pada orang yang melakukan diet vegetarian ketat karena sayuran dan buah sedikit sekali mengandung tembaga Anderson 2004.
Cu-Turunan Klorofil
Logam Zn, Cu, Fe, Ni dan Co adalah logam yang biasa digunakan untuk membentuk kompleks turunan klorofil atau molekul porfirin. Namun yang umum
digunakan dalam hubungannya dengan kesehatan adalah logam Zn dan Cu. Zn dan Cu bersama dengan kompleks cincin porfirin membentuk suatu ikatan kuat
yang lebih tahan panas dan asam dibandingkan dengan klorofil asal. Beberapa penelitian yang menggunakan sayuran telah membuktikan hal tersebut Canjura
et al. 1999. Laborde dan Von elbe 1994 menyatakan bahwa ion logam tidak bereaksi dengan klorofil alami, namun hanya bereaksi dengan turunan klorofil.
Berbagai penelitian in vitro menunjukkan bahwa klorofil dan turunannya dapat digunakan sebagai antikanker, antiimflamasi dan antioksidan. Hasil
penelitian membuktikan bahwa Cu-chlorophyllin mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan klorofil alami Marquez et al. 2005 dan turunan
klorofil alami Ferruzi et al. 2002. Hal ini menandakan pentingnya logam terikat dalam porfirin. Prangdimurti 2007 juga menyatakan bahwa ekstrak daun suji
dengan kadar klorofil 0,082 mgml, klorofil suji dan Cu-Chlorophyllin dengan kadar klorofil semuanya setara 0,041 mgml mampu menghambat oksidasi LDL
secara in vitro sebesar 54, 40 dan 100 secara berturut-turut. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Cu-Chlorophyllin memiliki aktivitas
menahan oksidasi LDL yang lebih besar dibandingkan dengan klorofil alami. Hasil penelitian Nurdin 2009 memperkuat pernyataan tersebut dimana bubuk
ekstrak Cu-turunan klorofil sebanyak 16,7 mgkg BBhari lebih berpotensi mencegah pembentukan lesi aterosklerosis dibanding dengan klorofil alami
maupun klorofil komersil. Karakteristik fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil dari daun murbei
varietas Kanva Nurdin et al. 2009 dan daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr. Nurdin 2009 dan Kandiana 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakter fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil
Karakteristik Bubuk Cu-turunan klorofil
daun cincau hijau
a,b
Bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau
c
Rendemen 14,20
5,325 -
pH 7,64
6,275 6,48
Kelarutan 98,04
93,44 62,99
Sumber:
a
Nurdin 2009,
b
Kandiana 2010,
c
Nurdin et al. 2009
Selain itu Nurdin 2009 dan Nurdin et al. 2009 juga melakukan uji warna, analisis proksimat, analisis serat kasar dan kandungan beta karoten bubuk Cu-
turunan klorofil daun cincau hijau dan daun murbei. Uji warna dilakukan pada bubuk Cu-turunan klorofil sebelum dan sesudah dipanaskan. Tingkat kecerahan
dan kekuningan relatif stabil, penurunan hanya terjadi pada tingkat kehijauan namun relatif kecil.
Tabel 3 Nilai uji proksimat, serat makanan dan beta-karoten bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau dan daun murbei
Jenis Analisis Bubuk Cu-turunan
klorofil daun cincau hijau
a
Bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei
b
Air 6,93
6,35 Protein
0,89 2,79
Lemak 7,11
5,85 Abu
2,63 2,26
Karbohidrat 82,44
78,87 Serat kasar
3,31 3,88
Beta-karoten mg100 g 3,38
-
Sumber:
a
Nurdin 2009,
b
Nurdin et al. 2009
Nurdin et al. 2009 melakukan uji fitokimia terhadap bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei. Tanin, steroid dan glikosida merupakan zat fitokimia yang
paling dominan positif sangat kuat. Selain itu kandungan alkaloid, saponin dan flavonoidnya tergolong positif kuat sekali. Bubuk Cu-turunan klorofil ini juga
mengandung sedikit positif lemah fenolik dan triterpenoid. Zat fitokimia memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk meningkatkan
derajat kesehatan. Alkaloid memiliki manfaat bagi tubuh untuk menghilangkan rasa sakit analgesik, menurunkan tekanan darah dan antimalaria. Glikosida
dapat dijadikan sebagai obat jantung, melancarkan buang air kecil, mengencerkan dahak dan prekursor hormon steroid. Manfaat saponin adalah
menstimulasi jaringan tertentu seperti epitel hidung, bronkus, dan ginjal. Stimulasi pada ginjal diduga menimbulkan efek diuretika Sirait 2007. Tanin
merupakan senyawa polifenol dari kelompok flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan kuat, anti peradangan dan antikanker. Tanin pada umumnya
dimanfaatkan sebagai pengencang kulit dalam kosmetik Yuliarti 2008. Sifat tanin dapat menciutkan dan mengendapkan protein dari larutan dengan
membentuk senyawa yang tidak larut Sirait 2007. Kandungan tanin dalam bubuk Cu-turunan klorofil juga menjadi nilai tambah tersendiri. Tanin dapat
digunakan untuk membunuh bakteri Stroptococcus pyogenes dan Pasteurella multicida secara in vitro Siswantoro 2008.
Uji Toksisitas
Toksikologi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Setiap zat kimia pada dasarnya
bersifat racun, namun keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosisnya yaitu dosis kecil yang
tidak berefek sama sekali atau dosis besar yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian Darmansjah 1995.
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting dari toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru disintesis dan akan
dipergunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya. Sebelum percobaan toksikologi dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat
dan rencana penggunaannya. Data ini dapat dipakai untuk mengarahkan percobaan toksisitas yang akan dilakukan. Tujuan utama percobaan toksisitas
akut adalah mencari efek toksik, sedangkan tujuan utama percobaan toksisitas kronik ialah menguji keamanan obat atau zat kimia. Menafsirkan keamanan obat
atau zat kimia untuk manusia dapat dilakukan melalui serangkaian percobaan toksisitas terhadap hewan. Istilah menafsirkan ini digunakan, karena ekstrapolasi
dari data hewan ke manusia tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa mempertimbangkan segala faktor perbedaan antara hewan dan manusia.
Pendekatan penilaian keamanan obat atau zat kimia dapat dilakukan dengan tahapan berikut: 1 menentukan LD
50
; 2 melakukan percobaan toksisitas subakut dan kronik untuk menentukan no effect level; dan 3 melakukan
percobaan karsinogenisitas, teratogenitas dan mutagenisitas yang merupakan bagian dari screening rutin mengenai keamanan Darmansjah 1995.
Metoda uji BSLT Brine Shrimp Lethality Test
BSLT merupakan salah satu metoda screening bahan yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat serta merupakan metode screening farmakologi
awal yang relatif murah dan telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan 95 Meyer et al. 1982. Metode ini menggunakan larva udang laut Artemia
salina Leach. sebagai bioindikator. Larva udang laut merupakan organisme sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang
cukup tinggi terhadap toksik Parwati Simanjuntak 1998; Carballo et al. 2002. Telurnya memiliki daya tahan hidup selama beberapa tahun dalam keadaan
kering. Telur udang dalam air laut akan menetas menjadi larva dalam waktu 24- 28 jam Pujiati 2002. Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap
larva udang laut, maka hal itu merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Metode ini juga banyak digunakan
dalam berbagai analisis biosistem seperti analisis terhadap residu pestisida, mikotoksin, polusi, senyawa turunan morfin, dan karsinogenik dari phorbol ester
Meyer et al. 1982. Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT dapat diketahui dari jumlah
kematian larva udang akibat pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam tumbuhan tertentu dari dosis yang telah ditentukan dengan melihat nilai LC
50
lethal concentration. Apabila nilai LC
50
kurang dari 1000 ppm, ekstrak tumbuhan tersebut dikatakan toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna
terhadap potensi aktivitasnya sebagai antikanker. Metode BSLT ini mempunyai keunggulan yaitu waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis, tidak
memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan perawatan khusus, menggunakan sampel relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan. Prinsip uji BSLT adalah
mencari hubungan antara konsentrasi larutan fraksi atau ekstrak terhadap respon kematian larva udang Meyer et al. 1982.
Suplemen Makanan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM RI mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi BPOM RI 2005.
Suplemen makanan berfungsi sebagai zat tambahan yang berguna untuk memperbaiki dan mengingkatkan daya tahan tubuh. Zat aktif yang dikandungnya
hanya mempengaruhi struktur atau fungsi tubuh, tidak dapat mengobati atau mencegah suatu penyakit. Oleh karena itu tidak dibenarkan untuk mengklaim
suplemen sebagai obat Sudarisman 1997; Winarno Kartawidjajaputra 2007, namun suplemen makanan dapat mencantumkan klaim kesehatan pada labelnya
Winarno Kartawidjajaputra 2007. Penggunaan produk suplemen dalam kebutuhan sehari-hari masih diperbincangkan oleh para ahli. Anjuran
penggunaan suplemen hanya diberikan bila asupan zat gizi seseorang tidak mencukupi kebutuhannya Loni 2001.
Peraturan Perundang-undangan dibidang Suplemen Makanan menyatakan bahwa suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut: a
Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan yang ditetapkan; b Kemanfaatan yang dinilai dari
komposisi dan atau didukung oleh data pembuktian; c Diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik; d Penandaan yang harus
mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar dan tidak menyesatkan; e Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah padat dan
cairan yang tidak dimaksud untuk pangan. Selain itu, suplemen makanan harus diproduksi dengan menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu sesuai
dengan Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia atau standar lain yang diakui BPOM RI 2005.
Komposisi suplemen makanan merupakan susunan kualitatif dan kuantitatif bahan utama dalam suplemen makanan. BPOM RI telah menetapkan daftar
batas maksimum per hari untuk penggunaan vitamin, mineral, asam amino dan bahan lain yang diizinkan serta bahan tumbuhan, hewan, mineral yang dilarang
dalam suplemen makanan. Vitamin, mineral dan asam amino yang diizinkan terdapat dalam suplemen makanan diantaranya vitamin A, B1, B2,B3, B6, B12,
D, E, C, K, beta karoten, biotin asam folat, besi, boron, fosfor, kalium, kalsium, kromium, magnesium, mangan, molibdium, selenium, tembaga, vanadium,
iodium, zink, inositol, glutamine, glutation, karnitin, ko enzim Q 10. Kolin, l- arginin, leusin, lisin, metal sistein, taurin dan tirosin. Bahan lain yang diizinkan
diantaranya bioflavonoid, citosan, fluor, glukosamin, kafein, kondroitin sulfat, metilsulfonilmetan dan silika BPOM RI 2005.
METODE
Desain, Waktu dan Tempat
Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilaksanakan pada Mei- November 2010. Tempat yang digunakan ialah Laboratorium Analisis Kimia dan
Makanan, Departemen Gizi Masyarakat - FEMA IPB; Laboratorium Kimia, Departemen Kimia - FMIPA IPB; Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Cikaret
Bogor; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM – IPB, Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Cimanggu Bogor; dan Laboratorium
Keamanan Pangan PT. Saraswanti Indo Genetech di Gedung Alumni IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya daun murbei segar, akuades, etanol 96, HCl 4 N, Cu
2+
dalam bentuk Cu-asetat, NaOH 4 N, maltodekstrin, asam nitrat pekat, asam nitrat 1 N, H
2
O
2
pekat, H
2
SO
4
pekat, larva udang laut, air laut, methanol pa, vitamin C, air bebas ion, larutan DPPH, standar etanol, standar internal n-propanol dan akuabides.
Peralatan yang digunakan diantaranya timbangan, timbangan analitik, blender, gunting, wadah-wadah plastik, kain saring halus 60 mesh, corong
Buchner, pompa vakum, kertas saring Whatman no. 40 dan no. 42, pH meter, gelas piala berbagai ukuran, gelas takar, magnetic stirrer, homogenizer,
aluminium foil, freezer, refrigerator, spray dryer, kantong plastik bening, The Royal Horticultural Society’s Colour Chart, labu takar 100 ml, labu takar 50 ml,
penangas air, sentrifuse, tabung sentrifuse, corong penyaring, pipet volumetrik, labu Erlenmeyer 100 ml, Erlenmeyer 250 ml, AAS Atomic Absorption
Spectrophotometer Shimadzu AA-7000, lampu Hollow Cathode untuk Cu, vial, pipet mikro, aerator, vortex, pipet tetes, shaker, tabung reaksi, spektrofotometer
UV-Vis, kuvet, tabung tertutup, labu lemak, rotaporator, oven, botol semprot, desikator, cawan aluminium, sudip, pipet mikro, dan kromatografi gas Clarus 500.
Tahapan penelitian
Adapun tahapan penelitian diantaranya pembuatan, analisis karakteristik fisiko-kimia dan uji toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil, serta analisis aktivitas
antioksidan dan analisis kadar alkohol bubuk Cu-turunan klorofil terpilih.
Pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil dari daun murbei
Ekstraksi dan penyiapan Cu-turunan klorofil dilakukan mengacu pada penelitian Nurdin et al. 2009 yang menggunakan Metode Tanucci dan von Elbe
1992 yang dimodifikasi. Daun murbei yang digunakan adalah daun murbei varietas Kanva yang diambil dari Teaching Farm Sutera Alam TFSA IPB di
Desa Sukamantri. Bagian daun murbei yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun yang matang fisiologis dan merupakan produk samping dari
budidaya ulat sutera. Helai daun yang dipilih adalah helai daun keenam ke bawah dihitung dari puncak dan dipanen sebelum matahari terbit. Kemudian
daun murbei dicuci di bawah air mengalir, lalu dilap dan dikering-anginkan. Ketika akan digunakan daun dipotong 1-2 cm dengan gunting untuk
memudahkan proses penghancuran. Proses ekstraksi klorofil dilakukan di dalam ruangan gelap. Sebanyak ±
200 gram potongan daun dihancurkan dengan blender menggunakan 800 ml etanol 96 selama 3 menit, secara terputus setiap 1 menit. Hancuran daun
kemudian disaring dengan kain saring halus 60 mesh. Ekstraksi dilakukan berulang sampai didapatkan warna ampas yang putih. Lalu filtrat yang diperoleh
disaring lagi dengan corong Buchner yang dibantu pompa vakum menggunakan kertas saring Whatman no. 40. Residu dicuci dengan 200 ml etanol 96
kemudian disaring lagi dengan corong Buchner. Filtrat diambil sebagai ekstrak kasar klorofil.
Pembentukan turunan klorofil pheophytin dilakukan dengan cara mengasamkan ekstrak klorofil dengan menambahkan HCl 4 N hingga mencapai
ekstrak berwarna coklat zaitun yang merupakan indikator Mg lepas dari klorofil Marquez 2005. Penurunan pH dilakukan secara bertahap, dan tetap diaduk
selama pereaksian, selanjutnya ditambahkan Cu. Penentuan jumlah Cu yang ditambahkan mengacu pada penelitian
Kandiana 2010 yang mengasumsikan bahwa mol Cu mol Cu-pheophytin
mol pheophytin dan reaksi berlangsung sempurna dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
Klorofil + HCl turunan klorofil pheophytin pheophytin + Cu Cu- pheophytin
Penentuan mol Cu dalam penelitian ini sebagai berikut. Berat klorofilliter =
total padatan klorofil x 1000 =
0,75615100 x 1000 = 7,5615 g
Berat pheophytin = BM pheophytin BM klorofil x berat klorofil = 871,21893,5 x7,5615 g
= 7,3729 mol pheophytin
= Berat pheophytin BM pheophytin = 7,3729871,21
= 0,008 mol Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh 0,008 mol sebagai batas atas
taraf jumlah Cu yang ditambahkan, sehingga taraf penambahan Cu adalah 0 mol; 0,001 mol; 0,002 mol; 0,004 mol; 0,006 mol dan 0,008 mol. Cu yang
ditambahkan dalam bentuk Cu-asetat [CH
3
COO
2
Cu.H
2
O] sebesar 0 mg; 199,64 mg; 399,28 mg; 799,56 mg; 1197,84 mg dan 1596,8 mg setiap 1 liter larutan.
Cu-asetat yang telah ditentukan jumlahnya sesuai perlakuan terlebih dahulu dilarutkan dalam 10 ml akuades. Ekstrak turunan klorofil yang telah
ditambahkan Cu
2+
dinaikkan pH-nya mencapai 8,5 dengan menambahkan NaOH 4 N. Reaksi dilakukan di dalam tempat tertutup selama 24 jam pada suhu ruang
dan terlindung dari cahaya serta diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah reaksi berlangsung sempurna, ditandai dengan terbentuknya warna hijau cerah.
Campuran tersebut ditambahkan maltodekstrin 3 Alsuhendra 2004. Reaksi dilakukan selama 30 menit menggunakan homogenizer. Kecepatan homogenizer
diatur pada skala F. Setelah reaksi selesai, campuran dimasukkan ke dalam freezer -20
C dan didiamkan selama semalam sebelum dikeringkan dengan pengering semprot spray dryer. Setelah campuran kering, maka diperoleh
bubuk Cu-turunan klorofil.
Gambar 2. Diagram alir pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei Daun murbei segar
200 g
Filtrat
Filtrat Ampas
Ampas
Maltodextrin 3
Ekstrak Klorofil
Ekstrak Turunan Klorofil Bubuk
Klorofil
Cu-Turunan Klorofil
Bubuk Cu-Turunan Klorofil
-
Diekstrak etanol 96
-
Disaring
-
Diekstrak etanol 96
-
Disaring Disaring
Buchner
HCl 4 N
NaOH 4 N Cu-asetat
-
Ditambah maltodextrin 3
-
Pengadukan magnetic stirrer
-
Homogenizer
-
Spray dryer suhu inlet 78 C, outlet
120 C
Spray dryer
0 mol 0,001 mol
0,006 mol 0,008 mol
0,002 mol 0,004 mol
Analisis karakteristik fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil
Analisis karakteristik fisik yang dilakukan diantaranya rendemen AOAC 1995 yang dimodifikasi, kelarutan Fardiaz et al. 1992 dan warna RHS 2001.
Prosedur disajikan pada Lampiran 1. Analisis karakteristik kimia yang dilakukan diantaranya kadar air Apriyantono et al. 1989 dan pH Apriyantono et al. 1989,
prosedur disajikan dalam Lampiran 2, serta kadar Cu total dan Cu-Chlorophyllin USPC 2006 yang dimodifikasi.
a. Analisa kadar Cu bebas Untuk membuat larutan uji, timbang 500 mg yang dimasukkan ke dalam
gelas piala lalu ditambahkan akuades 75 ml. Aduk hingga seluruh bubuk terlarut dengan cara menggoyangkan gelas piala. Tambahkan asam nitrat 1 N
sampai pH 3, suspensi dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambah akuades sampai 100 ml lalu dikocok. Suspensi tersebut di sentrifuse dan
disaring dengan kertas saring Whatman no. 42. Filtrat diambil sebanyak 5 ml menggunakan pipet volumetrik ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml kemudian
ditambahkan 2 ml asam nitrat pekat dan didiamkan semalam. Kemudian filtrat dipanaskan secara hati-hati sampai asam nitrat menguap seluruhnya yang
ditandai dengan warna uap berwarna putih. Selanjutnya filtrat diencerkan dengan akuades sampai 50 ml di dalam labu takar. Larutan yang telah
diencerkan kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman no.42 ke dalam tabung reaksi tertutup. Selanjutnya larutan ditentukan konsentrasinya
dengan menggunakan alat AAS Atomic Aborption Spectrophotometer Shimadzu AA-7000 pada
327,4 nm dengan flame: udara-Acetilene, lampu ”Hollow cathode” nomor 1, arus 8 mA, slit 0,02 mm dan Mode: BGC-D2.
b. Analisa kadar Cu total Untuk membuat larutan uji, timbang 100 mg sampel yang dimasukkan
ke labu Erlenmeyer, ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat, 1 ml asam nitrat pekat, 1 ml hidrogen peroksida pekat dan didiamkan semalam. Sampel
kemudian dipanaskan sampai berwarna hijau jernih. Catatan: Jika larutan berwarna coklat ditambah asam nitrat 0,5 ml sampai warna hijau. Larutan
didinginkan lalu dipindah ke labu takar 50 ml, encerkan dengan akuades sampai 50 ml, lalu dikocok. Larutan yang telah diencerkan kemudian disaring
menggunakan kertas saring Whatman no.42 ke dalam tabung reaksi tertutup. Kemudian larutan diukur konsentrasingan dengan menggunakan alat AAS
Atomic Absorption Spectrophotometer Shimadzu AA-7000 pada 327,4 nm
y = 0.0601x + 0.028 R² = 0.9991
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4
5 10
15 20
25
A b
s o
r b
a n
s
i
Konsentrasi Cu standar ppm
dengan flame: udara-Acetilene, lampu ”Hollow cathode” nomor 1, arus 8 mA, slit 0,02 mm dan Mode: BGC-D2.
Gambar 3 Kurva Cu standar Cara perhitungan kadar Cu bebas ppm dan Cu total ppm
=
Abs. Sampel-Abs Blanko b
x aliquot a
Berat Sampel
Keterangan: Nilai a dan b diperoleh dari persamaan garis y = 0,060x + 0,028 kurva Cu
standar c. Analisa kadar Cu yang terikat
Cu terikat ppm = Cu total ppm – Cu bebas ppm = A ppm Cu terikat mol = A x 10
-6
g Berat Atom Cu
d. Menghitung kadar Cu-Chlorophyllin mol Cu terikat
mol Cu-Chlorophyllin Cu-Chlorophyllin mgg = Cu terikat mol x Berat Molekul Cu-Chlorophyllin
Keterangan: BA Cu = 63,55; BM Cu-Chlorophyllin = 724,15
Uji toksisitas metode BSLT Brine Shrimp Lethality Test
Uji toksisitas metode BSLT mengacu pada metode Meyer et al. 1982. Telur udang ditetaskan dalam gelas piala berukuran 2 liter yang sudah berisi air
laut dan dilengkapi aerator. Telur udang akan menetas menjadi larva udang dalam waktu 2 x 24 jam. Selanjutnya membuat larutan sampel stok, misalkan
2000 ppm. Setiap vial diisi 1 ml air laut yang berisi 10 ekor larva udang. Vial tersebut ditambahkan larutan sampel stok dan air laut yang mencapai 2 ml
larutan sehingga konsentrasi larutan menjadi 10 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 1000 ppm kemudian dibiarkan selama 24 jam. Jumlah larva udang yang mati dicatat
dan data yang diperoleh diolah menggunakan probit analysis untuk mengetahui Lethal Concentration LC
50
dengan tingkat kepercayaan 95. LC
50
adalah konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian larva udang kira-kira 50.
Meyer et al. 1982 menyebutkan bahwa tingkat toksisitas suatu ekstrak mengikuti pedoman sebagai berikut:
LC
50
≤ 30 ppm = sangat toksik 30 LC
50
≤ 1000 ppm = toksik LC
50
1000 ppm = tidak toksik
Analisis Aktivitas Antioksidan dan Kadar Alkohol Bubuk Cu-turunan klorofil terpilih
a. Analisis aktivitas