Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Perilaku Konsumtif

pembuatan film, maka akan digali fakta langsung dari lokasi untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Harapan penelitian ini adalah membuat film dokumenter bergenre association picture story tentang budaya konsumtif masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik pokok permasalahan, yaitu Bagaimana membuat film dokumenter bergenre association picture story yang bercerita tentang budaya konsumtif masyarakat.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas agar permasalahan tidak menyimpang, maka batasan masalah yang akan dikerjakan adalah: 1. Film dokumenter ini menceritakan Budaya Konsumtif masyarakat. 2. Dalam film dokumenter ini, yang diambil adalah di kota Surabaya. 3. Subyek dalam film ini adalah remaja.

1.4 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan video dokumenter ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat film dokumenter bergenre association picture story tentang budaya konsumtif

1.5 Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Genre Association picture story yang digunakan dalam film dokumenter ini dapat dijadikan referensi untuk memperidah visualisasi dan salah satu trik untuk membuat penonton tidak bosan ketika melihat film dokumenter. b. Diharapkan mampu menjadi film yang bukan hanya memberikan informasi namun juga mengedukasi melalui pesan pesan yang disampaikan secara verbal maupun non verbal.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil dari film dokumenter ini dapat dijadikan sebagai media yang akan dijadikan sarana atau nformasi yang mampu membuka pandangan khalayak tentang budaya konsumtif masyarakat. 7 BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendukung pembuatan karya video dokumenter, maka karya akan mengunakan beberapa tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka yang akan digunakan antara lain:

2.1 Perilaku Konsumtif

Lubis Sumartono, 2002:117 mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dalam Sumartono, 2002:117 mengatakan perilaku konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan. Sedangkan Anggasari dalam Sumartono, 2002:117 mengatakan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Lebih lanjut Dahlan dalam Sumartono, 2002:117 mengatakan perilaku konsumtif yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata. Kesimpulannya adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik. Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lainnya atau dapat disebutkan, membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang memakai barang tersebut Sumartono, 2002: 117. Menurut Sumartono, 2002: 119 indikator perilaku konsumtif yaitu : 1. Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. 2. Membeli produk karena kemasannya menarik. Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna- warna menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus rapi dan menarik. 3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya Konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya dengan tujuan agar konsumen selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian yang lain. Konsumen membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri. 4. Membeli produk atas pertimbangan harga bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya. Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah. 5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat ekslusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain. 6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur produk tersebut. 7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Konsumen sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. 8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis merek berbeda. Konsumen akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelum ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya. 2.2 Film 2.2.1 Pengertian