Pembahasan Umum Pendapat Masyarakat Tentang Penggunaan Serbuk Biji Moringa sebagai Biokoagulan

DAFTAR LAMPIRAN 1 Cara kerja analisa proksimat dan pengujian kualitas air. 59 2 Prosedur analisis kadar protein AOAC 1999 64 3 Metode analisis asam amino 66 4 Contoh Perhitungan 69 5 Diagram alir penelitian penggunaan serbuk biji moringa dalam air baku 70 6 Standart Operational Precedure IPAL Laboratorium PLT UIN Jakarta 71 7 Contoh data ukuran serbuk biji moringa hasil uji PSA 75 8 Difaktogram biji moringa hasil uji XRD 76 9 Data kadar mineral pada biji moringa hasil uji XRF 77 10 Data kadar protein dan asam amino dari serbuk biji moringa 78 11 Kromatogram kadar asam amino pada MoN 79 12 Kromatogram kadar asam amino pada MoM 80 13 Foto Instalasi Pengolahan Air Minum IPAM PDAM 81 14 Foto tahapan koagulasi dengan metode jar test 82 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Makhluk hidup di muka bumi tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Pada isue lingkungan strategis Indonesia disebutkan bahwa pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 245.7 juta jiwa, yang semuanya berhak mendapatkan akses air minum BPPN 2010. Pertumbuhan penduduk terutama di daerah perkotaan lebih tinggi daripada pertumbuhan sarana penyediaan air minum yang ada. Pertambahan penduduk akan meningkat dengan cepat, sementara ketersediaan air sangat terbatas. Penggundulan hutan yang tidak terkendali semakin mengganggu ketersediaan air baku. Sedangkan sumber air baku terutarna air permukaan mengalami pencemaran yang semakin meningkat akibat limbah domestik, limbah industri dan limbah pertanian. Sehingga ketersediaan air baku semakin tidak bisa dijamin, baik kuantitas maupun kualitasnya. Penyediaan air bersih khususnya air minum, selain kuantitas dan kontinuitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Air yang aman adalah air yang sesuai dengan kriteria bagi peruntukan air tersebut. Misalnya kriteria air yang dapat diminum secara langsung, mempunyai kriteria yang berbeda dengan air yang dapat digunakan untuk air baku air minum, air untuk keperluan perikanan dan peternakan dan air untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan, industri dan pembangkit tenaga air. Penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek penyebab dapat berasal alam, atau dari kegiatan manusia. Air minum yang ideal harus memenuhi beberapa karakteristik, seperti jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung kuman patogen dan segala makhluk hidup yang membahayakan kesehatan manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya, tidak korosif dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya serta meluasnya penyakit bawaan air Soemirat 2000. Salah satu cara pengolahan air yang biasa dilakukan adalah melalui proses koagulasi. Proses koagulasi dapat menggunakan bahan koagulan sintetis dan koagulan alami biokoagulan. Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan sintetik sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya gravitasi. Koagulasi secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan koagulan. Koagulasi merupakan proses pembubuhan koagulan ke dalam air yang akan diolah. Proses koagulasi merupakan destabilisasi koloid dengan adanya pembubuhan koagulan. Bahan koagulan sintetik yang biasa digunakan, diantaranya ferro sulfat FeSO 4 , alumunium sulfat atau alum Al 2 SO 4 3 , dan Poly Alumunium Chloride PAC atau Al 2 OH 3 Cl 3 10 . Metode pemurnian air yang biasa dengan menggunakan bahan koagulan sintetis seperti aluminium sulfat alum dan kalsium hipoklorit memiliki beberapa kelemahan, baik dari segi ekonomi, sosial maupun ekologi. Secara ekonomi, bahan-bahan sintetik tersebut diimpor dan dengan demikian membuat air bersih menjadi relatif mahal. Dari sisi kesehatan, dikhawatirkan penggunaan koagulan sintetis secara terus menerus, bisa berbahaya bagi kesehatan. Sedangkan dari aspek lingkungan, penggunaan koagulan sintetik dalam jumlah besar dan terus menerus, akan menimbulkan penumpukan sejumlah limbah lumpur sisa pengendapan yang sukar didegradasi, dan bisa mengubah keasaman air dan tanah disekitarnya, sehingga berdampak buruk bagi lingkungan. Penggunaan koagulan alami atau dikenal dengan biokoagulan, diharapkan bisa mengurangi permasalahan yang timbul akibat penggunaan koagulan sintetik, baik dari sisi ekonomi, sosial terutama bidang kesehatan maupun sisi ekologi. Dari sisi ekonomi, penggunaan biokogulan relatif lebih murah, karena tersedia secara local. Dari sisi kesehatan, penggunaan biokoagulan, tidak menimbukan akumulasi zat yang berbahaya. Dan dari sisi ekologi, lumpur sisa pengolahan yang timbul akibat koagulasi, merupakan lumpur yang netral dan mudah didegradasi. Bahkan lumpur ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk alami. Penelitian sebelumnya Postnote 2002 menunjukkan penggunaan bahan koagulan sintetis untuk pemurnian air dapat membahayakan kesehatan yang serius jika terjadi kesalahan pada perlakuannya selama proses pengolahan. Laporan ini mempertimbangkan tingginya tingkat aluminium dalam otak adalah faktor yang beresiko menyebabkan penyakit Alzheimer. Bahaya penggunaan aluminium dalam lingkungan secara terus menerus telah dilaporkan. Inti dari laporan adalah adanya keraguan tentang kelayakan memasukkan aluminium ke lingkungan dengan cara penggunaan aluminium sulfat yang terus-menerus sebagai koagulan dalam pengolahan air. Kadar aluminium yang diperbolehkan dalam air untuk keperluan air minum sekitar 0.2 mgL, sedangkan bagi industri, kadar alumunium perairan yang dianggap baik tidak lebih dari 0.1 mgL Effendi 2003. Selain bahan koagulan sintetis, sebenarnya terdapat bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tropis yang dapat digunakan sebagai koagulan diantaranya adalah biji Moringa oleifera. Dolcas 2008, Scharwz 2000, HDRA 2002, Rebecca et al. 2006, Postnote 2002, Francis et al. 2009, Mumumi et al. 2013. Penggunaan bahan-bahan alami dari tanaman asli setempat untuk menjernihkan air bukanlah ide yang baru Sutherland et al. 1994. Diantara tanaman yang telah diuji seperti serbuk biji moringa, biji asam jawa, biji kecipir, dan biji flamboyan, serbuk biji moringa menunjukkan yang paling efektif sebagai koagulan primer untuk pengolahan air dan dapat dibandingkan dengan alum Hendrawati et al. 2013. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa biji kelor tidak beracun Grabow et al. 1985, Luqman et al. 2013 sehingga disarankan untuk digunakan sebagai biokoagulan di negara-negara berkembang. Berdasarkan penelitian Dolcas 2008; Sahni dan Srivastava 2009; Broin 2002, diketahui beberapa sifat yang menyebabkan biji moringa bisa berfungsi sebagai biokoagulan diantaranya adalah kandungan molekul protein yang cukup tinggi. Protein dengan berat molekul yang rendah ini larut dalam air Garcia et al. 2010. Ketika biji moringa yang sudah dibuat serbuk dimasukkan ke dalam air keruh, protein yang terdapat dalamnya akan mengikat partikulat-partikulat bermuatan negatif yang menyebabkan kekeruhan, seperti lempung, bakteri, abu, dan lain-lain. Sehingga partikulat tersebut mengumpul dan menggumpal menjadi massa yang lebih besar dan akan mengendap ke dasar, selanjutnya jadi mudah untuk dipisahkan antara air dan pengotornya. Penelitian biji moringa sebagai biokoagulan, yang dipublikasikan antara lain dilakukan oleh: Esti dan Sahar 2000, Schwarz 2000, HDRA the Organic Organization 2002, Dwirianti 2004, Rebecca et al. 2006, Francis et al. 2009, Garcia et al. 2010, yang melaporkan bahwa biji moringa berpotensi sebagai koagulan pada air tanah atau air limbah. Sedangkan Saulawa et al. 2011 melakukan pengawetan ekstrak biji moringa dengan trona solution sebuah larutan modifikasi yang mengandung garam sodium klorida, supaya daya simpan ekstrak menjadi lebih lama. Faktor yang mempengaruhi efektivitas serbuk biji moringa sebagai biokoagulan, adalah ukuran serbuk dan senyawa aktifnya. Sharma et al. 2006 melakukan uji perbedaan ukuran partikel terhadap efektivitas serbuk biji moringa sebagai biokoagulan, hasilnya menunjukan ukuran serbuk ukuran kecil 105 mikron lebih efektif dari pada serbuk ukuran 210 dan 420 mikron. Ketika serbuk biji moringa digunakan sebagai koagulan, senyawa aktif tersebut akan terlarut dalam air dan kemudian bereaksi dengan zat-zat pengotor yang ada dalam air. Ukuran serbuk biji moringa akan berpengaruh terhadap banyaknya senyawa aktif yang terlarut. Semakin kecil ukuran serbuk biji moringa, maka akan semakin banyak senyawa aktif yang terlarut dalam air. Dalam penelitian ini, untuk menguji pengaruh ukuran serbuk yang optimal, maka serbuk biji moringa dibuat variasi ukuran. Variasi ukuran serbuk moringa dikembangkan dari serbuk ukuran kasar sampai mendapatkan serbuk halus ukuran nano partikel. Serbuk kasar Moringa oleifera lolos ayakan 100 mesh dalam hal ini disebut MoM, sedangkan serbuk halus nano partikel dalam hal ini disebut MoN. Harapannya ukuran serbuk yang halus yang dikembangkan melalui nano teknologi lebih efisien dan tetap efektif sebagai koagulan. Sebelum diaplikasikan sebagai biokoagulan dalam proses penjernihan air, maka serbuk biji moringa perlu dikarakterisasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sifat antara MoM dan MoN. Penggunaan biokoagulan pada pengolahan air diharapkan akan memberikan keuntungan dibandingkan dengan pengolahan air dengan menggunakan bahan koagulan sintetis karena bersifat alami dan dilaporkan dapat dikonsumsi sehingga lebih aman untuk kesehatan. Biaya penggunaan biokoagulan ini akan lebih murah dibandingkan penggunaan koagulan yang biasa digunakan seperti alum. Biokoagulan yang akan digunakan untuk penjernihan air akan diuji juga efektifitasnya pada proses pengolahan air limbah. Mengingat hal tersebut, perlu penelitian yang bisa menjelaskan efektifitas dari biji moringa dalam memperbaiki kualitas air. Parameter kualitas air yang perlu diteliti diantaranya kekeruhan, daya hantar listrik, perubahan pH dan temperatur, kemampuan menyerap logam, dan kemampuan dalam merunkan muatan mikrobial. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, yang menjadi dasar timbulnya permasalahan adalah proses pengolahan air baku menjadi air bersih memerlukan sejumlah proses perlakuan, diantaranya penambahan koagulan seperti alum dan tawas untuk mengendapkan berbagai kotoran sehingga terpisah dari air bersih. Tetapi penggunaan koagulan sintetik dalam jumlah banyak dan dalam proses yang terus menerus, dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut diantaranya, akan berbahaya bagi kesehatan individu yang mengkonsumsi air hasil olahan, karena dimungkinkan ada bahan koagulan yang masih tersisa, walaupun dalam jumlah kecil. Permasalahan lainnya, dari sisi ekologi, penggunaan koagulan sintetik akan menghasilkan sejumlah lumpur sisa pengendapan yang akan mencemari lingkungan, karena lumpur tersebut banyak mengandung alum dan senyawa hipoklorit lainnya yang akan berbahaya bagi lingkungan, karena relative sukar didegradasi dan akan mengubah susunan hara tanah dan hara air dari keadaan normal. Permasalahan lain yang akan timbul dari sisi ekonomi, penggunaan koagulan sintetik secara terus menerus akan menyebabkan ketergantungan pada produsen koagulan sintetik tersebut, yang didapat dengan cara impor dari luar negeri. Dari permasalahan yang diuraikan diatas, diharapkan penggunaan biokoagulan moringa, dapat menguraikan permasalahan yang kompleks menjadi lebih sederhana. Untuk menetapkan kelayakan serbuk biji moringa sebagai biokoagulan, persoalan yang perlu dijawab adalah sebagai berikut. 1. Apakah penggunaan serbuk biji moringa sebagai koagulan alami dapat memperbaiki kualitas air? 2. Berapakah dosis serbuk biji moringa yang optimal untuk memperbaiki kualitas air? 3. Benarkah ukuran nanopartikel serbuk biji moringa lebih efektif sebagai biokoagulan? 4. Bagaimana karakteristik serbuk biji moringa dilihat dari kandungan utama senyawa penyusunnya? 5. Bagaimana gambaran teoritis mekanisme reaksi antara asam amino dari protein biji moringa dengan pengotor dalam air? Hipotesis 1. Serbuk biji moringa pada ukuran dan dosis optimum memiliki kemampuan sebagai biokoagulan pada pengolahan air. 2. Serbuk nanopartikel biji moringa lebih efektif sebagai biokoagulan dibandingkan dengan serbuk lolos ayakan 100 mesh. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ialah menelaah pengaruh penggunaan serbuk biji moringa sebagai biokoagulan pada pengolahan air baku, mendapatkan ukuran partikel optimal dan dosis optimal penggunaan serbuk biji moringa untuk memperbaiki kualitas air baku. Mengkarakterisasi komposisi senyawa utama yang terdapat dalam biokoagulan serbuk biji moringa. Membandingkan efektivitas penggunaan serbuk biji moringa ukuran nanopartikel sebagai koagulan dengan koagulan sintetik alum atau PAC. Memberi gambaran teoritis mekanisme reaksi yang terjadi, saat serbuk biji moringa berfungsi sebagai koagulan. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi dan gambaran bahwa serbuk biji moringa memiliki kemampuan sebagai biokoagulan dalam memperbaiki kualitas air tanah untuk menggantikan atau mengurangi koagulan sintetik yang biasa digunakan. Dengan mengetahui karakteristik serbuk biji moringa, diharapkan bisa memberikan gambaran mekanisme reaksi yang terjadi saat terjadi koagulasi antara asam amino dari protein serbuk biji moringa dengan pengotor yang ada dalam air. Novelty Novelty atau kebaruan dalam penelitian ini adalah penggunaan serbuk biji moringa ukuran nano sebagai biokoagulan dalam proses penjernihan air, bisa menggantikan penggunaan koagulan sintetik. Penggunaan biokoagulan serbuk biji moringa dapat diterapkan pada skala besar scale up. Pengujian karakteristik serbuk biji moringa dapat memberi gambaran teoritis mengenai mekanisme reaksi yang terjadi antara serbuk biji moringa dengan pengotor yang ada dalam air. Kerangka Pemikiran Berdasarkan permasalahan yang diuraikan dalam penelitian ini, timbul pemikiran untuk mencari solusinya. Permasalahan pengurangan koagulan sintetik, diselesaikan dengan penggunaan biokoagulan serbuk biji moringa. Permasalahan terbatasnya kesediaan biokoagulan, diselesaikan dengan optimasi ukuran serbuk sampai ukuran nanopartikel dan optimasi konsentrasi. Efektivitas serbuk biji moringa diuji pada berbagai sampel air. Permasalahan komposisi serbuk biji moringa diselesaikan dengan uji karakterisasi. Dengan mengetahui karakteristik serbuk biji moringa dan uji aplikasinya dalam skala besar scale up sebagai biokoagulan, diharapkan penggunaan biokoagulan moringa ukuran nanopartikel, dapat dijadikan alternatif penggunaan koagulan dalam proses penjernihan air. Kerangka pemikiran merujuk pada Gambar 1. Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Air Pengertian pencemaran air didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam undang-undang. Definisi pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya PPRI 1990. Definisi pencemaran air juga dikemukakan dalam beberapa buku diantaranya adalah “Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walau fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi, dan sebagainya juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak bisa dianggap sebagai pencemaran air” Soemirat 2000 dan “Pencemaran air adalah terjadinya perubahan komposisi atau kondisi yang diakibatkan oleh adanya kegiatan atau hasil kegiatan manusia sehingga secara langsung maupun tidak langsung air menjadi tidak layak atau kurang layak untuk semua fungsi atau tujuan pemanfaatan sebagaimana kewajaran air yang dalam keadaan alami” Parmamin 2007. Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Persyaratan kualitas air tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Parameter fisik yang harus dipenuhi pada air minum yaitu harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. Sementara temperaturnya sebaiknya sejuk dan tidak panas. Penyimpangan terhadap parameter ini menunjukkan bahwa air tersebut telah terkontaminasi bahan lain yang mungkin berbahaya bagi kesehatan manusia. Parameter kimia, air haruslah bebas dari beberapa logam berat yang berbahaya seperti besi Fe, seng Zn, air raksa Hg, dan mangan Mn. Air dengan kualitas yang baik memiliki pH 6-8 dan tidak mengandung zat-zat kimia pencemar yang kadarnya melebihi ambang batas yang diizinkan. Air yang terkontaminasi umumnya bisa diketahui dari warna dan baunya. Parameter mikrobiologis, dalam parameter mikrobiologis hanya dicantumkan Coli tinja, dan total koliform. Bila mengandung Coli tinja berarti air tersebut tercemar tinja. Tentu saja tinja dari penderita sangat potensial menularkan penyakit, diantaranya tifus. Sementara jika tercemar total koliform, air itu dapat mengakibatkan penyakit-penyakit saluran pernapasan. Air yang aman adalah air yang sesuai dengan kriteria bagi peruntukan air tersebut. Misalnya kriteria air yang dapat diminum secara langsung air kualitas A mempunyai kriteria yang berbeda dengan air yang dapat digunakan untuk air baku air minum kualitas B atau air kualitas C untuk keperluan perikanan dan perternakan dan air kualitas D untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan, industri, dan pembangkit tenaga air Achmad 2004. Sumber Pencemaran Air Banyak penyebab pencemaran air, tetapi secara umum sumbernya dapat dikategorikan menjadi 2 dua yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau dari atmosfir yang masuk melalui hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga pemukiman dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Air mempunyai sifat pelarut yang sangat baik, dalam perjalanan siklusnya banyak melarutkan zat-zat padat, garam-garam, dan gas-gas. Jenis pencemar air yang mungkin ada, antara lain seperti padatan tersuspensi, padatan koloid, padatan terlarut, dan cairan yang tidak dapat bercampur Warlina 2004. Kualitas Air Secara umum parameter kualitas air dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu: parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Berikut adalah beberapa parameter kualitas air. Temperatur Temperatur air bersih maksimum yang diperoleh adalah yang memiliki temperatur sama dengan temperatur udara. Khususnya untuk perairan, karena temperatur mempengaruhi kualitas kehidupan akuatik. Temperatur adalah suatu ukuran bagaimana dingin atau panasnya air. Parameter temperatur penting untuk diketahui karena mempengaruhi jumlah oksigen terlarut DO yang ada dalam air dimana oksigen ini dibutuhkan oleh mikroorganisme yang hidup di dalam air. Peningkatan temperatur juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air yang dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Suhu pada badan air salah satunya dipengaruhi oleh musim, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran, serta kedalaman badan air Effendi 2003. Perubahan temperatur berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Temperatur sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem perairan. Berdasarkan peranan tersebut, temperatur air dapat mempengaruhi kehidupan biota air yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air Achmad 2004. Konduktivitas Konduktivitas Daya Hantar ListrikDHL air dalah kemampuan larutan untuk menghantarkan arus listrik yang dinyatakan dalam μmhoscm dan atau mikroSicmens μS. Arus listrik dialirkan oleh ion-ion dalam larutan, oleh karena itu konduktivitas meningkat apabila konsentrasi ion meningkat. Konduktivitas diukur dengan elektroda konduktometer. Keberadaan ion-ion bebas dari garam yang terionisasi dapat menghantarkan listrik dalam air. Asam, basa, dan garam merupakan konduktor yang baik, sedangkan bahan organik merupakan bukan penghantar listrik yang baik seperti benzene dan sukrosa tidak mengalami ionisasi di dalam air Mackereth 1989. Konduktivitas atau daya hantar listrik adalah sifat menghantarkan listrik dalam air. Konduktivitas merupakan gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik, oleh karena itu semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, maka akan semakin tinggi nilai daya hantar listriknya. Penentuan daya hantar listrik pada dasarnya adalah pengukuran kemampuan sampel air untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan sampel air untuk menghantarkan arus listrik berhubungan erat dengan konsentrasi total zat terionisasi dalam air. Pada umumnya senyawa anorganik terlarut dalam air ditemukan dalam bentuk ion-ion. Bentuk ion-ion tersebut akan menghantarkan aliran listrik dan bergerak kearah elektroda-elektroda yang dicelupkan pada larutan tersebut. Ion-ion yang bermuatan negatif akan bermigrasi kearah elektroda positif Sihombing 2002. Dalam Boyd 1982 disebutkan, air suling memiliki nilai daya hantar listrik sekitar 1 µScm, sedangkan perairan alami sekitar 20-1500 µScm. Perairan laut memiliki nilai daya hantar listrik yang sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Nilai daya hantar listrik untuk jenis air laut berkisar antara 45000- 55000 µScm Tancung et al. 2007. Air yang layak konsumsi bagi manusia bukan air murni tanpa ion terlarut, tapi air murni dengan sifat konduktivitas pada taraf wajar. Karena sifat konduktivitas wajar ini diperlukan bagi metabolisme tubuh kita. Pengukuran daya hantar listrik sampel air dapat diukur menggunakan conductimeter . Satuan yang digunakan adalah µmhoscm atau µSiemenscm, kedua satuan tersebut setara Mackereth dan Talling 1989. Daya hantar listrik DHL atau konduktifitas untuk air konsumsi berkisar antara 88.7 –111.8 µScm Sayed 2009. Kekeruhan atau Turbidity Turbidity adalah sesuatu yang digunakan untuk mendefinisikan seberapa jernih air yang diamati. Kejernihan adalah bentuk visual yang mudah dan dapat dikenal oleh mata tapi untuk mengukur air tersebut apakah benar-benar jernih dibandingkan satu dengan yang lainnya diperlukan suatu standar tertentu dan alat tertentu untuk mengukurnya Asril et al. 2006. Standar yang sering digunakan dalam pengukuran kejernihan air adalah nephelometric mengacu pada bagaimana cahaya dipantulkan oleh material suspensi dalam air. Nilai pH Nilai pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Keasaman adalah konsentrasi ion hidrogen H + dalam pelarut air. Nama pH berasal dari potential of hidrogen . Penentuan pH merupakan salah satu yang terpenting dan sering digunakan dalam pengujian kimia air. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti aktivitas biologis misalnya pada aktivitas fotosintesis dan respirasi organisme yang hidup di dalam perairan. Dissolve Oxygen DO dan Biochemical Demand BOD Pada temperatur kamar, jumlah oksigen terlarut dalam air adalah sekitar 8 mgL. Kelarutan oksigen di air tawar lebih tinggi daripada air asin, karena sumber oksigen terlarut dekat permukaan, konsentrasi oksigen akan turun dengan makin dalamnya air Hadisubroto 1989. Kebutuhan oksigen biologi BOD didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas Salmin 2005. Penguraian bahan organik secara biologis di alam melibatkan bermacam- macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida CO 2 dan air H 2 O. Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO 2 dan H 2 O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktivitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan temperatur. Selama pemerikasaan BOD, temperatur harus diusahakan konstan pada temperatur 20 ºC yang merupakan temperatur umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO 2 dan H 2 O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya di laboratorium, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa itu presentase reaksi cukup besar dari total BOD Salmin 2005. Dalam waktu 20 hari, oksidasi mencapai 95-99 sempurna dan dalam waktu 5 hari seperti yang umum digunakan untuk mengukur BOD yang kesempurnaan oksidasinya mencapai 60-70 Achmad 2004. Kontaminasi Mikrobiologi Ada batas-batas kandungan mikrobiologi pada air yang kita minum sehingga masih dapat diterima sistem kekebalan tubuh manusia yang akan melatih tubuh dalam membentengi diri dari penyakit. Tapi jika melebihi batas tersebut, dan bahkan mungkin pada jenis mikrobiologi tertentu dimana sistem kekebalan tubuh rentan dan tak mampu untuk mengakomodasinya, cemaran ini bisa sangat membahayakan bagi manusia. Parameter mikrobiologis untuk pengolahan air bersih salah satunya yaitu uji kandungan koliform dengan metode Most Probable Number MPN. Adanya bakteri koliform di dalam air menunjukkan kemungkinan adanya bakteri pathogen yang berbahaya bagi kesehatan Fardiaz 1989. Untuk mengetahui jumlah koliform di dalam sampel bisa digunakan metode MPN. Pemeriksaan kehadiran bakteri coli dari air dilakukan berdasarkan penggunaan medium kaldu laktosa yang ditempatkan di dalam tabung durham yang letaknya terbalik, digunkan untuk menangkap gas yang terjadi akibat fermentasi laktosa menjadi asam dan gas. Metode ini lebih baik dibandingkan dengan metode cawan karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi koliform dalam jumlah yang sangat rendah di dalam sampel uji. Pendekatan untuk enumerasi bakteri hidup adalah dengan metode MPN. MPN didasarkan pada metode statistik teori kemungkinan. Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada air khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan kontaminan utama sumber air minum. Ciri-ciri utamanya, yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas CO 2 yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37 ºC. Sampel ditumbuhkan pada seri tabung sebanyak 3 atau 5 buah tabung untuk setiap kelompok. Apabila dipakai 3 tabung disebut seri 3, dan jika dipakai 5 tabung maka disebut seri 5. Media yang digunakan adalah Lactose Broth yang memiliki komposisi Beef extract 3 g, peptone 5 g, lactose 10 g dan Bromthymol Blue 0,2 per liternya. Pemberian sampel pada tiap seri tabung berbeda-beda. Untuk sampel sebanyak 10 mL ditumbuhkan pada media LBDS Lactose Broth Double Strength , untuk sampel 1 mL dan 0,1 mL dimasukkan pada media LBSS Lactose Broth Single Strength . Pada proses pengujiannya, media yang telah dimasukkan kedalam tabung, diberi indikator perubahan pH dan dimasukkan tabung Durham yang berfungsi untuk memerangkap gas CO 2 yang terbentuk Pelczar dan Chan 1985. Berdasar sifat koliform, maka bakteri ini dapat memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas CO 2 yang dideteksi oleh berubahnya warna dan gas dalam tabung Durham. Nilai MPN ditentukan dengan kombinasi jumlah tabung positif asam dan gas tiap serinya setelah diinkubasi. Salah satu zat aktif active agent yang terkandung dalam biji moringa yaitu 4α L-ramnosiloksi-benzil-isotiosianat yang memiliki aktivitas anti mikroba Grabow 1985. Oluduro dan Aderiye 2007 melakukan penelitian Biji Moringa oleifera sebagai antibakteri. Bakteri jenis S. faecalis dan P. aerugenosa yang di biakkan pada air, tidak mengalami pertumbuhan kembali setelah ditambahkan serbuk biji Moringa oleifera. Koagulasi Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan sintetik tertentu sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya gravitasi. Koagulasi secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan koagulan. Salah satu cara pengolahan air adalah melalui proses koagulasi. Pemisahan koloid dapat dilakukan dengan cara penambahan koagulan sintetik ataupun koagulan alami yang diikuti dengan pengadukan lambat pada sehingga menyebabkan penggumpalan partikel-partikel koloid yang kemudian sebagian besar dapat dipisahkan dengan sedimentasi Tebbut 1982. Proses koagulasi dapat menggunakan bahan koagulan sintetis dan alami. Proses koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dengan adanya pembubuhan koagulan. Bahan koagulan dapat berupa sintetik seperti ferro sulfat FeSO 4 , alumunium sulfat atau alum Al 2 SO 4 3 , dan Poly Alumunium Chloride PAC Al 2 OH 3 Cl 3 10 . Al 3+ dari PAC dan Al 2 SO 4 3 akan bereaksi dengan OH - membentuk AlOH 3 yang mudah mengendap Dhallawati 2000. Selain bahan kimia sintetis, terdapat bahan-bahan alami yang bisa berasal dari tumbuh-tumbuhan tropis yang dapat digunakan sebagai koagulan diantaranya adalah biji moringa Moringa oleifera. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa biji moringa merupakan biokoagulan yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisika-kimia air limbah. Koagulan Koagulan sintetik adalah garam logam yang bereaksi dengan air yang bersifat alkali basa untuk menghasilkan flok logam hidroksida yang tidak larut, dimana flok yang terbentuk tidak dapat digolongkan sebagai partikel koloid. Pengendapan yang baik adalah terbentuknya flok-flok yang menghasilkan padatan yang dapat turun. Koagulan sintetik yang sering digunakan untuk pengolahan air adalah alumunium sulfat alum Al 2 SO 4 3 . Untuk koagulan Al 2 SO 4 3 .18H 2 O, ketika penambahan koagulan kedalam air kotor disertai dengan pengadukan cepat, Al 2 SO 4 3 segera bereaksi dengan natural alkalinity Arifina 2007. TawasAlum Tawas atau alum adalah suatu senyawa alumunium sulfat dengan rumus kimia Al 2 SO 4 3 .18H 2 O Jalaluddin dan Toni 2005. Semakin banyaknya dosis tawas yang ditambahkan menyebabkan pH makin turun, karena dihasilkannya asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas optimum yang harus ditambahkan. Untuk pengaturan menaikan pH biasanya ditambahkan larutan kapur CaOH 2 atau soda abu Na 2 CO 3 Indriyati 2006. Koagulasi dengan penambahan koagulan tawas akan menghasilkan reaksi kimia dimana muatan-muatan negatif yang saling tolak menolak disekitar partikel terlarut berukuran koloid akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan dan akhirnya partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok. Protein dalam biji moringa akan bereaksi mirip dengan alum. Partikel koloid umumnya memiliki muatan sejenis, maka terjai gaya tolak- menolak. Supaya suspensi koloid tidak stabil maka diperlukan muatan yang berlawanan dengan partikel koloid sehingga dapat terjadi gaya tarik-menarik. Penambahan suatu koagulan akan mengurangi gaya tolakan elektrostatik sehingga larutan koloid tidak stabil dan akan terjadi pengendapan koloid. Penetralan dari muatan ini merupakan tujuan utama dari suatu proses koagulasi. Mekanisme Koagulasi Protein Koloid berasal dari kata “colla” Yunani artinya lengketlem, karena nampak seperti lapisan film atau bentuk gelatin. Partikel-partikel koloid umumya berasal dari pasir, tanah liat, sisa tanaman, ganggang, zat organik dan lain-lain. Koloid adalah partikel yang tidak dapat mengendap secara alami. Dengan penambahan suatu pereaksi kimia yang disebut koagulan maka akan membuat keadaan partikel menjadi tidak stabil. Di dalam sistem koloid terdapat dua jenis gaya, yaitu gaya Van Der Waals dan gaya tolakan elektrostatik. Stabilitas suspensi koloid tergantung pada kesetimbangan gaya tarik dan gaya tolak. Gaya tolakan elektrostatis yang lebih besar daripada gaya Van Der Waals akan meningkatkan stabilitas suspensi koloid Pararaja 2008. Partikel-partikel koloid memiliki muatan sejenis, maka terjadi gaya tolak- menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid. Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan sistem koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat netral. Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi. Energi yang dimiliki koloid adalah jumlah dari energi Van Der Waals dan energi elektrostatik. Supaya suspensi koloid tidak stabil maka perlu untuk melawan energi yang dibawa oleh koloid. Penambahan suatu koagulan akan mengurangi gaya tolakan elektrostatik sehingga larutan koloid tidak stabil dan akan terjadi pengendapan koloid. Penetralan dari muatan ini merupakan tujuan utama dari suatu proses koagulasi. Energi listrik yang dimiliki oleh suspensi koloid disebut zeta potensial, energi ini terdapat di permukaan luar partikel flok. Muatan partikel ini saling tolak menolak satu dengan yang lainnya. Tujuan penambahan koagulan adalah untuk mereduksi gaya tolakan elektrokinetik antar partikel. Penambahan ion positif dari koagulan pada koloid yang bermuatan negatif, misalnya partikel tanah, akan mengurangi tolakan langsung dimana gaya Van Der Waals akan ditiadakan dan partikel akan mengendap. Tebbut 1982 menyatakan reaksi yang berlangsung untuk memisahkan warna dengan proses koagulasi sangat tergantung pada pembentukan endapan dari kombinasi zat organik dan anorganik terlarut dengan koagulan, sehingga terdapat hubungan antara intensitas warna dan dosis koagulan yang diperlukan untuk pemisahan warna. Partikel-partikel yang ada dalam air akan terdestabilisasi kemudian terflokulasi, flok yang terbentuk akan memisahkan kekeruhan akibat koloid dalam air Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya endapan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan proses koagulasi adalah pengadukan, keadaan ini memberi kesempatan partikel melakukan kontak atau hubungan agar membentuk penggabungan agglomeration. Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi yang optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan mempengaruhi proses tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain adalah pH, suhu, konsentrasi koagulan dan pengadukan. a. pH Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang digunakan berada pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan yang digunakan. b. Suhu Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah kerena peningkatan viskositas dan perubahan struktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur yang sudah terendap dari proses sedimentasi. c. Konsentrasi koagulan Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk endapan. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan endapan. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka endapan tidak terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali. d. Pengadukan Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu pertumbuhan endapan menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan endapan yang terbentuk akan pecah kembali Pararaja 2008. Kelor Moringa oleifera Moringa oleifera di Indonesia dikenal sebagai kelor, m arongghi, moringa, celor, kelor, kawona, motong dan barunggai. Pohon kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas mudah patah dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut. Bunganya berwarna putih kekuning- kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Buahnya berbentuk seperti kacang panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120 cm. Bunga kelor berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan buahnya menggantung sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga Schwarz 2000. Klasifikasi Kingdom : Plantae Ordo : Brassicales Family : Moringaceae Genus : Moringa Species : M. oleifera Budidaya tanaman Moringa atau kelor tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit dan dapat tahan pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh sampai ketinggian 4-10 meter, berbunga, dan menghasilkan buah dalam waktu kurang lebih 2 tahun sejak ditanam. Tanaman tersebut tumbuh cepat baik dari biji maupun dari stek, juga dapat tumbuh pada lahan yang gersang dan tidak subur. Sehingga baik bila dikembangkan di lahan-lahan kritis Awaludin dan Panjaitan 2011. Tanaman kelor ini bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat tradisional, karena mengandung beberapa zat kimia untuk menyembuhkan penyakit. Daun kelor mengandung alkaloid moringin, moringinan, dan pterigospermin. Kemudian gomnya mengandung arabinosa, galaktan, asam glukonat dan ramnosa, sedangkan bijinya mengandung asam palmitat, strearat, linoleat, oleat dan lignoserat. Biji Moringa oleifera dengan kulitnya dan tanpa kulitnya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 2 Pohon Moringa oleifera Gambar 3 Biji Moringa oleifera dan kulitnya a, dan biji Moringa oleifera tanpa kulit b.Koleksi pribadi. Secara tradisional, kegunaan biji Moringa oleifera pada pengolahan air skala rumah tangga telah dilakukan di beberapa wilayah pedalaman di Sudan. Wanita-wanita di daerah tersebut yang mengambil air dari Sungai Nil, memasukkan serbuk Moringa oleifera dalam kantong kecil yang terbuat dari kain. Kantong ini kemudian dicelupkan dan diputar dalam wadah yang berisi air keruh dari Sungai Nil yang mereka ambil. Perbandingan Efektivitas Biji Moringa dengan Biokoagulan lain Biji Moringa oleifera mengandung molekul protein larut air dengan berat molekul yang rendah. Protein ini akan bermuatan positif jika dilarutkan dalam air. Fungsi protein akan bekerja seperti bahan sintetik yang bermuatan positif dan dapat digunakan sebagai koagulan polimer sintetik Garcia et al. 2010. Ketika Moringa oleifera yang sudah diolah serbuk dimasukkan kedalam air kotor, protein yang terdapat dalam Moringa oleifera akan mengikat partikulat-partikulat yang bermuatan negatif, partikulat ini menyebabkan kekeruhan. Efektivitas biokoagulan moringa telah dibandingkan dengan biokoagulan lain seperti biji asam jawa dan biji kecipir. Hasilnya menyebutkan bahwa biji moringa merupakan biokoagulan yang paling efektif Hendrawati et al. 2013. Tabel 1 Perbandingan efektivitas biji moringa dengan biokoagulan lain Hendrawati et al. 2013. Parameter Tawas Biji Kelor Biji Asam Jawa Biji Kecipir Temperatur o C Normal normal Normal Normal Dosis Optimum ppm 100 ppm 80 ppm 90 ppm 300 ppm pH 7 menjadi 5 6 menjadi 7 Optimum 3 Optimum 3 Kekeruhan FTU Menurunkan 89 Menurunkan 97 Menurunkan 99 Menurunkan 92 Daya Hantar Listrik Tidak berpengaruh Menurunkan 10 s. d. 15 Menurunkan 3 s.d. 5 Menurunkan 12 s.d.26 MPN unit100ml Turun dari 28 ke 20 Turun dari 28 ke 11 Turun dari 23 ke 10 Naik dari 9 ke 75 BOD mgL 6.2 5.2 1.59 11.5 Kadar logam Cd, Cr, dan Mn dari 6 mgL Menurunkan 98 Menurunkan 100 - - a b Kondisi kecepatan pengadukan yang tepat, partikulat-partikulat bermuatan negatif yang sudah terikat, ukurannya akan membesar dan membentuk flok. Flok ini bisa diendapkan dengan gravitasi atau dihilangkan dengan filtrasi. Seperti koagulan lainnya, kemampuan biji moringa Moringa oleifera untuk menjernihkan air dapat bervariasi, tergantung dari keadaan air yang akan diproses. Efektifitas koagulasi oleh biji moringa ditentukan oleh kandungan protein kationik bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6.5 kilodalton. Elusi NaCl pada pengujian elektroforesis terhadap protein yang terkandung dalam Moringa oleifera menunjukkan kandungan protein ini 79.3 bersifat kationik dan 20.7 bersifat anionik Sahni dan Srivastava 2008. Potensial zeta larutan 5 biji moringa tanpa kulit adalah sekitar +6 mV. Hal ini menunjukkan bahwa larutan ini didominasi oleh tegangan positif meskipun merupakan campuran heterogen yang kompleks. Potensial zeta air limbah adalah sekitar -46 mV. Akibatnya, koagulasi partikel tersuspensi dengan biji moringa dipengaruhi oleh proses destabilisasi tegangan negatif koloid oleh polielektrolit kationik Broin et al. 2002. Jar Test Pada penelitian ini, metode jar test digunakan pada saat uji pendahuluan. Selanjutnya jika kondisi optimum sudah didapatkan, metode yang digunakan adalah skale up dari metode jar test. Jar Test ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kinerja koagulasi dan flokulasi secara simulasi di laboratorium asalkan air yang dilakukan simulasi dengan jar test ini adalah air yang benar- benar akan dilakukan pengolahan di lapangan. Uji koagulasi dilaksanakan untuk menentukan dosis bahan-bahan kimia, dan persyaratan yang digunakan untuk memperoleh hasil yang optimum. Variabel- variabel utama yang dikaji sesuai dengan yang disarankan, termasuk bahan kimia pembantu, pH, temperatur, dan kondisi campuran. Peralatan yang diperlukan terdiri dari batang pengaduk, gelas kimia, rak pereaksi bahan kimia dan bahan pembantu yang digunakan untuk larutan dan suspensi pengujian. Tersedia juga alat yang terintegrasi dan lebih modern yang diperuntukkan khusus pengujian dengan metode jar test, untuk metode jar test dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Proses Jar Test koleksi pribadi Jar Test secara subyektif masih merupakan uji yang paling banyak digunakan dalam mengontrol koagulasi dan tergantung semata-mata kepada penglihatan kita secara visual untuk mengevaluasi suatu interpretasitafsiran. Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu pH optimum, dimana pH optimum harus ditetapkan dengan jar test Pararaja 2008. Nano Koagulan Kemampuan biokogulan serbuk biji moringa, yang melebihi dibandingkan dengan kemampuan koagulan sintetik, sudah banyak yang dibuktikan melalui berbagai macam penelitian, baik pada proses penjernihan air baku untuk air minum, maupun untuk pengelolaan air limbah. Tapi keberadaan serbuk biji moringa yang terbatas, mendorong untuk pengembangan penelitian lanjutan. Tentu saja budidaya merupakan salah satu cara yang paling sesuai, supaya ketersediaan biji moringa tetap terjaga. Hal lain yang bisa dijadikan alternatif guna mengatasi permasalahan keberadaan biji moringa yang terbatas, adalah dengan cara meningkatkan efektivitasnya. Salah satu cara adalah dengan memperkecil ukuran partikel serbuk biji moringa, sampai ukuran nano partikel. Diharapkan dengan ukuran yang sangat kecil ini, serbuk biji moringa bisa lebih efektif sebagai biokoagulan. Modifikasi fisik pada biokoagulan mencakup perubahan ukuran partikel atau butir koagulan biji moringa menjadi lebih kecil. Perkembangan modifikasi fisik mengarah ke bentuk nanopartikel. Pembuatan nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi material dan metode yang digunakan. Perlakuan pengecilan ukuran sizing dilakukan dengan metode magnetic stirer, metode homogenizer ultrasonik dan metode sonokimia. Metode ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan nano partikel yang terbaik diantara ketiga metode tersebut agar nano koagulan yang dihasilkan memiliki stabilitas konstan, berukuran partikel terkecil, berkualitas baik, serta mendapatkan metode yang paling sederhana dalam pembuatannya. Nanopartikel dari bahan polimer yang biodegradable dan kompatibel merupakan salah satu perkembangan baik. Aplikasi nanoteknologi membuat revolusi baru dalam dunia industri dan diyakini pemenang persaingan global di masa yang akan datang adalah negara-negara yang dapat menguasai nanoteknologi. Ruang lingkup nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan material atau bahan berskala nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik material atau bahan tersebut, serta mendesain ulang material atau bahan tersebut ke dalam bentuk, ukuran dan fungsi yang diinginkan. Pada penelitian ini, serbuk biji moringa ukuran nano dibuat melalui proses penggilingan secara fisik. Alat yang digunakan yaitu blender dan HEM. 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2012 – Mei 2015. Penelitian karakterisasi biji moringa dan penentuan dosis optimum serta aplikasi pada air limbah laboratorium dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembuatan serbuk biji moringa ukuran nano dilakukan di laboratorium nanoteknologi BATAN Puspitek Serpong. Uji kadar asam amino dilakukan di laboratorium PLT IPB. Analisa ukuran serbuk dilakukan di laboratorium Nanotech Masyarakat Nano Indonesia MNI Puspitek Serpong. Aplikasi biokoagulan pada air baku dilakukan di laboratorium PDAM Tirta Tangerang. Aplikasi biokoagulan pada air limbah pabrik bioetanol dan karakterisasinya dilakukan di laboratorium kimia Universitas Boras Swedia. Bahan dan Alat Bahan dan Alat untuk Karakterisasi Biji Moringa Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji sampel dan bahan kimia. Bahan uji adalah air tanah dan air limbah tekstil, yang diambil dari wilayah Tangerang, serta biji Moringa oleifera yang diambil dari daerah Tangerang. Bahan kimia yang digunakan adalah koagulan sintetik Poly Alumunium Chloride PAC dan alum merek Kuriflock konsentrasi 100 mgL; bahan untuk uji kadar protein Metode Kjeldhal; bahan untuk uji kadar lemak; bahan untuk uji MPN, berbagai pereaksi untuk uji kualitas air sesuai prosedur PDAM; dan pereaksi SDS PAGE. Alat-alat yang digunakan adalah pH meter Myron L ARH1, thermometer digital, conductymeter Myron L ARH1, turbidity meter HANNA Instrument, Water Quality Cheker WQC. High Electro Milling HEM, Scanning Electron Microscope SEM, X-Ray Fluoresence XRF, Particle Size Analyzer PSA, High Performance Liquid Chromatoghrafi HPLC dan X-Ray Diffraxion XRD. Bahan dan Alat untuk Aplikasi Biji Moringa sebagai Biokoagulan Bahan yang digunakan meliputi bahan uji sampel dan bahan kimia. Bahan uji terdiri dari air Sungai Cisadane dan Air Situ Cipondoh yang diambil dari intake air baku PDAM Tangerang. Serbuk MoM ± 2300 nm dan MoN ± 300 nm Bahan kimia yang digunakan meliputi bahan komersil untuk uji kualitas air, seperti serbuk indikator ferrover, larutan pereaksi salisilat, serbuk indikator sulfaver , sebuk indikator nitraver, serbuk indikator nitriver, larutan kalium hidroksida dan bahan lainnya. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat jar test, pH meter Myron L ARH1, thermometer digital, conductometer Myron L ARH1, turbidity meter HANNA Instrument, UV-Vis Spectrophotometer Perkin Elmer, magnetic stirrer Cymarec2, cuvet, dan alat gelas lainnya. Prosedur Analisis Data Prosedur kerja terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan dan karakterisasi biji moringa, penentuan kondisi optimum, uji efektivitas biji moringa dalam perbaikan kualitas berbagai sampel air pada skala laboratorium, dan uji efektivitas biji moringa dalam perbaikan kualitas sampel air limbah laboratorium pada skala besar scale up. Uraian prosedur analisis proksimat dan pengujian kualitas air disajikan pada Lampiran 1. Persiapan dan Karakterisasi Biji Moringa Buah moringa dipilih yang berkualitas baik dan kering. Selanjutnya kulit biji dikupas. Isi biji moringa kemudian dihaluskan dengan blender dan dilanjutkan dengan digiling dengan HEM sampai didapatkan ukuran nano. Selanjutnya diuji karakteristiknya. Tahapan persiapan disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Tahapan persiapan dan karakterisasi biji moringa Uji kuantitatif senyawa keseluruhan menggunakan metode analisa proksimat untuk kadar air, kadar lemak, dan kadar protein total. Penentuan aktivitas protein terlarut dengan metode Lowry, sedangkan kadar air dan kadar abu dengan metode gravimetri. Uji berat molekul protein dilakukan dengan metode SDS-Page. Uji ukuran partikel menggunakan SEM, dan Particle Size Analyzer PSA. Uji kadar persenyawaan logam dengan XRF. Uji kadar asam amino dengan HPLC. Cara kerja analisa kadar protein AOAC 1999 disajikan pada Lampiran 2, dan metode analisis asam amino disajikan pada Lampiran 3. Biji kelor dikeringkan Dihaluskan dengan blender Dihaluskan dengan HEM Disaring Lolos 100 mesh MoM Nano Partikel MoN Karakterisasi Diuji dengan PSA atau SEM Kadar Protein Lowry methode Kadar Lemak Proximat Kadar Air Gravimetri Kadar Abu Gravimetri Uji berat molekul SDS-Page methode Penentuan Dosis Optimum dan Aplikasi biokoagulan pada air baku Metode jar test, digunakan untuk menguji dosis optimum. Koagulan yang telah disiapkan, dimasukkan kedalam gelas beaker yang berisi 500 mL air sampel. Dicampurkan dan diaduk dengan cepat 150 rpm selama 5 menit, diikuti dengan pengadukan perlahan 50 rpm selama 15 menit, dan 30 rpm selama 30 menit. Suspensi dibiarkan selama 1 jam tanpa gangguan. Diambil supernatan dari masing-masing sampel untuk dilakukan pengujian parameter. Alur kerja penentuan kondisi optimum dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Alur kerja penentuan dosis optimum Setelah parameter diuji, dihitung persentase perubahannya dengan cara : Perubahan = N w −N r N w × 1 Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4. Setelah didapatkan dosis optimum, biokoagulan diaplikasikan pada berbagai sampel air. Sampel air yang diuji meliputi ais Sungai Cisadane, air Situ Cipondoh, air limbah pabrik bioetanol Thin Stilage dan air limbah laboratorium. Diagram alir penggunaan biokoagulan serbuk biji moringa dalam air baku PDAM disajikan pada Lampiran 5. Uji Efektivitas Biji Moringa pada Skala Besar Scale up Uji efektivitas biji moringa dalam perbaikan kualitas sampel air limbah laboratorium dilakukan pada skala besar scale up. Semua parameter pengujian diuji coba kembali dengan metode scale up, setelah didapatkan kondisi optimum. Pada Gambar 7 diilustrasikan percobaan pada skala yang lebih besar scale up. koagulasi MoN MoM Sampel Air Parameter Turbiditas, konduktivitas, Temperatur dan pH Penentuan dosis optimum Gambar 7 Percobaan skala lebih besar scale up Kolam inlet 1 merupakan tempat penampungan limbah. Air limbah akan dialirkan oleh pompa 2 dan diatur dengan flowmeter 3 dengan kecepatan alir 100 ml per detik. Koagulan pada tangki 7 diijeksikan 1 ml per detik. Air limbah dan koagulan pada reaktor koagulasi 4 diaduk oleh pompa mixer 5 dan 6. Campuran air limbah dan koagulan dari reaktor koagulasi akan dialirkan. Residu masuk ke kolam sludge 8, sedangkan cairannya masuk ke kolam sedimentasi 9 supaya pengendapan atau koagulasi pengotor lebih optimal. Air limbah hasil pengolahan dialirkan ke tabung media filter 10, untuk selanjutnya bisa dilepas ke lingkungan. Standar operating procedure IPAL disajikan pada Lampiran 6. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi dan Penentuan Dosis Optimum Serbuk Biji Moringa

oleifera Sebagai Nanobiokoagulan dalam Proses Penjernihan Air. Proses pengolahan air baku menjadi air bersih, memerlukan sejumlah proses perlakuan, diantaranya penambahan koagulan seperti alum dan PAC untuk mengendapkan berbagai kotoran. Penggunaan koagulan dalam jumlah banyak secara terus menerus, dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan individu yang mengkonsumsi air hasil olahan, karena dimungkinkan ada koagulan yang masih tersisa, walaupun dalam jumlah kecil. Dari sisi ekologi, penggunaan koagulan sintetik akan menghasilkan sejumlah lumpur sisa pengendapan yang akan mencemari lingkungan, karena lumpur tersebut banyak mengandung alum dan senyawa hipoklorit lainnya yang berbahaya bagi lingkungan, karena relatif sukar didegradasi dan akan mengubah susunan hara tanah dan hara air dari keadaan normal. Penggunaan koagulan sintetik secara terus menerus menyebabkan ketergantungan pada produsen koagulan sintetik, yang didapat dengan cara impor dari luar negeri Amagloh dan Benang 2009. Selain bahan koagulan sintetis, terdapat bahan koagulan alami biokoagulan yang berasal dari tumbuhan tropis yang dapat digunakan sebagai koagulan seperti biji moringa Moringa oleifera. Diantara tanaman yang telah diuji seperti serbuk biji moringa, biji asam jawa, biji kecipir, dan biji flamboyan, serbuk biji moringa menunjukkan yang paling efektif sebagai koagulan untuk pengolahan air dan dapat dibandingkan dengan alum. Faktor yang mempengaruhi efektivitas serbuk biji moringa sebagai biokoagulan, adalah kandungan senyawa aktif yang terdapat di dalamnya. Ketika serbuk biji moringa digunakan sebagai koagulan, senyawa aktif tersebut akan terlarut dalam air dan kemudian bereaksi dengan zat-zat pengotor yang ada dalam air. Tentunya ukuran serbuk biji moringa akan berpengaruh terhadap banyaknya senyawa aktif yang terlarut. Semakin kecil ukuran serbuk biji moringa, maka akan semakin banyak senyawa aktif yang terlarut dalam air. Dalam penelitian ini, untuk menguji pengaruh ukuran partikel yang optimal, maka serbuk biji moringa dibuat variasi ukuran. Variasi ukuran serbuk moringa dikembangkan dari serbuk ukuran kasar sampai mendapatkan serbuk halus ukuran nano partikel. Serbuk kasar Moringa oleifera lolos ayakan 100 mesh dalam hal ini disebut MoM, sedangkan serbuk halus nano partikel dalam hal ini disebut MoN. Harapannya ukuran serbuk yang halus yang dikembangkan melalui nano teknologi lebih efisien dan tetap efektif sebagai koagulan. Sebelum diaplikasikan sebagai biokoagulan dalam proses penjernihan air, maka serbuk biji moringa perlu dikarakterisasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sifat antara MoM dan MoN. Persiapan Biokoagulan Biokoagulan dipersiapkan dengan beberapa tahapan yaitu pemanenan, pembuatan Serbuk biji moringa variasi ukuran dengan alat blender dan HEM setelah itu dilakukan analisa ukuran partikel dengan PSA dan SEM. Penanaman pohon moringa sampai berbunga dan berbuah memerlukan waktu sekitar 2 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Awaludin dan Panjaitan 2011. Gambar 8 menggambarkan pemanenan buah moringa. Panen buah dilakukan setelah buah moringa tua, ditandai dengan warna kulit buah coklat kehitaman dan mengering. Pemanenan dilakukan saat cuaca panas atau tidak sedang hujan. Hal ini ditujukan supaya buah moringa tidak lembab, sehingga tidak ditumbuhi jamur dan kapang, juga tidak hidup hewan kecil seperti kutu atau sejenis serangga yang biasa hidup dalam biji-bijian. a b c d Gambar 8 Foto tahapan pemanenan, pohon moringa a, buah moringa matang dan kering b, biji buah moringa c dan biji buah moringa kualitas baik d. koleksi pribadi Buah moringa diambil bijinya, dipilih biji yang berkualitas baik dan kering. Selanjutnya kulit biji dikupas untuk mendapatkan isi biji moringa berupa butiran berwarna putih kekuningan. Gambar 9 Isi biji moringa kemudian dihaluskan dengan blender guna mendapatkan serbuk biji moringa. a b c Gambar 9 Biji buah moringa sebelum dikupas a, setelah dikupas b, dan setelah diblender c.koleksi pribadi Penghalusan biji buah moringa menggunakan dua cara. Gambar 10 cara pertama dengan menggunakan Blender Philips HR1757 sehingga didapatkan serbuk biji moringa kemudian diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh. Bentuk serbuk kering tidak menggumpal. Selanjutnya diberi kode sampel MoM Moringa oleifera Mesh partikel. Cara kedua dengan menggunakan blender kemudian dilanjutkan HEM didapatkan serbuk halus ukuran nanometer, selanjutnya diberi kode MoN. Semakin lama waktu penggilingan akan menyebabkan serbuk menjadi menggumpal. a b Gambar 10 Serbuk biji moringa hasil HEM 3x30 menit a, 4x30 menit b. koleksi pribadi Serbuk biji moringa diuji karakteristiknya meliputi analisa proximat, untuk mengetahui komponen utama penyusun serbuk biji buah moringa. Ukuran Serbuk Biji Moringa Ukuran serbuk biji moringa dibuat bervariasi untuk mendapatkan ukuran nano partikel. Penghalusan biji moringa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan cara diblender kering dan lolos ayakan 100 mesh sampel 1, diblender basah dengan mencampur biji moringa dan aquades 1:1 sampel 2, diblender dan dilanjutkan digiling menggunakan HEM dengan variasi waktu 1 x 30 menit sampel 3, 2 x 30 menit sampel 4, 3 x 30 menit sampel 5, 4 x 30 menit sampel 6. Sampel 7 merupakan sampel 6 yang diperlakukan lebih lanjut dengan ultrasonifikasi. Tabel 2 menunjukan tampilan fisik serbuk moringa, ukuran partikel dan polidispersitas indeks yang diukur dengan PSA. Contoh hasil analisa ukuran serbuk, merujuk pada Lampiran 7. Tabel 2 Ukuran partikel serbuk biji moringa Sampel moringa Tampilan Fisik Rata-rata Ukuran Partikel nm Polidispersitas Indeks PI 1 Powder 2361.40 0.17 2 Pasta 1956.50 0.81 3 Powder 1811.80 1.54 4 Powder 1297.60 1.92 5 Powder 987.60 1.13 6 Mulai menggumpal 336.50 0.96 7 Menggumpal dan membentuk Gel 326.40 1.15 Serbuk kering tidak menggumpal. Serbuk mulai menggumpal. Biji moringa yang dihaluskan melalui penggilingan dengan blender kering sampel 1, berbentuk powder dan mempunyai ukuran rata-rata partikel 2361.40 nm dengan nilai Polidispersitas Indeks PI 0.17. Biji moringa I dihaluskan kembali melalui penggilingan dengan blender 2 ditambah aquades dingin sampel 2, berbentuk pasta dan mempunyai ukuran rata-rata partikel 1956.50 nm dengan nilai PI 0.81. Biji moringa yang dihaluskan melalui penggilingan dengan HEM 1 x 30 menit sampel 3, berbentuk powder dan mempunyai ukuran rata-rata partikel 1811.80 nm dengan nilai PI 1.54. Sampel 3 mempunyai ukuran partikel masih terlalu besar, demikan juga dengan nilai Polidispersitas Indeks yang besar, menunjukan ukuran partikel kurang seragam. Penggilingan dengan HEM terus dilanjutkan sampai 4 x 30 menit. Pada kondisi penggilingan ini didapatkan serbuk biji moringa mulai menggumpal. Hal ini karena biji moringa sudah mulai mengeluarkan minyak. Oleh sebab itu penggilingan dengan HEM tidak dilanjutkan. Ukuran partikel sebesar 336.50 nm dengan nilai PI 0.96. Selanjutnya untuk mendapatkan serbuk biji moringa yang lebih kecil, dilakukan proses Ultrasonifikasi. Hasil dari ultrasonifikasi, didapatkan bubuk biji moringa yang menggumpal dan membentuk gel, sehingga proses ini pun tidak dilanjutkan. Ukuran partikel yang didapat sebesar 326.40 nm dengan nilai PI 1.15. Nilai PI sampel 7 menjadi lebih besar dari hasil sampel 6 dikarenakan serbuk membentuk gel, sehingga sebaran partikel tidak merata. Setelah melihat data pada Tabel 2, dan mempertimbangkan tampilan fisik serbuk, ukuran partikel dan keseragaman ukuran biji moringa, maka sampel 6 dengan ukuran serbuk sekitar 336.50 nanometer dipilih untuk mewakili serbuk moringa ukuran nano partikel MoN. Ukuran serbuk sekitar 300 nm sudah bisa dikatakan partikel nano, sesuai dengan definisi yang diungkapkan oleh Buzea et al. 2007 bahwa ukuran partikel nano adalah 1 sampai 1000 nanometer. Proses yang dipilih untuk mendapatkan serbuk biji moringa ukuran nano partikel adalah dengan cara diblender kering dilanjutkan dengan penggilingan HEM selama 4 x 30 menit. Sampel 6 inilah yang akan digunakan selanjutnya sebagai serbuk biji moringa ukuran nano partikel MoN. Sedangkan sampel 1 yang merupakan hasil blender kering dan lolos ayakan 100 mesh, selanjutnya disebut sebagai MoM. a b Gambar 11 Foto data hasil SEM 500x a dan 10000x b Ukuran dan profil partikel serbuk biji moringa sampel 6 juga diuji dengan Scanning Electron Micrograph SEM. Data SEM diperbesar 500 kali Gambar 11a menunjukkan bahwa ukuran partikel kurang merata, ada yang masih besar dan ada yang sudah kecil. Ukuran terkecil dari data SEM adalah sekitar 150 nm. Selain itu dari gambar SEM diperbesar 10.000 kali Gambar 11b menunjukan profil serbuk berongga. Hasil XRD menunjukan serbuk biji moringa bersifat amorf bukan krista merujuk pada Lampiran 8. Penelitian lain tentang hasil SEM menunjukkan bahwa tipe morfology serbuk biji moringa cenderung membentuk aglomerat Kumari et al. 2006. Karakteristik Biokoagulan Serbuk Biji Moringa Pada penelitian ini serbuk biji moringa dibedakan menjadi dua jenis, berdasarkan perbedaan ukuran partikel, yaitu MoM dan MoN. Berikut adalah hasil uji tentang kandungan utama penyusun serbuk biji moringa. Komponen Utama Serbuk Biji Moringa Komponen utama penyusun serbuk biji moringa dianalisa melalui uji proksimat, meliputi kandungan total protein Kjeldahl method AOAC 1999, kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet, kadar air dan kadar abu berdasarkan metode AOAC 1995 Ruttarattanamongkol et al. 2014. Penyusun utama serbuk biji moringa MoM adalah Protein 44,65, minyaklemak 27.05, kadar air 10.86, kadar abu 3.79 dan lainnya 13.65 Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisa proximat serbuk biji moringa No Parameter MoM MoN 1 Kadar Air 10.86 ± 0.09 9.38 ± 0.17 2 Kadar Abu 3.79 ± 0.01 3.53 ± 0.05 3 Kadar Lemak 27.05 ± 0.00 26.98 ± 0.03 4 Kadar Protein 44.65 ± 3.73

44.41 ± 1.29

5 Lainnya 13.65 15.70 Kandungan utama penyusun serbuk biji moringa Mon adalah Protein 44.41, minyaklemak 26.985, kadar air 9.38, kadar abu 3.53 dan lainnya 15.70 Tabel 3. Tidak ada perbedaan kandungan utama penyusun yang cukup berarti antara MoM dan MoN. Protein total merupakan zat penyusun terbesar pada serbuk biji moringa, yaitu sekitar 44.65 pada MoM dan 44.41 pada MoN. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruttarattanamongkol et al. 2014 bahwa protein merupakan komponen penyusun terbesar sekitar 38.36. Kandungan protein total dari sampel MoM atau MoN, menunjukan angka yang relatif sama. Hal ini terjadi karena proses pengukuran kadar zat penyusun utama, menggunakan metode destruksi, yang memungkinkan zat terukur secara total. Jadi meskipun ukuran serbuk biji moringa berbeda, tidak menyebabkan perbedaan kandungan jenis zat penyusunnya. Serbuk biji moringa bisa digunakan sebagai koagulan alami, karena mengandung protein terlarut dalam air yang cukup tinggi. Protein tersebut bisa mengikat pengotor koloidal yang terdapat dalam air keruhkotor. Kandungan