FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PENGGUNAAN BAHASA BATAK TOBA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI PADA NAPOSOBULUNG DI KAMPUNG GAYA BARU II KECAMATAN SEPUTIH SURABAYA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PENGGUNAAN BAHASA BATAK TOBA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI PADA NAPOSOBULUNG DI

KAMPUNG GAYA BARU II KECAMATAN SEPUTIH SURABAYA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Abstrak)

Oleh: Eva Wita Sibarani

Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beranekaragam suku, salah satunya ialah suku Batak Toba. Suku Batak Toba memiliki unsur-unsur kebudayaan seperti bahasa. Dengan perkembangan zaman yang mengglobal para naposobulung (generasi muda Batak) menjadi perhatian orang tua yang perlu dibina melalui pemahaman nilai moral kultur Batak. Salah satu pembinaan moral itu ialah melalui pemahaman bahasa Batak Toba. Bahasa Batak akan hilang dan lenyap ditiup arus globalisasi jika orang tua tidak proaktif mengatasinya. Apabila naposobulung tidak bisa berbahasa Batak Toba maka naposobulung akan menjauh dari kebiasaan atau tradisi orang Batak dalam hal adat istiadat. Hal ini disebabkan oleh faktor intern (dalam) seperti : faktor komunikasi di dalam keluarga, Malu sebagai suku Batak dan adanya anggapan naposobulung untuk apa berbahasa Batak sedangkan faktor ekstern (luar) seperti banyaknya naposobulung yang merantau, perubahan gaya masyarakat dan lain sebagainya. Salah satu cara agar naposobulung paham akan berbahasa Batak ialah mendorong orang tua menggunakan bahasa Batak Toba berkomunikasi dengan anak-anaknya. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab naposobulung kurang memahami bahasa Batak Toba di kampung Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab rendahnya pemahaman bahasa Batak Toba pada naposobulung di kampung Gaya Baru II.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Faktor penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung di sebabkan oleh beberapa faktor baik secara Intern maupun Ekstern seperti:

Faktor secara intern:

1. Faktor komunikasi di dalam keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk mendapatkan pengajaran seperti dalam hal berbahasa Batak Toba. Komunikasi di dalam keluarga dapat berjalan dengan baik jika anak dapat menggunakan bahasa Batak Toba dengan baik pula. Di lingkungan keluarga, orang tua sebaiknya mengajarkan naposobulung untuk dapat menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi dan menjadikan bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar di dalam lingkungan keluarga.

2. Faktor sikap naposobulung yang beranggapan “untuk apa berbahasa Batak”

Dengan adanya sikap naposobulung yang beranggapan untuk apa berbahasa Batak Toba merupakan salah satu faktor penyebab naposobulung tidak dapat menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi. Hal ini karena


(3)

naposobulung merasa malu jika berbahasa Batak di tempat keramaian dan menggangap berbahasa Batak adalah bahasa parhuta-huta (kampungan).

3. Faktor adanya perasaan malu sebagai orang Batak

Ada sebagian naposobulung yang malu menunjukkan identitas sebagai orang Batak atau kata lain ada beberapa orang secara doktrin menyesal lahir sebagai orang Batak dikarenakan menganggap suku Batak itu hanya dari sisi negatif, keras, suka berkelahi, sering berselisih dan lain-lain. Dengan adanya perasaan malu sebagai suku Batak mengakibatkan naposobulung tidak dapat menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi. Alangkah baiknya jika naposobulung dapat menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi sehingga naposobulung dapat dengan bangga mengatakan Ai Halak Batak Do Ahu (aku orang Batak).

Sedangkan faktor secara ekstern (luar): 1. Faktor perubahan gaya masyarakat

Perubahan gaya masyarakat yang terjadi pada naposobulung di Gaya Baru II seperti dalam acara natal di gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) ketika mandok hata (berbicara) untuk menyampaikan kata sambutan naposobulung menggunakan bahasa campuran, sebagian bahasa Indonesia, sebagian bahasa Batak, dan dalam acara pesta perkawinan suku Batak yang acaranya serba adat Batak penuh atau mangadati, naposobulung malas untuk menghadiri pesta perkawinan adat Batak atau mangadati karena tidak dapat menggunakan bahasa Toba sebagai alat komunikasi saat bertemu dengan sesama keluarga suku Batak.


(4)

2. Faktor banyaknnya naposobulung yang merantau

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, keinginan untuk mencari pekerjaan, menjadi penyebab naposobulung tidak dapat menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi karena pendidikan dan pengajaran formal tidak ada dalam mengajarkan bahasa Batak Toba untuk naposobulung,oleh karena itu diharapkan orang tua keluarga suku Batak dapat mengajarkan naposobulung menggunakan bahasa Batak Toba.

3. Faktor lingkungan social yang heterogen

Lingkungan social yang heterogen dapat mempengaruhi dan mewarnai kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan suatu keluarga terutama dalam hal bahasa. Naposobulung di Gaya Baru II tinggal di lingkungan social heterogen terdiri dari beraneka ragam suku membuat naposobulung tidak dapat menggunakan Bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi, karena secara cepat mapun lambat, dan mau tidak mau naposobulung menggunakan bahasa yang dipakai dalam lingkungan tersebut.

B. SARAN

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan hasil penelitian, ada beberapa saran yang diberikan oleh penulis sebagai berikut : 1. Pengenalan bahasa Batak Toba akan sangat efektif jika dimulai dari keluarga,


(5)

penting dalam pemahaman naposobulung terhadap penggunaan bahasa Batak Toba. Oleh karena itu setiap keluarga suku Batak hendaknya memperkenalkan bahkan akan lebih baik jika mempergunakan bahasa Batak Toba sebagai komunikasi sehari-hari di dalam keluarga.

2. Kepada Bapak/Ibu suku Batak hendaknya lebih berperan dalam mensosialisasikan bahasa Batak Toba di dalam keluarga, karena keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk mengenal bahasa dan mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itu sebaiknya bahasa Batak Toba digunakan dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga.

3. Kepada naposobulung sebagai penerus kebudayaan bangsa hendaknya tidak merasakan lagi malu/gengsi menggunakan bahasa Batak, karena generasi mudalah yang nantinya diharapkan dapat melestarikan dan lebih mencintai bahasa daerah khusunya bahasa Batak Toba agar bahasa Batak tetap digunakan oleh naposobulung.


(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan yang berbeda-beda antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainnya. Perbedaan itu erat kaitannya dengan pengaruh lingkungan alam, pengalaman hidup, dan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut. Diantara banyak suku bangsa yang ada di Indonesia, salah satu diantaranya ialah suku Batak.

Daerah Tapanuli ialah salah satu daerah yang memiliki bahasa daerah sendiri yang disebut bahasa Batak. Bahasa Batak ada 5 (lima) dialek, yang terpenting dialek Toba Selatan, Simalungun di Utara Danau Toba, Karo dan Dairi tersebar disebelah Barat Danau Toba terus kepesisir Barat, Sedangkan di Selatan propinsi SUMUT (Sumatera Utara) dialek Anggola atau Mandailing mencakup daerah yang luas. Dalam pergaulan sehari-hari peranan bahasa Batak Toba sangat fungsional. Pemakaiannya meliputi lingkungan yang sangat luas, hampir pada setiap tempat dan situasi, dari lingkungan keluarga, lingkungan anak-anak, lingkungan pemuda, lingkungan orang tua, lingkungan pedagang, sampai pada lingkungan pekerjaan baik di swasta maupun pemerintahan. Depdikbud (1984: 6).


(7)

Peranan bahasa daerah dalam kehidupan modern terasa makin kurang diperhatikan. Bahasa daerah tidak memberi perspektif kehidupan yang lebih baik lagi penuturnya.Oleh karena itu, perhatian naposobulung tidak tertarik lagi kepada bahasa daerahnya masing-masing. Mathias Sitorus (1986: 3).

Menurut jenisnya, bahasa tersebut masih terpilah lagi dalam dialek-dialek tertentu yang penggunaannya menjadi spesifik menurut daerah dimana bahasa tersebut berkembang. Kelompok bahasa Batak terdiri dari: (1) bahasa Batak Karo, (2) bahasa Simalungun, (3) bahasa Batak Mandailing, (4) bahasa Batak Angkola, (5) bahasa Batak Pakpak atau Dairi (6) bahasa Batak Toba. Begitu pula dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari orang Batak mempergunakan beberapa logat antara Batak Toba yang satu dengan batak lainnya. Seperti dialek Batak Toba berbeda sangat jauh sekali dengan dialek Batak Karo. Mathias Sitorus (1986: 4).

Menurut Robert Sibarani (2003: 3) Bahasa batak Toba adalah salah satu dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia terutama yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Namun tidak dapat disangkal bahwa sering terjadi kendala-kendala didalam penggunaaan bahasa ini sebagai alat komunikasi terutama ketika bahasa tersebut digunakan oleh Naposobulung. Robert Sibarani (2003: 3).

Saat ini orang-orang Batak khususnya orang Batak Toba tidak hanya bermukim di daerah Tapanuli saja, tapi juga telah merantau dan tersebar diselutuh daerah di Indonesia dan salah satunya adalah di Gaya Baru II, ini terbukti dengan adanya lapo tuak, gereja Batak seperti HKBP Gaya Baru II, serta kelompok sosial


(8)

masyarakat Batak Toba yang biasa disebut punguan (kumpulan) sesuai dengan marganya masing-masing.

Naposobulung di kampung Gaya Baru II terutama yang merantau tentu saja membawa adat istiadat dan kebiasaan lama di daerah tujuan, tetap menggunakan dan berusaha mempertahankan kebudayaan aslinya, terutama tetap menggunakan dan berusaha mempertahankan kebudayaan aslinya, terutama tetap menggunakan bahasa daerahnya. Namun karena adanya pengaruh dari lingkungan sosial yang berbeda dengan daerah asalnya, serta adanya interaksi sosial dengan penduduk asli maupun dengan penduduk pendatang yang lain, maka terjadilah penurunan budaya Batak khususnya dalam penggunaan bahasa Batak Toba atau dengan kata lain Mereka tidak lagi mengenal dan menguasai adat Batak yang merupakan warisan leluhurnya, khususnya dalam penggunaan bahasa Batak Toba.

Naposobulung yang sudah tinggal di kota merasa tidak ada manfaatnya bagi mereka untuk berbahasa daerah khususnya bahasa Batak, karena bahasa Batak hanya digunakan pada pergaulan sebatas suku Batak, seringkali bahasa Batak memiliki image yang kurang elegan dan bahkan cenderung kasar.

Fungsi bahasa daerah itu sendiri menurut A. Chaedar Alwasilah (1993: 166) ialah: 1. Sebagai lambang kebanggaan daerah

2. Sebagai lambang identitas daerah

3. Sebagai alat perhubungan di dalam suatu keluarga dan masyarakat daerah tersebut.


(9)

Menurut Richard Sinaga (2007: 55) ada beberapa faktor mengapa naposobulung kurang memahami bahasa daerahnya sendiri terlihat dari seperti:

1. Orang tua (Ayah/Ibu) sudah tidak lagi berbahasa Batak.

2. Bila bahasa Batak bukan lagi bahasa yang dominan di rumah (awal dari punahnya bahsa batak adalah dari keluarga).

3. Bila mandok hata (berbicara) dalam suatu acara keluarga / pesta adat Batak.

4. Ketika orang Batak merasa malu berbicara dalam bahasa batak di keramaian, tempat umum saat bertemu dengan halak hita (sesama batak). 5. Adanya anggapan berbicara memakai bahasa Batak itu adalah sesuatu

yang kampungan (parhuta-huta)

6. Bila di dalam Gereja liturginya (pembacaan kitab injil) menggunakan bahasa Indonesia.

7. Jika naposobulung di rumah lebih paham memakai bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Batak.

8. Jika orang tua tidak mengajarkan bahasa Batak lagi. 9. Tempat tinggal

10.Lingkungan masyarakat sekitar.

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa anak dari keluarga suku Batak tentulah pandai berbahasa Batak, sama halnya dengan anak dari keluarga suku Jawa juga akan pandai berbahasa Jawa, seakan-akan berbahasa merupakan keturunan, tetapi hal yang sebenarnya ialah bahwa biarpun anak keturunan suku batak, jika dididik dan dibesarkan di dalam keluarga dan lingkungan yang tidak berbahasa Batak, maka anak tidak akan pandai berbahasa Batak, melainkan anak akan pandai berbahasa yang di pakai di dalam keluarga dan lingkungan tersebut.

Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat, termasuk unsur kebudayaan yang perlu dilestarikan dan di pertahankan yaitu dengan cara menggunakannya sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat, akan tetapi karena perkembangan zaman yang semakin modern


(10)

dalam bidang bahasa mengakibatkan para naposobulung tidak dapat menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi.

Dengan adanya kemauan dan desakan untuk memakai salah satu bahasa menyebabkan seseorang dapat berbahasa. suatu bahasa bukanlah karena suatu keturunan atau warisan. Keinginan dan kemauan berbahasa bukan naluri melainkan suatu pembawaan (Edison Hutauruk,2008: 13).

Sebagai naposobulung perlu menunjukkan jati diri sebagai suku Batak serta dapat menunjukkan nilai positif dari suku Batak itu sendiri dengan cara naposobulung mampu berbahasa Batak dengan baik karena hal ini merupakan cikal bakal sebagai suku Batak sehingga naposobulung dapat berkata AI HALAK BATAK DO AHU (Aku orang Batak) dengan bangga.

Tugas naposobulung adalah dapat mempertahankan nilai-nilai budaya dan doktrin yang baik serta memperbaiki segala kekurangan. Nabisuk do nappuna hata naoto tu pangadisan (orang bijak yang dapat menguasai pembicaraan tapi orang bodoh akan terjual) karena itu naposobulung harus bijak sebagai orang Batak agar dapat dengan bangga mengatakan sebagai orang Batak.

Dalam setiap kegiatan yang diikuti oleh naposobulung, interaksi antara anggota naposobulung baik turunan perantau maupun perantau terjalin dengan baik, namun dalam setiap interaksi yang ada, naposobulung jarang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi. Padahal lingkungan organisasi HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Gaya Baru II adalah salah satu tempat para generasi muda Batak Toba berkumpul dan mereka dapat menggunakan


(11)

bahasa Batak Toba dalam berkomunikasi. Terkadang naposobulung mencoba menggunakan Bahasa Batak Toba untuk berkomunikasi. Namun karena rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung maka komunikasinya terhambat. Bahkan tidak jarang naposobulung meminta untuk menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Batak Toba agar proses komunikasi dapat berjalan dengan baik.

Dengan melihat uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian terhadap penyebab naposobulung tidak dapat menggunakan bahasa Batak Toba dengan baik. Oleh karena itu peneliti memilih judul “Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penggunaan Bahasa Batak Toba Sebagai Alat Komunikasi Pada Naposobulung di Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah (Studi kasus pada suku Batak Toba)”.

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang akan dibahas ialah penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Kehidupan sosial naposobulung

b. Naposobulung di HKBP Gaya Baru II semakin jarang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi.

c. Rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung HKBP Gaya Baru II.


(12)

2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas jangkauannya maka penulis membatasi masalah pada Faktor-faktor penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung di Gaya Baru II.

3. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini ialah penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada Naposobulung sangat kurang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab rendahnya penggunaan Bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada Naposobulung Di Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah?

B. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penyebab mengapa Bahasa Batak Toba semakin jarang dipergunakan oleh naposobulungi HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Gaya Baru II .

2. Mendeskripsikan faktor apakah yang menjadi penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung di Gaya Baru II .


(13)

2. .Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah

a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pada penulis, generasi muda, dan suku Batak di Gaya baru II.

b. Dapat memberikan masukan bagi naposobulung atau generasi muda Batak mengenai pentingnya mamahami bahasa Batak.

c. Agar generasi muda bangsa Indonesia lebih memantapkan jati dirinya dan tidak tercabut dari akar budaya bangsa.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1.Subyek Penelitian : Naposobulung /generasi muda batak

2. Obyek Penelitian : Faktor-faktor penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung.

3. Tempat Penelitian : Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya 4. Waktu Penelitian : .Tahun 2009


(1)

masyarakat Batak Toba yang biasa disebut punguan (kumpulan) sesuai dengan marganya masing-masing.

Naposobulung di kampung Gaya Baru II terutama yang merantau tentu saja membawa adat istiadat dan kebiasaan lama di daerah tujuan, tetap menggunakan dan berusaha mempertahankan kebudayaan aslinya, terutama tetap menggunakan dan berusaha mempertahankan kebudayaan aslinya, terutama tetap menggunakan bahasa daerahnya. Namun karena adanya pengaruh dari lingkungan sosial yang berbeda dengan daerah asalnya, serta adanya interaksi sosial dengan penduduk asli maupun dengan penduduk pendatang yang lain, maka terjadilah penurunan budaya Batak khususnya dalam penggunaan bahasa Batak Toba atau dengan kata lain Mereka tidak lagi mengenal dan menguasai adat Batak yang merupakan warisan leluhurnya, khususnya dalam penggunaan bahasa Batak Toba.

Naposobulung yang sudah tinggal di kota merasa tidak ada manfaatnya bagi mereka untuk berbahasa daerah khususnya bahasa Batak, karena bahasa Batak hanya digunakan pada pergaulan sebatas suku Batak, seringkali bahasa Batak memiliki image yang kurang elegan dan bahkan cenderung kasar.

Fungsi bahasa daerah itu sendiri menurut A. Chaedar Alwasilah (1993: 166) ialah: 1. Sebagai lambang kebanggaan daerah

2. Sebagai lambang identitas daerah

3. Sebagai alat perhubungan di dalam suatu keluarga dan masyarakat daerah tersebut.


(2)

Menurut Richard Sinaga (2007: 55) ada beberapa faktor mengapa naposobulung kurang memahami bahasa daerahnya sendiri terlihat dari seperti:

1. Orang tua (Ayah/Ibu) sudah tidak lagi berbahasa Batak.

2. Bila bahasa Batak bukan lagi bahasa yang dominan di rumah (awal dari punahnya bahsa batak adalah dari keluarga).

3. Bila mandok hata (berbicara) dalam suatu acara keluarga / pesta adat Batak.

4. Ketika orang Batak merasa malu berbicara dalam bahasa batak di keramaian, tempat umum saat bertemu dengan halak hita (sesama batak). 5. Adanya anggapan berbicara memakai bahasa Batak itu adalah sesuatu

yang kampungan (parhuta-huta)

6. Bila di dalam Gereja liturginya (pembacaan kitab injil) menggunakan bahasa Indonesia.

7. Jika naposobulung di rumah lebih paham memakai bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Batak.

8. Jika orang tua tidak mengajarkan bahasa Batak lagi. 9. Tempat tinggal

10.Lingkungan masyarakat sekitar.

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa anak dari keluarga suku Batak tentulah pandai berbahasa Batak, sama halnya dengan anak dari keluarga suku Jawa juga akan pandai berbahasa Jawa, seakan-akan berbahasa merupakan keturunan, tetapi hal yang sebenarnya ialah bahwa biarpun anak keturunan suku batak, jika dididik dan dibesarkan di dalam keluarga dan lingkungan yang tidak berbahasa Batak, maka anak tidak akan pandai berbahasa Batak, melainkan anak akan pandai berbahasa yang di pakai di dalam keluarga dan lingkungan tersebut.

Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat, termasuk unsur kebudayaan yang perlu dilestarikan dan di pertahankan yaitu dengan cara menggunakannya sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat, akan tetapi karena perkembangan zaman yang semakin modern


(3)

dalam bidang bahasa mengakibatkan para naposobulung tidak dapat menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi.

Dengan adanya kemauan dan desakan untuk memakai salah satu bahasa menyebabkan seseorang dapat berbahasa. suatu bahasa bukanlah karena suatu keturunan atau warisan. Keinginan dan kemauan berbahasa bukan naluri melainkan suatu pembawaan (Edison Hutauruk,2008: 13).

Sebagai naposobulung perlu menunjukkan jati diri sebagai suku Batak serta dapat menunjukkan nilai positif dari suku Batak itu sendiri dengan cara naposobulung mampu berbahasa Batak dengan baik karena hal ini merupakan cikal bakal sebagai suku Batak sehingga naposobulung dapat berkata AI HALAK BATAK DO AHU (Aku orang Batak) dengan bangga.

Tugas naposobulung adalah dapat mempertahankan nilai-nilai budaya dan doktrin yang baik serta memperbaiki segala kekurangan. Nabisuk do nappuna hata naoto tu pangadisan (orang bijak yang dapat menguasai pembicaraan tapi orang bodoh akan terjual) karena itu naposobulung harus bijak sebagai orang Batak agar dapat dengan bangga mengatakan sebagai orang Batak.

Dalam setiap kegiatan yang diikuti oleh naposobulung, interaksi antara anggota naposobulung baik turunan perantau maupun perantau terjalin dengan baik, namun dalam setiap interaksi yang ada, naposobulung jarang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi. Padahal lingkungan organisasi HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Gaya Baru II adalah salah satu tempat para generasi muda Batak Toba berkumpul dan mereka dapat menggunakan


(4)

bahasa Batak Toba dalam berkomunikasi. Terkadang naposobulung mencoba menggunakan Bahasa Batak Toba untuk berkomunikasi. Namun karena rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung maka komunikasinya terhambat. Bahkan tidak jarang naposobulung meminta untuk menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Batak Toba agar proses komunikasi dapat berjalan dengan baik.

Dengan melihat uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian terhadap penyebab naposobulung tidak dapat menggunakan bahasa Batak Toba dengan baik. Oleh karena itu peneliti memilih judul “Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penggunaan Bahasa Batak Toba Sebagai Alat Komunikasi Pada Naposobulung di Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah (Studi kasus pada suku Batak Toba)”.

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang akan dibahas ialah penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Kehidupan sosial naposobulung

b. Naposobulung di HKBP Gaya Baru II semakin jarang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi.

c. Rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung HKBP Gaya Baru II.


(5)

2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas jangkauannya maka penulis membatasi masalah pada Faktor-faktor penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung di Gaya Baru II.

3. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini ialah penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada Naposobulung sangat kurang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab rendahnya penggunaan Bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada Naposobulung Di Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah?

B. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penyebab mengapa Bahasa Batak Toba semakin jarang dipergunakan oleh naposobulungi HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Gaya Baru II .

2. Mendeskripsikan faktor apakah yang menjadi penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung di Gaya Baru II .


(6)

2. .Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah

a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pada penulis, generasi muda, dan suku Batak di Gaya baru II.

b. Dapat memberikan masukan bagi naposobulung atau generasi muda Batak mengenai pentingnya mamahami bahasa Batak.

c. Agar generasi muda bangsa Indonesia lebih memantapkan jati dirinya dan tidak tercabut dari akar budaya bangsa.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1.Subyek Penelitian : Naposobulung /generasi muda batak

2. Obyek Penelitian : Faktor-faktor penyebab rendahnya penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi pada naposobulung.

3. Tempat Penelitian : Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya 4. Waktu Penelitian : .Tahun 2009