Konsep Integritas Nasional Indonesia

Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI 40 Integritas Nasional sebagai konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya berlandaskan pada aliran pemikiran atau paham integralistik yang dicetuskan oleh G.W.F. Hegl 1770-1831. Teori ini dikemukakan dalam hubungan dengan paham idealisme. Menurut paham tersebut untuk mengenal dan memahami sesuatu harus dicari kaitannya dengan yang lain. Untuk mengenal manusia misalnya, harus dikaitkan dengan masyarakat dimana ia hidup dan untuk mengenal suatu masyarakat harus dicari kaitannya dengan proses sejarahnya. Bagaimana pemikiran atau konsep integritas nasional dalam kerangka negara kesatuan kita ? Berikut ini akan diuraikan tentang konsep Integrasi Nasional dimaksud.

2. Konsep Integritas Nasional Indonesia

Pemahanan integralistik yang dianut oleh bangsa Indonesia bersumber dari pemikiran Mr. Soepomo yang disampaikan di depan sidang BPUPKI pada tahun 1945. Paham integralistik ini merupakan salah satu aliran dalam teori tentang negara. Menurut aliran pikiran integralistik ini, negara dibentuk tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 41 Negara ialah suatu masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Hal yang terpenting dalam negara yang berdasarkan aliran pikiran integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berdasakan pemikiran itu, maka semangat dan struktur kerohanian, dari bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti yaitu persatuan antar dunia luar dan dunia batin, antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai seseorang, golongan manusia dalam suatu masyarakat dan golongan-golongan lain dari masyarakat itu, dan tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia seluruhnya dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup dharma sendiri-sendiri menurut kodrat alam. Segala golongan mahluk, segala sesuatu saling berpengaruh dan kehidupan mereka bersangkut paut. Hal itu merupakan idea totaliter, idea integralistik dari bangsa Indonesia, yang terwujud juga dalam susunan tata negaranya yang asli. Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI 42 Dalam suasana persatuan antara rakyat dan pimpinannya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong royong, dan semangat kekeluargaan. Menurut aliran pikiran tentang negara integralistik yang dianggap sesuai dengan semangat Indonesia asli itu, negara tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat golongan politik atau ekonomi yang paling kuat, akan tetapi mengatasi segala golongan dan segala seseorang, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya. Dari uraian Mr. Soepomo di atas dapat dikemukakan bahwa didalam masyarakat yang integralistik, setiap anggota, warga, dan setiap golongan diakui dan dihormati kehadiran dan keberadaannya eksistensinya, diakui hak dan kewajiban serta fungsinya masing-masing dalam mencapai tujuan bersama. Sebaliknya setiap warga negara, setiap anggota, dan setiap golongan berkewajiban dan bertanggung jawab atas terlindunginya kepentingan, keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat seluruhnya. Dengan paham integralistik atau kebersamaan, bangsa Indonesia percaya akan dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Secara rinci ciri-ciri tata nilai integralistik menurut Suprapto 1994 adalah sebagai berikut: Modul Diklat Prajabatan Golongan III 43 a. Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis; b. Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya secara keseluruhan. Masing-masing anggota, bagian, golongan memiliki tempat dan kewajiban dharma sendiri-sendiri merupakan persatuan hidup. c. Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting. d. Tidak terjadi dominasi mayoritas dan tirani minoritas. e. Tidak memberi tempat bagi paham invidualisme, liberalisme dan totalitarisme. f. Mengutamakan keselamatan maupun kesejahteraan, kebahagiaan bagi seluruh bangsa dan negara. g. Mengutamakan penunaian kewajiban daripada penuntutan pada hak-hak dan pribadigolongan. h. Mengutamakan upaya memadu pendapat daripada mencari menang sendiri. i. Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan, dan gotong royong. j. Saling menolong, membantu, dan berkerjasama. k. Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, pria dan wanita, individu dan masyarakat serta lingkungan. Penerapan nilai keberhasilan dalam kehidupan menuntut pada setiap manusia untuk mengendalikan diri, yakni untuk mengarahkan manusia melakukan pengendalian diri, yakni untuk mengarahkan aktivitas pribadinya menuju terselenggaranya kehidupan yang selaras, serasi, dan Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI 44 seimbang demi tercapainya kehidupan bersama yang sejahtera, adil, makmur dan bahagia lahir dan batin. Nilai kebersamaan menuntut kepada tiap individu untuk meletakan kepentingan dan keinginan pribadi dalam rangka kebersamaan hidup, dan dalam rangka mewujudkan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal ini tidak berarti bahwa kepentingan pribadi atau golongan disingkirkan atau ditiadakan. Kepentingan pribadi atau golongan justru merupakan motivasi terbinanya kesejahteraan bersama. Dengan menerapkan nilai kebersamaan diharapkan tercipta suatu keselarasan dan keseimbangan antara kehidupan jasmani dan rohani, antara wanita dan pria, antara kepentingan individu dan masyarakat dan antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat. Nilai-nilai yang merupakan penjabaran tata nilai integralistik ini diterapkan oleh bangsa Indonesia dalam mengatur tata hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dengan bangsanya, dan dengan alam sekitarnya. Nilai-nilai keselarasan, keserasian, keseimbangan, kebhinnekatunggalikaan, kekeluargaan mewarnai hubungan- hubungan tersebut. Inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila, pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar Negara Republik Indonesia dan ideologi bangsa. Persoalan yang perlu kita pertanyakan adalah setelah kita terima paham negara integralistik Indonesia, kemudian Modul Diklat Prajabatan Golongan III 45 bagaimana implementasinya ? Berikut ini disajikan tulisan Moerdiono 1991 pada Refresing Course Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah bagi Pejabat Eselon I dan Wakil Gubernur. Integrasi nasional dapat dipahami dari dua segi yaitu 1 integrasi nasional secara Vertikal dan 2 integrasi Nasional secara Horizontal. Integrasi nasional secara vertikal membahas bagaimana mempersatukan pemerintah nasional dengan rakyatnya, yang tersebar dalam daerah yang luas. Oleh karena rakyat itu hidup di bawah kepemimpinan pimpinannya masing-masing, maka Integrasi nasional secara vertikal ini juga akan berarti mempersatukan pemerintah pusat dengan kepemimpinan di tingkat daerah. Integrasi nasional secara horizontal membahas bagaimana mempersatukan rakyat yang majemuk, hidup dalam berbagai golongan primordial yang beranekaragam nilai lembaga serta adat kebiasaannya, sehingga merasa bagian dari satu bangsa yang sama. Khusus tentang Integrasi nasional yang vertikal ada 4 empat tugas konstitusional yang bersifat abadi dari pemerintah Indonesia: yaitu 1 melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2 Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI 46 memajukan kesejahteraan umum, 3 mencerdaskan kehidupan bangsa, dan akhirnya 4 ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Empat tugas pemerintah yang juga disebut tujuan nasional, sekaligus menjadi tolok ukur bagi keberhasilan atau kegagalannya. Berdasarkan pasal 4 ayat 1 UUD 1945, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar. Sudah barang tentu Presiden tidak bekerja sendiri. Di tingkat pusat, Presiden dibantu oleh Wakil Presiden, para Menteri serta para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen. Di tingkat Daerah Presiden dibantu oleh para Gubernur Kepala Daerah beserta seluruh jajarannya. Di Luar Negeri Presiden dibantu oleh para Duta Besar dan para Duta. Sekretariat Negara memberikan pelayanan kepada Presiden dari segi Administratif. Undang Undang Dasar tahun 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensil sudah barang tentu banyak memberikan ketentuan tentang lembaga kepresidenan ini. Jauh lebih banyak dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya. Untuk tingkat daerah, kelihatannya UUD 1945 mengenal perbedaan antara satuan masyarakat sosiokultural dan satuan masyarakat sosial politik. Pembedaan ini kiranya amat penting untuk kita pahami benar-benar. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 47 Secara kultural, bangsa kita adalah majemuk dan kemajemukan itu sendiri adalah produk dari sejarah yang panjang dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Oleh karena itulah, secara sadar kita mengambil sesanti Bhinneka Tunggal Ika sebagai lambang negara. Kemajemukan ini akan mempunyai relevansi ideologi, politik dan pemerintahan. Ideologi persatuan yang disepakati para pemimpin di tingkat nasional, masih harus dipahami dan didukung oleh masyarakat kita yang tersebar di daerah kepulauan yang luas ini. Hal itu jelas akan dilakukan masyarakat sesuai dengan sistem nilai budayanya sendiri. Hal ini adalah wajar saja dan memang demikianlah seharusnya. Dari sisi politik dan pemerintahan, kita bersama mengetahui bahwa walaupun seluruh peraturan perundang-undangan kita berlaku sama untuk seluruh daerah, namun implementasinya di lapangan akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya ini. Kampanye organisasi kekuatan sosial politik, misalnya jelas perlu bersifat taylor-made untuk daerah- daerah. Kekeliruan dalam memilih tema kampanye, seandainya yang akan menyinggung nilai-nilai dasar yang dianut masyarakat daerah tersebut, akan berarti hilangnya dukungan pemilih. Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI 48 Sudah barang tentu dalam setiap masyarakat sosial budaya tersebut juga akan terjadi dinamika dan perubahan, di samping adanya kesinambungan. Perubahan dan kesinambungan itu harus dikaji secara sungguh-sungguh, agar kebijakan yang akan kita ambil mendapat dukungan masyarakat di lapangan. Hal itu bisa dilakukan dengan dimulai apa yang disebut sebagai studi kewilayahan regional studies. Pemerintah Hindia Belanda dahulu menamakan sebagai indologi. Gagasan satuan masyarakat sosial politik ditemukan dalam pasal 18 UUD 1945 sebagai berikut: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas- Modul Diklat Prajabatan Golongan III 49 luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang Undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, satuan masyarakat sosial politik ini merupakan masyarakat hukum, dibentuk dengan Undang- Undang, merupakan bagian dari sistem pemerintahan nasional. Secara ideologis dan secara konstitusional, masalah sistem pemerintahan di tingkat daerah yang kita hadapi adalah bagaimana menyusun tatanan pemerintahan yang bisa memberi peran fungsional terpadu baik pada satuan masyarakat sosiokultural yang bersifat asli ini maupun pada satuan masyarakat sosiopolitik yang dirancang secara nasional. Hal itu bisa dilakukan dengan memberi peluang untuk mengadakan penyesuaian secara lokal pada ketentuan- ketentuan hukum yang secara nasional dibuat dalam garis- garis besar saja. Beberapa daerah bahkan sudah menemukan wujudnya yang operasional, seperti gerakan Manunggal Sakato yang dikembangkan di daerah Sumatera Barat. Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI 50 Cara berpikir seperti ini juga sudah mulai diperkenalkan dalam pendidikan, dengan memberi peluang untuk adanya muatan lokal dalam kurikulum, yang bersifat komplementer dan suplementer dengan kurikulum yang bersifat nasional. 51 BAB IV NILAI-NILAI KEJUANGAN, DAYA SAING NASIONAL DAN CHARACTER BUILDING Sesuai dengan judul bab ini, maka dalam uraian pembahasan, sistematis penyajiannya tersusun atas uraian tentang nilai-nilai kejuangan daya saing nasional, pengertian Character Building dan hal-hal yang melemahkan ketahanan bangsa. Kesemua uraian dan pembahasan materi pokok bahasan dikaitkan dengan konteks wawasan kebangsaan kita. Nilai-Nilai Kejuangan Dari segi semantik nilai-nilai kejuangan terdiri dari dua istilah yaitu Nilai dan Kejuangan. Nilai adalah konsep yang berkenaan dengan sesuatu, sedangkan Juang sebagai kata kerja berarti Laga, Lawan, Kelahi, perang memperebutkan sesuatu dengan mengadu tenaga. Berjuang adalah berlaga, berkelahi, berperang dan berlawan KBBI, 1989. Dengan demikian nilai kejuangan adalah konsep yang berkenaan dengan sifat, mutu, keadaan tertentu yang berguna bagi manusia dan kemanusiaan yang menyangkut perihal perang, kelahi, lawan dan laga. Kata nilai kejuangan dikenal terhadap konsepsi abstrak, anutan, faham dan pendorong yang menyebabkan orang Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI 52 dapat berperang, berkelahi, berlawan dan berlaga, sehingga bermanfaat bagi dirinya untuk menang. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia nilai kejuangan dimaksudkan untuk menggambarkan daya dorong perlawanan dan pendobrak yang mampu membawa bangsa ini untuk membebaskan dirinya dari penjajahan dan bebas merdeka. Nilai kejuangan diletakkan pada upaya selama bergenerasi-generasi untuk mencapai kemerdekaan. Nilai kejuangan seperti ini dimiliki oleh generasi Pra 45 dan generasi 45. Sebutan generasi 1945 sangat mengemuka karena pada tahun 1945 inilah keberhasilan kemerdekaan bangsa itu datang. Namun, tentu saja keberhasilan itu bukan dibuat oleh generasi 45 belaka. Nilai perjuangan ini mewaris terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, generasi pra 1945 yang mewakili seluruh sifat, kadar, mutu konsepsi yang menggerakkan perlagaan, perlawanan, dan peperangan yang diperoleh dari generasi sebelumnya, kemudian berkulminasi pada saat menjelang memasuki generasi 45. Jadi generasi 45 mewarisi seluruh sifat dan mutu baik itu dari generasi pra 45 yang menghasilkan kemerdekaan. Sekarang generasi 45, mulai berkurang, nilai kejuangan perlu diwariskan hingga proses perkembangan dan pembangunan bangsa ini berlangsung dengan lancar. Modul Diklat Prajabatan Golongan III 53

1. Hakekat Mempelajari Perjuangan Bangsa