2.2.2 Produksi Jagung Indonesia
Jagung merupakan tanaman potensial di Indonesia dan dibudidayakan hampir pada setiap provinsi di Indonesia. Produksi jagung yang utama terdapat
pada provinsi: Sumatera Utara, Lampung, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara
Park, 2001. Peningkatan kebutuhan jagung di dalam negeri berkaitan erat dengan
pesatnya perkembangan industri pangan dan pakan. Dewasa ini, sekitar 50 pakan ternak menggunakan jagung sebagai bahan baku Subandi et al., 1998.
Untuk memenuhi kebutuhan jagung di dalam negeri, terpaksa dilakukan impor yang besarnya mencapai 3.14 juta ton dengan nilai 1 juta USD BPS, 2011
b
. Upaya dalam meningkatkan produksi jagung di Indonesia dilakukan
dengan perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas jagung. Perluasan areal dapat diarahkan pada lahan-lahan potensial seperti lahan sawah irigasi, lahan
sawah tadah hujan, dan lahan kering yang belum dimanfaatkan untuk pertanian Luar Jawa. Peningkatan produksi jagung lebih banyak ditentukan oleh adanya
peningkatan produktivitas ketimbang perluasan areal tanam Darmardjati et al,. 2005.
Data luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung di Indonesia
Tahun Luas Panen ha
Produktivitas tonha Produksi ton
2007 3,630,324
3.660 13,287,527
2008 4,001,724
4.078 16,317,252
2009 4,160,659
4.237 17,629,748
2010 4,131,676
4.436 18,327,636
2011 3,861,433
4.565 17,629,033
Keterangan: angka ramalan ARAM II tahun 2011 Sumber: BPS, 2011
a
Meskipun produktivitas jagung nasional meningkat, namun secara umum tingkat produktivitas jagung nasional masih rendah yaitu 4.56 tonha 6.0
tonha. Produksi tahun 2011 menurun sebesar 698,603 ton 3.81 dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 478,040 ton dan
di luar Jawa sebesar 220,560 ton. Penurunan produksi tersebut terjadi karena
adanya penurunan luas panen sebesar 270,240 ha 6.54 dibandingkan tahun sebelumnya BPS, 2012.
Hasil penelitian jagung dari berbagai institusi baik pemerintah maupun swasta telah mampu menyediakan produksi jagung dengan potensi hasil sekitar
6.0-10.0 tonha sedangkan di tingkat petani, produktivitas jagung hanya berkisar antara 1.0-7.0 tonha Zubachtirodin et al., 2011.
Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani sangat beragam, bergantung pada orientasi produksi, kondisi kesuburan tanah, resiko yang dihadapi, dan
kemampuan petani untuk membeli atau mengakses sarana produksi. Penggunaan pupuk di kalangan petani juga sangat beragam. Petani yang berorientasi subsistem
atau semi komersial tidak memupuk atau memberikan pupuk pada takaran sangat rendah umumnya hanya urea sebanyak 100-150 kgha. Petani yang berorientasi
komersial umumnya menggunakan pupuk dalam jumlah besar, yaitu: urea 250- 700 kgha, SP-36 0-150 kgha, dan KCl 0-100 kgha. Penetapan jenis dan takaran
pupuk anorganik tersebut belum berdasarkan pada rekomendasi spesifik lokasi, sesuai hasil analisis tanah Damardjati et al., 2005.
Salah satu faktor penentu produktivitas jagung adalah populasi tanaman yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Populasi tanaman yang
dianjurkan untuk dipertahankan adalah 66,000 tanamanha jarak tanam 75x20 cm untuk satu tanamanlubang atau 75x40 cm untuk dua tanamanlubang. Pada jenis
tanah Latosol, Volkanis, Mediteran dan Podsolik, pemberian pupuk Urea dengan takaran 200-400 kgha memberikan efisiensi pemupukan untuk setiap kg hasil
jagung dari setiap kg Urea yang diberikan 6.0-7.5. Berdasarkan hasil penelitian di Maros pada tiga varietas hibrida dan dua varietas komposit menunjukkan bahwa
takaran pupuk Urea yang optimal untuk hibrida adalah 420 kgha dengan aplikasi sebanyak tiga kali Zubachtirodin et al., 2008.
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian