Diklat Prajabatan Gol. III pelayanan prima3

(1)

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PRAJABATAN GOLONGAN III

Drs. Sutopo, MPA Drs. Adi Suryanto, M.Si

Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006


(2)

Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110

Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188

Pelayanan Prima

Jakarta – LAN – 2006 90 hlm: 15 x 21 cm

ISBN: 979 – 8619 – 86 –2

iii

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 – 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggungjawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS.


(3)

Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin.

Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung.

Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, Desember 2006 KEPALA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUNARNO

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Deskripsi Singkat... 7

B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)... 7

C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)... 7

BAB II PENGERTIAN, TUJUAN DAN MANFAAT PELAYANAN PRIMA ... 8

A. Pengertian ... 8

B. Tujuan dan Manfaat Pelayanan Prima... 15

BAB III PRINSIP-PRINSIP PELAYANAN ... 18

A. Uraian ... 18

B. Ringkasan ... 25

C. Latihan... 26

BAB IV STANDAR DAN MUTU PELAYANAN ... 27

A. Uraian ... 27

B. Rangkuman... 42


(4)

vi

BAB V JENIS DAN KARAKTERISITIK PELANGGAN .... 43

A. Uraian ... 43

B. Rangkuman ... 52

C. Latihan ... 52

BAB VI MASYARAKAT SEBAGAI PELANGGAN ... 53

A. Uraian ... 53

B. Rangkuman ... 67

C. Latihan ... 67

BAB VII MASALAH-MASALAH PELAYANAN PRIMA .... 69

A. Uraian ... 69

B. Rangkuman ... 80

C. Latihan ... 80

DAFTAR BACAAN... 81


(5)

BAB I

PENDAHULUAN

Tugas utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat. Peranan pemerintah memang mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat yang berkembang. Dalam perkembangan peranan pemerintah, kehidupan negara pada abad XIX yang lalu telah didasarkan atas konsepsi atau ide negara kepolisian (police state). Aktivitas pemerintah sangat terbatas, hanya pada beberapa aspek kehidupan masyarakat. Secara khusus aktivitas pemerintah hanyalah terbatas mengenai pemeliharaan keamanan dan ketertiban hidup masyarakat. Dalam hal ini pemerintah lebih banyak bersikap pasif, “negatif” (negative state”), karena hanya berfungsi dan berperan sebagai wasit, penjaga garis, atau “penjaga malam” (night watchman) saja. Artinya sepanjang tidak terjadi ketidakamanan atau ketidak-tertiban, pemerintah tidak banyak berbuat.

Konsepsi negara kepolisian ternyata tidak mampu lagi menanggapi tuntutan dari pandangan, cara-cara, kebutuhan dan tujuan hidup manusia dan masyarakat abad XX pada umumnya aspirasi dan kebutuhannya semakin meningkat, baik dalam jumlah, ragam maupun mutunya. Spesialisasi dan variasi tuntutan kebutuhan yang terus semakin meningkat dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat, telah pula menambah ketergantungan seseorang dari orang-orang lainnya, sesuatu golongan dari golongan-golongan yang lain. Walaupun mungkin kurang disadari, manusia dalam masyarakat


(6)

2 Pelayanan Prima

dewasa ini pada umumnya, telah menjadi “manusia yang berorganisasi” (Organization Man”) atau “manusia birokrasi” (bureauratic man). Masyarakat yang maju menjadi masyarakat yang bersifat kompleks, dan merupakan “masyarakat yang berorganisasi” (Organizational society).

Spesialisasi yang meningkat, disamping menjadikan masyarakat maju sebagai “masyarakat yang berorganisasi”. Telah membawa akibat pula makin berkembangnya persaingan yang semakin tajam. Hal ini dibarengi pula dengan peningkatan kesadaran manusia pada umumnya akan hak-hak azasinya, hak-hak demokrasinya yang selalu ingin lebih adanya kebebasan individu.

Ditambah lagi dengan peningkatan kesadaran bernegara, kesemuanya itu telah mengharuskan adanya perubahan konsepsi atau ide tentang negara. Negara dan pemerintah tidak mungkin lagi hanya berpangku tangan, berperanan sebagai “penjaga garis” atau “penjaga malam” saja. Negara dan pemerintah harus mampu memenuhi keinginan-keinginan individu dan masyarakat secara baik dengan penuh keserasian. Perlindungan terhadap yang lemah dalam persaingan perlu diadakan, penguasaan secara semena-mena dari pihak yang kuat harus dicegah. Kegiatan-kegiatan yang serba berorganisasi itu perlu pengaturan, sehingga kegiatan dan kehidupan dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik dan penuh harmoni. Meningkatnya kesadaran bernegara, menghendaki penyediaan kesempatan atau penyalurannya.

Bagaimana akibat kemajuan manusia dan masyarakat modern abad XX dan hubungannya dengan pemerintah secara ringkas dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 3

1. Manusia yang nampaknya semakin cerdas menuntut lebih banyak dari pemerintahnya. Oleh karena itu pemerintah pun harus berbuat lebih banyak bagi warganya;

2. Tingkat Pendidikan yang semakin tinggi mengakibatkan para warganegara semakin sadar akan hak dan kewajibannya didalam masyarakat. Oleh karena itu semakin pintar pula menuntut apa yang menjadi haknya meskipun memang harus diakui tidak selalu diimbangi oleh meningkatnya kesadaran terhadap kewajibannya kepada bangsa, negara dan pemerintah;

3. Kebudayaan yang dicapai semakin lama semakin tinggi dalam arti bahwa norma-norma kemanusiaan serta nilai-nilai sosial semakin menunjukkan adanya kesadaran bahwa martabat manusia, kepribadian dan hak-hak universalnya yang ia ingin supaya dihargai, bukan saja oleh anggota-anggota masyarakat lainnya, akan tetapi juga oleh pemerintah.

Berdasarkan perkembangan di atas, dalam abad XX ini, konsepsi atau ide negara kepolisian telah ditingkatkan. Negara modern abad XX telah beralih ke konsepsi atau ide negara kesejahteraan (welfare state), yang bersikap “positif” (positive state atau positive government). Negara dan pemerintah modern abad XX tidak lagi bersikap pasif, “negatif”, hanya sebagai wasit, penjaga garis atau penjaga malam, akan tetapi secara positif dan aktif berusaha mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan warga negara atau rakyatnya dalam segala aspek kehidupannya. Kebahagiaan, kesejahteraan yang ingin diwujudkan bukan hanya bagi kepentingan sesuatu individu, sesuatu golongan atau sesuatu daerah, akan tetapi masyarakat secara keseluruhan. Suatu pemerintah harus berusaha melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan, tugas-tugas,


(7)

wewenang-wewenang dan tanggung jawabnya meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Peningkatan aktivitas negara dan pemerintah tidak hanya terbatas di dalam negara, akan tetapi juga di luar negeri, dalam hubungan dan pergaulan internasional. Karena bagaimanapun, hubungan dan pergaulan internasional itu, baik yang dilakukan oleh pemerintah atau negara maupun oleh individu atau masyarakat sendiri, tidak hanya membawa implikasi positif, tetapi juga dapat mempunyai implikasi negatif dalam hubungannya dengan usaha perwujudan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat.

Konsepsi dan ide negara kesejahteraan dengan usaha-usaha pemerintah dan negara seperti diutarakan di atas, jelas perlu. Oleh karena itu seperti halnya Negara Republik Indoneia memiliki tujuan sebagaimana tercantum dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945:

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia;

2. Memajukan kesejateraan umum;

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Oleh karena itu, konsepsi atau ide negara kesejahteraan telah memperluas jangkauan atau ruang lingkup serta intensitas aktivitas negara dan pemerintah. Dalam negara yang maju, dikatakan oleh Ferrel Heady, bahwa volume dan jangkauan kegiatan politik dan

administrasi ekstensif, meliputi segala kegiatan hidup masyarakat yang penting serta tendensinya akan semakin meluas pula.

Senada dengan itu Morstein Marx menegaskan bahwa salah satu dari ciri-ciri yang menonjol dari pemerintah modern ialah jumlah fungsi-fungsinya yang besar dan yang masih terus meningkat. Berbagai tanggungjawab baru dari pemerintah timbul sebagai akibat perubahan pendapat masyarakat tentang peranan pemerintah yang seharusnya dilakukan. Apabila lembaga swasta sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka masyarakat kemudian menuntut kepada pemerintah untuk memenuhinya.

Jelas kiranya bahwa dengan kenyataan ciri-ciri manusia dan masyarakat modern abad XX dan sesuai pula dengan konsep negara kesejahteraan, negara dan pemerintah tidak bisa tidak harus campur tangan hampir disetiap lapangan kegiatan hidup masyarakat. Apabila tidak, kiranya mustahil kebahagiaan dan kesejahteraan hidup individu dan masyarakat yang diinginkan itu dapat terwujud. Hal itu lebih-lebih lagi berlaku pada negara-negara yang sedang membangun seperti halnya Indonesia.

Mengapa campur tangan pemerintah negara yang sedang membangun demikian lebih banyak bila dibandingkan dengan di negara-negara maju, dapat dijelaskan bahwa alasannya lebih banyak bersifat praktis daripada teori. Yaitu siapa lagi jika bukan negara yang mengelola usaha-usaha pembangunan. Kenyataan disemua negara yang baru merdeka menunjukkan bahwa dalam keadaan dimana masyarakat masih belum berkembang, negaralah merupakan


(8)

6 Pelayanan Prima

satu-satunya wadah dalam masyarakat yang menghimpun sebagian terbesar unsur-unsur modern. Secara empirik kita bisa melihat bahwa kebanyakan program swastanisasi, liberalisasi perdagangan, atau pencabutan subsidi oleh pemerintah di banyak negara berkembang justeru di tolak oleh rakyatnya, karena tidak berpihak pada kepentingan rakyat kebanyakan.

Ilustrasi di atas tentunya dimaksudkan agar kita memahami perubahan peranan pemerintah yang ternyata juga berubah dari waktu ke waktu. Sampai akhir-akhir ini memang muncul paradigma lain, dimana peran pemerintah sebaiknya dikurangi dan diserahkan ke swasta. Misalnya pandangan David Osborne dan Ted Gabler mengenai reinventing government.

Perubahan apa pun yang terjadi terhadap peranan pemerintah pada dasarnya tidak merubah fungsi pemerintah sebagai pelayan publik atau masyarakat, hanya berubah dari sisi peranan yang akan diambil. Karena itu pula, pegawai pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut civil servant atau public servant (pelayan publik).

Demikian pentingnya pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, sehingga sering dijadikan indikator keberhasilan suatu rejim pemerintahan. Demikian juga dengan program reformasi nasional, tidak akan ada artinya apa-apa manakala pelayanan publik ternyata masih buruk. Apalagi dalam rangka mewujudkan good governance dimana akuntabilitas menjadi salah satu prinsip yang harus dikedepankan dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 7 pelayanan publik yang akuntabel yaitu pelayanan prima sektor publik menjadi keharusan yang tidak bisa ditunda-tunda.

A. Deskripsi Singkat

Mata Diklat Pelayanan Prima ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap CPNS mengenai pengertian, tujuan dan manfaat pelayanan prima, prinsip-prinsip pelayanan prima, standar mutu pelayanan prima, serta jenis dan karakteristik pelanggan.

B.

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti mata pendidikan dan pelatihan (pembelajaran) ini diharapkan peserta mampu menerapkan prinsip-prinsip pelayanan prima dengan baik dan benar sesuai dengan bidang tugasnya.

C.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu

1. Mendeskripsikan pengertian, tujuan dan manfaat pelayanan prima;

2. Menguraikan prinsip-prinsip pelayanan prima dengan baik dan benar;

3. Merumuskan standar mutu pelayanan prima dengan baik dan benar;

4. Mengidentifikasi jenis dan karakteristik pelanggan;


(9)

8

BAB II

PENGERTIAN, TUJUAN DAN MANFAAT

PELAYANAN PRIMA

A.

Pengertian

1. Pelayanan

Berkaitan dengan pelayanan, ada dua istilah yang perlu diketahui, yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian melayani adalah “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang”. Sedangkan pengertian pelayanan adalah “usaha melayani kebutuhan orang lain” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995).

Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen (customer/yang dilayani), yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Hal ini sesuai dengan apa yang

disampaikan oleh Normann (1991: 14) mengenai

karakteristik tentang pelayanan, yakni sebagai berikut:

a. Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi;

b.Pelayanan itu kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah tindakan sosial;

c. Produksi dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya kejadiannya bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.

Karakteristik di atas dapat menjadi dasar bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik. Pengertian yang lebih luas juga disampaikan oleh Daviddow dan Utal (1989:19) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan (whatever enhances customer satisfaction).

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan fungsi pemerintah dalam melakukan pelayanan umum (publik) terdapat 3 (tiga) fungsi pelayanan, yaitu

environmental service, development service, protective service. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah juga dapat dibedakan berdasarkan siapa yang dapat menikmati atau memperoleh dampak dari suatu layanan, baik seseorang secara individu maupun kelompok atau kolektif. Untuk itu perlu disampaikan bahwa konsep barang layanan pada dasarnya terdiri dari jenis barang layanan privat (private goods) dan barang layanan yang dinikmati secara kolektif (public goods).


(10)

10 Pelayanan Prima

2. Standar Pelayanan

Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Dalam standar pelayanan ini juga terdapat baku mutu pelayanan. Adapun pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis (1994), merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan pihak yang

menginginkannya.

3. Pengertian Pelayanan Prima

Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah “Excellent Service” yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik dan atau pelayanan yang terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Apabila instansi pelayanan belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan disebut sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat atau mampu memuaskan pihak yang dilayani (pelanggan). Jadi pelayanan prima dalam hal ini sesuai dengan harapan pelanggan.

Tentunya agar keprimaan suatu pelayanan dapat terukur, bagi instansi pemberi pelayanan yang belum memiliki standar pelayanan, maka perlu membuat standar pelayanan prima sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 11 4. Barang Layanan

Menurut Savas (1987) membagi barang layanan menjadi 4 (empat) kelompok :

a.Barang yang digunakan untuk memenuhi kepentingan individu yang bersifat pribadi. Barang privat (private goods) ini tidak ada konsep tentang penyediaannya, hukum permintaan dan penawaran sangat tergantung pada pasar, produsen akan memproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan bersifat terbuka. Oleh sebab itu penyediaan layanan barang yang bersifat barang privat ini dapat berlaku hukum pasar, hanya apabila barang privat ini menyangkut kesejahteraan orang banyak, misalnya beras atau bahan kebutuhan pokok masyarakat lainnya, maka pemerintah tidak akan membiarkan berlakunya pasar secara murni. Dengan kata lain apabila pasar mengalami kegagalan dan demi kesejahteraan, maka perlu intervensi pemerintah;

b.Jenis barang yang kedua disebut toll goods, yakni barang yang digunakan atau dikonsumsi bersama-sama dengan persyaratan apabila menggunakannya harus membayar atau ada biaya penggunaan, apabila pengguna atau

konsumen tidak membayar maka tidak dapat

menggunakannya. Penyediaannya bisa menggunakan hukum pasar dimana produsen akan menyediakan permintaan/kebutuhan barang tersebut. Barang seperti ini hampir sama seperti barang privat, penyediaan barang ini dibeberapa negara disediakan oleh negara dan seringkali


(11)

menggunakan ukuran pemakaiannya atau dapat dikatakan barang privat tetapi dikonsumsi bersama-sama;

c. Jenis barang ketiga disebut collective goods, yaitu barang yang digunakan secara bersama-sama atau kolektif dan penyediaannya tidak dapat dilakukan dengan melalui mekanisme pasar, karena barang ini digunakan secara terus menerus dan secara bersama-sama serta sulit diukur berapa besar penggunaan barang ini untuk setiap individu. Dalam penggunaan barang ini apabila diukur dari sisi ekonomi akan muncul pembonceng gratis (free rider) dimana mereka ikut menggunakan atau menikmati barang tersebut tanpa membayar dan tanpa kontribusi secara fair. Penyediaan barang ini tidak ada yang mau menyediakan atau memproduksinya secara sukarela. Oleh karenanya penyediaan barang ini dilakuan dengan konstribusi secara kolektif yaitu dengan menggunakan pajak;

d.Jenis barang yang keempat adalah common pool goods, jenis barang ini memiliki karakteristik dimana yang menggunakan barang ini tidak ada yang mau membayar, biasanya digunakan/dikonsumsi secara bersama-sama dan kepemilikan barang ini oleh umum, tidak ada orang yang mau menyediakan barang ini. Untuk itu pemerintah melakukan pengaturan terhadap barang ini.

Dalam kenyataannya keempat jenis barang diatas sangat sulit dibedakan atau dipisahkan masing-masing jenis termasuk barang yang mana, karena setiap barang tidak murni menjadi salah satu karakteristik jenis barang yang ada. Setiap barang

mempunyai kecenderungan karakteristik barang yang satu dengan barang yang lain.

Adapun barang yang termasuk atau bersifat publik murni (pure public goods) biasanya mempunyai 3 (tiga) karekteristik (Olson, Didik J Rachbini, 1994) menyebutkan:

a. Penggunaannya tidak dimediasi oleh transaksi bersaing (nonrivalry) sebagaimana barang ekonomi biasa;

b. Tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (nonexcludability);

c. Individu yang menikmati barang tersebut tidak dapat dibagi yang artinya digunakan secara individu (indisible).

5. Proses Pelayanan.

Pelayanan merupakan suatu proses. Proses tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan, kemudian diberikan kepada pelanggan. Sebagai contoh adalah proses pelayanan surat masuk. Proses pelayanan surat masuk adalah sebagai berikut :

a. surat diterima oleh seorang petugas;

b. surat disortir (dipisah-pisahkan);

c. surat diterima pencatat surat dan kemudian dicatat dalam buku agenda atau kartu kendali;

d. Surat disampaikan ke pengarah surat;

e. Surat di distribusikan ke unit organisasi sesuai dengan alamat yang tertulis dalam surat (sering disebut dengan istilah “unit pengelola”;


(12)

14 Pelayanan Prima

Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Gonroos, 1990), yaitu :

a. core service

core service adalah pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan, yang merupakan produk utamanya. Misalnya untuk hotel adalah penyediaan kamar dan untuk penerbangan adalah transportasi udara. Perusahaan mungkin mempunyai beberapa core service, misalnya perusahaan penerbangan menawarkan penerbangan dalam negeri dan penerbangan luar negeri.

b. facilitating service

facilitating service adalah fasilitas pelayanan tambahan kepada pelanggan, misalnya pelayanan “front office” pada hotel atau pelayanan “check in” pada transportasi udara.

Facilitating service ini merupakan pelayanan tambahan tetapi sifatnya wajib.

c. supporting service

seperti pada facilitating service, supporting service

merupakan pelayanan tambahan (pendukung) untuk meningkatkan nilai pelayanan atau untuk membedakan dengan pelayanan-pelayanan dari pihak “pesaingnya”. Misalnya hotel Restoran pada suatu hotel. Supporting

adalah pelayanan tambahan tetapi tidak wajib dan disediakan untuk meningkatkan daya saing.

Janji pelayanan (service offering) pelayanan merupakan suatu proses yaitu interaksi antara pembeli (pelanggan) dan penjual (pemberi pelayanan). Pelayanan meliputi berbagai

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 15 bentuk. Supaya berbagai bentuk pelayanan tersebut diketahui dan menarik perhatian pelanggan untuk memilikinya, maka pelayanan tersebut perlu ditawarkan kepada pelanggan. Pelayanan yang ditawarkan merupakan ”janji” dari pemberi pelayanan kepada pelanggan yang wajib diketahui, agar pelanggan puas.

B.

Tujuan dan Manfaat Pelayanan Prima

Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan palanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima pada sektor publik didasarkan pada aksioma bahwa “pelayanan adalah pemberdayaan”. Kalau pada sektor bisnis atau swasta tentunya pelayanan selalu bertujuan atau berorientasi profite atau keuntungan perusahaan. Pelayanan prima sektor publik tidaklah mencari untung, tetapi memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara sangat baik atau terbaik.

Dalam hal memberdayakan masyarakat ini, pelayanan yang diberikan tidaklah bertujuan selain mencari untung, juga menjadikan masyarakat justru terbebani atau terperdayakan dengan pelayanan dari pemerintahan yang diterimanya. Contoh: Sejak diberlakukannya UU. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, ternyata dari sisi ekonomi memunculkan hight cost economy (ekonomi dengan biaya tinggi). Hal ini terjadi karena banyak daerah (Kabupaten, Kota


(13)

atau Provinsi) yang berpacu mengejar PAD (Pendapatan Asli Daerah) dengan dalih demi biaya pembangunan. Padahal di sisi lain dengan munculnya ekonomi biaya tinggi, justru akan mematikan potensi ekonomi masyarakat, menjauhkan minat investor yang akan menanamkan modalnya di daerah, dan yang lebih parah adalah munculnya sikap tidak percaya dari masyarakat kepada pemerintah.

Untuk itu pelayanan prima sektor publik yang dilakukan oleh pemerintah selain memenuhi kebutuhan hajat hidup masyarakatnya, sudah barang tentu adalah untuk memberdayakan bukan memperdayakan, serta membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintahannya.

Salah satu yang memperpuruk krisis sampai saat ini adalah buruknya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah terutama di sektor pelayanan publik. Sehingga munculnya sikap, anggapan dan penilaian terhadap pemerintahan. Misalnya kesan bahwa birokrasi adalah prosedur yang berbelit-belit dan mempersulit urusan. Adanya Nepotisme, Kolusi dan Korupsi dalam pelayanan sektor publik. Bahkan dalam pelayanan public muncul jargon “kalau masih bisa dipersulit, kanapa dipermudah?” Atau kalau kita berurusan dengan pelayanan pemerintah, mungkin akan ada penawaran dari aparatur pelayannya, “mau lewat jalan tol atau biasa?”. Jadi dengan demikian perbaikan pelayanan sektor publik jelas merupakan kebutuhan yang mendesak, bahwa dalam rangka

reformasi administrasi negara, perbaikan pelayanan kepada publik merupakan kunci keberhasilannya. Pelayanan prima bertujuan memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan, sehingga akan menumbuhkan kepercayaan publik atau masyarakat kepada pemerintahannya. Adapun kepercayaan adalah awal atau modal dari kolaborasi dan partisipasi masyarakat dalam program-program pembangunan.

Adapun pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan untuk pengembangan penyusunan standar pelayanan. Baik pelayan, pelanggan atau

stakeholder dalam kegiatan pelayanan, akan memiliki acuan mengenai mengapa, kapan, dengan siapa, dimana dan bagaimana pelayanan mesti dilakukan.


(14)

18

BAB III

PRINSIP-PRINSIP PELAYANAN

A. Uraian

1. Kebijakan Pemerintah

Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam kerangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti:

a. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman

Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha;

b. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum;

c. Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat;

d. Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/Wasbangpan/6/ 98 tentang Langkah-langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi Mendagri No. 20/1996;

e. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK.

Wasbangpan/6/98; Surat Menkowasbangpan No.145/ MK.Waspan/ 3/1999; hingga Surat Edaran Mendagri No.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 19 503/125/ PUOD/1999, yang kesemuanya itu bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan;

f. Keputusan Menpan No 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum;

g. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tetang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002;

h. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN, 2003) antara lain adalah:

a. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya


(15)

meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan;

b. melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, sosial dan lainnya;

c. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan. Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan laku- kan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar

pelayanan juga dapat membantu meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit

pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka standar pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan. Menurut LAN (2003), kriteria-kriteria pelayanan tersebut antara lain: a. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat

diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan;

b. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu;

c. Tanggungjawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya apabila terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan;

d. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayanan menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan;


(16)

22 Pelayanan Prima

e. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan petugas, Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan, tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan juga harus diperhatikan;

f. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret. Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak perlu menerapkan keramahan yang berlebihan jika layanan yang diberikan tidak dikonsumsi para pelanggan melalui kontak langsung;

g. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang, meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain; h. Komunikasi antara petugas dan pelanggan, Komunikasi

yang baik dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang mereka mengerti;

i. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 23 j. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara,

rincian biaya layanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu terhadap pelayanan yang diberikan;

k. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, finansial dan kepercayaan pada diri sendiri;

l. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan, Hal ini dapat dilakukan dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan. Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar. Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian secara personal;

m.Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, berupa fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas penunjang lainnya;

n. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapai sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan;


(17)

o. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk membayar.

2. Komitmen Pelayanan

Pedoman untuk mencapai kesuksesan dalam

memperkenalkan inisiatif pelayanan dengan menggunakan indikator pelayanan seperti diuraikan diatas memerlukan komitmen dari semua komponen/aparatur birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Dukungan dan komitmen yang dimaksudkan disini adalah: a. Kejelasan. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat

(pelanggan) diperlukan kejelasan terhadap semua hal yang berkaitan dengan sistem dan prosedur pelayanan menurut ketentuan yang berlaku pada organisasi pemerintah (pusat, propinsi, kabupaten/kota dan instansi pemerintah lainnnya), sehingga masyarakat (pelanggan) dapat mengerti hak dan kewajibannya untuk mendapatkan pelayanan yang prima dari aparatur birokrasi;

b. Konsistensi. Aparatur birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dituntut agar konsisten dalam menerapkan/melaksanakan aturan (pelayanan), sehingga kesan yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa birokrasi sangat identik dengan “berbelit-belit, biaya mahal dan waktu yang lama” dapat ditepis, sehingga pada gilirannya akan merebut hati masyarakat. Untuk itu, janganlah menunjukkan atau

memperkenalkan ketidakkonsistenan antara sistem dan prosedur pelayanan yang berlaku dengan kenyataan dan pandangan masyarakat (pelanggan);

c. Komunikasi. Katakan kepada semua masyarakat (pelanggan) bahwa sistem dan prosedur pelayanan yang saya sampaikan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga masyarakat (pelanggan) tidak perlu berpersepsi/berpretensi negatif pada aparatur birokrasi yang memberikan pelayanan. Perhatikanlah aspek-aspek psikologis yang dialami oleh pelanggan, sehingga tercipta suasana yang harmonis antara pelanggan dan pelayan;

d. Komitmen. Bahwa dalam mengimplementasikan

pelayanan prima kepada masyarakat diperlukan komitmen yang kuat, mulai dari mengambil keputusan sampai kepada pelaksana keputusan, sehingga pelayanan prima kepada masyarakat dapat dilihat seperti dalam sebuah orkes simphoni. Dalam orkes simphoni semua pemain mempunyai komitmen yang kuat mulai dari tampilan pemainnya sampai pada nada dan iramanya, sehingga hasil yang ditunjukkan dapat menyenangkan semua orang.

B. Ringkasan

Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan satu pedoman yaitu Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No: 63/ KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Untuk itu perlu dukungan dan komitmen,


(18)

26 Pelayanan Prima

antara lain adanya kejelasan pelayanan yang diberikan, konsistensi aparatur birokrasi dalam memberikan pelayanan, mengkomunikasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan serta adanya komitmen yang kuat untuk selalu memberikan pelayanan yang terbaik.

C. Latihan

Untuk lebih memantapkan pengertian mengenai prinsip-prinsip pelayanan, cobalah mengadakan latihan seperti dibawah ini: 1. Jelaskan kebijakan pemerintah yang digunakan sebagai

landasan bagi pemberian pelayanan yang baik!

2. Sebutkan kriteria kinerja pelayanan menurut Lembaga Administrasi Negara?

3. Jelaskan tentang komitmen pelayanan!

27

BAB IV

STANDAR DAN MUTU PELAYANAN

A.

Uraian

1. Pengertian Mutu Pelayanan Prima a. Perubahan paradigma pelayanan

Paradigma merupakan sekumpulan asumsi atau anggapan yang memungkinkan seseorang menciptakan realitasnya sendiri (Tjiptono 1997). Pelayanan pada masyarakat di masa datang itu hendaknya: makin lama makin baik (better), makin lama makin cepat (faster), makin lama makin diperbaharui (newer), makin lama makin murah (cheaper), dan makin lama makin sederhana (more simple).

W. Edwards Deming telah mengembangkan apa yang disebut “Total Quality Management” (Manajemen Mutu Terpadu) (Gaspersz, 19970. Total Quality Management

(TQM) telah berhasil mengatasi berbagai permasalahan diperusahaan, sehingga dapat meningkatkan mutu dan sekaligus menekan biaya serta mengatasi permasalahan lainnya.

Pada awalnya TQM diterapkan didunia usaha. Oleh karena keberhasilannya, maka instansi pemerintah kemudian mencoba menerapkannya, misalnya TQM diterapkan di Angkatan Udara Amerika Serikat (Creech,


(19)

1996). Total Quality Management merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi. TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal berikut ini (Tjiptono, 1997):

1) Berfokus pada pelanggan. Yang menentukan mutu barang dan jasa adalah pelanggan eksternal. Pelanggan internal berperan dalam menentukan mutu manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan barang atau jasa;

2) Obsesi terhadap mutu. Penentu akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu yang ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang telah ditentukan;

3) Pendekatan ilmiah. Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut;

4) Komitmen jangka panjang. Agar penerapan TQM dapat berhasil, dibutuhkan budaya organisasi yang baru. Untuk itu perlu ada komitmen jangka panjang guna mengadakan perubahan budaya;

5) Kerjasama Tim. Untuk menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan dan hubungan perlu terus menerus dijalin dan dibina, baik antar aparatur dalam organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat);

6) Perbaikan sistem secara berkesinambungan. Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses-proses di

dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar mutu yang dihasilkan meningkat;

7) Pendidikan dan pelatihan. dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor fundamental. Disini berlaku prinsip belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia.

b. Pelayanan Mengacu pada Kepuasan Pelanggan Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal sebagai berikut:

1) Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa;

2) Kalau kinerjanya sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas;

3) Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.

Bagi aparatur, pelayanan yang perlu mendapat perhatian adalah orang yang sangat puas akan mempunyai ikatan emosional dengan suatu produk, dan ini menyebabkan loyalitas pelanggan menjadi tinggi. Oleh karena itu, aparatur pelayanan dihadapkan pada tantangan


(20)

30 Pelayanan Prima

membangun budaya organisasi, yaitu agar semua orang yang berada di lingkungan organisasi bertujuan memuaskan pelanggan.

Kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama pelayanan prima. Oleh karena itu setiap aparatur pelayanan berkewajiban untuk berupaya memuaskan pelanggannya. Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila aparatur pelayanan mengetahui siapa pelanggannya, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Dengan mengetahui siapa pelanggannya, maka aparatur pelayan akan dapat mengidentifikasi apa keinginan pelanggan.

Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila keinginan atau harapan pelanggan dapat terpenuhi. Mengenai mutu, Tjiptono (1997) menyatakan bahwa sedikitnya ada tiga level (tingkat) harapan pelanggan, yaitu:

1) Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi “must have” atau “take it for granted”. Misalnya (a) saya berharap perusahaan penerbangan menerbangkan saya sampai tujuan dengan selamat, atau (b) saya berharap bank dapat menyimpan uang saya dengan aman dan menangani saldo rekening saya dengan benar;

2) Pada level kedua, kepuasan pelanggan dicerminkan dalam pemenuhan persyaratan dan atau spesifikasi tertentu. Misalnya (a) saya berharap dilayani dengan ramah oleh pegawai perusahaan penerbangan, atau (b) saya pergi ke bank dan tellernya ternyata sangat

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 31 ramah, informatif dan suka menolong transaksi-transaksi saya;

3) Pada level ketiga ini pelanggan menuntut suatu kesenangan (delightfulness) atau jasa yang demikian bagusnya, sehingga membuat pelanggan tertarik. Misalnya (a) perusahaan penerbangan itu memberi semua penumpang makanan yang sama dengan yang diberikan khusus kepada penumpang kelas satu oleh perusahaan penerbangan yang lainnya. Contoh lain adalah (b) semua karyawan melayani saya dengan penuh respek dan menjelaskan sesuatunya secara cermat. Akan tetapi yang paling mengesankan saya adalah ketika mereka menelepon saya dirumah hari berikutnya dan menanyakan apakah saya baik-baik saja;

4) Dimensi Pelayanan Prima

Gaspersz (1997) menyatakan bahwa ada beberapa dimensi yang harus diperhatikan untuk meningkatkan mutu pelayanan yaitu:

Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini terkait dengan waktu tunggu dan waktu proses;

Akurasi pelayanan. Berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan pelayanan; Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Terutama bagi mereka yang berinteraksi dengan pelanggan eksternal seperti operator


(21)

pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat dan lain-lain;

Tanggung jawab. Berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal;

Kelengkapan. Berkaitan dengan lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung;

Kemudahan mendapatkan pelayanan. Berkaitan dengan banyaknya “outlet” banyaknya petugas yang melayani, seperti kasir, staf administrasi dan lainnya. Banyaknya fasilitas pendukung, seperti komputer untuk memproses data dan lain-lain; Variasi model pelayanan. Berkaitan dengan “inovasi” untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan;

Pelayanan Pribadi. Berkaitan dengan fleksibilitas, penangananan permintaan-permintaan khusus, dan lain-lain.

Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.

Berkaitan dengan lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan lain-lain;

Atribut pendukung pelayanan lainnya. Seperti lingkungan, kebersihan ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lain-lain.

5) Mutu Pelayanan Prima

a) Konsep Mendahulukan Kepentingan Pelanggan

Pelayanan Prima adalah pelayanan yang

memuaskan pelanggan. Salah satu indikator adanya kepuasan pelanggan adalah tidak adanya keluhan dari pelanggan. Akan tetapi, didalam praktek, keluhan-keluhan pelanggan ini akan selalu ada. Organisasi pemberi pelayanan wajib menanggapi dan menghadapi keluhan pelanggan tersebut untuk kepentingan dan kepuasan pelanggan. Untuk itu, pemberi pelayanan perlu mengetahui sumber-sumber keluhan pelanggan dan mengetahui cara-cara mengatasi keluhan pelanggan.

Menurut Endar Sugiarto (1999), sumber-sumber keluhan pelanggan antara lain adalah: pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah pegawai instansi/organisasi yang bersangkutan dan para pemimpin instansi/ organisasi yang bersangkutan. Seorang pegawai suatu instansi/organisasi yang tidak betah bekerja karena lingkungan kerja dan situasi pegawai yang ada di dalamnya. Suasana nyaman dan harmonis

akan mempengaruhi kesiapannya dalam

menghadapi pelanggan eksternal. Para pemimpin instansi/organisasi dapat menjadi sumber keluhan, karena pemimpin sering mendapat masukan dari para pelanggan eksternal tentang pelayanan di instansinya. Perhatian utama suatu instansi/ organiasi adalah pelanggan eksternal, yaitu


(22)

34 Pelayanan Prima

masyarakat. Kunci utama keberhasilan pelayanan terletak pada cara instansi/organisasi tersebut memperlakukan pelanggan eksternal ini.

(1) Kategori Keluhan Pelanggan:

Menurut Endar Sugiarto (1999), keluhan pelanggan dapat dikategorikan/dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

(a) Mechanical Complaint (Keluhan Mekanikal).

Mechanical complaint adalah suatu keluhan yang disampaikan oleh pelanggan sehubungan dengan tidak berfungsinya peralatan yang dibeli/disampaikan kepada pelanggan tersebut;

(b) Attitudinal Complaint (Keluhan akibat sikap petugas pelayanan).

Attitudinal complaint adalah keluhan pelanggan yang timbul karena sikap negatif petugas pelayanan pada saat melayani pelanggan. Hal ini dapat dirasakan oleh pelanggan melalui sikap tidak peduli dari petugas pelayanan terhadap pelanggan;

(c) Service Related Complaint (Keluhan yang berhubungan dengan pelayanan).

Service related complaint adalah suatu keluhan pelanggan karena hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan itu sendiri. Misalnya seseorang mendaftar

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 35 untuk ikut suatu Diklat, ternyata formulir pendaftaran belum siap dan oleh petugas diminta untuk menunggu;

(d) Unusual Complaint (Keluhan yang aneh)

Unusual complaint adalah keluhan pelanggan yang bagi petugas merupakan keanehan (tidak wajar/tidak umum). pelanggan yang mengeluh seperti ini sebenarnya secara psikologis adalah orang-orang yang hidupnya tidak bahagia atau kesepian.

(2) Cara mengatasi keluhan pelanggan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi keluhan pelanggan, antara lain adalah:

(a) Pelanggan biasanya marah pada saat menyampaikan keluhan. Oleh karena itu, petugas pelayanan tidak boleh terpancing untuk ikut marah;

(b) Petugas pelayanan tidak boleh memberi-kan janji-janji yang sebenarnya sulit dipenuhi serta tidak menjanjikan sesuatu yang berada di luar wewenangnya; (c) Jika permasalahan tidak dapat

diselesai-kan sedangdiselesai-kan petugas sudah berbuat maksimal, petugas harus berani menyata-kan menyerah dengan jujur;

(d) Ada pelanggan yang selalu mengeluh. Untuk menghadapi pelanggan seperti itu,


(23)

petugas harus sabar dan melakukan pendekatan secara khusus.

b) Pelayanan dengan Sepenuh Hati

Menurut Endar Sugiarto (1999), pada hakekatnya pelanggan itu tidak membeli produk, tetapi mereka membeli pelayanan. Ini merupakan falsafah bisnis dalam upaya memberikan pelayanan yang prima. Pelayanan disini adalah pelayanan dalam segala bentuk kreasi dan manifestasinya. Untuk itu, kita lebih banyak belajar tentang para pelanggan kita, agar kita dapat memberikan pelayanan dengan sepenuh hati dan dengan cara yang lebih baik di masa yang akan datang.

c) Budaya Pelayanan Prima

Menganggap bahwa pelayanan prima sebagai suatu budaya berarti melakukan kegiatan pelayanan sebagai suatu hal yang membanggakan dengan nilai luhur yang di junjung tinggi. Budaya pelayanan prima adalah sebuah budaya yang kuat yang mewarnai sifat hubungan antara instansi/organisasi pemberi pelayanan dengan pelanggannya dan dapat menjadi sarana yang sangat baik untuk memperoleh perhatian pelanggan dari instansi/organisasi pemberi pelayanan. Budaya pelayanan prima dibentuk oleh sikap karyawan dan manajemen instansi/organisasi pemberi pelayanan.

d) Sikap Pelayanan Prima

Sikap pelayanan prima berarti pengabdian yang tulus terhadap bidang kerja dan yang paling utama adalah kebanggaan atas pekerjaan. Sikap anda dapat menggambarkan instansi/organisasi anda. Anda adalah perwakilan instansi/organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelanggan akan menilai instansi/organisasi dari kesan pertama mereka dalam berinteraksi dengan orang-orang yang terlibat dalam instansi/organisasi tersebut. Apabila pagi itu kebetulan andalah orang pertama yang berhubungan dengan pelanggan, anda akan mewakili gambaran dari instansi/organisasi anda.

e) Sentuhan Pribadi Pelayanan Prima

Pelayanan prima sangat memperhatikan individu sebagai pribadi yang unik dan menarik. Setiap pelanggan memiliki sifat dan dapat membuat para petugas bahagia atau kecewa. Sentuhan pribadi mengarahkan para petugas pelayanan untuk berpikir bahwa memperlakukan orang lain sebagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri perlu selalu dipraktekan. Yang diutamakan dalam pelayanan prima bukanlah slogan-slogan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan,

melainkan bentuk nyata pelayanan yang

sebelumnya sudah diberikan dalam pelatihan-pelatihan dan dapat diterapkan pada saat praktek di


(24)

38 Pelayanan Prima

lapangan, ketika berhubungan langsung dengan pelanggan.

Karena pelayanan prima merupakan budaya, identitas, sarana kompetisi, pelanggan merasa penting, rekan sekerja merasa nyaman bersama kita dan kita dapat melayani pelanggan dengan cepat, tepat, ramah, mengutamakan kepuasan pelanggan, menepati janji, bahasa yang baik dalam bertelepon, menunjukkan etika dan sopan santun, merasa puas dan bangga akan pekerjaan kita, bekerja dengan antusias, kepercayaan diri yang tinggi, menawarkan bantuan, senyum yang tulus, humor yang menyenangkan, mendengarkan dengan baik dan dengan konsep win-win.

f) Pelayanan prima sesuai dengan Pribadi Prima Konsep pribadi prima meliputi unsur-unsur kepribadian, penampilan, perilaku dan komunikasi yang prima. Seseorang dapat dikatakan memiliki pribadi prima apabila:

tampil ramah;

tampil sopan dan penuh hormat; tampil yakin;

tampil rapi; tampil ceria; senang memaafkan; senang bergaul;

senang belajar dari orang lain;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 39 senang pada kewajaran;

senang menyenangkan orang lain.

Adapun konsep kualitas pelayanan menurut pandangan Cristopher Lovelock dalam Product Plus (1994: 178-188) yang mengemukakan tentang bagaimana suatu produk bila ditambah dengan pelayanan akan menghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaat lebih. Selanjutnya Lovelock

mengemukakan melalui diagram bunganya dimana terdapat 8 (delapan) suplemen pelayanan (the eight petals on the flower of service) yang terdiri dari;

Gambar 1


(25)

1. Information

Proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari suplemen informasi dari produk dan jasa yang diperlukan oleh customer. Seorang pelanggan akan menanyakan kepada penjual tentang apa, bagaimana, berapa, kepada siapa, dimana diperoleh, dan berapa lama memperoleh barang dan jasa yang diinginkan. Penyediaan informasi memberikan kemudahan kepada pelanggan.

2. Consultation

Setelah memperoleh informasi yang diinginkan, biasanya

customer akan membuat suatu keputusan, yaitu membeli atau tidak membeli. Di dalam proses memutuskan ini seringkali diperlukan pihak-pihak yang dapat diajak untuk berkonsultasi.

3. Undertaking

Keyakinan yang diperoleh customer melalui konsultasi akan menggiring pada tindakan untuk memesan produk yang diinginkan. Penilaian pembeli pada titik ini adalah ditekankan pada kualitas pelayanan yang mengacu pada kemudahan aplikasi maupun administrasi pemesanan barang yang tidak berbelit-belit, fleksibel, biaya murah, syarat ringan, dan sebagainya.

4. Hospitality

Pelanggan yang berurusan secara langsung ke tempat-tempat transaksi akan memberikan penilaian terhadap sikap ramah dan sopan dari karyawan, ruang tunggu yang nyaman, kafe

untuk makan dan minum, hingga tersedianya wc/toilet yang bersih.

5. Caretaking

Latar belakang pelanggan yang beragam akan menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula. Misalnya yang bermobil menginginkan tempat parkir yang leluasa, yang tidak mau keluar rumah menginginkan fasilitas delivery. Kesemuanya harus dipedulikan oleh penjual.

6. Exception

Beberapa pelanggan kadang-kadang menginginkan

pengecualian kualitas pelayanan, misalnya saja bagaimana dan dengan cara apa perusahaan melayani klaim-klaim pelanggan yang datang secara tiba-tiba, garansi terhadap tidak berfungsinya produk, restitusi akibat produk tidak bisa dipakai, dan sebagainya.

7. Billing

Titik rawan ke tujuh pada administrasi pembayaran. Niat baik pembeli untuk bertransaksi sering gagal pada titik ini. Penjual harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan administrasi pembayaran, baik mekanisme pembayaran atau pengisian formulir transaksi.

8. Payment

Pada ujung pelayanan, harus disediakan fasilitas pembayaran berdasarkan pada keinginan pelanggan. Dapat saja berupa


(26)

42 Pelayanan Prima

self service payment seperti koin telepon, transfer bank,

credit card dan sebagainya.

B.

Rangkuman

Kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama pelayanan prima. Oleh karena itu setiap aparatur berkewajiban untuk berupaya memuaskan pelanggannya. Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila aparatur pelayanan mengetahui siapa pelanggannya, baik pelanggan internal maupun eksternal. Dengan mengetahui siapa

pelanggannya, maka aparatur pelayan akan dapat

mengidentifikasi apa keinginan pelanggan. Salah satu indikator adanya kepuasan pelanggan adalah tidak adanya keluhan dari pelanggan.

C.

Latihan

Untuk lebih memantapkan pengertian mengenai standar dan mutu pelayanan, cobalah latihan dibawah ini:

1.Jelaskan tentang perubahan paradigma pelayanan.

2.Jelaskan tentang pelayanan yang mengacu kepada kepuasan pelanggan?

3.Jelaskan tentang kategori keluhan pelanggan? 4.Jelaskan tentang cara mengatasi keluhan pelanggan.

43

BAB V

JENIS DAN KARAKTERISTIK

PELANGGAN

A.

Uraian

Customer (pelanggan) yang dimaksudkan didalam modul ini adalah siapa saja yang berkepentingan dengan produk layanan kita. Karena itu, customer dapat berupa individu (perorangan), kolektif (organisasi), maupun masyarakat dalam arti luas. Dengan demikian, customer (pelanggan) dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

1. Pelanggan internal (internal customer) adalah pelanggan yang berasal dari dalam organisasi (instansi) itu sendiri. Pelanggan internal dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu a) pelanggan internal organisasi dan b) pelanggan internal pemerintah. Pelanggan internal dapat dilihat dari dalam lingkungan organisasi, sehingga meskipun bagian/unit kerja kita berbeda, namun masih dalam lingkungan organisasi, maka pelanggan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggan internal.

2. Sedangkan pelanggan internal pemerintah adalah pelanggan yang walaupun instansi kita berbeda, namun instansi pelanggan itu adalah instansi pemerintah, pelanggan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggan internal pemerintah (pelanggan internal dalam skala makro).


(27)

Pelanggan adalah siapa saja yang terkena dampak dari produk atau proses pelayanan. Pelanggan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah mereka yang terkena dampak dari produk dan merupakan anggota organisasi yang menghasilkan produk tersebut. Sedangkan pelanggan eksternal adalah mereka yang terkena dampak dari produk, tetapi bukan anggota organisasi penghasil produk (pelanggan eksternal adalah masyarakat).

Untuk dapat meningkatkan citra positif dimata pelanggan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Membangun citra diri positif

Cara-cara untuk membangun citra diri positif di mata pelanggan adalah

memperhatikan pentingnya kesan awal;

pendekatan awal dapat mempengaruhi hubungan selanjutnya. Hindari kesalahan sekecil apapun, karena akan membutuhkan banyak waktu untuk memperbaiki kesalahan tersebut;

Jangan membuat orang lain menunggu, karena ia bisa frustasi;

Sapalah pelanggan dengan menyebut namanya; Usahakan selalu bersikap ramah, sampaikan salam sesuai waktu, misalnya selamat pagi, ada yang bisa saya Bantu?;

Pada waktu berbicara, pandang matanya;

Tersenyum setiap saat. Dengan tersenyum hati anda menjadi gembira;

Kegembiraan dapat menampilkan wajah berseri;

Berbicara dengan jelas, dengan kata-kata yang dipahami pelanggan;

Hindari beban pikiran yang menyebabkan perhatian pelanggan terpecah.

2. Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti

Apabila seorang pelanggan datang untuk memperoleh bantuan anda, anda hendaknya tidak bersikap serba tahu atau seolah-olah sudah mengerti terlebih dahulu apa yang diinginkan pelanggan. Dekati pelanggan dan bersiaplah untuk mendengarkannya. Jangan disibukkan oleh kegiatan lain, sehingga terkesan perhatian anda terbagi.

3. Mengenal karakter pelanggan

a. Keterampilan dasar pelayanan. Ada keterampilan dasar yang dapat diterapkan dalam semua strategi pelayanan, yaitu:

1) Pusatkan perhatian pada pelanggan. Cara yang dapat ditempuh:

a) Mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan sekali-kali memotong pembicaraan; b) Perhatikan sikap tubuh anda, bertindak secara

tenang dan rileks;

c) Menatap mata pelanggan anda pada saat berbicara dan tersenyum;

d) Perhatikan ekspresi wajah anda, dan selalu tampilkan senyum anda;

e) Menanggapi pembicaraan pelanggan apabila pelanggan mengharapkan tanggapan anda;


(28)

46 Pelayanan Prima

f) Perhatikan nada bicara anda, jangan terlalu rendah (kurang percaya diri) atau terlalu tinggi (kesal, marah dan emosi);

g) Menempatkan kepentingan pelanggan pada nomor satu dan orang lain, seperti rekan sekerja dan atasan pada prioritas berikutnya, apabila sedang melayani pelanggan.

2) Memberikan pelayanan yang efisien. Cara yang dapat dilakukan:

a) melayani pelanggan berikutnya segera setelah selesai dengan pelanggan pertama;

b) pergunakan waktu seakurat mungkin; c) berbicara seperlunya kepada pelanggan;

d) merencanakan apa yang selanjutnya akan dilakukan;

e) menindaklanjuti pelayanan sampai tuntas; f) menjawab pertanyaan pelanggan secara singkat,

tepat, cepat dan tidak bertele-tele.

3) Meningkatkan perasaan harga diri pelanggan. Cara yang dapat dilakukan:

a) mengenali kehadiran pelanggan dengan segera; b) selalu menggunakan nama pelanggan sesering

mungkin;

c) tidak menggurui pelanggan, bagaimanapun pintarnya anda;

d) memuji dengan tulus dan memberikan

penghargaan kepada pelanggan;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 47 e) memperlakukan pelanggan sebagai orang

dewasa.

4) Membina hubungan baik dengan pelanggan. Cara yang dilakukan:

a) mendengarkan apa yang disampaikan oleh pelanggan tanpa memotong pembicarannya; b)menunjukkan simpati dan berbicara dengan

penuh perasaan, untuk menunjukkan bahwa anda mengerti dan memahami perasaan pelanggan;

c)mempersilahkan pelanggan menanggapi dan berusaha menyelesaikan masalahnya.

5) Dapat menentukan apa keinginan pelanggan. Cara yang dilakukan:

a) menanyakan kepada pelanggan;

b) mengulangi kembali apa keinginan pelanggan, kemudian menarik inti dari apa yang dikatakannya.

6) Mengalihkan pelayanan ke orang lain. Cara yang dilakukan:

a) bila seorang pelanggan meminta pelayanan di luar kemampuan anda, cara terbaik adalah mengalihkan pelayanan tersebut kepada orang lain yang lebih mampu. Dengan pengalihan tersebut akan terlihat bahwa organisasi anda telah bekerja dengan profesisonal;


(29)

b) setelah mengetahui keinginan pelanggan, anda menjelaskan kepadanya sambil meminta maaf bahwa anda tidak mampu melayaninya, karena orang lain akan lebih baik melayaninya;

c) hal ini juga harus dijelaskan dihadapan orang yang hendak menggantikan anda. Perkenalkan orang tersebut kepada pelanggan.

b. Cara meningkatkan citra poisitif dimata pelanggan. Cara untuk meningkatkan citra positif dimata pelanggan adalah dengan mengenal karakter pelanggan:

1) Pelanggan yang pendiam:

a) Beberapa faktor yang menyebabkan seorang pelanggan pendiam;

b) Adanya rasa malu pada diri pelanggan, sehingga ia tidak memiliki keberanian untuk menyatakan pendapatnya dengan jelas;

c) Pelanggan tidak mau atau segan berbicara karena sedang memikirkan sesuatu;

d) Berdasarkan perkiraan, pelanggan yang pendiam memiliki kelainan psikis.

Cara menghadapi pelanggan yang pendiam, antara lain sebagai berikut:

a) Pelanggan yang pendiam dan cenderung pemalu akan merasa tentram jika dihadapi dengan ramah tamah dan penuh perhatian; b)Jika pelanggan seolah-olah sedang

memikir-kan sesuatu, sebaiknya petugas jangan mengajak berbicara tetapi cukup melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menarik

perhatian pada produk-produk yang

ditawarkan;

c)Jika menemui pelanggan yang kesulitan dalam bicara (gagap) petugas hendaknya jangan terpaku pada keadaan tersebut dan hendaknya bersikap biasa saja.

2) Pelanggan yang tidak sabar:

cara menghadapi pelanggan yang tidak sabar dapat dilakukan hal berikut:

a) Mengenali pelanggan yang tidak sabar melalui sikapnya, lalu meminta maaf kepadanya atas tertundanya pelayanan;

b) Mengatakan kepadanya bahwa dia akan dibantu semaksimal mungkin dan sesegera mungkin;

c) Secara cepat dan efisien menangani situasi tersebut dan bila perlu menenangkan pelanggan tersebut;

d) Mengucapkan terima kasih bahwa pelanggan tersebut masih bersedia menunggu;

e) Mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada pelanggan tersebut dan meminta maaf sekali lagi atas ketidak nyamanan dalam pelayanan. 3) Pelanggan yang tidak banyak bicara.

Cara menghadapi pelanggan yang tidak banyak bicara:


(30)

50 Pelayanan Prima

a) Mengenali kedatangan pelanggan dengan mengucapkan salam;

b) Menawarkan bantuan yang diperlukan pelanggan tersebut;

c) Bila pelanggan masih terus berbicara petugas mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang ditawarkan dengan penjelasan yang cukup;

d) Menawarkan bantuan dan memuji

kehebatannya berbicara;

e) Bila perlu bergabung dalam pembicaraan tersebut sambil sekali-sekali memberikan pujian;

f) Bila berondongan pujian tampaknya berhasil, petugas menawarkan produk yang ditawarkan; g) Meminta alamat dan nomor teleponnya.

Pelanggan jenis ini senang sekali jika mendapat perhatian.

4) Pelanggan yang senang mendebat/berdebat. Cara menghadapi pelanggan pendebat:

a) Tidak menunjukkan reaksi apabila pelanggan tersebut berada pada pihak yang salah, sebab jika kita menunjukkan reaksi, akan timbul diskusi yang berkepanjangan;

b) Bersikap tenang, tidak gugup dan tidak terpancing untuk marah;

c) Membatasi percakapan pada masalah yang sedang dihadapi, tidak menyimpang dari pokok pembicaraan;

d) Mengemukakan argumen yang masuk akal,

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 51 agar pelanggan menghargai anda. Apabila pelanggan sudah tenang, anda mulai memberi kan pelayanan;

e) Mengulangi argumen anda sekedar untuk mengingatkannya apabila pelanggan kembali bersikeras dengan pendapatnya;

f) Mencari kelemahan dari argumen pelanggan

dan menunjukkan kekeliruannya agar

pelanggan tenang;

g) Apabila anda dapat menguasai keadaan, pelanggan akan lunak.

5) Pelanggan yang memiliki banyak permintaan Cara menghadapi pelanggan seperti ini:

a) Mengucapkan salam bila ia datang kepada anda. Bila melalui telepon, anda harus menggunakan cara bertelepon yang baik; b) Mendengarkan permintaannya; jika

memung-kinkan membuat ringkasan atas permintaan tersebut. Permintaan tersebut bisa di penuhi bisa tidak, tergantung kebijaksanaan perusahaan;

c) Sesegera memenuhi permintaan pelanggan, jika memungkinkan, dan tidak melakukan kesalahan dalam melayani, karena ia akan terus mencecar anda jika ada kesalahan sedikit saja;

d) Meminta maaf dan menyarankan alternatif lain jika pelanggan merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan;


(31)

e) Segera memberitahu supervisor sambil menyebutkan permintaan pelanggan jika anda tidak mampu melayani pelanggan tersebut; f) tersenyum setiap saat, meskipun merasa jengkel.

B.

Rangkuman

Pelanggan adalah siapa saja yang terkena dampak dari produk atau proses pelayanan. Pelanggan dibedakan menjadi dua yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal.

Pelanggan adalah siapa saja yang berkepentingan dengan produk layanan kita, oleh karena itu pelanggan dapat berupa individu, kolektif maupun masyarakat dalam arti luas.

C.

Latihan

Untuk lebih memantapkan pengertian mengenai jenis dan karakteristik pelanggan, cobalah latihan dibawah ini:

1. Jelaskan jenis-jenis pelanggan!

2. Jelaskan cara untuk meningkatkan citra positif dimata pelanggan!

3. Jelaskan cara mengenal karakter pelanggan!.

53

BAB VI

MASYARAKAT SEBAGAI PELANGGAN

A.

Uraian

1. Anatomi Kemitraan

Kemitraan yang kuat adalah persekutuan yang dijalin dengan kejujuran. Kebenaran dan keterusterangan dipandang sebagai alat untuk pertumbuhan dan bukannya alat untuk melontarkan rasa tidak senang. Kedua mitra saling memberikan pernyataan yang langsung antara satu dan lainnya yang dicampur dengan rasa belas kasihan dan kepedulian. Kemitraan yang kuat berdasarkan keseimbangan. Walaupun demikian pengejaran kesamaan derajat merupakan sesuatu yang mencari kestabilan hubungan dengan hubungan. Kemitraan yang kuat berdasarkan keindahan. Semangat kemitraan mempunyai aliran listrik yang memberikan kepada setiap peserta rasa pengenalan dan kesantaian.

Kemitraan pelanggan yang efektif membuat pelanggan terus kembali, apapun yang terjadi dalam keadaan yang lebih baik atau lebih buruk, dimasa senang dan susah. Kemitraan pelanggan yang efektif mempunyai kualitas yang memastikan tentang sukses. Ini adalah pelanggan yang harus di prakarsai, diperlihatkan, dan dicontohkan oleh pemberi pelayanan.


(32)

54 Pelayanan Prima

Sementara konsep kemitraan pelanggan biasanya

mengimplikasikan hubungan yang tahan lama. Perasaan kemitraan mungkin tercipta dalam hubungan jangka pendek. Kualitas keintiman pelayanan ini timbul dari fokus pemberi pelayanan ada penciptaan pelayanan bernilai tinggi, dan memerlukan komitmen kepada pemberian yang luar biasa semata-mata bersandarkan harapan (tetapi bukan persyaratan) yang akan diberi pembalasan dengan timbal balik pengabdian pelanggan kepada pemberi pelayanan. Kalau dinyatakan secara berbeda, itu adalah perpaduan antara “cinta pada pandangan pertama” dan antusiasme pelayanan dalam bentuknya yang tertinggi. Itu adalah sikap melayani tanpa syarat.

2. Beberapa Peringatan Tentang Kemitraan

Beberapa peringatan tentang kemitraan; Pertama, semua kemitraan, apakah itu dengan rekan kerja, pelanggan atau teman hidup, memerlukan lebih banyak komitmen yang lengkap dan lebih mendalam, mempunyai persyaratan yang lebih keras dan mengharuskan dilakukannya pekerjaan yang lebih banyak daripada sekedar hubungan pelanggan yang bersifat sementara.

Perlu diingat bahwa tidak semua pelanggan ingin berperan serta dalam kemitraan pelanggan. Beberapa pelanggan suka menikmati satu takaran misteri, keleluasaan pribadi, dan jarak yang agak jauh. Sementara itu hubungan pelayanan menjadi semakin intensif dan intim, mereka mundur dan beralih ke hubungan pelayanan lain dengan bahasa

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 55 perpisahan yang mengatakan “mereka mengenal kami terlalu baik… kami memerlukan sedikit ruang untuk bernapas”. Pelanggan lainnya menginginkan hubungan dengan mengatakan “layani saya”. Mereka suka menikmati sikap hormat dari pemberi layanan tetapi lebih suka tidak membalas jerih payah yang diberikan.

Mengingat itu semua, apakah hubungan pelanggan yang lebih seperti kemitraan, layak diberi upaya ekstra yang diperlukannya dari anda ? tentu saja ! bukan hanya kemitraan pelanggan lebih banyak memberikan imbalan secara ekonomi, tetapi ini juga lebih bisa mengurangi kesalahan (lebih bisa memaafkan) serta menghasilkan lebih banyak imbalan mendasar yang lebih besar daripada hubungan antara pemberi pelayanan dan pelanggan yang tradisional.

3. Apa yang membuat kemitraan pelanggan berjalan? Kemitraan pelanggan yang efektif biasa diurai dalam banyak cara, dan label bagi bagian-bagiannya bisa berbeda-beda. Saya memilih untuk memasukkan ke dalam anatomi kemitraan pelanggan buku ini enam kualitas atau atribut yang esensial bagi kemitraan yang sukses: keberlimpahan, kepercayaan, impian, keseimbangan dan keindahan. Setiap bagian buku ini berisi beberapa bab yang membahas kualitas atau atribut ini secara mendalam.

Saya telah memilih ungkapan kualitas dengan kata-kata yang agak antik. Sebagai contoh, bukannya melukiskan “kehandalan” atau “kepastian” saya memilih kepercayaan.


(1)

74 Pelayanan Prima

manajemen yang mampu mewujudkan aspirasi masyarakat yang dilayaninya.

Kedua; Masyarakat perlu diyakinkan bahwa untuk

meningkatkan kualitas budaya masyarakat secara

menyeluruh dibutuhkan kehadiran kualitas

pemerintahan yang bersifat efektif, produktif dan efisien.

Perlu dipahami bahwa dalam kondisi ekonomi dan

sosial yang semakin bersifat “Industrialized” dan

pemerintahan dilihat dari aspek fungsi semakin meluas; maka kecenderungan sentralisasi akan semakin besar dan akan mendorong lahirnya

standarisasi-standarisasi pelayanan baik secara

kuantitatif maupun secara kualitatif.

Ketiga; Masyarakat perlu diyakinkan bahwa kondisi sumber daya manusia sebagai aparatur pemerintah, bukanlah suatu sentral permasalahan dalam pelayanan publik; tapi sentral permasalahan terletak pada sistem pelayanan publik yang diterapkan.

Masyarakat harus percaya bahwa sebagian besar aparatur pemerintah masih memiliki tanggung jawab yang sangat besar, penuh dedikasi terhadap apa yang menjadi lingkup kerjanya; memiliki keahlian prima; yang biasanya mereka berada pada perangkap sistem birokrasi yang statis dan sangat menghambat kreativitas mereka.

Lebih jauh masyarakat harus memiliki suatu kepercayaan bahwa sistem birokrasi yang statis itu bisa dirubah, dijadikan sistem yang bersifat energik

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 75

bagi optimasi pelayanan publik.

Keempat; Masyarakat harus diyakinkan bahwa pandangan liberalisme, baik yang dimaksud dengan liberalisme tradisional atau liberalisme konservatif dan spirit liberalisme lainnya perlu mendapat tempat lebih besar dalam iklim kinerja pelayanan publik.

Pelayanan publik perlu diikuti oleh strategi privatisasi atau swastanisasi; untuk mampu mengimbangi

keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh

pemerintahan dan untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanan.

Jadi perlu pertimbangan yang dapat diterima oleh

masyarakat secara menyeluruh, privatisasi/

swastanisasi pelayanan publik.

Kelima; Masyarakat perlu diyakinkan bahwa, setiap anggota masyarakat memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pelayanan publik diberbagai sektor atau bidang pelayanan publik.

Dalam praktek pelayanan terhadap pelanggan sering terjadi kesenjangan yang muncul karena penilaian konsumen terhadap

mutu pelayanan. Menurut Zeithaml-Parasuraman-Bery

(1990:23) mengemukakan bahwa penilaian kualitas pelayanan

menurut konsumen didasari pada indiktor: 1) tangibles (kualitas

pelayanan berupa sarana fisik perkantoran, ruang tunggu,

kmputer dan lain-lain), 2) Reliability (kemampuan dan

keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya), 3)

Responsiveness (kasanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap


(2)

76 Pelayanan Prima

terhadap keinginan konsumen), 4) Assurance (kemampuan dan

keramahan, serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan

kepercayaan konsumen), 5) Emphaty (sikap tegas tetapi penuh

perhatian dari pegawai terhadap konsumen).

Berikut adalah matrik penilaian kualitas pelayanan menurut konsumen:

Gambar 12

Antara kenyataan dan harapan pelayanan yang dirasakan oleh konsumen akan melahirkan masalah dalam pelayanan. Masih menurut Zeithaml-Parasuraman-Bery (1990:37) terdapat 5 (lima) gap yang mungkin muncul, yaitu:

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 77


(3)

78 Pelayanan Prima Modul Diklat Prajabatan Golongan III 79

Atau dengan model gambar yang lain kesenjangan tersebut dapat disajikan sebagai berikut:

Gambar 14


(4)

80 Pelayanan Prima

B.

Rangkuman

Dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan pelanggan banyak ditemui hambatan dan masalah. Permasalahan yang timbul didalam proses pelayanan tidak saja berasal dari eksternal, seperti pelanggan, akan tetapi juga sering kali proses pelayanan akan dipengaruhi dari sisi internal, yaitu dari lingkungan kita sebagai pemberi pelayanan. Berbagai masalah yang dihadapi tersebut mulai dari sulitnya merubah kondisi dan mental model aparatur pelayan yang sudah lama memang tidak memposisikan diri sebagai pelayan, masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah sikap atasan yang kurang memiliki komitmen terhadap pelayanan yang baik.

C.

Latihan

Untuk lebih memantapkan pengertian anda mengenai wujud pelayanan prima, cobalah latihan dibawah ini:

1. Jelaskan tentang perubahan paradigma pelayanan?

2. Jelaskan tentang pelayanan yang mengacu kepada kepuasan

pelanggan

3. Jelaskan tentang konsep mendahulukan kepentingan

pelanggan?

4. Jelaskan tentang pelayanan dengan sepenuh hati?

Apabila anda belum mampu menjawab latihan tersebut diatas, maka pelajarilah kembali kegiatan-kegiatan pembelajaran tentang wujud pelayanan prima, terutama yang belum anda pahami.

DAFTAR BACAAN

Avis, Warren, 1986, Take A Chance To Be First (Eds.,) Indonesia

Meraih Peluang Menjadi Yang Pertama. Mutiara Utama Indonesia.

Bell, Chip R., 1996, Customers as Partners (Eds.,) Indonesia 1997,

Pelanggan Sebagai Mitra Usaha Menjalin Hubungan Yang Abadi, Profesional Books, Indonesia.

David Farnham dan Sylvia Horton, 1993, Managing the New Public

Services, Macmillan, London

David Osborne dan Peter Plastrik, 1996, Banishing Bureaucracy-The

Five Strategies for Reinventing Government, Addison-Wesley Publishing Company;

David Osborne dan Ted Gebler, 1992, Reinventing Government-How

the Enterpreneural Spirit is Transforming the Public Sector, Addison Wesley Publishing Inc.

Devry, 1994, Good Service Is Good Business, Practice Hall,

Australia.

Gaspersz, Vincent (Eds.,) Indonesia, Manajemen Kualitas;

Penerapan Konsep-konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, Gramedia, Indonesia.

Fisip-UI, 1994, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Nomor 3,

Jakarta;

Foster, Timothy R. V, 1997, 101 Ways to Boost Customer

Satisfaction, Kogan Page.

________________, 1999, Customer Care, Kogan Page.

Hopson, Barrie & Scally Mike, 1991, 12 Steps to Success Through


(5)

82 Pelayanan Prima

James, Jennifer, 1996, Thinking in The Future Tense, Jennifer James

Inc.

Lukman, Sampara, 1999, Manajemen Kualitas Pelayanan,

STIA-LAN Press, Jakarta.

Macaulay, Steve & Cook Sarah, 1993, How to Improve Your

Customer Service (Eds.,) Indonesia, 1997, Kiat Meningkatkan Pelayanan bagi Pelanggan, Gramedia, Jakarta.

Morgan, Rebecca L, 1996, Calming Upset Customers, Crip

Publication, Inc.

Patricia W. Ingraham, Barbara S. Romzek & Associates, 1994, New

paradigm for Government-Issues for the Changing Public Service, Jossey Bass Publisher, San Francisco

Sugiarto, Endar, 1999, Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa,

Gramedia, Jakarta.

B.Tjiptono, Fandy, 1997, Total Quality Service, Andi Offset,

Jogjakarta.

Walker, Dennis, 1996, Customer First (Eds.,), Indonesia, 1997,

Mendahulukan Pelanggan, Strategi untuk Memberikan Pelayanan Bermutu.

Wellington, Patricia, 1998, Kaizen, Strategies for Customer Care

(Eds.,) Indonesia, 1998, Strategi Kaizen untuk Kepedulian pada Pelanggan, Batam Center, Indonesia.

Yeheskel Hasenfeld, 1983, Human Service Organizations,

Printice-Hall Inc, New Jersey.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Drs. Sutopo, MPA, Agama Islam, lahir di Yogyakarta tanggal 13 Juli 1944.

Penulis adalah Widyaiswara pada Lembaga

Administrasi Negara (LAN) dan staff edukatif pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA-LAN) Kampus Jakarta.

Selain itu, penulis juga aktif mengajar manajemen pelayanan prima dan sejumlah materi Diklat lainnya di berbagai Instansi, baik pemerintah maupun swasta.


(6)

84 Pelayanan Prima

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DR. Adi Suryanto, S.Sos, M.Si, Agama Islam, lahir di Kebumen tanggal 8 Desember 1969. Penulis saat ini bekerja di Lembaga Administrasi Negara.

Riwayat pendidikan: Penulis menyelesaikan

pendidikan SD, SMP dan SMA di Kebumen. Setelah itu menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Ilmu Pemerintahan di Universitas Diponegoro tahun 1993, kemudian melanjutkan pendidikan Strata Dua (S.2) Administrasi dan Kebijakan Publik di Universitas Indonesia tahun 2000 dan Program Pascasarjana (S3) di Universitas Indonesia Tahun 2008. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, tercatat pernah sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa UNDIP periode 1992-1993, Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FISIP UNDIP periode 1991-1992, Aktif juga di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang. Riwayat pekerjaan penulis dimulai sejak tahun 1994 diterima sebagai CPNS di Lembaga Administrasi Negara. Tahun 1994-1996 menjadi staf di Pusbina Diklat Teknis Fungsional, tahun 1996-1998 sebagai staf di SESPANAS, tahun 1998 (10 bulan) menjabat Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pusat Litbang SDM, 1998 - 2000 menyelesaikan tugas belajar, tahun 2000 (8 bulan) menjabat Kepala Sub Bagian Mutasi pada Bagian Kepegawaian, tahun 2001-2008 menjabat Kepala Bagian Administrasi dan Plh. Kepala Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah (PKKOD) hingga sekarang. Selain itu penulis juga menjadi staf pengajar pada STIA-LAN.