Gambaran pertahanan hidup (survival) janda pasca Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

GAMBARAN PERTAHANAN HIDUP (SURVIVAL)
JANDAPASCA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

- --II 0.1
"H'i

セGャョイゥォ

.

,.

セLセNG

.-

. GセBgiUtYz^

;


- - -

.._- .. セ

ZッNャuゥセ_ia

...-

klasifikasj ; ....................................

NURULISYANA SOUHAH

203070029013
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi ( S. Psi)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H 12009 M


GAMBARAN PERTAHANAN HIDUP (SURVIVAL)
JANDA PASCA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ( KDRT )
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syaratsyarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
NURUL ISYANA SOLIHAH

r
N⦅M セ

NIM.203070029013

\

PERPUSTAKAAN UTAMA
UIN SYAHID JAKARTA

Di bawah Bimbingan


Pembimbing II,

Mセ

Yufi Adriani, M. Psi, Psi
NIP. 19820918200901 2006

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H 12009 M
Ii

t:!fgkinilali'cI1fjali£ー[。ゥエ・セ

k.mlitan aatancJ,

padi a£an cI1temu£an £emuaali'an aari
ᆪ・セオャゥエ。ョ


」ャ・セオ。エ

itu.

yancJ fuar ャゥ 。セ

aafam cI1rimu tiaa£

a£an muaali'untu£me1'tcJli'ampirimu tanpa
aaanya £eda aan オセ。ャゥGN

jS・イオセ。ャ ヲ ゥG

セ・ュ。ᆪセ ヲ

muncJk1n, yakini

ォゥエ。ー セエゥ


iゥ セ。N

$ ancJanpikir£an a;payancJ cI1£ata£an orancJ
aan Qゥセᆪオョ」j。ョ

エ・ョ 。セ

cI1rimu, teta;pi lillatfali'

kedafam dirimu セ・ョ、ゥイ N
セゥャ。ー

demukan a;payancJ

anaa i1'tcJin£an aan £eJarfallitu.

iv

PERSEMBAHAN


Kupersembahkan kepada yang selalu ku cinta :
Aim. Ayah,
Ibuku tersayang,
Arief dan Auliya adik-adikku,
Seluruh saudara-saudaraku,
Renaldo beserta keluarga,
Sahabatku Dewi,
Bapak/ibu anggota Balitbang Dephan
Serta Teman-temanku.
Atas limpahan inspirasi, motivasi,
cinta dan kasih sayang.

Terima kasih banyak
v

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi
(8) Oktober 2009
(G) Nurul fsyana Solihah

(D) Gambaran Pertahanan Hidup (Survival) Janda pasca Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT)
(E) 128 halaman ... iv lampiran
(F) Didalam sebuah rumah tangga, ketegangan maupun konflik
merupakan hal yang biasa. Namun, apabila ketegangan itu berbuah
kekerasan baik fisik maupun psikis maka diperlukan penyelesaian lebih
lanjut. KDRT adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau
beberapa orang terhadap orang lain, mungkin berakibat kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, psikologis termasuk pula ancaman
perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
seseorang secara sewenang-wenang atau adanya penekanan secara
ekonomis, yang terjadi dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah
tangga atau dalam istilah lainnya kekerasan domestik adalah kekerasan
yang terjadi di dalam rumah tangga dimana biasanya yang berjenis
kelamin laki-Iaki (suami) menganiaya secara fisik maupun psikis pada
jenis kelamin perempuan (isteri).
Fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dengan adat
ketimurannya, dimana masyarakatnya lebih suka menyembunyikan dan
bungkam terhadap masalah KDRT. Hal ini disebabkan karena masih
kuatnya kultur yang menomor satukan keutuhan dan keharmonisan

keluarga. Bagi isteri yang mengalami KDRT sudah seharusnya tidak
harus berdiam diri saja, tidak seharusnya mereka menderita seorang
diri, tanpa diketahui orang lain yang mungkin dapat menolongnya.
Meninggalkan hubungan kekerasan memang merupakan keputusan
yang berat bagi seorang isteri karena banyak sekali faktor-faktor yang
perlu untuk dipertimbangkan dan banyak pula yang tetap bertahan,
tetapi terkadang KDRT dapat memberikan dampak yang negatif bagi
korbannya, misalnya timbulnya penyakit mental. Sehingga perlu bagi
para korban untuk memikirkan kelangsungan hidup mereka kedepannya
agar dampak negatif yang mereka rasakan tidak berkelanjutan.
Pertahanan hidup (survival) adalah suatu proses aktif untuk mengubah
pengaruh penganiayaan setelah hUbungan semacam itu berakhir.
Pertahanan hidup juga dapat diartikan penggunaan kebebasan yang
sifatnya aktif untuk meminimalkan, mengubah atau membalikkan
pengalaman negatif, dalam hal ini pengalaman kehilangan kekuasaan
menjadi keterampilan untuk memberdayakan diri.

vi

Memberdayakan diri yang dimaksud adalah kebebasan untuk keluar dari KDRT,

mengoptimalkan wan ita untuk bisa memahami, menggali kebutuhan diri dan
mengoptimalkan diri serta menemukan kemungkinan baru yang dapat
dimanfaatkan setelah mengalami KDRT.
Pertahanan hidup (survival) dapat diidentifikasi dari dimensi pertahanan hidup,
yaitu janda dapat menempatkan, mengeksplorasi dan memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri, janda mulai mengaitkan kebutuhannya sendiri dalam
hubungannya dengan orang lain. janda mulai mengefektifkan perubahan pada
dirinya untuk mengadakan perubahan sosial dalam masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pertahanan hidup (survival)
Janda pasca Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode yang digunakan yaitu studi
kasus dengan desain multi kasus. Subjek dalam penelitian ini yaitu seorang
Janda yang mampu mempertahankan hidup tanpa suami disisinya. Subjek yang
diambil sebanyak tiga orang.
Subjek dipilih dengan menggunkan teknik purposive sampling. Dalam
pengumpulan data teknik yang digunakan yaitu wawancara serta observasi
sebagai pendukung. Ketika wawancara dilaksanakan. instrumen yang digunakan
yaitu pedoman wawancara, lembar observasi dan alat perekam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertahanan hidup (survival) cukup mampu
dijalani oleh Janda pasca KDRT oleh suami. walaupun begitu, tidak dapat

dipungkiri peran Iingkungan sangat membantu mereka untuk survive.
Lingkungan yang dimaksud adalah peran dari keluarga. kerabat. teman maupun
sahabat. Saran yang diajukan dalam penelitian ini yaitu dilakukannya penelitian
lanjutan. pada kajian pustaka mengenai pertahanan hidup (survival) sebaiknya
menggunakan lebih banyak lagi Iiteratur bahan teorlnya agar lebih mudc.h lagi
untuk mengetahui gambaran pertahanan hidup (survival) pada fakta lapangan.
Bagi setiap responden yang belum memahami arti serta fungsi LBH tetapi
mengalami KDRT, sebaiknya diberi tahu arti dan fungsi dari LBH serta
disarankan pula untuk datang kesana agar permasalahan yang dialami oleh para
isteri yang mengalami KDRT bisa lebih ringan dan mampu untuk mengambil
keputusan yang positif untuk hidup mereka kedepannya.

(G) Daftar bacaan : 7 buku. 3 skripsi dan disertasi, 9 internet (1992-2008)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wasyukurillah, dengan segala kerendahan hati terucap puji
serta syukur kepada penguasa langit dan bumi Allah SWT,atas segala
limpahan karunia-Nya yang begitu luarbiasa sehingga karya tulis ini
dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat dan juga para pengikutnya yang Insya Allah selalu
istiqomah mengikuti ajarannya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Program Pendidikan Strata 1 Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada :
1.

Jahja Umar, Ph.D, Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

2. Ora. Fadhilah Suralaga, M. Si Pembantu Oekan Bidang Akademik,
Bambang Suryadi, Ph.D Penasehat Akademik dan Pembantu
Oekan Bidang Administasi Umum. Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si dan
seluruh dosen-dosen yang sabar mendidik penulis sehingga saya
mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

vii

3. Neneng Tati Sumiati M.Si, Psi sebagai Oosen Penguji I, Ora. Netty Hartati,
M. Si., Oosen Pembimbing I dan sebagai Oosen Penguji II, serta Ibu Yufi
Adriani, M. Psi. Psi, dosen Pembimbing II, yang telah begitu sabar
membimbing Penulis dengan segala keikhlasan serta pengertian, perhatian
dan motivasi yang luar biasa kepada penulis.
4. Kedua orangtuaku. Ayahanda Aim. H. Abdul Madjid atas dukungan moriil dan
materiil yang sudah diberikan walaupun sekarang ini beliau tidak bisa
menikmati lagi secara langsung serta Ibundaku tersayang Owi Yatmi Kurniati
atas segala Iimpahan doa yang tak pernah putus untukku sehingga pada
akhirnya penulis dapat memberikan kebahagiaan dan kebanggaan pada
keduaorangtuaku. Untuk Aim. Ayah semoga Allah SWT menempatkannya
ditempat yang paling terindah di sisi-Nya dan untuk ibuku tercinta semoga
Allah SWT selalu menyayangi, melindungi dan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat pada beliau. Amin. Kepada adik-adikku, terima kasih untuk
supportnya yang begitu berharga pad a penulis. Untuk Renaldo beserta
keluarga, terima kasih untuk semua dukungan dan support yang luar biasa
pada penulis sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikannya.
5. Seluruh dosen, karyawan/staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan i1mu pengetahuan, pengalaman,
motivasi serta dukungan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan
baik.

6. Perpustakaan Psikologi UIN, Perpustakaan Utama UIN, Perpustakaan UI,
Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Gandaria, Perpustakaan Pemda OKI
Jakarta untuk segala kemudahan dalam mencari data-data.

7. Seluruh karyawan Balitbang Oephan (tempat dimana penulis bertugas),
khususnya Kabagum Set Balitbang Oephan (Kolonel Ojarwoto), Kasubbag
Rumga (Mayor Muzirman) dan stat, Kasubbagmin (Yuwono, S. Sos) dan stat
serta Kasubbagpeg (Ora. Aries S, M.Si) beserta stat-statnya atas segala
support moriil dan materiil, motivasi yang sangat berharga dan begitu luar
biasa sehingga penulis selalu bersemangat untuk menyelesaikan skripsi.
Juga kepada mba Rini perawat di Balitbang Oephan, terima kasih untuk
motivasi dan juga atas komputernya. Ibu Kulsum dan Ibu Sukarsih yang
berkenan membantu penulis untuk sementara menjadi spri Kabagum saat
saya izin untuk menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2003 Reguler, khususnya Raudatul
Farida, Qurratu Aini, Ikhca Maulidya, Rini Haryani terima kasih untuk
semangat dan motivasinya selalu. Evi Nurfaryanti, Ersyali, Nurhidayati, Siti
Aisyah, Fakhrunnisa, Zahrotul Humairoh, Ade Susanti, serta teman-teman
kelas A yang tidak tertulis satu persatu. Tetapi tidak mengurangi rasa kasih
sayang dan kerinduan untuk kebersamaan yang begitu indah. Semoga
kekompakan ini selalu terjalin dan terajut.

9. Seluruh teman-teman Psikologi Non Reguler, khususnya angkatan 2004,
Dewi Novitasari (untuk dukungan moriil, motivasi, inspirasi yang terus
menerus dan sangat luar biasa), Ratih Chyntia Dewi&AIi (untuk supportnya).
Semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu. Aryn, Puput, Qq, Omi,
Devi, Fitri, Nina, Risi, Mala, Zahra, Nur, Putri dan teman-teman angkatan
2004 dan seluruh teman Psikologi Non Reguler yang tidak tertulis satu
persatu, terima kasih untuk doa dan dukungannya.

10. Terima kasih penulis haturkan juga kepada ketiga responden yang bersedia
mencurahkan segala perasaan dan pengalaman hidupnya kepada penulis.
Mudah-mudahan Allah SWT selalu melindungi dan memberikan kebahagiaan
kepada para responden. Amin.

Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini berguna dan
memberikan inspirasi kepada para pembaca. Amin.
Jakarta,

2009

Penulis

vii

DAFTAR 151

HALAMAN JUDUL. •..•••.....••...............................•............................ i
HALAMAN PER5ETUJUAN ....................••..................•................•....ii

iii

HALAMAN PENGE5AHAN
MOTTO

.iv

PER5EMBAHAN

v

AB5TRAK

vi

KATA PENGANTAR

vii

DAFTAR 151..

viii

DAFTAR LAMPIRAN

xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1-17

1.1

Latar Belakang Masalah

1

1.2

Identifikasi Masalah

13

1.3

Pembatasan dan Rumusan Masalah

13

1.3.1 Pembatasan Masalah

13

1.3.2 Perumusan Masalah

14

Tujuan dan Manfaat Penelitian

15

1.4.1 Tujuan Penelitian

15

1.4.2 Manfaat Penelitian

15

Sistematikan Penulisan

16

1.4

1.5

18-46

BAB 2 KAJIAN PU5TAKA

2.1

Pertahanan hidup (survivaf)

20

2.1.1 Pengertian Pertahanan Hidup (Survivaf)

20

2.1.2 Dimensi Pertahanan Hidup (Survivaf)

22

2.1.3 Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat
Pertahanan Hidup (Survivaf) Janda Pasca KDRT..

viii

27

2.2

2.3

KDRT

28

2.2.1 Pengertian KDRT..

28

2.2.2 Gejala-gejala Kekerasan Terhadap Isteri.

35

2.2.3 Bentuk-Bentuk KDRT terhadap Isteri.

36

2.2.4 Penyebab KDRT terhadap Isteri..

.40

2.2.5 Dampak Kekerasan Terhadap Isteri.

.41

Gambaran Pertahanan Hidup (Survival) Janda Pasca
KDRT

.43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian
3.1.2 Metode Penelitian

3.2

3.3

47-57
.47
47
..47

Subjek Penelitian

.48

3.2.1 Karakteristik Subjek

.48

3.2.2 Jumlah Subjek

.49

3.2.3 Teknik Pemilihan Subjek

50

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

50

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

50

a.

Wawancara

52

b.

Observasi..

52

3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data
a.

Pedoman Wawancara

b.

Lembar Observasi dan Catatan Subjek

c.

Alat Bantu Pengumpulan Subjek

52
52
53
53

3.4

Analisa Data

53

3.5

Prosedur Penelitian

54

3.5.1 Tahap Persiapan

54

3.5.2 Tahap Pelaksanaan

55

Kode Etik Penelitian

56

3.6

BAB 4 PRESENTASI DAN ANAL/SA OATA

5S-121

4.1

Gambaran Umum Subjek Penelitian '"

58

4.2

Gambaran dan Analisa Kasus

59-118

4.2.1 Kasus S

60

4.2.2 Kasus M

4.3

,

83

4.2.3 Kasus F

102

Analisis Antar Kasus

119

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

,

122-142

5.1

Kesimpulan

122

5.2

Diskusi.

125

5.3

Saran

127

BABI
PENDAHUlUAN
1.1

Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang sempurna yang memberi kedudukan dan
penghormatan tinggi kepada isteri, baik itu ditingkat hukum ataupun
masyarakat. Beberapa bukti yang menguatkan dalil bahwa ajaran Islam
memberikan kedudukan linggi kepada isteri, dapat dilihat pada ayat Alquran
yang berkenaan dengan isteri. Bahkan untuk menunjukkan betapa
pentingnya kedudukan isteri, dalam Alquran terdapat surah bernama An-Nisa,
artinya isteri (Arif Hamzah, 2002).

Sejarah dunia mencatat betapa perempuan seringkali diperlakukan secara
nista. Pada banyak peradaban besar, perempuan dianggap sebagai the

second class, makhluk pelengkap, separuh harga laki-Iaki, dan banyak lagi
predikat lain yang mendudukkan isteri pada sudut-sudut sosial. Rasulullah
Saw. telah menetapkan tanggung jawab terhadap laki-Iaki (suami) dan
perempuan (isteri) dalam kapasitas sebagai pemimpin yang berbeda di dalam
sebuah keluarga. Suami sebagai pemimpin bertugas mengendalikan arah
rumah tangga serta penjamin kebutuhan hidup sehari-hari seperti makanan,
minuman dan pakaian serta bertanggung jawab penuh atas berjalannya
seluruh fungsi-fungsi keluarga. Adapun isteri berperan sebagai pelaksana
teknis tersedianya kebutuhan hidup keluarga serta penanggung jawab harian

2
atas terselenggaranya segala sesuatu yang memungkinkan fungsi-fungsi
keluarga tersebut dapat dicapai (Arif Hamzah, 2002).

Baik isteri maupun suami harus memahami hak dan kewajiban mereka
masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar baik suami maupun isteri dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan
porsinya. Menurut La Jamaa dan Hadidjah (2008) kewajiban suami terhadap
isteri adalah sebagai berikut :
1.

Kewajiban yang bersifat material (Iahiriah), yaitu :
a.

Membayar mahar
Kewajiban suami terhadap isterinya setelah dilangsungkan akad
pernikahan ialah memberikan mahar, sesuai firman Allah SWT
dalam

as. An-Nisa (4) ayat 4, yang artinya : "Berikanlah

maskawin (mahar) kepada isteri (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."

Mahar bukanlah untuk menghargai atau menilai isteri (isteri)
secara materi, tetapi pemberian mahar merupakan lambang
(tanda) kecintaan suami terhadap isterinya. Karena mahar
adalah lambang kesiapan dan kesediaan suami untuk memberi
nafkah lahir kepada isteri dan anak-anaknya.

3
b.

Memberi nafkah
Kewajiban suami memberi nafkah kepada isteri ditegaskan oleh
Allah 8WT dalam Q8. AI-Baqarah (2) : 233, yang artinya :
".... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan eara yang ma'rut. 8eseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya..."

Pemberian makanan kepada isteri oleh suami bukan saja
bermantaat bagi isleri sendiri letapi juga bagi anak, terulama
saal isteri hamil dan menyusui. 8elain ilu, suami juga
berkewajiban menyediakan lempat linggal unluk isterinya,
sesuai dengan firman Allah 8WT dalam Q8. AI-Thalaq (65) : 6,
yang artinya : "Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu
bertempal tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka unluk menyempilkan (hali) mereka..."

Tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan primer suami
isteri disamping makanan dan pakaian. Karena didalam rumah
itulah mereka dapat membina dan memadu einta kasih sebagai
lempat suami isteri melekalkan akalan balin, menyimpan
rahasia keluarga dan menyalukan eila-eila dan harapannya.

4
2.

Kewajiban suami yang bersifat non material
a.

Menggauli isterinya dengan baik dan tidak menyakitinya.
Suami berkewajiban untuk menggauli isterinya dengan cara
yang baik, tidak menyalahgunakan hak-hak dan kekuasaannya
untuk menyakiti isterinya, sesuai penegasan Allah Swt dalam
QS. An-Nisa (4): 19 yang artinya : " .....dan bergaullah dengan
mereka secara patut. Kemudian bila kamu lidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya
kebaikan yang banyak."

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kebaikan pergaulan
dengan isteri bukan sekedar tidak menyakiti perasaannya tetapi
juga menahan diri dari semua sikap isteri yang tidak disenangi
suami.

Didalam buku nikah suami, hak suami adalah kepala Rumah Tangga
dan harta bawaan yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan adalah
dibawah penguasaannya sepanjang tidak ditentukan lain oleh suami
isteri (Buku nikah 1 Juni 1998/6 Rabiul Awal1419 H. Ciputat, Banten:
Depag RI).

Selain itu, dalam buku nikah baik buku nikah suami atau isteri dije
laskan mengenai hak dan kewajiban suami dan isteri. Adapun salah
satu kewajiban suami yang tercantum dalah buku nikah adalah

5
melindungi isteri dan anak-anak. Dalam hal KDRT, seharusnya para
suami yang melakukan KDRT pada isterinya bisa berpikir jernih dan
dewasa untuk menyadari bahwa seharusnya janji yang suami lakukan
akan dipertanggung jawabkan, karena suami bukan hanya janji pada
saksi-saksi tetapi juga berjanji pada Allah

swr (Buku nikah 1 Juni

1998/6 Rabiul Awal1419 H. Ciputat, Banten: Depag RI).

Sedan gkan kewajiban isteri menurut La Jamaa dan Hadidjah (2008)
yaitu:
1.

Kepatuhan kepada suami
Kewajiban utama seorang isteri adalah menjadi pasangan suami
dalam pernikahan serta ikut membantu tercapainya
kebahagiaan rumah tangga semaksimal mungkin. M. Quraish
Shihab dalam La jamaa dan Hadidjah, 2008 mengungkapkan
bahwa perempuan yang saleh adalah yang taat pada Allah dan
juga kepada suaminya, setelah mereka bermusyawarah
bersama dan atau bila perintahnya tidak bertentangan dengan
perintah Allah serta tidak mencabut hak-hak pribadi isterinya.

Disamping itu, isteri juga memelihara diri, hak-hak suami dan
rumah tangga saat suaminya tidak ditempat, karena Allah
memelihara mereka. Pemeliharaan Allah ketika suami tidak
ditempat, cinta yang lahir dari kepercayaan suami terhadap
isterinya.

6
Adapun hak-hak isteri yang tercantum didalam buku nikah isteri yaitu :
a.

Isteri adalah ibu rumah tangga.

b.

Memperoleh keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuan suami.

c.

Memperoleh perlindungan dan perlakuan yang baik dari suami.

d.

Memperoleh kebebasan berpikir dan bertindak sesuai dengan
batas-batas yang ditentukan dalam ajaran agama dan norma
sosial.

e.

Harta, bawaan yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan
adalah dibawah penguasaannya, sepanjang tidak ditentukan
lain oleh suami isteri (Buku nikah 1 Juni 1998/6 Rabiul Awal
1419 H. Ciputat, Banten: Depag RI).

Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal1 tentang perkawinan
dan sekaligus memberikan suatu definisi perkawinan yaitu : " Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang perempuan
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga )
yang bahagia dan kekal,berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa:

Untuk itu, baik suami atau isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan
mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. Jadi, pernikahan bukanlah
sekedar sarana untuk menyalurkan kebutuhan biologis semata, akan tetapi
pernikahan merupakan sarana untuk mewujudkan kebahagiaan hidup
besama dalam sebuah rumah tangga. Bahkan seperti yang tercantum pada

7
Pasal29 ayat 1 UU Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang perjanjian
perkawinan, yaitu : "Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan,
kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis
yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, yang mana isinya berlaku
juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Begitupun pada Pasal 33 ditentukan tentang hak dan kewajiban suami isteri,
yaitu "Suami isteri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain" (UU RI tentang
Perkawinan, 2008).

Dari beberapa pasal diatas dan sedikit ulasan tentang hak dan kewajiban
suami isteri, dapat dilihat bahwa kekerasan oleh suami terhadap isteri tidak
diperkekankan, hal ini disebabkan karena tidak sesuai dengan tujuan
perkawinan dan hak serta kewajiban suami isterLTerlebih lagi menurut
pandangan bangsa Indonesia bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga
yang sakral. Namun, banyak sekali kenyataan yang membuktian bahwa telah
エ・セ。、ゥ

kekerasan baik fisik maupun psikis, ekonomi ataupun seksual.

Didalam sebuah rumah tangga, ketegangan maupun konflik merupakan hal
yang biasa. Namun, apabila ketegangan itu berbuah kekerasan baik fisik
maupun psikis maka dipenukan penyelesaian lebih lanjut . Tindak kekerasan
di dalam sebuah rumah tangga, merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum.

8
Kekerasan terhadap isteri dalam keluarga tidak terjadi secara berdiri sendiri,
pola hubungan kekuasaan suami terhadap isteri juga mempengaruhi tndakan
kekerasan. Kekuasaan yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain agar sesuai dengan tindakan yang dikehendakinya.
Pada posisi inilah seorang isteri akan menjadi sasaran kekerasan suami,
terutama apabila tidak terjadi keseimbangan baru yang disepakati oleh semua
pihak yang terlibat, maka terjadilah perubahan sistem kekuasaan (Soerjono,
Soekanto, 2002).

KDRT dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, isteri, anak,
atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih
dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap isteri. Hal ini
dapat dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah isteri. SUdah pasti
pe;akunya adalah suami "tercinta". Rumah tangga bukan tempat (ajang)
melampiaskan emosional suami terhadap isteri. Tetapi, rumah adalah tempat
yang aman. Tempat dimana kehangatan selalu bersemi. Didalamnya terdapat
pasangan suami isteri yang saling mencintai (Diah Widya Ningrum, 2007).

Tindakan kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya, melibatkan
pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga.
Sedangkan bentuk tindakan kekerasan bisa berupa kekerasan fisik,
kekerasan psikis/psikologis, kekerasan ekonomi, maupun kekerasan seksual.
Pelaku dan para korban tindakan kekerasan di dalam rumah tangga dapat
menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat
pendidikan, dan suku bangsa. Tindak kekerasan pada isteri dalam rumah

9
tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat
tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa
alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak
kekerasan pada isteri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat
pribadi dan terjaga privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan
rumah tangga (sanctitive ofthe home), ketiga: tindak kekerasan pada isteri
dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga,
keempat: tindak kekerasan pada isteri dalam rumah tangga terjadi dalam
lembaga legal yaitu perkawinan (Hasbianto dalam Keumalahayati, 2003).

Definisi kekerasan secara terminologi sangatlah beragam. Suatu tindakan
baru dapat dikategorikan sebagai kekerasan, jika tindakan itu membahayakan
orang lain (korban) dan dilakukan secara sengaja untuk mencelakakan
korbannya. Secara yuridis, melakukan kekerasan adalah membuat orang
menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Melakukan kekerasan itu
sendiri diartikan sebagai mempergunakan tenaga atas kekuatan jasmani
secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan senjata,
menendang, dan sebagainya (Pudji Susilowati, 2008).

Menurut PSW lAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mc Gill Project (2000)
KDRT adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau beberapa orang
terhadap orang lain, mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikologis termasuk pula ancaman perbuatan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan seseorang secara sewenangwenang atau adanya penekanan secara ekonomis, yang terjadi dalam rumah

10

langga. Kekerasan dalam rumah langga atau dalam istilah lainnya kekerasan
domestik adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga dimana
biasanya yang berjenis kelamin laki-Iaki (suami) menganiaya secara fisik
maupun psikis pada jenis kelamin perempuan (isteri) (PSW lAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Mc Gill Project, 2000).

Tidak dapat disangkal bahwa kekerasan apapun bentuknya adalah sebuah
teror yang sengaja diciplakan oleh pelaku kekerasan untuk menimbulkan rasa
takut, was-was, serta situasi tertekan. Dibalik rasa takut dan tertekan terdapat
upaya-upaya korban untuk bertahan dari seluruh situasi teror tersebut,
bahkan terkadang upaya bertahan tersebut dapat meningkat menjadi bentuk
perlawanan.

Kepada para suami yang telah melakukan tindakan tercela, merasa puas atas
perbuatannya, sampai akhirnya karena perilaku kasar terhadap isteri yang
dilakukan terus-menerus sehingga mengakibatkan kejenuhan pada suami
dan mengatasnamakan ketidakcocokan sehingga tanpa berpikir jernih para
suami rneninggalkan begitu saja isteri dan anaknya. Hal yang seperti itulah
dapat dikalakan sebagai seorang pemimpin yang tidak bertanggung jawab
dalam rumah tangga. Jadi alangkah ironis baik isleri maupun suami yang
telah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dan paham resikonya
jika melanggar, justru malah dilakukan. Isteri diam saja ketika dianiaya fisik,
psikis, ekonomi maupun seksual. Sedangkan suami terlalu angkuh dan
semena-mena memperlakukan isteri dengan seenaknya. Hal-hal tersebut
tidak mungkin dibiarkan begitu saja, jika dibiarkan berlarut-Iarut, korban dan

11

pelaku akan sernakin lerus bertambah dari lahun ke lahun dan terkesan
bahwa seperli tidak ada fungsinya Undang-undang RI Perkawinan yang
dibual oleh pemerintah, padahal didalamnya menampung prinsip-prinsip dan
memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan
yang telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita.

Sepanjang 2008, LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan)
menerima 254 laporan kasus KORT yang terjadi di wi/ayah OKI Jakarta dan
sekitarnya. Jumlah tersebut meningkat darilaporan pada tahun 2007 yaitu 216
kasus (Ita Lismawati F.M dan Shinta Eka P, 2008).

Oi Indonesia, pada tahun 2006 ada sebanyak 22.512 kasus kekerasan
terhadap perempuan yang terlaporkan dan ditangani beberapa institusi Mitra
Komnas Perempuan di beberapa daerah di Indonesia. Kasus terbanyak
adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 16.709
kasus (74%). Oari kasus-kasus KDRT ini, 82% yang menjadi korban adalah
isleri atau perempuan, 36% kekerasan yang menimpa pada anak, dan 0,4%
kepada pembantu rumah tangga, sisanya sulit dipilah menurut jenis korban
karena menurul data yang ada kurang mendukung untuk pemilahan yang lain
(Pudji Susilowati, 2008).

Survival adalah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan

hidup. Survival merupakan kehidupan dengan waklu mendesak untuk
melakukan improvisasi yang memungkinkan. Dengan menggunakan

12
pengetahuan dalam usaha mengatur diri saat dalam keadaan darurat adalah
kunci dari survival.

Pengaturan disini adalah memelihara keterampilan dan kemampuan untuk
mengontrol sumber daya didalam diri dan kemampuan memecahkan
persoalan. Karena jika dalam pengaturannya keliru, maka bukan hanya
badan yang terganggu akan tetapi dapat langsung berdampak terhadap
kemampuan untuk tetap hidup. Memahami jenis kebutuhan hidup yang
menjadi suatu prioritas akan sangat menguntungkan didalam situasi survival.

Bagi isteri yang mengalami penganiayaan sudah seharusnya mereka tidak
harus berdiam diri saja, terpuruk dan terkekang oleh tindakan suaminya.
Tidak seharusnya mereka menderita seorang diri, tanpa diketahui orang lain
yang mungkin dapat menolongnya. Sebagaimana menurut Kirkwood dalam
Henny E Wirawan, 1999 bahwasanya isteri yang mengalami penganiayaan
harus bangkit dari keterpurukannya untuk melakukan perubahan sosial pada
dirinya dan merupakan proses aktif untuk mengubah pengaruh penganiayaan
berupa tindakan yang sifatnya aktif untuk meminimalkan, mengubah atau
membalikkan pengalaman negatif dalam hal ini pengalaman kehilangan
kekuasaan untuk memberdayakan diri. Kebebasan dari penganiayaan untuk
mengeksplorasi diri serta menemukan kemungkinan baru yang dapat
dimanfaatkan serta kemampuan untuk memahami dan menggali kebutuhan
diri (Henny E Wirawan, 1999).

13

1.2

Identifikasi masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah diatas, maka penulis
mengidentifikasikan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1.

Bagaimana kondisi sUbjek setelah berpisah dari suami?

2.

Bagaimana subjek menempatkan, mengeksplorasi dan memenuhi
kebutuhannya sendiri pasca KDRT?

3.

8agaimana subjek mengaitkan kebutuhan diri dalam hubungannya
dengan orang lain pasca KDRT?

4.

8agaimana subjek mengefektifkan perubahan pada diri untuk
mengadakan perubahan sosial pasca kDRT

5.

Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat proses
pertahanan hidup (survival) subjek untuk keluar dari hubungan KDRT
terse but?

6.

Seberapa besar peran keluarga dan lingkungan dalam membantu
subjek untuk bertahan hidup tanpa suami?

1.3

Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas, lebih terarah dan untuk menghindari salah
penafsiran, maka pada penelitian ini penulis berfokus pada :

1.

Pertahanan hidup survival yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kebebasan untuk keluar dari KDRT, mengoptimalkan diri untuk bisa
memahami diri, menggali kebutuhan diri dan menemukan
kemungkinan baru yang dapat dimanfaatkan setelah mengalami
KDRT.

14
2.

Janda yang dimaksud adalah seorang perempuan yang sudah mampu
bertahan hidup tanpa suami.

1.4

Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini dibagi menjadi 2(dua), yaitu:

1.4.1. Perumusan masalah secara umum, yaitu bagaimana gambaran
pertahanan hidup

Hウオイカゥ 。セ

janda pasca KDRT?

1.4.2. Perumusan masalah secara spesifik, yaitu :
1.

Bagaimana kondisi subjek setelah berpisah dari suami?

2.

Bagaimana sUbjek menempatkan, mengeksplorasi dan
memenuhi kebutuhannya sendiri pasca KDRT?

3.

Bagaimana subjek mengaitkan kebutuhan diri dalam
hubungannya dengan orang lain pasca KDRT?

4.

Bagaimana subjek mengefektifkan perubahan pada diri untuk
mengadakan perubahan sosial pasca KDRT?

5.

Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat
pertahanan hidup (survival) subjek untuk keluar dari hubungan
KDRT tersebut?

15

4.1

Tujuan dan Manfaat Penelitian

4.1.1 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pertahanan hidup (surviva0 Janda pasca Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT).

4.1.2 Manfaat Penelitian
a.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
Dapat menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk menambah
khasanah pemikiran seorang janda dalam menjalani kehidupan pasca
kekerasan dalam Rumah Tangga pada khususnya dan pencegahan
kekerasan pad a perempuan pada umumnya. Serta dapat memberikan
manfaat sebagai pengembangan i1mu pengetahuan dalam bidang
Psikologi, khususnya Psikologi Sosial karena didalam penelitian ini
terangkum informasi-informasi positif tentang bagaimana gambaran
pertahanan hidup (surviva0 janda pasca KDRT.

b.

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk :
1.

Memberikan informasi kepada setiap calon suami isteri
khususnya sebagai calon isteri dalam memaknai arti sebuah
pernikahan agar kekerasan dalam Rumah Tangga tidak terjadi.
Dimana arti sebuah pernikahan dalam UU RI Perkawinan (2008)
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
isteri sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

16

yang kekal dan merupakan perjanjian yang sakral atas nama
Tuhan.

2.

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaal bagi isteri yang
mengalami KDRT dan bagi isleri yang sudah bercarai dapal
mempertahankan hidup lanpa suami dan juga dapal dijadikan
motivator unluk mengembangkan dan mengkaji lebih dalam lagi
pada penelilian selanjulnya sehingga melahirkan sebuah
pemikiran baru dalam merespon kegalauan kekerasan dalam
Rumah Tangga.

1.5

Sistematika Penulisan

Kaidah penulisan yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini, berpedoman
pada buku panduan skripsi Fakullas Psikologi UIN Syarif Hidayalullah Jakarta
(2004), dengan sislemalika sebagai berikul :

Bab I

: Pendahuluan, yang lediri dari lalar belakang masalah,
idenlifikasi masalah, balasan dan rumusan masalah, lujuan
dan manfaat penelilian serta sislematika penulisan.

Bab II

: Kajian puslaka, yang lerdiri dari: pertahanan diri (survival),
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), gambaran
pertahanan hidup (survival) janda pasca KDRT.

17

Bab III

: Metodologi penelitian, meliputi : jenis peneltian, subjek
penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik
analisa data, prosedur penelitian.

BablV

Presentasi dan analisa data, yang terdiri dari : gambaran
umum subjek penelitian, analisis kasus, analisis Iintas atau
antar kasus.

Bab V

: Kesimpulan yang terdiri dari diskusi dan saran.

Daftar Pustaka

BAB2
KAJIAN PUSTAKA

Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan masalah sosial serius yang
kurang mendapat tanggapan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan, pertama,
KDRT memiliki ruang Iingkup yang tertutup dan terjaga ketat privacynya
karena persoalannya terjadi dalam area intern keluarga. Kedua, KDRT
seringkali dianggap wajar karena diyakini bahwa memperlakukan isteri
sekehendak suami merupakan hak suami sebagai pemimpin dan kepala
rumah tangga. Ketiga, KDRT terjadi dalam lembaga yang legal yaitu
perkawinan. Kenyataan inilah yang menyebabkan minimnya respon
masyarakat terhadap keluh kesah para isteri yang mengalami persoalan
KDRT dalam perkawinannya. Akibatnya, mereka (lsteri) memendam
persoalan itu sendiri, tidak tahu bagaimana menyelesaikannya dan semakin
yakin pada anggapan yang keliru, yaitu bahwa suami memang berhak
mengontrol isterinya (Farha Ciciek, 1999).

Fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dengan adat
ketimurannya, dimana masyarakatnya lebih suka menyembunyikan dan
bungkam terhadap masalah KDRT. Hal ini disebabkan selain karena ketiga
faktor yang disebutkan diatas, juga disebabkan karena masih kuatnya kultur
yang menomor satukan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Sudah
seharusnya Isteri yang mengalami penganiayaan tidak harus berdiam diri
saja. Tidak seharusnya mereka menderita seorang diri, tanpa diketahui orang

19

lain yang mungkin dapat menolongnya. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan terhadap para isteri yang teraniaya, diantaranya yaitu: menjalani
terapi, meneari tempat perlindungan bagi perempuan teraniaya atau
mengambil keputusan untuk meninggalkan hubungan dengan
konsekuensinya masing-masing (Farha Cieiek, 1999).

Perlindungan bagi perempuan yang teraniaya memang memberikan rasa
aman, dukungan, konseling, serta layanan langsung, tetapi mungkin tindakan
tersebut tidak dapat berlangsung lama jika hanya dilakukan sekali saja.
Bahkan di Indonesia pun perlindungan tersebut tidak dapat

「・セ。ャ ョ

secara

optimal. Hal ini disebabkan karena mengingat keterbatasan sumber daya
yang handal di bidangnya serta sumber dana yang memadai. Sedangkan
keputusan untuk meninggalkan hubungan penganiayaan memang merupakan
keputusan yang pelik, karena terdapat beragam faktor yang harus
dipertimbangkan oleh isteri yang bersangkutan. Meskipun demikian,
penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang meninggalkan hubungan
penganiayaan ternyata dapat mengembangkan hubungan yang lebih positif
dan lebih sehat mental, dilihat dari perspektif Psikologi perempuan.

20

2.1

Pertahanan Hidup (Survival)

2.1.1 Pengertian Pertahanan Hidup (Survival)
SulVival berasal dari kata survive yang berarti mampu mempertahankan diri

dari keadaan tertentu. Dalam hal ini mampu mempertahankan diri dari
keadaan yang buruk dan kritis. Sedangkan survivor adalah orang yang
sedang mempertahankan diri dari keadaan yang buruk (Arif Hamzah, 2002).

Dalam konteks kekerasan terhadap perempuan Kelly (dalam Anik, 2003)
menyebutkan bahwa sUNival adalah suatu kemampuan untuk mengatasi
suatu situasi meskipun suatu kejadian mengancam kehidupan akibat
kekerasan.

SulVival is therefore, continuing to exist after the life threatening experience
that is a part of manginstance of sexual violence. It is positive outcome of coping and/or resistance. I use it to refer to physical sUNival, in that the women is
nit killed by the man, and women's physical and emotional sUNival after the
assalts. In this letter sense too, not every women sUNives some take their
own live as a direct result of being victimized; many more experience profoundly negative impact on their lives, such as "mental illness". Emotional survival therefore, refers to the extent to wich women arable to recons tmct their
live so that the experience of sexual violence does not have anoverwhelming
and continuing negative impact on their life.

SulVival merupakan kelanjutan dari kehidupan setelah suatu kejadian yang

mengancam kehidupan tersebut. Biasanya banyak terjadi pada kekerasan
sesudah ini yang merupakan hasil penanggulangan positif dan atau hasil resistensi. SulVival berkaitan dengan 2 (dua) hal yakni bila perempuan yang
mengalami tindakan kekerasan tersebut dapat bertahan secara fisik atau tidak, dibunuh oleh pelaku dan kebertahanan atau kelangsungan hidup emosional setelah penyerangan (tindak kekerasan). Dalam pengertian tidak se-

21
mua perempuan dapat bertahan, terkadang malah menjadi korban karena kekerasan telah berdampak negatif bagi mereka seperti timbulnya penyakit
mental. Kelangsungan hidup emosional dengan demikian mengacu pada kemampuan perempuan untuk memulihkan atau merekonstruksi berbagai kehidupan sehingga pengalaman, kejadian atau kekerasan tidak memiliki dampak
negatif yang meluap dan berkelanjutan.

Dari kutipan teori survival di atas, maka pengertian survival dalam kondisi
survival tantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau psikologis
untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan gagasan-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan
yang pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas
menantang terbukti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih
baik dan melakukan adaptasi efektif.

Dalam keadaan survival diperlukan pengetahuan terhadap kondisi dan kebutuhan tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi atau
dampak akibat pengaruh lingkungan (Arif Hamzah, 2002).

Pertahanan hidup (survival) adalah suatu proses. Barry, Hoff, dan Stankop
mendefisinikan survival sebagai
".. ..refers to action taken first to minimize the frequency of accurance and
degree of abuse." Survival juga bermakna, "To reverse or transform its effect". "Transform the impact of abuse after the relationship have ended"
(Henny E Wirawan, 1999).

22
Secara umumpertahanan hidup (survival) adalah suatu proses aktif untuk
mengubah pengaruh penganiayaan setelah hubungan semacam itu berakhir.

Pertahanan hidup juga dapat diartikan penggunaan kebebasan yang sifatnya
aktif untuk meminimalkan, mengubah atau membalikkan pengalaman negatif,
dalam hal ini pengalaman kehilangan kekuasaan menjadi keterampilan untuk
memberdayakan diri. Memberdayakan diri yang dimaksud adalah kebebasan
untuk keluar dari KDRT, mengoptimalkan isteri untuk bisa memahami, menggali kebutuhan diri dan mengoptimalkan diri serta menemukan kemungkinan
baru yang dapat dimanfaatkan setelah mengalami KDRT (Henny E. Wirawan,
1999).

2.1.2 DIMENSI PERTAHANAN HIDUP
Menurut Kirkwood dalam Henny E Wirawan (1999), terdapat 3 dimensi pertahanan hidup yang dilalui isteri untuk bertahan hidup setelah terjadi Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT), 3 dimensi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a.

Isteri dapat menempatkan, mengeksplorasi dan memenuhi kebutuhan

dirinya sendiri.
Jika dalam masa penganiayaan seorang isteri terfokus pada kebutuhan dan
harapan suami, ia harus mulai menyadari kebutuhannya. Pusat dan proses ini
adalah mengetahui bahwa isteri telah meningkatkan kontrol terhadap ruang
dan waktunya sendiri. Dengan demikian kebebasannya untuk mengeksplorasi
diri dan kebutuhannya secara mendalam akan makin meningkat.

23
DaJam dimensi ini terjadi sebuah perubahan tingkah laku, dimana jika dalam
kekerasan seorang isteri hanya terfokus pada kebutuhan dan harapan suami,
maka setelah ia meninggalkan suami, ia mulai menyadari kebutuhankebutuhannya. Pada dimensi ini, isteri menghadapi tantangan besar untuk
menemukan keinginan-keinginan dan harapan-harapan dalam hidupnya serta
berusaha mengeksplorasi bagaimana mereka memenuhi harapan dan
keinginan tersebut yang selama ini mereka abaikan. Pada dimensi ini isteri
akan meneoba eara hidup baru dan meneari bantuan dari orang-orang yang
mendukungnya . Perempuan akan melakukan kegiatan-kegiatan yang mereka
inginkan yang dulu tidak bisa mereka lakukan, seperti bekerja atau berlibur
dan menikmati waktu luang dengan hobi-hobi tertentu. Mereka juga
malakukan perubahan yang radikal dalam berpakaian atau model rambut
untuk mengekspresikan kreatifitas dan individualitas yang selama ini tidak
mampu diaktualisasikan.

Dengan melakukan hal-hal yang mereka inginkan, identitas diri dan rasa
pereaya diri akan perlahan-Iahan muneul pada diri mereka. Perempuan akan
merasa diri mereka kompeten ketika mereka berhasil meneiptakan sesuatu
yang diinginkan. Pusat dari proses ini adalah mengetahui bahwa isteri telah
meningkatkan kontrol terhadap ruang dan waktunya sendiri. Dengan memiliki
ruang dan waktu sendiri sehingga mereka dapat terfokus pada keinginan diri
sendiri. Ini merupakan proses untuk membangun kembali respon terhadap
keinginan mereka sendiri yang merupakan pusat atau hal utama untuk
membalikkan pengaruh dari kekerasan.

24
b.

lsteri mulai mengaitkan kebutuhannya sendiri dalam hubungannya

dengan orang lain.
Pada saat isteri mengetahui dan bertindak untuk memenuhi harapan tentang
bagaimana ia meningkatkan kehidupannya dimasa depan. iapun akan
dihadapkan pada bagaimana perubahan ini mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain.

Pada dimensi ini. perempuan menegaskan pentingnya keinginan mereka
dalam satu hubungan. karena dalam hubungan terdahulu mereka telah
mengingkari pentingnya kebutuhan-kebutuhan mereka. Perempuan menjadi
lebih asertif (waspada) dalam berbagai hubungan. seperti dengan lawan
jenis. ia kan terlihat lebih aktif untuk mencegah keterlibatannya dengan
penganiaya baru. Jika pasangan barunya bertindak agresif atau melakukan
kekerasan. maka ia kan menegaskan bahwa ia tidak menerima tindakan
seperti itu. Interaksinya dengan orang lain merefleksikan pertumbuhan harga
diri dan pengetahuan tentang harapan-harapan yang dimilikinya.

Sedangkan didalam hubungannya dengan keluarga. isteri mulai membentuk
ulang hubungannya untuk mengakomodasikan penghargaan yang lebih
mendalam tentang harapan dan keinginannya. Misalnya jika ibunya berusaha
membantunya dengan cara yang terlalu banyak campur tangan (misalnya
menanyakan bagaimana ia mampu membesarkan anaknya, menyarankan
agar ia jangan tinggal sendiri). maka ia kan mengemukakan keinginankeinginannya secara jelas pada ibunya bahwa ia ingin membesarkan anakanaknya sendiri. akan tinggal sendiri dirumah yang ia inginkan untuk tinggal.

25
Sementara, dalam hubunganya dengan teman, ia kan lebih aktif dan terbuka
dalam menetapkan tipe tingkah laku apa yang ingin atau tidak ingin
diterimanya. Dalam hubungannya dengan anak, isteri akan dihadapkan pada
2 (dua) kebutuhan, yaitu antara waktu untuk diri sendiri dan kewajiban untuk
memberikan perhatian pada anak. Isteri akan berusaha menyeimbangkan
kedua kebutuhan tersebut dengan tetap memenuhi keinginan-keinginan
sendiri tanpa melupakan perhatian pada anak. Terkadang jika isteri
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tersebut, maka akan
diambil tindakan yang ekstrim, yaitu melibatkan ayah si anak atau
membiarkan anak untuk memutuskan apakah ia kan tinggal dengan ibunya
atau ayahnya.

c.

Isteri mulai mengefektifkan perubahan pada dirinya untuk mengadakan

perubahan sosial dalam masyarakat.
Dewasa ini masalah isteri yang dianiaya sudah menjadi masalah sosial, jadi
tidak sekedar merupakan masalah individual. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengadakan perubahan sosial, yaitu bekerja pada organisasi
yang menangani masalah kekerasan terhadap perempuan dan menawarkan
bantuan pada teman yang teraniaya atau menyumbangkan pengetahuan
pada masyarakat tentang penganiayaan dengan bertindak sebagai model
peran bagi orang lain sekaligus menyuarakan pengalaman pribadinya

Dengan cara ini, perempuan mencoba terlibat secara aktif menyuarakan pada
masyarakat banwa kekerasa terhadap perempuan itu adalah masalah yang
perlu penanganan serius. Selain itu juga, ia dapat menentang stereotip yang
berlaku tentang isteri yang dianiaya serta menciptakan citra yang lebih tetap

26
tentang pengalaman pribadinya dan pengalaman meninggalkan pasangan
penganiaya. la pun juga dapat bertindak sebagai model peran bagi isteri lain
yang sedang berjuang melawan penganiayaan.
Dengan cara-cara tersebut diatas ia memang akan berulang kali merasakan
sakitnya pengalaman, karena upayanya untuk terlibat secara efektif dengan
memberikan dukungan sepenuhnya pada isteri yang mengalami situasi dan
kondisi yang hampir sama atau sewaktu mencaritakan pengalaman pribadi
pada mereka. Namun, dengan bekerja pada organisasi yang menangani
masalah kekerasan terhadap perempuan atau memberikan bantuan kepada
perempuan yang mengalami kekerasan, hal ini memampukan mereka untuk
berjuang bertahan hidup dan melanjutkan proses survival tersebut.
Selain itu, juga memberikan kesempatan untuk mengubah pengalaman
kekarasan menjadi keterampilan dan kebijaksanaan karena mereka telah dan
sedang melalu proses untuk meninggalkan hubungan tersebut. Mereka juga
mengetahui bagaimana rasanya pada awal meninggalkan hubungan
kekerasan itu, sehingga mereka dapat memberikan informasi, empati,
dukungan dan nasehat dari pengalama pribadi mereka. Karena isteri lain
yang mengalami krisis identitas diri dan rasa percaya diri yang rendah.
Menghadapi pengalaman perempuan lain, membawa mereka selalu pada
pengalam pribadi tetapi dengan menggunakan personal insight dari
mendengar pengalaman-pengalaman itu dapat meningkatkan efektifitas dari
partisipasi mereka pada organisasi yang menangani kekerasan pada
perempuan. Tetapi untuk tumbuh dan berubah dukungan dan kesempatan
untuk mengubah pengalaman pahit itu penting.

27

2.1.3 Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pertahanan
Hidup (Survival) isteri pasca KDRT
Menurut Kirkwood, Sejumlah faktor yang menjadi pendukung maupun
penghambat proses pertahanan hidup isteri yang mengalami penganiayaan.
Media, reaksi ternan dan keluarga merupakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi usahanya untuk bertahan hidup setelah melewati periode
kekerasan dari suami (Henny, 1999).

Media (dalam hal ini film, talk show, di televisi, komedi situasi atau iklan,
artikel surat kabar, tabloid dan majalah, merupakan salah satu faktor kuat
yang menyuarakan kesan masyarakat pada umumnya tentang kekerasan
terhadap perempuan (isteri). Isteri yang telah mengakhiri hubungan yang
penuh dengan kekerasan, umumnya ingin memperoleh perspektif mengenai
pengalamannya. Tetapi adakalanya mereka disudutkan oleh artikel atau
program yang membahas isu kekerasan isteri atau hubungan kekerasan.

Banyak sekali kabar dari media masa maupun elektronik yang
mengungkapkan kekerasan terhadap isteri, kasus Manohara dan kasus Cici
Paramida contohnya. Selama ini pemberitaaan media masa cenderung
membuat para isteri korban kekerasan menjadi korban kembali (reviktimisasi)
melalui perspektif pemberitaan yang mengupas habis segala sesuatu tantang
korban.

Reaksi ternan dan keluarga yang dapat menerima alasan mengapa isteri yang
teraniaya meninggalkan rumahnya, akan mendukung usaha seorang isteri

28
tersebut untuk membangun ulang harga diri dan identitas dirinya dalam
rangka melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Menurut Matlin, pada
prinsipnya para isteri yang mengalami kekerasan tersebut, membutuhkan
orang-orang untuk menggali dan memahami pengalaman yang baru saja
dialami. Namun, umumnya, ternan dan keluarga lebih menerima citra media
mengenai nilai-nilai umum pemikahan dan hubungan heteroseksual (Henny,

1999).

r perustZセM

UTAMA
UIN SYAHID JAKARTA

Kebanyakan orang cenderung menyangsikan keterangan dari isteri yang
mengalami penganiayaan, karena bukti yang tidak tertihat secara nyata.
Justru masih ada orang yang menekan isteri yang teraniaya untuk
mengadopsi nilai yang bertolak be