Rumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian
11
kitabnya Majmû‘ al-Fatâwâ beliau mengungkapkan bahwa tafsir dapat dibagi
berdasarkan sumbernya menjadi dua macam: 1 Tafsir yang disandarkan pada periwayatan dan 2 Tafsir yang diketahui tidak berdasarkan periwayatan. Macam
pertama terbagi menjadi dua: a Mungkin mengetahui sahih dan dha‘îf riwayat terseb
ut dan b Tidak mungkin mengetahui sahih dan dha‘îf riwayat tersebut.
25
Macam kedua sering sekali terjebak pada dua kesalahan, yaitu: a kelompok yang telah memiliki konsep kemudian menjadikan al-
Qur’ân sebagai penguat konsep tersebut, dan b kelompok yang menafsirkan al-
Qur’ân hanya berdasarkan bahasa arab sebagaimana dituturkan oleh orang arab tanpa melihat situasi dan kondisi ayat
tersebut turun dan mengenai siapa ayat tersebut turun.
26
Tafsir-tafsir yang terjebak pada dua kesalahan di atas bisa dikatakan sebagai sumber munculnya perbedaan yang kontradiktif
داضتلا. Ahmad ibn Abdilhalîm Ibn Taimiyyah menerangkan lebih lanjut dalam kitab Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr
bahwa ada kitab-kitab tafsir yang terjerumus pada dua poin tersebut, seperti: Tafsir Abd Al-Rahmân ibn Kaisân al-
Asham Syaikh Ibrâhîm ibn Ismâ‘îl ibn ‘Ulyah, Abu ‘Alî al-Jubbâ’î, Tafsir al-Kabîr karangan al-Qâdhi ‘AbdulJabbâr ibn Ahmad al-
Hamdânî, ‘Alî ibn ‘Îsâ al-Rummânî dan al-Kasyâf karangan Abû al-Qâsim al- Zamakhsyarî. Mereka adalah para mufassir
beraliran mu‘tazilah yang menjadikan al- Qur’ân sebagai justifikasi terhadap alirannya. Aliran-aliran lain yang masuk dalam
25
Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn Taimiyyah 661- 728 H, Majmû‘ al-Fatâwâ di-tahqîq oleh
AbdurRahmân ibn Muhammad ibn Qâsim Arab Saudi: Mujamma‘ al-Mulk Fahd, …, 1426 H 1995 M h. 344.
26
Ibid., h. 355.
12
kategori ini seperti Khawârij, Râfidhah, Jahmiyyah, Qadariyyah, Murji’ah, dan lain sebagainya.
27
Perbedaan Kedua yang terjadi dalam tafsîr al- Qur’ân adalah keragaman tafsir
ع ونتلا sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut karena konsep keragaman ternyata memiliki kemiripan pembahasan pada
kajian al-mafhûm dalam ilmu mantiq dan konsep kegandaan makna Stephen Ullmann.
Abdulhâdî al-Fadhlî dalam kitabnya Mu żakkarah al-Manṭiq menyatakan
bahwa al-mafhûm dibagi menjadi dua, yaitu: al-kullî dan al- juz’î. Salah satu jenis al-
mafhûm al-kullî adalah al- mutawâthi‘. Kata al-mutawâthi‘ berarti pemahaman yang
dibawahnya mencakup pemahaman-pemahaman parsial yang setingkat. Seperti manusia, emas, dan lain sebagainya.
28
Pemahaman yang lebih mudah bisa dibaca dalam buku Ilmu Mantik; Teknik Dasar Berpikir Logik karangan Baihaki, A.K. pada pembahasan
nau‘ hakîkî, sub-bab: Pembagian Lafal Kullî; bab III: Pembahasan tentang Lafal. Pada pembahasan ini,
beliau menjadikan insân manusia sebagai contoh nau‘ yang berada dibawah
27
Ahmad ibn AbdulHalîm Ibn Taimiyyah 661-728 H, Muqaddimah fî Ushûl al-Tafsîr di-tahqîq oleh DR ‘Adnân Zarzûr Damaskus:…, Cet. II, 1392 H 1972 M h. 82
28
Abdulhâdî al-Fadhlî, Mudzakkarah …, h. 56-57