daya hantar listrik dalam air sangat bervariasi, wilayah geografi yang berbeda memiliki perbedaan pula dalam tingkat kelarutan mineralnya karena itu tidak terdapat nilai standar tetapi tingginya nilai daya hantar dalam air minum tidak dibenarkan bagi konsumen WHO 2006. Konduktivitas atau daya hantar listrik adalah sifat menghantarkan listrik dalam air. Konduktivitas merupakan gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik, oleh karena itu semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, maka akan semakin tinggi nilai daya hantar listriknya. Air yang layak konsumsi bagi manusia bukan air murni tanpa ion terlarut, tapi air murni dengan sifat konduktivitas pada taraf wajar. Mengingat sifat konduktivitas wajar ini diperlukan bagi metabolisme tubuh manusia. Tabel 8 menunjukkkan bahwa dosis optimum biji moringa yang diberikan dalam proses penurunan nilai konduktivitas terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi koagulan 80 mgL untuk MoM dan 40 mgL untuk MoN. Penambahan koagulan biji moringa dengan konsentrasi 80 mgL MoM dan 40 mgL MoN mampu menurunkan konduktivitas dari 73 µScm menjadi 65.1 dan 68 µScm. Nilai konduktivitas menunjukkan adanya ion-ion mineral dan senyawa anorganik yang terlarut. Penambahan koagulan MoN dan MoM akan menyebabkan sebagian ion-ion mineral dan senyawa anorganik tersebut terdispersi ke dalam flok yang kemudian akan mengendap dan terpisah dari larutannya. Tabel 8 menunjukkan nilai konduktivitas yang semakin meningkat dengan penambahan koagulan PAC 80 mgL dari 73 menjadi 115.1 µScm dan PAC 40 mgL menjadi 85.5 µScm. Nilai konduktivitas pada air menjadi naik disebabkan adanya reaksi antara air dengan kation atau anion yang berasal dari koagulan sintetis PAC. Air juga dapat bereaksi dengan garam yang akan menyebabkan naiknya nilai konduktivitas. Selain itu, alasan lain adalah senyawa anorganik terdisosiasi dalam air, sehingga dalam air tersebut dapat menghantarkan arus listrik yang lebih besar. Pada umumnya senyawa anorganik terlarut dalam air ditemukan dalam bentuk ion-ion. Bentuk ion-ion tersebut akan menghantarkan aliran listrik dan bergerak ke arah elektroda-elektroda yang dicelupkan pada larutan tersebut. Ion-ion yang bermuatan negatif akan bermigrasi ke arah elektroda positif Sihombing 2002.