Putusan hakim tisak selaku mengabulkan gugatan untuk keseluruhannya dapat pula gugatan dikabulkan sebagian untuk sebagian saja, gugatan selebihnya harus ditolak
atau dalam hal-hal tertentu dinyatakan tidak dapat diterima.
Dapat pula terjadi seluruh gugatan ditolak. Tidak benar apabila gugatan ditolak untuk sebagian dan untuk selebihnya dikabulkan.
Isi Minimum dan sistematik surat putusan diatur dalam pasal –pasal 17b,182, 283,184 dan 185 HIR.
Pasal 178 menentukan bahwa: 1.
Hakim dalam waktu bermusyawarah karena jabatannya, harus mencakupkan alasan-alasan hukum, yang mungkin tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
2. Ia berwajib mengadili segala bagian gugatam
3. Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang digugat, atau
meluluskan lebih dari apa yang digugat. Yang dimaksud dengan alasan hukum ialah kaidah hukum kanun regel van het
objectieve recht. Apabila penggugat dalam surat gugatannya tidak menyebutkan dasar gugatannya atau secara keliru menggunakan dasar gugatann. Maka hakim
dalam pertimbangannya akan mencakupkan segala alasan hukum supaya menang kalahnya salah satu pihak menjadi terang.
Dari ayat 2 Pasal 178 HIR ternyata bahwa hakim harus mengadili semua petitium, tidak boleh satupn dilupakan, satu persatu harus dipertimbangkan secara seksama.
Pasal 185 HIR menentukan sebagai berikut: 1.
Keputusan yang bukan akhir, walaupun harus diuacapkan dalam persidangan seperti keputrusan akhir juga, tidak diperbuat berasing-asing, tetapi hanya dicatat
dalam berita acara persidangan. 2.
Kedua belah pihak boleh meminta supaya diberikan kepadanya salinan yang sah daripada catatan sedemikian itu dengan membayar biayanya.
Pasal 187 HIR menentukan sebagai berikut: 1.
Jika Ketua dalamn kemustahilan akan menandatangani keputusan atau berita acara dari persidangan, maka itu dikerjakan oleh anggota yang martabatnya
langsung sibawah ketua, yang serta memeriksa perkara itu 2.
Jika Panitera Pengadilan dalam kemustahilan itu, maka hal itu dengan sungguh-sungguh disebutkan dalam berita acara persidangan itu.
B. Asas Putusan Hakim
Asas ini di jelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004 dulu dalam Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan
kehakiman yang meliputi : 1.
Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci
Menurut asas ini putusan yamg dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan terperinci. Alasan-alasan hukum yang menjadi pertimbangan bertitik tolak
dari ketentuan:
Pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan
Hukum kebiasaan
Yurisprudensi atau
Doktrin hukum hal ini di jelaskan dalam Pasal 23 UU No.14 tahun 1970, sebagaimana di ubah
dengan UU No 35 Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 25 ayat 1 UU No 4 Tahun 2004.
2.
Wajib mengadili seluruh bagian gugatan Hal ini di gariskan dalam Pasal 178 ayat 2 HIR, Pasal 189 ayat 2 RBG, dan Pasal
50 Rv. Tidak boleh hanya memeriksa dan memutuskan sebagian saja. 3.
Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan Larangan ini di sebut ultra petitum partium[3]. Hakim yang mengabulkan melbihi
posiya maupun petitum gugat, di anggap telah melampui batas wewenang atau ultra vires yakni beritndak melampui wewenangnya.
4.
Diucapakan di muka umum Hal ini di atur dalam prinsip pemeriksaan dan putusan diucapakan secara terbuka,
ditegaskan dalam Pasal 18 UU No.14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan UU No. 35 tahun 1999 skarang dalam Pasal 20 UU No. 4 tahun 2004 yang berbunyi:
Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapakan dalam sidang terbuka untuk umum.
C. Upaya kekuatan Hukum terhadap Putusan Hakim
Putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bukan mustahil mempunyai sifat memihak, oleh karena itu untuk menghindari apabila terjadi
kekeliruan atau Hakim bersifat memihak maka perlu memiliki upaya hukum yaitu alat untuk mencegah atau kekeliruan dalam suatu putusan.
1. Perlawanan verzet Dalam pasal 129 HIR ayat 1 yaitu tergugat yang di hukum sedang ia tidak
hadir dan ia tidak menerima putusan itu, maka dapat memajukan perlawanan atau putusan itu. artinya Perlawanan verzel merupakan upaya hukum terhadap putusan
yang di jatuhkan di luar hadirnya tergugat. Yaitu upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat verstek. Pada dasarnya
perlawanan ini disediakan bagi pihak Tergugat yang dikalahkan. Bagi Penggugat, terhadap putusan verstek ini dapat mengajukan banding.
2. Banding
Yaitu pengajuan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan, apabila para pihak tidak puas terhadap putusan tingkat
pertama. Berpedoman kepada ketentuan yang ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 1947 tentang peradilan ulangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 sampai
Pasal 15, dinyatakan : Tenggang waktu permohonan banding :
a 14 hari sejak putusan diucapkan, apabila waktu putusan diucapkan pihak Pemohon banding hadir sendiri dipersidangan.
b 14 hari sejak putusan diberitahukan, apabila Pemohon banding tidak hadir pada saat putusan diucapkan di persidanga
c Jika perkara prodeo, terhitung 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan prodeo dari Pengadilan Tinggi kepada Pemohon banding.
d Pengajuan permohonan banding disampaikan kepada Panitera pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama
e Penyampaian memori banding adalah hak, bukan kewajiban hukum bagi Pemohon banding.
f Satu bulan sejak dari tanggal permohonan banding, berkas perkara harus sudah dikirim ke Panitera Pengadilan Tinggi Agama Pasal 11 ayat 2 UU No 20 Tahun
1947.
3. Kasasi
Pemeriksaan tingkat kasasi bukan pengadilan tingkat ketiga. Kewenangannya memeriksa dan mengadili perkara tidak meliputi seluruh perkara, bersifat sangat
terbatas, dan hanya meliputi hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 30 UU No 14 Tahun 1985, yaitu terbatas sepanjang mengenai , Memeriksa dan memutus tentang
tidak berwenang atau melampaui batas wewenang Pengadilan tingkat bawah dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Memeriksa dan mengadili kesalahan
penerapan atas pelanggaran hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam memeriksa dan memutus perkara. Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang
syarat-syarat yang wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tingkat kasasi tidak berwenang memeriksa seluruh perkara seperti
kewenangan yang dimiliki peradilan tingkat pertama dan tingkat banding, oleh karenanya peradilan tingkat kasasi tidak termasuk judex fact.
D. Kekuatan Putusan Hakim