Perkembangan Suku Banjar Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat (1989-2000)

(1)

PERKEMBANGAN SUKU BANJAR DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT (1989-2000)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

Nama : Rudi Pariyadi NIM : 090706021

Departemen Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

PERKEMBANGAN SUKU BANJAR DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT (1989-2000)

Yang Diajukan Oleh: Nama: Rudi Pariyadi NIM : 090706021

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh : Pembimbing,

Drs. SamsulTarigan Tanggal :

NIP 195811041986011002

KetuaDepartemenSejarah, Tanggal :

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

PERKEMBANGAN SUKU BANJAR DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT (1989-2000)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

RUDI PARIYADI 090706021

Pembimbing

Drs. Samsul Tarigan NIP 1958110419866011002

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU SEJARAH

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Jurusan

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno. M. Hum NIP 196409221989031001


(5)

Lembar pengesahan skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana Fakultas Ilmu Budaya dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis. M.A. NIP 195110131976031001

Panitia Ujian:

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno. M. Hum (……….)

2. Dra. Nurhabsyah, M. Si (……….) 3. Drs. Samsul Tarigan (……….)

4. Dra. Fitriaty Harahap, SU (……….)


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhana Wata’ala yang selalu memberikan kesehatan, kesempatan, kekuatan, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tiada daya dan upaya melainkan pertolongan dari Allah, dan Allah jua beserta orang-orang yang bersabar dan berserah diri. Dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang penuh inspirasi dan suri tauladan bagi kita. Shalawat dan salam atas beliau dan para sahabat, Amin Ya Rab.

Pada kesempatan ini pertama penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua Orangtua tersayang yaitu Ayahanda Syahmenan Sembiring dan Ibu Mariani Simarmata yang telah membesarkan penulis dengan rasa sayang yang tiada terkira dan selalu memberikan nasihat, didikan, pengorbanan, dalam dukungan baik secara materi maupun doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kakak penulis Satia dan Tina Wati serta adik Irvin Syahyani atas semangat dan motivasi yang telah diberikan selama ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, beserta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., berkat bantuan segala fasilitas yang tersedia yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. 2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum. sebagai Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak nasehat serta motivasi kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Departemen Sejarah, juga


(7)

kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si sebagai Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Samsul Tarigan, selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan banyak motivasi dan nasehat kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Terima kasih banyak penulis ucapkan kepada seluruh bapak/ibu dosen penulis terkhusus di Departemen Sejarah, semoga ilmu yang diberikan dapat diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, juga kepada Bang Amperawira selaku Tata Usaha Departemen Sejarah atas bantuannya kepada penulis dalam mengurus hal-hal administrasi.

5. Seluruh teman-teman seperjuangan di keluarga besar Mahasiswa Sejarah USU terkhusus untuk stambuk 2009 (Muklis Tumanggor, Swandi Tambunan, Saddam Pulungan, , Noel Sitompul, Hunter, Roni, Tata Ginting, Poly, Dedi, Philip Silitonga, Jupriandi, Rizal Tambunan dan teman-teman stambuk ’09 lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu).

6. Juga penulis ucapkan terima kasih kepadaFirman, Jefri, Taupik, Brema, Rico Sihombing, Anna br Sembiring dan teman-teman yang tidak dapat saya ucapkan satu per satu, semoga kalian sehat selalu dan tercapai apa yang dicita-citakan, dan kita berjumpa lagi sebagai pribadi yang sukses.

7. Kepada rekan-rekan kerja dikantor BCA cabang Iskandar Muda, Ramajaya, Setiawan Ginting, Kak Fina, Taruna, Harlen ucuk, Bang Taringan, Rendi, Wendi, Bang Manalu, Suwarni, Zulham, Pak Saraan, Pak Juntak, Pak Teddy dan semua orang yang berada di sekitar penulis, terimakasih atas kebersamaan dan berbagi suka duka.

8. Terakhir yang Teristimewa Kepada seseorang Solina br Purba dan Keluarga atas segala kesabaran, pengorbanan, curahan serta seluruh waktu dan kasih sayang yang telah diberi


(8)

kepada penulis dalam mendampingi, menemani, serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Agustus 2015

Penulis Rudi Pariyadi Nim: 090706021


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Perkembangan Suku Banjar Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat (1989-2000).Pada penelitian ini penulis mengungkapkan mengenai sejarah masyarakat Banjar yang berasal dari Kalimantan Selatan yang berasal dari daerah Mahang/Sungai Hanyar, Barabai, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.Penulis juga mengungkapkan dinamika sosial yang terjadi dan perkembangannya dari tahun 1989 sampai 2000.

Dari hasil penelitian ini maka berkumpulnya masyarakat Banjar di Desa Jaring Halus dimulai pada tahun 1918 dengan Haji Abdul Gani yang merupakan orang yang pertama sekali tinggal di Desa Jaring Halus. Mata pencaharian masyarakat Banjar adalah hidup sebagai petani dan nelayan. Hal itu disebabkan karena adanya lahan kosong yang luas dan cocok untuk lahan pertanian juga banyak sungai untuk mencari ikan. Masyarakat banjar juga tidak melupakan adat istiadat dan budaya leluhur mereka. Antara masyarakat Banjar dengan masyarakat Desa Jaring Halus lainnya seperti Jawa dan Melayu terjalin interaksi yang terbangun dengan jalur komunikasi dan adanya kontak sosial yang dinamis melalui hubungan yang intens dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aktifitas sosial, adat istiadat, religi, ekonomi dan politik.

Tujuan penulis melakukan penelitian ini ialah ketertarikan penulis untuk mengangkat sejarah masyarakat Banjar.Disamping itu penelitian ini juga bertujuan mengungkapkan perkembangan yang unik dari suatu masyarakat yang membawa budaya dan adat istiadat yang unik dari leluhur mereka. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu, melalui proses heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita.Hingga saat ini penulis masih diberikan rezeki yang berlimpah ruah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul, “ PERKEMBANGAN SUKU BANJAR DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT (1989-2000).” dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai perkembangan suku Banjar di desa Jaring Halus serta latar belakang yang mempengaruhi perubahannya. Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

Rudi Pariyadi NIM : 090706021


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4 Tinjauan Pustaka ... 6

1.5 Metode Penelitian ... 9

BAB II GAMBARAN UMUM DESA JARING HALUS ... 12

2.1 Kondisi Alam dan Geografis Wilayah ... 12

2.2 Latar Belakang Historis Desa Jaring Halus ... 20

2.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Desa Jaring Halus ... 25

BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG ... 30

3.1 Asal Usul suku Banjar di Desa jaring halus di Kabupaten Langkat ... 30

3.2 Adat-Istiadat Masyarakat ... 34

3.3 Kondisi Sosial Ekonomi ... 35

3.4 Pelaksanaan Tradisi Upacara Adat dan Kepercayaan Masyarakat ... 38

BAB IV PERKEMBANGAN MASYARAKAT SUKU BANJAR YANG TINGGAL DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT (1989-2000) ... 41


(12)

4.1 Kehidupan Sosial ... 41

4.1.1 Solidaritas Masyarakat ... 44

4.1.2 Kegiatan Pendidikan ... 48

4.1.3 Perkembangan Kepercayaan ... 52

4.1.4 Sarana Kesehatan ... 56

4.2 Kehidupan Ekonomi ... 58

4.2.1 Ransangan Baru dalam Sistem Mata Pencaharian ... 66

4.2.2 Kreatifitas Baru dalam Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga .... 69

4.2.3 Pola Konsumsi ... 71

BAB V PENUTUP ... 74

5.1Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Perkembangan Suku Banjar Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat (1989-2000).Pada penelitian ini penulis mengungkapkan mengenai sejarah masyarakat Banjar yang berasal dari Kalimantan Selatan yang berasal dari daerah Mahang/Sungai Hanyar, Barabai, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.Penulis juga mengungkapkan dinamika sosial yang terjadi dan perkembangannya dari tahun 1989 sampai 2000.

Dari hasil penelitian ini maka berkumpulnya masyarakat Banjar di Desa Jaring Halus dimulai pada tahun 1918 dengan Haji Abdul Gani yang merupakan orang yang pertama sekali tinggal di Desa Jaring Halus. Mata pencaharian masyarakat Banjar adalah hidup sebagai petani dan nelayan. Hal itu disebabkan karena adanya lahan kosong yang luas dan cocok untuk lahan pertanian juga banyak sungai untuk mencari ikan. Masyarakat banjar juga tidak melupakan adat istiadat dan budaya leluhur mereka. Antara masyarakat Banjar dengan masyarakat Desa Jaring Halus lainnya seperti Jawa dan Melayu terjalin interaksi yang terbangun dengan jalur komunikasi dan adanya kontak sosial yang dinamis melalui hubungan yang intens dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aktifitas sosial, adat istiadat, religi, ekonomi dan politik.

Tujuan penulis melakukan penelitian ini ialah ketertarikan penulis untuk mengangkat sejarah masyarakat Banjar.Disamping itu penelitian ini juga bertujuan mengungkapkan perkembangan yang unik dari suatu masyarakat yang membawa budaya dan adat istiadat yang unik dari leluhur mereka. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu, melalui proses heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat merupakan bagian yang sangat kompleks untuk dibicarakan. Karena seperti yang kita ketahui bahwa suatu masyarakat mempunyai bentuk-bentuk struktur sosial seperti kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan lain sebagainya. Akan tetapi semua itu mempinyai derajat yang berbeda-beda dalam beberapa aspek sosial di atas yang menyebabkan pola prilaku, adat-istiadat maupun budaya masyarakat yang berbeda-beda tergantung dari tempat serta situasi dan kondisi yang dihadapi masyarakat sebagai bagian dari anak lingkungan bahkan anak zamannya.

Salah satu dari struktur sosial dalam masyarakat adalah stratifikasi sosial, dimana keberadannya menjadi bagian yang tidak kalah penting dalam sejarah hidup manusia yaitu adanya golongan atas upper class, golongan menengah middle class dan kelas menengah lower class yang secara umum mewarnai kehidupan masyarakat mulai dari zaman prasejarah, zaman Hindu-Budha sampai saat ini adalah adanya strata sosial dalam kehidupan masyarakat, yang sekaligus merupakan bagian yang kompleks dari perbedaan kelompok di tengah-tengah masyarakat, baik itu stratifikasi sosial yang horizontal maupun pelapisan sosial yang vertikal telah mewarnai kehidupan manusia baik dengan kita sendiri maupun tidak.1

Terdapat dua macam sistem pelapisan sosial yang kita kenal, yaitu sistem pelapisan sosial yang bersifat tertutup closed social stratification dan sistem pelapisan sosial yang bersifat

1

Sartono Kartodirdjo. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Penerbit Gramedia,


(15)

terbuka open social stratification, dimana yang disebut pertama sudah mengakar dalam sejarah kehidupan manusia dan yang terakhir secara umum baru berkembang sejak zaman modern.2

Sistem pelapisan sosial stratifikasi social yang terbuka open social stratification, dimana di dalamnya pengembangan tingkat statusnya bukan atas dasar apa yang diwariskan secara turun temurun, namun prestasi seseorang, kemampuan seseorang serta kepemilikan seseorang dan lain sebagainya merupakan tolak ukur dalam tinggi rendahnya tingkat status seseorang yang pada suatu saat bisa berubah sesuai sesuai dengan kemampuan seseorang mempertahankan apa yang dimilikinya. Namun setiadaknya masyarakat yang pernah mengembangkan sistem ini karena tidak ada ukuran yang membedakan secara ketat dalam setiap golongan maka bisa dikatakan mulai sejak kedatangan Islam, masuknya imprealisme barat sampai saat ini, baik pada masyarakat umum maupun pada masyarakat bangsawan pada khususnya.3

Secara spontan masyarakat Banjar yang berdomisili di Langkat juga menyampaikan pernyataan sikap mereka untuk mendukung terus pembangunan serta program Pemkab Langkat Keberadaan masyarakat Banjar memiliki sumbangsih bagi terpeliharanya kondusifitas maupun pembangunan materil spiritual.Kita semua berharap agar Semboyan dari Pangeran Antasari yang juga merupakan motto masyarakat Kalimantan Selatan yakni Wajak Sampai Kaputing, mampu diimplementasikan bagi perjuangan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Langkat. Semangat dan semboyan ini dapat diwujudkan bagi kebersamaan masyarakat Banjar guna memberikan yang terbaik bagi bumi Langkat Berseri ini, Bupati H. Zulfirman Siregar menegaskan pembangunan gedung sekretariat PMKK yang bersebelahan dengan Rumah Adat Banjar itu, akan diselesaikan tahun ini dengan syarat, Raja Banjar Sultan H. Khairul Saleh Al-Muhtasim Billah harus datang kembali untuk meresmikannya bersama Gubsu.

2

Soekanto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali, 1990, hal 16

3


(16)

dibawah kepemimpinan Bupati H. Zulfirman Siregar yang dinilai banyak memihak dan menyentuh kepentingan rakyat sebagai Bupati Langkat pada periode kedua mendatang.Adat Banjar Lampau Banua dibangun oleh Pemkab Langkat bersama komunitas Banjar setempat.Keberadaan masyarakat adat Lampau Banua ini sebagai penghargaan terhadap keberadaan masyarakat Banjar yang ikut membangun daerah dalam suka dan duka.Rumah adat Lampau Banua juga dimaksudkan sebagai wadah berkumpul dan fasilitasi kegiatan agama dan budaya, khususnya bagi masyarakat Banjar setempat, yang berjumlah puluhan ribu orang.4

Masyarakat adat Banjar yang tinggal di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang di perantauan untuk saling menolong antarsesama, tetap menjaga kerukunan, dan pandai beradaptasi, sebagaimana peribahasa, ”di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Dengan begitu, warga Banjar di perantauan tidak menjadi beban atau pembuat konflik sosial, melainkan terus memberikan nilai tambah yang bermanfaat untuk sama-sama membangun daerah secara bermartabat.Tak ayal kesempatan itu digunakan oleh warga Banjar untuk melepas kerinduan.Mereka merasa sangat bahagia dan berebutan menyalami dan merubung Sultan.Setiap kata dan kalimat dalam sambutan Sultan yang dipadukan dengan bahasa Banjar sebagai bahasa sehari-hari warga Banjar di perantauan, didengar dengan seksama dan penuh perhatian.Sekejap mereka seolah sedang berada di banua Banjar.Terlebih ketika Sultan menceritakan kronologi Perang Banjar melawan Belanda dalam kurun 1859-1906 yang notabene merupakan perang terlama melawan penjajah di Nusantara, berikut keberanian para pejuang Banjar, hadirin

4

Pemerintah Kabupaten Langkat. 2007. Pemerintah Kabupaten Langkat. Dari


(17)

terkesima dan bangga akan leluhurnya. Mereka juga mendukung kebangkitan kembali Kesultanan Banjar dalam ranah budaya.5

1. Bagaimana keadaan/kehidupan masyarakat suku Banjar di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang sebelum tahun 1989-2000?

Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “ PERKEMBANGAN SUKU BANJAR DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT (1989-2000).”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

2. Bagaimana perkembangan/dinamika apa yang terjadi terhadap masyarakat suku Banjar yang tinggal di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkatselama periode 1989-2000?

3. Mengapa banyakmasyarakat suku Banjar di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang menetapdiwilayah Kabupaten Langkat selama periode 1989-an s/d 2000?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan kehidupan/keadaan masyarakat suku Banjar di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang

5

Pemerintah Kabupaten Langkat Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Pedoman


(18)

2. Untuk menjelaskan perkembangan/dinamika yang terjadi terhadap masyarakat suku Banjar yang tinggal Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

3. Menjelaskan masyarakat suku Banjar diDesa Jaring Halus Kecamatan Secanggang menetapdiwilayah Kabupaten Langkat selama periode 1989-an s/d 2000.

Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

1. Menambah pengetahuan sekaligus memotivasi peneliti dalam menghasilkan karya-karya historiografi serta memberikan referensi literatur yang berguna terhadap dunia akademis, terutama dalam studi ilmu sejarah guna membuka ruang penulisan sejarah yang berikutnya.

2. Menjadi suatu deskripsi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan proses pembangunan sarana dan prasarana di bidang sosial ekonomi. 3. Menambah wawasan pembaca mengenai jejak kehidupan suatu masyarakat suku Banjar

di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka.

Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius yang berarti (kawan).Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi).Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi.Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi.6

6

Saifuddi Nachmad Fedyani. Pengantar Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Penerbit Kencana, 2006, hal 23

Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang


(19)

bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya, 2). Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang mengikat semua warga.7

Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan hubungan, Soerjono Soekanto memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia.8 Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas sedangkan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.9

Proses modernisasi, prubahan sosial, yang kadang-kadang menjadi permasalahan sosial adalah adanya proses akulturasi. Artinya proses yang menycakup usaha masyarakat menghadapi pengaruh kultur dari luar dengan mencari bentuk penyesuaian komuditi berdasarkan kondisi berdasarkan nilai atau itiologi baru, suatu penyesuaian berdasarkan kondisi, disposisi, dan

7

Koentjaraningrat.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal 115-118

8

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 22

9


(20)

reprensi cultural, yang kesemuanya merupakan factor-faktor cultural yang menentukan sikap terhadap pengaruh baru.10

Kehidupan sosial masyarakat di desa Jerowaru juga mengalami proses yang di sebut sebagai proses perubahan ini, atau lebih tepat dikatakan terjadinya proses adaptasi dengan pengaruh luar akibat adanya kontak sosial dalam masyarakat dan dalam aspek kehidupan.11

Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan masyarakat memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut society.Bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial.Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.12

Di antara beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan demikian misalnya dengan mengembangkan kualitas sumber daya manusianya agar dapat bersaing dalam mencari peluang kerja di daerah lain, sehingga dengan demikian wilayah yang bersangkutan lebih difungsikan sebagai tempat tinggal dan bukan tempat berusaha maupun berkerja.13

Dari keterangan di atas menunjukkan masyarakat adat Lampau Banua sejak dulu, urang Banjar yang merantau ke Sumatra lebih banyak bekerja sebagai petani kebun dan sawah. Ada juga yang menjadi buruh perkebunan tembakau, tebu, karet dan kelapa sawit. Hal ini diakui oleh

10

Wirawan, Sarwono, Sarlito.. Individu Dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Psikologi Sosial, Balai Pustaka,

Jakarta, 1997, hal 34

11

Good j Willem. Sosiologi Masyarakat. Jakarta: Penerbit BumiAksara, 2004, hal 47

12

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 22

13


(21)

Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho dan Bupati Serdang Bedagai Tengku Eryy Nuradi (keduanya terpilih sebagai pemenang pilkada Sumut) ketika menyambut Sultan Banjar Khairul Saleh dalam acara peresmian Rumah Adat Banjar ”Lampau Banua” di Stabat ibukota Kabupaten Langkat beberapa waktu lalu, yang mendapatkan sambutan dan liputan luas sejumlah media besar yang terbit di Medan. Karena itu pihaknya sangat menghormati dan berterima kasih kepada perantau Banjar yang berjasa dalam mengolah alam untuk keperluan perkebunan dan pertanian, sehingga kebutuhan pangan daerah ini cukup terjamin. Dalam mengolah alam, perantau Banjar menerapkan prinsip ramah lingkungan dan bersahabat dengan alam, sehingga aktivitas pertanian mereka tidak merusak alam setempat.14

1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilalukan untuk mencari sumber yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Data dari hasil studi lapangan dapat diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian lapangan, penulis menggunakan metode wawancara yang terbuka. Studi kepustakaan dapat diperoleh dari berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain 1.5 Metode Penelitian

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan ke dalan historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah.Metode sejarah dimaksudkan untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kitis rekaman peninggalan masa lampau.Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain:

14

Ahmad Barjie B, Asal usul Kebudayaan BanjarLampau Banua, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002,


(22)

sebagainya yang penulis dapatkan dari perpustakaan daerah kota Jambi dan dari museum itu sendiri.

2. Kritik, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan informan.

3. Interpretasi, yaitu tahap peneliti berusaha untuk menuangkan berbagai ide pemikirannya yang diperoleh melalui sumber primer ataupun skunder, sehingga diharapkan sumber tersebut menjadi data yang objektif.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini peneliti menuliskan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis.


(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA JARING HALUS

2.1Kondisi Alam dan Geografis Wilayah

Desa Jaring Halus merupakan desapesisir yang terletak di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Perjalanan ke Desa Jaring Halus dari pusat Kota Medan memakan waktu sekitar 4 jam. Dari Medan wilayah yang dilalui secara berturut-turut untuk mencapai desa ini adalah Pinang Baris-Binjai-Stabat-Secanggang-Batang Buluh- Jaring Halus.Dari Medan sampai Batang Buluh masih bisa menggunakan alat transportasi darat seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain.Namun jika telah sampai di Batang Buluh untuk mencapai Desa Jaring Halus hanya bisa dilalui dengan menggunakan transportasi laut seperti boat.Perjalanan dengan boat ini memakan waktu ± 1/5 jam. Sebagai desa yang terletak di tengah-tengah perairan (pulau), lokasi ini terkesan terisolir karena akses menuju lokasi tersebut sangat susah, dari Batang Buluh kita harus rela menunggu pemberangkatan boat.

Setelah memasuki Desa Jaring Halus kita akan berhadapan dengan lokasi desa dengan rumah penduduk yang modelnya seperti rumah panggung (kebanyakan), sarana yang menghubungkan antara rumah yang satu dengan rumah yang lain yaitu titi-titi yang terbuat dari kayu yang cukup kuat, walaupun ada jalan tanah tapi hanya sedikit. Sebagai wilayah perairan, penduduk di Desa Jaring Halus pada umumnya bermata pencarian sebagai nelayan. Pada umumnya mereka masih dikenal sebagai nelayan dengan alat tangkap tradisional seperti jaring selapis, ambai, cicang rebung dan lain-lain. Penduduk Desa Jaring Halus umumnya berasal dari etnik Melayu dan sebagian kecil berasal dari etnik lain seperti Banjar, Jawa, dan Minang (sedikit).


(24)

Berdasarkan letak astronominya, Desa Jaring Halus terletak pada 3051’30’’ – 3059’45’’ LU dan 98030’ – 98042’ BT dengan ketinggian lebih kurang 1 m dpl. Sebuah desa pesisir yang merupakan bagian dari kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat ini berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah Utara dan Timur, sebelah Selatan dengan Desa Selotong, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tapal Kuda. Desa ini memiliki luas 2.554 ha.

Jaring Halus merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir lautan lepas (dikelilingi oleh lautan). Desa ini merupakan desa pesisir yang penduduknya mayoritas adalah Melayu dan sebagian kecil adalah suku Banjar. Untuk mencapai desa ini transportasi yang digunakan adalah kapal boat dari Secanggang. Menurut cerita masyarakat setempat, dulunya desa ini merupakan sebuah tempat di mana masyarakat Melayu di desa ini berasal dari negeri Malaysia yang disebabkan oleh suatu hal mereka bertransmigrasi ke desa ini. Dan dulunya desa ini masih kosong sama sekali dan lama kelamaan berkembang akibat perubahan zaman. Dulunya oleh orang Malaysia di sebut jari halus, tetapi kemudian akibat para pendatang yang tinggal dan menetap di desa tersebut seperti Banjar, Jawa, Melayu, dan Banten akhirnya berubah nama menjadi Desa Jaring Halus.

Dari segi ini yang mempengaruhi pendapatan para nelayan adalah akibat dari datangnya angin tenggara.Angin tenggara berdampak buruk bagi para nelayan yang sedang melaut dikarenakan ombak ribut dan bergemuruh.Dikarenakan angin ribut yang sangat mengganggu terhadap hasil tangkapan, maka nelayan hanya bekerja di laut selama satu jam saja. Dampak dari tiupan angin tenggara menimbulkan rasa mual dan bias menyebabkan kapal nelayan mengalami keretakan.Desa Jaring Halus yang dikelilingi laut lepas ini adalah sebuah desa nelayan karena hampir secara keseluruhan bermata pencarian sebagai nelayan.Dan untuk sebagian lagi


(25)

berprofesi sebagai guru, buruh industri & bangunan, serta pengusaha seperti tauke.Sumber daya lautmerupakan penghasilan terbesar terhadap kehidupan masyarakat.Sehingga mereka mengelolanya dan berusaha menjaga laut agar tetap terjaga ekosistemnya.Nelayan Jaring Halus juga memanfaatkan laut dengan membuat keramba dan ambe.

Adanya hutan bakau juga mempengaruhi hasil tangkapan karena akar-akar pohon bakau tersebut merupakan tempat bertelurnya ikan-ikan dan berfungsi sebagai tempat untuk ikan-ikan kecil yang belum bisa lepas di laut luas.

2.2Latar Belakang Historis Desa Jaring Halus

Jaring Halus merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir lautan lepas (dikelilingi oleh lautan).Desa ini merupakan desa pesisir yang penduduknya mayoritas adalah Melayu dan sebagian kecil adalah suku Banjar.Untuk mencapai desa ini transportasi yang digunakan adalah kapal boat dari Secanggang.Menurut cerita masyarakat setempat, dulunya desa ini merupakan sebuah tempat di mana masyarakat Melayu di desa ini berasal dari negeri Malaysia yang disebabkan oleh suatu hal mereka bertransmigrasi ke desa ini. Dan dulunya desa ini masih kosong sama sekali dan lama kelamaan berkembang akibat perubahan zaman. Dulunya oleh orang Malaysia di sebut jari halus, tetapi kemudian akibat para pendatang yang tinggal dan menetap di desa tersebut seperti Banjar, Jawa, Melayu, dan Banten akhirnya berubah nama menjadi Desa Jaring Halus.

Alkisah tentang nama Jaring Halus berasal dari nama sejenis rumput yang tumbuh di sekitar pantai kampung ini. Konon pada waktu itu rumput tersebut banyak tumbuh disini.Masyarakat disini menyebutnya rumput “jari halus”.Oleh karena rerumputan itu


(26)

merupakan ciri khas wilayah kampung ini maka mereka pada waktu itu menamai kampung ini sebagai Kampung Beting Jari Alus.Mereka ini adalah komunitas perantau yang datang dari wilayah negara tetangga Kedah, Malaysia yang menetap di kawasan Beting Jari Alus sejak tahun 1917.

Suku melayu dari Malaysia menggunakan perahu tongkang menyebrangi Selat Malaka. Kemudian mereka tiba di sebuah tempat yang bernama Pulau Seremban, Pangkalan Berandan – Langkat.Dari tempat ini mereka terus bergerak mencari sebuah tempat yang sesuai dan nyaman. Setidaknya ada lima lokasi yang telah mereka jelajahi selama kurun waktu 17 tahun, yang kesemuanya berada di wilayah pesisir pantai timur Langkat. Setelah itu mereka menemukan kawasan beting (pantai) dimana menurut pertimbangan mereka tempat itu sangat strategis.Kawasan tersebut adalah Desa Jaring Halus yang dulu namanya Kampung Beting Djari Halus.Selama setahun disitu jumlah mereka bertambah menjadi 15 KK, karena adanya perpindahan penduduk lokal ke Jaring Halus.

2.3Sistem Mata Pencaharian Penduduk Desa Jaring Halus

Desa Jaring Halus yang dikelilingi laut lepas ini adalah sebuah desa nelayan karena hampir secara keseluruhan bermata pencarian sebagai nelayan.Dan untuk sebagian lagi berprofesi sebagai guru, buruh industri & bangunan, serta pengusaha seperti tauke.Sumber daya lautmerupakan penghasilan terbesar terhadap kehidupan masyarakat.Sehingga mereka mengelolanya dan berusaha menjaga laut agar tetap terjaga ekosistemnya.Nelayan Jaring Halus juga memanfaatkan laut dengan membuat keramba dan ambe.

Adanya hutan bakau juga mempengaruhi hasil tangkapan karena akar-akar pohon bakau tersebut merupakan tempat bertelurnya ikan-ikan dan berfungsi sebagai tempat untuk ikan-ikan


(27)

kecil yang belum bisa lepas di laut luas.Di awal tahun 2000-an, pernah terjadi masalah terhadap keberadaan hutan bakau.Pada mulanya pemerintah memang mengizinkan warga Desa Jaring Halus untuk memanfaatkan pohon bakau guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan jumlah yang terbatas dan tidak berlebihan.

Tahun 2002, HPH (Hak Pengusahaan Hutan) atas izin pemerintah juga melakukan penebangan terhadap hutan bakau.Penebangan tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan arang.Memang riset membuktikan bahwa kayu bakau lebih bagus untuk dijadikan arang dari pada kayu sawit yang sering digunakan selama ini.Dan untuk selanjutnya dibangunlah sebuah PT (Perseroan Terbatas) yang mengolah kayu bakau tersebut.Pemerintah pun mengizinkan HPH untuk menebang hutan bakau dengan jumlah tak terbatas dengan imbasnya pemerintah juga memperoleh sebagian dari hasil keuntungan penjualan arang bakau tersebut.

Dalam waktu satu tahun terakhir ini, pernah datang suatu LSM ke Desa Jaring Halus dan kemudian memperoleh informasi dari masyarakat setempat tentang masalah hutan bakau tersebut.Oleh LSM tersebut kemudian dicanangkan suatu program guna melakukan penanaman kembali bibit hutan bakau di Jaring Halus.Akan tetapi hingga sekarang ini, program yang bersifat menbangun tersebut belum dilaksanakan juga. Karena Jaring Halus adalah daerah pantai maka mata pencarian seperti petani sawah, ladang ataupun tanaman-tanaman tropis sangat jarang terdapat di desa ini

Hasil tangkapan ikan di desa ini cukup beragam diantaranya yang paling banyak ditangkap adalah ikan cecah rebung (cerbung) dan jenis lainnya adalah udang, tongkol, gembung, kepiting, pare, ketam, dan lain-lain.Dalam sistem bagi hasil, nelayan kecil di Jaring Halus mengenal “patron-klien” yaitu sistem majikan dan bawahan.Dikarenakan nelayan kecil memakai pekarangan milik tauke, maka penjualan dan pembelian hasil tangkapan diberikan kepada


(28)

tauke.Sistem penjualan dan pembelian tersebut merupakan tradisi lisan/keharusan yang tidak tertulis yang harus dituruti oleh nelayan.

Pembagian hasil pun tidak sebanding yaitu 1 : 3. Pembagian hasil ditentukan berdasarkan beban tanggungan seperti kebutuhan bahan bakar, peralatan, serta makan nelayan di laut.Dan hasil penjualan tersebut dibebankan tauke pada harga pembelian.


(29)

BAB III

KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG

3.1Asal Usul suku Banjar di Desa jaring halus di Kabupaten Langkat

Suku Banjar yang tinggal di Sumatera dan Malaysia merupakan anak, cucu dari para imigran etnis Banjar yang datang dalam tiga gelombang migrasi besar.Pertama, pada tahun 1780 terjadi migrasi besar-besaran ke Pulau Sumatera. Etnis Banjar yang menjadi emigran ketika itu adalah para pendukung Pangeran Amiryang menderita kekalahan dalam perang saudara antara sesama bangsawan Kerajaan Banjar, yakni Pangeran Tahmidullah. Mereka harus melarikan diri dari wilayah Kerajaan Banjar karena sebagai musuh politik mereka sudah dijatuhi hukuman mati.Kedua, pada tahun 1862 terjadi lagi migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera.Etnis Banjar yang menjadi imigrannya kali adalah para pendukung Pangeran Antasari dalam kemelut Perang Banjar. Mereka harus melarikan diri dari pusat pemerintahan Kerajaan Banjar di kota Martapura karena posisi mereka terdesak sedemikian rupa. Pasukan Residen Belanda yang menjadi musuh mereka dalam Perang Banjar yang sudah menguasai kota-kota besar di wilayah Kerajaan Banjar.Ketiga, pada tahun 1905 etnis Banjar kembali melakukan migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera.Kali ini mereka terpaksa melakukannya karena Sultan Muhammad Seman yang menjadi Raja di Kerajaan Banjar ketika itu mati syahid di tangan Belanda.

Jaring halus sebuah desa terpencil di kuala Sungai Permatang Buluh.Di depannya terbentang Selat Melaka.Kata penduduk, “kalau berperahu ke timur menyeberang selat ini, niscaya kita akan sampai ke Pantai sampai pula ke Langkawi at


(30)

seorang pun penduduknya di sana ini pernah berperahu ke timur, tetapi cerita yang mereka sampaikan sungguh menyakinkan.15

Alkisah tentang nama Jaring Halus berasal dari nama sejenis rumput yang tumbuh di sekitar pantai kampung ini. Konon pada waktu itu rumput tersebut banyak tumbuh disini.Masyarakat disini menyebutnya rumput “jari halus”.Oleh karena rerumputan itu merupakan ciri khas wilayah kampung ini maka mereka pada waktu itu menamai kampung ini sebagai Kampung Beting Jari Alus.Mereka ini adalah komunitas perantau yang datang dari Jaring Halus merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir lautan lepas (dikelilingi oleh lautan). Desa ini merupakandesa pesisir yang penduduknyamayoritas adalah Melayu dan sebagian kecil adalah suku Banjar. Untuk mencapai desa ini transportasi yang digunakan adalah kapal boat dari Secanggang. Menurut cerita masyarakat setempat, dulunya desa ini merupakan sebuah tempat di mana masyarakat Melayu di desa ini berasal dari negeri Malaysia yang disebabkan oleh suatu hal mereka bertransmigrasi ke desa ini. Dan dulunya desa ini masih kosong sama sekali dan lama kelamaan berkembang akibat perubahan zaman. Dulunya oleh orang Malaysia di sebut jari halus, tetapi kemudian akibat para pendatang yang tinggal dan menetap di desa tersebut seperti Banjar, Jawa, Melayu, dan Banten akhirnya berubah nama menjadi Desa Jaring Halus. Dari segi ini yang mempengaruhi pendapatan para nelayan adalah akibat dari datangnya angin tenggara.Angin tenggara berdampak buruk bagi para nelayan yang sedang melaut dikarenakan ombak ribut dan bergemuruh.Dikarenakan angin ribut yang sangat mengganggu terhadap hasil tangkapan, maka nelayan hanya bekerja di laut selama satu jam saja. Dampak dari tiupan angin tenggara menimbulkan rasa mual dan bias menyebabkan kapal nelayan mengalami keretakan.

15


(31)

wilayah negara tetangga Kedah, Malaysia yang menetap di kawasan Beting Jari Alus sejak tahun 1917.

Malaysia mereka menggunakan perahu tongkang menyebrangi Selat Malaka.Kemudian mereka tiba di sebuah tempat yang bernama Pulau Seremban, Pangkalan Berandan – Langkat.Dari tempat ini mereka terus bergerak mencari sebuah tempat yang sesuai dan nyaman. Setidaknya ada lima lokasi yang telah mereka jelajahi selama kurun waktu 17 tahun, yang kesemuanya berada di wilayah pesisir pantai timur Langkat. Setelah itu mereka menemukan kawasan beting (pantai) dimana menurut pertimbangan mereka tempat itu sangat strategis.Kawasan tersebut adalah Desa Jaring Halus yang dulu namanya Kampung Beting Djari Halus.Selama setahun disitu jumlah mereka bertambah menjadi 15 KK, karena adanya perpindahan penduduk lokal ke Jaring Halus.

Pada tahun 1918 datanglah sekelompok mahasiswa dari Kerajaan Langkat dalam rangka melakukan studi lapangan tentang kehidupan nelayan, budaya, adat istiadat dalam pertunangan, perkawinan, khitanan, kenduri dan keagamaan di Kampung Beting Djari Alus. Menurut mereka nama kampung ini kurang menarik dan kurang bermakna. Kemudian mereka melakukan diskusi dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat disini untuk merubah nama kampung ini. Akhirnya sepakatlah mereka menamai kampung ini menjadi Kampung Djaring Alus.Nama jaring halus mereka maknai bukan sebagai alat tangkap ikan atau sejenisnya, namun makna filosfisnya adalah agar setiap orang yang datang ke desa ini diharapkan dapat terjaring dan menjadi penduduk tetap disini.Sehingga Kampung Djaring Alus semakin hari semakin bertambah penduduknya.

Desa jaring halus adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.Luas desa ini sekitar 2125 ha yang terdiri dari 5 dusun dengan mata pencaharian penduduknya adalah nelayan. Batas desa sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah


(32)

selatan berbatasan dengan Desa Secanggang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Selontong, dan sebelah barat berbatasan dengan Tanjung Pura. Desa ini merupakan sebuah pulau yang dikelilingi oleh perairan, sehingga keberadaan hutan mangrove sangatlah berperan penting dalam menjaga ketahanan desa.luas hutan mangrove di Desa Jaring Halus sekitar 1125 Ha dan hutan lindung sekitar 33 Ha. Hutan mangrove sangat dijaga oleh masyarakat Desa Jaring Halus, karena masyarakat sangat mengerti bahwa hutan mangrove sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka. Hutan mangrove dapat mengurangi terjadinya pengikisan tanah dan banjir apabila terjadi pasang, menahan tanah dari hempasan ombak laut dan angin laut selain hutan mangrove sangat berpengaruh penting terhadap mata pencaharian masyarakat khususnya masyarakat Desa Jaring Halus.

3.2Adat-Istiadat Masyarakat

Lima anak yang akan dikhitan, berpakaian adat Melayu dibariskan duduk berjajar berhadapan dengan “dukun” yang memimpin upacara. Di belakang barisan anak-anak itu berkumpul kerabat orang tuanya dari kelompok perempuan, sedang di belakang Sang Pemimpin Upacara duduk berjajar keluarga dari kelompok laki-laki.Di tengah di antaranya terdapat dupa, air ditaburi bunga, pisang, berti dan jeruk purut.Juga ada nasi kuning yang di atasnya disusun potongan ayam yang diletakkan di atas 3 talam.Bebauan kemenyan dari dupa dan semerbak bunga kantil membaui ruangan tempat upacara, ruang tengah sebuah rumah dari kerabat pemilik hajatan.

Upacara tersebut disebut “Tuk Nek”, bahagian dari khitanan sebagai ritus peralihan yang dilaksanakan di Desa Jaring Halus untuk memberikan makan leluhur (nenek moyang). Pemberian makan leluhur agar proses khitanan yang masyarakat setempat menyebutnya sunat


(33)

dapat berjalan lancar .Kekhawatirannya adalah si anak yang dkhitan mengalami pendarahan dan terkena suatu penyakit. Dengan kata lain, memberi makan leluhur merupakan satu dari rangkaian ritus peralihan terkait dengan khitanan untuk mendapat restu leluhur. Upacara Tuk Nek ini wajib dilakukan jika orang tuanya, ketika khitanan dahulunya dilakukan upacara yang sama. Kewajiban yang sama juga akan jatuh kepada yang saat ini dikhitan kepada anak lelakinya kelak. Khitanan salah satu ritus dalam lingkaran sepanjang hidup manusia yang dipraktekkan di desa ini dan dianggap masa yang kritis, karena si anak yang lagi dikhitan lemah secara fisik dan psikologis sehingga perlu dikuatkan dan dijaga dengan upacara. Setelah dikhitan si anak sudah dianggap bersih, dan jika shalat berjemaah sudah diijinkan berada di barisan yang sama dengan orang dewasa.

3.3Kondisi Sosial Ekonomi

Matahari masih enggan menunjukkan cahayanya yang tersembunyi di balik awan.Akibat hujan yang mengguyur Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Awalnya, Pulau Jaring Halus yang merupakan gugusan pulau-pulau kecil di kawasan pantai Sumatera Utara ini dihuni seorang warga Kedah, Pulau Malaka (sekarang Malaysia-red).Tak heran bila desa yang berpenduduk 3.600 jiwa lebih itu bekerja sebagai nelayan. Desa Jaring Halus adalah kawasan administratif yang dapat ditempuh dari pusat Kabupaten Langkat selama kurang lebih satu jam. Menumpang boat kecil yang biasa digunakan nelayan dalam mencari ikan.Masyarakat Desa Jaring Halus memiliki mata pencarian utama sebagai nelayan.Mereka menggunakan pukat jaring sebagai bentuk identitas nelayan tradisional yang masih tersisa di sepanjang pantai timur Sumatera.Upaya melestarikan penggunaan jaring sebagai alat tangkap merupakan bagian dari pelestarian sumber daya laut.Sehingga kawasan


(34)

hutan pantai yang berada di desa masih relatif terjaga.Setidaknya, ada sekitar 33 hektare kawasan hutan yang hingga kini masih terjaga dengan baik.Sementara itu, di daratan seberang Sumatera Utara, terdapat ratusan hutan mangrove yang kondisinya sangat memprihatinkan.Akibat perusakan yang dilakukan para nelayan dari luar perairan Jaring Halus dan pengusaha hutan bakau. Mereka mengeksploitasi kawasan sehingga menurunkan ”buah-buahan”laut. ”Bakau adalah tempat pengembangbiakan udang, kerang dan ikan yang menjadi sumber utama pendapatan nelayan lokal. Bila hutan ini tidak dijaga dengan baik, maka kehidupan warga Desa Jaring Halus akan semakin terancam. Kearifan budaya lokal meski terkadang sekadar budaya turun-temurun yang secara rutin dikerjakan dari para nenek moyang ternyata tidak hanya bermakna ritual belaka.Setidaknya hal itu berlaku dari ritual budaya “pantang” di Desa Jaring Halus.

Hari berpantang yang tidak membolehkan warga sekitar pesisir pantai di Kabupaten Langkat tersebut melakukan aktivitas penebangan mangrove, mengambil hasil laut dan kegiatan sejenis meski dibumbui kepercayaan akan adanya semacam kekuatan gaib yang melarang hal itu, namun sesungguhnya memiliki makna tersirat yang ingin disampaikan. Begitu juga dengan ritual sesembahan laut dengan memberi seserahan kepada laut sebagai ritual untuk memberi “makan” para roh halus yang menjaga laut.

Secara konvensional, kita akan memaknai tradisi Masyarakat Desa Jaring Halus tersebut sebagai budaya pagan warisan nenek moyang yang tidak bermakna. Tapi jika kita tilik dari nilai tradisi yang terkandung dalam budaya pantang di Desa Jaring Halus tersebut tentu anggapan kita akan berubah. Ada dalam yang harus digali dari tradisi purba itu bahwa adanya pengakuan manusia mesti menghargai alam, bahwa manusia mesti menjaga alam dan lingkungannya serta tidak semena-mena mengeksploitasi tanpa mengindahkan keberlangsungan alam itu sendiri.


(35)

Hal ini tidak terlepas dari keberadaan Masyarakat Desa Jaring Halus yang sangat tergantung dari pemberian alam sebagai sumber penghidupannya.Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yang ditumbuhi mangrove seluas 57,789 hektar.Hutan desa tersebut menjadi satu daratan dan melingkupi areal pemukiman Desa Jaring Halus dari sisi Utara, Timur, dan Selatan.Hutan Desa Jaring Halus ditumbuhi oleh berbagai spesies, di antaranya adalah Avicennia spp, Sonneratia spp, Bruguiera spp, Rhizophora spp, Nypa fructicans, Xylocarpus granatum, dan Excoecaria agallocha.Vegetasi mangrove tumbuh dalam berbagai strata, mulai dari fase semai, sapihan/anakan, tiang, dan pohon.Laju regenerasi berlangsung secara alami dan tidak perlu campur tangan manusia. Hal ini disebabkan karena kondisi ekologisnya yang masih cukup baik dan ketersedian vegetasi yang produktif yang menjamin pemenuhan kebutuhan buah/benih untuk keberlangsungan proses regenerasi. Berdasarkan hasil analisis vegetasi , diketahui bahwa tidak kurang dari 19 spesies mangrove (major mangrove) dan 11 spesies asosiasi mangrove (minor mangrove) tumbuh di hutan Desa Jaring Halus.

Bagi masyarakat, ekosistem mangrove sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup mereka baik secara fisik, ekologi, maupun ekonomi.Masyarakat sudah mengerti pentingnya ekosistem mangrove sebagai tempat perlindungan, tempat mencari ikan, dan tempat pemijahan beberapa jenis ikan, kepiting bakau, udang, dan berbagai jenis kerang. Fungsi lain dari hutan mangrove yang diketahui oleh masyarakat adalah sebagai benteng yang dapat melindungi permukiman dari badai, ombak pasang, abrasi yang dapat mengakibatkan rusaknya permukiman.

Ketergantungan masyarakat terhadap hasil tangkapan laut, telah mendorong mereka untuk selalu mengusahakan agar sumber kehidupan mereka tetap dipertahankan.Warga masyarakat yang menyadari tentang keterkaitan antara keberadaaan hutan desa dan ketersediaan hasil tangkapan berupa ikan, udang, kepiting, kerang, dan hasil laut lainnya, sepakat untuk


(36)

mempertahankan keberadaan hutan desa mereka.Referensi alam cukup memberikan pelajaran pada masyarakat.Bagaimana kondisi hasil tangkapan mereka ketika hutan desa dan hutan sekitarnya masih bagus, dan bagaimana pula ketika hutan sekitar Jaring Halus sudah rusak parah.Satu hal lagi yang menjadi pelajaran sangat berarti bagi masyarakat, yaitu ketika tragedi tsunami yang meluluhlantakkan sebagian wilayah Aceh dan Sumatera Utara, membuat mereka semakin yakin betapa penting keberadaan hutan mangrove bagi keberlangsungan hidup mereka.

3.4Pelaksanaan Tradisi Upacara Adat dan Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat Desa Jaring Halus, Kec. Secanggang, Langkat kembali akan melakukan Upacara Jamu Laut. Jamu Laut sebelumnya adalah tiga tahun yang lalu, dipimpin oleh Pawang Zakaria. Kali ini pun akan dipimpin oleh beliau, walaupun dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Pawang Zakaria dalam dua tahun terakhir sudah tidak bisa lagi berjalan sendiri.Usianya yang sudah senja, fisiknya sudah lemah dan sakit-sakitan,tidak untuk semangatnya. Ketika bertemu minggu lalu, Ia masih menyatakan akan memimpin upacara tersebut, walaupun ke lokasi upacara harus ditandu atau diangkut dengan gerobak dorong.

Upacara Jamu Laut merupakan tradisi masyarakat pesisir, yang hampir punah. Hanya sebagian kecil desa yang masih melakukannya secara reguler.Di beberapa desa, terkadang masih melakukannya yang disponsori pihak luar namun telah kehilangan sakralitasnya. Di Kabupaten Langkat, hanya di Desa Jaring Halus pelaksanaan masih diakui oleh masyarakat pesisir lainnya masih menjalankan tradisi tersebut dengan tahapan dan tata cara yang sebenarnya, termasuk aturan pantangan dan waktunya.

Upacara Jamu Laut yang dilaksanakan di Desa Jaring Halus merupakan bahagian dari kearifan tradisional, karena sebagai bentuk hubungan yang harmonis manusia dengan alam.


(37)

Masyarakat mengkonsepsikan bahwa di alam dan sekitar pemukiman serta tempatnya mencari nafkah (muara, laut dan hutan) juga dihuni oleh mahluk lain yang memiliki kekuatan supranatural. Mahluk lain dengan kekuatannya dapat memberikan kebaikan berupa hasil tangkapan yang berlimpah, tetapi juga berbagai penyakit yang bisa menyebabkan kematian. Sikap terbaik dalam konsepsi masyarakat adalah membangun hubungan yang harmoni dengan mahluk tersebut melalui cara tidak merusak alam dan memberikan makanan melalui Upacara Jamu Laut.

Perkembangan jaman membuat gugatan terhadap Upacara Jamu Laut juga semakin besar. Ada yang mempersoalkan dari sudut paham keagamaan, karena dinilai bertentangan dengan ajaran Islam. Gugatan dari sisi keagamaan, tidak membuat tradisi ini kehilangan legitimasinya karena terjadi kompromi dalam tata caranya dan interpretasinya sesuai dengan budaya Melayu dilandasi oleh ajaran Islam. Tata cara upacara diberikan muatan keagamaan dengan bacaan surat dari Al Qur’an dan doa secara Islam. Begitu juga tujuannya diberikan makna sebagai wujud syukur kepada pencipta, jamuan makan bersama untuk warga dan bahagian tertentu dipersembahkan untuk mahluk gaib yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal manusia.

Saat itu, upacara Jamu Laut dilaksanakan setiap tahunnya dengan masa pantang selama 3 hari. Namun, saat krisis moneter tahun 1997 yang diikuti dengan terjadinya booming harga udang, sesaat mampu peningkatan pendapatan nelayan pada posisi tertinggi yang pernah dicapai. Namun beberapa waktu kemudian anjlok kepada posisi terendah sepanjang sejarah desa, ketika merambahnya puluhan pukat trawl dari Belawan ke wilayah perairan desa yang melakukan eksploitasi siang dan malam, yang diikuti dengan terjadinya konflik nelayan.Beberapa nelayan ditahan, dan nelayan distigmatisasi sebagai perampok dan selalu sipersalahkan oleh pemerintah


(38)

dan pihak keamanan sebagai penyebab terjadinya konflik.Laut menjadi sangat tidak aman bagi nelayan dari ancaman serangan dari awak pukat harimau, alat tangkap nelayan desa yang pasif seperti jaring selapis, ditabrak oleh pukat harimau.Belum lagi isu pembakaran terhadap pemukiman, yang membuat kehidupan di desa menjadi sangat tidak nyaman. Akhir tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-1990-an menjadi masa paceklik y1990-ang parah dialami oleh Masyarakat Desa Jaring Halus.16

16

https://saruhumrambe.wordpress.com. tradisi-jamu-laut-di-desa-jaring-halus. Di akses pada tanggal 5 mei 2015


(39)

BAB IV

PERKEMBANGAN MASYARAKAT SUKU BANJAR YANG TINGGAL DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG

KABUPATEN LANGKAT (1989-2000)

4.1 Kehidupan Sosial

Gambaran masyarakat pedesaan di atas memang pada beberapa hal masih dapat kita temukan di masyarakat Suku Banjar yang tinggal di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, namun saat ini dapat di katakan paling tidak hanya sedikit indikasi pedesaan itu yang masih ada, dan itulah yang ditekankan.Namun yang jelas bahwa indikasi kehidupan pedesaan masih ada pada kehidupan masyarakat. Adanya perubahan dari dalam masyarakat oleh kerena itu perlu di perdalam, sehingga ditemukan gambaran proses perubahan masyarakat dari bentuk kehidupan pedesaan seperti yang di sebut di atas menuju masyarakat yang hanya meninggalkan sedikit ciri-ciri pedesaannya. Kehidupan masyarakat pedesaan karena pengaruh sistem komunikasi yang sudah merata, dan pekerjaan yang sudah tidak homogen lagi walaupun sebagian besar masyarakatnya adalah petani, serta semakin banyaknya warga masyarakatnya yang terdidik, begitu juga sudah mendapat pengaruh dari budaya-budaya lain yang secara tidak langsung mewarnai kehidupan sosial masyarakatnya, dengan demikian terdapat apa yang di sebut dengan perubahan sosial. Oleh karena itu perlu di bahas mengenai mengapa perubahan sosial tersebut bisa terjadi.


(40)

Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, sebab kehidupan sosial adalah dinamis.Perubahan sosial merupakan bagian gejala sosial yang normal. Perubahan sosial tidak dapat di pandang hanya dari satu sisi, sebab perubahan ini mengakibatkan perubahan di sektor-sektor lain. Ini berarti perubahan sosial selalu menjalar ke berbagai bidang-bidang lainnya.17Bahwa ruang lingkup perubahan sosial, mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materil maupun yang tidak bersifat materil immaterial dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materil terhadap unsur-unsur immaterial.18

Mereka juga menyatakan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya sistem nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial di pedesaan ini merupakan perhatian utamayang dimaksudkan untuk memberikan sebuah perbandingan bahwa desa juga selalu dinamis dan berkembang serta berubah.Karena pembahasan disini menyangkut solidaritas sosial masyarakat yang cukup tinggi sekaligus merupakan ciri umum sebuah desa namun di samping itu penggambaran desa yang begitu dinamis ternyata saat ini sudah mengalami perubahan walaupun masih menyisakan sebagian ciri-ciri yang ada. Hal ini untuk mendapatkan gambaran bahwa di samping masih adanya solidaritas sosial yang cukup tinggi sebagai ciri sebuah desa, sekaligus adanya perubahan dalam sektor-sektor yang lain walaupun masih dalam tataran solidaritas sosial yang lain.19

Keberadaan suku Banjar untuk saat ini secara jelas dapat disaksikan keberadaannya di Masyarakat suku Banjar yang tinggal di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Namun objek kajian akan di arahkan pada bagaimana kelompok Suku Banjar pada

17

Elly M. Setiadi Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Kencana. Jakarta, hal 608

18

Ibid

19


(41)

masyarakat yang tinggal di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, walaupun jika ada perbedaan bagaimana penerapan suku Banjar ini di tempat lain dapat di jadikan bahan komparasi, namun paling tidak di semua tempat di Masyarakat Suku Banjar yang tinggal di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat ini memiliki latar belakang dan fungsi yang sama.

Masyarakat desa mengelompokkan diri atas penduduk asli dan pendatang.Dari segi tempat tinggal terdapat segmentasi berdasarkan penduduk asli dan pendatang walaupun tidak bersifat absolut. Mayoritas penduduk asli, beretnis Melayu tinggal di dusun dua, tiga dan lima. Sementara pendatang yang beretnis Banjar, Jawa dan lainnya umumnya berada di Dusun satu dan empat.Hubungan sosial diantara pendatang dan penduduk asli dipermukaan terlihat baik jika ukurannya tidak pernah terjadi konflik.Tidak ada catatan yang menjelaskan terjadi konflik yang didasarkan atas penduduk asli dan pendatang.Sebaliknya, diantara penduduk asli dan pendatang juga ditemukan ada hubungan perkawinan.Namun hubungan diantaranya tidak lepas dari prasangka.Misalnya, penduduk asli memandang pendatang kurang peduli dan enggan dalam pelaksanaan tradisi Jamu Laut, sementara pendatang menganggap tradisi tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.Penduduk asli sesuai dengan keturunan pembuka desa memiliki hak istimewa untuk dipilih menjadi kepala desa selain menjadi pemimpin sesuai dengan tradisi desa (pawang laut).Penegasan ini disampaikan secara terbuka dengan Pawang Zakaria sebagai simbol.20

20

https://saruhumrambe.wordpress.com. relasi-kuasa-pemimpin-desa-di-jaring-halus . Di akses pada tanggal 20 mei 2015


(42)

Banjar merupakan salah satu istilah yang diberikan oleh masyarakat pada salah satu jenis koperasi sosial yang mereka ciptakan bersama untuk saling membantu sesama ketika salah satu anggota masyarakatnya memerlukan bantuan, terutama dalam hal ini berupa bantuan pendanaan dan bahan kebutuhan untuk dapat melancarkan kegiatan atau acara yang memang sedang dijalani oleh salah satu keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat tersebut.

Masyarakat sering menyebut Banjar ini menjadi dua bagian yaitu apa yang mereka sebut sebagai Banjar idup/ irup dan apa yang mereka namakan Banjar mati. Banjar idup (hidup) difungsikan untuk kegiatan orang yang masih hidup seperti untuk begawe (resepsi) pernikahan, sunatan, atau acara selamatan lainnya.Namun pada umumnya mereka menggunakan Banjar ini ketika acara begawe tersebut. Sedangkan Banjar mate digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi acara begawe/ selametan bagi orang yang telah meninggal dunia, dan biasanya gawe ini dinamakan gawe mate.

Pada dasarnya konteks Banjar ini tidak berbeda, yang berbeda hanya penemaan nama saja. Begitu juga dalam kuantitas sebenarnya apa yang dinamakan Banjar mate ini tidak terlalu jelas, karena bisa saja yang awalnya dibuat untuk Banjaridup kemudian ketika salah satu anggota dari kelompok Banjar tersebut ada keluarganya yang meninggal dunia dan untuk selamatan ataupun gawenya supaya bisa mencukupi maka boleh saja menggunakan Banjar yang pada awalnya dibuat untuk pernikahan misalnya. sehingga seperti dikatakan tadi antara kedua jenis Banjar ini tidak perlu dipertegas perbedaannya karena memiliki tujuan dan konteks yang sama.

Pembuatan kelompok Banjar oleh masyarakat sifatnya tidak mengikat, karena berdasarkan kemauan saja. Namun biasanya dalam satu kelompok Banjar akan beranggotakan hampir sebagian besar penduduk yang ada di satu dusun tersebut. Namun ada juga Banjar yang


(43)

jangkauannya lebih kecil karena dibuat hanya kurang lebih 20-an orang dan kadang-kadang sebatas keluarga, dan jumlah pengeluaran dari Banjar ini karena bisa dikatakan Banjar keluarga maka pengeluarannya lebih banyak, misalnya satu orang dari anggotanya akan mengeluarkan satu kuintal gabah jika salah satu anggotanya sedang membutuhkan terutama saat begawe idup.

Pembuatan Banjar ini biasanya dimulai biasanya ketika ada salah satu keluarga yang anaknya menikah namun untuk beberapa prosesi pernikahannya dari segi biaya tidak mencukupi, maka keluarga dan masyarakat banyak akan diajak bermusawarah untuk penyelesaiaanya, dan biasanya ketika keluarga yang membutuhkan tersebut mengusulkan biasanya banyak diantara masyarakatnya yang akan mengikuti sebagai bagian dari anggota Banjar yang dibuat tersebut, karena itu bisa saja satu keluarga memiliki lima atau lebih jenis Banjar yang memiliki anggota yang berbeda. Banyak sekali jenis Banjar yang dikenal mulai dari keperluan ragi sampai beras.Wanita sangat berperan penting dalam hal ini, karena bukan hanya laki-laki saja yang mengusulkan pembuatan anggota Banjar ini. Biasanya kalau berupa Banjar ragi di tenggarai oleh para ibu-ibu, hal ini mereka lakukan supaya ketika keluarga mereka menikah maka dari segi perlengkapan ragi mereka tidak perlu membeli, karena sudah memiliki Banjar ragi yang akan digunakan. Banjar ragi ini dapat berupa minyak goreng, gula, kelapa dan lain sebagainya.Selain Banjar ragi ada juga bajar beras yang jumlahnya tidak menentu, dari 10 kg sampai 25 kg.Selain itu ada juga Banjar kambing, dan Banjar uang.

Memang tanpa Banjar ini juga antusiasme masyarakat untuk saling tolong menolong sudah ada, namun dengan adanya Banjar ini kekompakan mereka akan sangat terasa, sehingga dalam pembuatan kelompok Banjar ini juga cukup mereka mengatakan akan ikut kalau ditanya dan saat itu juga mereka dengan kesadaran sosial yang cukup tinggi akan menjadi bagian dari anggota salah satu kelompok Banjar tersebut dan mereka siap untuk mengeluarkan barang sesuai


(44)

dengan jenis kelompok Banjar yang dibuat. Satu juga yang perlu diperhatikan ternyata adanya kekompakan masyarakat di beberapa desa di beberapa kecamatan di Lombok Timur ini, terutama di Kecamatan Jerowaru yang masih mengandalkan Banjar sebagai wahana untuk mempermudah kesulitan bersama ternyata bisa dikatakan menjadi salah satu bentuk penanaman solidaritas sosial yang sangat ampuh. Kenapa demikian, karena secara kasat mata dapat kita melihat bahwa jika pada satu kelompok masyarakat suatu waktu terpecah karena pertentangan politik, namun ketika ada salah satu keluarga dalam satu dusun tersebut yang mengadakan resepsi pernikahan (begawe) maka mereka disana akan berbaur dan seolah tidak pernah terjadi adanya konflik bagi mereka, selain itu semangat adanya Banjar itu juga ada disana.

Seperti disebutkan diatas Banjar berfungsi sebagai wahana untuk saling meringankan beban pada masyarakat sehingga apa yang menjadi kebutuhan individu dalam satu keluarga bisa ditangani bersama sebagai anggota masyarakat. Dan itulah yang terjadi sehingga ini mencerminkan bahwa di beberapa tempat yang masih menghidupkan kelompok Banjar ini di masyarakatnya identik dengan adanya solidaritas sosial yang cukup tinggi.Secara kasat mata memang keberadaaan Banjar ini sangat perlu bagi masyarakat dan pada nyatanya juga seperti itu. Namun jika diperhatikan lebih dalam adanya solidaritas yang terlalu tinggi ini jika tidak memiliki batasan akan menjadi hal yang kurang baik. Salah satunya adalah banyaknya terjadi kawin cerai.Memang kawin cerai ini bukan hanya diakibatkan oleh faktor Banjar, melainkan juga faktor pendidikan dan mungkin juga kebiasaan masyarakat. Namun ada Banjar yang dibuat ketika beberapa kali orang menikah dan tidak ada sangsi sosial maka secara tidak langsung akan memberikan dampak negative, walaupun dampak negatif yang ditimbulkan jauh lebih tidak berarti daripada dampak positifnya.Orang dapat menikah beberapa kali dan tidak akan terlalu takut dengan biaya pernikahan, juga pada akhirnya keluarga dan masyarakat akan membantu


(45)

dengan membuat Banjar atau memang masih ada Banjar yang diandalkan walaupun nantinya juga akan mengganti apa yang dikeluarkan oleh masyarakat ketika anggotanya sedang dalam keadaan seperti kasus semula, namun untuk kepentingan saat itu tidak perlu dihiraukan. Karena itu tidak salah kalau di Kecamatan Jerowaru sangat terkenal dengan penomena kawin cerainya, yang bisa saja satu orang laki-laki pernah berhubungan sebagai suami istri sampai empat atau lima orang atau bahkan lebih. Bukan hanya itu dalam satu dusun saja bisa jadi beberapa perempuan pernah menikah dengan dua atau tiga laki-laki di dalam dusunnya. Karena itu secara tidak langsung keberadaan Banjar ini akan mempermudah orang untuk bisa menikah lebih dari satu kali, walaupun hal ini juga tidak lepas dari pendidikan dan kebiasaan masyarakat seperti yang dikatakan diatas.

4.1.2 Kegiatan Pendidikan

Banjar dan beberapa suku lainnya yang mayoritas suku Banjar beragama Islam terlihat dibangunnya masjid yang cukup megah dengan nama Masjid Jamiyyatul Taqwa didirikan tahun 1950 yang kala itu sebagai tempat ibadah dan kegiatan religi,walaupun desa ini dipenuhi beragam suku /etnis,tetapi kerukunan serta kebersamaan tetap terjaga.Masjid ini cukup unik dibangun dengan bahan bangunan dari kayu ulin,damar baik dinding maupun atapnya,tetapi beberapa tahun kemudian masjid ini direnovasi secara mendasar hingga terlihat megah seperti sekarang ini. Masyarakat Desa Jantur umumnya berasal suku Banjar ,salah satu suku asli di Kalimantan Timur yang hingga kini tetap bertahan dikawasan Danau Jempang atau Murung dengan pola hidup yang sederhana baik tempat tinggal mata pencaharian,adat istiadat,seni budaya dan kegiatan lainnya yang unik khas suku Banjar. Kehidupan masyarakat Jantur menarik untuk dijelajahi terutama kegiatan sehari-hari yakni nelayan.Nelayan merupakan salah satu mata


(46)

pencaharian utama selain pedagang dan profesi lainnya.Kegiatan nelayan desa Jantur umumnya mencari ikan dengan jala atau pancing kemudian hasil tangkapannya sebagian dijual terhadap pemborong atau dibuat ikan asin maupun ikan asap.Proses pembuatan ikan asin dilakukan secara tradisional dari pemilihan ikan sampai proses penjemuran dengan cara sedemikian rupa sehingga menghasilkan ikan asin yang berkualitas.Pola hidup masyarakat Jantur yang kesehariannya menjadi nelayan dipadu dengan rumah tinggalnya terapung sehingga alat transportasi utama bila bepergian adalah perahu,namun pada perkembangannya kehidupan Desa Jantur yang pemukimannya terapung kadang terganggu oleh datangnya gulma berupa tanaman yang tumbuhnya sangat cepat dan dapat merusak rumah ,jembatan serta lainnya dan menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat setempat. Desa Jantur meski pemukiman penduduknya terapung diatas danau Jempang atau Murung,namun pertumbuhan desa ini cukup pesat dipadu dengan sarana pendidikan dan lainnya mendorong adanya pemekaran desa Jantur menjadi sebuah kecamatan,namun kesemuanya itu bagian dari kemajuan Desa Jantur dimasa depan.

Secara keseluruhan pendidikan masyarakat di Desa Jaring Halus masih tergolong rendah.Masyarakat Jaring Halus mayoritas tamatan SD Sederajat.Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi yang masih minim sehingga tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.Selain itu rendahnya minat belajar dan kurangnya fasilitas pendidikan disana menjadi alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Adapun jumlah sekolah di Desa Jaring Halus sebanyak lima sekolah yaitu PAUD sebanyak satu, SD sebanyak dua, dan MTS sebanyak satu.

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang cukup penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, juga dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat ini Kota di Banjar terdapat sekolah yaitu:


(47)

Selain itu sekolah-sekolah yang pengelolaannya dibawah Departemen Agama juga tersebar di Kota Banjar, sampai tahun 2000 yaitu : Madrasah Diniyah 239 buah, Madrasah Ibtidaiyah 22 buah, Madrasah Tsanawiyah 9 buah dan Madrasah Aliyah 7 buah.

4.1.3 Perkembangan Kepercayaan

Suku Banjar merupakan penduduk asli sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.Mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam.Pengkategorian atas berbagai sistem kepercayaan yang ada ini dalam masyarakat Banjar sebagian berdasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang menganutnya.Dalam ungkapan lain, istilah Islam Banjar setara dengan istilah-istilah berikut: Islam di Tanah Banjar, Islam menurut pemahaman dan pengalaman masyarakat Banjar, Islam yang berperan dalam masyarakat dan budaya Banjar, atau istilah-istilah lain yang sejenis, tentunya dengan penekanan-penekanan tertentu yang bervariasi antara istilah yang satu dengan lainnya.

Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritual dan sistem upacara yang diajarkan Islam.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar menurut beberapa Sejarawan Banjar telah dibedakan menjadi tiga kategori.Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam.Kedua, kepercayaan yang berkaitan dengan struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu pada masa sultan-sultan dan sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga


(48)

luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam lingkungan, bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang biasa dinamakan sebagai aruh tahunan.Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan beragam tafsiran dari masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.Untuk kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan.

Hal itu tentusaja mengingatkan kita pada pengaruh dari agama Hindu dan Islam.Dengan demikian kita bisa memperkirakan bahwa religi mereka berdasarkan pemujaan nenek moyang dan makhluk gaib di sekitar mereka (animisme). Mungkin bentuk-bentuk pemujaan nenek moyang dan aspek-aspek animisme dari kehidupan keagamaan masyarakat Banjar, yang kadang-kadang masih muncul, adalah sisa-sisa dari kepercayaan mereka dahulu.Jika pembicaraan kita tarik pada gambaran besar sistem religi yang dianut oleh raja-raja sultan-sultan Banjar, Hikayat Banjar dapat dijadikan landasan. Sejak Pangeran Samudera dinobatkan sebagai sultan Suriansyah di Banjarmasin khusus di desa Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat, kira-kira 400 tahun yang lalu, Islam telah menjadi agama resmi kerajaan menggantikan agama Hindu. Perubahan agama istana Hindu menjadi Islam telah dipandang oleh rakyat awam sebagai hal yang sewajarnya saja, dan tidak perlu mengubah loyalitas mereka. Terlebih sejak masa Suriansyah proses Islamisasi telah berjalan cepat, sehingga dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, yaitu sekitar pertengahan abad-18 atau bahkan sebelumnya, Islam sudah menjadi identitas orang Banjar.

Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritual dan sistem upacara yang diajarkan Islam bukanlah satu-satunya sistem upacara yang dilakukan.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar


(49)

menurut beberapa Sejarawan Banjar telah dibedakan menjadi tiga kategori.Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam.Kedua, kepercayaan yang berkaitan dengan struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu pada masa sultan-sultan dan sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam lingkungan, bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang biasa dinamakan sebagai aruh tahunan.Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan beragam tafsiran dari masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.kepercayaan.Untuk kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan.

Referensi utama sehubungan dengan kepercayaan Islam biasanya diperoleh dari ulama-ulama, kepercayaan bubuhan diperoleh dari tokoh bubuhan dan kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran penduduk terhadap lingkungan alam sekitar (kepercayaan lingkungan) baik itu diperoleh dari tabib-tabib, sebutan dukun dalam masyarakat Banjar, atau orang-orang tua tertentu, terutama yang tinggal di lingkungan yang bersangkutan Demikianlah sedikit pengenalan yang dapat kita telaah dari pandangan sistem religi yang dimiliki oleh masyarakat Banjar.

Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritus dan sistem upacara yang diajarkan Islam bukanlah satu-satunya sistem upacara yang dilakukan.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar penulis sejarah bedakan menjadi tiga kategori.Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam.Yang harus disebutkan di sini, sehubungan dengan karangan ini, ialah kepercayaan tentang malaikat sebagai


(50)

makhluk tuhan dengan fungsi-fungsi tertentu. Dan tentang adanya kehidupan sesudah mati atau sesudah hancurnya alam semesta ini (hari akhirat) selain manusia dan malaikat, masih ada dua jenis makhluk tuhan lain yang termasuk dalam sistem kepercayaan ini dan keduanya memang disebut dalam Al Qur’an, yaitu jin dan setan atau iblis. Kedua, kepercayaan yang munkin ada kaitannya denga struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu setidak-tidaknya pada masa sultan-sultan dan sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam rumah, dan belakangan, dalam lingkungan, bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang dinamakan atau lebih baik penulisan kategorikan sebagai aruh tahunan, disertai berbagai keharusan atau tantangan sehubungan dengan kepercayaan itu.Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.kepercayaan kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan. Referensi sehubungan denga kepercayaan Islam biasanya diperoleh dari ulama-ulama, kepercayaan bubuhan diperoleh dari tokoh bubuhan dan kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran penduduk terhadap lingkungan alam sekitar (kepercayaan lingkungan) diperoleh dari tabib-tabib, sebutan dukun dalam masyarakat Banjar, atau orang-orang tua tertentu, terutama yang tinggal di lingkungan yang bersangkutan tetapi juga yang bertempat tinggal di luarnya. Masih sehubungan dengan bentuk kepercayaan yang ketiga, kepercayaan lingkungan, ialah kepercayaan yang berkenaan dengan isi alam ini.

Masyarakat Desa Jaring Halus masih dikenal dekat dengan kebudayaan Jamu Laut.Jamu Laut ini merupakan sebuah kegiatan sakral yang dilakukan sekali dalam 3 tahun.Kegiatan ini


(51)

dilakukan oleh seluruh masyarakat Desa Jaring Halus, dimana pada satu hari tersebut seluruh penduduk berkumpul di tepi pantai dan menikmati hidangan yang telah mereka sediakan.Mereka bisa makan sepuasnya, namun apabila masih ada makanan yang tersisa, mereka tidak boleh membawa pulang kerumah. Makanan tersebut akan mereka tinggalkan disana untuk para leluhur dan penghuni laut. Dan menurut kepercayaan mereka, para leluhur dan penghuni laut juga turut serta berkumpul bersama mereka disana.Dan melalui upacara ini mereka mengucapkan syukur kepada para leluhur dan penghuni laut. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada saat dilakukan acara jamuan laut yaitu mereka menggunakan batang kayu bakau sebanyak 10 buah dengan tinggi sekitar 3-4 meter yang digunakan sebagai tiang bendera yang dipacakkan di sudut kampung, dan masyarakat menggunakan kayu bakau ukuran kecil sebanyak 20 batang yang dijadikan tempat untuk makanan yang menurut kepercayaan mereka makanan tersebut dipersembahkan untuk penghuni laut sebagai rasa ucapan syukur.

4.1.4 Sarana Kesehatan

Prioritas bidang kesehatan ditujukan untuk mencapai Angka Harapan Hidup (AHH) tahun 1996 sebesar 66,70 tahun melalui peningkatan derajat kesehatan masyarakat, Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), peningkatan bagi keluarga miskin, peningkatan gizi masyarakat, perbaikan lingkungan permukiman serta peningkatan pelayanan KB. Peningkatan jumlah tenaga dan sarana kesehatan merupakan kebijakan dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tahun 2007 jumlah tenaga kesehatan dokter sebanyak 21 orang, perawat 246 orang dan tenaga bidan sebanyak 81 orang tersebar di seluruh kecamatan. Sedangkan jumlah Puskesmas mencapai 7 unit, Puskesmas Pembantu 10 unit dan Posyandu sebanyak 165 unit. Pada tahun 1997 dibangun pula Unit


(52)

Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dengan kader yang terlibat sebanyak 1.119 orang. Dari segi kegiatan KB tercatat sebanyak 23.545 akseptor aktif atau sebesar 74,47 persen dari 31.615 PUS. Dan jumlah akseptor aktif tersebut terbanyak menggunakan jenis alat kontrasepsi suntik yaitu sebanyak 53,33 persen. Sarana dan Prasarana Kesehatan yang tersedia di Kota Banjar terus ditingkatkan dari tahun ke tahun.Di tahun 1998, jumlah Puskesmas telah mencapai 17 buah yang tersebar di 4 Kecamatan, dimana 10 diantaranyaadalah Puskesmas Pembantu. Disamping itu, terdapat pula Puskesmas Keliling sebanyak 8 buah, dan Puskesdes terdapat sebanyak 38 Buah semakin tersebarnya Fasilitas layanan peskesmas diharapkan akan memudahkan masyarakat mengakses layanan kesehatan secara memadai.

4.2 Kehidupan Ekonomi

Orang Banjar dikenal dengan julukan masyarakat air atau “the water people” karena adanya pasar terapung, tempat perdagangan hasil bumi dan kebutuhan hidup sehari-hari di lautan Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat.

Kemajuan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari PDRB yang dihasilkan oleh daerah tersebut.Selama tahun 1998. Kabupaten Tapin mampu menghasilkan nilai tambah bruto ADHB sebesar Rp. 3.033.436.61 Dan ADHK sebesar Rp.1.829.055.09. Dengan pertumbuhan mencapai, sedangkan PDRB perkapita ADHB mencapai Rp.2.211.322.10/jiwa/tahun dan PDRB perkapita ADHK mencapai Rp,1.315.551.25/jiwa/tahun. Perekonomian Kabupaten didukung oleh sector pertanian dengan sumbangan sebesar 50%, pertambangan dan penggalian (20%) dan jasa (10%). Pada tahun 2010, dapat dilihat bahwa semua sector mengalami pertumbuhan yang positif. Sector dengan pertumbuhan tertinggi adalah banyak dan lembaga keuangan sebesar 70/0, dan bangunan (5 %). Sedangkan sektor pertanian menunjukan pertumbuhan terendah


(53)

sebesar 5%. (Monografi Desa Kecamatan Wanaraya Kabupaten Marabahan) jumlah penduduk menurut jenis kelamin yaitu laki-lakinya pada tahun 1992 adalah 6.634 perempuan 6.428, pada tahun 1996.Sebagian besar mereka hidup bertani dan menangkap ikan. Sekarang banyak pula yang bergerak dalam bidang perdagangan, transportasi, pertambangan, pembangunan, pendidikan, perbankan, atau menjadi pegawai negeri. Selain itu, mereka mempunyai keahlian menganyam dan membuat kerajinan permata yang diwariskan secara turun temurun. Upacara-upacara adat masih dipertahankan. Kekayaan alam dan kesuburan tanah tempat orang Banjar ternyata tidak otomatis meningkatkan taraf hidup mereka. Hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana transportasi (kondisi jalan dan angkutan) yang terbatas menyebabkan produk pertanian dan non pertanian mereka sulit untuk dipasarkan. Selain itu, kesulitan mendapat modal juga mengurangi ruang gerak mereka.

Melihat corak ekonominya, maka dapat dibagi menjadi beberapa sub bidang yaitu: 1. Pertanian

Kehidupan masyarakat Banjar tidak lepas dengan kehidupan agrarisnya, mengingat kebanyakan penduduk menyandarkan pendapatannya dalam bidang ini, walaupun untuk usaha sampinganpun juga dilakukan apalagi bagi penduduk yang bertempat tinggal didataran rendah, dataran tinggi, rawa dan dekat sungai. Dalam hal istilah dalam bertani sendiri, masing-masing mempunyai kata tersendiri untuk menyebutkannya seperti:

a. Khusus dataran tinggi, ada beberapa kriteria penyebutan

Biasanya dilakukan oleh masyarakat yang bermukim didaerah pegunungan seperti pengunungan meratus yang sistemnya masih menggunakan sistem tebang-bakar atau swidden berpindah yang menggunakan sistem siklus apabila lahan yang telah digunakan nantinya dapat kembali ditanami apabila telah menjadi belukar. Ini mungkin memerlukan waktu yang


(54)

relatif lama, tetapi karena telah menjadi kebiasaan maka nantinya tanah tersebut akan tetap diolah.

b. Khusus dataran rendah, menyebutnya dengan istilah:

Sawah untuk membedakan antara pertanian dataran tinggi dan rendah dimana pada pertanian dataran rendah sendiri berada dialiran sungai-sungai besar yang ada di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat, dibedakan menjadi:

1) Sawah Tahun

Umur padinya sampai berumur 1 tahun, biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tersebar didaerah khusunya Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat.

2) Bahuma Surung

Menanam bibit padi dilakukan pada saat musim kemarau tiba, dengan panennya saat musim hujan. Bahuma surung ini dilakukan Urang Banjar hanya sebagai penyeling Sawah Tahun, hingganya lahan tidak terlantar dan tidak akan menjadi lahan tidur.

3) Bahuma Rintak

Kebalikan dari bahuma surung maka pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat musim penghujan, sedangkan panennya dilakukan pada saat kemarau.

4) Bahuma Gadabung

Sama seperti pada sawah tahun, hanya saja dalam hal perbedaan penanaman bibitnya menyesuaikan dengan keadaan musim.Bahuma Gadabung sudah tidak dilakukan lagi mengingat musim yangb tidak menentu.

5) Bahuma Penyambung

Mengingat kemungkinan musim hujan yang lama maka dilakukanlah bahuma penyambung ini agar tidak terjadi kegagalan panen pada saat musim yang tidak menentu.


(1)

selalu akur dan saling melengkapi.Keadaan rumah di Desa Jaring Halus hampir semua berbahan papan namun ada juga yang sudah permanen.Lingkungan menjadi masalah yang belum teratasi oleh Rukun Tetangga (RT) karena banyaknya sampah yang menumpuk dibawah rumah panggung masyarakat Desa Jaring Halus.Ada salah satu wanita separuh baya sering dipanggil dengan nenek Muna merupakan masyarakat desa berbicara tentang kondisi tempat tinggalnya “Sebenarnya lingkungan tempat tinggal ini bersih dan sering masyarakatnya bergotong royong, tetapi nasib kita yang tinggal di tengah laut lepas seperti ini, lingkungan pun bergantung pada pasang surutnya air laut.22

Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan sudah berjalan semenjak manusia itu ada.Salah satu faktor dominan pendorong usaha itu ialah dorongan alamiah untuk mempertahankan diri.Selain faktor pendorong juga terdapat faktor eksternal dan internal yang berperan besar dalam upaya manusia memenuhi kebutuhannya.Lingkungan alam tempat di mana manusia hidup dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal yang sangat berperan dalam usaha manusia memenuhi kebutuhan itu.Karena lingkungan alam memberikan berbagai alternatif yang dapat digunakan manusia untuk mencapai/memenuhi kebutuhan sehari-hari.Sedangkan faktor

4.2.3 Pola Konsumsi

Pola konsumsi sering digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Pergeseran pola pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dari makanan ke non makanan dapat dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan anggapan bahwa setelah kebutuhan makanan telah terpenuhi, kelebihan pendapatan akan digunakan untuk konsumsi bukan makanan

22

https://saruhumrambe.wordpress.com. Hutan-mangrove-desa-di-jaring-halus . Di akses pada tanggal 20 mei 2015


(2)

internalnya adalah pengetahuan yang dimiliki manusia. Dalam usaha mencapai/memenuhi kebutuhannya, pengetahuan kebudayaan yang tersusun dari kompleks ide, nilai, serta gagasan, akan menjadi sumber dan tolak ukur bagi setiap individu dalam bertingkah laku/beraktivitas dan menghasilkan produk-produk budaya sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya. Sistem ekonomi tradisional yang merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan pola-pola yang bersifat tradisional, sebenarnya merupakan kaitan dari hal-hal yang disebutkan sebelumnya, yaitu:

1) Manusia dengan kebutuhan-kebutuhannya.

2) Alam lingkungannya dan alternatif-alternatif yang diberikannya. 3) Pengetahuan kebudayaan yang dimiliki setiap individu.

Ketiga hal di atas tidak akan mampu memenuhi kebutuhan manusia, tanpa manusianya sendiri memperlihatkan tanggapan aktif. Oleh karena itu sistem ekonomi tradisional dapat dirumuskan sebagai berikut: “Sistem ekonomi tradisional, adalah suatu tanggapan aktif manusia-manusia pendukung suatu kebudayaan terhadap alam lingkungannya, dalam usaha memenuhi kebutuhannya sesuai dengan pola pelaksanaan yang sifatnya tradisional. Di dalam sistem ekonomi tradisional tersebut pola produksi, distribusi dan konsumsinya masih bersumber pada pengetahuan kebudayaan yang telah dianut dari masa ke masa.


(3)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah penulis meneliti dan mempelajari tentangperkembangan masyarakat suku Banjar yang tinggal Desa Jaring Halus Kecamatan secanggang Kabupaten langkat(1989-2000), makadapat di ambil kesimpulan dari penelitian ini, yaitu:

1. Masyarakat Banjar berasal dari Kalimantan Selatan yang berasal dari daerah Mahang/Sungai Hanyar, Barabai, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kedatangan masyarakat Banjar ke Desa Jaring Halus di mulai pada tahun 1918 dengan Haji Abdul Gani yang merupakan orang yang pertama sekali tinggal di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat.

2. Mata pencaharian masyarakat Banjar di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat adalah hidup sebagai petani dan nelayan. Hal itu di sebabkan karena adanya lahan kosong yang luas dan cocok untuk lahan pertanian, begitu pun masyarakat Banjar tidak bisa di pisahkan dari Sungai, sehinga mereka kerap kali menggunakan Sungai/laut sebagai sumber mata pencaharian mereka. Masyarakat Banjar merupakan masyarakat yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya di manapun mereka berada. Tak terkecuali di Desa Jaring


(4)

Halus. Walaupun demikian masyarakat Banjar yang ada di Desa Jaring Halus tidak melupakan adat istiadat dan budaya daerah asal mereka.

3. Antara masyarakat Banjar dengan masyarakat Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat yang lainnya seperti Jawa dan Melayu terjalin interaksi yang terbangun dengan jalur komunikasi yang di maksud adalah adanya kontak sosial yang dinamis melalui hubungan yang intens dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aktifitas sosial, adat istiadat, religi, ekonomi dan politik.

5.2 Saran

Penulis memberikan saran, bahwa :

1. Bagi masyarakat Banjar yang ada di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat hendaknya memupuk persaudaraan dan kekeluargaan serta kebersamaan.

2. Bagi para generasi muda tetaplah mencintai dan mempertahankan budaya peninggalan leluhur, berupa tradisi Kepala Desa yang diadakan pada saat pernikahan bagi yang memiliki keturunan untuk terus melestarikan di setiap pernikahan, lalu Bahasa Banjar yang harus tetap di lestarikan, dan jangan pernah malu untuk menunjukkan kepada budaya lain dengan Bahasa Banjar, agar tidak hilang di telan perkembangan jaman.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna memberikan kesempurnaan terhadap hasil penelitian.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Barjie, Ahmad, B, Asal usul Kebudayaan BanjarLampau Banua, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002

Fedyani, Saifuddi Nachmad. Pengantar Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Penerbit Kencana, 2006

Kartodirdjo, Sartono Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Penerbit Gramedia, 1993

Koentjaraningrat.Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Dian Rakyat, Jakarta, 1992

Koentjaraningrat.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009

Muhammad, Abdulkadir. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2005

Pemerintah Kabupaten Langkat Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa,

Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa dari Alokasi Dana Desa, Langkat,

2009Saruhumrambe. Desa Jaring Halus, 26 Februari 2014

Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali, 1990

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, 2008

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009


(6)

Willem,Good j. Sosiologi Masyarakat. Jakarta: Penerbit BumiAksara, 2004

Wirawan, Sarwono, Sarlito..Individu Dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Psikologi Sosial, Balai Pustaka, Jakarta, 1997

Wajidi dkk, Sejarah Banjar, Balit Bangda, Kalsel, 2003

Sumber Internet

https://saruhumrambe.wordpress.com. relasi-kuasa-pemimpin-desa-di-jaring-halus

http://regional.kompasiana.com. kado-ulang-tahun-langkat-eksploitasi-ekologi-dan-masalah-masalah-sosial. Di akses pada tanggal 23 April 2015