kemudian diikuti usia antara 1-9 tahun sebanyak 2 orang. Pada apendisitis perforasi tidak didapatkan perbedaan antara usia 1-9 tahun dan usia 10-18 tahun.
5.2.2 Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa pasien apendisitis terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35 orang 55,6 dan diikuti oleh pasien
berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 28 orang 44,4. Dari penelitian di Taiwan yang dilakukan oleh Lin et al 2015, diketahui bahwa penderita apendisitis
pada rentang usia 0-14 tahun didapatkan sebesar 61,2 berjenis kelamin laki-laki dan sebesar 38,8 adalah perempuan. Pada rentang usia 15-29 tahun juga
didapatkan persentasi yang lebih besar pada laki-laki yaitu sebesar 53,6. Data tersebut sejalan dengan data penelitian ini dimana apendisitis lebih banyak pada
laki-laki. Pada tabel 5.8. didapatkan bahwa untuk pasien apendisitis akut lebih banyak
terdapat pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 25 orang sedangkan untuk pasien apendisitis kronik lebih banyak pada pasien berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 6 orang. Pada pasien apendisitis perforasi didapati lebih banyak pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 7
orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulu et al 2010, pada penderita apendisitis dalam rentang usia 0-9 dan 10-19 tahun yang didapatkan
bahwa apendisitis perforasi juga lebih banyak pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki.
5.2.3 Suku
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa pasien apendisitis paling sering dijumpai pada pasien dengan suku Batak yaitu sebanyak 22 orang 34,9 dan
paling sedikit dijumpai pada pasien dengan suku Jawa, yaitu sebanyak 12 orang 19.
Pada tabel 5.9. diketahui bahwa Apendisitis akut juga lebih banyak dijumpai pada pasien dengan suku Batak sebanyak 14 orang. Pada apendisitis kronik
memiliki angka yang sama sebanyak 3 orang pada suku Batak dan Karo. Pada
Universitas Sumatera Utara
apendisitis perforasi didapati juga pasien dengan suku Batak terbanyak yaitu sebanyak 5 orang.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu 2010 bahwa mayoritas penderita apendisitis bersuku Batak. Hal ini mungkin
disebabkan karena lokasi daerah yang menjadi tempat penelitian merupakan mayoritas suku Batak.
5.2.4 Gejala Klinis
Dari tabel 5.4. diketahui bahwa dari 63 pasien apendisitis paling sering dijumpai gejala klinis nyeri yaitu sebanyak 61 orang 96,8 kemudian dengan
demam sebanyak 40 orang 63,5, mual muntah 29 orang 46 dan 9 orang 14,3 dengan diare.
Pada penelitian kohort oleh Marzuillo et al 2015 oleh penderita apendisitis dengan usia di bawah 5 tahun, nyeri merupakan gejala klinis yang paling sering.
Sebesar 95 pasien datang dengan keluhan nyeri kemudian diikuti oleh mual muntah sebesar 83, 80 datang dengan keluhan demam dan 32 dengan diare.
Berdasarkan tabel 5.5. diketahui bahwa pasien apendisitis paling sering dijumpai hanya dengan gejala klinis nyeri perut saja yaitu sebanyak 18 orang
28,6, dan paling sedikit dijumpai pada pasien yang hanya dengan gejala klinis demam saja yaitu sebanyak 2 orang 3,2.
Dari tabel 5.10. diketahui bahwa pasien apendisitis akut paling sering hanya mengalami gejala klinis nyeri perut yaitu sebanyak 12 orang. Pada apendisitis
kronik didapatkan gejala klinis yang lebih sering kombinasi nyeri dan demam sebanyak 3 orang sedangkan pada apendisitis perforasi lebih sering pasien datang
dengan gejala klinis nyeri perut, mual muntah dan demam sebanyak 4 orang.
5.2.5 Apendisitis