Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Indonesia

(1)

S K R I P S I

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR:1/POJK.07/2013 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PERBANKAN DI

INDONESIA

(Studi pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri)

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - tugas dan Memenuhi Syarat - syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DIMAS ADIPUTRA ARIEANDRA 110200035

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN ( Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR:1/POJK.07/2013 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PERBANKAN DI

INDONESIA

(Studi pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

DIMAS ADIPUTRA ARIEANDRA 110200035

Mengetahui:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum NIP. 196603031985081002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sinta Uli, SH.,M.Hum Puspa Melati,SH., M.Hum


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : DIMAS ADIPUTRA ARIEANDRA NIM : 110200035

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN DAGANG

JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA

KEUANGAN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PERBANKAN DI INDONESIA (Studi pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri)

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis ini di atas adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, April 2015

Dimas Adiputra Arieandra NIM. 110200035


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada nabi besar dan junjungan kita, Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini guna penyelesaian studi untuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PERBANKAN DI INDONESIA (Studi pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri), yaitu membahas tentang Kegiatan Bank khususnya Bank Mandiri yang di wakili Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri dalam melayani nasabahnya yang menjunjung tinggi perlindungan konsumen sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan kepada pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalani kehidupan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (USU), yaitu :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan. 2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum


(5)

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM. Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Dr. OK. Saidin SH, M.Hum. Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU. Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum. Selaku Ketua Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU

6. Ibu Sinta Uli, SH, M.Hum. Selaku ketua Ketua Program Kekhususan Perdata Dagang Fakultas Hukum USU dan Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Puspa Melati,SH, M.Hum. Selaku dosen pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam menyelesaikan skipsi ini.

8. Bapak Ramli Siregar, SH, M.Hum. Selaku Dosen Akademik penulis.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

10. Teristimewa, kedua orang tua penulis Bapak Arie Wishnu Gautama, SH, M.Hum dan Ibu Sandra Kusharini yang telah banyak memberikan doa, dukungan, semangat, tenaga, nasehat dan bimbingan kepada penulis selama ini.

11. Pihak Bank Mandiri KCP Komplek Cemara Asri, Bapak Risdianto selaku Kepala Cabang Bank Mandiri KCP Komplek Cemara Asri beserta karyawan


(6)

yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Terhormat, Ustadz Dr.Sulaiman, Lc yang membimbing penulis dalam mempelajari ilmu agama islam.

13. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil, kakek dan nenek penulis Hj.Rosita Ekowati dan H.Soedjono (alm). 14. Teman Istimewa bagi penulis Sherly Rezeki Siregar yang selalu mendukung

penulis dan Ibu Ermalia Nasution dan Om Parlan yang memberikan nasehat kepada penulis dalam berbagai hal.

15. Sahabat-sahabat yang telah mengisi hari-hari penulis Rudi Hartanto, Muhammad Fathurahman , Astri Rahmadhani Sipahutar, dan Nabila Fadhlan, kemudian teman - teman dari grup CIA yang menemani penulis walaupun kadang tidak jelas, Ravicky, Mutiara, Faisal Dalimunthe, Meirani Purba, Pudja Eka,Noviliana, Stephani kemudian Chritin,Via,Rika,Yusuf,Albert, Junanda dan Pratiwi.

Penulis menyadari terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penegakan hukum di NKRI.

Medan, April 2015


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..……i

DAFTAR ISI……….……….…….iv

. ABSTRAK………..….vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang………....1

B. Permasalahan………..………...….6

C. Tujuan Penulisan………...……….…...7

D. Manfaat Penulisan………..……….…….…...7

E. Metode Penulisan………...……….……8

F. Sistematika Penulisan………...………...11

G. Keaslian Penulisan………...12

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA A. Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen………...14

B. Tujuan Perlindungan Konsumen dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen………...………...…22

C. Hak dan Kewajiban dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen...29

BAB III. PERANAN BANK DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM KEHIDUPAN PERBANKAN A. Pengertian Bank dan Nasabah serta Hubungan Hukumnya dengan Bank………...………...…..41

B. Tugas Otoritas jasa Keuangan serta Implementasinya………...56

C. Hubungan Hukum antara Bank dan Otoritas Jasa Keuangan serta perannya………..………..………..64


(8)

BAB IV. PENERAPAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN PADA BANK MANDIRI CABANG KOMPLEK CEMARA ASRI

A. Tanggung Jawab Bank Terhadap Perlindungan Konsumen Nasabah Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri………...……68 B. Pelaksanaan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013

Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.………..…...76 C. Penyelesaian Sengketa yang Timbul Dalam Pelaksanaan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan...96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………..…………...………….…105

B. Saran……….………...…108

DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

Dimas Adiputra Arieandra * Sinta Uli **

Puspa Melati ***

Adapun yang menjadi judul dari skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis terhadap penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan di Indonesia (Studi pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri). Permasalahan yang di bahas dalam skripsi ini adalah Tanggung Jawab Bank terhadap perlindungan konsumen nasabah,pelaksanan dari POJK Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang PErlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Penyelesian Sengketanya dan di lakukan penelitian pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif-empiris, penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara secara langsung kepada pihak Bank Mandiri KCP Komplek Cemara Asri sebagai pelaku usaha Perbankan. Penelitian normatif dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku guna memperoleh data sekunder dan ensiklopedia sebagai bahan data tersier. Penerapan dari peraturan ini merupakan suatu hal yang harus di patuhi dan di pahami oleh tiap - tiap lembaga keuangan baik bank maupun non bank agar tetap menciptakan suasana kehidupan perbankan yang menjaga keamanan, kenyamanan dan kepercayaan nasabah selaku konsumen perbankan. Di perlukannya wadah yang jelas dalam masing - masing pelaku usaha jasa keuangan untuk menampung adanya pengaduan nasabah yang mengalami kerugian akibat kelalaian ataupun penyalahgunaan weweng yang di lakukan oleh pegawai maupun pengurus dari suatu lembaga keuagan. Adanya Peraturan ini dan beberapan peratura lainnya menjamin bahwa kewajiban suatu Bank untuk menyediakan suatu unit kerja khusus yang menangani pengaduan konsumen. Adanya pengaduan dapat di selesaikan baik melalui jalan di selesaikan dengan internal bank sampai dengan jalur non litigasi maupun litigasi.

Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan,Perlindungan Konsumen, Nasabah

∗ Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(10)

ABSTRAK

Dimas Adiputra Arieandra * Sinta Uli **

Puspa Melati ***

Adapun yang menjadi judul dari skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis terhadap penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan di Indonesia (Studi pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri). Permasalahan yang di bahas dalam skripsi ini adalah Tanggung Jawab Bank terhadap perlindungan konsumen nasabah,pelaksanan dari POJK Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang PErlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Penyelesian Sengketanya dan di lakukan penelitian pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif-empiris, penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara secara langsung kepada pihak Bank Mandiri KCP Komplek Cemara Asri sebagai pelaku usaha Perbankan. Penelitian normatif dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku guna memperoleh data sekunder dan ensiklopedia sebagai bahan data tersier. Penerapan dari peraturan ini merupakan suatu hal yang harus di patuhi dan di pahami oleh tiap - tiap lembaga keuangan baik bank maupun non bank agar tetap menciptakan suasana kehidupan perbankan yang menjaga keamanan, kenyamanan dan kepercayaan nasabah selaku konsumen perbankan. Di perlukannya wadah yang jelas dalam masing - masing pelaku usaha jasa keuangan untuk menampung adanya pengaduan nasabah yang mengalami kerugian akibat kelalaian ataupun penyalahgunaan weweng yang di lakukan oleh pegawai maupun pengurus dari suatu lembaga keuagan. Adanya Peraturan ini dan beberapan peratura lainnya menjamin bahwa kewajiban suatu Bank untuk menyediakan suatu unit kerja khusus yang menangani pengaduan konsumen. Adanya pengaduan dapat di selesaikan baik melalui jalan di selesaikan dengan internal bank sampai dengan jalur non litigasi maupun litigasi.

Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan,Perlindungan Konsumen, Nasabah

∗ Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum Perbankan di Indonesia merupakan hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan yang berlaku sekarang di Indonesia. Dengan demikian,berarti akan membicarakan aturan-aturan perbankan yang masih berlaku sampai saat ini,sedangkan peraturan perbankan yang pernah berlaku pada masa yang lalu hanya dibahas apabila keterkaitan dengan ketentuan yang berlaku saat ini atau pembahasan dalam kerangka sejarah perbankan di Indonesia.1

Seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan ,yurisprudensi,doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang menngatur masalah-masalah perbankan seperti lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari,rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,perilaku petugas-petugasnya,hak, kewajiban,tugas , dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan,apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank,eksistensi perbankan, dan lain-lain yang bekenaan dengan dunia perbankan.

Hukum perbankan di Indonesia menurut penjelasan di atas merupakan penjelasan secara luas dari ruang lingkup dan cakupan dari Hukum Perbankan itu sendiri namum bukan merupakan definisi operasional.

Adapun Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah

2

1

Djumhana,Muhammad,Hukum Perbankan di Indonesia,Cetakan ke 7,Bandung:Citra

Aditya bakti,2012.

2

Hermansyah,2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Edisi Kedua,Jakarta;Kencana

,hal 39 ,

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,


(12)

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,kegiatan usaha,serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Bank secara sederhana adalah suatu wadah untuk menyimpan dan meminjam uang yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk suatu kepentingan tertentu. Untuk itulah pengertian bank merupakan tempat menempatkan uang bagi individu maupun kelompok yang memiliki kelebihan uang maupun bagi individu maupun kelompok tertentu karena untuk suatu tujuan mendesak di masa yang akan datang. Kemudian bagi individu yang memerlukan uang dapat melakukan peminjaman sejumlah uang di bank dengan persyaratan tertentu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,kata Bank diberikan pengertian sebagai berikut :

Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran

Ada lima Fungsi pokok yang harus dilaksanakan bank dalam menjalankan kewajibannya,yaitu :

1. Menghimpun Dana 2. Memberi Kredit

3. Memperlancar Lalu Lintas Pembayaran bank, pengiriman

uang,pembukuan L/C, dan inkaso. 4. Media Kebijakan Moneter


(13)

5. Penyedia Informasi,Pemberian Konsultasi,dan Bantuan Penyelenggaran Administrasi.3

Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana di bank, sangat terkait dengan masalah kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Dan, lembaga perbankan adalah sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Tanpa kepercayaan dari masyarakat, bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Sehingga tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan nasabah.

Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas suatu perjanjian. Untuk itu, tentu adalah sesuatu yang wajar apabila kepentingan dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Tidak dapat disangkal bahwa memang telah ada political will dari pemerintah untuk melindungi kepentingan nasabah bank, terutama nasabah penyimpan dana. Ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Hukum Perlindungan Konsumen dewasa ini medapat cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna menyejahterakan masyarakat, buka saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan konsumen,namun pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban.Pemerintah berperan mengatur,mengawasi,dan mengontrol sehingga

3


(14)

tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan menyejahterakan masyarakat secara luas dan tercapai.4

Sebagaimana diketahui,sebelum berlakunya Undang - undang n=Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2004,status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai pembantu Pemerintah.Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter harus sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan dewan moneter yang di pimpin oleh Menteri Keuangan.Hal yang berkaitan dengan tidak tegasnya rumusan tujuan dan tugas pokok Bank Indonesia sebagai Bank Sentral.Dalam Undang -Undang Nomor 13 Tahun 1968 tidak dirumuskan secara multi tujuan pokok Bank Indonesia.

Nasabah selaku konsumen dan Bank selaku pelaku usaha dijamin keamanannya dalam beroperasi melaksanakan transaksi ekonomi dan kegiatan ekonomi lainnya dengan adanya perlindungan konsumen ini.Maka dari itu UU Perbankan yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 menjamin para pihak dalam melaksanakan transaksi ekonomi yang berkaitan dengan perbankan serta hak dan kewajiban dari nasabah selaku konsumen diatur secara jelas dalam Undang - undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

5

Sejarah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan adalah membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundang-undangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap Bank akan

4

Kristiyanti,Celina Tri Siwi,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Sinar Grafika,2011

hal 1

5


(15)

dilakukan oleh lembaga pengawasan sector jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. Dengan melihat ketentuan tersebut, maka telah jelas tentang pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen harus dibentuk. Dan bahkan pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember 2002, dan hal tersebutlah yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan.Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengwasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sector Pasar Modal, dan sector IKNB.

Salah satu tujuan dari Otoritas Jasa Keuangan adalah Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,maka dari itu tujuan ini sejalan dengan keinginan Negara untuk menjamin kepastian hukum antara Nasabah selaku konsumen dan Bank selaku pelaku usaha.

Perlindungan Konsumen di sektor jasa keuangan bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan Konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan Konsumen, dan menumbuhkan kesadaran Pelaku Usaha Jasa Keuangan mengenai pentingnya perlindungan Konsumen sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan.Hasil nyata yang diharapkan antara lain Pelaku Usaha.

Karena hal tersebut di atas Otoritas Jasa Keuangan selaku badan pengawas perbankan pengganti Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor:1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,guna mengawasi perlindungan Konsumen Nasabah dalam


(16)

kegiatan Perbankan di Indonesia. Bank Mandiri yang dikhususkan pada Bank Mandiri Komplek Cemara asri merupakan salah satu lembaga keuangan yang harus menerapkan peraturan yang dikeluarkan otoritas jasa keuangan.

Bank Mandiri merupakan lembaga keuangan yang sudah melaksanakan fungsi perbankan nya sejak tahun 1998 melayani rakyat Indonesia dalam melaksanakan aktifitas perbankan. Nasabah Bank Mandiri tersebar luas di seluruh penjuru Indonesia dengan berbagai keperluan dan kepentingan tertentu dan Bank Mandiri mempunyai beragam produk jasa keuangan guna memenuhi kebutuhan dan keperluan nasabah - nasabahnya di seluruh penjuru Indonesia maupun dalam kancah internasional.

Dengan adanya peraturan otoritas jasa keuangan nomor : 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen dalam Sektor Jasa Keuangan maka Bank Mandiri harus menerapkan serta tunduk pada peraturan tersebut dalam melaksanakan dan melayani nasabahnya. Produk jasa yang ditawarkan juga harus menyesuaikan degan adanya pengaturan yang ditetapkan oleh otoritas jasa keuangan baik mengenai produk jasa, hak dan kewajiban sampai penyelesaian sengketa apabila terjadi pengaduan nasabah.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang yang telah di sebutkan diatas, maka diperoleh beberapa masalah yang penting untuk diajukan, yakni sebagai berikut :

1. Bagaimana Tanggung Jawab Bank untuk memberi Perlindungan

Konsumen pada Nasabah pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri?


(17)

2. Bagaimana Penerapan Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor;:1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri?

3. Bagaimana penyelesaian yang di lakukan pihak bank apabila terjadi permasalahan pada penerapan Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor;:1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pertanggung jawaban yang dilakukan oleh Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri dalam menjamin perlidungan konsumen nasabahnya.

2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Penerapan Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan pada program-program yang dikeluarkan Bank Mandiri cabang Cemara Asri.

3. Untuk mengetahui Penyelesaian sengketa yang timbul pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri dalam menerapkan perlindungan konsumennya sesuai dengan Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor:1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

D. MANFAAT PENULISAN


(18)

dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Manfaat teoritis

Penulisan skripsi ini saya harapkan dapat menjadi bahan pemikiran bagi berlangsungnya perlindungan konsumen di Indonesia khususnya bagi perlindungan hukum dari nasabah,serta dapat menjadi sumbangsih ilmu perlindungan konsumen khusunya di bidang perbankan di Indonesia.

Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini saya harapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan fungsinya pada praktisi perbankan di Indonesia khususnya bank,serta dapat menjadi evaluasi bagi pengawas perbankan Indonesia yaitu Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugasnya dalam melakukan perlindungan bagi konsumen,yaitu nasabah serta pengawasan bagi pelaku usahanya yaitu bank.

E. METODE PENELITIAN

1.Jenis Penelitian

Ada dua jenis penelitian hukum yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Soerjono Soekanto bahwa :

Penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas yang pertama, Penelitian hukum normatif,yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum,penelitian terhadap sistematika hukum,penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum,penelitian sejarah hukum,dan penelitian perbandingan hukum. Kedua,Penelitian hukum sosiologis atau empiris,yang


(19)

mencakup,penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian efektivitas hukum.6

2. Jenis data dan bahan hukum

Dalam skripsi ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif empiris yaitu sebuah bentuk/ jenis penelitian yang mengandalkan data dan informasi tentang hukum, baik bahan hukum primer berupa wawancara dan peraturan perundang – undangan , bahan hukum sekunder berupa karya ilmiah dan buku maupun bahan hukum tersier berupa ensiklopedia.

Adapun pembagian bahan yang di gunakan dalam penelitian dalam skripsi ini adalah :

a. Bahan Hukum Primer : Norma atau kaedah dasar,Peraturan dasar, Peraturan perundang-undangan , yurisprudensi, bahan hukum yang tak dikodifikasi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan

b. Bahan hukum sekunder ,yang memberikan penjelesan mengenai bahan hukum primer,misalnya rancangan undang-undang,hasil penelitian,hasil karya dari kalangan hukum,dan seterusnya.

c. Bahan hukum tersier, yatu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,misalnya kamus,ensiklopedia,indeks komulatif dan seterusnya.7

Pada skripsi ini menggunakan bahan hukum baik primer,sekunder maupun bahan tersier.Bahan hukum primer yang digunakan antara lain peraturan perundang-undangan yang mengenai perlindungan konsumen serta mengenai perbankan misalnya Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor:

6

Fajar,Mukti dan Achmad,Yulianto,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010. Hal.153

7


(20)

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta wawancara kepada Kepala Cabang dan Customer Service Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri ,UU Perbankan yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 dan Undang - undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Bahan Hukum sekundernya meliputi karya ilmiah para ahli hukum dan buku yang mendukung bahan hukum primer serta Bahan hukum tersier dari ensiklopedi dan lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Dalam penelitian Hukum Normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan hukum primer ,sekunder dan tersier,yaitu dapat dilakukan dengan membaca,mendengar maupun penelurusan di internet.

b. Dalam penelitian Hukum Empiris dapat dilakukan dengan 3 teknik yaitu wawancara,kuesioner dan observasi.8

Penelitian dalam penulisan dkripsi ini menggunakan penelitian Hukum normatif dengan cara melakukan studi kepustakaan serta penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara pada pelaku usaha, yaitun dalam hal ini Kepala Cabang dan Costumer Service Bank Mandiri cabang Komplek Cemara Asri

4.Analisa

Analisa pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan secara perundang-undangan.Pendekatan secara perundangan-undangan karena penulis menggunakan Peraturan Otoritas jasa Keuangan

8


(21)

Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah terhadap konsumen perbankan khususnya bank dan nasabahnya.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibuat secara teliti,sistematis,tegas dan jelas agar memberikan kemudahan dalam membaca, memahami makna dan dapat pula memperoleh manfaatnya serta dapat dijadikan bahan pemikiran dari yang membaca skripsi ini. Keseluruhan penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara satu dengan yang lainnya yang menjadi suatu bahan pertimbangan keilmuan.Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bab I mengenai latar belakang dilakukannya penulisan ini serta diuraikan permasalahan yang timbul yang berdasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan. Adapun isi dari bab I ini antara lain tujuan penulisan,manfaat penulisan,metode penulisan, sistematika penulisan dan

keaslian penulisan.

b. Bab II dibahas mengenai tinjauan umum tentang perlindungan konsumen di Indonesia karena bahasan dalam penulisan skripsi ini menyangkut hukum perlindungan konsumen khususnya di bidang perbankan.Isi dari bab II ini antara lain Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen, Tujuan Perlindungan Konsumen dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumendan Hak dan Kewajiban dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen.

c. Bab III akan membahas mengenai tinjauan umum tentang bank dan otoritas jasa keuangan,yang dapat dijabarkan menjadi Pengertian Bank dan


(22)

Nasabah serta Hubungan Hukumnya dengan Bank, Tugas Otoritas jasa Keuangan serta Implementasinya serta Hubungan Hukum antara Bank dan Otoritas Jasa Keuangan serta perannya.

d. Bab IV akan dibahas mengenai penelitian yang dilakukan guna mendukung penulisan skripsi ini yaitu membahas penerapan peraturan otoritas jasa keuangan tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan pada bank mandiri cabang komplek cemara asri yang dapat dijabarkan menjadi tanggung jawab bank mandiri terhadap perlindungan konsumen nasabah pada bank mandiri cabang komplek cemara asri,penerapan peraturan otoritas jasa keuangan nomor:1/POJK.07/2013 tentang perlindungan konsumen pada bank mandiri cabang komplek cemara asri serta penyelesaian sengketa yang dihadapi dalam menerapkan peraturan tersebut.

e. Bab V yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan diperoleh berdasarkan uraian dan penjelasan secara keseluruhan dari bab-bab terdahulu. Sedangkan saran-saran merupakan usul dari penulis terhadap topik yang dibahas.

G. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul Penerapan Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan terhadap perlindungan konsumen perbankan di Indonesia (studi pada Bank Mandiri Cabang Cemara Asri) , merupakan hasil karya dan ide penulis sendiri tanpa ada plagiat atau meniru bahkan merekayasa penulisan skripsi yang pernah ada.Penulis menyusun skripsi ini dengan referensi buku-buku ilmiah


(23)

tentang hukum,baik media cetak maupun elektronik ,melakukan penelitian di lapangan serta bantuan dari berbagai pihak.Dalam penulisan skrispsi ini dituangkan segala pemikiran dan pendapat penulis dengan kelayakan dan menjamin skripsi ini belum ada yang menulis sebelumnya.Serta sesuai surat bebas pustaka yang sudah dikeluarkan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menunjukan bahwa tidak ada judul skripsi yang sama dengan skripsi penulis.


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN DI INDONESIA

A. PENGERTIAN KONSUMEN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Hukum Perlindungan Konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna menyejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan,namun pelaku usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan,masing-masing ada hak dan kewajiban Pemerintah berperan mengatur, mengawasi, dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan menyejahterakan masyarakat secara luas dapat tercapai.9

Fokus gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme) dewasa ini sebenarnya masih parallel dengan gerakan pertengahan abad ke 20 .Di Indonesia,gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di Amerika Serikat.Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang seterusnya akan di

Perhatian terhadap perlindungan konsumen,terutama di Amerika Serikat (1960-1970 an) mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi,sosial,politik dan hukum.Banyak sekali artikel dan buku yang di tulis berkenaan dengan gerakan ini.Di Amerika Serikat bahkan pada era tahun-tahun tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan di jatuhkan putusan-putusan hakim yang memperkuat kedudukan konsumen.

9


(25)

sebut sebagai YLKI ,yang secara popular di pandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yaitu 11 Mei 1973.Gerakan di Indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan,bahkan mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial (PBB) (ECOSOC) No. 2111 Tahun 1978 tentang perlindungan konsumen.10

1. Tahapan I (1881 - 1914)

Secara Umum,sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam empat tahapan ,yaitu :

Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan gerakan perlindungan konsumen.Pemicunya,hysteria massal akibat novel karya Upton Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan daging di Amerika Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat - syarat kesehatan.

2. Tahapan II (1920 - 1940)

Pada kurun waktu ini muncul pula buku berjudul Your Money’s worth katya Chase dan Schlink.Karya ini mampu menggugah konsumen ada hak -hak mereka dalam jual beli.Pada kurun waktu ini muncul slogan:fair deal, best buy.

3. Tahapan III (1950 - 1960)

Pada dekade 1950-an ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan perlindungan konsumen dalam lingkup internasional.Dengan diprakarsai oleh wakil - wakil gerakan konsumen dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Asutralia, dan Belgia, pada 1 April 1960 berdirilah Internasional Organization of

10


(26)

Consumer Union.Semula Organisasi ini berpusat di Den Haag,Belanda, lalu pindah ke London, Inggris , pada 1993.

4. Tahapan IV (pasca 1965)

Pasca 1965 sebagai masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen,baik di tingkat regional maupun internasional.Sampai saat ini dibentuk lina kantor regional , yakni Amerika Latin, dan Karibia berpusat di Cile, Asia Pasifik berpusat di Malaysia, Afrika berpusat di Zimbabwe,Eropa Timur dan tengah berpusat di Inggris dan Negara - Negara maju berpusat di London,Inggris.11

a. Perlindungan konsumen dari bahaya - bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya ;

Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah perlindungan konsumen semakin meningkat.Gerakan perlindungan konsumen sejak lama dikenal di dunia barat . Negara - Negara di Eropa dan Amerika juga telah lama memiliki peraturan tentang perlindungan konsumen. Organisasi Dunia seperti PBB pun tidak kurang perhatiannya terhadap masalah ini.Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Resolusi Perserikatan Bangsa - Bangsa No. 39 / 248 Tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi :

b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen ;

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi ;

d. Pendidikan Konsumen ;

11


(27)

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif ;

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.12

Perlindungan Konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan nya dari hal - hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru, khususnya di Indonesia, sedangkan di Negara maju , hal ini mulia dibicarakan bersamaan dengan berkembangnya industry dan teknologi. 13

Rumusan pengertian pelindungan konsumen yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konusmen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen/UUPK) tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang- wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. Meskipun undang - undang ini disebut Undang - undang Perlindungan Konsumen (UUPK) namun bukan berari kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak ditentukan oleh para pelaku usaha. Kesewenang - wenangan akan mengakibatkan ketidak pastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan Dalam Pasal 1 angka 1 Undang - undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan :

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

12

Ibid hal 5

13

Sidabalok,Janus,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung,Citra Aditya


(28)

kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam UUPK dan undang - undang lainnya yang juga dimaksudkan dan masih berlaku unyuk memberikan perlindungan konsumen, baik dalam bidang hukum Privaat maupun bidang hukum Publik (Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara). Keterlibatan berbagai disiplin ilmu sebagaimana dikemukakan di atas, memperjelas kedudukan hukum Perlindungan Konsumen.14

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat - akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. Cakupan perlindungan konusmen dalam dua aspeknya itu, dapat dijelaskan sebagai berikut :15

1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada Konsumen barang dan jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang - undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan - persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk dan sebagainya, apakah telah sesuai standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga persoalan, tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timul kerugian karena memakai atau mengonsumsi produk yang tidak sesuai.

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat - syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan - persoalan promosi dan periklanan , standar kontrak, harga, layanan purna jual, dan sebagainya. Hal ini

14

Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Raja

Grafindo Persada,2014. Hal 1- 2

15


(29)

berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

Aspek yang pertama,mencakup persoalan barang dan jasa yang dihasilkan dan diperdagangkan, dimasukan dalam cakupan tanggung jawab produk, yaitu tanggung jawab yang dibebankan kepada produsen karena barang yang diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat di dalamnya sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya karena keracunan makanan, barang tidak dapat dipakai untuk tujuan yang diinginkan karena kualitasnya rendah, barang tidak dapat bertahan lama karena cepat rusak, dan sebagainya. Dengan demikian, tanggung jawab produk erat kaitannya dengan persoalan ganti kerugian.16

Sedangkan yang kedua ,mencakup cara konsumen memperoleh barang dan atau jasa, yang di kelompokan dalam cakupan standar kontrak yang mempersoalkan syarat - syarat perjanjian yang diberlakukan oleh produsen kepada konsumen pada waktu konsumen hendak mendapatkan barang atau jasa kebutuhannya. Umumnya produsen membuat atau menetapkan syarat - syarat perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan dengan sungguh - sungguh kepentingan konsumen tidak ada kemungkinan unuk mengubah syarat - syarat itu guna mempertahankan kepentingannya. Seluruh syarat yang terdapat pada perjanjian, sepenuhnya atas kehendak pihak produsen barang atau jasa. Bagi konsumen hanya ada pilihan : Mau atau tidak mau sama sekali. Karena itu, Vera Bolger menamakannya sebagai Take it or leave it it contract.Artinya, kalau calon konsumen setuju, perjanjian boleh dibuat; kalau tidak setuju, silakan pergi.

16


(30)

Biasanya syarat- syarat perjanjiann itu telah tertuang dalam formulir yang sudah disiapkan terlebih dahulu yang dicetak sedemikian rupa sehingga kadang - kadang tidak terbaca dan sulit di mengerti.17

Pengguanan istilah “pemakai” dalam rumusan Pasal 1 angka 2 UUPK tersebut sesungguhnya kurang tepat. Ketentuan yang menyatakan, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, apabila dihubungkan dengan anak kalimat yang menyatakan “bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun, mahluk hidup lain”, tampak ada kerancuan di dalamnya. Sebagai pemakai dengan sendirinya untuk kepentingan diri sendiri, dan bukan untuk kepentingan keluarga, bijstander, atau mehluk hidup lainnya. Demikian pula penggunaan istilah “pemakai” menimbulkan kesan barang tersebut bukan milik sendiri, walaupun sebelumnya telah terjadi transaksi jual beli.Jika seandainya istilah yang digunakan “setiap orang yang memperoleh” maka secara hukum akan memberikan makna yang lebih tepat, karena apa yang diperoleh dapat digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk orang lain. Hal lain yang juga perlu dikritisi bahwa cakupan konsumen dalam UUPK adalah sempit.Bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen sesungguhnya tidak hanya terbatas pada subjek hukum yang disebut “orang”, akan tetapi masih ada subjek hukum lain yang juga sebagai konsumen akhir yaitu “badan hukum’ yang Pengertian Konsumen menurut UU no. 8 Tahun 1999 tentang UU perlindungan konsumen dalam Pasal 1 atau 2, yakni :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.

17


(31)

mengonsumsi barang dan atau jasa serta tidak untuk diperdagangkan.Oleh karena itu, lebih tepat bila dalam pasal ini menentukan “setiap pihak yang memperoleh barang dan atau jasa” yang dengan sendirinya tercakup orang dan badan hukum, atau paling tidak ditentukan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut.18

Istilah Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris - Amerika) , atau consument / konsument (Belanda).Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris - Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.19

Sedangkan dalam yang kedua dalam naskah final Rancangan Undang - Undang Tentang Perlindungan Konsumen ( selanjutnya disebut Rancangan Akademik) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk dipakai dan tidak untuk Pengertian Konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila dibandingkan dengan 2 (dua) rancangan UUPK lainnya, yaitu pertama dalam Rancangan UUPK yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa :

Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang klain yang tidak untuk diperdagangkan kembali

18

Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Opcit, Hal. 4-5

19

Kristiyanti,Celina Tri Siwi,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Sinar


(32)

diperdagangkan. Dapat diketahui pengertian Konsumen dalam UUPK lebih luas daripada pengertian Konsumen pada kedua Rancangan Undang - Undang Perlindungan Konsumen yang telah disebutkan terakhir ini, karena dalam UUPK juga meliputi pemakaian barang untuk kepentingan mahluk hidup lain. Hal ini berarti bahwa UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang bukan manusia ( hewan , maupun tumbuh - tumbuhan).Pengertian konsumen yang luas seperti itu, sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas - luasnya kepada konsumen. Walaupun begitu masih perlu disempurnakan sehubungan dengan penggunaan istilah “pemakai” demikian pula dengan eksistensi “badan hukum” yang tampak nya belum masuk dalam pengertian tersebut. 20

B. TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM UNDANG -

UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Berkaitan dengan tujuan di atas ada sejumlah asas yang terkandung di dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan asas yang menurut Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen Nomo 8 tahun 1999 ini adalah :

1. Asas Manfaat 2. Asas Keadilan 3. Asas Keseimbangan

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, serta

20


(33)

5. Asas Kepastian Hukum.21

Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima (5) asas yang relevan dalam pembangunan Nasional, yaitu :

1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksmal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas Keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dakam arti materiil dan spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.22

Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

21

Sidabalok,Janus,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung,Citra Aditya

Bakti,2010. Hal. 31

22


(34)

besarnya bagi konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak yang lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikn kepada masing - masing pihak, produsen dan konsumen , apa yang menjadi haknya. Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada giliranya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa.

Asas Keadilan dimaksudkan agar partispasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempoatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini,konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penuaian kewajiban secara seimbang. Karena itu, undang - undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha (produsen).

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen dan produsen dan pemerintah diatur dan harus diwujdukan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing - masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang mendapatkan perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar dari pihak lain sebagai komponen bangsa dan Negara.


(35)

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksdudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatn barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akanmengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Karena itu, Undang - undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum. Artinya Undang - undang ini mengharapkan bahwa aturan - aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung di dalam undang - undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari - hari sehingga masing - masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, Negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang - undang ini sesuai dengan bunyinya.

Asas - asas hukum perlindungan konsumen yang dikelompokan dalam 3 (tiga) kelompok di atas yaitu asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan,kemanfaatan disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan kepastian hukum di sejajarkan dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisiensi karena menurut himawan bahwa :


(36)

Hukum yang berwibawa berarti hukum yang efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hak - haknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan.23

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri ;

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui undang - undang perlindungan konsumen ini sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 3 adalah :

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa ;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak - haknya sebagai konsumen ;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi ;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha ;

f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Mengamati tujuan dan asas yang terkandung di dalam undang - undang in, jelaslah bahwa undang - undang ini membawa misi yang besar dan mulia dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pasal 3 Undang - undang perlindungan konsumen ini,merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen Achamd Ali mengatakan masing - masing undang - undang memeilki tujuam khusus. Hal itu juga tampak dari pengaturan Pasal 3 Undang - undang Perlindungan Konsumen, yang mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen, sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana dikemukakan

23


(37)

berkenaan dengan ketentuan Pasal 2 di atas. Keenam tujuan khususn perlindungan konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan a dan b termasuk huruf c dan d serta huruf f. Terakhir tujuanj khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d.Pengelompokan ini tidak terlalu mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasikan sebagai tujuan ganda. Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum umum sekaligus sebagaimana dikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai huruf f dari Pasal 3 tersebut hanya dapaty tercapai secara maksimal, apabila didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan konsumen yang diatur dalam undang - undang ini, tanpa mengabaikan faislitas penunjang dan kondisi masyarakat.Termasuk dalam hal ini substansi ketentuan pasal demi pasal yang akan diuraikan dalam bab selanjutnya. Unsur masyarakat sebagaimana dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya menentukan efektivitas Undang-undang Perlindungan Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum , dan efektivitas perundang - undangan adalag tiga unsur yang saling berhubungan.24

24

Ibid Hal. 34 - 35.

Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan dihormati, yaitu :


(38)

1. Hak keamanan dan keselamatan ; 2. Hak atas informasi ;

3. Hak untu memilih ; 4. Hak untuk didengar dan ; 5. Hak atas lingkungan hidup.

Aspek - aspek hukum terhadap perlindungan konsumen di dalam era pasar bebas, pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan, yakni dari sisi pasar domestic dan dari sisi pasar global. Keduanya harus diawali dan sejak barang dan jasa diproduksi,disistribusikan/dipasarkan dan diedarkan sampai barang dan jasa tersebut dikonsumsi konsumen. Bertolak dari pemikiran di atas, pada dasarnya Negara dapat diketahui bahwa aspek hukum perdata mempunyai peran dan kesempatan yang sama untuk melindungi kepentingan konsumen. Aspek hukum publik berperan dan dapat dimanfaatkan oleh Negara,pemerintahan instansi yang mempunyai peran dan kewenangan sendiri untuk melindungi konsumen. Kemenangan dan peran tersebut dapat diwujudkan mulai dari:

1. Political Will/kemauan politik untuk melindungi kepentingan konsumen domestic di dalam persaingan global dan atas persaingan tidak sehat lokal. 2. Birokrasi dengan sadar dan senang hati menciptakan kondisi dengan

berbisnis jujur dalam mewujudkan persaingan sehat.

3. Di dalam hukum positif, yang sudah mengandung unsur melindungi kepentingan konsumen antara lain :

a. UU Kesehatan b. UU Barang


(39)

d. UU pengawasan atau edar barang e. UU tentang wajib daftar obat

f. UU tentang produksi dan peredaran produk tertentu

g. UU perizinan , diharapkan diikuti dengan pengawasan,pembinaan dan pemberian sanksi yang pasti dan tegas apabila terjadi pelanggaran mengenai syarat dan operasional dari perusahaan produsen.25

C. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM UNDANG - UNDANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Berkaitan dengan perlindungan konsumen ,khususnya dengan tanggung jawab produk , perlu dijelaskan beberapa istilah terlebih dahulu untuk memperoleh kesatuan persepsi dalam pembahasan selanjutnya. Istilah yang memerlukan penjelasan itu adalah produsen atau pelaku usaha, konsumen ,produk dan standarisasi produk , peranan pemerintah, serta klausula baku.26

1. Produsen atau Pelaku Usaha

Produsen sering diartikan sebagai oengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengercer professional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampain ke tangan konsumen. Sifat professional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggung jawaban dari produsen. Dengan Demikian, produsen yidak hanya diartikan sebagai pihak

25

Kristiyanti,Celina Tri Siwi,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Sinar

Grafika,2011. Hal. 89-90

26

Sidabalok,Janus,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung,Citra Aditya


(40)

pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja,tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan perkataan lain, dalam konteks perlindungan konsumen, produsen diartikan secara luas. Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan produk makanan hasil industri (pangan olahan), maka produsennya adalah mereka yang terkait dalam proses pengadaan makanan hasil industry (pangan olahan) itu hingga sampai ke tangan konsumen. Mereka itu adalah : pabrik (pembuat), distributor, eksportir atau importer dan pengecer baik yang berbentuk badan hukum ataupun yang bukan badan hukum.27

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat eropa terutama Negara belanda, bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai produsen adalah : Pembuat

Dalam Pasal 1 angka 3 UU no.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memakai istilah produsen tetapi memakai istilah lain yang kurang lebih sama artinya, yaitu pelaku usaha yang pengertiannya adalah :

Setiap orang atau badan usaha ,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usahadalam berbagai bidang ekonomi.

Dalam penjelasan lain undang - undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedanag, distributor, dan lain - lain.

27


(41)

produk jadi (finished product); penghasil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu; importer suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) agau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok (supplier) ,dalam hal identitas dari produsen atau importer tidak dapat ditemukan. Dengan demikian tampak bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang - Undang Pelindungan Konsumen sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut akan memudahkan konsumen menuntutbgantu kerugian . Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lai seandainya UUPK tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam Direktif ditentukan bahwa :

1. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah , atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen;

2. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing, atau tiap bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam masyarakat eropa, akan dipandang sebagai produsen dalam arti Direktif ini, dan akan bertanggung gugat sebagai produsen;


(42)

3. Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen,kecuali ia memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak terlalu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukan identitas importer sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama produsen dicantumkan.28

Dalam Pasal 6 UU No.8 Tahun 1999 Produsen disebut sebagai pelaku usaha yang mempunyai hak sebagai berikut :

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,menunjukan bahwa pelaku usaha tidak dapt menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan atau jasa yang diberikannya

28

Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Raja


(43)

kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan atau ajsa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi suatu bang dan atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian dalam hal ini adalah harga yang wajar. Menyangkut hak pelaku usaha yang tersebut pada huruf b, c , dan d,sesungguhnya merupakan hak - hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan atau badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak - hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu - satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak - hak pelaku usaha yang disebutkan pada huruf b, c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya. Terakhir tentang hak - hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang - undangan lainnya, seperti hak - hak yang diatur dalam undang - undang Perbankan, UU Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan uu lainnya. Berkenaan dengan berbagai uu tersebut, maka harus diingat bahwa UU Perlindungan Konsumen adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan Perlindungan Konsumen.29

1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

Kewajiban pelaku usaha menurut Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen ,adalah :

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau

3. jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; 4. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

29


(44)

5. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

6. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

8. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur Pasal 1338 ayat 3 BW, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, sedangkan Arrest H.R. di Negeri Belanda memberi peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap pra perjanjian, bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut, sehingga dalam perundingan - perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepnetingan - kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing - masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas - batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing - masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik. 30

30


(45)

2. Konsumen

Pengertian konsumen menurut UUPK dalam Pasal 1 ayat 2 yakni :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau ajsa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri, keluiarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum.Oleh karena itu , perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hak - haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak - hak konsumen. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen , yaitu : 1. Hak untuk mendapatkan keamanan

2. Hak untuk memilih 3. Hak untuk didengar

4. Hak untuk mendapat informasi

Empat hak dasar ini di akui secara internasional. Dalam perkembangannya organisasi - organisasi konsumen yang tergabung dalam The Internasional Organization of Consumer Union menambahkan lagi beberapa hak,seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapat ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup dan sehat.

Hak - hak konsumen yang diatur dalam hukum positif di Indonesia yang tertuang dalam UUPK terdapat pada Pasal 4 , yaitu :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan

2. Hak untuk memilih, serta mendapatkan barang atau jasa yang sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang telah dijanjikan.


(46)

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yangdigunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan dalam Rancangan Akademi UU tentang perlindungann Konsumen yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan dikemukakan enam hak konsumen, yaitu empat dasar yang disebut pertama, d tambah dengan hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang patut. Memperhatikan hak - hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 macam hak konsumen , yaitu :

1. Hak atas keselamatan dan keamanan ; 2. Hak untuk memperoleh informasi ; 3. Hak untuk memilih ;


(47)

5. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup ; 6. Hak untuk memperoleh ganti rugi ;

7. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ;

8. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat ;

9. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya ; 10.Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.31

Sepuluh hak konsumen yang merupakan himpunan dari berbagai pendapa tersebut di atas hamper semuanya sama dengan hak - hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK sebagaimana dikutip sebelumnya. Hak - hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK tersebut, terdapat satu hak yang tak terdapat pada 10 hak konsumen yang diuraikan sebelumnya yaitu ‘ hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi ‘ namun sebaliknya dalam Pasal 4 UUPK tidak mencantumkan secara khusus tentang ‘ hak untuk memperoleh kebutuhan hidup ‘ dan ‘ hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat ‘ tapi hak tersebut dapat dimasukan ke dalam hak yang disebutkan terakhir dalam Pasal 4 UUPK tersebut, yaitu ‘ hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang - undangan lainnya ‘.Sedangkan hak lainnya hanya perumusannya yang lebih dirinci, tapi pada dasarnya sama dengan hak - hak yang telah disebutkan sebelumnya.32

31

Ibid Hal 40

32

Ibid hal 40

Kewajiban konsumen tertera dalam Pasal 5 UUPK, yaitu :

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;


(48)

3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

3. Produk dan Standarisasi Produk

Produk adalah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi. Dalam Pasal 1 angka 4 UU Perlindungan Konsumen bahwa :

Barang adalah tiap benda , baik berwujud maupun tak berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat di habiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 UU perlindungan konsumen bahwa :

Jasa adalah pemakaian tiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen

Menurut Gandi, Standarisasi adalah :

Proses penyusunan dan penerapa aturan - aturan dalam pendekatan secara teratur bagi kegiatan tertentu untuk kemanfaatan dan dengan kerja sama dari semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan penghematan menyeluruh secara optimum dengan memperhatikan kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. Hal ini didasarkan pada konsolidasi dari hasil ilmu teknologi dan pengalaman33

4. Peranan Pemerintah

Sesuai prinsip pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah dan karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan nasional dapat dicapai

33


(49)

dengan baik. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan, maka langkah - langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah : a. Registrasi dan penilaian ;

b. Pengawasan produksi ; c. Pengawasan distribusi ;

d. Pembinaan dan pengembangan usaha ;

e. Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga. 34

5. Klausula Baku

Sehubungan dengan standar kontrak adalah penggunaan klausula baku dalam transaksi konsumen. Yang dimaksud dengan klausula baku menurut Pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen yaitu :

Klausula baku adalah tiap aturan atau ketentuan syarat - syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Memperhatikan rumusan pengertian klausula baku dalam Pasal 1 angka 10 UUPK ini, tampak penekanannya lebih trtuju pada prosedur pembuatannya yang dilakukan secara sepihak oleh pelaku usaha, dan bukan isinya. Berkenaan dengan prosedur pembuatan ini sangat terkait dengan syarat sahnya perjanjian yaitu “ kesepakatan mereka untuk mengikatkan dirinya “ sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 BW, kesepakatan seseorang untuk mengikatkan dirinya merupakan syarat penentu tentang ada tidaknya perjanjian, sehingga dengan adanya kesepakatan dari para pihak mengenai suatu hal yang diperjanjikan (dan telah memenuhi syarat lainnya), maka para pihak akan terikat dengan perjanjian tersebut berdasarkan

34


(50)

asas konsensualisme. Asas konsensualisme ini sangat terkait pula dengan kebebasan berkontrak , karena dengan kebebasan yang dimiliki seseorang untuk mengadakan perjanjian yang tertentu pula, sangat menentukan ada tidaknya kesepakatan yang diberikan oleh orang tersebut terhadap orang/isi perjanjian yang dimaksud.35

35

Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Opcit , Hal 18-19


(51)

BAB 3

PERANAN BANK DAN OTORITAS JASA KEUANGAN

DALAM KEHIDUPAN PERBANKAN

A. PENGERTIAN BANK DAN NASABAH SERTA HUBUNGAN

HUKUMNYA DENGAN BANK

Kegiatan lembaga perbankan secara umumnya di lakukan oleh pelaku yang menurut fungsi serta tujuan usahanya dapat dibedakan, yaitu berupa bank senral (central bank) dan bank umum (commercial bank). Bank umum atau bank commercial dalam kegiatannya dibina dan diawasi oleh bank sentral, sedangkan bank sentral dalam menjalankan tugas pokoknya berdasarkan kegiatan pemerintah. Adapun definisi singkat dari Bank itu sendiri menurut para ahli dan beberapa sumber keilmuan lainnya antara lain :

1. Perbankan (banking) pada umumnya ialah kegiatan - kegiatan dalam menjual/membeli mata uang, surat efek, dan instrument - instrument yang dapat diperdagangkan. Penerimaan deposito, untuk memudahkan penyimpanannya atau untuk mendapatkan bunga dan atau pembuatan, pemberian pinjaman - pinjaman dengan atau tanpa barang - barang tanggungan, penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan untuk di simpan.

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

bank,mencakup kelembagaan ,kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 angka 1 U No.7/1992 jo No. 10/1998, Tenatang Perbankan).


(52)

2. Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa - jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana - dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat - alat pembayaran baru berupa uang giral (O.P Simorangkir; 1979, 18)

3. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dakam bentuk simpanan dan menyaklurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk - bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. (Pasal 1 butir 2 UU No. 7/1992 jo UU no. 10/1998, Tentang Perbankan)

4. Pengertian Bank Menurut G.M. Verryn Stuart adalah

Badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan cara memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan menambah uang baru (kertas atau logam).

5. Menurut B.N. Ajuha, Pengertian Bank ialah

Tempat menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat.

6. Pierson mengemukakan Pengertian Bank yaitu

Badan usaha yang menerima kredit tetapi tidak memberikan kredit. Dalam hal ini menurut Pierson Bank dalam operasionalnya hanya bersifat pasif saja, hanya menerima titipan uang saja.

7. Pengertian Bank Menurut UU No.10 Thn 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.


(53)

a. Bank ialah badan usaha kekayaan terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja.

b. Bank adalah pencipta dan pengedar uang kartal. Pencipta dan pengedar uang kartal (uang kertas dan logam) meruapakan otoritas tunggal bank sentral (Bank Indonesia), sedangkan uang giral dapat diciptakan oleh bank umum.

c. Bank merupakan pengumpul dana dan penyalur kredit, berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana kepada SSU dan menyalurkan kredit kepada DSU.

d. Bank selaku pelaksana lalu lintas pembayaran (LLP) berarti Bank menjadi pelaksana penyelesaian pembayaran transaksi komersial atau finansial dari pembayar kepada penerima. Lalu lintas pembayaran diartikan sebagai proses penyelesaian transaksi komersial dan/atau finansial dari pembayar kepada penerima melalui media bank.

e. Bank selaku Stabilisator moneter yaitu bank mempunyai kewajiban ikut serta menstabilkan nilai tukar uang, nilai kurs, atau harga barang-barang relatif stabil atau tetap, baik secara langsung maupun melalui mekanisme Giro Wajib Minimum (GWM) Bank, Operasi Pasar Terbuka, ataupun kebijakan diskonto.36

Dari pengertian seperti dikutip di atas ,secara sederhana kiranya dapat di kemukakan di sini , bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan. Bank sebagai badan hukum berarti secara yuridis adalah merupakan subjek hukum yang berarti dapat mengingatkan diri dengan pihak ketiga.

Dengan demikian dapat dirumuskan pula, hukum perbankan pada dasarnya adalah serangkaian kaidah - kaidah yang mengatur tentang badan usaha perbankan. Kaidah - kaidah yang dimaksud di sini adalah baik yang tedapat dalam hukum positif maupun dalam praktik perbankan.

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan besar peranannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan peranannya maka bank bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa - jasa keuangan lainnya. Adapun pemberian kredit itu dilakukan , baik dengan modal sendiri, dengan dana - dana yang dipercayakan

36


(54)

oleh pihak ketiga, maupun dengan jalan memperedarkan alat - alat pembayaran baru berupa uang giral.37

A. Jenis Bank menurut kegiatan usahanya

Melihat Praktik operasinal perbankan yang ada , kita dapat membedakan jenis - jenis bank secara teoritis, yaitu antara lain :

Sebelum diberlakukan UU No 7 tahun 1992 , bank dapat digolomgkan berdasarkan jenis kegiatan usahanya , seperti bank tabungan , bank pembangunan , dan bank ekspor impor. Setelah UU tersebut berlaku , jenis bank yang diakui secara resmi hanya terdiri atas dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Apabila hingga saat ini masih terdapat bank dengan nama depan bank pembangunan atau bank tabungan dan lain - lain, maka istilah tersebut hanyalah sekedar nama dan bukan menunjukan kelompok bank tertentu. Dijelaskan lebih lanjut dalam Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1992 Ayat 2 Pasal 5 bahwa “ Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu” sehingga meskipun jenisnya dibatasi hanya bank umum dan BPR, bank umum dapat saja berspesialisasi dalam bidang ataupun jenis kegiatan tertentu tanpa harus menjadi suatu kelompok tertentu. Penyederhanaan jenis bank ini diharapkan dapat memudahkan bank dalam memilih kegiatan - kegiatan perbankan yang paling sesuai dengan karakter masing - masing tanpa harus direpotkan dengan perizinan tambahan,yaitu :

a. Bank Umum

Didefiniskan oleh Undang - undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konsvensional dan atau berdasarkan

37

Djumhana,Muhammad, 2012, Hukum Perbankan di Indonesia,Cetakan ke


(55)

prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan - kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum secara lengkap adalah :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menerbitkan surat pengakuan utang.

4. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :

a. Surat - surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat - surat dimaksud.

b. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat - surat dimaksud.

c. Kertas perbendaharaan Negara dan surat jaminan peerintah. d. Sertifikat Bank Indonesia.

e. Obligasi

f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.

g. Instrumen surat berharga lain yang berjangka watu sampai dengan satu tahun.

5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah (transfer)


(56)

6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamka dana kepada pihak lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wasel tunjuk,cek dan sarana lainnya.

7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dann surat berharga

9. Dan lain - lainya sebagaimana diatur dalamPeraturan Perundang - undangan yang berlaku.

b. Bank Perkreditan Rakyat

Didefinsikan oleh UU Nomor 10 Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Kegiatan - kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat secara lengkap adalah :

1. Menghimpun dana dari masyarakatdalam bentuk simpanan berupa deposito bejangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),deposito berjangka dan atau tabugan pada bank lain.


(57)

Di samping kegiatan - kegiatan di atas terdapat beberapa kegiatan yang merupakan larangan bagi BPR, yaitu :

1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.

2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. 3. Melakukan penyertaan modal.

4. Melakukan usaha perasuransian.

5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas.

B. Jenis Bank Menurut Target Pasar

Secara umum, jenis bank atas dasar target pasarnya dapat digolongkan menjadi tiga,yaitu :

a. Retail Bank b. Corpotare Bank

c. Retail Corporated Bank

C. Jenis bank menurut fungsi

a. Bank Sentral , yaitu bank yang merupakan badan hukum milik Negara yang tugas pokoknya membantu pemerintah. Contohnya : Bank Indonesia, Bank of China, Bank of England, The Reserve Bank of India.

b. Bank Umum, yaitu bank yang bersumber utama dananya berasal dari simpanan pihak ketiga serta pemberian kredit jangka pendek dalam


(1)

b. Tiap Pelaku usaha jasa keuangan wajib menyediakan informasi mengenai produk jasa yang di tawarkan pada nasabahnya harus di jelaskan secara rinci ataupun secara ringkas dan dengan bahasa Indonesia yang jelas agar nasabah mengerti seluk beluk dari produk jasa yang di tawarkan ;

c. Tiap pelaku usaha jasa keuangan dilarang mengadakan suatu strategi pemasaran maupun produk jasa tertentu yang merugikan nasabahnya ;

d. Tiap pelaku usaha jasa keuangan wajib memenuhi keadilan, keseimbangan, kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan konsumen nasabah dan apabila berbentuk klausula baku harus sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku ;

e. Tiap Pelaku usaha jasa keuangan waib menjaga simpanan dana dan bertanggung jawab atasnya,

f. Tiap Pelaku usaha wajib mengadakan sistem pengawasan internal yang mengawasi direksi , pegawai maupun pengurusnya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang yang merugikan pelaku usaha jasa keuangan maupun nasabah ;

g. Tiap Pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki unit kerja yang melaksanakan mekanisme dan penyelesaian pengaduan konsumen.

3. Tata cara pengaduan konsumen sampai ke tahap pengadilan maupun secara non litigasi,adapun tata cara tersebut antara lain :

1. Nasabah dapat mengajukan pengaduan secara lisan atau tertulis melalui jaringan kantor pelaku usaha jasa keuangan terdekat, baik melalui kantor tempat nasabah melakukan transaksi keuangan, atau kantor tempat nasabah membuka


(2)

rekening. Untuk pengajuan pengaduan secara tertulis, maka nasabah perlu melengkapi pengaduan yang diajukan dengan dokumen pendukung yang memadai, seperti:

1. Fotocopy (sesuai asli) identitas pembuka rekening dan/atau perwakilannya. 2. Fotocopy (sesuai asli) rekening.

3. Fotocopy (sesuai asli) transaksi keuangan terkait permasalahan.

4. Fotocopy (sesuai asli) dokumen pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang diadukan.

5. Surat Kuasa dari nasabah yang diwakili (dokumen tambahan untuk perwakilan nasabah).

2. Apabila nasabah tidak puas dengan hasil penyelesaian yang disampaikan, nasabah dapat melanjutkan upaya penyelesaian pengaduan melalui fasilitasi penyelesaian baik melalui Bank Indonesia (BI) khusus untuk pengaduan yang terkait dengan jasa sistem pembayaran ataupun melalui Otoritas Jasa keuangan (OJK) atau melalui alternatif penyelesaian sengketa lainnya.

B. Saran

1. Saran dari penulis agar pihak otoritas jasa keuangan melakukan pengenalan peraturan ini pada pelaku usaha jasa keuangan agar mereka menerapkan peraturan ini dalam kegiatan usaha perbankan mereka. Di karenakan peraturan ini baru di sahkan pada 6 agustus 2013 maka banyak pelaku usaha jsa keuangan khususnya bank yang belum sepenuhnya menerapkan peraturan ini dalam produk jasa yang mereka lakukan.


(3)

2. Sebaiknya Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas baru yang mrupakan instansi independen yang mengawasi dan mengatur kehidupan perbankan di Indonesia baik bank maupun non bank harus mengenalkan Otoritas Jasa Keuangan ini pada masyarakat khusunya di daerah terpencil agar mereka dapat melakukan pengaduan apabila terjadi sengketa perbankan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Budisantoso,Totok dan Nuritomo,2014, Bank dan Lembaga Keuangan

Lainnya,Edisi 3,Jakarta:Salemba Empat,

Djumhana,Muhammad, 2012, Hukum Perbankan di Indonesia,Cetakan ke 7,Bandung:Citra Aditya bakti,

Fajar,Mukti dan Achmad,Yulianto,2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,

Gazali,Djoni, 2012,Hukum Perbankan,Cetakan kedua,Jakarta:Sinar Grafika, Hermansyah,2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Edisi

Kedua,Jakarta;Kencana,

Kristiyanti,Celina Tri Siwi, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Sinar Grafika,

Marzuki,Peter Mahmud,2011,Penelitian Hukum,Jakarta:Kencana, Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman, 2014, Hukum Perlindungan

Konsumen,Jakarta:Raja

Grafindo Persada,

Mulhadi,2010, Hukum Perusahaan,Bogor:Ghalia Indonesia,

Nasution,Bismar,2003, Hukum Kegiatan Ekonomi,Medan:Books Terrace and Library,

Sembiring,Sentosa,2000, Hukum Perbankan,Bandung,Mandar maju, Sidabalok,Janus,2010, Hukum Perlindungan Konsumen di

Indonesia,Bandung,Citra Aditya Bakti,

Sihombing,Jonker, 2012, Otoritas Jasa Keuangan : Konsep,Regulasi dan

Implementasi,Jakarta:Ref Publisher,

Shofie,Yusuf, 2009, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya,Cetakan ketiga,Bandung:Citra Aditya Bakti,

Soeroso.R,2002, Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta,Sinar Grafika, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


(5)

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah,

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/ 26 /PBI/2009 tentang prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan structured product bagi Bank Umum,

Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Surat Edaran OJK No. 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (“SE OJK No. 2/2014”)

WEBSITE

http://novia-arsita.blogspot.com/2014/07/sejarah-terbentuknya-otoritas-jasa.html http://www.ka-lawoffices.com/articles/70.html

http://fachrizal.lecture.ub.ac.id/2010/08/bank-vis-a-vis-nasabah/ www.ojk.go.id

www.bankmandiri.co.id www.bi.go.id

LAMPIRAN

Form Pembukaan Rekening dan Syarat Utama Pembukaan Rekening Brosur produk jasa bank Mandiri


(6)

Hasil Wawancara kepada Kepala Cabang Bank Mandiri KCP Komplek Cemara Asri Bapak Risdianto pada 17 Maret 2015

KARYA ILMIAH

Bambang Murdadi ,2012, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pengawas Lembaga

Keuangan Baru yang memiliki kewenangan, Semarang, Fakultas Ekonomi


Dokumen yang terkait

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

0 84 124

Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

0 0 16

peraturan otoritas jasa keuangan tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan

0 0 19

peraturan otoritas jasa keuangan tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan

0 1 19

peraturan otoritas jasa keuangan tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan 1

0 0 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA - Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Ind

0 0 27

BAB 1 PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Indonesia

0 0 13

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1POJK.072013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PERBANKAN DI INDONESIA (Studi pada Bank Mandiri Cabang Komplek Cemara Asri)

0 0 9

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LEMBAGA JASA KEUANGAN ATAS PELANGGARAN DALAM TRANSAKSI MELALUI TELEPON BERDASARKAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR. 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN - repo unpas

0 0 36

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LEMBAGA JASA KEUANGAN ATAS PELANGGARAN DALAM TRANSAKSI MELALUI TELEPON BERDASARKAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR. 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN - repo unpas

0 1 27