Telaah Pustaka Konsep Keragaman Tafsir Ibn Taimiyah Dan Aplikasinya Pada Jihād Fī Sabīlillāh Dalam Konteks Keindonesiaan

12 kategori ini seperti Khawârij, Râfidhah, Jahmiyyah, Qadariyyah, Murji’ah, dan lain sebagainya. 27 Perbedaan Kedua yang terjadi dalam tafsîr al- Qur’ân adalah keragaman tafsir ع ونتلا sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut karena konsep keragaman ternyata memiliki kemiripan pembahasan pada kajian al-mafhûm dalam ilmu mantiq dan konsep kegandaan makna Stephen Ullmann. Abdulhâdî al-Fadhlî dalam kitabnya Mu żakkarah al-Manṭiq menyatakan bahwa al-mafhûm dibagi menjadi dua, yaitu: al-kullî dan al- juz’î. Salah satu jenis al- mafhûm al-kullî adalah al- mutawâthi‘. Kata al-mutawâthi‘ berarti pemahaman yang dibawahnya mencakup pemahaman-pemahaman parsial yang setingkat. Seperti manusia, emas, dan lain sebagainya. 28 Pemahaman yang lebih mudah bisa dibaca dalam buku Ilmu Mantik; Teknik Dasar Berpikir Logik karangan Baihaki, A.K. pada pembahasan nau‘ hakîkî, sub-bab: Pembagian Lafal Kullî; bab III: Pembahasan tentang Lafal. Pada pembahasan ini, beliau menjadikan insân manusia sebagai contoh nau‘ yang berada dibawah 27 Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn Taimiyyah 661-728 H, Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr di-tahqîq oleh DR ‘Adnân Zarzûr Damaskus:…, Cet. II, 1392 H 1972 M h. 82 28 Abdulhâdî al-Fadhlî, Mudzakkarah …, h. 56-57 13 hayawân jins. Di dalam lafal insân manusia banyak hakikat yang sama, seperti: Amin, Mustafa, Hudari, Ali dan lain-lain. 29 Ibn Taimiyah adalah seorang ulama yang sangat produktif. Tidak hanya dalam ranah ilmu kalam dan fikih, sebetulnya beliau juga sangat produktif dalam menafsirkan al- Qur’an. Namun beliau belum pernah memiliki satu buku yang secara khusus menghimpun penafsiran-penafsiran tersebut. Sampai kemudian penafsiran- penafsiran beliau itu dikumpulkan menjadi satu. Orang yang pertama kali mengumpulkan dan menerbitkan tafsir beliau adalah Abd al- amad Syarf al- Dīn pada tahun 1374 H di India. Namun tafsir yang diterbitkan baru sebatas 6 surat saja: al- A’la, al-Syams, al-Lail, awal al-‘Alaq, al-Bayyinah dan al-Kāfirūn. 30 Abd Al-Ra ḥmān ibn Muhammad ibn Qāsim menyusun tafsir Ibn Taimiyah secara lengkap dan dimasukkan pada juz XIII – XVII dari penelitiannya yang kemudian diberi judul Majmū‘ al-Fatāwā li Ibn Taimiyah. 31 Muhammad al-Sayyid Glend juga mengumpulkan tafsir-tafsir Ibn Taimiyah melalui literatur-literatur yang sudah dicetak dan manuskrip- manuskrip yang belum dicetak. Namun Iyyād ibn AbdulLa ṭīf berpendapat bahwa buku żlend masih sangat kurang dan tidak banyak tambahan yang diberikan. Bahkan hampir sama dengan tafsir yang ada dalam 29 Baihaqi A. K., Ilmu Mantik; Teknik Berpikir Logik, Cet. I ttp. : Darul Ulum Press, 1996 h. 43 30 Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I di-ta ḥqīq oleh Iyyād ibn Abdil Lathīf ibn Ibrāhīm al-Qaysī, Cet. I Arab Saudi: Dār Ibn al-Jawzī, 1432 H h. 15 31 AbdurRa ḥmān ibn Muhammad ibn Qāsim adalah peneliti karya-karya Ibn Taimiyah 661-728 H yang kemudian dihimpun dalam sebuah buku yang diberi judul Majmū‘ al-Fatāwā li Ibn Taimiyah 661-728 H. 14 Majmū‘ al-Fatāwā. 32 Kemudian pada jilid ketiga penelitian ini terlihat pembahasan sama dengan pembahasan yang telah dilakukan oleh Abd al- amad Syarf al- Dīn. 33 Ulama terakhir yang mengumpulkan tafsir Ibn Taimiyah adalah Iyyād ibn AbdulLa ṭīf al-Qaysī. Beliau mengumpulkan berbagai tafsir Ibn Taimiyah dari kitab- kitabnya yang telah tercetak dan bahkan sebagian yang masih menjadi manuskrip dan belum tercetak. Beliau juga melakukan penelitian terhadap hadis-hadis, a ṡar- aṡar, dan pendapat-pendapat dalam tafsir ini. 34 Penelitian yang dilakukan al- Qaysī memberikan pemahaman kepadanya terhadap beberapa keistimewaan Ibn Taimiyah dalam menafsirkan al- Qur’ān. Di antaranya adalah konsistensi Ibn Taimiyah terhadap metode tafsir yang sistematis mulai menafsirkan al- Qur’an dengan al-Qur’an, hadis, perkataan sahabat, perkataan tabi‘īn. Ketika belum mendapatkan kejelasan setelah empat proses tersebut, hendaknya mengembalikan pada keumuman bahasa Arab. Ahli tafsir yang paling memahami bahasa Arab menurut Ibn Taimiyah adalah Ibn ‘Aṭiyyah yang keilmuannya bermażhab sibawaih dan orang-orang Baṣrah. 35 32 Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I …, h. 16 33 Artinya, Glend disinyalir telah melakukan plagiarism dalam penelitiannya. Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al- Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I …, h. 16 34 Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I …, h. 17 35 Peneliti melihat bahwa metode ini menunjukkan Ibn Taimiyah 661-728 H berasumsi bahwa makna al- Qur’an itu terintegrasi dengan sumber-sumber lainnya. Maka sumber dibawah al-Qur’an harus selalu menjadi support system dalam menguatkan makna al- Qur’an. Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al- Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I …, h. 16-17 15 P enelitian Iyyād ibn Abdullaṭīf al-Qaysī ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1432 H berdasarkan halaman sampul pada tafsir Ibn Taimiyah cetakan I. Kitab ini terdiri dari 7 jilid, berisi biografi Ibn Taimiyah sebagai seorang ahli tafsir, artikel berisi kesungguhan para ulama dalam mengumpulkan tafsir Ibn Taimiyah, kitab-kitab Ibn Taimiyah yang menjadi sandaran dalam penyusunan tafsir Ibn Taimiyah dan tafsir Ibn Taimiyah dari al-Fatihah sampai al-Nas. 36 Penelitian tentang Ahmad ibn Abdilhalîm Ibn Taimiyyah baik biografi maupun pemikiran-pemikirannya banyak menyedot perhatian para peneliti dari belum pernah tersentuh untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Di bawah ini adalah beberapa penelitian tentang Ibn Taimiyah yang berhasil penulis temukan. Fatimah Tuzzahro telah meneliti konsep keragaman Ibn Taimiyah dalam skripsinya yang berjudul Ibn Taimiyah dan At-Tafsir Al-Kabir. Beliau menukil konsep tersebut sebagaimana tertulis dalam kitab Muqaddimah fī Ushūl al-Tafsīr tanpa memberikan analisa lebih lanjut tentang konsep keragaman ini. Sedangkan tesis ini mencoba memetakan posisi konsep keragaman Ibn Taimiyah ini terhadap konsep- konsep lainnya yang tertulis dalam kitab Muqaddimah fī Ushūl al-Tafsīr dengan menambah pendekatan sejarah pada beberapa pembahasan. 37 36 Ahmad ibn Abdil alīm Ibn Taimiyah, al-Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr Juz I …, h. 637 37 Fatimah Tuzzahro, Ibn Taimiyah dan At- Tafsīr al-Kabīr Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, 2001 h. 29-32 16 Pada penelitian selanjutnya, penulis mendapatkan pembahasan Dikotomi Mutawatir – Ahad Studi Atas Pemikiran Ibn Taimiyah yang diteliti oleh Koiril Anwar. Penelitian itu sama sekali tidak menyebutkan hadis-hadis atau konsep hadis yang berhubungan dengan konsep keragaman Ibn Tamiyah. Ada satu pembahasan yang memiliki korelasi terhadap konsep keragaman Ibn Taimiyah, yakni Sikap Ibn Taimiyah Ahli Ra’yu. Hal ini terkait ra’yu bayānī yang digunakan oleh Ibn Taimiyah dalam memahami konsep keragaman yang ia usung. Tampak bahwa ra’yu yang dimaksud peneliti dalam skripsinya adalah ra’yu burhānī. Namun sesungguhnya peneliti sedikit menyinggung masalah ra’yu bayānī ketika mengatakan “Standar dalil rasio disebutkan dalam Al- Qur’an” – yang dipahami secara simpel 38 – walaupun tidak secara eksplisit. 39 Pembahasan makna jihad sudah diteliti oleh Erwin Notanubun melalui pendekatan historis, tepatnya melalui kerangka ayat-ayat makkiyah dan madaniyah. Pendekatan ini mampu menjadikan makna jihad lebih luas. 40 Walaupun memiliki hasil yang mirip dengan tesis ini, namun tesis ini tidak hanya menggunakan pendekatan historis saja. Karena aplikasi Metode lingustik dengan menggunakan konsep keragaman Ibn Taimiyah yang akan dilakukan pada penelitian tesis ini juga 38 Sebagaimana konsep Ibn Taimiyah untuk menggunakan keumuman bahasa Arab untuk memahami Al- Qur’an. Ahmad ibn Abdul alīm Ibn Taimiyah 661-728 H, Muqaddimah…, h. 105 39 Khoirul Anwar, Dikotomi Mutawatir – Ahad Studi Atas Pemikiran Ibn Taimiyah Yogyakarta: Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2004 h . 60 40 Erwin Notanubun, Respon Sarjana Muslim Indonesia Terhadap Penafsiran Kelompok Teroris tentang Ayat-ayat Jihad; Studi atas Pandangan Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, 2011 h. 90 17 akan memperluas makna jihad bahkan lebih luas dibanding hanya menggunakan pendekatan historis.

E. Kerangka Teori

Ibn Taimiyah adalah pribadi yang kotroversial. Banyak di antara ulama yang menganggap beliau sebagai seorang ulama besar. Namun tidak sedikit di antara para ulama yang tidak sependapat dengan beliau bahkan cenderung memusuhi beliau. Salah satu penyebab terjadinya clash di antara para ulama dalam melihat Ibn Taimiyah adalah masalah otentisitas sumber yang digunakan untuk menggali informasi tentangnya serta realitas perbedaan ilmu kalam, fikih dan metode berfikir antara Ibn Taimiyah dengan golongan ulama lainnya. Terlebih lagi sikap kritis dan pemberani yang melekat pada diri Ibn Taimiyah menyebabkan orang yang tidak suka kepada beliau bertambah banyak. Maka untuk menjaga objektivitas kajian terhadap biografi beliau, akan dilakukan studi komparasi antara sumber-sumber yang berbicara mengenai biografi Ibn Taimiyah. Setelah alur sejarah Ibn Taimiyah dapat terurai, maka dilakukan studi kritis terhadap alur tersebut. Sebuah kronologi sejarah haruslah integral, saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri. Maka akan terbaca bagaimana karakter Ibn Taimiyah sebagai ulama pada masa itu. Apakah beliau termasuk ulama yang memiliki kejujuran ilmiah, berintegritas, konsisten dan murni seorang akademisi yang tidak memiliki 18 tendensi apapun atau beliau hanyalah seorang ulama penjilat penguasa, hipokrit, tidak berintegritas dan tidak konsisten dengan pendapat-pendapatnya. Perbedaan terbagi menjadi dua, tu ḍād dan tanawwu‘. Perbedaan tuḍād adalah perbedaan yang kontradiktif sehingga dua atau lebih pendapat yang berbeda tidak dapat dibenarkan semua, namun hanya bisa diambil sebagian saja. Sedangkan tanawwu‘ adalah perbedaan antara dua atau lebih pendapat yang dapat dibenarkan semuanya. Ibn Taimiyah 661-728 H berpendapat bahwa perbedaan tu ḍād dan tanawwu‘ muncul dari perbedaan sumber penafsirannya. Dalam kitab Majmû‘ al-Fatâwâ diungkapkan bahwa tafsir dapat dibagi berdasarkan sumbernya menjadi dua macam; Pertama, tafsir yang disandarkan pada periwayatan naql mu ṣaddaq. Macam pertama terbagi menjadi dua: a Mungkin mengetahui sa ḥīḥ maqbūl dan dha‘îf riwayat tersebut dan b Tidak mungkin mengetahui sahih dan ḍa‘îf riwayat tersebut. 41 Berdasarkan sumber pertama ini, dapat dipahami bahwa ketika terjadi perbedaan tafsir yang keduanya berasal dari sumber yang sa ḥīḥ maqbūl maka perbedaan ini adalah tanawwu‘. Jika pendapat pertama berdasarkan sumber yang sa ḥīḥ maqbūl sedangkan pendapat kedua berdasarkan sumber yang ḍa‘îf atau ditidak diketahui kualitas khabar-nya, maka perbedaan ini adalah tu ḍāḍ. 41 Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn Taimiyyah 661- 728 H, Majmû‘ al-Fatâwâ di-tahqîq oleh AbdurRahmân ibn Muhammad ibn Qâsim Arab Saudi: Mujamma‘ al-Mulk Fahd, …, 1426 H 1995 M h. 344. 19 Kedua, tafsir yang diketahui tidak berdasarkan periwayatan al- istidlāl al- mu ḥaqqaq. Macam kedua sering sekali terjebak pada dua kesalahan, yaitu: a kelompok yang telah memiliki konsep kemudian menjadikan al- Qur’ân sebagai penguat konsep tersebut, dan b kelompok yang menafsirkan al- Qur’ân hanya berdasarkan bahasa arab sebagaimana dituturkan oleh orang arab tanpa melihat situasi dan kondisi ayat tersebut turun dan mengenai siapa ayat tersebut turun. 42 Maka jika perbedaan itu bersumber dari dua kesalahan di atas, maka yang akan muncul adalah perbedaan tu ḍāḍ. Selanjutnya, penelitian ini hanya membahas perbedaan tanawwu‘ dan tidak membahas perbedaan tuḍāḍ. Asumsi yang ada adalah suatu perbedaan jika tidak masuk dalam kategori tanawwu‘ menurut konsep keragaman, maka itu perbedaan tu ḍāḍ. Konsep kegandaan makna Stephen Ullmann akan digunakan untuk mengokohkan konsep keragaman Ibn Taimiyah. Kegandaan makna adalah salah satu pembahasan ilmu semantik 43 yang benar-benar terjadi pada fenomena kebahasaan sehari-hari. Tidak terbatas pada satu bahasa saja, namun juga terjadi dalam bahasa Inggris, Indonesia, Arab dan lainnya. Konsep Stephen Ullmann paling tidak memiliki dua kesamaan pola dengan konsep Ibn Taimiyah. Pertama konsep name-sense 42 Ibid., h. 355. 43 Semantik merupakan bagian dari ilmu linguistik. Dua cabang utama ilmu linguistik yang berkaitan dengan makna adalah etimologi dan semantik. Etimologi adalah studi tentang asal usul makna. Sedangkan semantik adalah studi tentang makna kata. Sumarsono, Pengantar Semantik diadaptasi dari buku Semantics, An Introduction to the Science of Meaning karangan Stephen Ullmann Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet V, 2014 h. 1 20 Stephen Ullmann 44 memiliki kemiripan dengan konsep ibārah-musammā. Sedangkan kedua, konsep polisemi Stephen Ullmann sama persis dengan konsep musytarak Ibn Taimiyah walaupun objek pembahasannya pada bahasa yang berbeda. Ibn Taimiyyah – secara sadar atau tidak sadar – juga menggunakan ilmu mantik logika 45 untuk menguatkan hujjah-nya dalam memahami perbedaan tafsir yang terjadi dikalangan sahabat dan tâbi‘în. Beberapa bagian ilmu mantik logika yang digunakan oleh Ahmad ibn Abdilhalîm Ibn Taimiyyah untuk mengokohkan argumennya adalah konsep tentang makna. Ilmu man ṭiq membagi makna menjadi dua, yaitu: al- mafhūm wa al-miṣdāq. al-mafhūm adalah makna yang ada di dalam akal – masih berupa konsep. Contoh mafhūm manusia adalah makhluk hidup yang mampu berfikir. Makna yang demikian adalah makna yang ada dalam akal, maka disebut dengan al- mafhūm. Sedangkan al-miṣdāq 46 adalah makna yang berada diluar akal. Contoh mi ṣdāq manusia adalah Muhammad, Mukhtar, Mukhlas, Abror dan lain sebagainya. Makna yang demikian adalah makna yang berada di luar akal, yang empiris alias mampu diindera. Ibn Taimiyah telah memunculkan konsep keragaman dalam buku Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr. Penelitian yang beliau lakukan tidak lain berdasarkan 44 Ibid., h. 73-74 45 Ilmu mantik logika disusun dan disempurnakan oleh Aristoteles yang hidup antara tahun 384 SM sampai 322 SM. Kelompok safasthah yang selalu melakukan penyesatan-penyesatan berfikir agaknya menjadi faktor pendorong untuk mengkonstruksi ilmu logika untuk mendebat pendapat kelompok ini. Tantangan ini dijawab oleh Aristoteles 384-322 SM dan murid-muridnya, yang kemudian ilmu ini dikenal dengan sebutan ilmu mantik dikalangan umat Islam. Baihaqi A. K., Ilmu Mantik…, h. 2-3 46 al-Mi ṣdāq berasal dari kata al-mā ṣadaq atau al-man ṣadaq. Lih. Abdul Hādī al-Faḍlī, Mużakkarah al-Man ṭiq Qum, Irān: Mu’assasah Dār al-Kitāb al-Islāmī, …,… h. 54-55. 21 metode induktif. Data yang diperoleh adalah data-data dari pengalaman akademis beliau selama berkecimpung di dunia ilmiah. 47 Metode ini menghasilkan konsep keragaman yang telah terbukti berdasarkan data-data tersebut. Konsep yang telah terbentuk ini akan dibahas dan diaplikasikan pada beberapa fenomena kebahasaan dengan metode deduktif. Supaya pembahasannya semakin bermanfaat, maka penafsiran jihad juga akan diuji dengan konsep ini. Pengujian tafsir jihad dalam tafsir Ibn Taimiyah dilakukan dengan metode induktif. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian literatur terhadap tafsir Ibn Taimiyah yang telah diteliti oleh Iyyād ibn AbdulLaṭīf al-Qaysī. Setelah data didapatkan, maka perbedaan penafsiran dalam kata jihad fī sabililLāh dikaji. Kemudian ditentukan asal usul perbedaan tersebut apakah dari sumber otentik yang bisa diketahui ṣaḥīḥ-ḍa‘īf-nya atau merupakan ijtihad ulama. Klasifikasi perbedaan tersebut juga dibahas sehingga terungkap termasuk pada pola yang mana 48 perbedaan penafsiran jihad itu terjadi.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan di mana literatur memiliki peran sangat urgen dalam pengumpulan data dan sumber analisa. Data literatur digunakan sebagai data primer dalam tesis ini. Maka bisa dikatakan bahwa metode penelitan ini adalah literatur murni. 47 Sebagaimana disinyalir bahwa Ibn Taimiyah 661-728 H menulis Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsir pada akhir-akhir masa hidupnya. 48 Ada empat pola konsep keragaman yang akan dibahas pada bab ke-3. 22 Berbagai metode dan pendekatan akan digunakan untuk menyempurnakan penelitian ini. Studi komparatif akan dilakukan untuk menganalisis biografi Ibn Taimiyah secara kritis. Pendekatan bahasa digunakan untuk menganalisa fenomena konsep keragaman Ibn Taimiyah. Pendekatan sejarah digunakan untuk menambah data pemaknaan jihad dan pendekatan sosial dilakukan untuk mengetahui dampak sosial yang ditimbulkan dari penafsiran jihad. Beberapa elemen penting yang perlu diuraikan untuk menjadikan hasil penelitian ini bisa dipertanggungjawabkan yaitu: 1. Sumber Data a. Sumber data primer, berupa buku kumpulan karya-karya Ibn Taimiyah dibidang tafsir dan u ṣūl al-tafsīr. Buku tersebut adalah Muqaddimah fī U ṣūl al-Tafsīr yang diteliti dan disusun oleh ‘Adnān Zarzūr dan al- Jāmi‘ li Kalām al-Imām Ibn Taimiyah fī al-Tafsīr yang terdiri dari 7 jilid disusun oleh Iyyād ibn Abdil Lathīf al-Qaysī. b. Sumber data sekunder, berupa buku yang berbicara tentang biografi atau karya Ibn Taimiyah seperti: Syarh Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr li Ibn Taimiyyah karangan Musâ‘îd ibn Sulaimân ibn Nâshir al- Thayyâr, Ibn Taimiyah : Hayātuh wa ‘Ashruh – Arāuhu wa Fiqhuhu karangan Abu Zahrah, dan lain sebagainya. Begitu pula buku-buku lainnya yang terkait dengan pembahasan dalam tesis ini. Sebagai catatan, kami berusaha menggunakan sumber berbahasa Arab dengan