Pemertahanan Bahasa Batak Toba Di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

(1)

1

PEMERTAHANAN BAHASA BATAK TOBA

DI KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

OLEH:

KRISTIYANTI MANIK

090701011

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada

suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak

terdapat karya atau pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan sisebut dalam

daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar

maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar

kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, April 2015

Hormat saya,

Kristiyanti Manik

090701011


(4)

iii

PEMERTAHANAN BAHASA BATAK TOBA

DI KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

OLEH

KRISTIYANTI MANIK ABSTRAK

Penelitian ini membahas Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan.Masalah yang diteliti adalah pemertahanan bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan berdasarkan pola kedwibahasaannya dan sikap masyarakat etnis Toba dalam mempertahankan bahasanya. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat peranan penggunaan bahasa Batak Toba sebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di wilayah yang mayoritas penduduknya adalah suku Batak Toba. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana pemertahanan dan sikap masyarakat di Kecamatan Pangururan terhadap bahasa Batak Toba sebagai identitas dan peninggalan budaya yang masih ada dalam masyarakat.Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode cakap dengan tansemuka dan dilanjutkan dengan teknik catat.Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden.Metode pengkajian data penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan generalisasi sampel terhadap populasi.Data dianalisis menggunakan teori sosiolinguistik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola penggunaan bahasa Batak Toba pada usia di atas 20 tahun (dewasa) masih tinggi dibandingkan dengan penggunaan bahasa Batak Toba pada usia di bawah 20 tahun. Pada usia 20 tahun ke atas, pengguna bahasa Batak Toba menunjukkan sikap bahasa positif sedangkan pada usia di bawah 20 tahun menunjukkan sikap bahasa negatif.


(5)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.Skipsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana sastra pada Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.Adapun judul skripsi ini adalah “Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Dr.Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhanuddin Nasution, M.Si. sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya , Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp. sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling. sebagai dosen pembimbing I, yang telah memberikan dukungan perhatian dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan dukungan perhatian dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.


(6)

v

6. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. sebagai penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat selama penulis menjalankan perkuliahan.

7. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya, USU, khususnya staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU, yang telah memberikan berbagai materi perkuliahan.

8. Kepada Pak Slamet yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 9. Teristimewa kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Kampu Manik dan Ibu Bigway Tambunan yang dengan penuh kasih membesarkan, membimbing, mendidik, melindungi, dan senantiasa mendukung dan mendoakan penulis dan selalu memberi yang terbaik kepada penulis.

10. Kepada kelima adik saya Agseti Meliwardhani Manik, Mayurana Novlini Manik, Pratiwi Okuli Manik, Urip Priayi Pancawati Manik, siska Margaretha Manik, kalian adalah alasanku untuk tetap semangat dan terus berjuang.

11. Semua teman-teman di Sastra Indonesia khususnya stambuk 09 : Tio, Iska, Ashima, Yanti, Diana, Rina, Tiur, Merlyn, Erma, Ribka, Jeny, Christina, Siska, Hafny, Mays, Andy, Sufriady, Norton, Desy, Yonelda, dan Intan yang selalu memberikan dukungan dan semangat serta menjadi teman berbagi selama dalam perkuliahan, khususnya untuk saudariku Tio, terima kasih selalu ada saat suka maupun dukaku. Untuk kakak abang alumni dan adik-adik stambuk 2010-2011. 12. Kepada keluarga dan teman-teman penulis yang sangat setia mendampingi, memberi motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vi

13. Kepada camat Pangururan, Bapak Mangihut Situmeang, S.Sos yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kecamatan Pangururan.

14. Kepada responden yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner penelitian ini .

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.

Medan, April 2015 Penulis,


(8)

vii

DAFTAR ISI

HAL

PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTARISI ... vii

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah... 6

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.2.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 9

2.1.1 Pemertahanan Bahasa ... 9

2.1.2 Interferensi ... 9

2.1.3 Pergeseran Bahasa ... 9

2.1.4 Bahasa Batak Toba ... 9

2.1.5 Kecamatan Pangururan ... 10

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Sosiolinguistik ... 10

2.2.2 Bilingualisme atau Kedwibahasaan ... 10

2.2.3 Pemertahanan Bahasa ... 12

2.2.3.1 Faktor-Faktor Pemertahanan Bahasa ... 12


(9)

viii

2.2.4.1 Jenis-jenis Sikap Bahasa ... 13

2.3 Tinjauan Pustaka ... 16

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

3.2 Sumber Data ... 18

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 20

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data... 23

BAB IV PEMERTAHANAN BAHASA BATAK TOBA DI KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR 4.1 Identitas Sosial Responden ... 24

4.2 Pola Penggunaan Bahasa ... 27

4.2.1 Pola Penggunaan Bahasa Oleh Suami ... 27

4.2.1.1 Pola Penggunaan Bahasa Suami Berdasarkan Hubungan Peran ... 27

4.2.1.2 Pola Penggunaan Bahasa Suami Berdasarkan Tempat Tinggal Penggunaan Bahasa ... 29

4.2.1.3 Pola Penggunaan Bahasa Berdasarkan Peristiwa Bahasa . 30 4.2.2 Pola Penggunaan Bahasa Oleh Istri ... 32

4.2.2.1 Pola Penggunaan Bahasa pada Istri Berdasarkan Hubungan Peran ... 32

4.2.2.2 Penggunaan Bahasa pada Istri Berdasarkan Tempat ... 34

4.2.2.3 Penggunaan Bahasa pada Istri Berdasarkan Peristiwa Bahasa ... 36

4.2.3 Pola Penggunaan Bahasa Oleh Orang yang Belum Berkeluarga ... 38

4.2.3.1 Pola Penggunaan Orang yang Belum Berkeluarga Berdasarkan Hubungan Peran ... 38

4.2.3.2 Pola Penggunaan Bahasa Berdasarkan Tempat ... 39

4.2.3.3 Pola Penggunaan Bahasa Berdasarkan Peristiwa Bahasa .. 41


(10)

ix

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 45 5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN : DATA RESPONDEN

LAMPIRAN : DATA HASIL PENELITIAN

LAMPIRAN : PETA KABUPATEN SAMOSIR DAN KECAMATAN PANGURURAN

LAMPIRAN : DOKUMENTASI BEBERAPA RESPONDEN KETIKA MENGISI KUESIONER


(11)

iii

PEMERTAHANAN BAHASA BATAK TOBA

DI KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

OLEH

KRISTIYANTI MANIK ABSTRAK

Penelitian ini membahas Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan.Masalah yang diteliti adalah pemertahanan bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan berdasarkan pola kedwibahasaannya dan sikap masyarakat etnis Toba dalam mempertahankan bahasanya. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat peranan penggunaan bahasa Batak Toba sebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di wilayah yang mayoritas penduduknya adalah suku Batak Toba. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana pemertahanan dan sikap masyarakat di Kecamatan Pangururan terhadap bahasa Batak Toba sebagai identitas dan peninggalan budaya yang masih ada dalam masyarakat.Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode cakap dengan tansemuka dan dilanjutkan dengan teknik catat.Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden.Metode pengkajian data penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan generalisasi sampel terhadap populasi.Data dianalisis menggunakan teori sosiolinguistik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola penggunaan bahasa Batak Toba pada usia di atas 20 tahun (dewasa) masih tinggi dibandingkan dengan penggunaan bahasa Batak Toba pada usia di bawah 20 tahun. Pada usia 20 tahun ke atas, pengguna bahasa Batak Toba menunjukkan sikap bahasa positif sedangkan pada usia di bawah 20 tahun menunjukkan sikap bahasa negatif.


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat arbitrer yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi (Bloomfield dalam Sumarsono, 2004:18).

Bahasa adalah sebuah media yang digunakan manusia untuk memberitahu, menyatakan, dan mengungkapkan isi pikirannya. Dalam pengertian yang populer, bahasa adalah percakapan, Hidayat (dalam Sobur, 2004: 274); Wibowo (dalam Sobur, 2004: 274) berpendapat bahwa dalam wacana linguistik, bahasa diartikan sebagai sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi yang bersifat arbitrer dan konvensional yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Bahasa dan pikiran saling berkaitan erat. Anwar (1990: 86) mengatakan bahwa bahasa menentukan bukan hanya budaya tetapi juga cara dan jalan pikiran manusia.

Bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan itu.Sebagai produk sosial atau budaya, tentu bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah penyingkapan budaya, termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu. Bahasa dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat (Sumarsono,2004:20). Kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa bahasa, dengan kata lain bahasalah faktor yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan (Nababan, 1991:50).


(13)

2

Dari keterangan di atas, maka bahasa berfungsi dalam kebudayaan sebagai (1) wadah aspirasi sosial (2) wadah penyingkapan budaya dan teknologi (3) sarana pemeliharaan dan pelestarian budaya.

Sebagai alat komunikasi, bahasa justru memiliki kelemahan karena persinggungan dengan bahasa lain. Dalam hal ini, bahasa daerah sering saling mempengaruhi dengan bahasa daerah lain dalam satu daerah yang berdekatan, atau adanya pengaruh bahasa luar terhadap bahasa daerah. Pengaruh itu bisa saja oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Menurut Siregar (1998:2) pemertahananbahasa adalah penggunaan bahasa yang terjadi pada suatu masyarakat bahasa yang masih terus menggunakan bahasanya pada ranah-ranah penggunaan bahasa yang biasanya secara tradisi dikuasai oleh bahasa tersebut. Sering dijumpai kasus kebahasaan dalam masyarakat bahwa penggunaan bahasa asli oleh sejumlah penutur dari suatu masyarakat yang bilingual atau multilingual cenderung menurun akibat adanya bahasa lain yang mempunyai fungsi yang lebih tinggi.

Istilah bilingualisme disebut juga kedwibahasaan (Chaer, 1995:84). Fishman (dalam Chaer, 1995) mengemukakan pengertian bilingualisme sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Dalam masyarakat yang berganda bahasa akan terdapat berbagai macam pola kedwibahasaan yang terdiri dari unsur-unsur berikut: (1) bahasa yang dipakai, (2) bidang (domain) kebahasaan, (3) teman berbahasa. Jadi, pola kedwibahasaan itu menjawab pertanyaan : bahasa mana yang dipakai orang, untuk


(14)

3

bidang kebahasaan apa, dan kepada siapa? Pola-pola kedwibahasaan, dalam arti profil kemampuan dan bahasa-bahasa apa yang dipakai, dapat berubah bergantung pada faktor-faktor dalam masyarakat dan tempat tinggal penutur-penutur (Nababan, 1991:36).

Sumarsono (2004:231) mengatakan pergeseran bahasa berarti, suatu guyup (komunitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Faktor pendorong pergeseran bahasa yaitu kedwibahasaan, migrasi atau perpindahan penduduk, perkembangan ekonomi, dan sekolah.

Menurut Sumarsono (2002:363) sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu, dengan cara yang disenanginya. Ditmar (dalam Sumarsono 2002:363) mengemukakan pengertian sikap bahasa ditandai oleh sejumlah ciri yang antara lain meliputi: pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual, distribusi perbendaharaan bahasa, perbendaan-perbendaan dialektikal dan problema yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar individu.

Pemertahanan bahasa terjadi pada suatu masyarakat bahasa yang masih terus menggunakan bahasanya pada ranah-ranah penggunaan bahasa yang biasanya secara tradisi dikuasai oleh bahasa tersebut.Sementara itu, pergeseran bahasa terjadi apabila masyarakat bahasa itu mulai meninggalkan bahasa yang digunakan dan beralih menggunakan bahasa lainnya.Pemertahanan bahasa merupakan ciri khas masyarakat dwibahasa atau multibahasa yang dapat terjadi pada masyarakat yang mempertahankan penggunaan beberapa bahasa untuk fungsi yang berbeda


(15)

4

pada ranah yang berbeda pula.Berhasil tidaknya suatu pemertahanan bahasa tergantung pada dinamika masyarakat pemakai bahasa tersebut dalam kaitannya terhadap perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat tersebut. Pemertahanan bahasa banyak ditentukan oleh kerentanan masyarakat terhadap proses industrialisasi, urbanisasi, politik bahasa nasional dan tingkat mobilisasi anggota masyarakat bahasa itu (Siregar, 1998:2-3).

Setiap bahasa di dunia ini tidak luput dari tantangan, termasuk bahasa daerah.Tantangan itu perlu diantisipasi dengan perencanaan, pemikiran konseptual, intelektual, dan penuh kearifan.Tantangan yang dimaksud di sini bisa bersifat internal dan bisa juga bersifat eksternal. Tantangan yang bersifat eksternal antara lain arus globalisasi. Tantangan internal antara lain datangnya dari penutur bahasa sebenarnya yang bersumber dari sikap, kesadaran berbahasa yang kemudian tercermin dalam perilaku berbahasa.

Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara yang terutama dipertuturkan di daerah sekitar meliputi Bahasa Batak Toba termasuk dalam bagian dari kelompok bahasa-bahasa dari 2.000.000 orang penutur Bahasa Batak Toba, yang tinggal di bagian barat dan selatan menggunaka menggunaka


(16)

5

Kecamatan Pangururan merupakan ibukota Kabupaten Samosir.Samosir merupakan salah satu daerah di kawasan Danau Toba yang merupakan daerah tujuan wisata. Sabagai daerah tujuan wisata yang dikunjungi banyak wisatawan, baik wisatawan domestik ataupun mancanegara masyarakat Kecamatan Pangururan tidak hanya menggunakan bahasa daerah, yakni bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar dalam komunikasi. Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dan pemersatu antarsuku juga memiliki peranan penting dalam masyarakat kecamatan Pangururan. Sebagai bahasa yang saling berdampingan dan saling melengkapi, peneliti tertarik untuk menelaah tentang pemertahanan bahasa Batak Toba pada masyarakat penduduk Kecamatan Pangururan. Di Pangururan komunikasi antara orang tua dan anak di dalam rumah tidak hanya menggunakan bahasa etnis orang tua (bahasa daerah) begitu juga dengan komunikasi anak dan teman-temannya.Hal ini berarti ranah penggunaan bahasa Batak Toba telah menyempit karena telah diisi oleh bahasa Indonesia. Siregar (1998:64) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa di dalam kelompok anak, bahasa Indonesia lebih banyak digunakan kepada ayah dan ibu. Demikian juga halnya kepada saudara laki-laki dan saudara perempuan, bahasa yang lebih banyak digunakan adalah bahasa Indonesia.Kepada teman sekelompok etnis bahasa yang digunakan juga lebih banyak bahasa Indonesia.Dengan demikian, pada kelompok anak telah terjadi pergeseran bahasa dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia. Hal tersebutlah yang menjadi motivasi peneliti melakukan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat peranan penggunaan Bahasa Batak Toba sebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional serta mendeskripsikan bagaimana


(17)

6

pemertahanan bahasa Batak Toba di wilayah yang mayoritas penduduknya adalah suku Batak Toba dilihat dari pola penggunaan bahasa dan pola sikap bahasanya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana komunikasi timbal balik antara orang tua dan anak, antara orang tua dengan orang tua, dan antara anak dengan teman-temannya. Adanya perbedaan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi akan dilihat dari bagaimana pola bilingualisme penduduk dalam menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Rumusan Masalah

Masyarakat Batak Toba yang ada di Pangururan tidak hanya menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar untuk berkomunikasi, baik dalam situasi formal maupun percakapan sehari-hari. Masyarakat Batak Toba yang ada di Pangururan juga telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah pemertahanan bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan berdasarkan pola kedwibahasaannya?

Bagaimanakah sikap masyarakat etnis Toba dalam mempertahankan bahasanya?

Batasan Masalah

Peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan hanya pada persentase pemertahanan bahasa berdasarkan pola kedwibahasaan, yakni (1) bahasa yang dipakai, (2) bidang (domain) kebahasaan, (3) teman berbahasa dan sikap


(18)

7

penduduk Kecamatan Pangururan terhadap bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut:

Mendeskripsikan sikap masyarakat yang berada di Kecamatan Pangururan terhadap bahasa Batak Toba sebagai identitas dan peninggalan budaya yang masih ada dalam masyarakat.

Mendeskripsikan pola pemertahanan bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini ialah:

Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang pemertahanan Bahasa Batak Toba.

Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain dalam mengkaji sikap dan pemertahanan bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Memberikan gambaran kebahasaan di Indonesia khususnya Kabupaten Samosir untuk peningkatan mutu pengajaran bahasa demi mempertahankan bahasa-bahasa daerah yang masih ada.


(19)

8 1.4.2.2 Manfaat Praktis

Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian baru tentang pemertahanan Bahasa Batak Toba di Samosir.

Sebagai sumbangan bagi masyarakat untuk menambah wawasan pengetahuan masyarakat atau pembaca dalam memahami penelitian tentang pemertahanan dan sikap bahasa.


(20)

9

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk., 2003: 588).

Pemertahanan Bahasa

Menurut Siregar (1998:2) pemertahananbahasa adalah penggunaan bahasa yang terjadi pada suatu masyarakat bahasa yang masih terus menggunakan bahasanya pada ranah-ranah penggunaan bahasa yang biasanya secara tradisi dikuasai oleh bahasa tersebut.

Interferensi

Interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa; ciri bahasa lain itu masih kentara. Interferensi berbeda-beda sesuai dengan medium, gaya, ragam, dan konteks, yang dipergunakan oleh orang yang bilingual itu (Kridalaksana, 1984:76).

Pergeseran bahasa

Pergeseran bahasa merupakan suatu guyup (komunitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain (Sumarsono, 2004:231)

Bahasa Batak Toba

Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara yang

digunakan di daerah sekitar


(21)

10

Samosir

2.1.5 Kecamatan Pangururan

Kecamatan Pangururan merupakan ibukota Kabupaten Samosir.Kabupaten Samosir merupakan kabupaten yang berada di pulau yang dikelilingi oleh Danau Toba, yakni Pulau Samosir. Kabupaten Samosir merupakan daerah yang sering dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.

Landasan Teori Sosiolinguistik

Di dalam Kamus Lingustik, (Kridalaksana, 1984), disebutkan bahwa yang dimaksud dengan sosiolinguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial.

Chaer (1995:4) mengemukakan, sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sisiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.

Fishman (dalam Umar, 1994:2) menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang membahas hubungan antara pemakaian bahasa dan perilaku sosial.

Bilingulisme atau Kedwibahasaan

Bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau oleh suatu masyarakat (Kridalaksana, 1984:29).


(22)

11

Faktor-faktor timbulnya bilingualisme ataukedwibahasaan beranekaragam (Umar, 1994:9) antara lain:

Mobilisasi penduduk

Terjadinya perpindahan atau mobilisasi mendorong individu atau kelompok untuk mempelajari bahasa di luar bahasanya untuk memperlancar proses komunikasi. Gerakan nasionalisme

Gerakan nasionalisme juga telah mendorong terjadinya bilingualisme. Gerakan nasionalisme menimbulkan kebutuhan akan adanya bahasa nasional yang digunakan untuk mempersatukan seluruh bangsa atau sebagai bahasa resmi dalam komunikasi formal.

Pendidikan

Di berbagai tempat, telah terjadi perpindahan atau mobilisasi penduduk karena berbagai alasan. Kedwibahasaan dimulai ketika penduduk yang berpindah itu berkontak dengan penduduk pribumi, lalu pihak yang satu mempelajari bahasa pihak lainnya untuk memperlancar proses komunikasi.

Faktor keagamaan

Pelajaran agama atau penyebaran agama menyebabkan orang mempelajari bahasa baik yang digunakan di dalam kitab suci dan literatur keagamaan maupun yang digunakan oleh penduduk yang menjadi sasaran penyebaran agama.

Pola-pola kedwibahasaan , dalam arti profil kemampuan dan bahasa-bahasa apa yang dipakai, dapat berubah bergantung pada faktor-faktor dalam masyarakat dan tempat tinggal penutur-penutur. Pola kedwibahasaan terdiri dari unsur (1) bahasa yang dipakai, (2) bidang (domain) kebahasaan, (3) teman berbahasa.


(23)

12

Pemertahananbahasa adalah penggunaan bahasa yang terjadi pada suatu masyarakat bahasa yang masih terus menggunakan bahasanya pada ranah-ranah penggunaan bahasa yang biasanya secara tradisi dikuasai oleh bahasa tersebut (Siregar, 1998:2).

Faktor-faktor pemertahanan bahasa

Menurut Siregar(1998:2) pengkajian pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa biasanya mengarah kepada hubungan di antara perubahan atau kemantapan yang terjadi pada kebiasaan berbahasa dengan proses psikologis, sosial, dan budaya yang sedang berlangsung pada saat masyarakat bahasa yang berbeda berhubungan satu sama lain. Pemertahanan bahasa merupakan ciri khas masyarakat dwibahasa atau multibahasa yang dapat terjadi pada masyarakat yang diglostik, yaitu masyarakat yang memepertahankan penggunaan beberapa bahasa untuk fungsi yang berbeda pada ranah yang berbeda pula.Berhasil tidaknya suatu pemertahanan bahasa tergantung pada dinamika masyarakatpemakai bahasa tersebut dalam kaitannya terhadap perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat tersebut. Pemertahanan bahasa banyak ditentukan oleh kerentanan masyarakat terhadap proses industrialisasi, urbanisasi, politik, bahasa nasional, dan tingkat mobilitas anggota masyarakat bahasa itu.

Sikap Bahasa

Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 1984:177).


(24)

13

Sumarsono (2004: 363) mengemukakan, sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenaibahasa tertentu, mengenai obyek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu dengan cara yang disenanginya.

2.2.4.1 Jenis-jenis sikap bahasa

Purba (1996:33) mengemukakan sikap-sikap bahasa dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

Sikap bahasa positif

Pemakaian bahasa yang bersifat positif ialah pemakaian bahasa yang memihak kepada bahasa yang baik dan benar, dengan wajar dan sesuai dengan situasi. Garvin dan Mathiot (dalam Purba, 1996: 34) mengemukakan ciri pokok sikap bahasa positif, yaitu:

(1). kesetiaan bahasa, adalah sikap yang mendorong suatu masyarakat bahasa mempertahankan kemandirian bahasanya, meskipun apabila perlu, sampai dengan terpaksa mencegah masuknya pengaruh asing;

(2). kebanggaan bahasa, merupakan sikap yang mendorong suatu masyarakat bahasa menjadikan bahasanya sebagai lambang identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakannya dari orang atau kelompok lainnya.

(3). kesadaran akan adanya norma yang mendorong penggunaan norma bahasa adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korek, santun, dan layak.

Menurut Purba, ketiga pengertian tersebut mengandung persamaan, yaitu (1) pemakaian bahasa yang memihak kepada bahasa yang benar dengan


(25)

14

kecermatan pemakaian bentuk bahasa dan struktur bahasa serta pemilihan kata yang tepat dan kesadaran adanya norma bahasa dengan penggunaan bahasa secara cermat, santun, dan layak; (2) pemakaian bahasa dengan baik, wajar dan sesuai dengan situasi sama dengan kebanggaan bahasa yang dijadikan syarat identitas diri dan kelompok serta menghilangkan warna bahasa daerah atau dialeknya dalam pemakaian bahasa nasional.

Sikap kesetiaan bahasa terungkap jikaorang lebih suka memakai bahasanya sendiri dan bersedia menjaganya terhadap pengaruh bahasa asing yang berlebihan. Bertalian dengan sikap kesetiaan bahasa adalah kebanggaan bahasa yang pada gilirannya bertautan dengan ikatan emosional pribadi pada bahasa baku (Purba, :35).

Sikap bahasa negatif

Adul (dalam Purba, 1996:35) mengemukakan bahwa pemakaian bahasa bersifat negatif adalah tidak mengacuhkan pemakaian bahasa yang baik dan benar, tidak mempedulikan situasi bahasa, tidak berusaha memperbaiki diri dalam kesalahan berbahasa.

Garvin dan Mathiot (dalam Purba, 1996:35) memerikan ciri-ciri sikap bahasa negatif pemakai bahasa, yaitu:

(1). Jika seseorang atau sekelompok anggota masyarakat bahasa tidak ada lagi gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, makahal itu merupakan satu petunjuk bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah yang pada gilirannya tidak mustahil akan menjadi hilang sama sekali.


(26)

15

(2). Jika seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota suatu masyarakat tidak ada rasa bangga terhadap bahasanya dan mengalihkan kebanggaan kepada bahasa lain yang bukan miliknya.

(3). Jika seseorang atau sekelompok anggota masyarakat sampai kepada ketidaksadaran akan adanya norma bahasa.

Menurut Sumarsono (2002:363), dalam masyarakat multilingual, sikap bahasa seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah topik pembicaraan (pokok masalah yang dibicarakan), kelas sosial pemakai bahasa, kelompok umur, jenis kelamin dan situasi pemakaian. Apabila seseorang petani, termasuk kelompok etnik Jawa, tetapi sekaligus juga pemakai Bahasa Indonesia, termasuk golongan dewasa dan tua, tentang upacara pengantin khas Jawa, dalam situasi resmi khas Jawa, ia akan cenderung memilih bahasa Jawa yang baku daripada Bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya sikap positif terhadap bahasa yang dipilihnya. Sebaliknya, apabila ia termasuk kelompok etnik jawa yang termasuk kelas sosial tinggi, tinggal di Jakarta di lingkungan masyarakat Indonesia golongan elite, dia akan cenderung memilih bahasa Indonesia sekalipun tentang upacara perkawinan. Hal ini menunjukkan sikap terhadap Bahasa Jawa tidak positif lagi.Sikap bahasa positif juga ditunjukkan oleh seseorang yang cenderung memakai suatu bahasa secara santun, cermat, terpelihara, jelas baik, mengenai ketepatan pilihan kata maupun kebakuan kaidah gramatikalnya serta kejelasan, keruntunan jalan pikirannya.Sikap positif itu bersangkut paut dengan masalah distribusi perbendaharaan bahasa.Sikap positif juga tampak pada kebakuan pemakaian bahasa yang mengatasi dialek-dialek.


(27)

16

2.3 Tinjauan Pustaka

Rumondang (2002), dalam tesisnya Kajian Kasus Tentang Tingkat Pemertahanan Bahasa pada Masyarakat Batak Toba di Medan Berdasarkan Pilih Bahasa menyimpulkan bahwa masyarakat bahasa pada kelompok orang tua mengacu kepada pola pemertahanan bahasa aktif, sedangkan masyarakat bahasa pada kelompok anak dalam proses pergeseran bahasa yang mengacu kepada pola pemertahanan bahasa pasif.

Deliana (2000), dalam tesisnya Faktor-Faktor Pemertahanan Bahasa Minangkabau di Kota Medan, Studi Kasus Pedagang-Pedagang Minangkabau Bilingual di Pasar Sukaramai, meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan bahasa daerah Minangkabau di Medan di luar wilayah penggunaan bahasa Minangkabau. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kuesioner, dan pengamatan langsung.Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, data dianalisis secara kuantitatif, analisis meliputi frekuensi penggunaan bahasa dan juga melihat hubungan antara penggunaan bahasa dengan faktor-faktor diluar bahasa.

Apriani (2009), dalam skripsinya Bilingualisme pada Masyarakat Simalungun di Kecamatan Pematang Raya menyatakan penguasaan bahasa secara pasif sudah dapat dianggap sebagai bilingualisme. Masyarakat Simalungun di Desa Sondi Raya baik etnis Simalungun maupun etnis pendatang yang ada di Desa Sondi Raya lebih banyak menggunakan bahasa Simalungun daripada bahasa Indonesia. Gultom (2012),dalam skripsinya Pergeseran Bahasa Bagi Penutur Bahasa Batak Toba di Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru menyimpulkan bahwa


(28)

17

faktor pendorong yang mengakibatkan pergesaran bahasa Batak Toba di Kelurahan Titi Rantai terdiri atas (1) perpindahan penduduk, (2) pendidikan, (3) perkawinan campuran, (4) faktor bahasa Indonesia. Bahasa Batak Toba dalam ranah keluarga antaretnik yang telah mengalami pergeseran berdasarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari adalah (1) pola hubungan suami ke istri, (2) pola hubungan komunikasi istri ke istri ke suami, dan (3) pola hubungan komunikasi orangtua ke anak.

Bangun (2012), dalam skripsinya Pola Pemertahanan Bahasa Bagi Penutur Bahasa Karo di Berastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa bahasa Karo dalam ranah keluarga tetap bertahan bersadarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari adalah (1) pola hubungan komunikasi antara suami dengan istri, (2) pola hubungan komunikasi antara istri dengan suami, (3) pola hubungan komunikasi antara orang tua dengan anak, dan (4) pola hubungan komunikasi antara anak dengan anak.


(29)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan tanggal 1 hingga 31 Maret 2014 di Kecamatan Pangururan.Kecamatan Pangururan merupakan salah satu dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara.Kecamatan Pangururan merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian di Kabupaten Samosir.Kecamatan Pangururan berada di antara 2030’-2045’ Lintang Utara dan 98030’-98045’ Bujur Timur pada ketinggian 920 di atas permukaan laut. Kecamatan Pangururan memiliki luas wilayah 121,43 km2 yang terdiri atas 28 desa dan kelurahanan dengan (BPS, 2013).

Sumber Data

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penduduk Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.Untuk objek penelitian ini peneliti hanya menentukan beberapa sampel.Milroy dalam Gunarwan (2002: 46), mengatakan bahwa untuk penelitian kebahasaan pemercontohan (sampling) yang besar cenderung tidak perlu. Hal ini karena perilaku linguistik itu lebih homogen daripada perilaku-perilaku lain. Walaupun demikian, sampling dalam penelitian ini tetap menggunakan teknik sampling yang lazim dalam penelitian pada umumnya, yakni dengan teknik sampling seadanya.Teknik sampling seadanya adalah pengambilan sebagian dari populasi berdasarkan seadanya data atau kemudahannya mendapatkan data tanpa perhitungan apapun mengenai derajat kerepresentatifannya(Sudjana, 2005:167).Adapun alasan peneliti menggunakan


(30)

19

teknik sampling ini adalah masalah biaya,waktu yang diperlukan dalam meneliti dan teknik ini merupakan teknik sampling yang masih digunakan dalam penelitian bidang sosial.Jumlah sampel dalam penelitian ini ada sebanyak 150 responden. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah disebarkan kepada 150 responden.Kuesioner disusun dan disesuaikan dengan tujuan penelitian.

Responden yang merupakan sampel dan sumber data dalam penelitian ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:

Penduduk tetap Berusia 6-60 tahun;

Informan tinggal di Samosir paling sedikit lima tahun; Dapat berbahasa Indonesia (Siregar, 1998:8)

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode cakap, yaitu percakapan yang terjadi antara peneliti dengan narasumber.Hal ini dilakukan dengan teknik tansemuka. Artinya, pembicaraan dilakukan dengan percakapan tidak langsung, tidak bertatap muka, melainkan menyebar angket dan kuesioner (Sudaryanto,1993:138). Jawaban kuesioner dari responden, yang merupakan sumber data penelitian dikumpulkan.Setelah data terkumpul, dilanjutkan dengan teknik catat.


(31)

20

Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam pengkajian data adalah metode kuantitatif.Artinya data berupa angka atau jumlah dengan berbagai klasifikasi yang berbeda frekuensi, nilai rata-rata penyimpangan dan persentase dari setiap pertanyaan yang dijawab oleh responden.

Peneliti kuantitatif biasanya meneliti gejala tidak pada subjek yang besar(populasi), tetapi lebih sering pada sample (cuplikan sebagian populasi). Gejala yang terjadi pada sampel juga akan terjadi pada populasi. Berdasarkan paradigma metode kuantitatif yang sifatnya dapat digeneralisasikan, generalisasi yang dilakukan bukan lagi atas sampel, tetapi lebih luas lagi terjadi pada populasi (Idrus,2009:32).Hal tersebut merupakan landasan dan alasan peneliti menggunakan metode kuantatif dalam penelitian ini.Penggunaan metode kuantitatif dimulai dari analisis data berupa jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada responden melalui kuesioner.

Persentase pemertahanan bahasa dari data yang diperoleh dihitung dengan rumus berikut:

X

n % = x 100% Y

X = tingkat penggunaan bahasa Y = jumlah responden


(32)

21 Apabila % penggunaan bahasa :

0-50 % maka pemertahanan bahasa rendah; 51 - 100 % maka pemertahanan bahasa tinggi.

Sebelum dilakukan perhitungan dengan rumus di atas perlu dikumpulkan jumlah keseluruhan jawaban responden.

Untuk setiap pertanyaan memiliki pilihan jawaban sebagai berikut: ( ) Bahasa Batak Toba

( ) Bahasa Indonesia

( ) Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia Contoh perhitungan analisis data:

NNo

Bahasa yang digunakan Frekuensi(f)=X 11

Bahasa Batak Toba 7 22

Bahasa Indonesia 5 43 Bahasa Batak Toba dan

bahasa Indonesia 8 Jumlah (Y) 20

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa lebih banyak responden yang menggunakan kedua bahasa, yakni delapan orang, tujuh responden lebih sering menggunakan bahasa Batak Toba, dan lima responden lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dari keseluruhan jumlah responden, yakni sebanyak 20 orang.


(33)

22

Untuk menghitung persentase penggunaan bahasa responden dapat dihitung sebagai berikut:

X

n % = x 100%

Y

X = tingkat penggunaan bahasa Y = jumlah responden

n% = persentase penggunaan bahasa responden

Untuk penggunaan bahasa Batak Toba, yaitu: 7

n % = x 100% 20

N = 35 %

Jadi, persentase penggunaan bahasa Batak Toba sebanyak 35 % dari 100 % keseluruhan penggunaan bahasa.

Untuk penggunaan bahasa Indonesia, yakni: 5

n % = x 100% 20


(34)

23

Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah persentase bahasa Indonesia adalah 25 % dari jumlah keseluruhan penggunaan bahasa responden

Untuk penggunaan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia, yakni: 8

n % = x 100%

20 n = 40 %

Jumlah persentase penggunaan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia adalah 40 % dari jumlah keseluruhan penggunaan bahasa responden.

Berdasarkan hasil perbandingan tiap jumlah persentase di atas, kesimpulannya adalah pemertahanan bahasa Batak Toba (35%) termasuk rendah karena dibandingkan penggunaaan bahasa Indonesia (25%) dan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia (40%).

Itulah contoh pengolahan data yang digunakan untuk mengetahui persentase pemertahanan bahasa Batak Toba.

Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode dan teknik penyajian hasil analisis data dilakukan dengan dua cara, yakni metode formal dan metode informal. Metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, sedangkan metode formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Penyajian secara formal tampak dalam penggunaan angka dan tanda di antaranya: tanda sama dengan (=), per atau bagi (-), persen (%(-), dan sebagainya.


(35)

24

BAB IV

PEMERTAHANAN BAHASA BATAK TOBA DI KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

4.1 Identitas Sosial Responden

Berdasarkan jumlah, responden pada penelitian ini berjumlah 150 orang terdiri atas 70 orang responden muda, 40 orang responden dewasa, dan 40 responden orang tua.Jawaban yang diperoleh pada tabel di bawah ini, untuk menentukan jenis kelamin responden, merupakan jawaban atas pertanyaan berikut:

Apakah jenis kelamin anda? Berapa usia anda saat ini?

No usia laki-laki perempuan Jumlah %

jlh % jlh %

1 < 20 35 47 35 47 70 47

2 20-39 20 27 20 27 40 27

3 40 ≤ 20 27 20 27 40 27

Jumlah 75 100 75 100 150 100

Dari 150 responden, usia< 20 merupakan jumlah mayoritas, sedangkan usia 20-39 dan 40 tahun ke atas penyebarannya merata. Hal ini terjadi karena pembagian kuesioner dibagi dengan perbandingan yang sama berdasarkan perbandingan jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin tersebut. Gunanya supaya perbandingan sampel merata dan seimbang.

Tabel berikut merupakan hasil yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan: Apakah anda sudah berkeluarga ?


(36)

25

Jumlah Responden Berdasarkan Status perkawinan

No Status Perkawinan Jumlah %

1 Kawin 62 41

2 Belum Kawin 88 59

Jumlah 150 100

Data yang diperoleh dari jawaban kuesioner dari 150 responden (100%) sebanyak 62 responden (41%) sudah kawin dan 88 responden (59%) responden belum kawin.

Pekerjaan sebagai variable penelitian ini dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pegawai negeri, wiraswasta, petani, dan lainnya. Dari hasil penyebaran kuesionerdiperoleh hasil bahwa dari 150 responden sebanyak 26 ( 17% ) bekerja sebagai pegawai negeri, 33 responden ( 22% ) bekerja sebagai wiraswasta, 36 responden ( 24% ) bekerja sebagai petani dan 55 responden (37%) sebagai lainnya (pelajar).

Untuk memeroleh data mengenai pekerjaan responden pertanyaan yang disajikan adalah sebagai berikut :

Apakah pekerjaan Anda ?

Tabel Jumlah Responden Berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah % 1 Pegawai Negeri 26 17

2 Wiraswasta 33 22

3 Petani 36 24

4 Lainnya 55 37


(37)

26

Tingkat pendidikan dibagi menjadi empat, yaitu sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menegah atas (SMA), dan tingkat akademi/universitas. Dari hasil penyebaran kuesioner kepada 150 responden sebanyak 26 responden (17%) tamat SD, 33 responden (22%) tamat SMP, 54 responden (36%) tamat SMA, dan 37 responden (25%) tamat akademi/universitas. Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh jawaban tingkat pendidikan responden adalah sebagai berikut:

Apakah pendidikan tertinggi Anda ?

Tabel Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah %

1 SD/sederajat 26 17

2 SMP/sederajat 33 22

3 SMA/sederajat 54 36

4 Akademi/Universitas 37 25

Jumlah 150 100

Tempat lahir responden dikelompokkan atas dua yaitu, (1) di wilayah Kabupaten Samosir (2) di luar wilayah Kabupaten Samosir, dan dari 150 responden sebanyak 118 ( 79% ) lahir di wilayah Kabupaten Samosir dan 32( 21% ) responden lahir di luar wilayah Kabupaten Samosir.

Untuk memperoleh jawaban tentang tempat lahir responden, pertanyaan yang diajukan adalah:

Dimanakah tempat lahir Anda?


(38)

27

No Tempat Lahir Jumlah %

1 Samosir 118 79

2 Luar Kabupaten Samosir 32 21

Jumlah 150 100

Pola Penggunaan Bahasa

Pola Penggunaan Bahasa oleh Suami

4.2.1.1 Pola Penggunaan Bahasa Suami Berdasarkan Hubungan Peran 1. Penggunaan Bahasa Suami Berdasarkan Hubungan Peran

No Hubungan Peran

Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

f % f % f % f %

1 istri 16 57.14 3 10.71 9 32.14 28 100 2 anak 8 28.57 3 10.71 17 60.71 28 100 3 orang tua 18 64.29 3 10.71 7 25.00 28 100 4 saudara 15 53.57 3 10.71 10 35.71 28 100 5 kakek/nenek 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100 6 keluarga 15 53.57 3 10.71 10 35.71 28 100

Dari 75 responden laki-laki , terdapat 28 responden laki-laki yang sudah berkeluarga. Jika berbicara dengan istri 16 responden (57,14%) mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 3 responden (10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 9 responden (32,14%) menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba.

Apabila responden berbicara dengan anaknya hanya 8 orang (28,57%) yang menggunakan bahasa Batak Toba, 3 orang (10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 17 orang (60,71%) menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa


(39)

28

Batak Toba. Di sini dapat kita lihat bahwa bahasa yang digunakan ayah kepada anaknya saat berkomunikasi tidak lagi didominasi oleh bahasa Batak Toba tetapi sudah didomonasi campuran bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Apabila responden berbicara dengan orang tua, 18 orang (64,29%) mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 3 orang ( 10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 7 orang (25%) mengakau menggunakan bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Apabila berbicara dengan saudara, 15 orang (53,57%) menggunakan bahasa Batak Toba, 3 orang (10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 10 orang (35,71%) menggunakan bahasa batak Toba dan bahasa Indonesia. Saat berbicara dengan kakek/nenek 20 orang (71,43%) menggunakan bahasa Batak Toba, 3 orang (10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 5 orang (17,86%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia. Di sini terlihat jelas pemakaian bahasa Batak Toba di antara suami dan kakek/nenek menduduki tempat paling tinggi.Pada saat berbicara dengan anggota keluarga lain 15 orang (53,57%) menggunakan bahasa Batak Toba, 3 orang ( 10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 10 orang (35,71%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Kesimpulan dari data tersebut adalah penggunaan bahasa Batak Toba pada responden suami saat berbicara dengan anggota keluarga cenderung menggunakan bahasa Batak Toba kecuali dengan anak, yaitu cenderung menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.


(40)

29

4.2.1.2 Pola Penggunaan Bahasa Suami BerdasarkanTempat Penggunaan Bahasa

2. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Tempat

No Tempat Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

F % f % F % f %

1

lingkungan tempat

tinggal/tetangga 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100 2 lingkungan kerja 6 21.43 5 17.86 17 60.71 28 100 3 instansi pemerintah 5 17.86 10 35.71 13 46.43 28 100 4 tempat ibadah 5 17.86 3 10.71 20 71.43 28 100 5 di warung 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100 6 di pasar 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100

Dari 28 responden suami jika berbicara di lingkungan tempat tinggal 20 orang (71,43%) mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 3 orang (10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 5 orang (17,86%) menggunakan bahas Batak toba dan bahasa Indonesia.

Bahasa yang digunakan di lingkungan pekerjaan responden mengaku cenderung menggunakan campuran Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia, yaitu sebanyak 17 orang (60,71%), 5 orang (17,86%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 6 orang(21,43%) menggunakan bahasa Batak Toba.

Jika berada di instansi pemerintah, hanya 5 orang (17,86%) responden yang menggunakan bahasa Batak Toba, 10 orang (35,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 13 orang (46,43%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia. Jika berada di tempat ibadah hanya 5 orang (17,86%) saja yang menggunakan bahasa Batak Toba, 3 orang (10,71%) menggunakan bahasa


(41)

30

Indonesia dan 20 orang ( 71,43%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia. Hal ini dipengaruhi tata ibadah di sebagian tempat ibadah tidak lagi hanya menggunakan bahasa Batak Toba tetapi juga bahasa Indonesia.

Jika berada di warung dan di pasar, responden lebih cenderung menggunakan bahasa Batak Toba. Jumlah responden yang menggunakan bahasa Batak Toba di warung dan di pasar ada sebanyak 20 orang (71,43%), 3 orang (10,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 5 orang (17,86%) menggunakan bahasa Batak Toba.

Kesimpulan dari data tersebut bahwa di lingkungan tempat tinggal, di warung dan di pasar, suami cenderung menggunakan bahasa Batak Toba, sedangkan di lingkungan pekerjaan, instansi pemerintah, dan tempat ibadah responden tidak hanya menggunakan bahasa Batak Toba tetapi sudah cenderung menggunakan kedua bahasa yakni bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

4.2.1.3 Penggunaan Bahasa Berdasarkan Peristiwa Bahasa

3. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Peristiwa Bahasa No Peristiwa Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

f % f % F % f %

1 berbicara dengan yang sesuku 16 57.14 2 7.14 10 35.71 28 100

2 berbicara dengan yang tidak sesuku 4 14.29 14 50.00 10 35.71 28 100

3

berbicara dengan orang

tua yang sesuku 18 64.29 2 7.14 8 28.57 28 100

4

berbicara dengan orang

tua yg tidak sesuku 4 14.29 14 50.00 10 35.71 28 100

5

berbicara dengan


(42)

31 yang sesuku

6

berbicara dengan orang yg lebih muda yang tidak sesuku

4 14.29 10 35.71 14 50.00 28 100

7

berbicara jika ada perkumpulan sesama suku Batak

22 78.57 2 7.14 4 14.29 28 100

Bahasa yang digunakan saat berbicara dengan teman sesuku cenderung bahasa Batak Toba yakni sebanyak 57% (16 orang), 2 orang (7,14%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 10 orang (35,71%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Pada saat berbicara dengan teman yang tidak sesuku hanya 4 orang (14,29%) yang menggunakan bahasa Batak Toba, 14 orang (50%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 10 orang (35,71%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan orangtua yang sesuku 18 orang (64,29%) menggunakan bahasa Batak Toba, 2 orang (7,14%) menggunakan bahasa Indonesia, 8 orang (28,57%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia sedangkan ketika berbicara dengan orang tua yang tidak sesuku 4 orang (14,29%) menggunakan bahasa Batak Toba, 14 orang (50%) menggunakan bahasa Indonesia, 10 orang(35,71%) menggunakan bahasa Batak toba dan bahasa Indonesia.

Saat berbicara dengan orang yang lebih muda yang sesuku 10 orang (35,71%) menggunakan bahasa Batak Toba, 6 orang (21,43%) menggunakan bahasa Indonesia, 12 orang (42,86%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia sedangkan saat berbicara dengan orang yang lebih muda yang tidak sesuku 4 orang (14,29%) menggunakan bahasa Batak Toba, 10 orang


(43)

32

(35,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 14 orang (50%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Batak Toba yang lebih cenderung tinggi yakni pada saat perkumpulan sesama suku Batak sebanyak 22 orang (78,57%) responden mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 2 orang (7,14%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 4 orang (14,29%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Dari data yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Batak Toba oleh suamimasih menunjukkan angka yang tinggi pada bentukkomunikasi dengan orang yang sesuku masih, dengan teman, dengan orang yang lebih tua, dan pada perkumpulan suku.Sedangkan penggunaan Bahasa Toba dan Bahasa Indonesiacenderung digunakan pada saat berbicara dengan yang lebih muda yang sesuku.

4.2.2 Pola Penggunaan Bahasa oleh Istri

4.2.2.1 Pola penggunaan Bahasa pada Istri Berdasarkan Hubungan Peran Tabelpenggunaan bahasa pada istri berdasarkan hubungan peran

No Hubungan Peran

Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

F % f % f % f %

1 suami 10 29.41 6 17.65 18 52.94 34 100 2 anak 6 17.65 6 17.65 22 64.71 34 100 3 orang tua 12 35.29 6 17.65 16 47.06 34 100 4 saudara 10 29.41 6 17.65 18 52.94 34 100 5 kakek/nenek 18 52.94 4 11.76 12 35.29 34 100 6 keluarga 10 29.41 4 11.76 20 58.82 34 100


(44)

33

Dari 34 jumlah responden perempuan yang sudah berkeluarga sebanyak 10 reponden (29,41%) mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 6 reponden (17,65%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 18 responden (52, 94%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia. . Di sini terlihat jelas pemakaian campuran bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia di antara istri dan suami menduduki tempat paling tinggi yaitu sebanyak 52,94% dibandingkan dengan Bahasa Indonesia (17,65%) dan bahasa Batak Toba (29,41%).

Apabila responden berbicara dengan anaknya hanya 6 orang (17,65%) yang menggunakan bahasa Batak Toba, 6 orang (17,65%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 22 orang (64,71%) menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba. Di sini dapat kita lihat bahwa bahasa yang digunakan ibu kepada anaknya saat berkomunikasi tidak lagi didominasi oleh bahasa Batak Toba tetapi sudah didomonasi campuran bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Apabila responden berbicara dengan orang tua, 12 orang (35,29%) mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 6 orang ( 17,65%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 16 orang (47,06%) mengaku menggunakan bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Apabila berbicara dengan saudara, 10 orang (29,41%) menggunakan bahasa Batak Toba, 6 orang (17,65%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 18 orang (52,94%) menggunakan bahasa batak Toba dan bahasa Indonesia. Saat berbicara dengan kakek/nenek 18 orang (52,94%) menggunakan bahasa Batak Toba, 4 orang (11,76%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 12 orang (35,29%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.


(45)

34

Pada saat berbicara dengan anggota keluarga lain 10 orang (29,41%) menggunakan bahasa Batak Toba, 4 orang (11,76%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 20 orang (58,82%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Kesimpulan dari data tersebut adalah penggunaan bahasa Batak Toba pada responden istri tingkat pemertahanan bahasa Batak Toba masih tinggi pada saat berbicara dengan kakek/nenek (52,94%) dan sangat rendah ketika berbicara dengan anak (17,65%).

4.2.2.2 Penggunaan Bahasa pada Istri Berdasarkan Tempat

Tabel Penggunaan Bahasa Berdasarkan Tempat

No Tempat Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

f % f % F % F %

1 lingkungan tempat tinggal/tetangga 8 23.53 5 14.71 21 61.76 34 100 2 lingkungan kerja 4 11.76 5 14.71 25 73.53 34 100 3 instansi pemerintah 4 11.76 5 14.71 25 73.53 34 100 4 tempat ibadah 4 11.76 5 14.71 25 73.53 34 100 5 di warung 10 29.41 5 14.71 19 55.88 34 100 6 di pasar 10 29.41 5 14.71 19 55.88 34 100

Dari 34 responden istri jika berbicara di lingkungan tempat tinggal 8 orang (23,53%) mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 5 orang (14,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 21 orang (61,76%) menggunakan bahas Batak toba dan bahasa Indonesia.

Responden menyatakan bahasa yang digunakan di lingkungan pekerjaan cenderung campuran Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia yaitu sebanyak 25


(46)

35

orang (73,53%), 5 orang (14,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 4 orang(11,76%) menggunakan bahasa Batak Toba.

Jika berada di instansi pemerintah hanya 4 orang (11,76%) responden yang menggunakan bahasa Batak Toba, 5 orang (14,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 25 orang (73,53%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia. Jika berada di tempat ibadah hanya 4 orang (11,76%) saja yang menggunakan bahasa Batak Toba, 5 orang (14,71%) menggunakan bahasa Indonesia dan 25 orang ( 73,53%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia. Hal ini dipengaruhi tata ibadah di sebagian tempat ibadah tidak lagi hanya menggunakan bahasa Batak Toba tetapi juga bahasa Indonesia.

Jika berada di warung dan di pasar responden lebih cenderung menggunakan bahasa Batak Toba. Jumlah responden yang menggunakan bahasa Batak Toba di warung dan di pasar ada sebanyak 10 orang (29,41 %), 5 orang (14,71%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 19 orang (55,88%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pemertahanan bahasa Batak Toba di lingkungan kerja, tempat ibadah, dan instansi pemerintah sangat rendah yakni hanya sebanyak 11, 76% dan penggunaan bahasa Batak toba tertinggi terjadi dalam komunikasi di pasar dan di warung yakni masing-masing sebanyak 29,41%. Bahasa yang paling sering digunakan berdasarkan tempat penggunaan bahasa adalah campuran bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.


(47)

36

4.2.2.3 Penggunaan bahasa pada Istri berdasarkan peristiwa Tabel Penggunaan Bahasa pada Istri berdasarkan peristiwa

No Peristiwa Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

F % f % f % f %

1 berbicara dengan yang sesuku 7 20.59 6 17.65 21 61.76 34 100

2 berbicara dengan yang tidak sesuku 3 8.82 20 58.82 11 32.35 34 100

3

berbicara dengan orang tua yang

sesuku 18 52.94 6 17.65 10 29.41 34 100

4

berbicara dengan orang tua yg

tidak sesuku 3 8.82 20 58.82 11 32.35 34 100

5 berbicara dengan orang yg lebih muda yang sesuku 6 17.65 6 17.65 22 64.71 34 100

6 berbicara dengan orang yg lebih muda yang tidak sesuku 3 8.82 6 17.65 25 73.53 34 100

7

berbicara jika ada perkumpulan

sesama suku Batak 18 40.91 6 13.64 20 45.45 44 100

Dalam peristiwa bahasa, bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan teman sesuku penggunaan bahasa Batak Toba sebesar 20,59% , 6 orang ( 17,65 %) menggunakan bahasa Indonesia, dan 21 orang (61,76%) menggunakan campuran bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Pada saat berbicara dengan teman yang tidak sesuku hanya 3 orang (8,82%) yang menggunakan bahasa Batak Toba, 20 orang (58, 82%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 11 orang (32,35%) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan orangtua yang sesuku 18 orang (52,94%) menggunakan bahasa Batak Toba,6 orang (17,65%) menggunakan bahasa Indonesia, 10 orang (29,41%) menggunakan bahasa Batak


(48)

37

Toba dan bahasa Indonesia sedangkan ketika berbicara dengan orang tua yang tidak sesuku 3 orang (8,82%) menggunakan bahasa Batak Toba, 20 orang (45,45%) menggunakan bahasa Indonesia, 11 orang (32,35%) menggunakan campuran bahasa Batak toba dan bahasa Indonesia.

Saat berbicara dengan orang yang lebih muda yang sesuku 6 orang (17,65%) menggunakan bahasa Batak Toba, 6 orang (17,65%) menggunakan bahasa Indonesia, 22 orang (64,71%) menggunakan campuran bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia sedangkan saat berbicara dengan orang yang lebih muda yang tidak sesuku 3 orang ( 8,82%) menggunakan bahasa Batak Toba, 6 orang (17,65%) menggunakan bahasa Indonesia, dan 25 orang (73,53 %) menggunakan bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Batak Toba yang lebih cenderung tinggi yakni pada saat perkumpulan sesama suku Batak sebanyak 18 orang (40,91%) responden mengaku menggunakan bahasa Batak Toba, 6 orang (17,65 %) menggunakan bahasa Indonesia, dan 20 orang (45,45%) menggunakan campuran bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Batak Toba oleh istri masih menempati posisi teratas pada saat melakukan komunikasi dengan orang tua yang sesuku yaitu 52,94%, sedangkan penggunaan Bahasa Batak Toba paling rendah digunakan pada saat berkomunikasi dengan orang yang tidak sesuku dan dengan orang tua yang tidak sesuku yaitu 8,82%. Penggunaan Bahasa Indonesia yang paling dominan (58.8%) terjadi dalam komunikasi dengan orang yang tidak sesuku dan dengan orang tua yang tidak sesuku. Sedangkan


(49)

38

penggunaan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia (73,53%) menduduki posisi paling atas dalam komunikasi dengan orang yang lebih muda yang tidak sesuku.

Pola Penggunaan Bahasa oleh Orang Yang Belum Berkeluarga

4.2.3.1Pola Penggunaan bahasa oleh Orang yang belum Berkeluarga Berdasarkan Hubungan Peran

No Hubungan Peran

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak

Toba

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Toba dan

Bahasa Indonesia

F % f % f % f %

1 Orangtua 31 35.23 12 13.64 45 51.14 88 100 2 Saudara 31 35.23 12 13.64 45 51.14 88 100 3 kakek/nenek 38 43.18 9 10.23 41 46.59 88 100

4 anggota keluarga lainnya 31 35.23 12 13.64 45 51.14 88 100

Dari 88 jumlah responden yang belum berkeluarga 31 orang (35,23%) mengaku menggunakan Bahasa Batak Toba dalam berkomunikasi dengan orang tua. Hal yang sama juga berlaku untuk komunikasi dengan saudara dan dengan anggota keluarga lainnya, sedangkan 38 orang atau (43,18%) menggunakan Bahasa Batak Toba dalam berkomunikasi dengan kakek/nenek.

Penggunaan Bahasa Indonesia oleh orang yang belum berkeluarga paling tinggi digunakan saat berkomunikasi dengan orang tua, dengan saudara, dan dengan anggota keluarga lainnya yaitu 13%.

Penggunaan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia digunakan oleh 45 orang (51,14%) saat berkomunikasi dengan orang tua, dengan saudara dan dengan


(50)

39

anggota keluarga lainnya, sedangkan komunikasi dengan kakek/nenek hanya digunakan oleh 41 orang (46,59%)

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Batak Toba oleh orang yang belum berkeluarga menduduki posisi teratas saat berkomunikasi dengan kakek/nenek. Penggunaan Bahasa Indonesia paling banyak digunakan saat berkomunikasi dengan saudara, dengan orang tua dan dengan saudara lainnya secara merata. Penggunaan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia paling sering digunakan saat berkomunikasi dengan saudara, dengan orang tua dan dengan anggota keluarga lainnya.

Penggunaan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia atau bahasa campuran adalah bahasa yang paling dominan digunakan oleh orang yang belum berkeluarga.Hal ini memperlihatkan bahwa pemertahan Bahasa Batak Toba sudah semakin rendah dikalangan orang muda yang belum berkeluarga.

4.2.3.2 Pola Penggunaan Bahasa Berdasarkan Tempat

No Tempat Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

f % f % f % f %

1

lingkungan tempat

tinggal/tetangga 27 30.68 12 13.64 49 55.68 88 100 2 lingkungan kerja 8 9.09 29 32.95 51 57.95 88 100 3 instansi pemerintah 8 9.09 29 32.95 51 57.95 88 100 4 tempat ibadah 8 9.09 12 13.64 68 77.27 88 100 5 di warung 32 36.36 12 13.64 44 50.00 88 100 6 di pasar 32 36.36 12 13.64 44 50.00 88 100


(51)

40

Dari 88 jumlah responden yang belum berkeluarga 27 orang (30,68%) mengaku menggunakan Bahasa Batak Toba dalam berkomunikasi di lingkungan tempat tinggal/ tetangga. Penggunaan Bahasa Batak Toba di lingkungan kerja, instansi pemerintah dan tempat ibadah digunakan oleh 8 orang (9,09%), sedangkan 32 orang (36,36%) menggunakan Bahasa Batak Toba di warung dan pasar.

Penggunaan Bahasa Indonesia di lingkungan kerja dan instansi pemerintah adalah angka paling tinggi yaitu oleh 29 orang (32.95%)sedangkan di lingkungan tempat tinggal, tempat ibadah, warung dan pasar hanya digunakan oleh 12 orang (13,64%).

Penggunaan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia paling tinggi digunakan di tempat ibadah yaitu 68 orang (77,27%) disusul oleh 51 orang (57,95%) di lingkungan kerja dan instansi pemerintah. Sebanyak 49 orang (55,68%) menggunakan Bahasa campuran di lingkungan tempat tinggal/ tetangga, sedangkan di warung dan pasar hanya digunakan oleh 44 orang (50 %).

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia (campuran) adalah bahasa yang paling banyak digunakan oleh orang yang belum berkeluarga dibanding penggunaan Bahasa Batak Toba, sedangkan penggunan Bahasa Indonesia adalah yang paling rendah di kalangan orang yang belum berkeluarga.


(52)

41 No Peristiwa Penggunaan Bahasa Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

f % f % f % f %

1 berbicara dengan yang sesuku 27 30.68 14 15.91 47 53.41 88 100

2 berbicara dengan yang tidak sesuku 8 9.09 58 65.91 22 25.00 88 100

3

berbicara dengan orang tua

yang sesuku 62 70.45 15 17.05 11 12.50 88 100

4

berbicara dengan orang tua

yg tidak sesuku 4 4.55 53 60.23 31 35.23 88 100

5

berbicara dengan orang yg

lebih muda yang sesuku 15 17.05 16 18.18 57 64.77 88 100

6

berbicara dengan orang yg lebih muda yang tidak sesuku

8 9.09 58 65.91 22 25.00 88 100

7

berbicara jika ada perkumpulan sesama suku Batak

33 37.50 18 20.45 37 42.05 88 100

Dari 88 responden, Bahasa Batak Toba digunakan oleh 27 orang (30,68%) dalam berkomunikasi dengan orang yang sesuku, sedangkan dengan orang yang tidak sesuku hanya digunakan oleh 8 orang (9,09%). Sebanyak 62 orang (70,45%) menggunakan Bahasa Batak Toba dalam komunikasi dengan orang tua yang sesuku sedangkan dengan orang tua yang tidak sesuku hanya digunakan oleh 4 orang (4,55%). Bahasa Batak Toba masih banyak digunakan oleh orang yang belum berkeluarga pada perkumpulan sesama suku Batak, yaitu oleh 33 orang (37,50%). Ketika berbicara dengan orang yang lebih muda yang sesuku, penggunaan Bahasa Batak Toba adalah 17,05% yaitu 15 orang sedangkan 8 orang (9,09%) lainnya menggunakan Bahasa Batak Toba dengan orang yang lebih muda yang tidak sesuku.

Penggunaan Bahasa Indonsia oleh orang yang belum berkeluarga paling banyak digunakan pada saat berkomunikasi dengan orang yang tidak sesuku, dan dengan


(53)

42

orang yang lebih muda yang tidak sesuku yaitu 58 orang (65,91%), disusul oleh 53 orang (60,23%) pada saat berkomunikasi dengan orang tua yang tidak sesuku. Sisanya menggunakan Bahasa Indonesia pada perkumpulan suku Batak yaitu 18 orang (20,45%), dengan orang lebih muda yang sesuku yaitu 16 orang (18,18%), dengan orang tua yang sesuku yaitu 15 orang (17,05%), dan tingkat penggunaan Bahasa Indonesia paling rendah adalah 14 orang (15,91%) yang digunakan saat berkomunikasi dengan yang sesuku.

Penggunaan Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia (campuran) paling banyak digunakan oleh 57 orang (64,77%) pada saat berkomunikasi dengan orang yang lebih muda yang sesuku, diikuti oleh 47 orang (53,41%) pada saat berkomunikasi dengan orang yang sesuku. Dalam pertemuan sesama suku Batak, bahasa campuran digunakan oleh 37 orang (42,05%), sedangkan dengan orang tua yang tidak sesuku, bahasa campuran digunakan oleh 31 orang (35,23%). Berbicara dengan yang tidak sesuku dan dengan orang yang lebih muda menempati jumlah yang sama yaitu oleh 22 orang (25%) sedangkan penggunaan bahasa campuran paling sedikit digunakan pada saat berbicara dengan orang tua yang sesuku yaitu 11 orang (12,50%)

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan Bahasa Batak Toba hanya digunakan oleh 62 orang pada saat berbicara dengan orang tua yang sesuku sedangkan untuk orang yang tidak sesuku, penggunaan Bahasa Indonesia sudah sangat tinggi bahkan hampir menyaingi penggunaan Bahasa Batak Toba. Penggunaan bahasa campuran sudah merata pada kisaran 11-47 orang dari 88 responden dalam berkomunikasi sehari-hari.Hal ini menunjukkan bahwa


(54)

43

penggunaan Bahasa Batak Toba sudah semakin menurun tingkat penggunaannya di kalangan orang muda yang belum berkeluarga.

Sikap Penggunaan Bahasa

Sikap penggunaan bahasa adalah faktor utama terhadap pemertahanan sebuah bahasa.Dalam penelitian ini dapat ditemukan dua sikap penggunaan bahasa Batak Toba yang dipengaruhi oleh rentang umur dan interaksi sosial masyarakat. Kedua sikap itu adalah:

(1) Sikap penggunan bahasa secara positif yang berarti mempertahankan penggunaan bahasa Batak Toba dalam komunikasi antar peran kekeluargan ataupun dalam komunikasi antar kelompok.

(2) Sikap penggunaan bahasa secara negatif yang berarti timbulnya gejala penggunaan bahasa diluar bahasa Batak Toba dalam komunikasi antar peran keluarga maupun dalam komunikasi antar kelompok yang menyebabkan menurunnya tingkat penggunaan bahasa Batak Toba.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai sikap penggunaan bahasa Batak Toba dalam kaitannya terhadap pemertahanan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir diperoleh hasil sebagai berikut:

Kategori umur dibawah 20 tahun (70 orang) cenderung bersikap sebagai pengguna Bahasa Batak Toba secara negatif karena tidak menggunakan bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas sebagai generasi penerus pengguna Bahasa Batak Toba, melainkan mengikuti arus penggunaan Bahasa Indonesia sebagai


(55)

44

lambang identitas sosial di masyarakat.Hal itu dapat dilihat dari lunturnya nilai kebanggan terhadap Bahasa Batak Toba.

Kategori umur 20 tahun dan seterusnya (80 orang)cenderung bersikap sebagai pengguna Bahasa Batak Toba secara positif karena masih menjadikan Bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar yang resmi dan tetap mempertahankan penggunaan Bahasa Batak Toba secara benar dan taat norma. Kategori ini juga menunjukkan status sosial mereka melalui penggunaan Bahasa Batak Toba dengan tidak terpengaruh oleh penggunaan Bahasa Indonesia. Dengan kata lain, kategori ini memiliki kesetiaan terhadap Bahasa Batak Toba dan menunjukkan kebanggan terhadap kemampuan menggunakan Bahasa Batak Toba dalam komunikasi sosial.


(56)

45

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir memiliki pola sebagai berikut:

Pola penggunaan bahasa oleh suami berdasarkan peran menunjukkan 20 orang menggunakan Bahasa Batak Toba ketika berkomunikasi dengan kakek atau nenek sebagai nilai tertinggi penggunan Bahasa Batak Toba, sedangkan nilai paling rendah adalah saat berkomunikasi dengan anak yang hanya digunakan oleh 8 orang. Pola penggunaan bahasa suami berdasarkan tempat menunjukkan 20 orang sebagai nilai paling tinggi penggunaan Bahasa Batak Toba di lingkungan tempat tinggal dan pasar, sedangkan nilai terendah yaitu 5 orang menggunakan Bahasa Batak Toba di instansi pemerintah dan tempat ibadah. Pola penggunaan bahasasuami berdasarkan peristiwa bahasa menunjukkan nilai tertinggi penggunaan Bahasa Batak Toba dalam komunikasi dalam perkumpulan sesama Batak yaitu 22 orang dan nilai terendah hanya 4 orang saat berkomunikasi dengan orang tua dan orang lebih muda uang tidak sesuku.

Pola penggunaan bahasa oleh istri berdasarkan peran menunjukkan 18 orang menggunakan Bahasa Batak Toba ketika berkomunikasi dengan kakek atau nenek sebagai nilai tertinggi penggunan Bahasa Batak Toba, sedangkannilai paling rendah adalah saat berkomunikasi dengan anak yang hanya digunakan oleh 6 orang. Pola penggunaan bahasa istriberdasarkan tempat menunjukkan 10 orang


(57)

46

sebagai nilai paling tinggi penggunaan Bahasa Batak Toba warung dan pasar, sedangkan nilai terendah yaitu 4 orang menggunakan Bahasa Batak Toba di tempat kerja, instansi pemerintah dan tempat ibadah. Pola penggunaan bahasa istri berdasarkan peristiwa bahasa menunjukkan nilai tertinggi penggunaan Bahasa Batak Toba dalam komunikasi dalam perkumpulan sesama Batak dan orang tua sesuku yaitu 18 orang dan nilai terendah hanya 3 orang saat berkomunikasi dengan orang tua dan orang lebih muda uang tidak sesuku.

Pola penggunaan bahasa oleh yang belum berkeluarga berdasarkan peran menunjukkan 38 orang menggunakan Bahasa Batak Toba ketika berkomunikasi dengan kakek atau nenek sebagai nilai tertinggi penggunan Bahasa Batak Toba, sedangkan nilai paling rendah adalah saat berkomunikasi dengan orang tua, saudara dan keluarga lainnya yang digunakan oleh 31 orang. Pola penggunaan bahasa yang belum berkeluarga berdasarkan tempat menunjukkan 32 orang sebagai nilai paling tinggi penggunaan Bahasa Batak Toba di warung dan pasar, sedangkan nilai terendah yaitu 8 orang menggunakan Bahasa Batak Toba di lingkungan kerja, instansi pemerintah dan tempat ibadah. Pola penggunaan bahasa yang belum berkeluarga berdasarkan peristiwa bahasa menunjukkan nilai tertinggi penggunaan Bahasa Batak Toba dalam komunikasi dengan orang tua sesuku yaitu 62 orang dan nilai terendah hanya 4 orang saat berkomunikasi dengan orang tua tidak sesuku.

Sikap penggunaan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir menunjukkan 2 fenomena yaitu, sikap penggunaan Bahasa Batak Toba secara negatif dilakukan oleh penduduk yang berumur dibawah 20 tahun


(58)

47

sedangkan penduduk yang berumur diatas 20 tahun masih menunjukkan tingginya tingkat pemertahanan Bahasa Batak Toba. Jadi dapat disimpulkan bahwa penduduk Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir masih memperlihatkan pemertahanan Bahasa Batak Tobayang sangat tinggi karena seiring berjalannya waktu, penduduk yang berumur dibawah 20 tahun akan semakin meningkatkan kemampuannya menggunakan Bahasa Batak Toba saat berusia diatas 20 tahun. Hal tersebuat dipengaruhi oleh faktor adat dan kultur budaya yang masih tinggi yang mengharuskan seseorang yang sudah dewasa membawa peran sebagai orang tua. Dengan demikian penggunaan Bahasa Batak Toba akan mendominasi interaksi sosialnya di masyarakat. Keadaan ini akan terus berlangsung untuk setiap generasi sepanjang masyarakat Batak Toba Kecamatan Pangururan masih berpegang terhadap kearifan lokal dan kultur budaya yang mewajibkan setiap anggota masyarakat memiliki peran masing-masing.

Saran

Penelitian ini masih jauh dari sempurna untuk dijadikan sebagai landasan terhadap nilai pemertahanan Bahasa Batak Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.Oleh karena itu, peneliti merasa sangat perlu diadakan penelitian lanjutan untuk menyempurnakan penelitian ini. Salah satu penelitian yang sangat dibutuhkan untuk melengkapi penelitian ini adalah alasan kebanggaan masyarakat Batak Toba di Kecamatan Pangururan untuk tetap mempertahankan penggunaan Bahasa Batak Toba dan langkah-langkah untuk mencegah masuk dan berkembangnya pengaruh luar yang bisa mengancam pemertahan Bahasa Batak


(59)

48

Toba. Keinginan untuk mempertahankan Bahasa Batak Toba sebagai salah satu kearifan lokal di Kecamatan Pangururan harus menjadi prioritas semua lapisan masyarakat untuk tetap menunjukkan identitas daerah tujuan wisata kawasan Danau Toba sebagai Negeri Indah Kepingan Surga.


(60)

49

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Lukman, dkk.1991. KamusBesarBahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka. Alwi, Hasan,dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Anwar, Khaidir. 1990. Fungsi dan Peran Bahasa: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. PengantarSosiolinguistik. Bandung : Refika Aditama.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.1995.SosiolinguistikPerkenalanAwal. Jakarta: Rineke Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung:Eresco.

Faisal, Sanapiah. 1999. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.

Gunarwan, F. Suratmo. 2002. Panduan Penelitian Multidisiplin. Bogor. Institut Pertanian Bogor Press.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa : Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Muhadjir, dkk. 1979. Fungsi dan Kedudukan Dialek Jakarta. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Nababan,P.W.J, dkk. 1992. SurveiKedwibahasaan Di Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Nawawi, Haradi. 1985. MetodePenelitianBidangSosial.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Purba, Antilan. 1996. Kompetensi Komunikatif Bahasa Indonesia: Ancangan Sosiolinguistik. Medan: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Medan.


(61)

50

Samarin, William J. 1988.Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.

Siregar, Bahren Umar, dkk. 1998. PemertahananBahasadanSikapBahasaKasusMasyarakat Bilingual di Medan.Jakarta :Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Lingiustik Struktural. Surakarta: UNS Press.

Sudaryanto . 1993. MetodedanTeknikAnalisisBahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudjana.2002.Metode Statistik. Bandung:Tarsito.

Suhardi, Basuki, dkk.1995. TeoridanMetodeSosiolinguistik I.Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Umar, Azhar dan Delvi Napitupulu. 1994. SosiolinguistikdanPsikolinguistikSuatuPengantar. Medan: Pustaka Widyasarana.

Tesis

Deliana. 2000. Faktor-FaktorPemertahananBahasaMinangkabau di Kota Medan,

StudiKasusPedagang-PedagangMinangkabau Bilingual di PasarSukaramai.Medan: Pascasarjana USU.

Rumondang,S. 2002. KajianKasusTentang Tingkat PemertahananBahasaPadaMasyarakatBatak Toba di Medan BerdasarkanPerilakuPilihBahasa. Medan: Pascasarjana USU.

Skripsi

Apriani, Rini. 2009. “Bilingualisme Pada Masyarakat Simalungun di Kecamatan Pematang Raya”. Medan: Fakultas Sastra USU.


(62)

51

Bangun, Irawati. 2012. “Pola Pemertahanan Bahasa Bagi Penutur Bahasa Karo di Berastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara”. Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.

Suryani, Lilis.2006. “Pemertahanan Bahasa Batak Toba di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau”.Medan: Fakultas Sastra USU.

Suryati, Rida Gultom. 2012. “Pergeseran Bahasa Bagi Penutur Batak Toba di Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru”. Medan: Fakultas Sastra USU.


(63)

53 Jumlah Keseluruhan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah %

1 laki-laki 14918 50

2 Perempuan 14971 50

Jumlah 29889 100

Jumlah Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jlh %

1 < 20 70 47

2 20-39 40 27

3 40 ≤ 40 27

Jumlah 150 100

Jumlah Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

No usia laki-laki perempuan Jumlah %

Jlh % jlh %

1 < 20 35 47 35 47 70 47

2 20-39 20 27 20 27 40 27

3 40 ≤ 20 27 20 27 40 27


(64)

54

Tabel Pendidikan Responden

No Pendidikan Jumlah %

1 SD/sederajat 26 17

2 SMP/sederajat 33 22

3 SMA/sederajat 54 36

4 Akademi/Universitas 37 25

Jumlah 150 100

Tempat Lahir Responden

No Tempat Lahir Jumlah %

1 Samosir 118 79

2 Luar Kabupaten Samosir 32 21

Jumlah 150 100

Status Perkawinan Responden

No Status Perkawinan Jumlah %

1 Kawin 62 41


(65)

55

Jumlah 150 100

Tabel Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Jumlah % 1 Pegawai Negeri 26 17

2 Wiraswasta 33 22

3 Petani 36 24

4 Lainnya 55 37

Jumlah 150 100

SUAMI

1. Penggunaan Bahasa Suami Berdasarkan Hubungan Peran

No Hubungan Peran

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak

Toba

Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Toba dan Bahasa

Indonesia

f % f % f % f %

1 Istri 16 57.14 3 10.71 9 32.14 28 100

2 Anak 8 28.57 3 10.71 17 60.71 28 100

3 orang tua 18 64.29 3 10.71 7 25.00 28 100 4 Saudara 15 53.57 3 10.71 10 35.71 28 100 5 kakek/nenek 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100


(66)

56

6 Keluarga 15 53.57 3 10.71 10 35.71 28 100 2. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Tempat

No Tempat

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

f % f % f % f %

1

lingkungan tempat

tinggal/tetangga 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100 2 lingkungan kerja 6 21.43 5 17.86 17 60.71 28 100 3 instansi pemerintah 5 17.86 10 35.71 13 46.43 28 100 4 tempat ibadah 5 17.86 3 10.71 20 71.43 28 100 5 di warung 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100 6 di pasar 20 71.43 3 10.71 5 17.86 28 100

3. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Peristiwa Bahasa

No Peristiwa

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak

Toba Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Toba dan Bahasa

Indonesia

f % f % f % f %

1 berbicara dengan yang sesuku 16 57.14 2 7.14 10 35.71 28.00 100

2 berbicara dengan yang tidak sesuku 4 14.29 14 50.00 10 35.71 28.00 100

3 berbicara dengan orang tua yang sesuku 18 64.29 2 7.14 8 28.57 28.00 100

4 berbicara dengan orang tua yg tidak sesuku 4 14.29 14 50.00 10 35.71 28.00 100

5 berbicara dengan orang yg lebih muda yang sesuku 10 35.71 6 21.43 12 42.86 28.00 100


(67)

57

7 berbicara jika ada perkumpulan sesama suku Batak 22 78.57 2 7.14 4 14.29 28.00 100

ISTRI

1. Penggunaan Bahasa Istri Berdasarkan Hubungan Peran

No Hubungan Peran

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak

Toba Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Toba dan Bahasa

Indonesia

f % f % f % f %

1 Suami 10 29.41 6 17.65 18 52.94 34 100

2 Anak 6 17.65 6 17.65 22 64.71 34 100

3 orang tua 12 35.29 6 17.65 16 47.06 34 100

4 Saudara 10 29.41 6 17.65 18 52.94 34 100

5 kakek/nenek 18 52.94 4 11.76 12 35.29 34 100

6 Keluarga 10 29.41 4 11.76 20 58.82 34 100

2. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Tempat

No Tempat

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa

Indonesia

Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

f % f % f % f %

1 lingkungan tempat tinggal/tetangga 8 23.53 5 14.71 21 61.76 34 100

2 lingkungan kerja 4 11.76 5 14.71 25 73.53 34 100

3 instansi pemerintah 4 11.76 5 14.71 25 73.53 34 100

4 tempat ibadah 4 11.76 5 14.71 25 73.53 34 100


(68)

58

6 di pasar 10 29.41 5 14.71 19 55.88 34 100

3. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Peristiwa Bahasa

No Peristiwa

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak

Toba Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Toba dan Bahasa

Indonesia

f % f % f % f %

1 berbicara dengan yang sesuku 7 20.59 6 17.65 21 61.76 34 100

2 berbicara dengan yang tidak sesuku 3 8.82 20 58.82 11 32.35 34 100

3 berbicara dengan orang tua yang sesuku 18 52.94 6 17.65 10 29.41 34 100

4 berbicara dengan orang tua yg tidak sesuku 3 8.82 20 58.82 11 32.35 34 100

5 berbicara dengan orang yg lebih muda yang sesuku 6 17.65 6 17.65 22 64.71 34 100

6 berbicara dengan orang yg lebih muda yang tidak sesuku 3 8.82 6 17.65 25 73.53 34 100


(69)

59

ORANG YANG BELUM BERKELUARGA 1. Hubungan Peran

No Hubungan Peran

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak

Toba Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Toba dan Bahasa

Indonesia

f % f % f % f %

1 Orangtua 31 35.23 12 13.64 45 51.14 88 100 2 Saudara 31 35.23 12 13.64 45 51.14 88 100 3 kakek/nenek 38 43.18 9 10.23 41 46.59 88 100

4 anggota keluarga lainnya 31 35.23 12 13.64 45 51.14 88 100

2. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Tempat

No Tempat

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba dan

Bahasa Indonesia

f % f % f % f %

1

lingkungan tempat

tinggal/tetangga 27 30.68 12 13.64 49 55.68 88 100

2 lingkungan kerja 8 9.09 29 32.95 51 57.95 88 100

3 instansi pemerintah 8 9.09 29 32.95 51 57.95 88 100

4 tempat ibadah 8 9.09 12 13.64 68 77.27 88 100

5 di warung 32 36.36 12 13.64 44 50.00 88 100


(70)

60

3. Penggunaan Bahasa Berdasarkan Peristiwa Bahasa

No Peristiwa

Penggunaan Bahasa

Jumlah Bahasa Batak Toba Bahasa Indonesia

Bahasa Batak Toba dan

Bahasa Indonesia

f % f % f % f %

1 berbicara dengan yang sesuku 27 30.68 14 15.91 47 53.41 88 100.00

2 berbicara dengan yang tidak sesuku 8 9.09 58 65.91 22 25.00 88 100.00

3 berbicara dengan orang tua yang sesuku 62 70.45 15 17.05 11 12.50 88 100.00

4 berbicara dengan orang tua yg tidak sesuku 4 4.55 53 60.23 31 35.23 88 100.00

5 berbicara dengan orang yg lebih muda yang sesuku 15 17.05 16 18.18 57 64.77 88 100.00

6

berbicara dengan orang yg lebih muda yang tidak

sesuku 8 9.09 58 65.91 22 25.00 88 100.00


(71)

61

Kuesioner

Angket ini berisi pertanyaan untuk mengetahui bagaimana peranan dan penggunaan bahasa Batak Toba bagi penutur bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir khususnya di Kecamatan Pangururan. Pertanyaan yang diajukan tidak memiliki klasifikasi penilaian jawaban benar atau salah. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan Anda untuk mengisi angket ini dengan sebaik-baiknya.Terima kasih.

Daftar Pertanyaan

1. Apa jenis kelamin anda? a. Laki-laki

b. Perempuan

2. Berapakah usia anda saat ini? a. kurang dari 20 tahun b. 20-39 tahun

c. 40 tahun ke atas

3. Apakah anda sudah berkeluarga? a. sudah

b. belum

4. Apakah pekerjaan anda? a. Pegawai Negeri b. Wiraswasta c. Petani

d. Lainnya (……….) 5. Pendidikan tertinggi anda?

a. Akademi/perguruan tinggi b. SLTA

c. SMP d. SD

6. Dimanakah tempat lahir anda? a. Di wilayah Kabupaten Samosir b. Di luar wilayah Kabupaten Samosir

7. Sudah berapa lamakah anda tinggal di wilayah Kabupaten Samosir? a. Antara 5-10 tahun

b. Lebih dari 10 tahun

8. Seberapa sering Anda meninggalkan daerah tempat tinggal Anda (keluar Kabupaten Samosir) ?

a. Sangat sering b. Sering


(72)

62 c. Jarang

9. Bahasa apakah yang Anda pergunakan jika berbicara dengan orangtua Anda? a. Bahasa Batak Toba

b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

10.Bahasa apakah yang anda pergunakan jika berbicara dengan saudara/i Anda? a. Bahasa Batak Toba

b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

11.Bahasa apa yang anda pergunakan jika berbicara dengan kakek/nenek Anda? a. Bahasa Batak Toba

b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

12.Bahasa apakah yang anda pergunakan jika berbicara dengan suami/istri Anda? (bagi yang sudah berkeluarga)

a. Bahasa Batak Toba b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

13.Bahasa apakah yang anda pergunakan jika berbicara dengan anak Anda? (bagi yang sudah berkeluarga)

a. Bahasa Batak Toba b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

14.Bahasa apakah yang anda pergunakan dengan anggota keluarga lainnya? a. Bahasa Batak Toba

b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

15.Bahasa apakah yang anda pergunakan dengan tetangga atau di lingkungan tempat tinggal Anda?

a. Bahasa Batak Toba b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

16.Bahasa apakah yang anda pergunakan di lingkungan kerja Anda? a. Bahasa Batak Toba

b. Bahasa Indonesia

c. Bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia

17.Bahasa apakah yang Anda pergunakan jika berada di bank, kantor PLN/PAM, dan Instansi pemerintah?


(1)

42.Penggunaan bahasa daerah selain bahasa Indonesia hanya meningkatkan keterbelakangan.

a. Setuju

b. Kurang Setuju c. Tidak Setuju


(2)

67


(3)

(4)

69

DOKUMENTASI BEBERAPA RESPONDEN

KETIKA MENGISI KUESIONER


(5)

(6)