PENGARUH KONSENTRASI DAN CARA APLIKASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT NANAS (Ananas comosus [L.] Merr) ASAL TUNAS MAHKOTA

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF CONCENTRATION OF IBA (Indole Butyric Acid) AND APPLICATION METHOD ON GROWTH

OF PINEAPPLE (Ananas comosus [L.] Merr) SEEDLING FROM CROWN CUTTING

By Itha Anggalia

Pineapple (Ananas comosus [L.] Merr) is a tropical fruit that can be well developed in Indonesia. The technique is commonly used for propagation of pineapple is the vegetative method, one of them using seedling from crown cutting (crown). Pineapples are propagated by shoots rooted crown has a very low capacity, one of the efforts to be made to enhance root development is the provision of plant growth regulators (PGR) as Indole Butyric Acid (IBA). This study was conducted to (1) determine the effect of IBA concentration on the growth of seedlings of pineapple from crown cutting, (2) application method of IBA on growth of pineapple seedling from crown cutting, and (3) determine the effect of IBA concentration on the growth of pineapple native seedlings sprout from crown cutting on each application method.

The study was conducted since February until May 2012 in the greenhouse building Horticulture, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The treatment design is a factorial (5x2) arranged in randomize completely block design. The first factor is the concentration of IBA (A), which consists of: without IBA (a0), IBA 100 ppm (a1), IBA 200

ppm (a2), IBA 400 ppm (a3), and IBA 600 ppm (a4). The second factor is the application

method (B), which consists of spraying method the solution form (b1) and the basting

method of a paste (b2). Means homogenity among the treatments were tested using Bartlett

test and the aditivity data were tested with Tukey test. If both tests are not significance then data were analyzed with analysis of variance. Separation of means value were analyzed using Least Significant Difference (LSD) at 5 % significance level.

The results showed that (1) the concentration of 400 ppm IBA was able to increase the number of primary roots, leaf width and plant wet weight. (2) IBA application by spraying or smearing pasta did not give effect to all variabels except on the number of primary roots, a pasta form (11,77 piece) there are more than solution form (11,18 piece). (3) Effect of IBA concentration on the growth of seedling of pineapple crown buds origin is not determined by the applications method of IBA.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI DAN CARA APLIKASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP PERTUMBUHAN

BIBIT NANAS (Ananas comosus [L.] Merr) ASAL TUNAS MAHKOTA

Oleh Itha Anggalia

Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan salah satu jenis buah tropika yang dapat dikembangkan dengan baik di Indonesia. Teknik yang umum digunakan untuk perbanyakan nanas adalah cara vegetatif, salah satunya menggunakan tunas mahkota (crown). Nanas yang diperbanyak dengan tunas mahkota memiliki kemampuan berakar yang sangat rendah, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perkembangan akar adalah pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti Indole butyric acid (IBA).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh konsentrasi IBA pada pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota, (2) cara aplikasi IBA pada pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota, dan (3) pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota pada masing – masing cara aplikasi.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2012 di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) yang disusun secara faktorial (5x2). Faktor pertama yaitu konsentrasi IBA (A) yang terdiri dari: tanpa diberi IBA (a0), pemberian IBA dengan konsentrasi 100 ppm (a1), pemberian IBA

dengan konsentrasi 200 ppm (a2), dan pemberian IBA dengan konsentrasi 400 ppm (a3),

pemberian IBA dengan konsentrasi 600 ppm (a4). Faktor kedua adalah cara aplikasi IBA (B)

yaitu dengan cara penyemprotan dalam bentuk larutan (b1) dan cara pengolesan dalam bentuk

pasta (b2). Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Kesamaan ragam antarperlakuan

diuji dengan Uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan Uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam. Apabila menunjukkan perbedaan nyata maka akan

dilanjutkan uji pemisahan nilai tengah dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Konsentrasi IBA 400 ppm mampu meningkatkan jumlah akar primer, lebar daun, dan bobot basah tanaman. (2) Aplikasi IBA dengan cara penyemprotan atau pengolesan pasta tidak memberikan pengaruh pada semua variabel pengamatan kecuali pada jumlah akar primer, bentuk pasta (11,77 helai) jumlahnya lebih banyak dibandingkan bentuk larutan (11,18 helai). (3) Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota tidak ditentukan oleh cara aplikasi IBA.


(3)

(4)

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2012 di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit nanas asal setek tunas mahkota kultivar Smooth Cayene, zat pengatur tumbuh IBA (Indole Butyric Acid), Fungisida, insektisida, pasir kali, sekam bakar, kompos, gunting, polybag 20 cm, nampan, hand sprayer, timbangan, kamera digital, kertas label, penggaris, alat tulis, kertas folio, kuas kecil, gelas plastik, pipet tetes, tisue, dan ember.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) yang disusun secara faktorial (5x2). Faktor pertama yaitu konsentrasi IBA (A) yang terdiri dari: tanpa diberi IBA (a0), pemberian IBA dengan konsentrasi 100 ppm (a1),

pemberian IBA dengan konsentrasi 200 ppm (a2), dan pemberian IBA dengan konsentrasi

400 ppm (a3), pemberian IBA dengan konsentrasi 600 ppm (a4). Faktor kedua adalah cara

aplikasi IBA (B) yaitu dengan cara penyemprotan dalam bentuk larutan (b1) dan pengolesan

dalam bentuk pasta (b2).

Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Pengelompokan dilakukan berdasarkan tinggi tanaman yaitu kelompok 1 (>14 cm), kelompok 2 (>18cm), dan kelompok 3 (>22 – 25 cm).


(5)

Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan Uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan Uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam. Apabila menunjukkan perbedaan nyata maka akan dilanjutkan uji pemisahan nilai tengah dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Media dan Bahan Tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran pasir kali, arang sekam, dan kompos campuran dengan perbandingan 1:1:1. Perbandingan media berdasarkan pada penelitian Riyadi dan Tahardi (2005), bahwa planlet tunas kina (Cinchona succirubra) berhasil diaklimatisasi pada media campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1. Perbandingan arang sekam berdasarkan pada penelitian Setiyaningsih (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan paku rane biru (Selaginella plana) dan S. Willdenovii yang terbaik pada kombinasi media tanah dan arang sekam (1:1). Berdasarkan data hasil analisis, media tanam yang digunakan memiliki C/N ratio 28,64 (Lampiran). Campuran media yang telah

dimasukkan ke dalam pot disiram larutan fungisida dengan bahan aktif mankozeb (2 g/L) sebanyak 240 ml.

Bahan tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit nanas hasil penyetekan crown

kultivar Smooth Cayene yang telah berumur delapan bulan (Gambar 5). Persiapan bahan tanam yang dilakukan adalah membongkar seluruh bibit yang ditanam secara kompot pada setiap pot. Akar yang ada semuanya dipotong sehingga kondisi bibit pada awal penelitian semuanya tanpa akar.


(6)

Gambar 5. Contoh bibit nanas.

3.4.2 Aplikasi IBA

Perlakuan IBA menggunakan beberapa konsentrasi (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm) dilakukan sebelum bibit nanas ditanam ke dalam pot perlakuan. Cara pembuatan konsentrasi IBA disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Pembuatan bubuk IBA yang siap pakai untuk pasta pada setiap konsentrasi. Konsentrasi (ppm) IBA (g) Fungisida (g) Talk (g)

Jumlah bubuk IBA siap pakai (g) 0 100 200 400 600 0,000 0,015 0,030 0,060 0,090 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 149,400 149,385 149,370 149,340 149,310 150 150 150 150 150

IBA diaplikasikan dengan cara pengolesan dalam bentuk pasta dan penyemprotan dalam bentuk larutan. IBA dalam bentuk pasta diaplikasikan dengan dioleskan pada bagian pangkal bibit kemudian dikeringanginkan selama satu jam. Jumlah bubuk IBA yang digunakan


(7)

sebanyak 1 g/bibit. Cara pembuatan bubuk IBA dalam bentuk pasta dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Cara pembuatan bubuk IBA siap pakai dalam bentuk pasta. Tabel 2. Pembuatan larutan IBA yang siap pakai untuk penyemprotan pada setiap

konsentrasi. Konsentrasi (ppm) IBA (g) Penambahan aquades hingga volume akhir

(liter) 0 100 200 400 600 0,00 0,10 0,20 0,40 0,60 1 1 1 1 1

Aplikasi IBA dalam bentuk larutan diberikan dengan menggunakan hand sprayer yang penyemprotannya dilakukan tiga kali. Penyemprotan diarahkan pada bagian pangkal bibit sesuai dengan konsentrasi masing – masing perlakuan yang kemudian dikeringanginkan selama satu jam. Volume semprot yang digunakan sebanyak 2 ml/bibit. Aplikasi IBA dapat dilihat pada Gambar 7.

Campuran 1 (IBA murni + Etanol)

Campuran 2 (Bedak talk + Fungisida)

Mencampur dan mengaduknya hingga merata

Menyimpannya pada tempat yang dingin dan diaduk rata

Setelah + 1 minggu bubuk IBA siap digunakan


(8)

(a) (b)

Gambar 7. Aplikasi IBA dalam bentuk (a) larutan dan (b) pasta.

3.4.3 Penanaman Bibit Nanas

Bibit nanas yang telah siap, dipindahkan ke polybag berdiameter 20 cm yang telah diisi media tanam (pasar kali : arang sekam : kompos). Setiap polybag berisi satu bibit nanas. Bibit nanas yang telah ditanam disusun sesuai dengan tata letak pada Gambar 12 (lampiran).

3.4.4 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan ini meliputi penyiraman, serta pengendalian hama dan penyakit.

a. Penyiraman

Pertumbuhan nanas yang optimal memerlukan air yang cukup meskipun tanaman nanas tahan terhadap iklim kering. Penyiraman dilakukan 2 – 3 hari sekali tergantung

kelembaban media tanam. Kegiatan penyiraman ini biasanya dilakukan pada sore atau pagi hari dengan menggunakan ember atau alat bantu lainnya. Penyiraman awal (satu minggu) dilakukan dengan menggunakan handsprayer, bertujuan untuk menghindari tercucinya IBA pada saat penyiraman.


(9)

b. Pengendalian Hama dan Penyakit

Salah satu peningkatan produksi nanas adalah keberhasilan dalam mengendalikan serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang pada saat penelitian adalah Kutu putih (Dysmicoccus brevipes). Pengendalian dilakukan secara kimiawi yaitu

menggunakan insektisida dengan bahan aktif fipronil (1 ml/L). Pengendalian dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

3.4.5 Variabel Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat bibit berumur 100 hari sejak bibit dipindahkan ke dalam polybag yang bersamaan dengan aplikasi perlakuan.

1. Pertumbuhan akar

a. Jumlah akar primer (helai)

Perhitungan jumlah akar dilakukan dengan menghitung jumlah keseluruhan akar yang terbentuk dari setiap bibit yang kemudian diambil nilai rata-ratanya. Akar yang dihitung telah mencapai panjang minimal satu centimeter (1 cm). Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

b. Panjang akar primer (cm)

Pengamatan panjang akar dilakukan dengan menggunakan mistar. Akar yang diukur untuk setiap bibit berjumlah tiga dan merupakan akar terpanjang. Pengukuran dilakukan dari pangkal sampai ujung akar yang kemudian diambil nilai rata-ratanya. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

c. Bobot basah akar (g)

Bobot basah akar ditimbang pada akhir penelitian dengan cara menimbang seluruh akar pada setiap sampel dengan menggunakan timbangan.


(10)

d. Bobot kering akar (g)

Bobot kering akar ditimbang pada akhir penilitian dengan cara seluruh akar dikeringkan dengan oven pada suhu 70oC selama 24 jam kemudian ditimbang sampai konstan.

2. Pertumbuhan tajuk

a. Penambahan tinggi tanaman (cm)

Pertambahan tinggi tanaman adalah selisih tinggi tanaman antara akhir penelitian dan awal penelitian. Tinggi tanaman diukur menggunakan mistar dari permukaan media sampai ujung daun tertinggi kemudian diambil nilai rata-ratanya.

b. Penambahan jumlah daun (helai)

Pertambahan jumlah daun adalah selisih jumlah antara akhir penelitian dan awal penelitian. Pengamatan pada daun dilakukan dengan menghitung jumlah seluruh daun yang telah mencapai minimal satu centimeter (1 cm) pada tanaman kemudian diambil nilai rata-ratanya. Pengamatan dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

c. Panjang daun (cm)

Pengukuran panjang daun dilakukan pada daun tertinggi pertama dan kedua. Pengukuran panjang daun diukur menggunakan mistar. Panjang daun diukur dari permukaan media sampai ujung daun kemudian diambil nilai rata-ratanya. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

d. Lebar daun (cm)

Pengukuran lebar daun dilakukan pada daun tertinggi pertama dan kedua. Pengukuran lebar daun diukur menggunakan mistar. Lebar daun diukur pada bagian tengah daun


(11)

secara melintang kemudian diambil nilai rata-ratanya. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

e. Bobot basah tanaman (g)

Bobot basah tanaman dihitung pada akhir penelitian. Perhitungan dilakukan dengan cara menimbang keseluruhan tanaman (termasuk akar) dengan menggunakan timbangan.


(12)

PENGARUH KONSENTRASI DAN CARA APLIKASI IBA (

Indole

Butyric Acid)

TERHADAP PERTUMBUHAN

BIBIT NANAS (

Ananas comosus

[L.] Merr)

ASAL TUNAS MAHKOTA

(Skripsi)

Oleh

ITHA ANGGALIA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Bagian tanaman nanas yang umum digunakan untuk perbanyakan

vegetatif (Samson, 1986). ... 2

2. Pola perkembangan akar setek asal crown pada umur 5,5 bulan setelah penyetekan. ... 6

3. Nanas Cayenne. ... 13

4. Proses pembentukan akar pada setek. ... 15

5. Contoh bibit nanas. ... 21

6. Cara pembuatan bubuk IBA siap pakai dalam bentuk pasta. ... 22

7. Aplikasi IBA dalam bentuk (a) larutan dan (b) pasta. ... 23

8. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap jumlah akar primer (helai). Dua nilai tengah yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT pada taraf 5 % dengan nilai BNT = 0,68. ... 29

9. Perkembangan akar pada konsentrasi IBA (a) 0 ppm dan (b) 400 ppm. ... 29

10.Pengaruh cara aplikasi IBA terhadap jumlah akar primer (helai). Dua nilai tengah yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT pada taraf 5 % dengan nilai BNT = 0,43. ... 30

11.Perkembangan akar pada setiap konsentrasi dan cara pemberian IBA dalam bentuk (a) larutan dan (b) pasta. ... 30

12. Penampilan lebar daun pada setiap konsentrasi IBA. ... 34

13.Tata letak satuan percobaan. ... 57

14.Tahap – tahap penelitian. ... 58

Halaman 15. Kondisi penelitian rumah kaca. ... 59


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 4

1.3Landasan Teori ... 5

1.4Kerangka Pemikiran ... 8

1.5Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1Tanaman Nanas (Ananas comosus L. Merr) ... 10

2.1.1 Sejarah ... 10

2.1.2 Morfologi ... 10

2.1.3 Syarat Tumbuh ... 12

2.1.4 Nanas Smooth Cayenne ... 13

2.2Perbanyakan Vegetatif ... 14

2.3Zat Pengatur Tumbuh ... 15

2.4Media Tanam ... 17

III. BAHAN DAN METODE ... 19

3.1Tempat dan Waktu ... 19


(15)

3.3Metode Penelitian ... 19

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4.1 Persiapan Media dan Bahan Tanam ... 20

3.4.2 Aplikasi IBA ... 21

3.4.3 Penanaman Bibit Nanas ... 24

3.4.4 Pemeliharaan ... 24

3.4.5 Variabel Pengamatan ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1Hasil Penelitian ... 28

4.1.1 Jumlah Akar Primer (helai) ... 29

4.1.2 Panjang Akar Primer (cm) ... 31

4.1.3 Bobot Basah Akar (g) ... 31

4.1.4 Bobot Kering Akar (g) ... 31

4.1.5 Penambahan Tinggi Tanaman (cm) ... 31

4.1.6 Pernambahan Jumlah Daun (helai) ... 32

4.1.7 Panjang Daun (cm) ... 32

4.1.8 Lebar Daun (cm) ... 33

4.1.9 Bobot Basah Tanaman (g) ... 34

4.2Pembahasan ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 44

Tabel 7 – 29. ... 45

Gambar 13 – 16. ... 57


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, P.W.W. 2011. Pengaruh Konsentrasi dan Cara Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) terhadap Pertumbuhan Setek Pucuk Crown Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 67 hlm.

Andalasari, T.D. 1988. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh dan Bentuk Torehan terhadap Pertumbuhan Setek Bunga Soka (Ixora javanica). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.

Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 485 hlm. Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Buah-Buahan menurut Provinsi.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=3. Diakses 17 April 2011.

Dwijoseputro. 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta. 191 hlm. Hariangga, R. 2008. Respon Tanaman Adenium (Adenium sp.) Varietas Marvelous terhadap

Jenis Media Tanam dan Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 46 hlm.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R.L. Geneve. 1997. Plant Propagation: Principles and Practices. 6th ed. Prentice Hall. New York. 750 hlm.

Husnan. 2000. Multiplikasi dan Pengakaran Tunas In Vitro Tempuyung (Sonchus arvensis

L.) serta Pertumbuhan Bibit Pasca Aklimatisasi. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19329/A00HUS.pdf?sequence =2. Diakses 16 Oktober 2012.

Husniati, K. 2010. Pengaruh Media Tanam dan Konsentrasi Auksin terhadap Pertumbuhan Stek Basal Daun Mahkota Tanaman Nenas (Ananas comosus L. Merr.) cv. Queen. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/27454/Bab%20V%20Kesimpu lan%20A10khu-7.pdf?sequence=10. Diakses 8 April 2011.

Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) terhadap Persen Jadi Stek Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). (Skripsi). Universitas Pattimura.

http://www.indonesiaforest.net/shorea_montigena.pdf. Diakses 31 Juli 2012.

Kapisa, N dan E. Sapulete. 1994. Percobaan Stek Pucuk Anisoptera megistrocarpa. Buletin Penelitian Kehutanan Vol X (3). Parapat, Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. 247 – 255 hlm.


(17)

Manuwoto, S., R. Poerwanto, dan K. Darma. 2003. Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. Ringkasan Penelitian Riset Unggulan Stategis Nasional (RUSNAS). Institut Pertanian Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/5910/2003sma_syafrida.pdf?se quence=1. Diakses 8 April 2011.

Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Maryudi. 2009. Pengaruh Media Tanam dan Pupuk Daun pada Pertumbuhan Bibit Anturium

“Gelombang Cinta” (Anthurium plowmannii). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 68 hlm.

Mulyati, A. 2010. Pengaruh Macam Media Semai dan Lama Perendaman Auksin Sintetik terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Bibit Pepaya (Carica papaya L.). (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=detail&d_id=13404. Murbandono, H.S. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murti, T. 2003. Pengaruh Jenis Media Pengakaran dan Pemberian Zat Perangsang Akar pada Pertumbuhan Setek Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 67 hlm.

Riyadi, I. Dan J.S. Tahardi. 2005. Pengaruh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Kina (Cinchona succirubra). Jurnal Bioteknologi Pertanian Vol. X (2) : 45 – 50.

Rukmana, R. 1996. Nenas: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. 56 hlm. Samson, J.A. 1986. Tropical Fruits. 2nd ed. Longman Scientific and Technical John Wiley

and Sons. New York. 191 hlm.

Setiyaningsih, D.S. 2009. Pertumbuhan dan Kandungan Bahan Bioaktif Selaginella plana

dan S. Willdenovii pada beberapa media tanam. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/12559/G09dss-7_BAB%20V%20Kesimpulan.pdf?sequence=10. Diakses 16 April 2011. Setyorini, D. 2006. Pengaruh Umur Semai dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap

Pertumbuhan Setek Tanaman Tang Oh (Chrysanthemum coronarium L.) Berdaun Lebar di Dataran Rendah. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 66 hlm.

Sitepu, F. E. T. 2003. Merangsang Pembungaan dan Pembuangan Tunas untuk

Meningkatkan Produksi dan Kualitas Nanas (Ananas Comosus (L) Merr). Digitized by USU digital library. Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/798/1/bdp-ferry.pdf. Diakses 16 April 2011.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Buah Nanas. Nuansa Aulia. Bandung. 134 hlm.


(18)

Ulumudin, A. 2011. Pengaruh Konsentrasi Benziladenin (BA) dan Media Tanam terhadap Pertumbuhan Tunas pada Perbanyakan Pisang Ambon Kuning Melalui Pembelahan Bonggol. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 67 hlm.

Wattimena, G. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bioteknologi IPB. Bogor. 145 hlm. Widiarsih, S., Minarsih, Dzurrahmah, B. Wirawan, dan W.B. Suwarno. 2008. Perbanyakan

Tanaman secara Vegetatif Buatan. Artikel pdf. http://willy.situshijau.co.id. Diakses 8 April 2011.

Wudianto, R. 1999. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hlm.

Yentina, E. 2011. Pengakaran Setek Batang Mawar Mini (Rosa hybrida L.) Menggunakan Kombinasi Konsentrasi Auksin (IBA dan NAA) yang Berbeda. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/49862. Diakses 8 April 2011


(19)

PENGARUH KONSENTRASI DAN CARA APLIKASI IBA (

Indole

Butyric Acid)

TERHADAP PERTUMBUHAN

BIBIT NANAS (

Ananas comosus

[L.] Merr)

ASAL TUNAS MAHKOTA

Oleh

ITHA ANGGALIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(20)

CARA APLIKASI IBA (Indole Butyric Acid)

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT NANAS (Ananas comosus [L.] Merr)

ASAL TUNAS MAHKOTA Nama Mahasiswa : Itha Anggalia

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714012068 Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Ir. Rugayah, M.P. Ir. Yohannes C. Ginting, M.P. NIP 196111071986032002 NIP 195901221986061001

2. a/n Ketua Jurusan Agroteknologi Sekretaris,

Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. NIP 196305081988112001


(21)

1. Tim Penguji

Pembimbing Utama : Ir. Rugayah, M.P. ...

Anggota

Pembimbing : Ir. Yohannes C. Ginting, M.P. ...

Penguji

Bukan pembimbing : Ir. Tri Dewi Andalasari, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(22)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsentrasi IBA 400 ppm mampu meningkatkan jumlah akar primer, lebar daun, dan bobot basah tanaman.

2. Aplikasi IBA dengan cara penyemprotan atau pengolesan pasta tidak memberikan

pengaruh pada semua variabel pengamatan, kecuali pada jumlah akar primer, bentuk pasta (11,77 helai) jumlahnya yang lebih banyak dibandingkan bentuk larutan (11,18 helai). 3. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota tidak

ditentukan oleh cara aplikasi IBA.

5.2 Saran

Saran yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan mencoba beberapa konsentrasi IBA (0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm) dengan umur bibit 3 bulan setelah penyetekan.


(23)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan

produsen terbesar ke lima setelah Brazil, Thailand, Filipina dan Cina (Manuwoto, Poerwanto, dan Darma, 2003).

Lampung menduduki urutan pertama sebagai produsen nanas di Indonesia diikuti Jawa Barat. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), produksi buah nanas di Indonesia mengalami

peningkatan dari tahun 2007 sampai 2009 yaitu 1.395.566 ton, 1.433.133 ton, dan 1.558.196 ton. Sejalan meningkatnya kesadaran masyarakat akan nilai gizi serta bertambahnya

permintaan bahan baku industri pengolahan buah, maka permintaan pasar cenderung meningkat.

Salah satu masalah dalam budidaya nanas adalah ketersediaan bibit, baik dalam jumlah maupun kualitas. Nanas dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu generatif dan vegetatif. Cara generatif yaitu menggunakan biji yang ditumbuhkan pada persemaian. Cara ini jarang digunakan oleh petani karena membutuhkan teknik khusus dan umur panen yang cenderung lama serta memiliki keragaman genetik. Beberapa jenis nanas tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri dan tidak mampu menghasilkan biji sehingga proses penyerbukannya dilakukan dengan bantuan manusia. Bahan tanam yang umum digunakan untuk perbanyakan vegetatif pada nanas adalah tunas dari dalam tanah (ratoone sucker), tunas batang (shoot), tunas pada tangkai buah (slip), tunas mahkota (crown), dan setek batang (Gambar 1).


(24)

Menurut Wudianto (1999), kelebihan tanaman yang dihasilkan dari perbanyakan vegetatif adalah memiliki sifat tanaman yang sama dengan induknya.

Gambar 1. Bagian tanaman nanas yang umum digunakan untuk perbanyakan vegetatif (Samson, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan adalah faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu media pengakaran, evapotranspirasi, drainase dan aerasi, cahaya, suhu serta bebas dari hama dan penyakit. Faktor internal meliputi cadangan makanan pada setek, dan hormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh (Widiarsih, Minarsih, Dzurrahmah, Wirawan, dan Suwarno, 2008). Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik selain zat hara, yang dalam jumlah sedikit dapat merangsang, menghambat, maupun mengubah berbagai proses fisiologi tanaman

(Wudianto,1999).

Tangkai buah Tunas mahkota

(Crown)

Tunas batang (Shoot) Tunas pada

tangkai buah (Slip)

Tunas dari dalam tanah (Ratoon Sucker)


(25)

Kemampuan bibit nanas yang berasal dari setek tunas mahkota untuk berakar sangat rendah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perkembangan akar adalah pemberian zat pengatur tumbuh seperti auksin. Auksin merupakan salah satu senyawa yang digunakan secara umum untuk pengakaran setek pada berbagai jenis tanaman. Menurut Wudianto (1999), IBA (Indole Butyric Acid) mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif dibandingkan IAA (IndoleAsetic Acid) dan NAA (Naphthaleneacettic Acid). Sifat – sifat yang dimiliki IBA dan NAA, sehingga pemakaiannya lebih berhasil antara lain sifat kimianya yang stabil dan pengaruhnya yang lama serta ZPT ini tidak menyebar ke bagian setek lain sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian lain (Kusumo, 1990).

Pengaruh auksin pada akar tanaman tergantung pada konsentrasi, cara pemberian (aplikasi), waktu pemberian, bagian tanaman, dan umur jaringan tanaman. Menurut Wudianto (1999), penggunaan ZPT harus sesuai dengan konsentrasi. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak bagian yang terluka. Bentuk kerusakannya berupa pembelahan sel dan kalus yang berlebihan sehingga menghambat pertumbuhan tunas dan akar. Sedangkan konsentrasi di bawah optimum menjadi tidak efektif. Aplikasi ZPT dapat diberikan dalam bentuk pasta (pengolesan) dan larutan (semprot). Aplikasi ZPT dalam bentuk pasta, penggunaannya dicampur dengan aquades sampai terbentuk pasta yang kemudian dioleskan pada bagian tanaman yang akan ditumbuhi akar sehingga penyerapan IBA lebih optimal dibandingkan dengan aplikasi ZPT dalam bentuk larutan yang dilakukan dengan cara penyemprotan pada bagian tanaman yang akan ditumbuhi akar. Dengan demikian, konsentrasi dan cara aplikasi IBA kemungkinan akan memberi pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota


(26)

1. Berapakah konsentrasi IBA yang menghasilkan pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota terbaik?

2. Cara aplikasi manakah yang menghasilkan pertumbuhan yang terbaik bibit nanas asal tunas mahkota?

3. Apakah pengaruh konsentrasi IBA pada pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota tergantung cara aplikasinya?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang diperoleh berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi IBA pada pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota.

2. Mengetahui cara aplikasi IBA pada pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota. 3. Mengetahui pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas

mahkota pada masing – masing cara aplikasi.

1.3 Landasan Teori

Perbanyakan tanaman dengan menggunakan organ yang bukan merupakan hasil pembuahan merupakan metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Salah satu perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah melalui setek. Setek merupakan suatu perlakuan pemisahan atau pemotongan beberapa bagian tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan bagian – bagian tersebut membentuk akar. (Wudianto, 1999).

Perbanyakan melalui setek sangat dipengaruhi oleh pembentukan akar selama pertumbuhan. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akar adalah jenis tanaman,


(27)

bahan makanan pada setek, kandungan zat tumbuh dalam bahan setek, dan pembentukan kalus. Faktor lingkungan meliputi media tumbuh, kelembaban, suhu, dan cahaya. Selanjutnya faktor pelaksanaan meliputi perlakuan yang dilakukan, pemotongan serta perlakuan setek, penggunaan zat pengatur tumbuh, kebersihan, dan pemeliharaan.

Bibit nanas asal setek tunas mahkota umumnya perkembangan perakarannya sangat rendah (Gambar 2) sehingga perlu adanya penambahan ZPT untuk memacu pertumbuhan akar dan tunas.

Gambar 2. Pola perkembangan akar setek asal crown pada umur 5,5 bulan setelah penyetekan (Ambarwati, 2011).

Pembentukan akar yang optimal diharapkan dapat memberikan kemampuan yang lebih tinggi pada tanaman untuk berakar dan membentuk tunas. Menurut Hartmann, Kester, Davies, dan Geneve (1997), pemberian ZPT pada penyetekan bertujuan untuk menambah persentase setek berakar, mempercepat pertumbuhan akar, menambah jumlah akar, dan meningkatkan mutu akar.


(28)

Pada penelitian ini, bibit nanas yang digunakan berasal dari setek tunas mahkota yang telah berumur 8 bulan. Seluruh akar pada bibit dipotong dengan menggunakan gunting yang tajam, agar luas permukaan bekas potongan rata dan halus. Pada tanaman yang mengalami pelukaan sering terbentuk jaringan sel baru yang menutupi luka (Hartmann et.al., 1997). Jaringan ini disebut kalus yang berperan penting untuk perakaran. Kalus adalah sekumpulan sel – sel parenkim yang laju pertumbuhannya tidak seragam (Ashari,1995). Pembentukan kalus merupakan daya tumbuh baru dari daya regenerasi tanaman. Atas dasar tersebut, keberhasilan pembentukan akar bergantung pada besar kecilnya daya pembentukan kalus pada potongan yang dilakukan.

ZPT dibagi menjadi beberapa golongan yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik dan etilen (Wattimena, 1988). Salah satu golongan ZPT yang sering digunakan untuk

merangsang pertumbuhan akar adalah auksin. IBA merupakan senyawa auksin yang

memiliki sifat yang lebih baik dan efektif untuk merangsang aktivitas perakaran karena sifat kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama (Wudianto, 1999). Menurut Kusumo (1990), faktor – faktor yang berpengaruh terhadap aplikasi ZPT adalah faktor luar meliputi tanaman (umur, kesuburan, dan bagian setek yang diambil) dan faktor dalam meliputi sifat kimianya lebih stabil dan pengaruhnya yang lama serta tidak mudah menyebar kebagian lain sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian lain.

Cara aplikasi IBA untuk memacu perakaran tanaman dapat dilakukan dengan cara pengolesan dalam bentuk pasta atau penyemprotan dalam bentuk larutan. Berdasarkan penelitian Setyorini (2006), Rootone-F pasta merupakan zat pengatur tumbuh terbaik terhadap pertumbuhan setek tanaman tang oh (Chrysanthemum coronarium L.) khususnya pada peningkatan bobot basah dan tingkat kehijauan daun. Hal ini dipertegas pula oleh


(29)

penelitian Andalasari (1988) yang menunjukkan bahwa Rootone-F bentuk pasta menghasilkan perakaran yang lebih baik pada setek bunga soka (Ixora javanica).

Menurut Kusumo (1990), cara pemberian dalam bentuk bubuk sering digunakan hormon berkadar 200 – 1000 ppm untuk setek lunak dan kadar lima kali lipatnya untuk setek berkayu. Berdasarkan penelitian Yentina(2011), konsentrasi IBA 200 ppm mempercepat waktu

munculnya akar serta meningkatkan panjang akar dan pada konsentrasi 400 ppm meningkatkan jumlah akar pada setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.) yang menggunakan bagian tengah batang sebagai bahan setek.

1.4 Kerangka Pemikiran

Perbanyakan tanaman nanas yang umum digunakan adalah secara vegetatif salah satunya setek tunas mahkota. Perbanyakan dengan setek tunas mahkota berpotensi menghasilkan bibit yang lebih banyak dan secara genetik sama dengan induknya. Selain itu tunas mahkota mudah diperoleh karena tumbuh dipucuk buah namun bibit nanas asal setek tunas mahkota memiliki kemampuan berakar yang sangat rendah sehingga perlu adanya penambahan ZPT. Golongan ZPT untuk perkembangan akar adalah auksin, salah satunya auksin sintesis (IBA). Tujuan penggunaan auksin adalah untuk meningkatkan keberhasilan setek berakar,

mempercepat terbentuknya perakaran, meningkatkan kualitas akar adventif, dan meningkatkan keseragaman tumbuhnya akar.

Konsentrasi dalam penggunaan IBA merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap perkembangan akar. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi akan mencegah

pertumbuhan tunas dan akar, sedangkan pada konsentrasi yang terlalu rendah menjadi tidak efektif. Cara aplikasi yang dilakukan bertujuan agar bibit dapat menyerap IBA dengan optimal. Aplikasi IBA dalam bentuk pasta akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik.


(30)

Kelebihan dari aplikasi IBA dalam bentuk pasta adalah memiliki daya lekat yang tinggi sehingga tidak mudah tercuci. Meningkatnya jumlah auksin pada bibit nanas asal tunas mahkota akan memberikan pertumbuhan tunas dan akar yang lebih optimal.

Pemberian IBA dengan konsentrasi dan cara aplikasi yang tepat diharapkan dapat

meningkatkan keberhasilan pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota yang ditunjukkan oleh meningkatnya pertumbuhan akar yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Konsentrasi IBA berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota. 2. Aplikasi IBA dengan cara pengolesan (bentuk pasta) menghasilkan pertumbuhan yang

lebih baik dibandingkan cara penyemprotan (dalam bentuk larutan) terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota.

3. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan bibit nanas asal tunas mahkota bergantung pada cara aplikasinya.


(31)

Puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah

Nya atas terselesainya studi

ku dan aku

persembahkan karya ini untuk kedua orang tuaku serta orang

orang tercinta

sebagai wujud rasa sayang dan

cintaku atas pengorbanan, do’a, bahkan kasih

sayang yang tak ternilai harganya yang telah diberikan selama ini dan

selanjutnya aku persembahkan untuk almamater tercinta.


(32)

“Kemenangan paling berharga dalam hidup bukanlah tidak pernah gagal,

melainkan bagaimana kita bisa bangkit setiap kali menemui kegagalan”

(Nelson Mandela, Mantan Presiden Afrika Selatan & Peraih Nobel

Perdamaian)

Perjalanan ribuan mil diawali dari satu

langkah”

(Lao-tzu, Filsuf Cina)

“Tujuan tanpa perencanaan hanya akan menjadi harapan belaka”

(Antonie de Saint-Exupery, Penulis Prancis)

“Satu hal yang tidak akan berubah ketika kita hendak bertanding; MENANG”

(David Beckham, Pemain sepak bola Inggris)

“Berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tetapi juga manusia

yang bernilai”

(Albert Einstein, Ilmuwan besar Jerman)

“Saat anda berhenti berubah, saat itu jugalah (hidup) Anda berakhir”


(33)

Puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah

Nya atas terselesainya studi

ku dan aku

persembahkan karya ini untuk kedua orang tuaku serta orang

orang tercinta

sebagai wujud rasa sayang dan

cintaku atas pengorbanan, do’a, bahkan kasih

sayang yang tak ternilai harganya yang telah diberikan selama ini dan

selanjutnya aku persembahkan untuk almamater tercinta.


(34)

“Kemenangan paling berharga dalam hidup bukanlah tidak pernah gagal,

melainkan bagaimana kita bisa bangkit setiap kali menemui kegagalan”

(Nelson Mandela, Mantan Presiden Afrika Selatan & Peraih Nobel

Perdamaian)

Perjalanan ribuan mil diawali dari satu

langkah”

(Lao-tzu, Filsuf Cina)

“Tujuan tanpa perencanaan hanya akan menjadi harapan belaka”

(Antonie de Saint-Exupery, Penulis Prancis)

“Satu hal yang tidak akan berubah ketika kita hendak bertanding; MENANG”

(David Beckham, Pemain sepak bola Inggris)

“Berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tetapi juga manusia

yang bernilai”

(Albert Einstein, Ilmuwan besar Jerman)

“Saat anda berhenti berubah, saat itu jugalah (hidup) Anda berakhir”


(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 19 Desember 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara (Indah Tri Oktafiani dan Cherly Ratna Sari) dari pasangan Bapak Sulaiman dan Ibu Isrotin.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak – kanak (TK) Aisiyah Bustanul Athfal (1992-1993). Pada tahun 1993, penulis terdaftar sebagai siswi di Sekolah Dasar (SD) Negeri I Hajimena. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri I Natar pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di SPP Negeri Lampung. Pada tahun 2005, penulis diterima di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA) Program Studi Hortikultura.

Penulis menyelesaikan Tugas Akhir di PT. Momenta Agrikultura (Amazing Farm), Kecamatan Lembang pada tahun 2008 dengan judul laporan “Pengaruh Umur Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada Keriting (Lactuca sativa) dengan Sistem Aeroponik”.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Alih Program di Universitas Lampung (UNILA) di Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi.


(36)

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah - Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada pihak – pihak yang telah membantu selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Ir. Rugayah, M.P. selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing Akademik atas saran, motivasi, bimbingan, dan kesabaran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi bahkan sejak penulis terdaftar sebagai mahasiswi UNILA.

2. Bapak Ir. Yohannes C. Ginting, M.P. selaku Pembimbing Kedua atas saran, motivasi, bimbingan, dan kesabaran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. Ibu Ir. Tri Dewi Andalasari, M.Si. selaku Pembahas yang telah memberikan masukan

pengarahan dalam menyusun skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung.

5. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung.


(37)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Bapak (Sulaiman), ibu (Isrotin), dan adik – adikku (Indah Tri Oktafiani dan Cherly Ratna Sari) atas doa, dukungan, kasih sayang dan canda tawa yang diberikan kepada penulis. 8. Sahabat terbaik ku Dwi Aziza, SPd. (“Icha”) yang selalu memberikan dukungan serta

canda tawa dalam hari – hari penulis.

9. Rekan – rekan Alih Program Politeknik Negeri Lampung: Fidia Octavia Sari, Randona Yeka Putri, Tri Naftalia Sari, Prajanti Anuka Dewi, Made Indra Murdani, Rio Jatmiko. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung

maupun tidak langsung telah membantu penulis baik selama pelaksanaan penelitian maupun dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Bandar Lampung, November 2012 Penulis,


(38)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Nanas (Ananas comosus L. Merr)

2.1.1 Sejarah

Nanas sudah lama dikenal oleh salah satu suku di Amerika Selatan yaitu Indian Guarani yang telah didosmetikasi sebelum masa Colombus. Semasa Christiopher Colombus (1492), nanas berkembang ke Selatan dan Tengah Amerika, Mexico Selatan dan kepulauan Karibea Hindia Barat. Di Indonesia nanas mulai masuk pada abad ke – 15 sekitar tahun 1599. Pada abad ke -16, orang Spanyol membawa nanas ke Filipina dan semenanjung Malaysia. Kapten James Cook yang merupakan seorang penjelajah dari Inggris yang ahli navigasi dan Kartographi, membawa dan memperkenalkan nanas ke Hawaii di tahun 1790 (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

2.1.2 Morfologi

Tanaman nanas termasuk tanaman herba tahunan (perennial) monokarpik yang memiliki akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akar nanas melekat pada pangkal batang. Sistem perakaran nanas berserabut, sebagian tumbuh di dalam tanah dan sebagian menyebar di permukaan tanah (Rukmana, 1996).

Menurut Ashari (1995), tanaman nanas memiliki tinggi tanaman mencapai 90 – 100 cm dengan batang yang pendek sekitar 20 – 25 cm yang tertutup oleh daun dan akar. Batang


(39)

nanas memiliki diameter bagian bawah lebih kecil yaitu 2 – 3,5 cm sedangkan diameter batang bagian atas mencapai 5,5 – 6,5 cm.

Daun nanas tumbuh dari batang dengan susunan spiral, arah putaran ke kanan atau ke kiri yang menuju ke atas, dan tidak mempunyai tulang daun. Bentuk daun memanjang seperti pedang. Ujung daun meruncing, permukaan atas daun berwarna hijau tua, merah tua,

bergaris atau cokelat kemerahan. Permukaan bawah daun berwarna keperakan karena adanya trikoma dalam jumlah yang besar (Lisdiana dan Soemadi, 1997 dalam Sitepu, 2003).

Rangkaian bunga nanas adalah majemuk yaitu berada pada batang bagian ujung. Bunga nanas bersifat hermaprodit berjumlah 100 – 200, masing – masing berkedudukan di ketiak daun pelindung. Bunga mekar pada pagi hari dan mekarnya tidak serempak. Setiap hari bunga mekar sebanyak 5 – 10 bunga. Bunga mekar keseluruhan membutuhkan waktu sekitar 10 – 20 hari (Ashari, 1995).

Buah nanas bersifat partenokarpi yaitu buah nanas tidak akan menghasilkan biji bila tidak melalui pernyerbukan silang. Proses penyerbukan pada kumpulan kuntum bunga akan menghasilkan kumpulan buah kecil berjumlah 100 – 200 bunga, sehingga penampakan visual seolah – olah hanya satu buah berbentuk bulat dengan bagian ujungnya seperti kerucut (Rukmana, 1996). Ukuran, bentuk, rasa dan warna buah nanas tergantung dari varietasnya.

Menurut Rukmana (1996), secara sistematik (taksonomi) tanaman nanas diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta

Kelas : Angiospermae

Sub kelas : Monocotiledonae

Ordo : Farinosae (Bromeliales)

Famili : Bromiliaceae


(40)

Spesies : Ananas comosus (L) Merr

2.1.3 Syarat Tumbuh

Tanaman nanas tumbuh di sekitar khatulistiwa dari 30o LU dan 30o LS. Pertumbuhan optimum untuk tanaman nanas antara 10 – 700 m dpl (di atas permukaan laut). Jenis nanas

Cayenne tumbuh pada ketinggian 100 – 1.100 m dpl (Ashari, 1995).

Kisaran curah hujan yang diperlukan sekitar 1.000 – 1.500 mm th-1. Suhu yang baik bagi pertumbuhan nanas adalah 23 – 32o C, walaupun pada suhu sekitar 10 oC tanaman nanas masih dapat tumbuh.

Cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman nanas rata-rata 33 – 71 % dengan angka tahunan rata-rata 2.000 jam. Nanas dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah dengan syarat

drainasenya baik dan banyak mengandung bahan organik serta kandungan kapur yang rendah. Keasaman tanah yang cocok untuk tanaman nanas adalah 4,5 – 6,5. Kandungan kapur yang tinggi dapat menyebabkan tanaman nanas menjadi kerdil dan klorosis, sedangkan tanah yang terlalu asam akan mengakibatkan penurunan unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdinum dengan cepat (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

2.1.4 Nanas Smooth Cayenne

Berdasarkan habitus tanaman terutama bentuk daun dan buah, tanaman nanas dibagi menjadi empat jenis salah satunya adalah Smooth Cayenne. Nanas Smooth Cayenne merupakan varietas nanas yang paling banyak dibudidayakan untuk buah kaleng. Karakteristik yang dimiliki nanas ini sesuai dengan karakteristik industri tersebut yaitu produksinya tinggi, buahnya berukuran besar, berbentuk silindris, berwarna hijau kekuning – kuningan, rasanya sedikit asam, dan tidak terdapat duri pada daunnya, sehingga lebih memudahkan


(41)

2,5 kg dengan warna daging buah kuning (Ashari, 1995). Varietas ini banyak dijumpai di Indonesia, Philipina, Thailand, Hawaii, Kenya, Mexico, dan Taiwan. Di Indonesia jenis nanas Smooth Cayenne (Gambar 3) dikenal dengan nanas Semarang, Barabai (Lombok), dan Subang (Rukmana, 1996).

Gambar 3. Nanas Cayenne.

2.2 Perbanyakan Vegetatif

Perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan organ – organ vegetatif tanaman. Salah satu perbanyakan vegetatif pada tanaman nanas yang dilakukan adalah setek crown. Bibit yang baik mempunyai daun yang tampak tebal berwarna hijau, bebas hama dan penyakit, mudah diperoleh dalam jumlah banyak, pertumbuhan relatif seragam serta mudah dalam pengangkutan terutama untuk bibit setek batang (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Menurut Rukmana (1996), perbanyakan secara vegetatif memiliki beberapa kelebihan yaitu tanaman memiliki sifat yang sama dengan induknya, dan dapat menghasilkan jumlah bibit yang banyak dan seragam. Tanaman yang dihasilkan dari setek mempunyai keseragaman


(42)

umur, ukuran, tinggi, dan dapat diperoleh tanaman yang sempurna yaitu telah mempunyai akar, batang, dan daun dalam waktu yang relatif singkat (Wudianto, 1999).

Pembentukan akar pada setek dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor tanaman (umur setek, kandungan bahan makanan pada setek, kandungan zat tumbuh dan pembentukan kalus), faktor lingkungan (media tumbuh, kelembaban, temperatur, dan cahaya), dan faktor pelaksanaan (perlakuan yang dilakukan, pemotongan serta pelukaan setek, penggunaan zat pengatur tumbuh, kebersihan, dan pemeliharaan). Proses pembentukan akar dapat

digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 4. Proses pembentukan akar pada setek (Hartmann et, al., 1997).

Terjadinya proses penggabungan antara co – faktor 1, co – faktor 2, co – faktor 3


(43)

co – faktor / IAA kompleks. Polyphenol oxydase mengontrol segala kemungkinan penghambatan atau kerusakan IAA sebelum terjadinya penggabungan. co – faktor / IAA kompleks dan RNA merupakan awal pembentukan akar yang membutuhkan glukosa, campuran nitrogen, kalsium, dan nutrisi lain.

2.3 Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk merangsang inisiasi awal pertumbuhan akar adalah golongan auksin. Jenis zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam golongan auksin yaitu IAA (IndoleAsetic Acid), IBA (Indolebutyric Acid), NAA (Naphthaleneacettic acid ), dan 2,4 Dikhlorofenoksiasetat (2,4-D). IBA dan NAA banyak digunakan untuk mendorong pertumbuhan akar setek dari tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak (herbaceous). Menurut Wudianto (1999), IBA yang paling cocok untuk merangsang aktivitas perakaran. Pengaruh suatu zat pengatur tumbuh bergantung pada spesies tanaman, zat pengatur tumbuh pada tanaman, tahap perkembangan tanaman, dan konsentrasi zat pengatur tumbuh

(Dwidjoseputro, 1978). Menurut Kusumo (1990), kepekatan yang sering digunakan pada pemberian IBA dalam bentuk larutan adalah 5 – 100 ppm tergantung pada spesies tanaman dan macam hormon yang digunakan.

Sebenarnya pada tanaman telah memiliki hormon yaitu rizokalin yang merangsang pertumbuhan akar, kaulokalin yang merangsang pertumbuhan batang, dan antokalin yang merangsang pembungaan. Jumlah kandungan hormon yang ada pada tanaman sangat sedikit sehingga perlu ditambahkan. Ditambahkannya ZPT ke tanaman diharapkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat.

IBA dapat diaplikasikan dalam bentuk pasta, biasanya bubuk IBA yang digunakan dicampur dengan aquades terlebih dahulu hingga berbentuk pasta yang kemudian dioleskan pada


(44)

pangkal bibit agar mudah berakar. Selain bentuk pasta, IBA dapat diberikan dalam bentuk cair yaitu dengan cara disemprot menggunakan hand sprayer.

2.4 Media Tanam

Media tanam merupakan salah satu penentu tanaman dapat tumbuh dengan baik karena sangat berpengaruh terhadap aerasi maupun drainase. Persyaratan media tanam yang baik yaitu tidak mengandung hama dan penyakit, mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang dan mengalirkan kelebihan air serta remah dan porus, sehingga akar bisa tumbuh dan berkembang menembus media tanam dengan mudah. Media tanam yang umum

digunakan dalam pembibitan adalah pasir, arang sekam, dan kompos.

Media tanam yang paling tepat untuk perbanyakan setek basal daun nanas di pembibitan adalah pasir dan kompos (Husniati, 2010). Berdasarkan penelitian Murti (2007), penggunaan media campuran pasir kali dengan arang sekam menghasilkan waktu muncul tunas yang lebih cepat. Selain itu menurut penelitian Hariangga (2008), penggunaan arang sekam sebagai campuran media tanam menghasilkan pertumbuhan dan pembungaan tanaman adenium (Adenium sp.) varietas Marvelous yang lebih baik dibandingkan sekam mentah kecuali pada peubah diameter bonggol dan waktu muncul bunga. Hal ini dipertegas pula oleh hasil penelitian Maryudi (2009) yang menunjukkan bahwa media tanam campuran pakis dan sekam bakar menghasilkan pertumbuhan bibit anthurium yang paling baik pada pengamatan luas helaian daun ke-6 dan ke-7 serta penambahan bobot basah tanaman.

Media tanam pasir yang biasa digunakan yaitu pasir untuk bangunan yang telah tercuci dengan air. Pasir yang mengandung garam dan pasir silika yang tidak dapat menetralkan pH


(45)

tanah contohnya pasir pantai tidak dapat digunakan sebagai media tanam pembibitan, kadar garam yang tinggi pada pasir pantai menyebabkan organ – organ tanaman terbakar yang kemudian mengakibatkan kematian jaringan (nekrosis).

Arang sekam memiliki aerasi baik karena memiliki rongga yang banyak sehingga bersifat porus, menahan air yang tinggi, ringan, tidak bereaksi negatif dengan larutan hara, mudah diperoleh dan harganya relatif murah.

Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari daun atau bagian tanaman lainnya. Ciri-ciri kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan dicirikan warna berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan mempunyai suhu ruang. Berdasarkan uji kimiawi ukuran yang digunakan untuk C/N ratio kompos yang sudah matang berkisar antara 10 – 30 (Marsono dan Sigit, 2001). Penambahan kompos dalam media tanam berfungsi memperbaiki sifat fisik media tanam, meningkatkan daya mengikat air dan porositas serta menyediakan unsur hara bagi tanaman meskipun dalam jumlah yang sedikit (Murbandono, 1999).


(1)

Spesies : Ananas comosus (L) Merr

2.1.3 Syarat Tumbuh

Tanaman nanas tumbuh di sekitar khatulistiwa dari 30o LU dan 30o LS. Pertumbuhan optimum untuk tanaman nanas antara 10 – 700 m dpl (di atas permukaan laut). Jenis nanas Cayenne tumbuh pada ketinggian 100 – 1.100 m dpl (Ashari, 1995).

Kisaran curah hujan yang diperlukan sekitar 1.000 – 1.500 mm th-1. Suhu yang baik bagi pertumbuhan nanas adalah 23 – 32o C, walaupun pada suhu sekitar 10 oC tanaman nanas masih dapat tumbuh.

Cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman nanas rata-rata 33 – 71 % dengan angka tahunan rata-rata 2.000 jam. Nanas dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah dengan syarat

drainasenya baik dan banyak mengandung bahan organik serta kandungan kapur yang rendah. Keasaman tanah yang cocok untuk tanaman nanas adalah 4,5 – 6,5. Kandungan kapur yang tinggi dapat menyebabkan tanaman nanas menjadi kerdil dan klorosis, sedangkan tanah yang terlalu asam akan mengakibatkan penurunan unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdinum dengan cepat (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). 2.1.4 Nanas Smooth Cayenne

Berdasarkan habitus tanaman terutama bentuk daun dan buah, tanaman nanas dibagi menjadi empat jenis salah satunya adalah Smooth Cayenne. Nanas Smooth Cayenne merupakan varietas nanas yang paling banyak dibudidayakan untuk buah kaleng. Karakteristik yang dimiliki nanas ini sesuai dengan karakteristik industri tersebut yaitu produksinya tinggi, buahnya berukuran besar, berbentuk silindris, berwarna hijau kekuning – kuningan, rasanya sedikit asam, dan tidak terdapat duri pada daunnya, sehingga lebih memudahkan


(2)

2,5 kg dengan warna daging buah kuning (Ashari, 1995). Varietas ini banyak dijumpai di Indonesia, Philipina, Thailand, Hawaii, Kenya, Mexico, dan Taiwan. Di Indonesia jenis nanas Smooth Cayenne (Gambar 3) dikenal dengan nanas Semarang, Barabai (Lombok), dan Subang (Rukmana, 1996).

Gambar 3. Nanas Cayenne.

2.2 Perbanyakan Vegetatif

Perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan organ – organ vegetatif tanaman. Salah satu perbanyakan vegetatif pada tanaman nanas yang dilakukan adalah setek crown. Bibit yang baik mempunyai daun yang tampak tebal berwarna hijau, bebas hama dan penyakit, mudah diperoleh dalam jumlah banyak, pertumbuhan relatif seragam serta mudah dalam pengangkutan terutama untuk bibit setek batang (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Menurut Rukmana (1996), perbanyakan secara vegetatif memiliki beberapa kelebihan yaitu tanaman memiliki sifat yang sama dengan induknya, dan dapat menghasilkan jumlah bibit yang banyak dan seragam. Tanaman yang dihasilkan dari setek mempunyai keseragaman


(3)

umur, ukuran, tinggi, dan dapat diperoleh tanaman yang sempurna yaitu telah mempunyai akar, batang, dan daun dalam waktu yang relatif singkat (Wudianto, 1999).

Pembentukan akar pada setek dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor tanaman (umur setek, kandungan bahan makanan pada setek, kandungan zat tumbuh dan pembentukan kalus), faktor lingkungan (media tumbuh, kelembaban, temperatur, dan cahaya), dan faktor pelaksanaan (perlakuan yang dilakukan, pemotongan serta pelukaan setek, penggunaan zat pengatur tumbuh, kebersihan, dan pemeliharaan). Proses pembentukan akar dapat

digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 4. Proses pembentukan akar pada setek (Hartmann et, al., 1997).

Terjadinya proses penggabungan antara co – faktor 1, co – faktor 2, co – faktor 3


(4)

co – faktor / IAA kompleks. Polyphenol oxydase mengontrol segala kemungkinan penghambatan atau kerusakan IAA sebelum terjadinya penggabungan. co – faktor / IAA kompleks dan RNA merupakan awal pembentukan akar yang membutuhkan glukosa, campuran nitrogen, kalsium, dan nutrisi lain.

2.3 Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk merangsang inisiasi awal pertumbuhan akar adalah golongan auksin. Jenis zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam golongan auksin yaitu IAA (Indole Asetic Acid), IBA (Indolebutyric Acid), NAA (Naphthaleneacettic acid), dan 2,4 Dikhlorofenoksiasetat (2,4-D). IBA dan NAA banyak digunakan untuk mendorong pertumbuhan akar setek dari tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak (herbaceous). Menurut Wudianto (1999), IBA yang paling cocok untuk merangsang aktivitas perakaran. Pengaruh suatu zat pengatur tumbuh bergantung pada spesies tanaman, zat pengatur tumbuh pada tanaman, tahap perkembangan tanaman, dan konsentrasi zat pengatur tumbuh

(Dwidjoseputro, 1978). Menurut Kusumo (1990), kepekatan yang sering digunakan pada pemberian IBA dalam bentuk larutan adalah 5 – 100 ppm tergantung pada spesies tanaman dan macam hormon yang digunakan.

Sebenarnya pada tanaman telah memiliki hormon yaitu rizokalin yang merangsang pertumbuhan akar, kaulokalin yang merangsang pertumbuhan batang, dan antokalin yang merangsang pembungaan. Jumlah kandungan hormon yang ada pada tanaman sangat sedikit sehingga perlu ditambahkan. Ditambahkannya ZPT ke tanaman diharapkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat.

IBA dapat diaplikasikan dalam bentuk pasta, biasanya bubuk IBA yang digunakan dicampur dengan aquades terlebih dahulu hingga berbentuk pasta yang kemudian dioleskan pada


(5)

pangkal bibit agar mudah berakar. Selain bentuk pasta, IBA dapat diberikan dalam bentuk cair yaitu dengan cara disemprot menggunakan hand sprayer.

2.4 Media Tanam

Media tanam merupakan salah satu penentu tanaman dapat tumbuh dengan baik karena sangat berpengaruh terhadap aerasi maupun drainase. Persyaratan media tanam yang baik yaitu tidak mengandung hama dan penyakit, mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang dan mengalirkan kelebihan air serta remah dan porus, sehingga akar bisa tumbuh dan berkembang menembus media tanam dengan mudah. Media tanam yang umum

digunakan dalam pembibitan adalah pasir, arang sekam, dan kompos.

Media tanam yang paling tepat untuk perbanyakan setek basal daun nanas di pembibitan adalah pasir dan kompos (Husniati, 2010). Berdasarkan penelitian Murti (2007), penggunaan media campuran pasir kali dengan arang sekam menghasilkan waktu muncul tunas yang lebih cepat. Selain itu menurut penelitian Hariangga (2008), penggunaan arang sekam sebagai campuran media tanam menghasilkan pertumbuhan dan pembungaan tanaman adenium (Adenium sp.) varietas Marvelous yang lebih baik dibandingkan sekam mentah kecuali pada peubah diameter bonggol dan waktu muncul bunga. Hal ini dipertegas pula oleh hasil penelitian Maryudi (2009) yang menunjukkan bahwa media tanam campuran pakis dan sekam bakar menghasilkan pertumbuhan bibit anthurium yang paling baik pada pengamatan luas helaian daun ke-6 dan ke-7 serta penambahan bobot basah tanaman.

Media tanam pasir yang biasa digunakan yaitu pasir untuk bangunan yang telah tercuci dengan air. Pasir yang mengandung garam dan pasir silika yang tidak dapat menetralkan pH


(6)

tanah contohnya pasir pantai tidak dapat digunakan sebagai media tanam pembibitan, kadar garam yang tinggi pada pasir pantai menyebabkan organ – organ tanaman terbakar yang kemudian mengakibatkan kematian jaringan (nekrosis).

Arang sekam memiliki aerasi baik karena memiliki rongga yang banyak sehingga bersifat porus, menahan air yang tinggi, ringan, tidak bereaksi negatif dengan larutan hara, mudah diperoleh dan harganya relatif murah.

Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari daun atau bagian tanaman lainnya. Ciri-ciri kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan dicirikan warna berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan mempunyai suhu ruang. Berdasarkan uji kimiawi ukuran yang digunakan untuk C/N ratio kompos yang sudah matang berkisar antara 10 – 30 (Marsono dan Sigit, 2001). Penambahan kompos dalam media tanam berfungsi memperbaiki sifat fisik media tanam, meningkatkan daya mengikat air dan porositas serta menyediakan unsur hara bagi tanaman meskipun dalam jumlah yang sedikit (Murbandono, 1999).


Dokumen yang terkait

Pertumbuhan Setek Pucuk Adenium (Adenium Obesum) Dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Cara Penyayatan Batang

1 29 81

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN ZPT IBA (Indole Butyric Acid) DAN MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK PUCUK MENTIGI (Vaccinium varingiaefolium (Bl) Miq)

0 7 26

RESPON MATA TUNAS NANAS (Ananas comosus (L) Merr) TERHADAP BEBERAPA TEKNIK STERILISASI DAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH SECARA IN VITRO

0 4 2

PENGARUH PELUKAAN TITIK TUMBUH DAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH SITOKININ TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO��?

0 31 18

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI NaCl TERHADAP TOTAL ASAM, KADAR AIR DAN ORGAN OLEPTIK KERIPIK NANAS (Ananas comosus L. Merr)

0 6 1

PENGARUH KONSENTRASI DAN CARA APLIKASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT NANAS (Ananas comosus [L.] Merr) ASAL TUNAS MAHKOTA

4 36 45

PENGARUH KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) DAN JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT NANAS (Ananas comosus [L.] Merr) ASAL TUNAS MAHKOTA

2 28 61

PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)

0 21 49

PENGARUH PEMBERIAN NAA (Naphthalena Acetic Acid) DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid) TERHADAP KEBERHASILAN PENYETEKAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.)

0 3 14

PENGARUH EKSTRAK NANAS (Ananas comosus (L) Merr) SEBAGAI ANTIHELMINTIK TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING

0 0 57