Karakteristik fisiko-kimia dan uji toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) daun murbei (Morus alba L.) sebagai prototipe bahan suplemen makanan

(1)

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAN UJI TOKSISITAS

BUBUK Cu-TURUNAN KLOROFIL (Cu-Chlorophyllin)

DAUN MURBEI (Morus alba

L.) SEBAGAI PROTOTIPE

BAHAN SUPLEMEN MAKANAN

RISTI ROSMIATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Chlorophyll Derivative Powder (Cu-Chlorophyllin) from Mulberry Leaf (Morus Alba L.) as Prototype Material for Food Supplement. Supervised by CLARA M. KUSHARTO and NUNUK M. JANUWATI.

Chlorophyll and its derivatives have some benefits for improving health. Recently they have been promoted as one of food supplement. Chlorophyll has an unstable nature and easily transformed into the derivated form when exposed by light, oxygen, heat, and chemical degradation. Therefore it is necessary to do the process of adding mineral such as Cu to form Cu-Chlorophyll derivatives to make it more stable. Source of chlorophyll that is used is mulberry leaves (Morus alba L.), Kanva varieties with chlorophyll content of 844 ppm. This study aims to analyze the physico-chemical characteristics and toxicity of Cu-Chlorophyllin powder, also to analyze the antioxidant activity and alcohol residue of the elected Cu-Chlorophyllin powders. This research was conducted in May to November 2010. The toxicity test used Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method and Artemia salina Leach as bioindicator. Toxicity levels determined by the value of lethal concentration (LC50). If the LC50value is more than 1000 ppm, the powder substance is not toxic to Artemia salina Leach. Antioxidant activity was determined by the ability of compound to scavenge the long-lived free radicals 1,1 diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Alcohol residue was analyzed by gas chromatography. The result of this research showed that the elected Chlorophyllin powder obtained by adding of 0.002 mol copper, which yield Cu-Chlorophyllin content was 31.14 mg/g and value of LC50 was 2347.93 ppm, therefore it was not toxic to Artemia salinaLeach. It has an antioxidant activity at 47.07% (106.64 mg vitamin C/100 g) and no alcohol content which considered as halal products.


(3)

Turunan Klorofil (Cu-Chlorophyllin) Daun Murbei (Morus Alba L.) Sebagai Prototipe Bahan Suplemen Makanan. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO dan NUNUK M. JANUWATI

Klorofil dan beberapa turunannya memiliki manfaat untuk meningkatkan kesehatan, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai suplemen makanan (Hendler & Rorvik 2001; Prangdimurti 2007; Limantara 2009). Klorofil memiliki sifat labil dan mudah berubah menjadi bentuk turunannya jika terkena cahaya, panas, oksigen dan degradasi kimia (Gross 1991). Oleh sebab itu perlu dilakukan proses penambahan Cu sehingga membentuk Cu-turunan klorofil yang lebih stabil (Hendry & Houghton 1996). Sumber klorofil yang digunakan adalah daun murbei (Morus alba L.) varietas Kanva dengan kandungan klorofil sebanyak 844 ppm (Kusharto et al 2008). Budidaya tanaman murbei di Indonesia telah lama dilakukan, khususnya untuk pakan ulat sutera. Namun peternakan ulat sutera umumnya baru menghasilkan produk berupa kokon sebagai bahan baku produksi benang sutera yang harga jualnya relatif rendah. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis karakteristik fisiko-kimia dan uji toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) daun murbei (Morus alba L.) sebagai prototipe bahan suplemen makanan.

Tahapan penelitian diantaranya pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil yang mengacu pada penelitian Nurdin et al (2009) dan Kandiana (2010) yang dimodifikasi; analisis karakteristik fisiko-kimia (rendemen, kelarutan, warna, kadar air, pH kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin), uji toksisitas metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), serta analisis aktivitas antioksidan metode DPPH dan residu alkohol menggunakan kromatografi gas.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu penambahan Cu-asetat. Peubah respon yang diamati adalah rendemen, kelarutan, kadar air, pH, kadar Cu total, kandungan Cu-Chlorophyllin; serta toksisitas yang dinyatakan dengan nilai LC50. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan Microsof Excell for Windows, kemudian dianalisis menggunakan program SPSS System for Windows v 17.0. Data hasil analisis diuji secara statistik dengan Analysis of Variance (ANOVA), apabila terdapat pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Nilai LC50 diperoleh dari hasil uji toksisitas metode BSLT yang diolah secara statistik menggunakanProbit Analysis.

Bahan dasar pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil adalah daun murbei varietas Kanva. Hal ini karena daun murbei varietas Kanva kandungan klorofilnya lebih tinggi yaitu sebesar 844 ppm (Kusharto et al 2008) dibandingkan daun murbei varietas Multicaulis(682 ppm), Lembang (420 ppm) dan Cathayana (324 ppm) (Nurdin et al 2009). Daun murbei yang digunakan dalam penelitian ini adalah helai daun keenam ke bawah dihitung dari pucuk yang merupakan produk samping dari budi daya ulat sutera dan dipanen sebelum matahari terbit.

Klorofil merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik (Gross 1991), maka dipilih alkohol karena relatif lebih aman dibanding pelarut lain dalam pembuatan produk pangan. Proses ekstraksi dilakukan di ruangan gelap atau redup karena klorofil sangat peka terhadap cahaya (Gross 1991). Daun murbei yang telah dicuci dan ditiriskan kemudian diblender dengan menambahkan pelarut etanol 96% selama 3 menit. Daun murbei yang telah dihaluskan disaring menggunakan kain saring 60 mesh. Proses ekstraksi diulangi sampai klorofil dari


(4)

Pembentukan turunan klorofil yaitu pheophytin dilakukan dengan cara mengasamkan ekstrak klorofil dengan menambahkan asam mineral encer yaitu HCl 4 N ke dalam ekstrak klorofil daun murbei, sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat zaitun (olive brown) (Marquez 2005). Penurunan pH dilakukan secara bertahap dan tetap diaduk sampai terbentuk warna kecoklatan sebagai indikator. Pheophytin dengan warna coklat zaitun yang stabil dalam penelitian ini diperoleh setelah mereaksikan larutan selama dua jam pada suhu ruang.

Stabilitas klorofil dapat dicapai apabila Mg diganti dengan Cu. Pemilihan Cu sebagai logam pengompleks karena tingkat stabilitas kompleks Cu dengan cincin porfirin klorofil lebih tinggi dibandingkan Mg (Cheng et al1992 diacu dalam Alsuhendra 2004) dan Cu merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan tubuh (Anderson 2004 & Almatsier 2009). Turunan klorofil yang disubstitusi dengan Cu, tidak peka terhadap cahaya dan tidak terjadi dekomposisi dengan adanya asam mineral. Menurut La Borde dan Von Elbe (1994) diacu dalam Alsuhendra (2004) ion logam hanya bereaksi dengan turunan klorofil, sehingga penambahan jumlah Cu disesuaikan dengan jumlah turunan klorofil. Konsentrasi Cu yang ditambahkan diantaranya 0; 0,001; 0,002; 0,004; 0,006; 0,008 mol.

Penentuan konsentrasi ini berdasarkan perhitungan dari penelitian pendahuluan, dengan cara menghitung total padatan ekstrak klorofil yang diasumsikan sebagai jumlah klorofil yang terdapat dalam larutan ekstrak klorofil tersebut. Selanjutnya total padatan klorofil dikonversi ke dalam bentuk pheophytin maka dapat diperkirakan berat Cu yang dibutuhkan. Cu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cu-asetat. Cu asetat pada berbagai perlakuan terlebih dahulu dilarutkan dalam 10 ml akuades agar Cu asetat mudah terlarut dan bereaksi dengan larutan pheophytin. Ekstrak turunan klorofil yang telah ditambahkan Cu dinaikkan pH-nya mencapai 8,5 dengan menambahkan NaOH 4 N. Reaksi dilakukan di dalam labu tertutup selama 24 jam pada suhu ruang dan terlindung dari cahaya serta diaduk menggunakan magnetic stirrer. Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan yang diinginkan adalah bentuk bubuk, maka ekstrak harus dikeringkan menggunakan spray dryer. Oleh karena itu perlu ditambah pengisi untuk mengikat ekstrak. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin 3%.

Karakteristik fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil yang dianalisis adalah rendemen, kelarutan, warna, kadar air, pH, kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin. Rendemen dan kelarutan bubuk Cu-turunan klorofil secara berurutan berkisar antara 14,91%-16,14% (bb) dan 96%-98,12% (bk). Berdasarkan hasil analisis warna menggunakan Colour Chart RHS (The Royal Horticultural Society), warna bubuk klorofil alami (penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol) adalah yellow, sedangkan bubuk Cu-turunan klorofil pada perlakuan yang lainnya adalah yellow-green. Kadar air dan pH bubuk Cu-turunan klorofil secara berurutan berkisar antara 3,39%-5,98% (bb) dan 5,26–7,49. Kadar Cu total bubuk Cu turunan klorofil berkisar antara 0 -8,57 mg/g dan kandungan Cu-Chlorophyllinberkisar antara 0 - 91,97 mg/g (bb). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rendemen, pH, kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllinbubuk Cu-turunan klorofil, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan dan kadar air.

Kadar Cu Total dan Kandungan Cu-Chlorophyllindigunakan sebagai salah satu parameter untuk menentukan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih. Penentuan


(5)

(BPOM RI 2005) yang diasumsikan sebagai kadar Cu total yang terdapat dalam setiap gram bubuk turunan klorofil (Kandiana 2010). Setelah itu bubuk Cu-turunan klorofil tersebut dipilih berdasarkan kandungan Cu-Chlorophyllintertinggi diantara semua perlakuan.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa dalam 1 gram bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol; 0,001 mol dan 0,002 mol kandungan Cu totalnya adalah 0 mg; 1,13 mg dan 2,85 mg (bb), secara berurutan, telah memenuhi persyaratan BPOM RI No. HK.00.05.23.3644 (BPOM RI 2005). Penambahan asetat yang menghasilkan kadar Cu-Chlorophyllintertinggi adalah bubuk turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,008 mol yaitu 91.97 mg (bb), namun kandungan Cu totalnya sebesar 8.57 mg (bb). Hasil ini tidak memenuhi persyaratan BPOM RI No. HK.00.05.23.3644 (BPOM RI 2005). Kandungan Cu-Chlorophyllin tertinggi diantara bubuk Cu-turunan klorofil yang memenuhi persyaratan tersebut adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,002 mol yaitu 31.14 mg (bb). Berdasarkan parameter kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin tersebut, bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0,002 mol.

Berdasarkan hasil uji toksisitas diketahui bahwa bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu asetat sebesar 0; 0,001; 0,002; 0,004 mol tidak mengindikasikan adanya toksisitas terhadap Artemia Salina Leach. karena LC50>1000 ppm. Nilai LC50 pada bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu asetat sebesar 0,006 dan 0,008 mol mengindikasikan adanya toksisitas terhadap Artemia salina Leach (LC50<1000 ppm). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai LC50.

Analisis aktivitas antioksidan dan residu alkohol dilakukan terhadap bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih. Penentuan ini berdasarkan hasil analisis kadar Cu total yang sesuai dengan persyaratan BPOM RI (2005), kandungan Cu-Chlorophyllin tertinggi diantara bubuk yang memenuhi persyaratan BPOM RI (2005) dan uji toksisitas akut dengan metode BSLT (Meyer et al 1982). Berdasarkan ketiga parameter tersebut bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu asetat 0,002 mol. Bubuk terpilih tersebut memiliki aktivitas antioksidan sebesar 47,07 % yang berarti komponen antioksidan yang terkandung didalamnya mampu mereduksi 47,07% radikal bebas yang mengoksidasinya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap gram bubuk Cu-turunan klorofil tersebut mampu mereduksi DPPH sebesar 18,51 mg. Besarnya aktivitas antioksidan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih kemudian disetarakan dengan kemampuan vitamin C yang dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity)yaitu sebesar 106,64 mg vitamin C/100 g.

Bubuk Cu-turunan klorofil menggunakan alkohol (etanol 96%) sebagai pelarut, sehingga perlu dilakukan analisis residu alkohol. Kadar alkohol tersebut dianalisis menggunakan kromatografi gas. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar alkohol bubuk Cu-turunan klorofil terpilih sebesar 0%. Hasil ini dapat dijadikan pertimbangan untuk menilai kehalalan bubuk Cu-turunan klorofil. Hal ini diduga karena spray dryer mampu mengubah larutan menjadi serbuk dengan baik.


(6)

DAUN MURBEI (Morus alba

L.) SEBAGAI PROTOTIPE

BAHAN SUPLEMEN MAKANAN

RISTI ROSMIATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(7)

Nama Mahasiswa : Risti Rosmiati NIM : I14063190

Disetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Clara M. Kusharto, M.Sc Ir. Nunuk M. Januwati, MS APU NIP. 19510719 198403 2 001 NIP. 19480101 198406 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001


(8)

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Atas berkat izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisiko-Kimia dan Uji Toksisitas Bubuk Cu-Turunan Klorofil (Cu-Chlorophyllin) Daun Murbei (Morus Alba L.) sebagai Prototipe Bahan Suplemen Makanan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga hendak mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini yaitu:

1. Prof. Dr. Clara M. Kusharto, M.Sc dan Ir. Nunuk M. Januwati, MS APU selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan pembelajaran, pengarahan, saran, kritik, dan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir

2. Dr. Rimbawan selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji serta memberikan masukan bagi penulis

3. Dr. Ir. Yayuk F. Baliwati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menimba ilmu di Departemen Gizi Masyarakat ini

4. Bapak Dedi Kusnadi dan Ibu Mimi selaku orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan dan limpahan kasih sayang

5. Tantan Rustandi yang selalu menjadi kakak terbaik

6. Leli, Lela, Azril, teh Nur dan semua saudara yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis merasa beruntung memiliki kalian

7. Pak Mashudi atas saran, bantuan dan dukungan selama 7 bulan penulis melakukan penelitian di laboratorium

8. Teman-teman Koplag (Komunitas Peneliti Laboratorium Gizi), para pembahas seminar, Mbak Nunung, Mbak Dian serta para laboran yang telah banyak membantu dan memberikan masukan

9. Teman-teman kost ”Pondok Dewi” (Okta, Ida, Dianita, Siti, Tiwik, Rini, Wahyu, Mei, Ionk) atas kebersamanaan kita selama di IPB


(9)

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2011


(10)

dari Bapak Dedi Kusnadi dan Ibu Mimi. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Purabaya II (tahun 2001), SMPN 1 Purabaya (tahun 2004), dan SMAN 3 Sukabumi (tahun 2006). Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti Program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima sebagai mahasiswi Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Selama masa kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen Kominfo BEM FEMA IPB (2007-2008), FORSIA FEMA IPB (2007-2008), HIMAGIZI IPB (2008-2009); bendahara Departemen Kominfo HIMAGIZI IPB (2007-2008) dan BEM FEMA IPB (2008-2009); Sekretaris Kegiatan Pelatihan Jurnalistik (Bonjour) tahun 2008 dan 2009; serta menjadi panitia kegiatan diantaranya Lomba Seni ”Cookies” BEM KM IPB (2006), Masa Perkenalan Mahasiswa Baru ”Agraris 44” (2007), Masa Perkenalan Departemen GM (2008), Pelatihan Oraganoleptik HIMAGIZI IPB (2008), Funny Fair (2009), Seminar Kasih GM 43 IPB (2010), Program Lifeskills Perempuan dan Lansia di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor (2010-2011); Program Lifeskills untuk Warga Usia Lanjut (Wulan) dan Perempuan di Lingkungan Kampus IPB Darmaga Kabupaten Bogor (2010-2011). Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan tahun 2008 dan menjadi finalis lomba iklan layanan masyarakat (poster) PIMNAS tahun 2009. Selain itu penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) tahun 2009 di Desa Sukaresmi, Tamansari Bogor serta Internshipbidang Dietetik di RS Karya Bhakti Bogor tahun 2010.


(11)

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

Kegunaan... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Murbei (Morus albaL.) ... 3

Daun Murbei ... 3

Klorofil dan Turunannya ... 4

Manfaat Klorofil bagi Kesehatan... 8

Cu-Turunan Klorofil ... 8

Manfaat Cu (Tembaga) bagi Tubuh... 8

Cu-turunan Klorofil ... 10

Uji Toksisitas... 12

Metode Uji BSLT ... 12

Suplemen Makanan ... 13

METODE PENELITIAN... 15

Desain, Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat... 15

Tahapan Penelitian ... 15

Pembuatan bubuk Cu turunan klorofil daun murbei ... 16

Analisis karakteristik fisiko-kimia bubuk Cu turunan Klorofil... 19

Uji toksisitas bubuk Cu turunan Klorofil ... 20

Analisis aktivitas antioksidan dan kadar alkohol bubuk Cu-turunan klorofil terpilih ... 21

Rancangan Percobaan... 23

Pengolahan dan Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Proses pembuatan bubuk Cu turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) ... 25

Karakteristik Fisiko-Kimia ... 31

Karakteristik Fisik ... 31

Karakteristik Kimia... 33

Hasil Analisis Toksisitas ... 35

Aktivitas Antioksidan dan Kadar Alkohol... 36

Aktivitas Antioksidan ... 36

Kadar Alkohol... 38

KESIMPULAN DAN SARAN... 40

Kesimpulan ... 40


(12)

(13)

Tabel 1 Kandungan klorofil berbagai daun tumbuhan ... 4

Tabel 2 Karakter fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil ... 10

Tabel 3 Nilai uji proksimat, serat makanan dan beta-karoten bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau dan daun murbei... 11

Tabel 4 Hasil analisis karakteristik fisik bubuk Cu-turunan klorofil... 31

Tabel 5 Hasil analisis karakteristik kimia bubuk Cu-turunan klorofil... 33


(14)

Gambar 1 Struktur kimia klorofil beserta turunannya (Ferruzzi & Blasklee 2006) ... 7 Gambar 2 Diagram alir pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil daun

murbei ... 18 Gambar 3 Kurva Cu standar... 20 Gambar 4 Kurva standar Vitamin C setelah direaksikan dengan DPPH .... 22 Gambar 5 Daun murbei varietas Kanva di Teaching Farm Sutera Alam,

University FarmIPB... 25 Gambar 4 Bubuk Cu-Turunan Klorofil pada beberapa konsentrasi Cu ... 30


(15)

Lampiran 1 Prosedur analisis karakteristik fisik... 48

Lampiran 2 Prosedur analisis karakteristik kimia... 56

Lampiran 3 Hasil analisis karakteristik fisik bubuk Cu-turunan klorofil ... 57

Lampiran 4 Hasil analisis karakteristik kimia bubuk Cu-turunan klorofil... 58

Lampiran 5 Nilai LC50bubuk Cu-turunan klorofil... 61

Lampiran 6 Cara perhitungan aktivitas antioksidan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih ... 62

Lampiran 7 Kromatogram kadar alkohol bubuk Cu-turunan klorofil terpilih 64 Lampiran 8 Dokumentasi proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil.... 65


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Klorofil merupakan zat warna hijau alami yang umumnya terdapat dalam daun sehingga sering disebut zat hijau daun (Gross 1991). Hasil penelitian Kumar et al. (2004) menunjukkan bahwa klorofil dan beberapa turunannya memiliki kemampuan antioksidatif baik secara in vitro maupun in vivo. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Marquez et al. (2005) dan Ferruzzi et al. (2002) yang menunjukkan bahwa klorofil dan turunannya memiliki kemampuan antioksidan dan antimutagenik serta antikanker (Breinholt

et al.1995; Hasegawa et al.1995; Keller et al.1996; Tassetti et al.1997; Barder

et al. 2006). Klorofil dan turunannya dapat dimanfaatkan sebagai pewarna makanan dan suplemen makanan (Hendler & Rorvik 2001; Prangdimurti 2007; Limantara 2009).

Karakteristik klorofil yang penting adalah ketidakstabilan secara kimia, seperti peka terhadap cahaya, panas, oksigen dan degradasi kimia (Gross 1991). Oleh karena itu, untuk memperoleh klorofil yang stabil perlu penanganan khusus, seperti membentuk kompleks turunan klorofil dengan Cu (Hendry & Houghton 1996). Ferruzi et al. (2002) menyatakan bahwa Cu-Chlorophyllin memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding turunan klorofil alami. Selain itu, Cu merupakan salah satu zat gizi mikro essensial yang berfungsi sebagai bagian dari enzim dalam tubuh (Almatsier 2009).

Ketersediaan sumber-sumber klorofil di Indonesia sangat besar mengingat kondisi geografisnya. Negara tropis seperti Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah termasuk flora yang mengandung bahan aktif tertentu yang dapat digunakan sebagai obat ataupun suplemen makanan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2001) menyatakan bahwa sembilan puluh persen dari spesies tumbuhan yang berada di Asia memiliki khasiat sebagai obat. Hampir 80% tumbuhan tersebut telah dimanfaatkan penduduk lokal sebagai obat-obatan tradisional secara empiris.

Menurut Kusharto et al.(2008) daun murbei (Morus albaL.) varietas Kanva termasuk daun yang mengandung klorofil relatif tinggi yaitu sebesar 844 ppm. Berdasarkan penelitian Yadav et al.(2008) daun murbei dapat meredakan gejala gelisah (anxiety). Hahm et al. (2008) melakukan penelitian mengenai manfaat daun murbei yang dapat menurunkan tekanan darah sistol dan diastol. Penelitian dilakukan terhadap tikus dan hasilnya signifikan. Selain itu daun murbei juga


(17)

dapat mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al. 2008). Budidaya tanaman murbei di Indonesia telah lama dilakukan, khususnya untuk pakan ulat sutera. Namun peternakan ulat sutera pada umumnya baru menghasilkan produk berupa kokon sebagai bahan baku produksi benang sutera yang harga jualnya relatif rendah. Berdasarkan uraian tersebut, dirasa perlu membuat produk bubuk Cu-turunan klorofil dengan memanfaatkan bagian daun murbei yang tidak terpakai untuk pakan ulat sutera serta dilakukan uji toksisitas sebagai salah satu tahapan analisis keamanan pangan.

Tujuan Tujuan Umum

Menganalisis karakteristik fisiko-kimia dan toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) daun murbei sebagai prototipe bahan suplemen makanan.

Tujuan Khusus

1. Mempelajari pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei;

2. Menganalisis karakteristik fisik (rendemen, kelarutan dan warna) serta karakteristik kimia (kadar air, pH, kadar Cu total dan kandungan

Cu-Chlorophyllin) bubuk Cu-turunan klorofil;

3. Menganalisis toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin); 4. Menganalisis aktivitas antioksidan dan kadar alkohol bubuk Cu-turunan

klorofil yang terpilih.

Kegunaan

Produk yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi kalangan akademisi, medis, farmasi dan industri pangan sebagai alternatif bahan suplemen makanan. Selain itu produk diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan nilai ekonomis dari hasil pertanian terutama daun murbei


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Murbei (Morus albaL.)

Tanaman murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m diatas permukaan laut (dpl) dan memerlukan cukup sinar matahari. Tanaman murbei berbentuk perdu, tingginya mencapai 5–6 m. Di Indonesia terdapat sekitar 100 varietas murbei. Beberapa varietas tanaman murbei yang tumbuh dan berkembang dengan baik di Jawa Barat diantaranya murbei varietas Kanva-2 (400-1200 dpl), Cathayana (200-500 dpl), Multicaulis (700-1200 dpl), Lembang (200-500 dpl) (Sunanto 1997). Berdasarkan Systema Nature 2000

(Brands 1989) tanaman murbei termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi

Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Urticalis,

famili Moraceae, genusMorusdan speciesMorus albaL.

Daun Murbei

Tanaman murbei berdaun tunggal dan terletak pada cabang spiral. Tulang daun berada di bagian bawah dan terlihat jelas. Bentuk dan ukuran daun bermacam-macam, tergantung jenis dan varietasnya. Murbei varietas Kanva mempunyai daun berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal daun rata dan tepi daun bergerigi runcing tumpul. Warna daun hijau tua, susunan tulang daun menyirip dengan tekstur permukaan atas daun kasap dan bawah daun halus. Tipe daun tunggal dengan indeks P/L daun 1,27 dan panjang tangkai daun rata-rata 2,40 cm. Daun murbei rasanya pahit (Pudjiono & Septina 2008).

Daun murbei yang selama ini digunakan sebagai pakan dalam budidaya ulat sutera memiliki khasiat sebagai obat. Daun murbei dapat menurunkan glukosa darah, bersifat diuretik dan menurunkan tekanan darah (Sianghal et al.

2001). Daun murbei juga dapat meredakan gejala gelisah (Yadav et al. 2008). Hahm et al. (2008) melakukan penelitian mengenai manfaat daun murbei yang dapat menurunkan tekanan darah sistol dan diastol. Penelitian dilakukan terhadap tikus dan hasilnya signifikan. Selain itu daun murbei juga dapat mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al.2008).

Kandungan klorofil daun murbei varietas Kanva adalah 844 ppm (Kusharto

et al. 2008). Kandungan klorofil daun murbei varietas ini paling tinggi dibandingkan verietas Multicaulis (682 ppm), Lembang (420 ppm), dan

Cathayana (324 ppm). Daun murbei mengandung air sebesar 74,43%, protein sebesar 7,63%, lemak sebesar 0,59%, abu sebesar 2,56% dan karbohidrat


(19)

sebesar 8,45%. Selain itu kandungan serat kasar daun murbei varietas ini sebesar 6,34% (Nurdin et al.2009)

Klorofil dan Turunannya

Menurut Harbone (1987) klorofil merupakan katalisator dalam proses fotosintesis yang memiliki peranan penting dan berada di alam sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tumbuhan yang berfotosintesis. Gross (1991) menjelaskan bahwa klorofil berfungsi menangkap energi cahaya untuk mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat. Karbohidrat dibentuk dalam tumbuhan yang berklorofil melalui reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar

matahari yang disebut sebagai proses fotosintesis (Winarno 2008).

Klorofil a dan klorofil b terdapat pada semua tumbuhan hijau dengan perbandingan 3:1 pada tumbuhan tinggi. Kondisi pertumbuhan dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi perbandingan tersebut (Gross 1991). Menurut Sweetman (2005) berat molekul klorofil a adalah 893,5 dan klorofil b adalah 907,51. Klorofil a dan b terdapat dalam tumbuhan, ganggang dan bakteri, sedangkan klorofil c, d dan e terdapat dalam ganggang (Hendry & Houghton 1996).

Tabel 1 Kandungan klorofil berbagai daun tumbuhan

No Jenis Sayuran Kadar Klorofil (ppm) daun

a b Total Rasio a:b

1 Daun singkonga 2853,2 1114,3 3967,5 2,6:1

2 Daun katuka 1688,1 513,9 2202,0 3,3:1

3 Daun kangkunga 1493,5 519,9 2013,5 2,9:1

4 Daun bayama 1205,0 255,9 1460,9 4,7:1

6 Kacang panjanga 169,1 55,5 224,6 3,0:1

7 Buncisa 57,0 18,5 75,4 3,1:1

8 Seladaa 482,7 148,6 631,3 3,2:1

9 Daun kemangia 842,7 479,6 1322,7 1,8:1

10 Daun poh-pohana 1495,4 587,1 2082,5 2,5:1

11 Cincau hijaub 1300 408,7 1708,8 3,2:1

12 Daun murbei var. Kanvab 651,7 192,5 844,2 3,4:1

13 Daun pegaganb 612,5 219,0 831,5 2,8:1

Sumber: aAlsuhendra (2004), bKusharto et al.(2008)

Jenis dan kandungan klorofil dalam jaringan tanaman tergantung pada spesies, varietas dan tempat tumbuh. Klorofil dapat ditemukan pada daun dan permukaan batang yaitu di dalam spongi di bawah kutikula. Oleh sebab itu sayuran lebih banyak mengandung klorofil dibandingkan dengan buah-buahan yang telah matang (Alsuhendra 2004).


(20)

Klorofil secara struktural merupakan porfirin yang mengandung cincin dasar tetrapirol yang berikatan dengan ion Mg2+. Cincin dasar isosiklik yang kelima berada dekat dengan cincin pirol ketiga. Substituen asam propionat diesterifikasi pada cincin keempat oleh gugus fitol, suatu diterpen alkohol (C20H39OH) yang bersifat hidrofobik. Jika gugus ini dihilangkan dari struktur

intinya maka klorofil berubah menjadi turunannya yang bersifat hidrofilik. Klorofil merupakan ester dan larut dalam pelarut organik (Gross 1991).

Kelabilan yang ekstrim merupakan karakteristik penting dari klorofil. Klorofil sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, degradasi kimia yang meliputi reaksi feofitinisasi, reaksi pembentukan chlorophyllidedan reaksi oksidasi. Klorofil dapat berubah menjadi turunannya baik secara in vivomaupun in vitro(Gross 1991).

Reaksi feofitinisasi adalah reaksi pembentukan pheophytinyang berwarna hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil terlepas dan diganti oleh ion H. Denaturasi protein pelindung dalam kloroplas mengakibatkan ion magnesium mudah terlepas dan diganti oleh ion hidrogen membentuk pheophytin. Reaksi pembentukan chlorophyllideterjadi pada hampir semua tumbuhan hijau dimana terdapat enzim klorofilase yang dapat menghidrolisis gugus fitol dari klorofil sehingga terlepas membentuk

chlorophyllide(Gross 1991).

Reaksi oksidasi dibagi menjadi reaksi oksidasi non enzimatik dan oksidasi enzimatik. Reaksi oksidasi non enzimatik terjadi karena pemanasan dan selama penyimpanan. Kecepatan degradasi oksidatif meningkat sejalan dengan lamanya pertambahan waktu blansir dan penyimpanan. Pengaruh blansir tampak dalam dua hal. Pertama, blansir menginaktivasi enzim-enzim yang membantu degradasi klorofil, sehingga klorofil lebih stabil. Kedua, blansir dalam waktu yang lebih lama, meskipun menginaktivasi enzim, tetapi merangsang reaksi oksidasi yang mengakibatkan kehilangan klorofil. Waktu blansir yang paling optimum adalah 45 detik sampai 1 menit, dimana aktivasi enzim dan peransang reaksi oksidasi dihambat. Reaksi oksidasi enzimatik terjadi dengan adanya enzim lipoksigenase (linoleat oksidoreduktase) yang terdapat disebagian besar sayuran dan buah-buahan. Enzim lipoksigenasi diidentifikasi sebagai enzim yang memberikan pengaruh pemucatan pada klorofil a dan klorofil b dengan kehadiran lemak dan oksigen (Eskin 1979 diacu dalam Prangdimurti 2007).


(21)

Turunan klorofil diantaranya:

1. Chlorophyllide, reaksi pembentukan chlorophyllideterjadi pada hampir semua tumbuhan hijau dimana terdapat enzim klorofilase yang dapat menghidrolisis gugus fitol dari klorofil sehingga terlepas membentuk chlorophyllide.

Chlorophyllide merupakan senyawa berwarna hijau mempunyai sifat spektral yang sama dengan klorofil tetapi lebih larut dalam air. Chlorophyllide juga dapat kehilangan ion magnesium yang diganti dengan ion hidrogen membentuk pheophorbide. Klorofil dapat dengan mudah dihirolisis menghasilkan chlorophyllidedan fitol pada kondisi asam maupun basa.

2. Pheophytin a dan b merupakan turunan klorofil bebas magnesium, dimana

pheophytin a dan b secara mudah diperolah dari klorofil dengan perlakuan asam, sehingga melepaskan magnesium. Reaksi terjadi 1 sampai 2 menit menggunakan HCl dengan konsentrasi 13%. Kecepatan terbentuknya

pheophytin merupakan reaksi ordo pertama terhadap konsentrasi asam. Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang menjadi hjau kecoklatan karena pemanasan dan penyimpanan. Asam-asam yang terbentuk adalah asam asetat dan asam pirolidon karboksilat (Gross 1991). 3. Pheophorbide a dan b adalah klorofil terhidrolisis tanpa fitol (chlorophyllide)

yang juga bebas Mg. Pheophorbide dihasilkan dari klorofil dengan suasana asam (HCl 30%) atau chlorophyllideyang diasamkan (Gross 1991)

4. Pyrochlorophyll, turunan pyro dari klorofil atau turunannya adalah senyawa yang kehilangan gugus karboksimetoksi (-COOCH3) pada C-10 dari cincin

isosiklik, suatu gugus yang diganti oleh hidrogen. Klorofil a, methyl chlorophyllide a, pheophytin a atau methyl pheophorbide a bila dipanaskan pada 1000C menghasilkan turunan pyrooleh dekarbometoksilasi (Gross 1991)

Menurut Gross (1991) klorofil a berwarna hijau kebiruan (blue-yellow) dan klorofil b berwarna hijau kekuningan (yellow-green). Warna hijau yang tampak pada klorofil dikarenakan klorofil menyerap secara kuat pada area merah dan biru pada spektrum tampak. Klorofil a bersifat kurang polar serta larut dalam alkohol, eter dan aseton sedangkan klorofil b bersifat lebih polar serta dalam keadaan murni sedikit larut dalam petroleum eter namun tidak larut dalam air. Klorofil b dan pheophytin b larut dalam alkohol, eter, aseton dan benzene, serta dalam keadaan murni tidak larut dalam petroleum eter dan air. Chlorophyllide


(22)

klorofil b bersifat fluoresen dalam larutan (Kusumaningsih 2003; Clydesdale et al.

1969 diacu dalam Nurdin 2009).

Gambar 1 Struktur kimia klorofil beserta turunannya (Ferruzzi & Blakeslee 2006) Muchtadi (1992) menjelaskan bahwa protein dari senyawa kompleks pada sayuran yang mengandung klorofil akan mengalami denaturasi selama perebusan sehingga klorofil akan dibebaskan. Klorofil yang bebas tersebut sangat tidak stabil dan Mg2+ yang terdapat di dalamnya dapat dengan mudah

digantikan oleh H+. Hal ini menyebabkan warna sayuran yang semula hijau berubah menjadi kecoklatan karena terbentuknya pheophytin (Ferruzzi & Schwartz 2001). Warna hijau terang (bright green) dari sayuran segar menunjukkan kualitas daun yang dipengaruhi oleh umur (aging), pH, panas, kompleks metal, oksidasi, enzim dan fermentasi. Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi warna alami klorofil yaitu menyebabkan degradasi klorofil (Hutchings 1994). Perubahan warna inilah yang harus diperhatikan dalam mengolah produk-produk yang mengandung klorofil. Warna merupakan salah satu karakteristik penilaian pertama konsumen dalam membeli produk makanan yaitu 45% dari keseluruhan mutu makanan (Eskin 1979 diacu dalam Kandiana 2010).


(23)

Manfaat Klorofil bagi Kesehatan

Hasil penelitian Kumar et al. (2004) menunjukkan bahwa klorofil dan beberapa turunannya memiliki kemampuan antioksidatif baik secara in vitro

maupun in vivo. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Marquez

et al. (2005) dan Ferruzzi et al. (2002) yang menunjukkan bahwa klorofil dan turunannya memiliki kemampuan antioksidan dan antimutagenik. Kemampuan klorofil dan turunannya dimanfaatkan juga sebagai pewarna makanan, penghilang bau badan (Limantara 2009) dan antikanker (Breinholt et al. 1995; Hasegawa et al. 1995; Keller et al. 1996 & Tassetti et al. 1997; Barder et al.

2006).

Klorofil dan turunannya seperti pheophytin, pyropheophytin, pheophorbide

dan chlorophyllide telah menunjukkan antimutagenik secara in vitro melawan mutagen seperti 3-methylcholanthrene, N-methyl-N’-nitri-N’-nitrosoguanidine

(MNNG) dan aflatoksin B1 (Dashwood et al.1991). Klorofil dan chlorophyllinjuga telah menunjukkan efek antikarsinogenik pada hewan coba, dalam hal ini dalam melawan karsinogen seperti alfatoksin B1 (Breinholt et al. 1995), 1,2

dimethylhydrazine (Robins & Nelson 1989) dan dibenzopyrene (Reddy et al.

1999). Mekanisme kerja antimutagenik dan antikarsinogenik dari klorofil dan

chlorophyllin tidak diketahui, diduga sifat antioksidan dari klorofil atau

chlorophyllin yang berperan disini. Kemungkinan lain adalah pembentukan kompleks antara mutagen atau karsinogen dengan klorofil atau chlorophyllin

yang akan menginaktivasi mutagen atau karsinogen. Berdasarkan Physicians Desk Reference (PDR) for Nutritional Supplementklorofil dan chlorophyllindapat dijadikan sebagai suplemen makanan (Hendler & Rorvik 2001).

Cu-Turunan Klorofil Manfaat Cu (Tembaga) bagi Tubuh

Cu atau tembaga merupakan salah satu zat gizi mikro essensial yang berfungsi sebagai bagian dari enzim dalam tubuh. Tembaga terlibat dalam pembentukan energi di dalam mitokondria melalui transport elektron protein. Tembaga yang berada dalam sel darah merah sebagian besar berbentuk metaloenzim superoksida dismutase yang berfungsi sebagai antioksidan serta membantu sintesis melanin dan katekolamin. Tembaga dalam seruloplasmin berperan pada proses oksidasi besi sebelum ditransportasikan ke dalam plasma (Anderson 2004).


(24)

Tembaga dalam enzim metaloprotein berperan pada proses sintesis protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah serta pada proses sintesis pembawa rangsangan saraf (neurotransmitter) seperti noradrenalin dan neuropeptida seperti ensefalin (Almatsier 2009). Beberapa enzim yang mengandung tembaga lainnya adalah tirosinase untuk memproduksi pigmen dalam epidermis, urikase pada metabolisme asam urat di dalam hati dan ginjal, lisis oksidase dalam kondensasi asam amino, amino oksidase pada plasma dan jaringan ikat, serta tiol oksidase dalam pembentukan ikatan disulfida (Garrow & James 1993). Orang dewasa mengandung tembaga sekitar 100 mg yang umumnya terikat terhadap sekitar 30 jenis enzim dan protein (Buttriss & Hughes 2000).

Menurut Anderson (2004) defisiensi tembaga dikategorikan sebagai anemia, neutropenia dan kelainan skeletal terutama demineralisasi. Selain itu defisiensi tembaga diduga menyebabkan subperiosteal hemorrhage, depigmentasi rambut dan kulit. Namun belum ada bukti spesifik tentang defisiensi tembaga yang terjadi pada manusia. Penyakit Menkes yang merupakan kelainan genetik dapat menyebabkan defisiensi tembaga.

Angka Kecukupan Gizi untuk tembaga belum ditentukan di Indonesia karena kekurangan tembaga karena makanan jarang terjadi. Jumlah tembaga yang aman dikonsumsi yang ditentukan oleh Amerika Serikat adalah sebesar 1,5-3 mg sehari (Almatsier 2009). Keputusan Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan menyebutkan bahwa batas maksimum Cu yang diizinkan terdapat dalam suplemen makanan sebanyak 3 mg/hari (BPOM RI 2005). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan UL-nya yaitu sebesar 10 mg/hari (Young

et al.2001).

Nekrosis hati atau sekrosis hati merupakan akibat dari kelebihan tembaga secara kronis yang menumpuk di dalam hati. Kelebihan tembaga dapat terjadi karena konsumsi suplemen tembaga atau penggunaan alat memasak dari tembaga terutama pada saat memasak cairan bersifat asam. Konsumsi sebanyak 10-15 mg perhari dapat menyebabkan muntah dan diare (Almatsier 2009). Penyakit Wilson merupakan penyakit yang ditandai dengan akumulasi tembaga yang berlebih di dalam jaringan tubuh seperti mata sebagai hasil dari defisiensi genetik pada sintesis seruplasmin hati. Penyakit ini biasanya terjadi


(25)

pada orang yang melakukan diet vegetarian ketat karena sayuran dan buah sedikit sekali mengandung tembaga (Anderson 2004).

Cu-Turunan Klorofil

Logam Zn, Cu, Fe, Ni dan Co adalah logam yang biasa digunakan untuk membentuk kompleks turunan klorofil atau molekul porfirin. Namun yang umum digunakan dalam hubungannya dengan kesehatan adalah logam Zn dan Cu. Zn dan Cu bersama dengan kompleks cincin porfirin membentuk suatu ikatan kuat yang lebih tahan panas dan asam dibandingkan dengan klorofil asal. Beberapa penelitian yang menggunakan sayuran telah membuktikan hal tersebut (Canjura

et al. 1999). Laborde dan Von elbe (1994) menyatakan bahwa ion logam tidak bereaksi dengan klorofil alami, namun hanya bereaksi dengan turunan klorofil.

Berbagai penelitian in vitro menunjukkan bahwa klorofil dan turunannya dapat digunakan sebagai antikanker, antiimflamasi dan antioksidan. Hasil penelitian membuktikan bahwa Cu-chlorophyllinmempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan klorofil alami (Marquez et al. 2005) dan turunan klorofil alami (Ferruzi et al. 2002). Hal ini menandakan pentingnya logam terikat dalam porfirin. Prangdimurti (2007) juga menyatakan bahwa ekstrak daun suji dengan kadar klorofil 0,082 mg/ml, klorofil suji dan Cu-Chlorophyllin dengan kadar klorofil semuanya setara 0,041 mg/ml mampu menghambat oksidasi LDL secara in vitro sebesar 54%, 40% dan 100% secara berturut-turut. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Cu-Chlorophyllin memiliki aktivitas menahan oksidasi LDL yang lebih besar dibandingkan dengan klorofil alami. Hasil penelitian Nurdin (2009) memperkuat pernyataan tersebut dimana bubuk ekstrak Cu-turunan klorofil sebanyak 16,7 mg/kg BB/hari lebih berpotensi mencegah pembentukan lesi aterosklerosis dibanding dengan klorofil alami maupun klorofil komersil.

Karakteristik fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil dari daun murbei varietas Kanva (Nurdin et al. 2009) dan daun cincau hijau (Premna oblongifolia

Merr.) (Nurdin 2009 dan Kandiana 2010) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Karakter fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil

Karakteristik Bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijaua,b

Bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijauc

Rendemen (%) 14,20 5,325

-pH 7,64 6,275 6,48

Kelarutan (%) 98,04 93,44 62,99


(26)

Selain itu Nurdin (2009) dan Nurdin et al.(2009) juga melakukan uji warna, analisis proksimat, analisis serat kasar dan kandungan beta karoten bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau dan daun murbei. Uji warna dilakukan pada bubuk Cu-turunan klorofil sebelum dan sesudah dipanaskan. Tingkat kecerahan dan kekuningan relatif stabil, penurunan hanya terjadi pada tingkat kehijauan namun relatif kecil.

Tabel 3 Nilai uji proksimat, serat makanan dan beta-karoten bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau dan daun murbei

Jenis Analisis

Bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau

hijaua

Bubuk Cu-turunan klorofil daun murbeib

Air (%) 6,93 6,35

Protein (%) 0,89 2,79

Lemak (%) 7,11 5,85

Abu (%) 2,63 2,26

Karbohidrat (%) 82,44 78,87

Serat kasar (%) 3,31 3,88

Beta-karoten (mg/100 g) 3,38

-Sumber: aNurdin (2009), bNurdin et al.(2009)

Nurdin et al. (2009) melakukan uji fitokimia terhadap bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei. Tanin, steroid dan glikosida merupakan zat fitokimia yang paling dominan (positif sangat kuat). Selain itu kandungan alkaloid, saponin dan flavonoidnya tergolong positif kuat sekali. Bubuk Cu-turunan klorofil ini juga mengandung sedikit (positif lemah) fenolik dan triterpenoid.

Zat fitokimia memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk meningkatkan derajat kesehatan. Alkaloid memiliki manfaat bagi tubuh untuk menghilangkan rasa sakit (analgesik), menurunkan tekanan darah dan antimalaria. Glikosida dapat dijadikan sebagai obat jantung, melancarkan buang air kecil, mengencerkan dahak dan prekursor hormon steroid. Manfaat saponin adalah menstimulasi jaringan tertentu seperti epitel hidung, bronkus, dan ginjal. Stimulasi pada ginjal diduga menimbulkan efek diuretika (Sirait 2007). Tanin merupakan senyawa polifenol dari kelompok flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan kuat, anti peradangan dan antikanker. Tanin pada umumnya dimanfaatkan sebagai pengencang kulit dalam kosmetik (Yuliarti 2008). Sifat tanin dapat menciutkan dan mengendapkan protein dari larutan dengan membentuk senyawa yang tidak larut (Sirait 2007). Kandungan tanin dalam bubuk Cu-turunan klorofil juga menjadi nilai tambah tersendiri. Tanin dapat


(27)

digunakan untuk membunuh bakteri Stroptococcus pyogenes dan Pasteurella multicidasecara in vitro(Siswantoro 2008).

Uji Toksisitas

Toksikologi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun, namun keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosisnya yaitu dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian (Darmansjah 1995).

Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting dari toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru disintesis dan akan dipergunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya. Sebelum percobaan toksikologi dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaannya. Data ini dapat dipakai untuk mengarahkan percobaan toksisitas yang akan dilakukan. Tujuan utama percobaan toksisitas akut adalah mencari efek toksik, sedangkan tujuan utama percobaan toksisitas kronik ialah menguji keamanan obat atau zat kimia. Menafsirkan keamanan obat atau zat kimia untuk manusia dapat dilakukan melalui serangkaian percobaan toksisitas terhadap hewan. Istilah menafsirkan ini digunakan, karena ekstrapolasi dari data hewan ke manusia tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa mempertimbangkan segala faktor perbedaan antara hewan dan manusia. Pendekatan penilaian keamanan obat atau zat kimia dapat dilakukan dengan tahapan berikut: (1) menentukan LD50; (2) melakukan percobaan toksisitas

subakut dan kronik untuk menentukan no effect level; dan (3) melakukan percobaan karsinogenisitas, teratogenitas dan mutagenisitas yang merupakan bagian dari screening rutin mengenai keamanan (Darmansjah 1995).

Metoda uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

BSLT merupakan salah satu metoda screening bahan yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat serta merupakan metode screening farmakologi awal yang relatif murah dan telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan 95% (Meyer et al. 1982). Metode ini menggunakan larva udang laut (Artemia salina Leach.) sebagai bioindikator. Larva udang laut merupakan organisme sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwati & Simanjuntak 1998; Carballo et al.2002). Telurnya memiliki daya tahan hidup selama beberapa tahun dalam keadaan


(28)

kering. Telur udang dalam air laut akan menetas menjadi larva dalam waktu 24-28 jam (Pujiati 2002). Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang laut, maka hal itu merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Metode ini juga banyak digunakan dalam berbagai analisis biosistem seperti analisis terhadap residu pestisida, mikotoksin, polusi, senyawa turunan morfin, dan karsinogenik dari phorbol ester

(Meyer et al. 1982).

Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT dapat diketahui dari jumlah kematian larva udang akibat pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam tumbuhan tertentu dari dosis yang telah ditentukan dengan melihat nilai LC50

(lethal concentration). Apabila nilai LC50 kurang dari 1000 ppm, ekstrak tumbuhan

tersebut dikatakan toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antikanker. Metode BSLT ini mempunyai keunggulan yaitu waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis, tidak memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan perawatan khusus, menggunakan sampel relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan. Prinsip uji BSLT adalah mencari hubungan antara konsentrasi larutan fraksi atau ekstrak terhadap respon kematian larva udang (Meyer et al. 1982).

Suplemen Makanan

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI) mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM RI 2005).

Suplemen makanan berfungsi sebagai zat tambahan yang berguna untuk memperbaiki dan mengingkatkan daya tahan tubuh. Zat aktif yang dikandungnya hanya mempengaruhi struktur atau fungsi tubuh, tidak dapat mengobati atau mencegah suatu penyakit. Oleh karena itu tidak dibenarkan untuk mengklaim suplemen sebagai obat (Sudarisman 1997; Winarno & Kartawidjajaputra 2007), namun suplemen makanan dapat mencantumkan klaim kesehatan pada labelnya (Winarno & Kartawidjajaputra 2007). Penggunaan produk suplemen dalam kebutuhan sehari-hari masih diperbincangkan oleh para ahli. Anjuran penggunaan suplemen hanya diberikan bila asupan zat gizi seseorang tidak mencukupi kebutuhannya (Loni 2001).


(29)

Peraturan Perundang-undangan dibidang Suplemen Makanan menyatakan bahwa suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan yang ditetapkan; (b) Kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh data pembuktian; (c) Diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik; (d) Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar dan tidak menyesatkan; (e) Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah padat dan cairan yang tidak dimaksud untuk pangan. Selain itu, suplemen makanan harus diproduksi dengan menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu sesuai dengan Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia atau standar lain yang diakui (BPOM RI 2005).

Komposisi suplemen makanan merupakan susunan kualitatif dan kuantitatif bahan utama dalam suplemen makanan. BPOM RI telah menetapkan daftar batas maksimum per hari untuk penggunaan vitamin, mineral, asam amino dan bahan lain yang diizinkan serta bahan (tumbuhan, hewan, mineral) yang dilarang dalam suplemen makanan. Vitamin, mineral dan asam amino yang diizinkan terdapat dalam suplemen makanan diantaranya vitamin A, B1, B2,B3, B6, B12, D, E, C, K, beta karoten, biotin asam folat, besi, boron, fosfor, kalium, kalsium, kromium, magnesium, mangan, molibdium, selenium, tembaga, vanadium, iodium, zink, inositol, glutamine, glutation, karnitin, ko enzim Q 10. Kolin, l-arginin, leusin, lisin, metal sistein, taurin dan tirosin. Bahan lain yang diizinkan diantaranya bioflavonoid, citosan, fluor, glukosamin, kafein, kondroitin sulfat, metilsulfonilmetan dan silika (BPOM RI 2005).


(30)

METODE

Desain, Waktu dan Tempat

Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilaksanakan pada Mei-November 2010. Tempat yang digunakan ialah Laboratorium Analisis Kimia dan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat - FEMA IPB; Laboratorium Kimia, Departemen Kimia - FMIPA IPB; Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Cikaret Bogor; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM – IPB, Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Cimanggu Bogor; dan Laboratorium Keamanan Pangan PT. Saraswanti Indo Genetech di Gedung Alumni IPB.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya daun murbei segar, akuades, etanol 96%, HCl 4 N, Cu2+ dalam bentuk Cu-asetat, NaOH 4 N, maltodekstrin, asam nitrat pekat, asam nitrat 1 N, H2O2 pekat, H2SO4

pekat, larva udang laut, air laut, methanol pa, vitamin C, air bebas ion, larutan DPPH, standar etanol, standar internal n-propanol dan akuabides.

Peralatan yang digunakan diantaranya timbangan, timbangan analitik, blender, gunting, wadah-wadah plastik, kain saring halus (60 mesh), corong

Buchner, pompa vakum, kertas saring Whatmanno. 40 dan no. 42, pH meter, gelas piala berbagai ukuran, gelas takar, magnetic stirrer, homogenizer, aluminium foil, freezer, refrigerator, spray dryer, kantong plastik bening, The Royal Horticultural Society’s Colour Chart, labu takar 100 ml, labu takar 50 ml, penangas air, sentrifuse, tabung sentrifuse, corong penyaring, pipet volumetrik, labu Erlenmeyer 100 ml, Erlenmeyer 250 ml, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) Shimadzu AA-7000, lampu Hollow Cathode untuk Cu, vial, pipet mikro, aerator, vortex, pipet tetes, shaker, tabung reaksi, spektrofotometer UV-Vis, kuvet, tabung tertutup, labu lemak, rotaporator, oven, botol semprot, desikator, cawan aluminium, sudip, pipet mikro, dan kromatografi gas Clarus 500.

Tahapan penelitian

Adapun tahapan penelitian diantaranya pembuatan, analisis karakteristik fisiko-kimia dan uji toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil, serta analisis aktivitas antioksidan dan analisis kadar alkohol bubuk Cu-turunan klorofil terpilih.


(31)

Pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil dari daun murbei

Ekstraksi dan penyiapan Cu-turunan klorofil dilakukan mengacu pada penelitian Nurdin et al.(2009) yang menggunakan Metode Tanucci dan von Elbe (1992) yang dimodifikasi. Daun murbei yang digunakan adalah daun murbei varietas Kanva yang diambil dari Teaching Farm Sutera Alam (TFSA) IPB di Desa Sukamantri. Bagian daun murbei yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun yang matang fisiologis dan merupakan produk samping dari budidaya ulat sutera. Helai daun yang dipilih adalah helai daun keenam ke bawah dihitung dari puncak dan dipanen sebelum matahari terbit. Kemudian daun murbei dicuci di bawah air mengalir, lalu dilap dan dikering-anginkan. Ketika akan digunakan daun dipotong 1-2 cm dengan gunting untuk memudahkan proses penghancuran.

Proses ekstraksi klorofil dilakukan di dalam ruangan gelap. Sebanyak ± 200 gram potongan daun dihancurkan dengan blender menggunakan 800 ml etanol 96% selama 3 menit, secara terputus setiap 1 menit. Hancuran daun kemudian disaring dengan kain saring halus (60 mesh). Ekstraksi dilakukan berulang sampai didapatkan warna ampas yang putih. Lalu filtrat yang diperoleh disaring lagi dengan corong Buchneryang dibantu pompa vakum menggunakan kertas saring Whatman no. 40. Residu dicuci dengan 200 ml etanol 96% kemudian disaring lagi dengan corong Buchner. Filtrat diambil sebagai ekstrak kasar klorofil.

Pembentukan turunan klorofil (pheophytin) dilakukan dengan cara mengasamkan ekstrak klorofil dengan menambahkan HCl 4 N hingga mencapai ekstrak berwarna coklat zaitun yang merupakan indikator Mg lepas dari klorofil (Marquez 2005). Penurunan pH dilakukan secara bertahap, dan tetap diaduk selama pereaksian, selanjutnya ditambahkan Cu.

Penentuan jumlah Cu yang ditambahkan mengacu pada penelitian Kandiana (2010) yang mengasumsikan bahwa mol Cu  mol Cu-pheophytin

mol pheophytin dan reaksi berlangsung sempurna dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

Klorofil + HCl turunan klorofil (pheophytin)

pheophytin+ Cu Cu-pheophytin

Penentuan mol Cu dalam penelitian ini sebagai berikut. Berat klorofil/liter = % total padatan klorofil x 1000


(32)

Berat pheophytin = BM pheophytin/BM klorofil x berat klorofil = 871,21/893,5 x7,5615 g

= 7,3729

mol pheophytin = Berat pheophytin/BM pheophytin

= 7,3729/871,21 = 0,008 mol

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh 0,008 mol sebagai batas atas taraf jumlah Cu yang ditambahkan, sehingga taraf penambahan Cu adalah 0 mol; 0,001 mol; 0,002 mol; 0,004 mol; 0,006 mol dan 0,008 mol. Cu yang ditambahkan dalam bentuk Cu-asetat [(CH3COO)2Cu.H2O] sebesar 0 mg; 199,64

mg; 399,28 mg; 799,56 mg; 1197,84 mg dan 1596,8 mg setiap 1 liter larutan. Cu-asetat yang telah ditentukan jumlahnya sesuai perlakuan terlebih dahulu dilarutkan dalam 10 ml akuades. Ekstrak turunan klorofil yang telah ditambahkan Cu2+dinaikkan pH-nya mencapai 8,5 dengan menambahkan NaOH 4 N. Reaksi dilakukan di dalam tempat tertutup selama 24 jam pada suhu ruang dan terlindung dari cahaya serta diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah reaksi berlangsung sempurna, ditandai dengan terbentuknya warna hijau cerah. Campuran tersebut ditambahkan maltodekstrin 3% (Alsuhendra 2004). Reaksi dilakukan selama 30 menit menggunakan homogenizer. Kecepatan homogenizer

diatur pada skala F. Setelah reaksi selesai, campuran dimasukkan ke dalam

freezer (-200 C) dan didiamkan selama semalam sebelum dikeringkan dengan pengering semprot (spray dryer). Setelah campuran kering, maka diperoleh bubuk Cu-turunan klorofil.


(33)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei Daun murbei segar

(200 g)

Filtrat

Filtrat Ampas Ampas

Maltodextrin 3%

Ekstrak Klorofil

Ekstrak Turunan Klorofil

Bubuk Klorofil

Cu-Turunan Klorofil

Bubuk Cu-Turunan Klorofil

- Diekstrak (etanol 96%)

- Disaring

- Diekstrak (etanol 96%)

- Disaring Disaring

(Buchner)

HCl 4 N

NaOH 4 N Cu-asetat

- Ditambah maltodextrin 3%

- Pengadukan (magnetic stirrer)

- Homogenizer

- Spray dryer (suhu inlet 780C, outlet 1200C)

Spray dryer


(34)

Analisis karakteristik fisiko-kimia bubuk Cu-turunan klorofil

Analisis karakteristik fisik yang dilakukan diantaranya rendemen (AOAC 1995 yang dimodifikasi), kelarutan (Fardiaz et al.1992) dan warna (RHS 2001). Prosedur disajikan pada Lampiran 1. Analisis karakteristik kimia yang dilakukan diantaranya kadar air (Apriyantono et al.1989) dan pH (Apriyantono et al.1989), prosedur disajikan dalam Lampiran 2, serta kadar Cu total dan Cu-Chlorophyllin (USPC 2006 yang dimodifikasi).

a. Analisa kadar Cu bebas

Untuk membuat larutan uji, timbang 500 mg yang dimasukkan ke dalam gelas piala lalu ditambahkan akuades 75 ml. Aduk hingga seluruh bubuk terlarut dengan cara menggoyangkan gelas piala. Tambahkan asam nitrat 1 N sampai pH 3, suspensi dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambah akuades sampai 100 ml lalu dikocok. Suspensi tersebut di sentrifuse dan disaring dengan kertas saring Whatman no. 42. Filtrat diambil sebanyak 5 ml menggunakan pipet volumetrik ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml kemudian ditambahkan 2 ml asam nitrat pekat dan didiamkan semalam. Kemudian filtrat dipanaskan secara hati-hati sampai asam nitrat menguap seluruhnya yang ditandai dengan warna uap berwarna putih. Selanjutnya filtrat diencerkan dengan akuades sampai 50 ml di dalam labu takar. Larutan yang telah diencerkan kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatmanno.42 ke dalam tabung reaksi tertutup. Selanjutnya larutan ditentukan konsentrasinya dengan menggunakan alat AAS (Atomic Aborption Spectrophotometer) Shimadzu AA-7000 pada  327,4 nm dengan flame: udara-Acetilene, lampu ”Hollow cathode” nomor 1, arus 8 mA, slit 0,02 mm dan Mode: BGC-D2. b. Analisa kadar Cu total

Untuk membuat larutan uji, timbang 100 mg sampel yang dimasukkan ke labu Erlenmeyer, ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat, 1 ml asam nitrat pekat, 1 ml hidrogen peroksida pekat dan didiamkan semalam. Sampel kemudian dipanaskan sampai berwarna hijau jernih. (Catatan: Jika larutan berwarna coklat ditambah asam nitrat 0,5 ml sampai warna hijau). Larutan didinginkan lalu dipindah ke labu takar 50 ml, encerkan dengan akuades sampai 50 ml, lalu dikocok. Larutan yang telah diencerkan kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman no.42 ke dalam tabung reaksi tertutup. Kemudian larutan diukur konsentrasingan dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) Shimadzu AA-7000 pada 327,4 nm


(35)

y = 0.0601x + 0.028 R² = 0.9991

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

0 5 10 15 20 25

A b s o r b a n s i

Konsentrasi Cu standar (ppm)

dengan flame: udara-Acetilene, lampu ”Hollow cathode” nomor 1, arus 8 mA, slit 0,02 mm dan Mode: BGC-D2.

Gambar 3 Kurva Cu standar

Cara perhitungan kadar Cu bebas (ppm) dan Cu total (ppm)

=

Abs. Sampel-Abs Blanko

b x aliquot

a Berat Sampel Keterangan:

Nilai a dan b diperoleh dari persamaan garis y = 0,060x + 0,028 (kurva Cu standar)

c. Analisa kadar Cu yang terikat

Cu terikat (ppm) = Cu total (ppm) – Cu bebas (ppm) = A (ppm) Cu terikat (mol) = A x 10-6g

Berat Atom Cu d. Menghitung kadar Cu-Chlorophyllin

mol Cu terikat mol Cu-Chlorophyllin

Cu-Chlorophyllin(mg/g) = Cu terikat (mol) x Berat Molekul Cu-Chlorophyllin

Keterangan:


(36)

Uji toksisitas metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Uji toksisitas metode BSLT mengacu pada metode Meyer et al. (1982). Telur udang ditetaskan dalam gelas piala berukuran 2 liter yang sudah berisi air laut dan dilengkapi aerator. Telur udang akan menetas menjadi larva udang dalam waktu 2 x 24 jam. Selanjutnya membuat larutan sampel stok, misalkan 2000 ppm. Setiap vial diisi 1 ml air laut yang berisi 10 ekor larva udang. Vial tersebut ditambahkan larutan sampel stok dan air laut yang mencapai 2 ml larutan sehingga konsentrasi larutan menjadi 10 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 1000 ppm kemudian dibiarkan selama 24 jam. Jumlah larva udang yang mati dicatat dan data yang diperoleh diolah menggunakanprobit analysis untuk mengetahui

Lethal Concentration (LC50) dengan tingkat kepercayaan 95%. LC50 adalah

konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian larva udang kira-kira 50%. Meyer et al. (1982) menyebutkan bahwa tingkat toksisitas suatu ekstrak mengikuti pedoman sebagai berikut:

LC50≤ 30 ppm = sangat toksik

30 < LC50 ≤ 1000 ppm = toksik

LC50> 1000 ppm = tidak toksik

Analisis Aktivitas Antioksidan dan Kadar Alkohol Bubuk Cu-turunan klorofil terpilih

a. Analisis aktivitas antioksidan metode DPPH ( 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)

Analisis aktivitas antioksidan ini mengacu pada metode Blois (1958) yang dimodifikasi. Sampel diambil sebanyak 2,5 gram dilarutkan dalam 25 ml methanol pa (murni). Campuran kemudian diaduk dengan menggunakan

shaker selama 2 jam. Selanjutnya dipisahkan filtrat dan residu sampel menggunakan alat sentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Lakukan pemisahan filtrat dengan residu secara berulang sampai warna filtrat bening. Filtrat kemudian dipekatkan dengan alat rotaporator. Hasil dari pemekatan filtrat selanjutnya ditambahkan methanol pa hingga mencapai volume 5 ml. Filtrat yang telah melalui prosedur di atas kemudian dimasukkan

ke dalam tabung reaksi sebanyak 20 μl lalu ditambahkan larutan DPPH (1 mM sebanyak 1 ml dan ditambahkan air bebas ion sampai volume mencapai 5 ml. Kemudian diinkubasi pada suhu 370C atau suhu ruang selama 30 menit. Reaksi dilakukan di ruangan redup (gelap), selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 516 nm. Sebagai kontrol positif dan untuk


(37)

y = 4.2245x + 1.8925 R² = 0.9977

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

0 5 10 15 20 25

A b s o r b a n s i

Konsentrasi Vitamin C standar (ppm)

pembanding digunakan vitamin C (konsentrasi 0, 25, 50, 100, 200, 300, 400, 500, 750, 1000 ppm). Satuan aktivitas antioksidan dinyatakan dalam AEAC (Ascorbatic acid Equivalent Antioxidant Capacity).

Gambar 4 Kurva standar Vitamin C setelah direaksikan dengan DPPH Cara perhitungan aktivitas antioksidan

Aktivitas antioksidan atau AAO (%) = (Abs. blanko– Abs. sampel) x 100%

Abs. blanko

Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity(AEAC)

AEAC (mg/ 100 g) = [(% AAOa -b)

x

Vol.yang ditambahkanVolume akhir

]

x

Berat sampel100 Keterangan:

Nilai a dan b diperoleh dari persamaan garis y = 4,224x + 1,892 b. Analisis Kadar Alkohol menggunakan Kromatografi Gas

Metode analisis kadar alkohol ini mengacu pada metode USPC 2006, yang dimodifikasi. Kondisi alat kromatografi gas yang digunakan diantaranya menggunakan detektor flame-ionization serta memiliki suhu injektor 2100C, suhu detektor 2100C, suhu kolom awal 1200C, suhu akhir 2350C dan dipertahankan selama 5-10 menit. Gas helium digunakan sebagai gas pembawa tekanan 0.5 kg/cm2.


(38)

Persiapan sampel dan larutan standar

Timbang 1-2 g sampel dimasukkan ke dalam labu lemak kemudian ditambahkan 150 ml akuades. Lakukan destilasi hingga hasil destilasi mencapai volume 90-95 ml yang ditampung dengan labu ukur 100 ml. Larutan sampel yang telah didestilasi diambil 5 ml menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, kemudian ditambahkan 5 ml n-propanol dan ditera dengan akuabides. Larutan standar dibuat dengan cara menambahkan 5 ml etanol dan 5 ml n-propanol ke dalam labu takar 50 ml dan ditera dengan akuabides

Penentuan kadar etanol (%) sampel

Larutan sampel diambil 5 µL dan disuntikan ke dalam kolom melalui tempat injeksi kromatografi gas sampai diperoleh hasil kromatogram. Lakukan hal yang sama pada larutan standar. Hitung luas area larutan standar dan sampel dengan cara:

Luas area = respon atau tinggi peak(µV) x waktu (detik) Kadar alkohol (%) = konsentrasi etanol

faktor pengenceran sampel

x

luas area sampel luas area standar Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu penambahan Cu-asetat. Peubah respon yang diamati adalah rendemen, kelarutan, kadar air, pH, kadar Cu total, kandungan Cu-chlorophyllin; serta toksisitas yang dinyatakan dengan nilai LC50. Secara sistematis, bentuk umum

dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut: Yij = μ + Ai+ εij

Yij : peubah respon akibat perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j μ. : nilai rata-rata umum

Ai : pengaruh penambahan Cu-asetat pada taraf ke-i

εij : galat unit percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i : banyak taraf tingkat penambahan Cu-asetat (i=0; 0,001; 0,002; 0,004; 0,006; 0,008) mol


(39)

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan Microsof Excell for Windows, kemudian dianalisis menggunakan program SPSS System for Windows v 17.0. Data hasil analisis diuji secara statistik dengan Analysis of Variance (ANOVA), apabila hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Nilai LC50

diperoleh dari hasil uji toksisitas metode BSLT yang diolah secara statistik menggunakan Probit Analysis.


(40)

Gambar 5 Daun murbei varietas Kanva di Teaching Farm Sutera Alam,

University FamIPB

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) Bahan dasar pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil, adalah daun murbei varietas Kanva. Hal ini karena daun murbei varietas Kanva kandungan klorofilnya lebih tinggi yaitu sebesar 844 ppm (Kusharto et al. 2008) dibandingkan dengan daun murbei varietas Multicaulis(682 ppm), Lembang (420 ppm) dan Cathayana

(324 ppm) (Nurdin et al. 2009). Selain itu daun murbei memiliki khasiat kesehatan seperti menurunkan glukosa darah, bersifat diuretik dan menurunkan tekanan darah (Sianghal et al. 2001); meredakan gejala gelisah (Yadav et al.

(2008); mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al. 2008); dan menurunkan tekanan darah sistol dan diastol (Hahm et al. 2008). Budidaya tanaman murbei di Indonesia telah lama dilakukan, khususnya untuk pakan ulat sutera. Namun peternakan ulat sutera hanya menghasilkan produk berupa kokon sebagai bahan baku benang sutera yang harga jualnya relatif rendah.

Pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan klorofil. Klorofil merupakan senyawa yang larut


(41)

dalam pelarut organik (Gross 1991). Klorofil a larut dalam alkohol, eter, dan aseton. Klorofil a dalam keadaan murni agak sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam air. Klorofil b dan pheophytin b larut dalam alkohol, eter, aseton, dan benzen. Klorofil b dan pheophytin b dalam keadaan murni sangat sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam air (Cydesdale et al.1969 diacu dalam Nurdin 2009). Oleh karena itu dalam penelitian ini dipilih alkohol sebagai pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, karena alkohol relatif lebih aman dibanding pelarut lain (dietil eter, aseton, methanol, petroleum eter) dalam pembuatan produk pangan yang akan dikonsumsi manusia (Mahmud 1994; Alsuhendra 2004). Menurut Mahmud (1994) proses ektraksi menggunakan pelarut etanol mampu memberikan kemurnian klorofil yang lebih baik dibandingkan dengan aseton dan air. Hal ini berkaitan dengan kemiripan sifat struktural etanol dengan klorofil sehingga klorofil lebih mudah larut dalam etanol. Untuk menghalangi aktivitas klorofilase, maka digunakan pelarut murni yang tidak diencerkan (Gross 1991). Oleh karena itu digunakan alkohol atau etanol 96% sebagai pelarut dalam proses ekstraksi.

Proses ekstraksi dilakukan di ruangan gelap atau redup karena klorofil sangat peka terhadap cahaya (Gross 1991). Daun murbei yang telah dicuci dan ditiriskan kemudian diblender dengan menambahkan pelarut etanol 96% selama 3 menit secara terputus setiap 1 menit. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan klorofil. Daun murbei yang telah dihaluskan disaring menggunakan kain saring 60 mesh. Proses ekstraksi diulangi sampai klorofil dari daun murbei terekstrak secara sempurna yang ditandai dengan warna etanol yang tetap bening ketika ditambahkan ke dalam ampas daun murbei. Proses ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini sebanyak tiga kali.

Pembentukan turunan klorofil yaitu pheophytin dilakukan dengan cara mengasamkan ekstrak klorofil dengan menambahkan HCl 13% (Gross 1991) yang setara dengan HCl 4 N ke dalam ekstrak klorofil daun murbei, sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat zaitun yang merupakan indikator Mg terlepas dari klorofil (Marquez et al. 2005). Penurunan pH dilakukan secara bertahap dan tetap diaduk selama pereaksian. Selama proses reaksi terjadi penggantian atom Mg pada klorofil dengan 2 atom H. Pheophytindengan warna coklat zaitun yang stabil dalam penelitian ini diperoleh setelah mereaksikan larutan selama dua jam pada suhu ruang. Turunan klorofil berbentuk pheophytinini tidak larut dalam air (Gross 1991).


(42)

Menurut Hendry dan Houghton (1996) turunan klorofil bebas logam seperti

pheophytindan pheophorbide dengan cincin siklopentanon akan teroksidasi bila terpapar cahaya. Stabilitas klorofil dapat dicapai apabila Mg diganti dengan Cu. Pemilihan Cu sebagai logam pengompleks karena tingkat stabilitas kompleks Cu dengan cincin porfirin klorofil lebih tinggi dibandingkan Mg (Cheng et al. 1992 diacu dalam Alsuhendra 2004) dan Cu merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan tubuh sebagai bagian dari enzim (Anderson 2004; Almatsier 2009). Cu terlibat dalam pembentukan energi di dalam mitokondria melalui transport elektron protein. Cu yang berada dalam sel darah merah sebagian besar berbentuk metaloenzim superoksida dismutase yang berfungsi sebagai antioksidan serta membantu sintesis melanin dan katekolamin. Cu dalam seruloplasmin berperan pada proses oksidasi besi sebelum ditransportasikan ke dalam plasma (Anderson 2004). Cu dalam enzim metaloprotein berperan pada proses sintesis protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah serta pada proses sintesis pembawa rangsangan saraf (neurotransmitter) seperti noradrenalin dan neuropeptida seperti ensefalin (Almatsier 2009). Oleh sebab itu penambahan Cu ke dalam turunan klorofil diduga tidak membahayakan kesehatan.

Turunan klorofil yang berikatan dengan Cu, tidak peka terhadap cahaya dan tidak terjadi dekomposisi dengan adanya asam mineral (Sweetman 2005). Demikian juga disebutkan oleh Canjura et al. (1999) bahwa kompleks cincin porfirin klorofil dengan Cu membentuk suatu ikatan kuat, yang lebih tahan terhadap asam dan panas dibandingkan dengan klorofil asal (porfirin berikatan dengan Mg). Sebanyak 4 atom Nitrogen (N) pada cincin porfirin mampu membentuk kompleks atau khelat dengan ion Cu2+ pada molekul klorofil dan turunannya. Dua atom N melakukan ikatan kovalen dengan atom Cu non-ionik, sedangkan 2 atom lainnya melakukan ikatan kovalen koordinat melalui pembagian bersama satu pasang elektronnya dengan atom Cu. Hal ini membuat kompleks Cu-porfirin atau Cu-turunan klorofil yang terbentuk menjadi stabil.

Aktivitas antioksidan kompleks Cu-turunan klorofil lebih tinggi dibanding klorofil alami (Marquez et al.2005) dan turunan klorofil alami (Ferruzi et al.2002; Marquez et al. 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan khelat logam dengan klorofil pada cincin porfirin. Selain itu Nurdin (2009) menyatakan bahwa alasan penambahan Cu pada ekstrak turunan klorofil adalah untuk mempertahankan kestabilan warna hijau klorofil serta meningkatkan kelarutan dan pH produk


(43)

bubuk yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Gross (1991) yang menyatakan bahwa ikatan khelat Cu dengan turunan klorofil berwarna hijau cerah.

Menurut La Borde dan Von Elbe (1994) dalam Alsuhendra (2004) ion logam hanya bereaksi dengan turunan klorofil, sehingga penambahan jumlah Cu disesuaikan dengan jumlah turunan klorofil. Konsentrasi Cu yang ditambahkan diantaranya 0 mol; 0,001 mol; 0,002 mol; 0,004 mol; 0,006 mol; 0,008 mol. Garam Cu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cu-asetat. Hal ini dikarenakan asam asetat (CH3COOH) merupakan asam lemah yang tidak

bersifat korosif dan dikenal tubuh karena merupakan bahan organik serta reaksinya bersifat hidro dengan produk akhir H2o dan CO2.Selain itu jika ditinjau

dari segi teknis dalam sebuah aplikasi untuk industri makanan, penggunakan Cu2+terlalu mahal. Hal ini dapat berpengaruh terhadap biaya produksi bubuk Cu-turunan klorofil.

Cu-asetat pada berbagai perlakuan terlebih dahulu dilarutkan dalam 10 ml akuades agar Cu-asetat mudah terlarut dan bereaksi dengan larutan pheophytin. Reaksi ini menghasilkan Cu-pheophytin atau lebih dikenal dengan nama

Cu-Chlorophyllin (Hendry & Houghton 1996). Ekstrak turunan klorofil yang telah ditambahkan Cu2+ dinaikkan pH-nya mencapai 8,5 (Von Elbe 1992 diacu dalam Alsuhendra 2004 & Nurdin 2009) dengan cara menambahkan NaOH 4 N. Hal ini bertujuan untuk membuat Cu-Chlorophyllin menjadi larut dalam air karena fitil alkohol dan metal alhokol yang bersifat hidrofobik akan terlepas (Sweetman 2005).

Reaksi dilakukan di dalam labu tertutup selama 24 jam pada suhu ruang dan terlindung dari cahaya serta diaduk menggunakan magnetic stirrer. Alasan penggunaan waktu pereaksian selama 24 jam mengacu pada penelitian Petrovic

et al. (2005) yang menyatakan bahwa periode waktu pembentukan kompleks klorofil dengan Cu berkisar antara 2 jam sampai 3 minggu. Kandiana (2010) melakukan penelitian serupa dengan mereaksikan Cu dengan turunan klorofil daun cincau hijau selama 2 jam, hasilnya menunjukkan bahwa jumlah Cu bebas lebih besar dibandingkan Cu terikat yang membentuk Cu-Chlorophyllin. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih waktu 24 jam dengan tujuan menghasilkan Cu-Chlorophyllin yang lebih besar dibandingkan Cu bebas. Selain itu aspek teknis pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil juga menjadi pertimbangan dimana 24 jam dirasa masih memungkinkan untuk dilakukan dalam skala industri dibandingkan dengan periode pereaksian selama 3 minggu.


(44)

Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan yang diinginkan adalah bentuk bubuk, maka ekstrak harus dikeringkan. Alat pengering yang digunakan adalah spray dryer. Hal ini dikarenakan proses pengeringan menggunakan spray dryer lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan freeze dryer. Spray dryermampu mengeringkan satu liter larutan dalam jangka waktu 40-60 menit, sedangkan freeze dryermemerlukan waktu 12 jam (Nurdin 2009). Jika ditinjau dari aspek teknis dalam skala industri penggunakan spray dryerini lebih efisien.

Waktu pengeringan yang lebih singkat dan performa bubuk Cu-turunan klorofil yang relatif bagus dapat diperoleh dengan cara menambahkan bahan pengisi pada larutan sebelum dikeringkan. Selain itu bahan pengisi juga digunakan untuk mengikat ekstrak. Hasil penelitian Bianca (1993) dalam Alsuhendra (2004) menunjukkan bahwa bahan pengisi dekstrin lebih baik dibandingkan gum arab dan CMC dilihat dari kelarutan bubuk yang dihasilkan. Hasil penelitian Alsuhendra (2004) menunjukkan bahwa penambahan dekstrin sebesar lebih dari 3% menghasilkan produk yang lebih baik dengan kelarutan tinggi, namun menurunkan konsentrasi Zn-turunan klorofil yang terdapat dalam bubuk. Oleh sebab itu dalam penelitian ini penambahan bahan pengisi ke dalam larutan Cu-turunan klorofil sebesar 3% (Alsuhendra 2004; Nurdin 2009; Nurdin et al. 2009 dan Kandiana 2010). Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin yang merupakan salah satu jenis dekstrin yang biasa digunakan dalam produk makanan. Hal ini dikarenakan maltodekstrin mempunyai tingkat kelarutan lebih baik dalam air, sehingga dalam aplikasinya akan lebih luas.

Maltodekstrin memiliki sifat kelarutan yang kurang baik dalam etanol. Untuk mendapatkan kelarutan maltodekstrin yang lebih baik maka ditambahkan akuades dengan perbandingan akuades dan etanol sebesar 3:7. Perbandingan ini diperoleh melalui percobaan pendahuluan dengan cara menambahkan akuades sedikit demi sedikit secara kuantitatif sampai maltodekstrin terlarut dengan baik. Hal ini akan membuat mobilisasi partikel dalam serbuk klorofil menjadi lebih merata sehingga menghasilkan warna yang merata dan tersalut dengan baik. Bubuk Cu-turunan klorofil yang diperoleh dari berbagai konsentrasi Cu pada penelitian ini menghasilkan performa bubuk yang baik. Bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei dapat dilihat pada Gambar 6.


(45)

0 mol Cu 0,001 mol Cu

0,002 mol Cu 0,004 mol Cu

0,006 mol Cu 0,008 mol Cu


(1)

Hasil uji lanjut Duncan kadar Cu total bubuk Cu-turunan klorofil Perlakuan n Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

.000 2 .00

.001 2 1.13

.002 2 2.85

.004 2 4.71

.006 2 7.51

.008 2 8.57

Sig. .086 1.000 1.000 .105

Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata

4. Kadar Cu-Chlorophyllin

Hasil analisis kadar Cu-Chlorophyllinbubuk Cu-turunan klorofil Perlakuan

Cu-Chlorophyllin(mg/g)

0 mol 0,001 mol 0,002 mol 0,004 mol 0,006 mol 0,008 mol

Ulangan 1 0,00 13,03 31,60 51,45 80,90 94,94

Ulangan 2 0,00 12,33 30,67 50,42 81,09 89,00

Rata-rata 0,00 12,68 31,14 50,94 80,99 91,97

Hasil sidik ragam kadar Cu-Chlorophyllinbubuk Cu-turunan klorofil Sumber

Variasi

Jumlah

Kuadrat df

Kuadrat

Tengah F hitung Sig.

Perlakuan 13595.730 5 2719.146 71.865 .000

Galat 227.022 6 37.837

Total 13822.752 11

Signifikansi < 0,05 berarti berpengaruh nyata

Hasil uji lanjut Duncan Cu-Chlorophyllinbubuk Cu-turunan klorofil Perlakuan n Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

.000 2 .0000

.001 2 12.6799

.002 2 31.1371

.004 2 50.9390

.006 2 80.99

.008 2 91.97

Sig. .085 1.000 1.000 .125


(2)

Lampiran 5 Nilai LC50bubuk Cu-turunan klorofil

Hasil analisis nilai LC50bubuk Cu-turunan klorofil

Perlakuan

LC50

0 mol 0,001 mol 0,002 mol 0,004 mol 0,006 mol 0,008 mol Ulangan 1 1859,94 1655,23 2619,44 1583,61 987,16 735,22 Ulangan 2 1345,74 1184,07 1998,67 970,08 795,24 791,01 Rata-rata 1602,84 1419,65 2309,05 1276,84 891,20 763,11

Hasil sidik ragam nilai LC50bubuk Cu-turunan klorofil

Sumber Variasi

Jumlah

Kuadrat df

Kuadrat

Tengah F hitung Sig. Perlakuan 3088869.302 5 617773.860 5.755 .027

Galat 644061.362 6 107343.560

Total 3732930.664 11

Signifikansi < 0,05 berarti berpengaruh nyata

Hasil uji lanjut Duncan nilai LC50bubuk Cu-turunan klorofil

Perlakuan n Subset for alpha = 0.05

1 2

.008 2 763.11

.006 2 891.20

.004 2 1276.84

.001 2 1419.65

.000 2 1602.84 1602.84

.002 2 2309.05

Sig. .053 .075


(3)

y = 4.2245x + 1.8925 R² = 0.9977

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

0 5 10 15 20 25

A b s o r b a n s i

Konsentrasi Vitamin C standar (ppm)

Lampiran 6 Cara perhitungan aktivitas antioksidan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih

Kurva standar Vitamin C setelah direaksikan dengan DPPH

Tabel Aktivitas antioksidan vitamin C standar pada berbagai konsentrasi

Konsent rasi Vit C st andar (ppm) Absorban % Akt ivit as AO

0 0,678 0,00

25 0,655 3,39

50 0,641 5,46

100 0,609 10,18

200 0,546 19,47

300 0,486 28,32

400 0,423 37,61

500 0,365 46,17

750 0,241 64,45

1000 0,103 84,81

Cara perhitungan aktivitas antioksidan

Aktivitas antioksidan (%) = (Abs. blanko– Abs. sampel) x 100%

Abs. blanko

Hasil analisis aktivitas antioksidan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih Perlakuan Absorban % Aktivitas Antioksidan (AAO)

Blanko 0,678

Ulangan 1 0,369 45,61

0,363 46,43

Ulangan 2 0,344 49,26

0,360 46,96


(4)

Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity(AEAC) AEAC (mg/ 100 g) = [(% AAO-b)

a

x

Volume akhir

Vol.yang ditambahkan

] x

100 Berat sampel Hasil analisis AEAC bubuk Cu-turunan klorofil terpilih

Perlakuan

Berat sampel

(g)

Volume akhir

(ml)

Volume yang ditambahkan

(ml) a b AAO(%)

AEAC (mg vitamin C/100g)

Ulangan 1 2,5064 5 0,02 4,224 1,892 45,61 103,23

2,5056 5 0,02 46,43 105,20

Ulangan 2 2,5088 5 0,02 49,26 111,75

2,5082 5 0,02 46,96 106,36

Rata-rata 47,07 106,64

Cara perhitungan berat DPPH teredam per gram bubuk Cu-turunan klorofil

100

Berat sampel (g) x (%AAO100 x Berat DPPH per penambahan (mg) x Volume ekstrak (ml)Volume sampel (ml) 100

=

100

2,5073 g x (47,07%100 x 0,3943 mg x 0,02 ml5 ml

100 = 18,51 mg/g

Cara perhitungan berat DPPH setiap penambahan

= Vol.DPPH per penambahan1000 x [DPPH]x BM DPPH x 1000 = 10001 ml x , M x 394,3g/mol x 1000


(5)

(6)

Lampiran 8 Dokumentasi proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil

Penimbangan daun murbei segar sebanyak

200 g

Etanol 96% sebanyak 800 ml sebagai pelarut

Proses ektraksi klorofil menggunakan blender

Penimbangan Cu-asetat untuk setiap perlakuan

Proses pembuatan larutan Cu-turunan klorofil

Proses homogenasi larutan Cu-turunan klorofil dengan maltodekstrin

Proses pengeringan larutan Cu-turunan klorofil menggunakan spray dryer


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

1 55 65

Uji Efektifitas Filtrat Daun Murbei (Morus alba L) Terhadap Kadar Fraksi Lipid pada Tikus (Ratus norvegicus) yang Hiperlipidemia

0 14 1

Pembuatan Bubuk Ekstrak Cu Turunan Klorofil Daun Cincau (Premna oblongifolia Merr) dan Uji Praklinis untuk Pencegahan Aterosklerosis

3 14 140

Pembuatan Bubuk Ekstrak Cu-Turunan Klorofil Daun Cincau (Premna oblongifolia Merr.) dan Uji Praklinis untuk Pencegahan Aterosklerosis

2 28 150

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN MURBEI (Morus alba L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus Alba L.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia.

0 4 12

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN MURBEI (Morus alba L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus Alba L.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia.

0 3 15

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN MURBEI (Morus alba L.) DENGAN SIMVASTATIN Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus Alba L.) Dengan Simvastatin Terhadap Kolesterol Total Tikus Putih Hiperkolesterolemia.

1 6 12

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ETIL ASETAT PADA DAUN MURBEI (Morus alba L) SEBAGAI ANTIBAKTERI.

3 7 6

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PADA DAUN MURBEI (Morus alba L ) TERHADAP KARAKTERISTIK MINUMAN EFFERVESCENT YANG DIHASILKAN.

3 6 6

KANDUNGAN KLOROFIL BERBAGAI JENIS DAUN TANAMAN DAN Cu-TURUNAN KLOROFIL SERTA KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIANYA

0 0 8