Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Surat Pemberitahuan Objek Pajak Surat Ketetapan Pajak
dikenal dengan Tanam Paksa. Kemudian oleh Gubernur Jenderal Raffles, pajak atas tanah disebut “Landrent” yang artinya adalah “sewa tanah”. Tapi diganti oleh Pemerintah Belanda dengan nama
Landrente.
Pada waktu Indonesia merdeka Landrente ini tetap diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia tetapi diganti nama dengan Pajak Bumi. Kemudian diubah dengan nama Pajak Hasil Bumi. Yang
dikenal pajak tidak lagi nilai tanah melainkan hasil yang keluar dari tanah, sehingga timbul frustrasi, karena hasil yang keluar dari tanah merupakan obyek dari Pajak Penghasilan Pajak
Peralihan atau Overgangsbelasting. Akibat dari frustrasi maka Pajak Hasil Bumi ini dihapuskan mulai tahun 1952 karena hasil yang keluar dari tanah dan bangunan telah dikenakan Pajak
Peralihan, Ketetapan Kecil Kleine Aanslag. Hal ini berlangsung sampai tahun 1959. Rupanya Pemerintah menginsafi kekeliruannya sehingga sejak tahun 1959 dipungut lagi Pajak Hasil Bumi
atas Nilai Tanah bukan lagi atas hasil yang keluar dari tanah dan bangunan.
Dengan pemberian Otonomi dan Desentralisasi kepada Pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi yang namanya kemudian diubah menjadi Iuran Pembangunan Daerah IPEDA, hasilnya diserahkan
pada Pemerintah Daerah walaupun pajak tersebut masih merupakan pajak pusat. Hasil Iuran Pembangunan Daerah IPEDA tersebut digunakan untuk membiayai Pembangunan Daerah.
Tetapi yang disayangkan bahwa dasar hukum Iuran Pembangunan Daerah IPEDA sangat lemah atau dapat di katakan tidak ada dasar hukumnya. Memang maksud Iuran Pembangunan
Daerah IPEDA adalah untuk menggantikan Verponding. Inlands Verponding dan Pajak Hasil Bumi pada waktu itu merupakan pajak atas harta tak gerak, tetapi belum pernah ada undang-undang
yang menghapuskan Verponding dan Pajak Hasil Bumi. Selanjutnya masing-masing daerah dapat mengubah peraturan Iuran Pembangunan Daerah IPEDA. Maka Pajak Bumi dan Bangunan yang
baru merupakan suatu jalan keluar yang sangat berharga yang memberikan dasar hukum yang kuat, dan memberikan keseragaman sehingga pungutan itu tidak dilakukan secara simpang siur di
masing-masing daerah.